• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Dosis Larutan Getah Buah Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Pestisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tanaman Cabai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Dosis Larutan Getah Buah Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Pestisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tanaman Cabai"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian tumbuhan

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Tumbuhan pepaya memiliki sistematika sebagai berikut (BPOM, RI., 2008):

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Ordo : Caricales Familia : Caricaceae Genus : Carica

Species : Carica papaya L.

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang tidak berkayu, bulat, silindris, berongga dan berwarna putih kehijauan. Tinggi tanaman berkisar antara 5 - 10 meter dengan akar yang kuat. Tanaman pepaya tidak mempunyai percabangan (Muktiani, 2011).

(2)

pepaya berwarna hitam dan diselimuti lapisan tipis (Muhlisah, 2007).

Ditinjau dari macam bunganya, pepaya digolongkan menjadi tiga, yaitu pepaya jantan, pepaya betina dan pepaya sempurna. Pepaya jantan mudah dikenal karena memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang. Bunga pertama yang terdapat pada pangkal tangkai adalah bunga jantan. Bunga jantan ini memiliki ciri-ciri putik atau bakal buah yang tidak berkepala karenanya tidak dapat menjadi buah, sedangkan benang sari susunannya sempurna. Pepaya betina hanya menghasilkan bunga betina, bakal buahnya sempurna dan tidak berbenang sari, untuk dapat menjadi buah harus diserbuki bunga jantan dari luar. Pepaya betina berbunga sepanjang tahun, buah bulat, bertangkai pendek. Pepaya sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, memiliki bakal buah dan benang sari. Oleh karena itu pepaya sempurna dapat melakukan penyerbukan sendiri (Rochmatul, 2003).

2.1.3 Deskripsi

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman berasal Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke benua Afrika dan Asia. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis termasuk Indonesia di abad ke-17 (Setiaji, 2009). Pepaya tersebar hampir di seluruh kepulauan yang dapat tumbuh di daerah basah hingga kering, dataran maupun pegunungan dan pada ketinggian 1 - 1000 meter dari permukaan air laut (BPOM, RI., 2010).

(3)

Nama asing dari tanaman pepaya antara lain Inggris: papaya, paw paw. Melayu: Betik, ketelah, kepaya. Vietnam: Du du. Thailand: Mala kaw. Pilipina: Kapaya, lapaya. Cina: fan mu gua (Iman, 2009).

2.1.4 Getah Pepaya

Tumbuhan menghasilkan senyawa primer dan sekunder melalui lima jalur biosintesis. Senyawa primer dan sekunder ini pada tumbuhan dalam bentuk yang berbeda-beda. Getah merupakan salah satu senyawa primer yang dihasilkan tumbuhan yang berupa suatu materi hasil fotosintesis dan keluar pada saat tanaman mengalami luka. Getah biasanya berupa cairan kental berwarna putih susu dan lengket dengan berat jenis 1,038 g/cm3, kadar air 82,02% dan kandungan aktivitas proteolitiknya 307,8 MCU (Sabari, dkk., 2001). Pada umumnya seluruh bagian tanaman mengandung getah, namun bagian tumbuhan yang paling banyak mengandung getah adalah pada bagian buahnya (Kalie, 1996).

Getah memiliki fungsi yang beraneka ragam selain untuk pembentukan buah dan bunga juga dapat dijadikan sebagai bentuk pertahanan bagi tumbuhan dalam menghadapi lingkungan luar seperti suhu, kelembaban dan organisme pengganggu tanaman (Kalie, 1996).

2.1.5 Kandungan Kimia Getah Pepaya

Getah pepaya mengandung berbagai enzim diantaranya adalah peptidase A, peptidase B, papain, kimo papain, karikain, glisil hidrolase, glisil endopeptidase (Azarkan, dkk., 1997) dan cystein protease (Konno, 2004). Selain enzim terdapat lebih dari 50 asam amino yang terkandung dalam getah pepaya, antara lain asam aspartat, asam glutamat, glisin, alanin, leusin (Konno, 2004).

(4)

(Miller dan Strickler, 1984), racun kontak dan mengganggu fungsi fisiologis serangga (Konno, 2004).

Getah pepaya sebagai penolak makan merupakan salah satu perlindungan diri dari serangan serangga hama. Pengaruh penolakan makan ini karena adanya senyawa-senyawa alkaloid, terpenoid, isoflavonoid dan asam amino nonprotein. Miller dan Strickler (1984) melaporkan senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi syaraf pusat serangga yang mengatur proses makan secara langsung (intrinsik) maupun tidak langsung (ekstrinsik).

Selain itu getah pepaya juga dapat mempengaruhi fungsi fisiologis beberapa serangga. Menurut Konno (2004) sifat toksik getah pepaya pada serangga dikarenakan adanya aktifitas cystein protease (papain, fisin dan bromelin) yang berperan sebagai penghambat enzim protease pada tubuh serangga.

2.1.6 Khasiat Tumbuhan

(5)

2.2 Enzim Papain

Enzim papain adalah enzim yang terdapat pada getah pepaya merupakan jenis enzim proteolitik yaitu enzim yang mengkatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida pada protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Kualitas getah sangat menentukan aktivitas proteolitik dan kualitas tersebut tergantung pada bagian tanaman asal getah tersebut dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bagian tanaman yang mengandung getah dengan kualitas aktivitas proteolitik yang baik ada pada bagian buah, batang dan daun (Winarno, 1983). Komposisi Getah Pepaya :

Nama % Dalam Getah BM

Papain 10 21.000

Kimopapain 45 36.000

Lisozim 20 25.000

Sumber : Winarno (1983).

Enzim papain termasuk enzim proteolitik dan enzimnya disebut protase. Sifat kimia enzim protase tergantung dari jenis gugusan kimia yang terdapat dalam enzim tersebut. Berdasarkan sifat kimia dan lokasi aktif enzim maka enzim protease dibagi menjadi 4 golongan, yaitu (Whitaker, 1972) :

1. golongan enzim proteolitikserin artinya mempunyai gugusan serin dalam posisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah tripsin elastoal dan

kemotripsin.

(6)

3. golongan enzim proteolitik metal artinya yang keaktifannya tergantung adanya metal dengan hubungan stoikiometri. Enzim yang termasuk golongan ini adalah karboksipeptisida dan beberapa amino peptidase.

4. golongan enzim proteolitik asam artinya enzim yang posisi aktifnya terdapat gugus karboksil. Enzim yang termasuk golongan ini adalah pepsin dan proteasekapang.

2.2.1 Kualitas Enzim Papain

Kualitas papain sangat ditentukan oleh kekuatan atau kemampuan papain untuk memecah protein. Kemampuan papain ini disebut aktivitas proteolitik (Proteolytic activity) yang sering dinyatakan dengan satuan unit. Sehubungan dengan metode analisanya maka dikenal beberapa macam satuan unit diantaranya FCCU (Food Chemical Codex Units), MCU (Milk Clotting Units), CDU (Casein Digestion Units), dan SU (Soxhlet Unit), namun metode yang paling sederhana,

mudah dan banyak digunakan dalam penelitian kualitas papain dalam perdagangan dunia adalah Milk Clotting Units (Metode Penggumpalan Susu) yang satuannya disebut MCU. Metode ini didasarkan pada waktu yang digunakan oleh satuan berat papain untuk menggumpalkan satu satuan volume susu dalam suhu tertentu (Muhidin, 2001).

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas enzim papain adalah : 1. Suhu

(7)

2. Waktu Pengeringan

Waktu pengeringan juga berpengaruh terhadap kualitas papain. Makin lama waktu pengeringan makin kering papain yang dihasilkan. Dan waktu yang baik adalah 8 jam (Sani, 2008).

3. Penambahan Sulfit

Untuk membuat enzim papain, bahan baku yang perlu disiapkan adalah getah pepaya. Sementara bahan penolongnya air dan sulfit. Sulfit yang dapat digunakan antara lain natrium bisufit,natrium metabisulfit. Air digunakan sebagai pengencer. Sulfit digunakan sebagai bahan pengawet (Muhidin, 2001). Papain adalah zat yang mudah rusak karena oksidasi udara baik yang terjadi selama pembuatan maupun penyimpanan. Untuk menghindari kerusakan papain perlu ditambahkan zat pengawet didalam pembuatan papain. Misalnya dapat dipakai natrium bisulfit yang dapat dicampurkan pada getah baik sebelum atau sesudah pengeringan. Konsentrasi yang baik adalah 0,7 % natrium bisulfit (Gema penyuluhan pertanian, 1982). Dipilihnya sulfit sebagai bahan pengawet karena sulfit dapat menghambat, menahan, atau memperlambat dekomposisi enzim papain. Definisi ini meliputi penghambat microbia, antioksidan, bahan pengasam dan pengikat.

2.3 Pestisida

(8)

digunakan di rumah tangga untuk memberantas nyamuk, lalat, kecoa, dan berbagai serangga penganggu lainnya, akan tetapi pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Bermacam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (Djunaedy, 2009).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan yang berkhasiat mengendalikan serangan hama. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik (Djojosumartono, 2004):

- merusak perkembangan telur, larva, dan pupa, - menghambat pergantian kulit,

- mengganggu komunikasi serangga, - menyebabkan serangga menolak makan, - menghambat reproduksi serangga betina, - mengurangi nafsu makan,

- memblokir kemampuan makan serangga, - mengusir serangga, dan

- menghambat perkembangan patogen penyakit.

(9)

botani seperti nikotin, memiliki daya racun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pestisida sintetis, terutama jika termakan. Dengan demikian penggunaan pestisida alami juga perlu diperhatikan toksisitasnya terhadap organisme non sasaran (Novizan, 2004).

2.4 Keracunan Pestisida

Disamping manfaat yang diberikan, pestisida juga sekaligus memiliki potensi untuk dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Tercemarnya tanah, air, udara dan unsur lingkungan lainnya oleh pestisida, dapat berpengaruh buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan pada umumnya terjadi karena penanganan pestisida yang tidak tepat dan sifat fisiko kimia pestisidanya (Suprapti, 2011).

(10)

dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masih beracun (Ngatidjan, 2006).

Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ke tanaman, atau perairan di sekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme karena pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari, dan jenis dari pestisida tersebut (Pohan, 2004).

Pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung akibat adanya pencemaran pestisida akan mengganggu kualitas air, sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu. Pengaruh secara langsung disebabkan oleh akumulasi pestisida dalam organ-organ tubuh akibat tertelan bersama-sama makanan yang terkontaminasi, atau akibat rusaknya organ-organ pernafasan sehingga dapat mematikan ikan budidaya dalam jangka waktu tertentu, sedangkan secara tidak langsung adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit dan terhambatnya pertumbuhan ikan (Mega dan Abdulgani, 2013).

2.5 Hama Ulat

2.5.1 Klasifikasi Hama

(11)

Kingdom : Animalia Class : Insekta Ordo : Lepidoptera Family : Noctuidae Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F.

2.5.2 Siklus Hidup

Hama ini termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari empat stadia hidup yaitu telur, larva, pupa dan imago. Perkembangan ini relatif sangat singkat dari ngengat sampai imago.

2.5.3 Perilaku dan Fisiologi

Ulat grayak merupakan hewan noctural, yaitu aktif pada malam hari untuk mencari makanan dan perilaku kawin untuk metamorfosis baru. Pada siang hari mereka akan bersembunyi di dalam tanah. Hama ini biasanya bersembunyi ditempat yang lembab. Ulat ini digolongkan ke dalam serangga, sifat perilaku ini bersifat herbivora yang penting dalam kaitanya dengan insektisida serangga dan tanaman adalah tentang bagaimana langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan (respons) terhadap rangsangan (stimulus) dari tanaman sehingga serangga herbivora datang dan memakan tanaman tersebut (Untung,1993).

(12)

2.5.4 Peranan Ulat Grayak Sebagai Hama

Larva yang masih muda akan merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atasnya saja, sehingga daun tersebut menjadi transparan karena hanya tersisa tulang dan daunnya saja. Larva ini kemudian merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong-polongan. Biasanya larva berada di bawah permukaan daun dan menyerang secara serentak dan berkoloni atau berkelompok (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1985). Serangan berat akan menyebabkan tanaman menjadi gundul karena daun dan buah akan habis dimakan ulat. Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau panjang dan akan menyebabkan defolisasi daun yang sangat berat.

Ulat grayak bersifat polifag atau dapat menyerang berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, dan buah-buahan. Hama ini tersebar luas di daerah dengan iklim panas dan lembab dari subtropis sampai daerah tropis.

2.6 Toksisitas

Toksisitas adalah daya racun yang berarti kemampuan suatu bahan atau zat yang menyebabkan keracunan. Toksikan adalah bahan atau agent yang mampu menghasilkan efek merugikan pada sistem biologi yang akan menyebabkan kematian. Beberapa toksikan yang disebutkan seperti pestisida, klorin, limbah industri yang bersifat racun dan karsinogenik (Koeman, 1983).

(13)

adanya reaksi biokimia, fisiologik dan patologik terhadap suatu sediaan uji. Uji toksisitas dapat memberikan petunjuk adanya toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek toksik bila terjadi pemaparan (BPOM, RI., 2011).

Pengujian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai dosis untuk berbagai masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori:

1. Uji toksisitas akut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2. Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari, atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Namun, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.

3. Uji toksisitas jangka panjang (kronis)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara berulang selama 3 - 6 bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit dan 24 bulan untuk tikus. Memperpanjang percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik (Lu, 1994).

(14)

meliputi uji potensiasi, karsinogenik, mutagenik, reproduksi, kulit, mata, dan tingkah laku (Manggung, 2008).

Toksisitas merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari farmakologi yang merupakan efek biologis negatif akibat dari pemberian suatu zat. Toksisitas suatu bahan dapat didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu organisme hidup. Pengetahuan mengenai bahan kimia dikumpulkan dengan mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan, pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium dan pemaparan bahan kimia terhadap manusia (Retnomurti, 2008).

2.6.1 Lethal Concentration (LC50)

LC50 (Lethal Concentration) merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan. Berdasarkan waktu lamanya, metode penambahan larutan uji dan maksud serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut: a) klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term

bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka

panjang (long term bioassay). Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow trough bioassay).

Referensi

Dokumen terkait

giving reward tidak memerlukan biaya yang mahal. Para guru tidak harus memberikan hadiah-hadiah yang mahal tetapi misalnya cukup dengan nilai tambahan apabila siswa

Penulisan Ilmiah ini, membahas tentang bagaimana membuat aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pada masa kehamilan dan persalinan dengan menggunakan Ms Visual Basic

Penyelarasan Dokumen Perencanaan Pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sesuai dengan Surat Edaran Bersama Nomor: 050/4963/sj. Nomor: 0430/m.ppn/12/2016 Menteri Dalam Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan awal sambung samping tanaman jambu kristal pada berbagai taraf konsentrasi IAA dan BAP yang berbeda, serta

Konsentrasi 0,5% pada formulasi pembuatan film kitosan baik dengan EBP maupun tanpa EBP adalah yang terbaik dengan keliman terkuat dibandingkan dengan penambahan

Isto eleva o orçamento total do Fundo de Desenvolvimento de Capital Humano em 2013 para 42,5 milhões de dólares, conforme a Tabela 3.. MINISTÉRIO

pembelajaran (mengamati kegiatan peserta didik dalam proses eksplorasi: data, diskusi, menganalisis data, dan pembuatan laporan/presentasi) Tema 4 : Modernisasi

Kecemasan ibu pada saat persalinan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh perawat, karena apabila kecemasan berlangsung terus-menerus