Diajukan guna memenuhi tugas matakuliah Analisis Laporan Keuangan Bank Syariah
Pengampu: Prof. Dr. Hadri Kusuma MBA.
Oleh: Nana Yuliani
PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH JURUSAN HUKUM ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
PEMBIAYAAN 1. PENDAHULUAN
Bank sebagai lembaga keuangan intermediari memiliki dua kegiatan utama,
yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana (unit
surplus) dan kemudian menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan (unit
defisit). Kegiatan operasional bank sebagai lembaga keuangan intermediary dapat
dilihat melalui ilustrasi di bawah ini (Golin, 2013, p. 88);
Dana yang masuk ke bank, baik yang berasal dari dana pihak ketiga (nasabah
melalui produk simpanan/deposito) maupun dari modal sendiri yang dimiliki
bank akan dipergunakan sebagian besar sebagai aktiva produktif untuk kegiatan
operasional, terutama pada kegiatan penyaluran pembiayaan yang dilakukan bank
kembali kepada pihak-pihak yang menjadi sumber dana tersebut. Hal inilah yang
kemudian menjadikan pengelolaan pembiayaan menjadi mutlak pentingnya bagi
perbankan. Pembiayaan yang lancar akan memberikan kemungkinan keuntungan
yang lebih pasti dibandingkan pembiayaan bermasalah, karena itu pula
pembiayaan merupakan sumber utama pendapatan bank.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan kualitas pembiayaan
perbankan syariah terus berlanjut. Sampai Mei 2015, rasio pembiayaan
bermasalah (non performing financing/NPF) bank umum syariah (BUS) maupun
unit usaha syariah mencapai 4,76 persen, naik dari periode sama pada 2014
sebesar 4,02 persen. Senada, NPF dari bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS)
meningkat dari 8,23 persen menjadi 9,38 persen pada akhir Mei lalu.
Berdasarkan statistik perbankan syariah (SPS) yang dipublikasi OJK, pada
Mei 2015 total pembiayaan tidak lancar dari BUS maupun UUS mencapai Rp
9,71 triliun. Pembiayaan kurang lancar kedua jenis bank syariah ini meningkat
46,12 persen menjadi Rp 3,01 triliun, sedangkan pembiayaan yang diragukan naik
39,2 persen menjadi Rp 1,74 triliun. Sementara itu, pembiayaan yang macet
tercatat mencapai Rp 4,95 triliun, tumbuh 33,06 persen secara year on year (yoy)
dan pembiayaan dalam perhatian khusus (special mention) melonjak sebesar
53,42 persen menjadi Rp 21,08 triliun.
Sedangkan dari sisi BPRS, pembiayaan kurang lancar di industri ini
menyentuh Rp 173,67 miliar, naik 14,62 persen (yoy) pada Mei lalu. Adapun total
miliar, sementara pembiayaan yang diragukan melesat 41,23 persen (yoy) hingga
berada di posisi Rp 113,69 triliun. (beritasatu.com)
Pada tulisan kali ini, penyusun akan membahas mengenai pembiayaan pada
bank syariah, urgensi pembiayaan, jenis pembiayaan dan pengukuran kualitas
pembiayaan serta ilustrasi pengukuran kualitas pembiayaan yang dilakukan pada
BPRS Dana Hidayatullah Yogyakarta.
2. URGENSI PEMBIAYAAN
Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas
dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito adalah menyalurkan kembali
dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran
dana tersebut ini dikenal juga dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana
pada bank konvensional diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal
dengan kredit.
Kredit atau pembiayaan konvensional dilakukan melalui pemberian kredit
pinjaman uang (lending) kepada nasabah sebagai peminjam di mana pemberi
pinjaman memperoleh imbalan berupa bunga yang harus dibayar oleh peminjam.
Menurut UU No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan pasal 1 ayat 11, pengertian
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
Muhammad mendefinisikan pembiayaan atau financing, sebagai pendanaan
yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata
lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung invetasi
yang telah direncanakan.(Muhammad, 2005, p. 17)
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil (UU No. 10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 12).
Titik perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank yang berdasarkan
konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip
syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan
prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi
bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil tergantung
dari akad yang digunakan dalam kontrak pembiayaan tersebut.
Untuk menghidari penerimaan dan pembayaran bunga (riba) maka Perbankan
Syariah menempuh cara memberikan pembiayaan (financing) berdasarkan prinsip
jual beli (al-bai’), prinsip sewa-beli (ijara muntahia bi tamlik) atau berdasarkan
prinsip kemitraan (partnership) yaitu prinsip penyertaan modal (musyarakah)
Tujuan pembiayaan mencakup lingkup yang luas. Tujuan pembiayaan dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu tujuan pembiayaan secara makro
dan mikro (Rivai, 2010, pp. 681–682). Secara makro, pembiayaan bertujuan
untuk: (1) peningkatan taraf ekonomi umat, (2) tersedianya dana bagi peningkatan
usaha, (3) meningkatkan produktivitas, (4) membuka lapangan kerja baru, dan (5)
terjadi distribusi pendapatan.
Sedangkan secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk: (1) mengoptimalkan
laba, (2) meminimalkan risiko modal, (3) pendayagunaan sumber ekonomi dan,
(4) penyaluran kelebihan dana. Maka dapat diketahui bahwa tujuan dari
pembiayaan adalah tidak hanya sekedar peningkatan pada aspek profit saja,
melainkan juga pada aspek kemanfaatan, sehingga tujuan pembiayaan bank
Islam adalah untuk memenuhi kepentingan stakeholder, yakni (Rivai, 2010, p.
683);
a. Pemilik Bank: Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bank, sehingga
pemilik akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada
bank tersebut.
b. Karyawan: karyawan akan memperoleh kesejahteraan jika bank yang
dikelola mendapatkan keuntungan.
1) Pemilik dana: pemilik dana mengharapkan dana yang diinvestasikan
akan memperoleh bagi hasil.
2) Debitur yang bersangkutan: dengan penyediaan pembiayaan, debitur
terbantu untuk menjalankan usaha (sektor produktif) atau terbantu
untuk peengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif)
d. Pemerintah: terbantu dalam proses pembangunan Negara, di samping itu
pemerintah memperoleh pajak (dari bank maupun dari pengusaha/debitur)
e. Bank yang bersangkutan dapat meneruskan dan mengembangkan
usahanya agar tetap bertahan dan meluas sehingga semakin banyak
masyarakat yang dapat dilayaninya.
Setelah pemaparan tujuan dan fungsi pembiayaan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembiayaan adalah aspek yang paling penting dalam
kelangsungan usaha perbankan, sehingga pengelolaan pembiayaan menjadi
salah satu kegiatan utama yang dilakukan perbankan syariah.
3. PRINSIP PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Pada dasarnya, prinsip pemberian pembiayaan pada bank syariah tidak jauh
berbeda dengan prinsip-prinsip pemberian kredit pada perbankan konvensional.
Penanaman dan/atau penyediaan dana pada bank syariah wajib dilaksanakan
berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah, yakni penanaman dana
memperhatikan paling kurang faktor 5C (Character, Capital, Capacity, Condition
of economy & Collateral); dan/atau penilaian terhadap aspek prospek usaha,
kinerja (performance) serta kemampuan membayar debitur (Bank Indonesia,
2011, p. 2).
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin
bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan dikembalikan. Keyakinan tersebut
diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Biasanya
penilaian layak atau tidaknya pemberian suatu kredit dilakukan dengan analisis
“5C” dan “7P”. Penjelasan untuk analisis dengan “5C” menurut Kasmir (Kasmir,
2004, p. 109) adalah sebagai berikut :
1) Character, yaitu suatu keyakian bahwa, sifat atau watak dari orang-orang
yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin
dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan
maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang
dianutnya, keadaan keluarga, hoby dan keadaan sosialnya. Ini semua
merupakan ukuran “kemauan” membayar.
2) Capacity, yaitu untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam
bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan
bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang
ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemapuannya dalam
menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat
3) Capital, yaitu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat
laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan
pengukuran seperti dari segi likiditas, solvalibitas, rentabilitas, dan ukuran
lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada
sekarang ini.
4) Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah
kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga
jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat
dipergunakan secepat mungkin.
5) Condition, dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi
dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai sektor
masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian
prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki
prospek yang baik sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah
relatif kecil.
Penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis “7P”, yaitu:
1) Personality, yaitu mencakup menilai nasabah dari segi kepribadiannya
atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga
mancakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam
2) Party, yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta
karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu
dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3) Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam menngambil
kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuann
pengambilan kredit dapat bemacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk
modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya. 4) Prospect, yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang
dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi
juga nasabah.
5) Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan
kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk
pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan
semakin baik. Dengan demikian, jika salah satu usahanya merugi akan
dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
6) Profitability, untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam
mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan
tetap sama atau semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang
7) Protection, tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang
atau orang atau jaminan asuransi.
4. JENIS PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN
Jenis pembiayaan pada bank syariah dapat diwujudkan dalam bentuk aktiva
produktif dan aktiva tidak produktif. Dilihat dari tujuannya, pembiayaan yang
disalurkan perbankan syariah dapat berupa pembiayaan dengan tujuan konsumtif
(pembiayaan konsumtif) dan pembiayaan dengan tujuan produktif.
Pembiayaan-pembiayaan tersebut pada umumnya berdasarkan tiga (3) prinsip, yaitu
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit sharing), pembiayaan dengan
prinsip jual beli (piutang) dan pembiayaan dengan prinsip sewa.
Pembiayaan dalam jenis aktiva tidak produktif ialah berupa pinjaman qard.
Sedangkan jenis pembiayaan dalam bentuk aktiva produktif ialah sebagai berikut;
1) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit sharing), pembiayaan jenis
ini meliputi;
a. Pembiayaan mudharabah
Pembiayaan Mudharabah, adalah Pembiayaan dalam bentuk
kerjasama suatu usaha antara BPRS yang menyediakan seluruh modal
dan nasabah yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi
keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam
akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh BPRS kecuali
jika nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
Ilustrasi mengenai skema pembiayaan dengan akad mudharabah
ditunjukkan oleh gambar berikut,
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian
pengelola (Rivai, 2010, p. 754).
b. Pembiayaan musyarakah (partnership, project financing
participation)
Karakteristik dari transaksi ini dilandaskan karena adanya keinginan
dari para pihak (dua pihak atau lebih) melakukan kerja sama untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak menyertakan dan
menyetorkan modalnya (baik tangible asset maupun intangible asset)
dengan pembagian keuntungan di kemudian hari sesuai kesepakatan. Oleh karena itu dari segi bank, pembiayaan Musyarakah, adalah
Pembiayaan dalam bentuk kerja sama antara BPRS dengan nasabah
untuk suatu usaha tertentu yangmasing-masing pihak memberikan
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan
porsi dana masing-masing (Bank Indonesia, 2011, p. 3).
Ilustrasi pembiayaan musyarakah, dapat dilihat melalui gambar berikut
ini,
2) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang). Jenis pembiayaan dengan
prinsip ini meliputi,
a. Pembiayaan murabahah
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan
nasabah di mana bank syariah membeli barang yang diperlukann oleh
nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan
sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang
disepakati antara bank dan nasabah (Muhammad, 2005, p. 23). b. Pembiayaan salam
Pembiayaan Salam adalah Pembiayaan suatu barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu
dengan syarat tertentu yang disepakati.
Pembiayaan Istishna’, adalah Pembiayaan suatu barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara nasabah dan penjual atau pembuat
barang.
3) Pembiayaan dengan prinsip sewa. Jenis pembiayaan ini diklasifikasikan
menjadi;
a. Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan Ijarah adalah Pembiayaan dalam rangka memindahkan
hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri
b. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik/ Ijarah wa Iqtina
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, adalah Pembiayaan dalam
rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau
jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan
barang
4) Surat berharga syariah; merupakan surat bukti investasi yang lazim
diperdagangkan di pasar uang/pasar modal antara lain wesel, obligasi
5) Penempatan pada bank syariah lainnya/BPRS dalam bentuk giro,
tabungan, deposito bejangka sertifikat IMA atau bentuk-bentuk
penempatanlain berdasarkan prinsip syariah
6) Penyertaan modal pada perusahaan dalam bentuk saham pada perusahaan
yang bergerak di bidang keuangan syariah.
7) Penyertaan modal sementara dalam perusahaan untuk mengatasi
kegagalan pembiayaan/piutang.
8) Transaksi rekening administratif yaitu komitmen dan kontijensi (off
balance sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi,
akseptasi dan lain-lain.
9) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, merupakan bukti penitipan dana jangka
pendek dengan prinsip wadiah.
Sedangkan dalam praktik pembiayaan pada BPRS, mengacu kepada
jenis-jenis pembiayaan yang diatur berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:
13/14/PBI/2011 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Pembiayaan yang dapat disalurkan oleh BPRS adalah sebagai
berikut, (Bank Indonesia, 2006, pp. 3–4):
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa.
5. PERSYARATAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Persayaratan pemberian pembiayaan bank kepada nasabah sangat
memperhatikan aspek-aspek administratif yang menjadi dasarr pertimbangan
kelayakan pemberian pembiayaan. Aspek-aspek tersebut adalah(Muhammad,
2005, pp. 43–48);
1) Surat permohonan pembiayaan, surat ini berisikan jenis pembiayaan yang
diminta nasabah, jangka waktu pembiayaan, plafon yang diminta serta
sumber pelunasan pembiayaan. Di samping itu surat ini dilampiri dengan
dokumen pendukung terkait identitas pemohon, legalitas usaha dan bukti
kepemilikan agunan (jika diperlukan)
2) Proses evaluasi, proses evaluasi ini meliputi, a. Surat permohonan yang lengkap
b. Poses penilaian
1. Penilaian oleh Kantor Pusat/kanwil (1) Permohonan dari kantor cabang
(2) Unit penilai kantor pusat melakukan review atas permohonan
nasabah yang telah dianalisis oleh kantor cabang (3) Komite pembiayaan
(4) Keputusan
(5) Unit penilai (kantor pusat/wilayah) meneruskan keputusan ke
kantor cabang yang bersangkutan.
(6) Keputusan diterima kantor cabang dengan macam keputusan; a) Ditolak, maka keputusan tersebut diteruskan ke pemohon
yang bersangkutan
b) Dipenuhi, maka keputusan diteruskan ke pemohon,
(misal penutupan dengan asuransi dan pengikatan agunan
jika perlu), realisasi pembiayaan, pemantauan dan
pelunasan.
2. Penilaian oleh Kantor Cabang
(1) Pembuatan nota/memo penilaian oleh unit penilai kantor
cabang.
(2) Proses pengambilan keputusan oleh komite pembiayaan (3) Keputusan:
a. Ditolak, maka keputusan ini diteruskan ke nasabah
pemohon.
b. Disetujui, maka keputusan ini dibuatkan surat persetujuan
yang memuat persyaratan dan klausula lainnya,
penandatangan akad pembiayaan, pengamanan pembiayaan
(misal penutupan dengan asuransi dan pengikatan agunan
jika perlu), realisasi pembiayaan, pemantauan dan
pelunasan.
c. Format memo/nota penilaian calon nasabah yang akan
dibiayai mencakup hal-hal antara lain;
1) Informasi umum terkait identitas, perusahaan, status
hukum dan pemegang saham.
2) Aspek legalitas yang diperlukan bank syariah:
SIUP-Surat Ijin Usaha Perdagangan, TDP-Tanda Daftar
Perusahaan, SITU-Surat Ijin Tempat Usaha dan
3) Aspek manajemen: struktur organisasi, reputasi
perusahaan, independensi, integritas, management
polcies, umur dan kesehatannya, dan lain-lain.
4) Aspek pemasaran terkait produk dan kompetisi produk. 5) Aspek social ekonomi, terkait manfaat perusahaan dan
dampak lainnya. 6) Aspek tenaga kerja
7) Aspek teknis, lokasi usaha, bangunan, mesin, dan
kelengkapan lain
8) Aspek keuangan terkait laporan keuangan, kewajaran
aporan, analisa rasio, analisa sumber dan penggunaan
dana, cash flow dan lain-lain. 9) Aspek komersil
10) Aspek jaminan/agunan terkait status kepemilikan,
status hukum agunan dan nilai transaksi.
11) Analisa risiko yang mungkin timbul dan solusi untuk
menyelesaikannya.
12) Pertimbangan dari berbagai sudut pandang.
13) Kesimpulan layak atau tidaknya proyek untuk dibiayai.
6. PENGUKURAN KUALITAS PEMBIAYAAN
Pengukuran kualitas pembiayaan/kredit dalam perbankan tidak akan
terlepas dari pengukuran aset. Hal ini karena pembiayaan merupakan
komponen paling utama dari aset perbankan. Golin menyatakan, dalam
analisis kredit perbankan, diskusi tentang kualitas aset mempertimbangkan
bagaimana kualitas kredit peminjam, secara kolektif mempengaruhi kualitas
berkaitan dengan proporsi penggunaan aset untuk mengatasi aset bermasalah
dan dampak yang menyertai pada kondisi keuangan Bank. Sedangkan
penilaian kredit Bank lebih fokus dengan membangun probabilitas perusahaan
dan memperkirakan keparahan kerugian sehubungan dengan individu atau
lembaga peminjam yang dievaluasi mengenai pinjaman yang dilakukannya
(Golin, 2013, p. 351).
Kualitas pembiayaan pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan
menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bagi hasil, mengangsur
serta melunasi pembiayaan yang diterima dari bank (Rivai, 2010, p. 742).
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/14/PBI/2011 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, kualitas
pembiayaan pada BPRS digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu
Lancar, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Penggolongan kualitas Aktiva
Produktif dilakukan berdasarkan pada ketepatan dan/atau kemampuan
membayar kewajiban oleh nasabah.
Pada peraturan tersebut juga dijelaskan mengenai penilaian kualitas
pembiayaan seperti di bawah ini,
Pasal 6 dan pasal 7 menjelaskan mengenai penilaian pembiayaan
1) Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan
Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah yang dilakukan
berdasarkan kemampuan membayar mengacu pada pencapaian rasio
Realisasi Bagi Hasil (RBH) terhadap Proyeksi Bagi Hasil (PBH)
dan/atau ketepatan pembayaran pokok.
2) Penghitungan rasio RBH terhadap PBH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan berdasarkan akumulasi selama periode Pembiayaan
Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah yang telah berjalan. 3) PBH dihitung berdasarkan pada analisis kelayakan usaha dan arus kas
masuk nasabah selama jangka waktu Pembiayaan Mudharabah dan
Pembiayaan Musyarakah.
4) BPRS dapat mengubah PBH berdasarkan kesepakatan dengan nasabah
apabila terdapat perubahan atas kondisi ekonomi makro, pasar, dan
politik yang mempengaruhi usaha nasabah.
5) BPRS wajib mencantumkan PBH dan perubahan PBH dalam
perjanjian Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah
antara BPRS dengan nasabah.
Pasal 7
1) Dalam Pembiayaan Mudharabah, BPRS tidak diwajibkan menetapkan
pembayaran angsuran pokok secara berkala kepada nasabah.
2) BPRS wajib melakukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko
dalam Pembiayaan Mudharabah disepakati tidak ada pembayaran
angsuran pokok secara berkala.
3) Untuk Pembiayaan Musyarakah dengan jangka waktu lebih dari 1
(satu) tahun, BPRS wajib menetapkan pembayaran angsuran pokok
secara berkala sesuai dengan proyeksi arus kas masuk (cash inflow)
usaha nasabah.
4) Pembayaran angsuran pokok Pembiayaan Mudharabah dan
Pembiayaan Musyarakah wajib dicantumkan dalam perjanjian
Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah.
Pasal 8 menjelaskan penilaian pembiayaan berdasarkan prinsip jual
beli, yaitu murabahah, salam dan istishna’,
1) Penilaian kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan
Murabahah, Pembiayaan Salam, Pembiayaan Istishna’, Pembiayaan
Ijarah, Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, Pembiayaan
multijasa, dan Pembiayaan Qardh dilakukan berdasarkan ketepatan
pembayaran angsuran, yang dibedakan sebagai berikut: a. angsuran di luar Kredit Pemilikan Rumah;
b. angsuran untuk Kredit Pemilikan Rumah.
2) Pembayaran angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dicantumkan dalam perjanjian Pembiayaan antara BPRS dengan
nasabah yang didukung dengan dokumen lengkap, paling kurang
Pengukuran kualitas pembiayaan pada bank syariah maupun BPRS
dilakukan berdasarkan penilaian kualitas aset pada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor: 9/29/DPbS tahun 2007 tentang penilaian tingkat kesehatan
BPRS, penilaian kualitas aset pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi aset BPRS dalam mengelola
eksposur risiko saat ini dan di masa mendatang melalui penilaian kuantitatif
dan kualitatif atas rasio/komponen sebagai berikut (Bank Indonesia, 2007):
a. Kualitas aktiva produktif (rasio utama);
Tujuan Rasio Kualitas Aktiva Produktif (EAQ) (Rasio Utama) adalah
untuk mengukur proporsi aktiva produktif yang tidak diklasifikasikan
terhadap total aktiva produktif.
Rasio utama dari perhitungan kualitas aktiva produkti tersebut dihitung
dengan menggunakan formula sebagai berikut:
EAQ=(1−EAaR
EA )
EAaR atau aktiva produktif yang diklasifikasikan merupakan aktiva
produktif yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak
memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian yang besarnya
ditetapkan sebagai berikut:
a) 50% dari aktiva produktif yang digolongkan Kurang Lancar.
c) 100% dari aktiva produktif yang digolongkan Macet.
EA merupakan aktiva produktif sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi bank perkreditan rakyat
berdasarkan prinsip syariah yang berlaku.
Kriteria penilaian peringkat Rasio Kualitas Aktiva Produktif (EAQ) adalah
sebagai berikut:
Peringkat 1 EAQ ≥ 93%
Peringkat 2 90% ≤ EAQ < 93%
Peringkat 3 87% ≤ EAQ < 90%
Peringkat 4 84% ≤ EAQ < 87%
Peringkat 5 EAQ < 84%
b. Pembiayaan bermasalah (rasio penunjang);
Tujuan Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) (Rasio Penunjang) adalah
untuk mengukur proporsi pembiayaan bermasalah terhadap total
pembiayaan. Adapun formulasi perhitungan yang digunakan dalam rasio
ini adalah sebagai berikut:
NPF=JPB
JP
JPB merupakan jumlah pembiayaan yang tergolong dalam kolektibilitas
Kurang Lancar, Diragukan dan Macet sesuai dengan ketentuan Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku. Sedangkan JP merupakan
jumlah pembiayaan yang dimiliki oleh bank.
Kriteria penilaian peringkat Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) adalah
sebagai berikut:
Peringkat 1 NPF ≤ 7%
Peringkat 2 7% < NPF ≤ 10%
Peringkat 3 10% < NPF ≤ 13%
Peringkat 4 13% < NPF ≤ 16%
Peringkat 5 NPF > 16%
c. Rata-rata tingkat pengembalian pembiayaan hapus buku
Rasio tingkat rata-rata pengembalian pembiayaan hapus buku (ARR) /
(Rasio Observed) mempunyai tujuan mengukur tingkat pengembalian
pembiayaan yang telah dihapus buku. Adapun formulasi perhitungan yang
digunakan dalam rasio ini adalah sebagai berikut:
ARR=Average Rv TWO
RV atau Recovery Value merupakan nilai pembiayaan yang berhasil
ditagih kembali oleh BPRS setelah dihapus buku. Sedangkan TWO atau
Total Write Off merupakan jumlah pembiayaan yang telah dihapus buku
Kriteria penilaian peringkat Rasio tingkat rata-rata pengembalian
pembiayaan hapus buku adalah sebagai berikut:
Peringkat 1 ARR > 40%
Peringkat 2 30% < ARR ≤ 40%
Peringkat 3 20% < ARR ≤ 30%
Peringkat 4 10% < ARR ≤ 20%
Peringkat 5 ARR ≤ 10%
d. Nasabah pembiayaan bermasalah (rasio Observed)
Rasio Nasabah Pembiayaan Bermasalah (NPB) (Rasio Observed)
mempunyai Tujuan untuk mengukur proporsi nasabah pembiayaan
bermasalah terhadap jumlah nasabah pembiayaan. Adapun formulasi
perhitungan yang digunakan dalam rasio ini adalah sebagai berikut:
NPB=JNB
JNP
JNB merupakan jumlah nasabah pembiayaan yang tergolong dalam
kolektibilitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet (jumlah rekening)
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku.
Sedangkkan JNP merupakan jumlah nasabah pembiayaan yang dimiliki
oleh bank. (jumlah rekening).
Kriteria penilaian peringkat Rasio Nasabah Pembiayaan Bermasalah
Peringkat 1 NPB ≤ 7%
Peringkat 2 7% < NPB ≤ 10%
Peringkat 3 10% < NPB ≤ 13%
Peringkat 4 13% < NPB ≤ 16%
Peringkat 5 NPB > 16%
Selain pengukuran dengan menggunakan faktor penilaian kualitas aset pada
analisis CAMELS di atas, pengkuran kualitas pembiayaan juga dapat
dilakukan dengan menggunakan analisis kualitas portofolio pembiayaan
seperti yang dilakukan dalam penelitian Ahmad Buchori dkk, yang menguji
kinerja industri BPRS dengan Performance Index (Bukhari, 2003).
Rasio-rasio penilaian kualitas portofolio pembiayaan berdasarkan
performance index, antara lain:
1) On-time Repayment Rate
On-itme Repayment Rate (OtRR) bertujuan untuk memonitor
perkembangan tingkat pengembalian selama jangka waktu tertentu dan
memprediksi cash flow ke depan.
Perhitungan OtRR dapat dicari menggunakan rumus berikut :
OtRR=Realisasi Angsuran Pembiayaan
Tagihan Angsuran Pembiayaan
Rasio ini menunjukkan pembiayaan yang melewati batas waktu jatuh
temponya (non lancar) atau dengan kata lain pembiayaan yang tergolong
dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Rasio ini sama
dengan rasio NPF (Non Performing Financing) dalam aspek KAP pada
metode CAMEL. Perhitungan PaR dapat dicari menggunakan rumus
berikut :
PaR=Pembiayaan Non Lancar(kolektibilitas2,3,dan4)
Total Pembiayaan x100
Rasio PaR ini juga diperkuat oleh informasi Deliquent Borrowers.
Informasi yang lebih jauh terhadap kualitas portofolio dapat diperoleh
dengan menetapkan jumlah nasabah penerima pembiayaan yang
bermasalah (deliquent) relatif terhadap volume pembiayaan yang
bermasalah. Bila pembiayan bermasalah/Deliquency Borrowers (DB)
lebih kecil dari pada PaR, maka pembiayaan berskala besar lebih
berpotensi untuk mempunyai masalah deliquency dibandingkan dengan
pembiayaan berskala kecil, begitu juga sebaliknya.
Perhitungan DB menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan
Rasio Nasabah Pembiayaan Bermasalah (NPB) pada penilaian faktor
kualitas aset (CAMELS)
DB=Jumlah nasabah pembiayaan nonlancar(kolektibilitas2,3dan4)
3) Loan Loss Reserve Ratio dan Loan Loss Ratio
Loan Loss Reserve Ratio menunjukkan berapa persentase dari portofolio
pembiayaan yang telah disediakan untuk menutup kemungkinan kerugian
dari pembiayaan yang disalurkan. Perhitungan LRRR dapat dihitung
menggunakan rumus berikut :
LLRR= PPAP
Total Pembiayaanx100
Sedangkan Loan Loss Ratio (LLR) digunakan untuk menentukan tingkat
pembiayaan yang dihapusbukuan dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun). LLR yang tinggi dapat mengakibatkan LLRR yang rendah
karena pembiayaan yang dihapusbukukan akan mengurangi PPAP. Rasio
LLR dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
LLR= PPAPWD
Total Pembiayaanx100
Secara keseluruhan, jika LLR tinggi tetapi nilai PaR rendah, maka BPRS
tersebut cenderung mempunyai masalah deliquency.
7. ILUSTRASI PENGUKURAN KUALITAS PEMBIAYAAN A. Perhitungan-perhitungan
Perhitungan kualitas pembiayaan pada kali ini akan dihitung
menggunakan penilaian faktor kualitas aktiva produktif pada analisis
dihitung dengan pendekatan performance index, namun analisis CAMELS
merupakan cara penilaian resmi yang diakui oleh Bank Indonesia. Dari
data keuangan yang dipublikasikan oleh BPRS Dana Hidayatullah
Yogyakarta, hanya dapat dihitung dua rasio, yaitu rasio KAP (EAQ) dan
rasio pembiayaan bermasalah (NPF).
1. Kualitas aktiva produktif (rasio utama);
Rasio Kualitas Aktiva Produktif dihitung dengan cara 1 dikurangi
dengan EAaR atau aktiva produktif yang diklasifikasikan dibagi EA
atau aktiva produktif. EAaR atau aktiva produktif yang
diklasifikasikan merupakan aktiva produktif yang sudah maupun yang
mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau
menimbulkan kerugian yang besarnya ditetapkan sebagai berikut: 50%
dari aktiva produktif yang digolongkan Kurang Lancar, 75% dari
aktiva produktif yang digolongkan Diragukan, 100% dari aktiva
produktif yang digolongkan Macet.
EA merupakan aktiva produktif sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi bank
perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah yang berlaku.
Berikut hasil perhitungan Rasio KAP BPRS Dana Hidayatullah
periode Juni 2011-Juni 2015 dari rumus yang telah ditetapkan:
PERIODE JUNI 2011 JUNI 2012 JUNI 2013 JUNI 2014 JUNI 2015
RASIO KAP 96% 94% 96% 92% 88%
Untuk melihat tren pertumbuhan KAP pada periode pengamatan (Juni
2011-Juni 2015) dapat diilustrasikan oleh grafik berikut ini,
2011 2012 2013 2014 2015
Berdasarkan kriteria penilaian peringkat, nilai EAQ dari tahun
2011 hingga tahun 2013 adalah peringkat 1 meskipun sempat
mengalami penurunan pada tahun 2012, tidak berpengaruh terhadap
peringkat KAP BPRS Dana Hidayatullah Yogyakarta. Berdasarkan
grafik di atas, pada 2014 kondisi KAP bank mengalami penurunan
sehingga menjadi peringkat 2 kemudian kondisi KAP mengalami
penurunan kembali pada tahun 2015 sehingga turun pada peringkat 3.
2. Pembiayaan bermasalah (rasio penunjang);
Rasio pembiayaan bermasalah dihitung dengan cara JPB atau
pembiayaan. JPB merupakan jumlah pembiayaan yang tergolong
dalam kolektibilitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Pembiayaan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku.
sedangkan JP merupakan jumlah pembiayaan yang dimiliki oleh bank.
Berikut hasil perhitungan Rasio NPF BPRS Dana Hidayatullah
periode Juni 2011-Juni 2015 dari rumus yang telah ditetapkan:
PERIODE JUNI 2011 JUNI 2012 JUNI 2013 JUNI 2014 JUNI 2015 RASIO NPF 8,19% 9,02% 8,83% 12,56% 20,41%
Peringkat 2 2 2 4 5
Perkembangan rasio NPF BPRS Dana Hidayatullah Yogyakarta selama
tahun pengamatan dapat dilihat melalui ilustrasi grafik di bawah ini,
2011 2012 2013 2014 2015
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00%
8.19% 9.02% 8.83%
12.56%
20.41%
RASIO NPF
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rasio pembiayaan
bermasalah pada BPRS Dana Hidayatullah cenderung meningkat
selama tahun pengamatan. Berdasarkan kriteria penilaian peringkat
yang ditetapkan Bank Indonesia, pada tahun 2011 hingga tahun 2013
rasio pembiayaan bermasalah BPRS berada pada peringkat 2, tahun
2014 berada pada peringkat 4, kemudian tahun 2015 berada pada
peringkat 5 yang merupakan rasio pembiayaan bermasalah selama
tahun pengamatan.
B. Analisa
Rekapitulasi Nilai Rasio Faktor Kualitas pembiayaan BPRS Dana
Hidayatullah Yogyakarta:
Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap komponen faktor
Kualitas pembiayaan yang dinilai dengan kualitas aset di atas, peringkat
faktor Kualitas aset dinilai dan ditetapkan melalui analisis atas peringkat
rasio utama dan peringkat rasio penunjang.
Prosedur perhitungan agregasi rasio komponen faktor kualitas aset
tanggal 7 Desember 2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah adalah sebagai
berikut:
i. Nilai peringkat rasio utama akan menjadi nilai peringkat faktor yang
dipengaruhi oleh peringkat rasio penunjang.
a. Apabila peringkat rasio penunjang adalah peringkat 3, maka rasio
tersebut tidak memberikan pengaruh pada peringkat faktor
(peringkat 3 merupakan nilai par yang tidak memberikan
pengaruh).
b. Apabila peringkat rasio penunjang lebih besar dari peringkat 3,
maka rasio tersebut akan menambah nilai peringkat faktor
sehingga peringkat faktor menjadi lebih buruk.
c. Apabila peringkat rasio penunjang lebih kecil dari peringkat 3,
maka rasio tersebut akan mengurangi nilai peringkat faktor
sehingga peringkat faktor menjadi lebih baik.
ii. Besarnya pengaruh nilai peringkat rasio penunjang terhadap peringkat
faktor ditentukan berdasarkan bobot tertentu. Besarnya bobot
ditetapkan berdasarkan judgement.
iii. Hasil penjumlahan nilai peringkat rasio utama dan rasio penunjang
iv. Pada tahap akhir, penetapan nilai peringkat faktor dilakukan dengan
mempertimbangkan rasio pengamatan/observed dan indikator
pendukung dan/atau pembanding yang relevan (judgement).
Berdasarkan rasio utama tabel Perhitungan Agregasi Rasio Faktor
Kualitas Aset di atas, dilihat dari rata-rata selama 5 tahun terakhir nilai
rasio KAP 93,2% menggambarkan peringkat kualitas aset yang diperoleh
BPRS Dana Hidayatullah adalah peringkat 1. Hal ini mengindikasikan
bahwa BPRS Dana Hidayatullah memiliki pembiayaan dengan tingkat
pengembalian yang sangat tinggi.
Berdasarkan rasio penunjang tabel Perhitungan Agregasi Rasio NPF di
atas, dilihat dari rata-rata selama 5 tahun terakhir nilai rasio NPF 11.08%
menggambarkan peringkat kualitas aset yang diperoleh BPRS Dana
Hidayatullah adalah peringkat 3. Hal ini mengindikasikan bahwa BPRS
Dana Hidayatullah memiliki aktiva produktif dengan tingkat
pengembalian cukup memadai. Namun peringkat rasio penunjang adalah
peringkat 3, maka rasio tersebut tidak memberikan pengaruh pada
peringkat faktor (peringkat 3 merupakan nilai par yang tidak memberikan
pengaruh). Sehingga peringkat Kualitas Aset (Asset Quality) tetap pada
peringkat 1, artinya BPRS Dana Hidayatullah memiliki aktiva produktif
C. Kesimpulan dan Saran
Kualitas aktiva produktif BPRS Dana Hidayatullah sangat baik, di
mana aktiva produktif yang tidak diklasifikasikan atau yang memiliki
potensi memberikan penghasilan besar yaitu, 93,2 % dari total aktiva
produktif. Namun pembiayaan bermasalah (NPF) BPRS Dana
Hidayatullah cukup tinggi yaitu, 11,08 % dari jumlah pembiayaan yang
disalurkan.
Hal yang harus diperbaiki atau diperhatikan oleh BPRS Dana
Hidayatullah adalah pada pembiayaan bermasalah yang menyumbangkan
porsi terbesar dalam aktiva produktif bermasalah sehingga nilai NPF
tinggi, masalah tersebur dapat diperbaiki dengan tetap menjalankan
kegiatan perbankan dengan prinsip kehati-hatian melalui pengelolaan dan
penyebaran risiko tidak hanya pada satu jenis pembiayaan, sektor
Refferensi
Bank Indonesia. SE No. 8/24/DPbS Tahun 2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (2006).
Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/29/DPbS Tahun 2007
Tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
prinsip Syariah (2007).
Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/14/PBI/2011 Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bukhari, A. (2003). KAJIAN KINERJA INDUSTRI BPRS DI INDONESIA. Buletin
Ekonomi Dan Perbankan.
Golin, J. (2013). The Bank Credit Analysis Handbook (Second). Wiley Finance
Series.
Kasmir. (2004). Manajemen Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhammad. (2005). Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Rivai, H. V. (2010). Islamic Banking: Sebuah Teeori, Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
LAMPIRAN
0 267,546 681,877 95,510 16,872,263
% EAaR 0% 50% 75% 100%
EAaR 0 133773 511407.75 95510 740690.75
Rasio KAP (1-EAaR) 96%
Jumlah Aktiva Produktif 2012 19,269,44
2 528,512 216,792 741,591 20,756,337
% EAaR 0% 50% 75% 100%
6 563,927 209,140 490,736 22,722,729
% EAaR 0% 50% 75% 100%
EAaR 0 281,964 156,855 490,736 929,555
Rasio KAP (1-EAaR) 96%
Jumlah Aktiva Produktif 2014 17,439,40
5 601,472 237,740 1,084,556 19,363,173
% EAaR 0% 50% 75% 100%
4 1,587,461 300,850 1,286,503 19,715,018
Perhitungan NPF
NPF=Jumlah Pembiayaan KL+D+M
Jumlah Pembiayaan
Pos-pos L KL D M Jumlah
Jumlah Pembiayaan 2011 11,715,184 267,546 681,877 95,510 12,760,117
NPF 0.08189055
8.19%
Jumlah pembiayaan 2012 15,006,651 528,512 216,792 741,591 16,493,546
NPF 0.090150111
9.02%
Jumlah pembiayaan 2013 13,048,414 563,927 209,140 490,736 14,312,217
NPF 0.088302392
8.83%
Jumlah Pembiayaan 2014 13,388,19
5 601,472 237,740 1,084,556 15,311,963
NPF 0.125638235
12.56%
Jumlah Pembiayaan 2015 12,384,062 1,587,461 300,850 1,286,503 15,558,876
NPF 0.204051629
20.41%
Laporan Publikasi Triwulanan KAP dan Informasi Lain
Juni 2011
Dana Hidayatullah Jl.Ngasem No.52 Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta
Ribuan Rp.
Pos-pos L KL D M Jumlah
1. Penempatan Pada Bank Lain 4,112,14
6 0 0 0 4,112,146
2. Piutang : 10,218,2
69 192,546 681,877 95,510 11,188,202 a. Piutang Murabahah 9,880,28
3 192,546 681,877 95,510 10,850,216
b. Piutang Salam 0 0 0 0 0
5. Jumlah Aktiva Produktif 15,827,3
30 267,546 681,877 95,510 16,872,263 6. Aktiva Produktif Kepada Pihak Terkait 1,343,48
5 0 0 0 1,343,485
7. Rasio Non Performing Financing (NPF) (%) 8.19
8. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
Wajib dibentuk 78,886 3,117 55,478 0 137,481
9. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
yang Telah Dibentuk 1,006 0 0 0 1,006
10. KPMM(%) 16
11. FDR(%) 83
12. ROA(%) 8
Laporan Publikasi Triwulanan KAP dan Informasi Lain
Juni 2012
Dana Hidayatullah Jl.Ngasem No.52 Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta
Ribuan Rp.
Pos-pos L KL D M Jumlah
1. Penempatan Pada Bank Lain 4,262,79
1 0 0 0 4,262,791
2. Piutang : 13,798,9
05 484,646 216,792 741,591 15,241,934 a. Piutang Murabahah 12,639,5
26 444,346 216,792 741,591 14,042,255
b. Piutang Salam 0 0 0 0 0
5. Jumlah Aktiva Produktif 19,269,4
42 528,512 216,792 741,591 20,756,337 6. Aktiva Produktif Kepada Pihak Terkait 82,695 0 0 0 82,695 7. Rasio Non Performing Financing (NPF)
(%) 9.02
8. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Wajib dibentuk 96,130 4,367 2,188 59,921 162,606 9. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif yang Telah Dibentuk 96,638 2,642 1,084 3,806 104,170
10. KPMM(%) 14
11. FDR(%) 84
12. ROA(%) 10
Laporan Publikasi Triwulanan KAP dan Informasi Lain
Juni 2013
Dana Hidayatullah Jl.Ngasem No.52 Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta
Ribuan Rp.
Pos-pos L KL D M Jumlah
1. Penempatan Pada Bank Lain 8,410,51
2 0 0 0 8,410,512
2. Piutang : 11,819,5
25 563,927 136,737 349,103 12,869,292 a. Piutang Murabahah 11,198,5
02 561,295 136,737 341,668 12,238,202
b. Piutang Salam 0 0 0 0 0
c. Piutang Istishna 0 0 0 0 0
d. Qardh 367,314 299 0 7,435 375,048
e. Piutang Multijasa 253,709 2,333 0 0 256,042
3. Pembiayaan : 1,213,88
9 0 72,403 141,633 1,427,925 a. Mudharabah 1,213,88
9 0 72,403 141,633 1,427,925
b. Musyarakah 0 0 0 0 0
4. Ijarah 15,000 0 0 0 15,000
5. Jumlah Aktiva Produktif 21,458,9
26 563,927 209,140 490,736 22,722,729 6. Aktiva Produktif Kepada Pihak Terkait 503,268 36,699 0 0 539,967 7. Rasio Non Performing Financing (NPF)
(%) 8.83
8. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Wajib dibentuk 107,219 5,000 1,528 49,206 162,953 9. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif yang Telah Dibentuk 128,915 5,092 0 76,659 210,666
10. KPMM(%) 15 Jl.Ngasem No.52 Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta
Pos-pos L KL D M Jumlah
1. Penempatan Pada Bank Lain 4,051,21
2. Piutang : 11,237,4
83 601,472 237,740 1,059,906 13,136,601 a. Piutang Murabahah 10,970,4
55 598,771 217,780 968,806 12,755,812
b. Piutang Salam 0 0 0 0 0
c. Piutang Istishna 0 0 0 0 0
d. Qardh 146,756 2,701 0 80,300 229,757
e. Piutang Multijasa 120,272 0 19,960 10,800 151,032 3. Pembiayaan : 2,150,71
5. Jumlah Aktiva Produktif 17,439,4
05 601,472 237,740 1,084,556 19,363,173 6. Aktiva Produktif Kepada Pihak Terkait 92,993 0 0 0 92,993 7. Rasio Non Performing Financing (NPF)
(%) 12.56
8. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Wajib dibentuk 87,197 1,014 3,059 116,631 207,901 9. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif yang Telah Dibentuk 88,138 1,503 1,157 157,647 248,445
10. KPMM(%) 15 Jl.Ngasem No.52 Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta
Ribuan Rp.
Pos-pos L KL D M Jumlah
1. Penempatan Pada Bank Lain 4,156,14
2 0 0 0 4,156,142
2. Piutang : 11,607,3
84 1,128,183 213,350 1,286,503 14,235,420 a. Piutang Murabahah 11,436,3
82 649,183 213,350 1,286,503 13,585,418
b. Piutang Salam 0 0 0 0 0
c. Piutang Istishna 0 0 0 0 0
d. Qardh 85,286 0 0 0 85,286
a. Mudharabah 576,678 81,778 87,500 0 745,956
b. Musyarakah 200,000 377,500 0 0 577,500
4. Ijarah 0 0 0 0 0
5. Jumlah Aktiva Produktif 16,540,2
04 1,587,461 300,850 1,286,503 19,715,018 6. Aktiva Produktif Kepada Pihak
Terkait 248,372 0 0 0 248,372
7. Rasio Non Performing Financing
(NPF) (%) 20.41
8. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif Wajib dibentuk 82,701 5,518 30,340 258,085 376,644 9. Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif yang Telah Dibentuk 87,726 43,102 46,457 296,469 473,754
10. KPMM(%) 0
11. FDR(%) 0
12. ROA(%) 0
13. ROE(%) 0
Matriks Analisa Kualitas Aset/Kualitas Pembiayaan.