143 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa kejahatan seksual terhadap Perempuan dan
Anak adalah Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, karena kejahatan tersebut
secara jelas dan nyata bersifat merusak serta merendahkan derajat dan martabat
manusia, juga bertentangan dengan Norma, Asas dan Tujuan Hak Asasi Manusia
baik itu Hak Asasi Nasional atau yang dikenal dengan Hak-hak Dasar serta Hak
Asasi Manusia Universal karena melanggar amanat Konstitusi yang terdapat
dalam Pasal 28 G dan Pasal 28 D Ayat (2), serta melanggar UU Hak Asasi
Manusia Pasal 33 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.
Kejahatan Seksual menimbulkan ketakutan dalam masyarakat (fear
society) serta masih menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dan
anak masih masif. Dominasi laki-laki terhadap perempuan dan anak dengan
perlakuan yang tidak manusiawi baik di lingkungan masyarakat maupun keluarga
semakin mengkhawatirkan seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
144 mudah diakses. Pemikiran bahwa yang kuat memakan yang lemah adalah
pemikiran barbar, Hak Asasi Manusia lahir agar manusia hidup lebih beradap
yang membedakan dengan makhluk Tuhan yang lain.
Pemidanaan berupa kebiri kimiawi Penulis simpulkan sebagai hukuman
yang tidak manusiawi serta merendahkan martabat derajat manusia dengan
mengurangi fungsi tubuh alami manusia yaitu fungsi reproduksi yang sejak lahir
telah melekat pada tiap-tiap manusia sebagaimana kehidupan, kebiri kimiawi
adalah reaksi berlebihan tanpa tahu lebih jauh apakah kebiri kimiawi tersebut
membuat pelaku kejahatan seksual jera. Kejahatan seksual tidak hanya berupa
penetrasi ke tubuh korban namun juga perbuatan lain yang bersifat merendahkan
secara seksual, kejahatan seksual terjadi karena berbagai faktor baik yang datang
dari diri pelaku sendiri maupun lingkungan.
Kebiri kimiawi juga belum diketahui apakah akan berlangsung selama
hidup atau hanya dalam waktu tertentu karena belum diketahui juga apakah
setelah di kebiri kimiawi dapat dipulihkan seperti semula.
Kebiri kimiawi tidak sesuai dengan amanat Konstitusi serta peraturan
perundang-undangan dan Hukum Internasional tentang Hak Asasi Manusia yang
berlaku, meskipun Kejahatan Sekusal adalah Kejahatan terhadap Kemanusian,
namun menegakkan Hak Asasi Manusia dengan Melanggar Hak Asasi Manusia jauh dari norma, asas serta tujuan Hak Asasi Manusia itu sendiri yang menjunjung tinggi nilai Manusia yang Beradap.
Secara tegas Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 G Ayat (2) berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
145 dari negara lain”.dan UU Hak Asasi Manusia Pasal 33 yang berbunyi: “Setiap
orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang
kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.
Penulis juga berpendapat bahwa keadilan tidak di dapatkan dengan cara
balas-membalas sebagai mana amanat Pancasila Sila ke-1 dan ke-2 yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusian yang Adil dan Beradap.
Hak Asasi Manusia Indonesia berkarakter Ketuhanam Yang Maha Esa
sebagai mana yang terdapat dalam Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan,
bahwa semua pemberian Tuhan adalah Hak Prerogratif Tuhan dan tidak satu
manusiapun dapat melebihi KuasaNya.
B. Saran
Seharusnya pemerintah atau legislator lebih baik mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk korban kejahatan seksual, perhatian
khusus dan lebih dalam rangka pemulihan kondisi korban menjadi prioritas yang
mendesak karena akibat yang mengerikan dari kejahatan seksual dan mungkin
membekas seumur hidup korban. Perhatian pemerintah secara berkala terhadap
para korban harus tetap ada dan berkesinambungan selama hidup korban. Perppu
tersebut juga harus mengatur pengawasan hingga tingkat RT/RW, bahwa
penanggulan kejahatan seksual tidak bisa dilakukan tanpa peran serta masyarakat
karena tempat kejadian bahkan dapat terjadi di tingkat keluarga. Perangkat
pemerintah desa atau kota maupun tingkat RT/RW harus selalu waspada atas
146 kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, kekerasan dalam keluarga, adalah
pertanda atau gejala yang harus mendapat pengawasan lebih dari perangkat