• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PESANTREN MODERN BERBASIS MULTIKULTURALISME (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN MODERN SUBULUSSALAM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN PESANTREN MODERN BERBASIS MULTIKULTURALISME (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN MODERN SUBULUSSALAM)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

276

MANAJEMEN PESANTREN MODERN BERBASIS MULTIKULTURALISME (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN MODERN SUBULUSSALAM)

Nana Meily Nurdiansyah Institut Darul Qur`an Jakarta

nanameily@idaqu.ac.id

ABSTRACT

The reconstruction of the current education system can be felt with a shift in education and teaching governance. The purpose of this study is to identify and analyze the management of Islamic boarding schools by promoting the system (Islamic Teacher College), this research is pursued through a qualitative approach and using descriptive methods. Based on the results of the study, it was found that the Management of the Modern Subulussalam Islamic Boarding School has a management system characterized by an administrative thinking, administrative behavior, administrative attitude. while the management functions used are based planning, organizing, staffing, actuating, controlling. Cottage Life in all its totality becomes a medium of learning and education. Community-based education: Everything that is heard, seen, felt, done, and experienced by the Students and cottage communities is intended to achieve educational goals. The virtue of multiculturalism education in modern boarding school can also be reflected in terms of curriculum contents, extra and intra activities including awareness of tolerance, moderation of religion towards the diversity of beliefs that students will find in the future as a benchmark to meet real life in a pluralistic society.

Keywords: Management, Islamic Boarding School, Multiculturalism ABSTRAK

Rekontruksi sistem pendidikan masa kini dapat dirasakan dengan adanya pergeseran tata kelola pendidikan dan pengajaran, Tujuan penelitian ini sesungguhnya untuk mengetahui dan menganalisis manajemen pesantren dengan mengedepankan sistem KMI (Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah), penelitian ini ditempuh melalui pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Manajemen Pesantren Modern Subulussalam memiliki sistem manajemen yang bercirikan memiliki pola pikir yang teratur/administrative thinking, pelaksanaan kegiatan yang teratur/administrative behavior, penyikapan tugas-tugas kegiatan secara baik/administrative attitude. Sedangkan fungsi-fungsi manajemen yang digunakan berdasarkan tahapan Pertama, Perencanaan (planning), Kedua, Pengorganisasian (organizing), Ketiga, Penyusunan personalia (staffing), Keempat, Penggerakan (actuating), Kelima, Pengawasan (controlling). Kehidupan Pondok dengan segala totalitasnya menjadi media pembelajaran dan pendidikan. Pendidikan berbasis komunitas: Segala yang didengar, dilihat, dirasakan, dikerjakan, dan dialami oleh para santri dan warga Pondok dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Keutamaan pendidikan multikulturalisme di pondok modern juga dapat tercermin dari segi muatan-isi kurikulum, kegiatan ekstra dan intra termasuk kesadaran toleransi, moderasi beragama terhadap keragaman keyakinan yang akan dijumpai santri kelak sebagai barometer untuk menyongsong kehidupan yang sesungguhnya di tengah masyarakat yang majemuk. Ditambah dengan perpaduan semboyan yang dimiliki pesantren yaitu Panca jiwa dan Motto pondok merupakan pengejawantahan dari polarisasi pencapaian pendidikan berbasis multikultural.

(2)

277

A. PENDAHULUAN

Pesantren merupakan bagian serangkaian tempat untuk memperluas kajian ilmu keagamaan, dengan berbagai macam cara dan metode, kemudian implikasinya mengarahkan kepada pelbagai aspek kehidupan, sosial, dan budaya. Sehingga kejayaan dan peradaban akan ilmu pengetahuan terus dikembangkan dan terpelihara kelestariannya melalui pendidikan di Pesantren, sebuah tradisi yang sangat memberikan nilai-nilai lebih dari tempat pendidikan yang lainnya. Eksistensi pesantren dari masa ke masa telah memberikan kontribusi konkrit dalam perjalanan sejarah bangsa. Di era kerajaan Jawa misalnya pesantren menjadi pusat dakwah penyebaran Islam, di era penjajahan kolonial Hindia Belanda pesantren menjadi medan heroisme pergerakan perlawanan rakyat, di era kemerdekaan pesantren terlibat dalam perumusan bentuk dan ideologi bangsa serta terlibat dalam revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan1

Satu diantara peran lahirnya pesantren dan lembaga pendidikan ditempat ini adalah setelah melihat kondisi anak-anak desa begitu memprihatinkan, sorot mata mereka kosong, tanpa beban dalam pikirannya. Anak-anak desa tanpa pendidikan. Mereka lahir dari kalangan rendah, seakan tidak ada harapan untuk sebuah perubahan. Meskipun sejatinya mereka rindu, tapi kerasnya hati membutakan mereka.2 Kembali kepada khittoh pesantren bahwa ia sebagai pusat transmisi Islam di Nusantara sudah mulai berdiri sejak menyebarnya Islam ke Nusantara pada abad ke-15. Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim (w.1419).3 Bila ditinjau dari historisnya, pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia.4 sedang menurut penulis secara sederhana pondok pesantren5 biasa diartikan sebagai tempat belajar pendidikan keagamaan dan sebagainya dengan santri yang tinggal ditempat tersebut (boarding) dan didampingi oleh kiai sebagai tokoh sentralnya. Pesantren berbeda dengan madrasah6 begitu juga berbeda dengan Majelis Taklim.

Menurut hemat penulis, berdasarkan perkembangan dan kemajuan lembaga atau pondok pesantren tentu akan memberikan tantangan tersendiri dalam mengelola lembaga pendidikannya terebut, mengingat semakin kompleksnya daya saing pendidikan. Bukti nyata bahwa tantangan zaman sekarang adalah bagaimana caranya untuk membenahi sistem tata kelola secara administrasi dan pola pengajaran yang Terstruktur Strategi dan Masif, yang memang bukan berarti sudah tidak relevan, melainkan tantangan berhadapan dengan pondok-pondok yang ada di sekitar atau lintas daerah yang berada di Indonesia.

Pada perkembangannya, pondok pesantren dapat bertahan dengan berbagai cara, antara lain menyelenggarakan sekolah umum dalam lingkungan pondok pesantren. Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa lembaga pondok pesantren dapat dikelompokkan dalam dua tipe besar, yaitu: Pertama, tipe lama (klasik) yang inti

1 Abdul Mukti Fatah, Rekonstruksi Pesantren Masa Depan (Jakarta: Listafa-Riskaputra, 2005), 34. 2 Narasumber Ust. Abdul Basit Chudori, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, minggu 01/03/2020.

3 Mastuki HS dan M. Ishom El-Saha (Ed.), Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren (Jakarta; Diva Pustaka, 2003), 8.

4 Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), 85, Saihu Saihu, “PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURALISME,” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam 1, no. 2 (2018): 170–87.

5 KH. Ahmad Rifa‘i Arief mendefiniskan pesantren yang menurutnya lebih tepat sebagai lembaga pendidikan tafaqquh fiddin al-Islami, khas Indonesia yang santrinya menetap di dalam pondok, dengan kyai sebagai figur sentral dengan tujuan mencetak manusia mukmin, muttaqin, dan rasikhin fi’il middin (ulul albab), dan masjid sebagai sentral kegiatan. Lihat Soleh Rosyad (penyusun), Drs. KH. Ahamd Rifa’i Arief : Kiprah Kyai Entrepeneur : Sebuah Pembaharuan Dunia Pesantren di Banten (Jakarta: PT. Grasindo, 2011), 286-287

6 Madrasah adalah sekolah umum yang bercirikan Islam. Lihat Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 30. Ciri pembeda dengan pesantren, madrasah pelajarnya tidak menginap/muqim.

(3)

278 pendidikannya mengajarkan kitab Islam klasik. Kedua, tipe baru, yaitu mendirikan sekolah umum dan madrasah yang mayoritas mata pelajaran yang dikembangkannya bukan kitab Islam klasik.7

Selain itu, Keberadaan pondok pesantren di Indonesia, dalam perkembangannya sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan. Hal ini disebabkan bahwa dari sejak awal berdirinya pesantren disiapkan untuk mendidik dan menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat melalui pengajian, baik dengan sistem tradisional maupun modern. Perkembangan pondok pesantren sangat pesat kehadirannya hal inilah yang menjadi daya jual yang sangat signifikan antara penjual dan pembeli dalam lingkup Pendidikan di pesantren. Data yang penulis sajikan mulai dari tahun 1982-2011 adapun data tersebut dapat diuraikan perkembangan diantaranya: Tahun 1982 berjumlah 4.195 Pesantren. Tahun 1987 berjumlah 6.176 Pesantren. Tahun 1998 berjumlah 7.616 Pesantren. dan Tahun 2008 berjumlah 21.521 Pesantren. sedang pada tahun 2008-2011 berjumlah 28.000 Pesantren.8

Melihat dari majunya pendidikan di Pesantren. khususnya pesantren modern perlu kiranya, membuat terobosan pengelolaan yang baik dan tepat. Perihal mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai Islam dengan menitik beratkan pada urgensi moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.9 Kehidupan di Pondok Pesantren telah

diatur sedemikian rupa sehingga seorang santri yang belajar di dalamnya akan merasakan bahwa dirinya sedang berada diantara keluarga. Ia diajarkan dan diwejangkan tata cara bergaul dan berkreasi bersama teman-temannya yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Perbedaan struktur budaya bukanlah budaya yang berarti, hal itu justru menjadi pendorong santri untuk lebih memahami arti persatuan dan kebersamaan.

Persaingan dewasa ini menjadi bagian penting untuk membuktikan daya saing dan keunggulan lembaga dalam pasar pendidikan yang ada. Persaingan usaha dalam perspektif Islam dikutip dari Masykuri Abdillah merupakan usaha dan perilaku yang positif berbeda dengan kalangan barat yang bersifat bebas, dengan tujuan mencari ridho Allah dalam hal berlomba-lomba dalam kebaikan, konsep ini merupakan persaingan positif sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an.10 Persaingan mengarahkan kepada sebuah upaya mencapai karunia Allah dan merupakan sebuah jihad dijalan Allah dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan.11

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan juga sebagai lembaga pengajaran agama dan sosial keagamaan, mulai dikenal di sepanjang pantai utara Jawa seperti di Gresik, Surabaya, Tuban, dan sebagainya. Beberapa ciri khas yang dimiliki oleh pondok pesantren secara umum yang masih dipertahankan sampai sekarang ini adalah kiai, santri, pengajaran kitab Islam klasik, masjid, dan pondok. Sistem pendidikan dan

7 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Cet. IX; Jakarta: LP3ES, 2011), 75-76, Saihu Saihu, “The Urgency Of Total Quality Management In Academic Supervision To Improve The Competency Of Teachers,” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 02 (2020): 297–323.

8 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Cet. IX; Jakarta: LP3ES, 2011), 78

9 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), 55 10 Lihat al-Qur’an Surat al-Baqarah.

ُ هاللّٰ ُمُكِب ِتْأَي ا ْوُن ْوُكَت اَم َنْيَا ِِۗت ٰرْيَخْلا اوُقِبَتْساَف اَهْيِ ل َوُم َوُه ٌةَهْجِ و ٍّ لُكِل َو ٌرْيِدَق ٍّءْيَش ِ لُك ىٰلَع َ هاللّٰ َّنِا ِۗ اًعْيِمَج

Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.s. al-Baqarah:148)

11 Masykuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 199-201

(4)

279

pengajaran di pondok pesantren diklasifikasi menjadi tiga tipe, yaitu pesantren tradisional, pesantren semi modern, dan pesantren modern.

Tata nilai yang berkembang di pesantren bahwa seluruh aktifitas kehidupan adalah bernilai ibadah. Sejak memasuki lingkungan pesantren, seorang santri telah diperkenalkan dengan suatu model kehidupan yang bersifat keibadatan. Ketaatan seorang santri terhadap kiai merupakan salah satu manifestasi atas ketaatan yang dipandang sebagai ibadah.12 Perkembangan pendidikan pondok pesantren merupakan perwujudan dari kebutuhan masyarakat akan suatu sistem pendidikan alternatif. Keberadaan pondok pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan, juga sebagai lembaga dakwah dan syiar Islam serta sosial keagamaan.13

Secara teori kemajuan dan pertumbuhan lembaga pendidikan Pondok Pesantren Subulussalam dapat dilihat dengan karakteristik dan dimensi mutu pendidikannya apakah sudah terpenuhi, yang akan penulis kaji pada penelitian ini seperti manajemen, mutunya dsb. Menurut Rasheed mutu pendidikan dapat diukur dari melihat komponen pendidikan yang ada di lembaga tersebut14 misalnya: Pertama, siswa yang sehat dan siap untuk

belajar. Kedua, lingkungan yang sehat, aman dan memberikan perlindungan dalam proses belajar mengajar, dan Ketiga, Hasil belajar siswa dalam kontek kecerdasan, memiliki keterampilan dan sikap yang baik.

Lebih lanjut, Oakes menyatakan indikator mutu, yaitu ada tiga kontruk yang digunakan untuk mengetahui kualitas lembaga pendidikan yaitu: akses terhadap pengetahuan, mencetak prestasi, dan menciptakan situasi belajar yang profesional.15 Dari ukuran dan indicator tersebut Rasheed dan Oakes dapat dikelompokkan bahwa lembaga pendidikan dapat dikatakan bermutu jika oleh keadaan siswa, keadaan guru, dan situasi lingkungan sekolah sudah memenuhi standar kualitas yang baik dengan tujuan untuk menunjang efektifitas dan kenyamanan kegiatan pembelajaran. Terlebih pondok pesantren modern di dalamnya menganut sistem dan polarisasi yang demikian untuk ranah pendidikan secara nasional.

Keberhasilan lulusan Subulussalam merupakan sebuah usaha panjang dan sistematis dari tata kelola pendidikan. Abuddin Nata menempatkan manajemen mutu pendidikan sebagai sebuah alat penting untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dengan cara kerja yang sistematis dan terkendali mulai dari gagasan atau perencanaan, pelaksanaan, organisasi, hingga evaluasi dan pengendalian pendidikan secara baik16. Artinya tidak ada kualitas yang dihasilkan dengan kebetulan melainkan dari usaha dan kerja keras lembaga pendidikan dalam memberikan pembelajaran dan kebutuhannya kepada siswanya. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang ini, maka Manajemen Pesantren Modern Berbasis Multikulturalisme menjadi sangat penting. Karena manajemen mutu merupakan usaha nyata lembaga pendidikan Khususnya Subulussalam untuk maju dan bertahan dalam era persaingan di pasar pendidikan.

12 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1992), 257

13 B. Marjani Alwi, Pondok Pesantren : Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem Pendidikannya, Jurnal LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 16 NO. 2 DESEMBER 206 2013: 205-219, 206

14 Sadiq Rasheed, Defining Quality in Education, The International Working Group on Education Florence, (June, 2000), 3

15 Jeannie Oakes, “What Educational Indicators? The Case For Assesing the School Context”, Educational Evaluation and Policy Analysis 11,2, (Summer, 1989), 181

16 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), 45

(5)

280 B. TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Pesantren Modern

Pondok Pesantren Modern Subulussalam sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Islam mempunyai rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dalam meningkatkan pendidikan baik spiritual maupun akhlak generasi muda saat ini. Maka penyelenggaraan aktivitas di dalamnya dikembangkan beberapa system antara lain Spiritual System (peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama), Intelektual System (Peningkatan pembekalan ilmu kauniyah dan dinniyah secara komprehensif) dan Management System (penjabaran salah satu panca jiwa pondok “Berdikari“ berusaha bisa memenuhi kebutuhan sendiri dan menggali potensi sendiri).

Peran pondok pesantren telah mengalami pasang surut. Saat ini pesantren sudah masuk dalam subsistem dari Pendidikan Nasional hal ini seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ini membuktikan bahwa pesantren mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional terutama dalam bidang pendidikan. Dikarenakan pesantren mempunyai peran yang sangat strategis, menjadikan pesantren harus meningkatkan peran dan pastisipasi dalam bidang pendidikan, sehingga pesantren sangat butuh dikelola dengan lebih profesional dan didukung oleh sistem manajemen yang baik.

Dalam bidang pendidikan, dahulu pesantren kalah bersaing dalam menawarkan model pendidikan yang kompetitif yang mampu menghasilkan santri yang kompeten dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, sebaiknya pesantren segera melakukan perubahan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang modern dan tidak hanya bertumpu pada sistem pendidikan klasik. Dengan mengembangkan system manajemen yang tepat, diharapkan pesantren dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Sehingga dapat berpengaruh terhadap semakin optimalnya proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki keunggulan.

Adapun sistem manajemen pesantren yang baik memiliki ciri-ciri: a. Memiliki pola pikir yang teratur/administrative thinking.

b. Pelaksanaan kegiatan yang teratur/administrative behavior.

c. Penyikapan tugas-tugas kegiatan secara baik/administrative attitude.17

Manajemen yaitu proses yang khas yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Manajemen merupakan applied science. Aktivitas manajemen berkaitan dengan usaha-usaha untuk mengembangkan dan memimpin suatu tim kerja sama atau kelompok dalam satu kesatuan dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu manajemen berkaitan dengan masalah kepemimpinan, karena manajemen sendiri berasal dari kata manage yang artinya memimpin, menangani, mengatur, atau membimbing. Kepemimpinan merupakan aspek dinamis dari pemimpin yang mengacu pada serangkaian tindakan yaitu pengelolaan, pengaturan, dan pengarahan untuk mencapai tujuan tertentu.18

Dalam pelaksanaannya manajemen pendidikan mempunyai kegiatan atau tugas-tugas yang disebut sebagai fungsi manajemen. Adapun fungsi-fungsi manajemen menurut pendapat para ahli antara lain:

17 H.M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta:Diva Pustaka, 2003), 23, Made Saihu, Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme Agama Di Jembrana-Bali) (Yogyakarta: Deepublish, 2019).

18 A.Halim, Rr. Suhartini, M. Choirul Arif, & A. Sunarto AS, Manajemen Pesantren, (Sewon: Pustaka Pesantren, 2005), 70-78.

(6)

281

a. Menurut Harold Koontz manajemen meliputi planning, organizing, staffing, leading, dan controlling.

b. Henry Fayol mengemukakan, manajemen meliputi planning, organizing, commanding, coordinating, dan controlling.

c. Menurut J.M. Gullick manajemen terdiri dari planning, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting.

d. Sedangkan menurut G.R. Terry manajemen meliputi planning, organizing, actuating, dan controlling.19

Jika disusun secara hirarkis fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah: Pertama, Perencanaan (planning), Kedua, Pengorganisasian (organizing), Ketiga, Penyusunan personalia (staffing), Keempat, Penggerakan (actuating), Kelima, Pengawasan (controlling).20

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan dalam pendidikan berarti persiapan menyusun keputusan tentang masalah atau pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh sejumlah orang dalam rangka membantu orang lain (terutama santri) untuk mencapai tujuannya.21 Jika melihat pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting dari manajemen. Perencanaan bersifat penting dan mendasar bagi fungsi-fungsi manajemen yang lain. Oleh sebab itu dalam menyusun perencanaan perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut: a) Perencanaan harus didasarkan pada tujuan yang jelas. b) Bersifat sederhana, realitis, dan praktis. c) Terinci, memuat segala uraian dan klasifikasi kegiatan serta rangkaian tindakan sehingga mudah dipahami dan dijalankan. d) Memiliki fleksibilitas sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi serta kondisi yang ada. e) Terdapat pertimbangan antara bermacam-macam bidang yang akan digarap oleh masing-masing bidang. f) Hemat tenaga, biaya, dan waktu, serta kemungkinan penggunaan sumber daya dan dana yang tersedia dengan sebaik-baiknya. g) Dalam pelaksanaan, sedapat mungkin tidak terjadi adanya duplikasi

Dari berbagai pendapat mengenai perencanaan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan proses dasar yang ditentukan sebelum pelaksanaan kerja. Yang dimaksud dengan proses dasar adalah suatu proses yang bertujuan untuk menentukan garis-garis besar tujuan yang akan dicapai, langkah-langkah operasionalnya, serta penentuan kebijakan yang diambil. Jadi perencanaan merupakan proses dasar dimana pimpinan memutuskan suatu tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut. Dalam praktiknya, yang mengambil Keputusan di setiap kegiatan di Pondok Pesantren Modern Subulussalam adalah Pimpinan Pondok, setelah mendapatkan laporan dari berbagai ketua bagian yang nantinya kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Menurut G.R. Terry, pengorganisasian adalah suatu tindakan yang berusaha untuk menghubungkan orang-orang dalam organisasi secara efektif, agar mereka dapat bekerja sama secara efisien, sehingga memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai

19 Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 32-35.

20 Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, 35, Athoilllah Islamy and Saihu, “The Values of Social Education in the Qur’an and Its Relevance to The Social Character Building For Children,” Jurnal Paedagogia 8, no. 2 (2019): 51–66.

(7)

282 atau sasaran tertentu.22 Pengorganisasian adalah proses mengatur dan mengalokasikan

pekerjaan di antara petugas, sehingga tujuan organisasi itu tercapai secara efektif. Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan, dan struktur. Untuk mewujudkan organisasi yang baik dan efektif bagi pencapaian tujuan organisasi, perlu diterapkan beberapa asas organisasi. Asas-asas organisasi tersebut adalah: a) Organisasi harus fungsional. b) Pengelompokan kerja harus menggambarkan pembagian kerja. c) Organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggungjawab. d) Organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol. e) Organisasi harus mengandung kesatuan perintah. f) Organisasi harus fleksibel dan seimbang.23

Sementara itu menurut Burhanuddin, pengorganisasian mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: a) Mengatur tugas dan kegiatan kerja sama dengan sebaik-baiknya. b) Mencegah kelambatan-kelambatan kerja dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. c) Mencegah kesimpangsiuran kerja. d) Menentukan pedoman-pedoman kerja.24 Manajemen dalam hal pengorganisasian lembaga pendidikan sangat berperan penting, mengingat untuk terlaksananya berbagai program yang dicanangkan dan diselenggarakan, di pondok ini laku pengorganisasian diberlakukan dalam implementasinya, bahkan dalam organisasi yang dipimpin santri mengusung motto; Siap dipimpin dan Siap memimpin. Sebuah ungkapan yang ringan tapi syarat akan kebermaknaan. Organisasi disini dapat dilihat dari unsur Pimpinan Pesantren terhadap Lembaga Pendidikan yang diselenggarakannya, atau pun terhadap organisasi Santri/ah yang ada di dalamnya seperti (OP3MS, Gudep/Pramuka).

3. Penyusunan Personalia (Staffing)

Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut tenaga kerja, pengembangan, sampai dengan usaha agar setiap petugas memberikan daya guna maksimal kepada organisasi.25 Fungsi staffing merupakan tugas manager yang berhubungan dengan para pegawai yang menjadi bawahannya, agar mereka terdorong untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik untuk merealisasi tujuan yang sudah ditetapkan. Dalam halnya penyusunan personalia (staffing) di pondok ini, merujuk kepada pegawai atau tenaga kependidikan lainnya yang sudah berkemampuan dan membidangi atau berkompeten di dalamnya , kalau pun tidak ada maka akan diadakan pertimbangan dari berbagai sudut pandang pengurus beserta pimpinan, sehingga pengurus yang terpilih nantinya akan tetap diarahkan dibantu dan ditrainer oleh pimpinan atau pengurus yang lainnya yang dipandang masih memiliki pengalaman dalam hal tersebut, mengingat bahwa didalam sebuah organisasi tentu berlaku atas dasar reshuffle sebagai bagian dari penyegaran dan penambahan wawasan lingkup organisasi.26

4. Penggerakan (Actuating)

Actuating adalah usaha untuk menggerakkan orang-orang yang telah diserahi tugas atau tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan. Menurut Unong Uchjana Effendi, actuating adalah upaya menggerakkan dan merangsang anggota kelompok organisasi

22 G.R. Terry, Asas-asas Manajemen, Alih Bahasa, Winardi, (Bandung: Alumni, 1986), 22.

23 A.Halim, Rr. Suhartini, M. Choirul Arif, & A. Sunarto AS, Manajemen Pesantren, (Sewon: Pustaka Pesantren, 2005), 205.

24 Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 205.

25 M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 22.

26 Narasumber Ust. Abd. Basit Chudori, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

(8)

283

agar bergairah dan bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Actuating ini terdiri dari kegiatan memimpin, membimbing, dan mengarahkan para anggota kelompok agar memiliki aktivitas dan produktivitas dalam melaksanakan rencana dan mencapai tujuan organisasi.27 Upaya penggerakan tersebut dapat berupa pengeluaran perintah, instruksi, atau pemberian bimbingan kepada bawahan secara bijaksana, sehingga para bawahan tersebut tergerak hatinya untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Penyegaran atas dasar tercapainya rumusan program yang sudah diagendakan, menunjukkan bahwa seorang organisator harus mampu menggerakkan seluruh potensi baik moril atau pun material, jika memang ada kendala dalam hal pelaksanaan program baik yang disebabkan atas dasar ketidakpiawaian, maka diadakannya kegiatan pengurus untuk mencapai program yang sudah terprogram dengan mengadakan kegiatan training, atau melatih diri dengan kunjungan berdasar surat perintah dari atasan ke tempat yang akan dituju.

5. Pengawasan (Controlling)

Fungsi kelima dari manajemen adalah pengawasan. Menurut G.R. Terry, pengawasan berarti mendeteksi apa yang telah dilaksanakan. Maksud dari pengawasan adalah untuk mengevaluasi hasil kerja dan jika perlu menerapkan tindakan korektif, sehingga hasil kerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan.28 Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa controlling merupakan tindakan pengawasan terhadap jalannya suatu aktivitas yang sekaligus mengadakan evaluasi terhadap hasil kegiatan. Oleh sebab itu fungsi pengawasan berkaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain. Pengawasan merupakan fungsi setiap manajemen yang terakhir, setelah fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan tenaga kerja, dan pemberian perintah. Fungsi ini merupakan fungsi pimpinan yang berhubungan dengan usaha untuk menyelamatkan jalannya proses kegiatan ke arah tujuan yang telah ditetapkan.

C. METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan kualitatif sebagaimana pendapat Subana29 menyatakan bahwa penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Sedangkan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Pengertian deskriptif itu sendiri merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena yang ada dan berlangsung pada saat ini maupun pada masa lampau.30 Penelitian kualitatif ini sangat relevan, mengingat yang menjadi objek sasarannya tentang pola manajemen pesantren modern berbasis multikultural pada Pondok Pesantren Subulussalam, dengan persaingan pangsa pasar yang sangat kompleks berlandaskan tuntutan dan sebagai sebuah perkembangan bahkan peradaban kemajuan pendidikan khususnya tataran lembaga pendidikan (formal, non formal dan informal).

27 Unong Uchjana Effendi, Human Relation dan Public Relation Dalam Manajemen, (Bandung: Alumni, 1986), 8.

28 G.R. Terry, Asas-asas Manajemen, Alih Bahasa, Winardi, (Bandung: Alumni, 1986), 395. 29 Subana, M, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 60.

30 Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), 54, Saihu Saihu, “Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia,” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam 1, no. 1 (2018): 1–33.

(9)

284 D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Pesantren Modern Subulussalam Tangerang

Pesantren ini berada di Kabupaten Tangerang tepatnya di daerah kresek kandang gede, awal mula sejarah sebuah pondok pesantren, adalah serpihan-serpihan kehidupan seorang kiai muda. Babak sejarah Pondok Pesantren Modern Subulussalam, tanggal 06 Januari 1990 M merupakan awal mulai dirintisnya Pondok Pesantren Subulussalam dengan perubahan beberapa bangunan asrama. Tanggal 10 Juli 1990 M adalah awal mulai menerima santri baru dengan jumlah pendaftar untuk pertama kalinya sebanyak 98 santri. Baru pada tanggal 24 Agustus 1990 M yang bertepatan dengan tanggal 03 shafar 1411 H Pembukaan tahun ajaran baru Pondok Pesantren Modern Subulussalam mulai diresmikan dengan gegap gempita penuh rasa syukur31

KH. Ahmad Maimun Alie, MA. Dan Drs. KH. Anang Azhari Alie. Merupakan pasangan kakak beradik yang membangun dan merintis pondok pesantren tersebut serta didukung dengan berbagai tokoh lainnya yang ada di daerah sekitar.32 Sebuah pesantren di tengah pelosok perkampungan, berawa penuh lintah, ular berbisa dan rawan tantangan. Bermula dengan areal seluas +1,5 Ha, di kampung Kandanggede, Kresek, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, dimana pesantren mulai dibangun adalah wakaf umat islam masyarakat sekitar denga fisik bangunan untuk pertama kalinya dari seorang dermawan muslim yang memahami perjuangan menegakkan kalimat Allah yakni Bpk. Drs. H. Massagus Nur Muhammad Hasjim Ning sekeluarga di samping tentunya donatur lainnya. Subulussalam dengan bangunan tua nan rapuh dan beberapa pondok yang belum selesai, tetapi yayasan pesantren yang dirintis oleh para tokoh masyarakat atas idea dan prakarsa almarhum KH. Mansur yang juga seorang tokoh kharismatik tersebut keberadaannya sangat memprihatinkan, boleh dikatakan “wujuduhu ka’adamihi” adanya seperti tidak adanya, oleh sebab kendala miss management dan human eror.

Selain itu, Pondok Pesantren Modern Subulussalam adalah merupakan pondok pesantren alumni gontor yang kini usianya telah lebih dari seperempat abad. Dirintis sejak tahun 1990 oleh KH. Ahmad Maimun Alie, MA33 atas saran, ide serta dorongan

para alumni gontor, khususnya alumni tahun 1978,34 juga dengan doa restu para alim ulama setempat. Keberadaannya sebagai lembaga pendidikan menerapkan “Al-Muhafadzah ‘ ala qodim ash-sholih wal akhdu bi al-jadid al-ashlah“ artinya menjadi system dan nilai klasik yang baik dan mengambil system kontemporer yang lebih baik. Suatu system yang integlaristik yang memberikan keseimbangan antara kajian ilmu “ kauniyah” dan ilmu “ diniyah “.

31 Lihat website Pondok Pesantren Modern Subulussalam dengan alamat

http://subulussalam-kresek.ponpes.id/tentang_kami. di akses pada minggu 01/03/2020.

32 Narasumber Ustz. Neni Nur’aeni, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

33 Merintis Subulussalam, tahun 90 sampai sekarang. Dahulu bersama Kyai Anang Azhari Alie sampai

92. Ust. Romli, Ust. Munawwar, Ust. Hibatullah. Alumni angkatan pertama, Ust. Basith, kedua, Usth. Nurul Azizah.

34 Saat muda, Pak Kyai pernah mengaji awamil, yakni kitab-kitab yang membahas tentang kaidah

bahasa arab: seperti jurumiyah, amtsilatuttasrifiyah dsb. Beliau pernah belajar kepada Kyai Abdul Karim – semoga Allah merahmatinya-, di kampung cempaka. Beliau juga pernah belajar di salah seorang Kyai di Petir, Serang, tepatnya di Pesantren Al-Falah dibawah asuhan Kyai H. Abdul Kabir, pada kisaran tahun 1966-1967. Sebelum kemudian beliau menjadi santri kelas eksperimen atau intensif, di Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah GONTOR Ponorogo pada tahun 1974-1978 M. Beliau duduk satu bangku bersama Pak Hidayat Nur Wahid. Dalam catatan pengalaman organisasinya, beliau pernah menjabat sebagai pengurus Koordinator kepramukaan, kemudian beralih menjadi bagian penerangan di OPPM Gontor. Saat nyantri juga beliau berkesempatan menjadi

panitia peringatan 50 tahun Gontor, pada tahun 1978. Lihat

(10)

285

Pesantren Modern Subulussalam ini bernaung dibawah Yayasan al-amanah, awal mulanya menyelenggarakan program Pendidikan tingkat MTs dan MA yang selanjutnya dikemas dengan mengodopsi system pendidikan ala gontor yang disebut KMI (Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah) dengan kategorisasi lama belajar adalah enam dan empat tahun masa belajar kemudian dilanjutkan dengan masa pengabdian selama satu tahun. Seiring dengan perkembangannya sekitar tahun 2000-an, lembaga pendidikan di pesantren ini membuka kembali pendidikan jenjang SDIT dan TKIT-PAUD bahkan Ma’had Aly. Jika diuraikan kedalam bentuk susunan pengurus secara umum ditingkat pesantren, maka dapat dilihat urutannya sebagai berikut: Struktur Organisasi Pesantren; a) Pimpinan Pesantren, b) Sekretaris Pesantren, c) Bendahara Pesantren, d) Humas dan Usaha, e) Majelis Pengasuhan, f) KMI, g) SDIT, h) TKIT, i) PAUD, j) TPQ, k) MTs, l) MA, m) Ma’had Aly, n) DKM, o) PPSP, p) Koperasi Pesantren, k) IKBS.35

Kini, dengan berbagai dinamika dalam dunia pendidikan, pesantren ini tentu terus merepresentasikan dirinya sebagai lembaga yang mampu bersaing dan menjawab pendidikan berbasis multikultural, di pesantren ini santri tidak hanya diberikan dan dibekali ilmu agama maupun umum termasuk budaya yang menunjukkan kecakapan hidup dalam bermasyarakat melalui berbagai organisasi dan kegiatan lainnya yang relevan bermanfaat dan bermartabat.36 Pendidikan berbasis multicultural dapat dirasakan

sesuai tantangan zaman, mengingat kebutuhan ditengah masyarakat yang semakin kompleks, dengan tuntutan kecakapan hidup, dan keahlian yang mumpuni untuk dapat diaktualisasikan sebagai wujud dari hasil pendidikan. Imam Syafi’I37 berkata;

Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh, dan bisa membuka pintu yang terkunci. Sungguh sangat banyak orang yang bercita-cita luhur bersedih, karena diuji dengan kemiskinan. Barangkali sudah menjadi suratan takdir dan keputusan Allah, bahwa banyak orang cerdas tetapi miskin dan banyak orang bodoh yang kaya raya. Dan kedua hal tersebut tidak bisa dikumpulkan.

Proses lakunya manajemen pondok dengan mengombinasikan dari berbagai media atau program yang disediakan, baik di dalam dan diluar pondok, mengharuskan terjadinya siklus atau laku manajemen yang berbasis terintegrasi, seperti adanya Dapodik (Data Pokok Pendidik) dan Simpatika (Sistem Informasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Serta Emis (Education Management Information System), dan juga Program lain yang dimiliki Pondok termasuk kepemilikan Website Pondok. Yang berfungsi sebagai sarana informasi dari berbagai kegiatan. Baik sifatnya yang ekstra atau pun bersifat akademik salah satunya perekrutan atau Penerimaan Santri Baru.

Manajemen dalam sebuah lembaga pendidikan formal, non formal dan informal sangat dibutuhkan, sebagai suatu contoh pondok pesantren tidak hanya cukup dengan adanya manajemen yang baik dan terorganisir, idealnya antara Manajemen dan Total Quality Control harus seimbang. Yang dimaksud dengan Total Quality Control adalah mengontrol kualitas seluruh tata kehidupan di Pondok. Maka diperlukan; Pertama, Sistem Control. Kedua, Orang yang mengontrol. Ketiga, pelaksanaan control terhadap nilai dan sistem yang ada di Pondok.38

35 Baca Pedoman Kerja Kepegawaian Pondok Pesantren Modern Subulussalam Masa Pengabdian 2013-2014, Merancang Revitalisasi Sistemik dan Komitmen Perjuangan untuk Subulussalam yang lebih baik.

36 Narasumber Ustz. Nurul Azizah, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020.

37 Adrian Mafatihullah Kariem, Lepas dari Lapas Hidup; Terapi Islami agar Hidup lebih bermakna, ( Jakarta; Republika, 2017), 301

38 Di Gontor, pelaksanaan nilai dan system ditangani langsung oleh pimpinan yang dibantu oleh pengasuhan dan KMI. Merekalah yang menjadi penjamin mutu terlaksananya tata kehidupan pondok dengan baik. Maka disetiap sector lembaga maupun organisasi, dibuatlah SOP (Standar Operasional Pelaksanaan) terhadap nilai dan system yang dimaksud. Mengapa pengasuhan dan KMI menjadi penjamin mutu? Karena yang

(11)

286 Dalam melaksanakan nilai dan sistem dibutuhkan orang-orang yang memahami dan mengerti tentang nilai-nilai dan sistem tersebut dengan baik dan benar. Hal ini sangat penting, karena menata kehidupan pondok tidak saja terbatas pada hal-hal yang bersifat teknis, tetapi menyangkut strategi penanaman nilai, jiwa, dan filsafat hidup pondok. Ada standar operasional pelaksanaan yang terus menerus ditingkatkan, dan yang lebih utama adalah standarisasi pimpinannya, yang meliputi; Pola kepemimpinan, pola kerja, pola sikap, pola pikir, dan pola pendidikan dan pengajarannya. Hal ini menjadi sangat penting, karena pola kepemimpinan pengasuhnya akan mewarnai sikap mental para santrinya, mempengaruhi miliu dan dinamika kehidupan pondok secara menyeluruh. Pengasuh yang aktif dan dinamis, akan mewarnai etos kerja dan militansi santri-santrinya.39

Ketercapaian dan terjalinnya komunikasi yang baik sangat membantu dalam proses keterlaksanaan berbagai program yang ada di lembaga pendidikan. Pondok pesantren dengan nama besarnya tentu tidak terlepas dari peran seorang kyai atau pimpinan pondok yang di dalamnya terdapat berbagai roda kegiatan sebagai fasilitas yang akan dinikmati oleh santri, sehingga santri merasa nyaman aman bahkan dapat mengasah aktualisasi dirinya melalui sarana dan prasarana dan program kegiatan yang direncanakan dengan tepat sasaran. Melalui keterlibatan santri itu sendiri dengan memberdayakan dari setiap kegiatan yang ada.

Selain melalui proses pembelajaran yang formal tentunya kegiatan santri ditopang dengan melalui wadah organisasi OP3MS (Organisasi Pondok Pesantren Modern Subulussalam) dan Pramuka melalui Gugus Depannya.40 OP3MS merupakan organisasi yang dipimpin oleh Santri/ah Subulussalam yang didalamnya mengatur semua laku kegiatan proses pembelajaran dari pagi sampai malam, dari bangun sampai tidur. Organisasi ini terdiri dari unsur teras; ketua, sekretaris, bendahara. Unsur Bagian; Bag. Keamanan, bag, Ta’lim dan Peribadatan, bag. Kesenian, bag. Kesehatan, bag. Olahraga, bag. Kantin, bag. Bahasa. dsb. Dari setiap bagian yang ada terdapat ketua dan bendahara. Sedangkan organisasi Pramuka terdiri atas unsur teras; ketua, sekretaris, bendahara. Unsur bagian; bag. Pelatihan, bag. Perlengkapan dan peralatan, dsb.41

Inilah dasar dari sebuah proses bahwa kehidupan menandakan adanya gerakan dari setiap kegiatan, fungsi dari manajemen di atas kiranya, tidak hanya berlaku bagi pengurus atau pimpinan pondok pesantren tetapi berlaku juga terhadap organisasi yang dijalankan oleh santri pondok pesantren modern subulussalam yang masih dalam bimbingan arahan sehingga menjadi santri yang bercakap dan mampu mengorganisir diri dan orang lain dalam suatu kelompok atau masyarakat kelak. Sebagai ilustrasi, citra dari kepemimpinan seorang presiden tentu akan berdampak pada rakyatnya, begitu juga dengan citra pimpinan seorang kiai akan berdampak pada kepercayaan masyarakat atau wali santrinya.

Adapun citra yang berkaitan dengan lembaga pendidikan Islam pesantren akan terbangun dari trust khalayak melalui interaksi42 timbal balik antara khalayak dengan lembaga/institusi. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kotler dan Sanaky yang menyatakan bahwa citra adalah kepercayaan, ide, dan impresi seseorang terhadap

teribat langsung menangani tata kehidupan santri adalah mereka yang diberi wewenang dengan arahan, pengawalan, dan evaluasi langsung dari pimpinan. Lihat Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal Untuk Pemimpin, (Ponorogo; Trimurti Press, 2011), 163

39 Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal Untuk Pemimpin, (Ponorogo; Trimurti Press, 2011), 164

40 Narasumber Ust. Abd. Basit Chudori, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020.

41 Wawancara bersama Yoga. Salah satu Santri Pondok Pesantren Modern Subulussalam

42 Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate Pencitraan Produk (Bandung: Resensi, 2007).

(12)

287

sesuatu.43 Sedangkan konsep dasar untuk membangun citra menurut Rosady Ruslan44

adalah seperti diagram di bawah ini.

Gambar. D.1 Proses Image Bulding

Sehubungan dengan konsep membangun citra tersebut di atas, implementasi pembangunan citra di pondok pesantren tidak terlepas dari opini publik yang dibangun dan juga sikap output yang terbentuk dari pondok pesantren tersebut. Namun demikian sikap dan karisma seorang kiai tetap menjadi mercusuar pondok pesantren dalam menjalin komunikasi dan berinteraksi guna mencari dukungan positif dari khalayak. Pembangunan citra pondok pesantren bisa diukur dari seberapa besar pendidikan pondok pesantren mampu memainkan peran pemberdayaan enpowerment dan mampu mentransformasikan nilai-nilai social society secara efektif dalam masyarakat.45 Latar belakang budaya dan nilai sebagai faktor penentu dari pesantren berupa nilai-nilai religius, keyakinan, budaya, dan norma perilaku yang dianggap bersifat tradisional oleh khalayak menjadi suatu hal yang memiliki nilai keunikan dan interest publik tersendiri dan harus tetap dipertahankan karena justru faktor penentu inilah yang menjadikan pesantren bisa diterima oleh masyarakat dengan memberikan label/citra positif. Faktor penentu tersebut merupakan landasan bagi perubahan dalam hidup pribadi atau kelompok,46 yang mana jika faktor-faktor penentu tersebut dihilangkan justru gaung

pesantren akan redup.

Sedang kelemahan yang dihadapi pesantren modern ini adalah keterlibatan pimpinan terhadap santrinya berkurang, berkurang di sini bukan berarti tidak perhatian melainkan kesibukan seorang kiai yang kehadirannya jauh lebih banyak diluar pondok, mengingat jam terbang dan berbagai organisasi yang diembanya. Walau di sisi lain sudah memberikan kepercayaan kepada pimpinan yang lainnya. Kondisi lingkungan yang sangat beragam terhadap tanggapan masyarakat, wali santri, dan stakeholder. Tentu titik fokusnya kepada Pimpinan atau kiai yang berada di pondok pesantren tersebut. Dengan kurangnya keberadaan kyai di lembaga tersebut setidaknya akan mengurangi komunikasi santri dan wali santrinya yang hendak bersilaturahim. Selain kepercayaan masyarakat sekitar masih didominasi masyarakat pedesaan dan pedalaman. Yang masih kental dengan kepercayaan bahwa “pondok itu gaungnya adalah kiyai tetapi bagaimana kalau kiyainya tidak stand by dan sering keluar.

43 Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006). 44 Zulkarnain Nasution, Manajemen Humas di Lembaga Pendidikan: Konsep, Fenomena, dan Aplikasinya (Malang: UMM Press, 2006), 25.

45 Marzuki Wahid, “Pondok Pesantren dan Penguatan Civil Society”, Aula, Vol. 22, No. 2 (Februari, 2000), 76

(13)

288 Pendidikan Multikultural di Pondok Modern

Kehidupan ala pesantren merupakan kehidupan yang mengajarkan bahwa kehidupan itu sendiri bagian dari pendidikan, kehidupan yang mendidik seseorang menjadi berubah atas dasar perkembangan dan tingkah laku masyarakat pondok yang berbeda dari berbagai suku dan budaya. Di sinilah terjadinya proses pendidikan yang sejatinya membawa kepada keharmonisan dan kegotong-royongan dalam menyikapi perbedaan yang ada. dengan dibekali berbagai unsur/muatan pelajaran yang disediakan di pondok baik secara formal atau non formal.

Multikulturalisme merupakan gagasan yang diperkenalkan dan dikembangkan dalam konteks bagaimana melihat realitas keragaman sosial masyarakat.47 Era globalisasi dengan ditandai semakin meningkatnya proses migrasi yang diiringi pertukaran budaya masyarakat Indonesia yang berbeda semakin mengasah konsep multikulturalisme.48 Dengan adanya konsep multikulturalisme yang ada, diharapkan dapat memberikan kontribusi baik, yang saling melengkapi dari kekurangan sehingga menjadi bagian evaluasi mendatang. multikulturalisme dalam pendidikan Modern berarti mengintegrasikan model pembelajaran yang berupaya memadukan tradisionalitas dan modernitas pendidikan. Sistem pengajaran formal ala klasikal (pengajaran di dalam kelas) dan kurikulum terpadu diadopsi dengan penyesuaian tertentu. Sistem pembelajaran pondok pesantren modern ini mengacu pada sistem yang diajarkan di Pondok modern gontor, yang dikenal dengan istilah Kulliyatul Mua’allimin al-Islamiyah. Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) adalah satu lembaga di pondok pesantren Subulussalam disamping Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Kata KMI diambil dari bahasa Arab yag artinya “Pendidikan Guru-Guru Islam”.49 Kehidupan Pondok dengan segala totalitasnya menjadi media pembelajaran dan pendidikan. Pendidikan berbasis komunitas: Segala yang didengar, dilihat, dirasakan, dikerjakan, dan dialami oleh para santri dan warga Pondok dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Ilmu Pengetahuan Umum dan Ilmu Pengetahuan Agama. Hal ini menunjukkan bahwa antara ilmu agama dan umum tidak dapat dipisahkan, semuanya ilmu Islam. Semua bersumber dari Allah dengan segala ciptaan-Nya atau segala sesuatu yang lahir dari ciptaan-Nya. Kurikulum KMI bertujuan membekali siswa dengan dasar-dasar ilmu menuju kesempurnaan menjadi ‘abid dan khalifah. Kurikulum KMI tidak terbatas pada pelajaran di kelas saja, melainkan keseluruhan kegiatan di dalam dan di luar kelas merupakan proses pendidikan yang tak terpisahkan.

Aktualisasi pendidikan multikultural dimaknai sebagai “an inclusive concept used to describe a wide variety of school practices, programs and materials designed to help children from diverse groups to experience educational quality”.50 Definisi tersebut memiliki pemahaman bahwa orientasi pendidikan multikultural mengembangkan kompetensi dan kapasitas santri secara maksimal sesuai kodratnya yang merupakan given dari Allah SWT. Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk

47 Kymlicka, W. Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of Minority Rights. (Oxford: Oxford University Press, 1995)

48 Muali, C. Rasionalitas Konsepsi Budaya Nusantara dalam Menggagas Pendidikan Karakter Bangsa Multikultural. Jurnal Islam Nusantara, 2017. 1(1).

49 Narasumber Ust. Amal Faichan, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

50 Banks, J.A. Multicultural Education and Its Critics: Britain and the United States. In S. Modgil, G.K Verma, K Mallick & C. Modgil (eds), Multicultural Education: The Interminable Debate, (London; The Falmer Press, 1986).

(14)

289

melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan, dan praktik-praktik diskriminasi dalam proses pendidikan.51

Dalam konteks pondok modern, pendidikan multikulturalisme sesungguhnya telah menjadi pendidikan dasar yang tidak hanya diajarkan dalam pengajar formal di kelas. Tetapi juga dilakukan dalam kehidupan sehari-hari santri. Pendidikan formal multikulturalisme diwujudkan dalam bentuk pengajaran materi keindonesiaan/kewarganegaraan yang telah dikurikulumkan. Sistem pengajaran di pondok modern yang didominasi bahasa asing yaitu Arab dan Inggris sebagai pengantar, tidak melunturkan semangat pendidikan multikulturalisme anak didik (santri). Karena materi ini ditempatkan sebagai materi primer dan harus diajarkan dengan medium bahasa Indonesia.

Bila telah datang akhir proses kegiatan belajar mengajar, semua santri berjibaku berlomba-lomba dalam kebaikan seraya menyambut proses evaluasi melalui Ujian yang diselenggarakan oleh Pemerintah melalui Ujian Nasionalnya dan Ujian yang diselenggarakan oleh Pondok dengan kategori Ujian Tahriri (Tulis) dan Syafahi (lisan). Setelah ujian selesai maka santri akan mendapatkan hasil/raport dengan dua kategori raport Nasional dan raport Pondok.52 Selanjutnya, jika melihat dari segi non formal, seperti penempatan asrama, maka diberlakukan untuk semua unsur santri dari berbagai daerah. Penempatan asrama ini dikoordinir oleh santri senior yang bertugas menjadi pengurus Organisasi berdasarkan rapat dengan Majelis Pengasuhan Pondok, keputusan tersebut memberikan ruang bagi santri untuk tidak tinggal dalam satu kamar berasal dari daerah yang sama, melainkan satu kamar berlaku dari daerah yang berbeda dengan ketentuan jumlah yang sudah disepakati bersama.

Peraturan penempatan santri bersifat dinamis dan tidak statis, akan selalu berubah secara sistematis ke asrama/gedung yang lainnya. Penempatan inilah yang memberikan ruang pembelajaran bagi santri untuk saling mengenal sebagai feedback informasi dan pengetahuan serta pendewasaan terhadap keragaman. baik dari segi sikap, adat istiadat atau pun budaya dimana mereka berasal. Konsep pendidikan multikultural adalah konsep multikulturalisme itu sendiri. Pada saat mereka berkumpul dengan satu tujuan mencari ridla Allah SWT, semua atribut material seperti perbedaan ras, bahasa, latar belakang, kultur dan keragaman etnis serta budaya melebur dalam satu interaksi sosial yang lebih interkultural. Mereka mengakui bahwa realitas manusia yang beragam harus diapresiasi dan dilestarikan sebagai faktor rahmat yang harus disikapi dan disyukuri dengan benar.53

Berbagai kegiatan yang disediakan di Pondok tentunya menganut system integrasi terhadap hasil terutama kepada kecakapan hidup kelak, kegiatan ekstra kulikuler yang disediakan pondok diantaranya; Kepramukaan (Putra-putri), Kursus Olahraga, Marawis El-Sabiel, Qosidah Salsabila, Jam’iyatul Quro (JMQ), Kursus Bahasa (Arab-Inggris), Dauroh Tahfizh al-Qur’an, Anak Sanggar Seni (Ansas), Komando Pasukan Terampil (Kopastram), Hadroh El-Salam, Bela Diri (Silat), Diklat Syar’iyyah, Pendalaman Kitab Kuning (Bahtsul Masail), Haflah Tilawatil Qur’an (HTQ), Muhadhoroh 3 bahasa, Akrobatik (Exentric Art), dsb.

Kegiatan-kegiatan yang ada sangat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup santri, dengan sistem KMI yang didukung degan intensitas jam pendidikan yang tinggi merupakan bagian dari pengejawantahan proses kegiatan yang ada guna memberikan

51 Baharun, H., & Awwaliyah, R. Pendidikan Multikultural dalam Menanggulangi Narasi Islamisme di Indonesia. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies, 2017), 5(2), 224–243

52 Narasumber Ust. Medi Humaedi, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan, Rabu 04/03/2020

53 Fauzi, A. Membangun Epistemologi Pendidikan Islam Melalui Kepemimpinan Spiritual : Suatu Telaah Diskursif. (Empirisma STAIN Kediri, 2015a) 24 (2), 155–167.

(15)

290 ruang dan makna kepada santri bahwa setiap waktu itu sangat penting dan berharga. Dengan sistem KMI inilah proses pembelajaran secara formal setidaknya dapat ditanggulangi dan dilengkapi dengan adanya waktu luang yang dapat dimanfaatkan para guru untuk melengkapi pengajaran kepada santri. Pola ini sangat mengefisienkan waktu dan membuat pengajaran menjadi efektif. Ditambah lagi dengan arus utama sistem pendidikan di pondok modern yang tidak mengenal dikotomi pendidikan ekstrakulikuler dan intrakurikuler.

Dengan mengedepankan sistem KMI Keutamaan pendidikan multikulturalisme di pondok modern juga dapat tercermin dari segi muatan-isi kurikulum, kegiatan ekstra dan intra termasuk kesadaran toleransi keragaman keyakinan yang akan dijumpai santri kelak sebagai barometer untuk menyongsong kehidupan yang sesungguhnya di tengah masyarakat yang majemuk. KMI yang merupakan bagian dari Sistem Pondok Modern, akan dapat bekerja sama dengan pimpinan Madrasah setingkat MTs dan MA untuk saling berkoordinasi mengedepankan pendidikan baik secara formal, non formal dan informal. Semua rancangan kegiatan Pondok tentu dimiliki oleh KMI atau pimpinan lembaga bagian. Sehingga jalinan komunikasi dan koordinasi akan tetap terlaksana dan berjalan dengan baik.

Untuk itu, sebut saja kegiatan awal tahun yang diselenggarakan Pondok yang menjadi rangkaian rutinitas pondok pada tiap tahunnya. Seperti Pekan Khutbatul ‘Arsy merupakan kegiatan yang memberikan dongkrak dan semangat kepada santri bahwa kehidupan santri di Pondok pesantren itu sangat mulia dan berharga dengan nilai-nilai etika dan estetika. Pekan Khutbatul ‘Arsy ini adalah bagian seremoni yang besar dengan menunjukkan berbagai kreativitas dan keahlian serta kemampuan santri di bidangnya dengan semua elemen santri menjadi turut serta dalam pagelarannya. Dan ini bagian dari pendidikan Sikap multikulturalistik yang ada di pondok pesantren modern. Aneka seni dan kreasi dari berbagai konsulat dan daerah ditampilkan sebagai khazanah cakrawala pengetahuan santri, bahwa santri tidak tertinggal dan terbelakang bahkan santri berprestasi dengan ilmu dan terdepan dengan karya.

Pesantren bagian dari sebaik-baik jalan untuk memperbaiki dan mempertinggi derajat bangsa. Dari pesantren-lah suatu kedisiplinan lahir dan berkembang sehingga pertumbuhan dan perubahan dari tantangan zaman memunculkan perkembangan manajemen, tata kelola diri dan seterusnya mengakar kepada sebuah lembaga atau organisasi sebagai laku nilai yang positif. Seluruh kehidupan di pondok pesantren modern subulussalam didasarkan pada nilai-nilai yang dijiwai oleh suasana konstruktif yang disebut dengan Panca Jiwa. Panca jiwa adalah lima nilai yang mendasari kehidupan di pondok untuk ditaati dan dipatuhi.. Adapun Panca Jiwa Pondok itu sendiri diantaranya; Pertama, Keikhlasan. Kedua, Kesederhanaan. Ketiga, Ukhuwah Islamiyah. Keempat, Berdikari. Kelima, Kebebasan. Selain itu, Pendidikan Pondok Pesantren Modern Subulussalam menekankan pada pembentukan pribadi mukmin muslim yang meliputi; Pertama, Berbudi Tinggi. Kedua, Berbadan Sehat. Ketiga, Berpengetahuan Luas. Keempat, Berpikiran Bebas. Dari keempat kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto Pondok.

Panca jiwa dan motto pondok ini merupakan adopsi dari pondok modern gontor, yang biasanya dapat dijadikan sebagai dasar dari pondok-pondok alumni, yang sifatnya tidak mengikat. Pada dasarnya keterkaitan antara Panca jiwa dan motto pondok ini sangat berpengaruh kepada tata laku kehidupan santri. tata laku inilah yang selanjutnya disebut bagian dari manajemen dan menghasilkan pendidikan multikultural yang memunculkan sebuah revolusi pemikiran baru dalam dunia pendidikan, yaitu dengan mengintegrasikan tiga pokok pendidikan; pendidikan rumah (madrasah ula), pendidikan sekolah (madrasah tsani), pendidikan kemasyarakatan (madrasah tsalis

(16)

al-291

Ijtimaiyyah).54 Tiga pokok pendidikan ini digabungkan dalam rangka membentuk

karakter (character building): berbudi tinggi dan berbadan sehat mewakili faktor pendidikan rumah, berpengathuan luas mewakili factor pendidikan sekolah, dan berbpikir bebas mewakili pendidikan social dan kemasyarakatan. Tiga faktor pendidikan itulah yang diterapkan di Pondok Pesantren Modern Subulussalam.

Belajar Manajemen tidaklah beda dengan menuntut ilmu harus menempuh tempaan terlebih dahulu. Mutlak berproses yaitu dengan keikhlasan, kesungguhan dan kesabaran. Didampingi guru inspiratif yang amanah dan istiqomah. Diperhitungkan kekuatan disiplin dan tanggung jawab serta pengalaman. Dijalin kehangatan komunikasi antara guru dan murid. Dilakukan proses ilmu yang dipelajari lewat ujian dengan presentasi, diskusi, dan berbagai pertanyaan.

Hakikatnya, melakukan proses pembelajaran dengan berbagai macam disiplin ilmu merupakan pengejawantahan dari proses pendidikan, pendidikan multikultural dan manajemen terdapat di dalamnya, seorang yang melalui proses tersebut idealnya memiliki enam kunci dalam meraih ilmu yang harus tertanam di dalam mentalitas penuntut ilmu diantaranya; pertama keikhlasan, kedua kesungguhan, ketiga tidak sembarangan memilih guru, keempat amanah, kelima kedisiplinan, dan keenam kehangatan suasana ruang belajar.55

Dengan demikian, semua kehidupan di Pesantren di atur oleh organisasi yang digerakkan oleh santri dan guru (kyai). Hal ini dimaksudkan agar, pesantren sebagai lembaga kaderisasi pemimpin, organisasi menjadi wadah untuk pelatihan, pendadaran, penggodokkan, untuk bisa menyelesaikan sekian banyak permasalahan, bahkan kesulitan-kesulitan. Karena kenyataannya, mereka yang banyak bekerja, berbuat, berfikir, adalah mereka yang bisa menyelesaikan banyak permasalahan dan tantangan. Mereka yang produktif, dinamis dan inovatif adalah mereka yang semangat dalam menjalankan tugas-tugas di pesantren.

E. KESIMPULAN

Manajemen dalam sebuah lembaga pendidikan fomal, non formal dan informal sangat dibutuhkan, sebagai suatu contoh pondok pesantren tidak hanya cukup dengan adanya manajemen yang baik dan terorganisir, idealnya antara Manajemen dan Total Quality Control harus seimbang. Yang dimaksud dengan Total Quality Control adalah mengontrol kualitas seluruh tata kehidupan di Pondok. Maka diperlukan; Pertama, Sistem Control. Kedua, Orang yang mengontrol. Ketiga, pelaksanaan control terhadap nilai dan sistem yang ada di Pondok.

Dalam melaksanakan nilai dan sistem dibutuhkan orang-orang yang memahami dan mengerti tentang nilai-nilai dan sistem tersebut dengan baik dan benar. Hal ini sangat penting, karena menata kehidupan pondok tidak saja terbatas pada hal-hal yang bersifat teknis, tetapi menyangkut strategi penanaman nilai, jiwa, dan filsafat hidup pondok. Ada standar operasional pelaksanaan yang terus menerus ditingkatkan, dan yang lebih utama adalah standarisasi pimpinannya, yang meliputi; Pola kepemimpinan, pola kerja, pola sikap, pola pikir, dan pola pendidikan dan pengajarannya. Hal ini menjadi sangat penting, karena pola kepemimpinan pengasuhnya akan mewarnai sikap mental para santrinya, mempengaruhi miliu dan dinamika kehidupan pondok secara menyeluruh. Pengasuh yang aktif dan dinamis, akan mewarnai etos kerja dan militansi santri-santrinya.

54 Muhammad Husein Sanusi, dkk. Trimurti; Menelusuri Jejak Sintesa dan Geneaologi Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, (Krapyak Wetan Panggung Harjo Bantul; Etifaq Production, 2016), 178

55 Adrian Mafatihullah Kariem, Lepas dari Lapas Hidup; Terapi Islami agar Hidup lebih bermakna, ( Jakarta; Republika, 2017), 303

(17)

292 Pemahaman bahwa orientasi pendidikan multikultural mengembangkan kompetensi dan kapasitas santri secara maksimal sesuai kodratnya yang merupakan given dari Allah SWT. Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan, dan praktik-praktik diskriminasi dalam proses pendidikan. Panca jiwa dan motto pondok merupakan sandaran nilai-nilai pokok pesantren. Pada dasarnya keterkaitan antara Panca jiwa dan motto pondok ini sangat berpengaruh kepada tata laku kehidupan santri. tata laku inilah yang selanjutnya disebut bagian dari manajemen dan menghasilkan pendidikan multikultural yang memunculkan sebuah revolusi pemikiran baru dalam dunia pendidikan, yaitu dengan mengintegrasikan tiga pokok pendidikan; pendidikan rumah (madrasah ula), pendidikan sekolah (madrasah tsani), pendidikan kemasyarakatan (madrasah tsalis al-Ijtimaiyyah).

(18)

293

DAFTAR PUSTAKA

A.Halim, Rr. Suhartini, M. Choirul Arif, & A. Sunarto AS, Manajemen Pesantren, Sewon: Pustaka Pesantren, 2005.

Abdul Mukti Fatah, Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, Jakarta: Listafa-Riskaputra, 2005. Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal Untuk Pemimpin, Ponorogo; Trimurti Press, 2011.

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Adrian Mafatihullah Kariem, Lepas dari Lapas Hidup; Terapi Islami agar Hidup lebih bermakna, Jakarta; Republika, 2017.

B. Marjani Alwi, Pondok Pesantren : Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem Pendidikannya, Jurnal LENTERA PENDIDIKAN, VOL. 16 NO. 2 DESEMBER 206 2013: 205-219. Baharun, H., & Awwaliyah, R. Pendidikan Multikultural dalam Menanggulangi Narasi

Islamisme di Indonesia. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Journal of Islamic Education Studies, 2017, 5(2)

Banks, J.A. Multicultural Education and Its Critics: Britain and the United States. In S. Modgil, G.K Verma, K Mallick & C. Modgil (eds), Multicultural Education: The Interminable Debate, London; The Falmer Press, 1986.

Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Dadang Shugiana, Strategi Pemasaran Merek Corporate Pencitraan Produk, Bandung: Resensi, 2007.

Fauzi, A. Membangun Epistemologi Pendidikan Islam Melalui Kepemimpinan Spiritual : Suatu Telaah Diskursif. Empirisma STAIN Kediri, 2015a. 24 (2).

G.R. Terry, Asas-asas Manajemen, Alih Bahasa, Winardi, Bandung: Alumni, 1986.

H.M. Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta:Diva Pustaka, 2003.

Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, .Jakarta: Gunung Agung, 1981.

Islamy, Athoilllah, and Saihu. “The Values of Social Education in the Qur’an and Its

Relevance to The Social Character Building For Children.” Jurnal Paedagogia 8, no. 2 (2019): 51–66.

Jeannie Oakes, “What Educational Indicators? The Case For Assesing the School Context”, Educational Evaluation and Policy Analysis 11,2, Summer, 1989.

Kymlicka, W. Multicultural Citizenship: A Liberal Theory of Minority Rights. Oxford: Oxford University Press, 1995.

M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1992.

Marzuki Wahid, “Pondok Pesantren dan Penguatan Civil Society”, Aula, Vol. 22, No. 2 Februari, 2000.

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.

Mastuki HS dan M. Ishom El-Saha (Ed.), Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, Jakarta; Diva Pustaka, 2003. Masykuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2011.

Muali, C. Rasionalitas Konsepsi Budaya Nusantara dalam Menggagas Pendidikan Karakter Bangsa Multikultural. Jurnal Islam Nusantara, 2017. 1(1).

Muhammad Husein Sanusi, dkk. Trimurti; Menelusuri Jejak Sintesa dan Geneaologi Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, Krapyak Wetan Panggung Harjo Bantul; Etifaq Production, 2016.

(19)

294 Nana Meily Nurdiansyah, Budaya Sekolah dalam Pengembangan Karakter Peserta Didik (Studi di SMK Negeri 4 Tangerang), Tesis Program Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2017. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/36485

Sadiq Rasheed, Defining Quality in Education, The International Working Group on Education Florence, June, 2000.

Saihu, Made. Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme Agama Di Jembrana-Bali). Yogyakarta: Deepublish, 2019.

Saihu, Saihu. “Modernisasi Pendidikan Islam Di Indonesia.” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam 1, no. 1 (2018): 1–33.

———. “PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURALISME.” Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam 1, no. 2 (2018): 170–87.

———. “The Urgency Of Total Quality Management In Academic Supervision To Improve The Competency Of Teachers.” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 02 (2020): 297–323.

Samsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013.

Sanaky, Peran Public Relations dalam Kompetisi Dunia Usaha, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2006.

Soleh Rosyad (penyusun), Drs. KH. Ahamd Rifa’i Arief : Kiprah Kyai Entrepeneur : Sebuah Pembaharuan Dunia Pesantren di Banten, Jakarta: PT. Grasindo, 2011.

Stephen Robbins, Organizational Behavior, Mexico: Prentice Hall, 2003. Subana, M, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Sukmadinata Nana Saodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007.

Tim Penyusun, Pedoman Kerja Kepegawaian Pondok Pesantren Modern Subulussalam Masa Pengabdian 2013-2014, Merancang Revitalisasi Sistemik dan Komitmen Perjuangan untuk Subulussalam yang lebih baik.

Unong Uchjana Effendi, Human Relation dan Public Relation Dalam Manajemen, Bandung: Alumni, 1986.

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Cet. IX; Jakarta: LP3ES, 2011.

Zulkarnain Nasution, Manajemen Humas di Lembaga Pendidikan: Konsep, Fenomena, dan Aplikasinya, Malang: UMM Press, 2006.

Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Internet :

http://subulussalam-kresek.ponpes.id/tentang_kami. di akses pada Minggu 01/03/2020. http://subulussalam-kresek.ponpes.id/pimpinan_umum

Wawancara:

Nara sumber Ust. Abd. Basit Chudori, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

Nara sumber Ust. Abd. Basit Chudori, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

Nara sumber Ust. Abdul Basit Chudori, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Minggu 01/03/2020

(20)

295

Nara sumber Ust. Amal Faichan, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

Nara sumber Ust. Medi Humaedi, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan, Rabu 04/03/2020

Nara sumber Ustz. Neni Nur’aeni, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

Nara sumber Ustz. Nurul Azizah, Pengurus dan Dewan Guru Pondok Pesantren Modern Subulussalam. Wawancara dilakukan di kediaman beliau, Rabu 04/03/2020

Referensi

Dokumen terkait

Gejala klinis yang ditunjukkan udang vaname (L. vannamei) sampel dan udang vaname (L. vannamei) yang diinfeksi oleh 5 bakteri berbeda pada uji Postulat Koch mengakibatkan gejala

[r]

Effects of joint attention mediated learning for toddlers with autism spectrum disorders: an initial randomized controlled study.. The behaviors of parents of children with

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!. Start

Aplikasi Decision Support Systems (DSS) atau Sistem Penunjang Keputusan (SPK) penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahasiswa Politeknik Negeri Malang adalah aplikasi yang

Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk Merancang desain Sistem alat pengering ikan memanfaatkan panas gas buang motor induk kapal agar hasil tangkapan ikan dapat

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis bentuk pertumbuhan karang ( coral lifeform ), indeks keanekaragaman bentuk pertumbuhan karang ( coral