• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurunnya Kehadiran Pemuda dalam Mengikuti Ibadah Gerakan Pemuda. di GPIB Jemaat Immanuel Balikpapan. (Kajian Teori Sosio-Teologis) Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menurunnya Kehadiran Pemuda dalam Mengikuti Ibadah Gerakan Pemuda. di GPIB Jemaat Immanuel Balikpapan. (Kajian Teori Sosio-Teologis) Oleh"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i

Menurunnya Kehadiran Pemuda dalam Mengikuti Ibadah Gerakan Pemuda di GPIB Jemaat Immanuel Balikpapan

(Kajian Teori Sosio-Teologis)

Oleh

Akselofira Khidsal Dukhid 712015014

Tugas Akhir

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

Disusun sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

Kata Pengantar

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa mencurahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tentu saja tidak terlepas dari doa dan upaya serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis ingin menyampaikan terimah kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus sebagai juru mudi kehidupan penulis, yang senantiasa memberikan pembelajaran hidup dalam kehidupan sehari-hari melalui cara-Nya yang luar biasa. Bahkan di saat terpuruk ketika penulis mengalami kecelakaan lalu lintas pada akhir tahun 2016, karya Tuhan bekerja dalam hidup penulis sehingga masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik lagi.

2. Abdul Dukhid dan Sally Agnes Hukom yang telah dimandatkan Tuhan untuk menjadi orang tua penulis. Penulis mengucapkan terimakasih yang sangat dalam karena melalui kalian, penulis dapat hadir di dunia ini dan boleh melangkah sejauh ini. Kalian adalah Pahlawan Super dalam kehidupan penulis, karena disaat penulis mengalami masa-masa kelam sekalipun, kalian selalu hadir menjadi yang terdepan guna memberikan yang terbaik bagi penulis. Teruslah sehat bapak dan mama, penulis sayang kalian.

3. Ansyefira Stefani Dukhid dan Alicyafira Johanna Dukhid yang telah dimandatkan Tuhan untuk menjadi adik-adikku. Teruslah menjadi anak yang taat sama orang tua, berikan yang terbaik yang kalian miliki untuk orang tua terlebih Tuhan. Sehat terus kalian, I love both of you.

4. Seluruh sanak keluarga baik di Balikpapan, Gresik, serta di manapun kalian berada. Terimakasih karena telah membantu penulis dengan

(7)

vi

semangat dan motivasi yang kalian berikan agar penulis dapat terus fokus menyelesaikan perkuliahan dan menjalani hari-hari.

5. Dhea Filadelfia Sukanada terimakasih karena telah menjadi salah satu sumber penyemangat penulis dalam menjalani perkuliahan dan kehidupan. Terimakasih sudah mau mendengarkan keluh kesah penulis. Memberi motivasi, memberikan nasihat yang membangun, walau sesekali dirimu sesekali marah-marah nda jelas dengan penulis, namun penulis sayang dengan kamu, Love you.

6. Pdt. Agus Supratikno, M.Th dan Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu, yang senantiasa memberikan semangat bagi penulis dalam melaksanakan bimbingan, memberikan motivasi, usulan, serta revisian sehingga penulis lebih fokus dan terarah dalam menyelesaikan tugas akhir.

7. Psikopathmily, terimakasih Resa, Maya, Erik, Windi, Prins, Ine, Yosua, Vani, Killa, Angel, Sintha karena telah memberikan semangat, motivasi, serta menemani dan membimbing penulis dalam perkuliahan hingga dalam menyelesaikan tugas akhir. Kiranya persaudaraan kita tidak lekang oleh waktu, namun semakin dikuatkan dalam Tuhan, penulis menyayangi kalian.

8. Sara Melulu, terimakasih Wido, Geby, Nyongki, Merry, Marlon, Tamariska, Chindy atas semangat dan dukungan yang telah kalian berikan bagi penulis. Kiranya persaudaraan kita tidak lekang oleh waktu, namun semakin dikuatkan dalam Tuhan, penulis menyayangi kalian. “AUS NIH” 9. Jemaat GPIB Immanuel, yang telah memberikan kesempatan untuk

melaksanakan penelitian di sana dan juga menjadi gereja asal penulis yang jemaatnya senantiasa mendukung penulis dalam doa. Terkhusus Gerakan Pemuda Immanuel, yang senantiasa mendukung penulis menyelesaikan tugas akhir. Apelle!

10. Jemaat GPIB ATK di Ambarawa, terimakasih karena telah menjadi tempat penulis dalam berproses selama PPL 1-8, yang senantiasa membentuk

(8)

vii

pribadi penulis dalam pelayanan, juga mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir.

11. Jemaat GPIB Benowo Surabaya, terimakasih karena telah menjadi tempat bagi penulis melaksanakan PPL-X, dan telah membentuk pribadi penulis agar menjadi manusia yang lebih baik lagi setiap harinya. Kepada Gerakan Pemuda Benowo yang senantiasa memberikan semangat bagi penulis dalam melaksanakan PPL-X di sana dan senantiasa juga membuat penulis semakin jatuh cinta kepada Tuhan dan Persebaya Surabaya. Kon semua Mbois !

12. Teologi Angkatan 2015 serta kalian semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, sekali lagi saya ucapkan terimakasih karena kalian berpengaruh dalam kehidupan penulis. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salatiga, 5 September 2019

(9)

viii

MOTTO

“Lebih baik lulus di waktu yang tepat,

daripada lulus tepat waktu!

Namun jika lulus tepat waktu adalah waktu

Tuhan yang tepat bagimu yasudah

baguslah”

-akd-

“Tuhan juga bersama dengan orang-orang

yang santai, tapi kalau kamu terlalu

santai,Tuhan juga bisa lepas tangan.”

-akd-

*GOD IS GOOD*

(10)

ix

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah Gerakan Pemuda (GP) di GPIB Immanuel Balikpapan, serta menjelaskan kajian teori tindakan sosial Max Weber dan teori spiritualitas Hubertus Leteng terhadap faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah Gerakan Pemuda di GPIB Immanuel Balikpapan. Penelitian ini berdasar pada keadaan kegiatan peribadahan GP yang telah dilaksanakan oleh pengurus bagi anggota GP terlihat mengalami respon yang kurang baik dengan dinamika naik turunnya kehadiran anggota di tiap minggunya yang tentu saja hal ini sangat berbeda dari periode sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Data diambil dengan menggunakan metode observasi, wawancara secara mendalam. Data yang didapatkan kemudian dianalisis berdasarkan kajian sosio-teologis yang didukung oleh beberapa teori, yaitu Tindakan Sosial Max Weber, Spiritualitas Hubertus Leteng dan Pemuda.

Melalui penelitian ini ditemukan bahwa ada beberapa faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran pemuda dalam ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan. Suatu tindakan yang dilakukan dalam kehidupan pemuda didasari oleh suatu tindakan sosial. Tindakan sosial terjadi di dalam faktor menurunnya kehadiran

pemuda di dalam ibadah. Faktor kesibukan, menunggu ajakan teman dekat, termasuk

dalam tindakan sosial Rasional Instrumental. Faktor kejenuhan, kebosanan dalam ibadah, selanjutnya pribadi yang susah bergaul, tertutup atau introvert, beberapa hal di atas juga selaras dengan teori Tindakan Sosial Afektif. Faktor ibadah yang terkesan monoton atau tidak kreatif, hal tersebut selaras dengan teori Tindakan sosial Tradisional. Ibadah merupakan sarana pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan spiritualitas. Spiritualitas manusia terjadi dalam tiga bentuk relasi yaitu kepada Allah, alam, dan sesama manusia. Kehidupan pemuda akan selalu saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Kehidupan spiritualitas mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam tiga bentuk relasi kepada Allah, alam dan sesama manusia. Kata Kunci :Gerakan Pemuda (GP), Ibadah, Faktor.

(11)

1

Pendahuluan

Tahun 1954, resmi berdiri GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) dengan nama Jemaat GPIB Balikpapan yang berpedoman pada Tata Gereja yang ditetapkan oleh Majelis Sinode GPIB di Jakarta selaku Pusat Pimpinan Organisasi. Dengan pesatnya pertambahan anggota jemaat yang mendiami seluruh wilayah Kota Balikpapan (9 Sektor Pelayanan) sudah menimbulkan kesulitan jangkauan pelayanan yang memadai bagi warga jemaat. Pada hari Minggu Paskah 30 Maret 1986 Jemaat GPIB Balikpapan dimekarkan dan dilembagakan menjadi 4 (empat) Jemaat dewasa dalam satu ibadah terpadu di gedung gereja Maranatha yang diantaranya ialah Jemaat GPIB Maranatha, Jemaat GPIB Pniel, Jemaat GPIB Bukit Sion, Jemaat GPIB Sepinggan (Syaloom). Sepinggan (Syaloom)

Seiring berjalannya waktu, berpedoman pada Peraturan GPIB nomor 10 tentang Pendewasaan dan Pelembagaan Jemaat, yang mengatur persyaratan pendewasaan dan pelembagaan jemaat antara lain, jika satu Jemaat yang telah mempunyai 400 KK dapat dimekarkan dan dilembagakan menjadi dua Jemaat dewasa. Maret 1999, melalui Majelis Jemaat GPIB Pniel Balikpapan dibentuklah Panitia Persiapan Pendewasaan dan Pelembagaan Sektor Pelayanan V dan VI GPIB Pniel Balikpapan. Setelah berproses selama beberapa bulan, diadakanlah Ibadah Pelembagaan Jemaat GPIB Immanuel Balikpapan, yang dilaksanakan pada hari Minggu, 10 Oktober 1999 pukul 18.00 wita di gedung gereja Immanuel oleh Ketua Umum Majelis Sinode GPIB, Pendeta O.E.Ch. Wuwungan. Pada saat itu, Pendeta yang ditempatkan oleh Majelis Sinode GPIB selaku Ketua Majelis Jemaat belum ada, sehingga Pimpinan sehari-hari dilaksanakan oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat. Hingga saat ini, GPIB Immanuel Balikpapan memiliki 6 Unsur PELKAT (Pelayanan Kategorial) yaitu, PA (Pelayanan Anak), PT (Persekutuan Teruna), GP (GP), PKP (Persekutuan Kaum Perempuan), PKB (Persekutuan Kaum Bapak), dan PKLU (Persekutuan Kaum Lanjut Usia). Semua proses kegiatan PELKAT berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, salah satu contohnya adalah kegiatan peribadatan, yang tidak terkecuali

(12)

2

adalah ibadah PELKAT GP, atau biasa disebut dengan istilah ibadah GP yang

dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 19.30 WITA.1

Pada hakikatnya, pemuda sendiri dikenal dengan istilah adult yang berasal dari kata latin adultus yang memiliki arti telah tumbuh menjadi “kekuatan” dan ukuran

yang sempurna atau telah menjadi dewasa.2 Menurut Undang – Undang No. 40 tahun

2009, Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh)

tahun.3 Secara Psikologis, pemuda memiliki beberapa kondisi yang menguntungkan.

Secara fisik, pemuda merupakan masa ketika kondisi fisik dan kesehatan seseorang berada pada tingkat optimal. Secara sosial, berbeda dengan remaja, pemuda mulai hidup

mandiri dan makin mengurangi ketergantungan terhadap orang tua.4

Dalam GPIB juga ada kelompok persekutuan pemuda yang bernama Gerakan Pemuda (GP) yang dikategorikan dalam usia 18-35 tahun. Sebagian besar anggota GP Immanuel Balikpapan berlatarbelakang pekerja, mahasiswa dan siswa di sekitar wilayah Balikpapan. Kaum pemuda juga merupakan kelompok yang selalu bergerak dan

bertindak untuk suatu kemajuan5. Keberadaan Gerakan Pemuda (GP) juga seringkali

dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan gereja, apabila GP-nya aktif maka gereja itu merupakan suatu gereja yang maju dan berkembang. GP sendiri idealnya menjadi “motor penggerak” dalam setiap pelayanan atau kegiatan yang dilakukan oleh gereja,

atau dapat dikatakan GP adalah “kekuatan” terbesar yang dimiliki oleh gereja GPIB.6

Keberadaan Pemuda GPIB Immanuel Balikpapan dapat dikatakan sangat dikenal oleh

1 http://GPibimmanuelbpn.org/sejarah-GPib-immanuel-balikpapan/ di akses pada tanggal 5 Agustus

2019, pukul 11.20 WIB

2 Gould R, Adult Life Stages : Growth Toward Self-Tolerance, (Psychology Today, 1975), hal

24.

3 Pembukaan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang

Kepemudaan.

4 E.B. Hurlock. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.

(Erlangga: Jakarta). hal 24.

5 Riauland Arisdantha Sembiring, “Peran Majelis dalam Mengatasi Ketidakaktifan Pemuda

Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Semarang, (Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana, 2016), hal 10.

(13)

3

masyarakat kota Balikpapan dalam hal peran kepemudaan di berbagai kegiatan-kegiatan di kota Balikpapan, baik itu kegiatan yang diselenggarakan oleh BKSGB (Badan Kerja Sama Gereja-Gereja di Balikpapan), Pemerintah Kota Balikpapan, Kepolisian, TNI, dan beberapa lembaga lainnya. Dapat dikatakan eksistensi GP Immanuel dalam lingkup gereja dan masyarakat luas sudah sangat dikenal, sehingga saat ini sudah memiliki “nama” yang baik di dalam lingkup gereja, kota atau masyarakat di luar gereja.

Adapun kegiatan yang dilakukan GP Immanuel adalah kegiatan ibadah, dan juga kegiatan non ibadah. Kegiatan yang non-ibadah di antaranya adalah diskusi mengenai isu-isu masa kini bersama internal anggota GP, dan juga ada kegiatan di bidang olahraga, baik itu Fun Futsal dan Badminton GP. Namun yang terjadi akhir-akhir ini, adanya ketidakseimbangan antara kegiatan non-ibadah dan kegiatan ibadah. Kehadiran pemuda di dalam ibadah GP mengalami penurunan yang cukup signifikan. Rata-rata jumlah kehadiran dalam ibadah GP yang terjadi pada tiga tahun kebelakang adalah minimal 20 anggota dan maksimal bisa mencapai 60 anggota. Namun yang terjadi akhir-akhir ini adalah minimal 10-15 anggota dan maksimal 35 anggota, dari 113

anggota GP yang terdaftar di database gereja.7 Hal itu sangat berbanding terbalik

dengan kehadiran pemuda dalam kegiatan di luar ibadah yang bisa mencapai minimal 20 orang. Idealnya, sebagai pemuda hendaknya selalu semangat untuk bersekutu dan

beribadah kepada Tuhan.8

Ibadah bagi pemuda Kristen adalah sesuatu yang sangat penting, karena ibadah merupakan suatu bentuk persekutuan atau pertemuan antara manusia dan Tuhan, melalui penyerahan diri kepada Tuhan untuk menjadi saksi Tuhan di dalam dunia sehingga manusia perlu untuk beribadah dengan benar, dan ibadah juga boleh menjadi dasar kehidupan pemuda dalam melakukan segala sesuatu aktivitas atau kegiatan yang

dilakukan.9 Dengan demikian sangatlah penting bagi GP untuk datang beribadah,

bersekutu kepada Tuhan agar kehadiran GP di tengah-tengah jemaat dan masyarakat

7 Database GP GPIB IMMANUEL BALIKPAPAN sampai bulan Desember 2018. 8 Berdasarkan prawawancara dengan pengurus anggota GP.

9 Malcolm Brownlee. Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan : Dasar Theologis Bagi

(14)

4

bisa memberikan dampak yang positif dan dapat menjadi teladan dalam memberikan kesaksian tentang Allah karena telah memiliki dasar-dasar spiritual yang didapat di dalam ibadah GP. Selain hubungannya dengan Tuhan, ibadah juga sangat penting karena GP bisa mendukung rekan sesamanya dalam menjalani kehidupannya melalui relasi yang baik dan tentu saja juga akan menumbuhkembangkan spiritualitas di dalam kehidupan pemuda.

Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin-Indonesia yaitu “spirit” yang

memiliki beberapa arti, di antaranya ialah, roh, jiwa, sukma, dan nafas hidup.10

Menurut Hubertus Leteng spiritualitas sejatinya memiliki 3 bentuk relasi, yaitu kepada Tuhan, alam dan manusia. Spiritualitas manusia itu dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik apabila hubungan kepada Tuhan, alam dan sesama manusia juga baik.11

Berdasarkan latar belakang di atas, fokus tulisan ini akan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP, dengan menggunakan teori Tindakan sosial. Tindakan sosial menurut Weber berorientasi pada motif dan perilaku, yang bertujuan untuk memahami perilaku setiap individu maupun kelompok bahwa masing-masing memiliki motif dan tujuan yang berbeda terhadap

sebuah tindakan yang dilakukan.12

Penulis berminat untuk meneliti apa faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan, serta bagaimana kajian teori tindakan sosial dan teori Spiritualitas Hubertus Leteng terhadap faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan. Berdasarkan pertanyaan yang menjadi fokus penelitian di atas, maka tujuan yang ingin di capai oleh penulis yaitu mendeskripsikan faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan, serta menjelaskan kajian teori tindakan sosial dan teori

10 S.M.Siahaan, Ruakh Dalam Perjanjian Lama: Tinjauan Historis Teologis Atas Pengertian

Roh, Jakarta: BPK-GM, 2012, hal. 65

11 Hubertus Leteng, Pertumbuhan Spiritual, Jalan Pencerahan Hidup, (Jakarta, OBOR, 2012)

hal 2

12 Pip Jones, Pengantar Teori-Teorio Sosial : Dari Teori Fungsionalisme Hingga

(15)

5

spiritualitas Hubertus Leteng terhadap faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan penelitian kualitatif. Jenis dan metode penelitian yang

akan penulis lakukan adalah Deskriptif Analitis.13 Deskriptif karena penelitian

diarahkan untuk memberi gambaran tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran pemuda dalam Ibadah GP. Analitis karena data yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan.

Dengan demikian pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang sebenarnya, kemudian hasil penelitian tersebut disusun, diolah, dan dianalisis untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas lagi

mengenai masalah yang ada.14Alat pengumpulan data yang digunakan adalah metode

wawancara. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

informasi secara langsung dari sumber data melalui dialog tanya jawab.15 Teknik

wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (In-depth Interview).16

Wawancara dilakukan kepada semua pengurus GP Immanuel Balikpapan, dan 8 orang anggota GP Immanuel Balikpapan yang ditentukan berdasarkan alasan khusus, misalnya yang rajin dan yang kurang rajin mengikuti ibadah GP. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara mendalam berbagai informasi yaitu, pendapat, pandangan, pengalaman, serta pemikiran beberapa anggota GP yang telah dipilih berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Selain wawancara, penulis juga melakukan observasi, yaitu pengamatan terhadap objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan tujuan untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.17

13 Aan Prabowo dan Heriyanto, “Analisis Pemanfaatan Buku Elektronik ( E-Book ) oleh

Pemustaka di Perpustakaan Sma Negeri 1 Semarang”, JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, 2013,hal 5.

14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Alfabeta :Bandung),2008,

hal 105.

15Satori dan Komariah, Metode, hal 130.

16Noor Wahyuni, “In-Depth Interview”,

(https://qmc.binus.ac.id/2014/10/28/in-depth-interview-wawancara-mendalam/, diakses pada 13 Februari, 2019), pukul 08.41 Wib.

(16)

6

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi langsung, maka penulis akan terlibat langsung di lapangan yaitu di GPIB Immanuel Balikpapan.

Adapun sistematika yang di gunakan oleh penulis dalam proses penelitian ini adalah sebagai berikut, terdiri dari pendahuluan, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pemuda, tindakan sosial menurut pemikiran Weber, dan spiritualitas menurut Hubertus Leteng. Selanjutnya menyertakan data hasil penelitian di GPIB Immanuel Balikpapan. Kemudian pembahasan mengenai faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan, serta menjelaskan kajian teori tindakan sosial dan teori spiritualitas Hubertus Leteng terhadap faktor-faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda dalam mengikuti ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan.

Pemuda

Pemuda adalah individu yang jika dilihat secara fisik sedang mengalami tumbuh kembang baik secara psikis dan perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi baik saat ini maupun nanti,

guna menggantikan generasi sebelumnya.18 Adapun definisi lain yang disebutkan di

dalam Undang-Undang negara nomor 40 tahun 2009 pasal 1 ayat 1-2 yang mengatur tentang kepemudaan, bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki suatu tahapan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dirinya, sejak usia 16 tahun hingga 30 tahun. Kepemudaan adalah salah satu hal yang berkaitan dengan karakter, potensi, hak, tanggung jawab, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita

pemuda.19

Salah satu sejarawan Indonesia yaitu Taufik Abdulah mengatakan pemuda adalah konsep yang sering dibentuk oleh nilai-nilai, karena seringkali pemuda dikaitkan dengan nilai-nilai yang melekat dalam kata pemuda itu. contohnya ialah “Pemuda

18 Muhammad Umar Syadat Hasibuan, Revolusi Politik Kaum Muda, (Jakarta, Yayasan Obor

Indonesia,2008) hal 4

(17)

7

sebagai harapan bangsa,” “pemuda harus dibina”, dan beberapa lainnya.20. Selanjutnya,

menurut WHO mereka yang berusia 18-65 tahun digolongkan sebagai pemuda. Selain pemuda secara umum, pemuda juga ada terdapat di dalam keKristenan, yang biasanya disebut dengan pemuda Kristen. Pemuda Kristen adalah SDM yang sangat penting juga bagi pembangunan jemaat dan masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan dan

terpadu.21

Melalui beberapa definisi di atas, pemuda dapat dikatakan sebagai individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Secara sederhana pemuda dapat diartikan sebagai individu yang sedang memasuki tahapan penting dalam pertumbuhkembangan fisik serta emosional yang berlangsung dari usia 16-30 tahun. Selain sebagai sumber daya manusia berpotensi dalam pembangunan negara, pemuda Kristen khususnya, juga memiliki potensi yang sama dalam pembangunan jemaat gereja.

Tindakan Sosial Max Weber

Sebagai manusia dan sosiolog, Weber mengapresiasi lingkungan sosial di mana ia berada, dengan memperhatikan tujuan-tujuan warga masyarakat yang bersangkutan dan oleh sebab itu berupaya memahami tindakan mereka. Inilah yang membedakan ilmu sosial dari ilmu alamiah. Berbeda dari sosiologi tindakan lainnya, perhatian Weber terhadap teori-teori tindakan berorientasi tujuan dan motivasi pelaku, hal ini bukan berarti bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, dalam hal interaksi spesifik antarindividu belaka. Weber juga turut memperhatikan lintasan besar sejarah serta perubahan sosial, dan ia meyakini bahwa cara terbaik untuk memahami berbagai masyarakat adalah menghargai setiap tindakan yang menjadi ciri khasnya. Weber menolak pandangan Marx dan Durkheim yang memandang tugas mereka adalah mengungkapkan kecenderungan-kecenderungan dalam kehidupan sosial manusia. Weber justru melakukan rekonstruksi makna di balik kejadian-kejadian sejarah yang

20 Taufik Abdullah,ed, Pemuda dan Perubahan Sosial, (Jakarta, LP3ES, 1991) hal 1 21 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta, BPK Gunung Mulia) hal 201

(18)

8

menghasilkan struktur-struktur dan bentukan-bentukan sosial, tetapi pada saat yang

sama memandang semua konfigurasi kondisi historis itu unik.22

Weber berpendapat bahwa seseorang bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak, kejadian-kejadian historis secara berurutan yang memengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan pada pelakunya yang hidup pada masa kini, akan tetapi tidak mungkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial. Dalam hal membantu upaya pembandingan ini, Weber berpendapat bahwa sosiologi

seharusnya menggunakan konsep seluas mungkin.23 Menurut Weber, tindakan sosial

dapat disebut tindakan individu, apabila sepanjang tindakan itu bermakna bagi dirinya sendiri serta diarahkan kepada orang lain. Sebaliknya, sebuah tindakan individu bila dilakukan terhadap benda mati dan tanpa ada hubungannya dengan orang lain, maka dapat dikatakan hal itu bukan merupakan tindakan sosial. Misalnya tindakan seseorang memukul pintu, hal itu bukan merupakan tindakan sosial, akan tetapi tindakan itu dapat menjadi tindakan sosial jika ternyata di belakang pintu tersebut berdiri seseorang, dan dua orang tersebut bereaksi marah karena kesakitan terkena pintu yang terdorong akibat

pukulan tersebut.24

Tindakan sosial yang dimaksudkan oleh Weber berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Tindakan sosial juga bisa berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari sesuatu tertentu. Tindakan sosial juga merupakan sebuah tindakan perulangan dengan sengaja akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Selain itu, tindakan

sosial bisa berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.25 Weber

menganjurkan, supaya tindakan sosial yang mungkin hanya bisa dimengerti individu (bersifat subjektif) itu dapat dipelajari melalui penafsiran dan pemahaman atau yang sering disebut sebagai pemahaman subjektif. Jika seseorang hanya berusaha meneliti

22 Jones Pip, Liz Bradbury, Shaun Le Boutillier, Pengantar Teori-teori Sosial, Terj. Achmad

Fedyani Saifuddin. Edisi kedua, (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016) hal 117

23 Jones, Pengantar, hal 118

24 Yesmil Anwar dan Adang Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta, Grasindo, 2008) hal 73 25 Yesmil, Pengantar, hal 73

(19)

9

perilaku, dia tidak akan yakin bahwa perbuatan itu ternyata memiliki arti subjektif dan diarahkan kepada orang lain. Dengan demikian, seorang peneliti sosiologi harus berusaha mengintrepresentasikan tindakan si aktor. Dalam artian yang mendasar,

sosiolog harus memahami motif dari tindakan si aktor.26

Rasionalitas dan peraturan biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas tempat aspek-aspek subjektif perilaku dapat dinilai secara objektif. Misalnya ketika seseorang dihadapkan pada dua produk yang sejenis namun berbeda harga, lalu ia memilih produk yang lebih murah. Perilaku ini dapat dimengerti sebagai suatu perilaku rasional karena sesuai dengan kriteria rasional objektif yang dapat diterima. Sementara itu, tidak semua perilaku dapat dimengerti sebagai sesuatu yang rasional. Seperti cinta, kemarahan, atau ketakutan mungkin diungkapkan dalam perilaku nyata dalam bentuk yang sepintas lalu terlihat tidak rasional. Namun, seseorang dapat mengerti perilaku seperti itu jika orang itu tahu emosi yang mendasar yang sedang

diungkapkan.27

Rasionalitas merupakan konsep dasar yang diungkapan Weber dalam mengklasifikasikan tindakan sosial. Adanya pembedaan pokok yang diberikan, yaitu antara tindakan rasional dan yang nonrasional. Tindakan rasional bagi Weber berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Semakin rasional tindakan sosial tersebut maka akan semakin mudah dipahami. Dengan demikian Weber membedakan tindakan sosial menjadi empat tipe di antaranya ialah tindakan sosial Rasionalitas Instrumental, kemudian tindakan sosial Rasionalitas Nilai, selanjutnya ialah tindakan sosial Afektif, dan yang terakhir adalah

tindakan sosial Tradisional.28 Pertama ialah Tindakan Rasionalitas Instrumental (Zwerk

Rational Action), tipe ini merupakan tindakan sosial murni. Dalam tindakan yang merupakan tindakan paling rasional ini, seseorang tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu

26 Yesmil, Pengantar, hal 74 27 Yesmil, Pengantar, hal 74

28 Max Weber, Economy and Society, an outline of interpretive sociology , ed. Guenther Roth

(20)

10

sendiri. Hal ini berarti seseorang akan membuat pertimbangan dan pilihan yang sadar akan tujuan dari tindakannya dan alat yang akan dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Seorang individu dianggap memiliki berbagai tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria, ia akan menentukan satu pilihan. Salah satu contohnya, Ridwan memutuskan untuk mempelajari bahasa Jerman agar lebih mudah dalam mengikuti tes beasiswa ke Jerman. Setelah mempertimbangkan, Ridwan membeli kamus sederhana atau mengikuti kursus bahasa Jerman private, ia memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Jerman dengan membayar biaya kursus dengan uang tabungannya sendiri. Menurutnya jika mengikuti kursus maka akan lebih efektif

mempelajari bahasa Jerman, karena bisa langsung latihan percakapan.29

Kedua ialah Tindakan Rasionalitas Nilai (Werktrational Action). Dalam tipe ini, seseorang tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat untuk mencapai tujuannya ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Dalam tipe ini, antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sulit untuk dibedakan. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa tindakan ini termasuk dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat. Terutama bagaimana mencapai tujuan itu, bukan tujuan sendiri. Salah satu contohnya, misalnya dalam tindakan religius dalam pelaksanaan ibadah puasa atau salat bagi kaum muslim. cara melaksanakan ibadah puasa dan salat adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Adapun apakah puasa dan salatnya itu diterima atau tidak oleh Tuhan. Sepenuhnya diserahkan kepada kekuasaan-Nya. Perlu diperhatikan bahwa terkadang salat dan puasa seseorang itu dapat menjadi tujuan atau merupakan cara untuk mencapai hal lain.30

Ketiga, Tindakan Afektif (Affectual Action). Tindakan ini merupakan tindakan yang dipengaruhi oleh perasaan atau emosi. Tindakan ini seringkali dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran yang penuh. Luapan perasaan cinta, amarah, ketakutan, ataupun gembira dan ungkapan-ungkapan perasaan spontan

29 Yesmil, Pengantar, hal 75 30 Yesmil, Pengantar, hal 75

(21)

11

seseorang yang dilakukan tanpa pertimbangan akal budi dan kesadaran penuh menunjukkan bahwa orang itu sedang menunjukkan tindakan efektifnya. Tindakan ini cukup sulit dipahami karena kurang atau bahkan tidak rasional. Salah satu contohnya ialah ketika seseorang melompat kegirangan dan kemudian memeluk kekasihnya di

tengah keramaian ketika bertemu kembali setelah sekian lama berpisah.31

Keempat ialah Tindakan Tradisional (Traditional Action). Tindakan tipe ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan pada masa lalu. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan tanpa menyadari alasannya atau tanpa membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan. Jika orang tersebut ditanya mengapa ia melakukan tindakan tersebut, sebagian besar akan menjawab “itu sudah tradisi , kebiasaan kami” atau “itu ajaran dari nenek moyang kami.” Beberapa contohnya ialah, Salaman dengan mencium tangan orang tua, hormat kepada orang yang lebih tua, berjabat tangan harus menggunakan tangan kanan, atau berbagai upacara adat, misalnya melakukan unduh-unduh dengan mengumpulkan hasil panen, disusun sedemikian rupa, dan diarak keliling desa

kemudian dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk ungkapan syukur.32

Dengan demikian, keempat tipe tindakan di atas merupakan tipe ideal. Tidak selalu tindakan hanya mengandung salah satu tipe ideal, tetap bisa saja menyangkut tipe-tipe yang lainnya. Misalnya, dalam tindakan tradisional mungkin mengandung kepercayaan yang sadar akan nilai sakral tradisi dalam masyarakat dan ini berarti terdapat tipe tindakan berorientasi nilai. Selain itu, berjabat tangan mungkin ungkapan persahabatan (afektif), kebiasaan (tradisional), atau sebuah persetujuan kerja sama

(instrumental).33

Spiritualitas

Pada umumnya, setiap manusia menyadari dan mengetahui bahwa segala ciptaan Tuhan bertumbuh dan berkembang. Demikian juga sebagai ciptaan Tuhan,

31 Yesmil, Pengantar, hal 76 32 Yesmil, Pengantar, hal 77 33 Yesmil, Pengantar, hal 78

(22)

12

manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke waktu, tidak hanya secara fisik jasmaniah, tapi juga secara mental spiritual. Berbagai kemampuan, seperti pengetahuan, perasan, kehendak manusia senantiasa dinamis, bergerak dan bergiat. Banyak bakat atau hobi manusia yang juga cenderung bertumbuh dan berkembang. Berkat dan rahmat, kekudusan dan kesalehan seseorang juga bergerak dan berubah-ubah. Dengan demikian, seluruh aspek kehidupan manusia berada di dalam sebuah gerakan, karena memang pada dasarnya ialah “setiap kehidupan merupakan perjalanan

tak terputus menuju kematangan” atau kesempurnaan.34

Istilah Spiritualitas dalam kamus bahasa Latin-Indonesia dibentuk dari kata Latin yaitu “spirit” yang memiliki beberapa arti, antara lain: roh, jiwa, sukma, nafas hidup, kata “spirit” dalam bahasa Inggris juga berarti semangat. Jadi dalam hal ini, spiritualitas adalah sesuatu yang berkaitan dengan roh, juga semangat. Kata roh dalam bahsa Ibrani adalah “Ruakh” yang juga diterjemahkan dengan kata “spirit” atau “roh” dan juga berkaitan dengan semangat. Kata Ruakh sering dikaitkan dengan Roh Allah. Roh Allah adalah suatu kekuatan atau kuasa yang datang dan berasal dari Allah yang menguasai manusia, dan Roh ini yang memotivasi manusia untuk bertindak dan

melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa atau mengagumkan.35

Bentuk Spiritualitas Manusia terhadap Allah dan Alam

Dalam kehidupan seseorang, memiliki nilai spiritualitas yang tidak dapat dipisahkan dalam dirinya karena spirtualitas menyangkut keutuhan diri baik perasaan maupun emosi dalam diri nya yang berhubungan dengan hal-hal yang baik yang tidak hanya dimiliki tetapi ia bertumbuh dan berkembang. Dalam bingkai spiritual, pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia bukan saja kenyataan alami, tetapi

34 Hubertus Leteng, Pertumbuhan Spiritual, Jalan Pencerahan Hidup, (Jakarta, OBOR, 2012)

hal 1-3

35 S.M.Siahaan, Ruakh Dalam Perjanjian Lama: Tinjauan Historis Teologis Atas Pengertian

(23)

13

merupakan panggilan Allah sendiri.36 Manusia tumbuh dan berkembang bukan karena

hakikatnya sendiri melainkan karena kehendak dan rencana Allah, karena cinta dan juga panggilan Allah dalam hidupnya. Allah yang menghendaki manusia untuk bertumbuh

menuju pada kesempurnaan hidup di dalam Allah sebagai citra Allah (Imago Dei).37

Pertumbuhan dan perkembangan spiritual manusia juga memiliki hubungan dengan lingkungan tempat ia tinggal dan senantiasa menjalin relasi dengan alam sekitarnya. Karena dalam setiap saat manusia hidup di dunia, akan berelasi dengan lingkungan atau alam sekitar. Dengan demikian secara spiritual, kekuasaan, mandat dan tanggung jawab dari Allah yang diberikan kepada manusia, untuk mengusahakan lingkungan yang telah diberikan Tuhan, dengan tujuan manusia sebagai pemelihara alam semesta yang bertugas untuk melindungi alam serta mengelola lingkungan tidak hanya untuk kesejahteraan sendiri tetapi demi kesejahteraan generasi yang akan datang, bukan menuntut manusia untuk sesuka hati melakukan ekspliotasi atau manipulasi

terhadap alam ciptaan-Nya.38

Bertumbuh dalam Relasi

Dalam dunia ini hampir tidak ada bentuk kehidupan, entah kehidupan manusia atau pun kehidupan makhluk ciptaan lain yang berada dan hidup, yang bertumbuh dan berkembang sendirian tanpa adanya hubungan dengan yang lain. Sebaliknya, segala sesuatu yang hidup pada umumnya berada, bertumbuh dan berkembang dalam sebuah relasi atau hubungan dengan yang lain. Seorang manusia berada dan hidup dengan orang lain. Di mana pun manusia berada, akan selalu tinggal dan berada dalam sentuhan atau kontak dengan keberadaan yang lainnya, seperti manusia lain serta hewan dan tumbuhan. Dengan demikian, yang terjadi di dalam dunia ini adalah kebergantungan yang satu dengan yang lainnya.

Keberadaan seseorang dengan demikian merupakan suatu keberadaan bersama. Hidup akan menjadi sungguh hidup apabila seseorang mampu menjalani hidup bersama

36 Hubertus, Pertumbuhan, hal 3 37 Hubertus, Pertumbuhan, hal 3 38 Hubertus, Pertumbuhan, hal 6

(24)

14

dengan orang lain. Dalam kebersamaan selalu ada panggilan dan jawaban, ada permintaan dan tanggapan. Maka untuk menjawab sebuah panggilan dan juga untuk memenuhi sebuah permintaan, seseorang harus percaya pada orang lain yang memanggil dan memintanya untuk suatu kepentingan tertentu. Hal itu mendasari bahwa ketika seseorang memiliki relasi dengan orang lain, maka relasi itu sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan spiritualitasnya sebagai seorang manusia.

Orang yang relasinya baik dan benar dengan orang-orang lain akan bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam hidupnya. Sebaliknya jika memiliki relasi yang tidak baik dan benar dengan orang-orang lain, maka hubungan relasi dengan lingkungannya akan menjadi tidak sehat baik dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Relasi yang baik, benar, sehat, dan hangat dengan orang lain merupakan kunci bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup yang normal bagi setiap manusia. Kehidupan manusia akan bertumbuh dan berkembang dengan baik, apabila manusia itu menemukan kegembiraan, kehangatan, dan kepercayaan dalam dirinya. Hal-hal demikian didapati manusia ketika ia hidup dalam relasi yang harmonis dengan orang

lain, bukan hidup sendiri.39

Gambaran Umum Gereja dan Pemuda

Gereja GPIB Immanuel merupakan gereja yang dilembagakan pada tanggal 10 Oktober 1999. Hingga saat ini gereja yang bertempat di jl. Milono No. 40 ini dipimpin oleh Pdt. Ny. Febry Parimo-Rampengan, S.Th sejak 2015-sekarang. Gereja ini memiliki lima sektor pelayanan, di antaranya sektor Makedonia, sektor Bethesda, sektor Kanaan, sektor Filipi, dan sektor Bethlehem. GPIB Immanuel Balikpapan juga memiliki 6 Unsur PELKAT (Pelayanan Kategorial), salah satunya adalah PELKAT Gerakan Pemuda atau yang biasa disebut dengan GP. Semua proses kegiatan PELKAT berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, salah satu contohnya adalah kegiatan peribadahan, yang tidak terkecuali adalah ibadah PELKAT GP, atau biasa disebut dengan istilah Ibadah GP yang dilaksanakan setiap hari Selasa pukul 19.30 WITA. GP GPIB Immanuel

(25)

15

memiliki berbagai kegiatan selain peribadahan hari selasa, di antaranya ialah badminton setiap hari kamis dan fun futsal (waktu tidak tetap) dan masih ada beberapa kegiatan di luar gereja. GP memiliki potensi yang besar dalam menjadi warga jemaat yang berkualitas, baik dalam kualitas pemikiran dan iman. Namun, beberapa tahun kebelakang ini, GP GPIB Immanuel mengalami penurunan kehadiran dalam hal ibadah. Pendapat serta Tanggapan Pengurus dan Anggota terhadap Kehadiran Pemuda dalam Ibadah Gerakan Pemuda (GP) di GPIB Immanuel Balikpapan

Kegiatan ibadah GP GPIB Immanuel yang dilaksanakan setiap hari selasa, diikuti oleh para anggota dan pengurus GP. Dalam peribadahan ini, para pengurus menganggap bahwa ibadah pemuda merupakan suatu hal yang penting. Karena melalui ibadah GP, pemuda bisa mendekatkan diri pada Tuhan. Tidak hanya di ibadah minggu, tetapi bisa juga lewat ibadah GP, ibadah Sektor, atau yang lainnya. Pengurus menyatakan bahwa ibadah pemuda merupakan seuatu hal yang penting, akan tetapi setiap anggota dan pengurus secara pribadi memiliki skala prioritasnya masing-masing. Oleh karena itu, seringkali ada kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan pekerjaan. Terdapat sebuah pemahaman bahwa bekerja adalah ibadah, sehingga hal tersebut dapat menjadi suatu alasan untuk memilih bekerja daripada harus meninggalkan pekerjaan

utnuk beribadah GP.40

Pengurus GP merasakan suatu pengalaman membangun relasi antar anggota dan pengurus melalui ibadah GP. Hal ini terjadi terjadi karena dalam peribadahan semua berkumpul bersama, bertemu satu dengan yang lain, sehingga terjadi kontak sosial yang dimulai dari berkenalan, mengakrabkan diri dan mengeratkan rasa

persaudaraan.41

Ibadah GP dirasa mampu membentuk spiritualitas dalam diri anggota GP kepada Tuhan. Menurut pengurus, seseorang dapat membangun relasi atau spiritualitas

40 Berdasarkan wawancara dengan JL pada tanggal 27 April 2019, pukul 12.18 WITA.

Berdasarkan wawancara dengan GA,FA,YL,CM,PP pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00 – 22.58 WITA.

41 Berdasarkan wawancara dengan JL pada tanggal 27 April 2019, pukul 12.18 WITA.,

Berdasarkan wawancara dengan GA,FA,YL,PP,CM pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00 – 22.58 WITA.

(26)

16

dirinya dengan Tuhan dengan beribadah yang sungguh-sungguh. Kemudian seorang pemuda itu mampu membangun relasi dengan sesama manusia. Melalui ibadah, pemuda juga bisa menyerahkan beban hidup kepada Tuhan sehingga membuat perasaannya lega. Pengurus juga menyatakan bahwa beribadah merupakan suatu kewajiban bagi orang Kristen, tetapi kembali lagi kepada diri masing-masing apakah sudah memiliki kesungguhan niat guna membangun spiritualitas lewat ibadah itu atau mengikuti ibadah hanya sekedar formalitas. Kemudian, adapun beberapa cara yang telah dilakukan pengurus untuk membantu anggota mengalami pertumbuhan spiritualitas, di antaranya pemberian tugas ibadah, kemudian pembelajaran itulah yang merangsang mereka untuk

membangun spiritualitas dengan Tuhan.42

Dengan demikian, ketika dikatakan bahwa ibadah merupakan hal yang penting, bahkan dapat membangun relasi antar anggota, serta membangun spiritualitas yang baik kepada Tuhan, kehadiran anggota di dalam ibadah justru mengalami penurunan. Adapun pengurus yang menghadiri ibadah GP dapat dikatakan rajin, akan tetapi jika ada kegiatan kampus, kegiatan atau acara keluarga, kemudian jika pekerjaan yang belum

bisa ditinggalkan maka mereka tidak bisa ikut ibadah GP.43 Sebagai pengurus, ketika

mereka melihat kehadiran anggota yang menurun di dalam ibadah, mereka merasa sedih, karena mereka menganggap bahwa sebagai anggota GP yang sudah diteguhkan menjadi warga SIDI gereja, idealnya mereka mengikuti ibadah GP kemudian sudah sering diingatkan, tetapi masih tetap saja jarang atau bahkan tidak pernah hadir. Kemudian, menurut pengurus diperlukan juga kesadaran pribadi untuk datang beribadah. Perlunya memperhitungkan yang seharusnya menjadi prioritas.

Menurut anggota GP Immanuel Balikpapan, ibadah merupakan suatu hal yang penting. Menurut anggota pemuda, ibadah merupakan kebutuhan, tanpa ibadah pembekalan iman pemuda berkurang. Kemudian ibadah pemuda juga menjadi wadah bagi pemuda-pemudi untuk bersekutu dan memuliakan nama Tuhan, serta melalui khotbah di dalam ibadah GP, pemuda mendapatkan bimbingan serta masukan kepada

42 Berdasarkan wawancara dengan PP,CM, GA,YL, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00 –

22.58 WITA. Berdasarkan wawancara dengan JL pada tanggal 27 April 2019, pukul 12.18 WITA.

43 Berdasarkan wawancara dengan CM,YL,PP,FA,GA pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00

(27)

17

dirinya pribadi yang menguatkan imannya kepada Tuhan.44 Alasan lain mengapa ibadah

itu penting ialah, karena dalam ibadah GP, anggota bisa saling menjalin hubungan, menambah teman, membangun relasi, bahkan mencari pasangan hidup. Dengan demikian lewat Ibadah GP, anggota juga bisa mengakrabkan diri antar satu dengan yang lainnya.45

Adapun dampak lain dari pentingnya beribadah ialah ibadah bisa membangun relasi dengan Tuhan karena dalam ibadah pemuda dapat bersekutu bersama, dengan membaca alkitab, menyanyikan pujian, dan lainnya. Melalui ibadah, pemuda bisa merefleksikan khotbah bagi dirinya sekalipun ia belum pernah mengalami, tujuannya agar pemuda dapat berjaga-jaga dengan iman apabila situasi itu datang. Kemudian,

makin kenal dengan Tuhan melalui firman dan juga doa. 46 Namun ada anggapan lain

dari anggota ialah ibadah hanya sebagai pendorong atau pendukung, selebihnya kembali ke pribadi masing-masing.

Dengan demikian, menyikapi hal tersebut, ternyata masih banyak anggota yang

jarang hadir beribadah, tetapi ada juga yang sudah rajin mengikuti peribadahan.47

Terlepas dari hal itu, ketika mereka masuk beribadah dan melihat ada penurunan kehadiran karena beberapa anggota tidak hadir, anggota menganggap itu adalah hal yang miris, karena yang seharusnya menjadi kewajiban malah tidak terpenuhi. Namun respon lain mengatakan bahwa tidak bisa menyalahkan satu pihak, karena setiap anggota memiliki latar belakang alasan yang berbeda-beda, misalnya karena pekerjaan, pendidikan, malas atau yang lainnya. Kemudian respon yang lainnya mengatakan

44 Berdasarkan wawancara dengan DE, DW, GK, CS, CT , pada tanggal 9 Mei 2019, pukul

22.28 – 22.56 WITA. Berdasarkan wawancara dengan AY pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.20 WITA.

45 Berdasarkan wawancara dengan DE, AY, DW, NL, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00

– 22.46 WITA. Berdasarkan wawancara dengan CT, CS,GK, OD pada tanggal 9 Mei 2019, pukul 22.28 – 22.56

46 Berdasarkan wawancara dengan DE, AY, pada tanggal 21.00 – 21.26, DW, pukul 22.39

WITA pada tanggal 7 Mei 2019. Berdasarkan wawancara dengan GK, pada tanggal 9 Mei 2019, pukul 22.28 WITA.

47 Berdasarkan wawancara dengan DE, NL, DW, AY, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00

– 22.46 WITA. Berdasarkan wawancara dengan GK, CS, OD, CT, pada tanggal 9 Mei 2019, pukul 22.38 – 22.56 WITA.

(28)

18

bahwa harus bisa menghormati keputusan mereka ketika tidak bisa hadir dan berusaha Positive thinking.48

Faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran GP di dalam ibadah pemuda menurut pengurus dan anggota.

Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP menurut pengurus, di antaranya ialah kesibukan, baik dalam pekerjaan, perkuliahan atau kegiatan luar lainnya. Kemudian Adanya rasa jenuh dalam dirinya terhadap ibadah GP, pribadi yang pemalu, introvert, dan mungkin kurang nyaman di

lingkungan GP, serta beberapa anggota memilih untuk diajak teman dekat.49 Menurut

anggota, beberapa faktor penyabab menurunnya kehadiran di dalam ibadah GP adalah faktor kesibukan masing-masing, lingkungan yang kurang nyaman, pribadi yang introvert atau susah bergaul, ada yang karena pekerjaan, pendidikan di luar Balikpapan, itu juga dapat mempengaruhi persentase kehadiran. Kurangnya kesadaran untuk datang

beribadah, ibadah yang kurang kreatif, dan kebosanan.50

Harapan dan Solusi

Adapun menyikapi permasalahan diatas, pengurus merasa harus lebih aktif lagi dalam mengajak anggota GP, baik lewat perkunjungan, dan menghubungi anggota secara langsung atau melalui sosial media. Kemudian, membuat ibadah yang lebih

variatif dan juga lewat kegiatan olahraga atau kegiatan lainnya.51 Pengurus juga

memiliki harapan, hendaknya kehadiran anggota bisa mengalami peningkatan, sehingga jika ada anggota yang sudah meninggalkan GP, sudah ada regenerasi anggota. Semoga

48 Berdasarkan wawancara dengan AY,NL, DW, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.20 –

22.46 WITA. Berdasarkan wawancara dengan CT pada tanggal 9 Mei 2019, pukul 22.40 WITA.

49 Berdasarkan wawancara dengan JL, pada tanggal 27 April 2019, pukul 12.18 WITA.

Bersdasarkan wawancara dengan GA, YL, CM, PP pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.10 – 22.58 WITA.

50 Berdasarkan wawancara dengan DE, AY, NL, DW, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00

– 22.46 WITA. Berdasarkan wawancara dengan GK, CS, OD, CT, pada tanggal 9 Mei 2019, pukul 22.28-22.56 WITA.

51Berdasarkan wawancara dengan JL, pada tanggal 27 April 2019, pukul 12.18 WITA.

Berdasarkan wawancara dengan GA, FA, YL, PP, CM, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.10 – 22.58 WITA.

(29)

19

anggota GP memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk beribadah supaya tidak

menjadikan ibadah sebagai formalitas yang harus diikuti.52 Menyikapi hal yang sama,

anggota GP turut memberikan solusi bahwa hendaknya pengurus dapat mengajak anggota secara lebih aktif, membuat program kegiatan yang bisa menyatukan anggota GP. Mengingatkan komitmen anggota pada saat katekisasi untuk dapat rajin di GP. Kemudian perlunya pendekatan kepada anggota, guna mengenal pribadi mereka,

mencari tahu kontak mereka, lalu perlahan ajak mereka untuk ibadah GP.53

Selain solusi, adapun harapan yang disampaikan anggota, di antaranya ialah semoga anggota bisa tambah bertambah, tambah banyak yang rajin, yang jarang tambah rajin pengurus bisa lebih serius merangkul anggota yang jarang hadir bahkan tidak pernah hadir. Semoga semangat GP Immanuel bisa stabil dan harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan, kemudian membuat program kegiatan lebih banyak sehingga potensi pemuda bisa berkembang. Kiranya kegiatan yang dibuat tidak hanya ada di dalam lingkup gereja melainkan dapat juga dilakukan di luar lingkup gereja atau masyarakat luas. Diharapkan kreativitas dalam setiap ibadah supaya anggota yang jarang atau yang malas-malas itu bisa tertarik sehingga dapat bergabung. Kemudian harapan untuk anggota yang kurang aktif, mari sebagai anggota pemuda bersama-sama hadir dalam ibadah, karena di dalam ibadah seseorang dapat bertemu dengan Tuhan melalui firman Tuhan dan dapat membangun relasi dengan anggota lain, guna bekalnya nanti. 54

Selain melihat perspektif dari pengurus dan anggota, pendeta juga memberikan pendapat bahwa tidak ada yang tidak penting dalam sebuah ibadah, apalagi untuk pemuda para generasi milenial. Seharusnya ibadah pemuda bisa jadi momentum supaya pemuda bisa menghadapi tantangan kedepan seperti era digitalisasi. Era di mana mereka lebih berpikir kepada dirinya sendiri, faktor subjektifitas itu sangat tinggi bahwa tanpa

52 Berdasarkan wawancara dengan YL, CM, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.40 – 22.58

WITA.

53 Berdasarkan wawancara dengan DE, AY, DW, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00 –

22.46 WITA. Berdasarkan wawancara dengan GK, OD, CS pada tanggal 9 Mei 2019, pukul 22.28-22.56.

54 Berdasarkan wawancara dengan DE, DW, pada tanggal 7 Mei 2019, pukul 21.00 dan 22.46

(30)

20

orang lain saya bisa, dan ini harusnya mereka pakai sebagai ajang berkumpul yang positif menghindari hal-hal negatif di luar gereja.

Pendeta beranggapan bahwa idealnya ibadah dapat membangun relasi, karena kalau hanya di luar ibadah, misalnya saya kenal seseorang tapi hanya sebatas kenal, tetapi lewat ibadah itu ketika kami bertemu saya bisa lebih kenal siapa dia itu. Hanya saja terkadang cara proses membangun relasi ini tergantung cara polarisasi ibadah, kalau monoton, ya kemungkinan tidak bisa terbangun secara maksimal, tetapi kalau lewat diskusi, lewat gaya ibadah lain mungkin dan pasti bisa membangun dengan baik lagi. Setelah menanggapi relasi dengan sesama anggota, pendeta mengatakan bahwa, lewat ibadah sangat bisa membangun spiritualitas, idelanya demikian. Ibadah merupakan suatu perjumpaan seseorang dengan Tuhan, maka di situlah seseorang dapat mengenal Tuhan, bahkan lewat ibadah seseorang bisa mengenal Tuhan lewat orang lain. Ketika melihat kehadiran pemuda yang menurun di tiap ibadah, pendeta melihat bahwa ada berbagai macam faktor yang dapat melatarbelakangi hal itu. Pertama ialah adanya anggota yang kuliah di luar kota, kemudian orang bekerja ada yang masuk kerja pagi dan juga ada yang masuk kerja siang dan malam. Sebagian besar anggota GP disini sistem bekerja nya seperti itu. Kemudian ada faktor lain juga, yaitu karena pergantian pengurus, baik di level seperti pendeta selaku KMJ, ataupun di dalam internal pengurus. Faktor lainnya, pendeta melihat Gerakan Pemuda kurang variatif, atau ibadahnya juga kurang menyentuh. Anak muda seharusnya memiliki segmen-segmennya sendiri yang harusnya bagaimana, mungkin itu yang belum tergali. Untuk melihat sebabnya, mungkin dari lingkup pengurus sendiri yang minim pengalaman. Karena melihat pengurus saat ini terlihat kurang matang, mungkin jika ingin menjadi pengurus, bukan untuk saat ini. Kurang siapnya pengaderan. Adanya faktor idolarity yang sangat kuat sekali, jadi selalu melihat dan membandingkan, termasuk juga di PELKAT GP ini. Kemudian faktor tempat ibadah, terkadang orang jenuh, “di sini lagi, di sini lagi” jadi mungkin harus ada ibadah di rumah-rumah. Namun kemungkinan masih ada hal lain seperti faktor dalam dirinya.

(31)

21

Adapun harapan yang diinginkan oleh pendeta, yaitu pengurus supaya lebih mempersiapkan diri, supaya lebih aktif dan kreatif dalam membuat ibadah, kemudian dapat menjangkau anggota lainnya, baik yang jarang bahkan tidak pernah hadir itu. Untuk anggota semoga bisa saling mendukung satu dengan lainnya kemudian

membangun bersama-sama GP di gereja ini.55

Menurunnya Kehadiran Pemuda dalam Ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan Ditinjau Berdasarkan Teori Tindakan Sosial Max Weber.

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran pemuda dalam ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan. Faktor pertama yang melatarbelakangi adalah faktor kesibukan. Kesibukan berasal dari

akar kata sibuk,56 kesibukan ini merupakan salah satu contoh tindakan sosial. Kesibukan

dapat dikategorikan dalam tindakan sosial rasionalitas instrumental, tindakan rasional intrumental adalah tindakan yang dilakukan seseorang dengan tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Hal ini berarti seseorang akan membuat pertimbangan dan pilihan yang sadar akan tujuan dari tindakannya dan alat yang akan dipakai untuk mencapai

tujuan tersebut.57 Dalam kesibukan, berarti seseorang akan membuat pertimbangan dan

pilihan yang sadar akan tujuan dari tindakannya dan alat yang akan dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Seorang individu dianggap memiliki berbagai tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria, ia akan menentukan satu pilihan. Kesibukan sebagai tindakan sosial rasional instrumental juga tercermin di dalam keadaan yang terjadi di lingkup GP Immanuel yang menjadikan kesibukan baik dalam pekerjaan, pendidikan dan kegiatan lainnya sebagai alasan mereka untuk tidak hadir di dalam ibadah GP. Dengan demikian kesibukan sebagai tindakan sosial memiliki pengaruh terhadap menurunnya kehadiran di ibadah GP.

55 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Pdt. Febry, KMJ GPIB Immanuel Balikpapan, pada

tanggal 13 Mei 2019, pukul 10.00 WITA.

56 Sibuk menurut KBBI dapat di artikan banyak yang dikerjakan, penuh dengan kegiatan.

Lihat KBBI https://kbbi.web.id/sibuk

(32)

22

Selanjutnya ialah faktor kejenuhan.58 Kejenuhan juga merupakan suatu

bentuk tindakan sosial, yang mana kejenuhan masuk di dalam kategori tindakan sosial afektif. Tindakan sosial afektif adalah tindakan yang dipengaruhi oleh perasaan atau emosi. Tindakan ini seringkali dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran yang penuh, kemudian tindakan ini cukup sulit dipahami karena kurang atau

bahkan tidak rasional.59 Hal yang sama terjadi di dalam lingkup GP Immanuel, di mana

anggota GP beberapa anggota merasakan kejenuhan, baik jenuh karena lingkungan, situasi ibadah, dengan rekan anggota, bahkan dengan diri sendiri. Dengan demikian, kejenuhan sebagai tindakan sosial memiliki pengaruh terhadap menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP.

Pribadi yang susah bergaul, tertutup atau introvert60 juga menjadi salah satu

faktor. Introvert adalah suatu bentuk kepribadian seseorang yang lebih cenderung kepada perasaan dan pikirannya sendiri daripada berinteraksi dengan orang lain atau dunia luar. Faktor ini sesuai dengan tindakan sosial afektif, karena tindakan ini didasari

atau dipengaruhi oleh perasaan dalam diri sendiri.61 Situasi dalam GP pun demikian,

beberapa anggota memiliki sifat atau kepribadian yang seperti ini, sehingga mereka memilih untuk memiliki jarak dengan anggota lain karena menganggap tidak memiliki hubungan yang dekat. Dengan demikian faktor susah bergaul, pribadi yang tertutup atau introvert merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP.

Hal lain yang menjadi faktor menurunnya kehadiran pemuda adalah ibadah

yang kurang kreatif.62 Ibadah yang kurang kreatif menimbulkan suatu tindakan sosial

dari anggota GP. Tindakan sosial yang tercermin adalah tindakan tradisional. Tindakan tradisional adalah suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan kebiasaan-kebiasaan pada

58 Jenuh menurut KBBI dapat di artikan jemu; bosan. Lihat KBBI https://kbbi.web.id/jenuh 59 Lihat teori tindakan sosial Afektif, hal 11

60

https://www.kompasiana.com/valeriemutiara/54f7544ca333119e348b4614/mengenal-lebih-jauh-pribadi-introvert di akses pada 30 Juli 2019, pukul 14.23 WIB

61 Lihat teori tindakan sosial Afektif, hal 11

62 Kreatif menurut KBBI dapat diartikan sebagai memiliki daya cipta; memiliki kemampuan

(33)

23

masa lalu.63 Dalam hal ini beberapa anggota GP merasakan ibadah yang monoton

sehingga berbeda pada kebiasaan pada masa lalu, yang sering dilakukannya ibadah yang kreatif guna meningkatkan semangat anggota dalam mengikuti setiap ibadah pemuda. Dengan demikian ibadah yang kurang kreatif yang menimbulkan suatu tindakan sosial tradisional, dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP.

Salah satu dampak dari ibadah yang monoton akan menimbulkan faktor baru

yaitu kebosanan. Kebosanan diambil dari akar kata bosan64 , kebosanan itu terjadi

karena didasari oleh sebuah perasaan yang muncul akibat situasi yang sudah sering dilihat atau dilakukan, maka kebosanan termasuk di dalam kategori tindakan sosial

afektif.65 Sesuai dengan situasi yang ada di GP Immanuel, di mana anggota merasa

bosan dengan kegiatan yang dilakukan GP salah satunya adalah ibadah. Beberapa anggota merasa bahwa ibadah GP terlalu biasa saja, kurang memiliki inovasi ataupun variasi di dalam ibadah. Dengan demikian kebosanan sebagai suatu tindakan sosial afektif, dapat menjadi salah satu faktor pendukung menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP.

Setelah beberapa faktor di atas, yang menjadi faktor terakhir adalah menunggu ajakan teman dekat. Menunggu ajakan teman untuk pergi melakukan sesuatu, dapat dikatakan sebagai suatu tindakan sosial. Tindakan sosial yang sesuai dengan hal tersebut adalah tindakan rasional intrumental. Dalam tindakan ini seseorang akan membuat pertimbangan dan pilihan yang sadar akan tujuan dari tindakannya dan

alat yang akan dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.66 Dalam lingkup GP Immanuel,

hal ini tercermin dengan jelas, bahwa beberapa anggota lebih memilih menunggu ajakan teman dekat, kemudian mereka akan pergi beribadah, jika tidak ada teman dekat yang mengajak, mereka memilih untuk tidak beribadah. Dengan demikian sebagai suatu

63 Lihat teori tindakan sosial Tradisional, hal 11

64 Bosan menurut KBBI dapat di artikan sebagai sudah tidak suka lagi karena sudah terlalu

sering atau banyak. Lihat https://kbbi.web.id/bosan

65 Lihat teori tindakan sosial Afektif , hal 11

(34)

24

tindakan sosial rasionalitas instrumental, menunggu ajakan teman dekat juga menjadi salah satu faktor menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP.

Spiritualitas GP dalam Menurunnya Kehadiran Pemuda di dalam Ibadah GP di GPIB Immanuel Balikpapan.

Ibadah GP bagi pengurus dan anggota merupakan suatu hal yang penting untuk dilaksanakan, karena ibadah merupakan persekutuan atau pertemuan yang dapat

membangun serta menumbuhkembangkan spiritualitas antara manusia dan Tuhan.67

Dalam teori spiritualitas ada tiga bentuk hubungan spiritualitas, di antaranya kepada Allah, alam, dan manusia. Hubungan atau relasi manusia dengan Allah akan tetap terjadi, bertumbuh dan berkembang karena pada hakikatnya kehidupan manusia itu

terjadi karena rencana Allah dan kehendak Allah dalam hidup manusia tersebut.68

Dengan demikian melalui ibadah juga secara tidak langsung telah

menumbuhkembangkan spiritualitas seseorang tersebut. Kemudian mengenai relasi manusia dengan alam, manusia dianggap memiliki spiritualitas yang baik apabila dapat menjaga alam ciptaan Allah dengan benar, bukan dengan merusak atau berbuat

semena-mena terhadap alam sekitar manusia itu tinggal.69

Sama halnya dengan situasi yang terjadi di lapangan, keberadaan ibadah pemuda dinilai sangat penting dan dianggap sebagai suatu kebutuhan karena dapat menumbuhkan spiritualitas dalam relasi pemuda dengan Tuhan, jika pemuda melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh. Kemudian lewat ibadah pemuda, mereka dapat merasakan pertemuan spiritualitas dengan Tuhan ketika mereka membaca alkitab, merefleksikan firman Tuhan, menyanyikan pujian bahkan ketika mereka sungguh berserah pada Tuhan dan mendapatkan kelegaan. Hal ini selaras dengan teori Hubertus Leteng mengenai pertumbuhkembangan spiritualitas lewat hubungan manusia dengan Allah, karena lewat peribadahan yang sungguh-sungguh hubungan manusia dengan Allah dapat terjalin serta memberikan pemuda kesadaran bahwa kehidupan mereka

67 Lihat pendahuluan hal 4 68 Lihat Teori Spiritualitas hal 12 69 Lihat Teori Spiritualitas hal 12

(35)

25

berasal dari Allah sehingga mereka melakukan ibadah dengan kesungguhan. Kemudian lewat ibadah pemuda juga sering diberikan materi khotbah mengenai bagaimana pemuda mengusahakan alam dengan benar, sehingga pemuda paham dan mengerti apa yang seharusnya mereka lakukan terhadap alam sekitar, dan itu sudah terwujud di lapangan. Hal demikian selaras dengan teori spiritualitas terhadap hubungan manusia dengan alam, dengan sikap yang benar terhadap alam, pemuda GPIB Immanuel Balikpapan telah mengalami pertumbuhkembangan spiritualitas.

Spiritualitas juga berbicara mengenai hubungan antarsesama manusia, ketika manusia memiliki relasi yang baik dan benar dengan orang-orang lain, maka ia akan bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam hidupnya. Sebaliknya, ketika manusia memiliki relasi yang kurang atau tidak baik dan tidak benar dengan orang-orang lain, maka hubungan relasi dengan lingkungannya dapat menjadi tidak sehat, baik dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Dengan demikian relasi yang baik, benar, sehat, dan hangat dengan manusia lain merupakan kunci bagi tumbuh kembang hidup

yang normal bagi setiap manusia. 70 Keadaan di lapangan ditemukan beberapa faktor

yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran, di antaranya karena adanya rasa kurang nyaman berada di lingkungan GP. Teori spiritualitas melihat, dalam hal ini telah terjadi hubungan yang kurang terjalin dengan hangat antarsesama anggota dan hal ini dapat menghambat pertumbuhkembangan hidup mereka dalam hal hubungan spiritualitas antarmanusia dengan manusia dan juga hubungan manusia dengan lingkungannya.

Kemudian selain ditemukannya faktor kurang nyaman berada di lingkungan GP, faktor lainnya ialah sifat yang pemalu, introvert, susah bergaul, bahkan hanya akan ikut beribadah jika diajak oleh teman dekatnya. Spiritualitas memandang fenomena di atas juga termasuk di dalam permasalahan relasi, adanya relasi yang kurang bahkan tidak terjalin dengan baik, karena ketika seseorang menutup dirinya dalam suatu relasi, akan menimbulkan dampak ketidakharmonisan di dalam suatu relasi tersebut. Hal ini juga akan berdampak dalam kehidupan spiritualitasnya di dalam relasi dengan sesama manusia, yang sulit mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan. Sejatinya, di dalam

(36)

26

dunia ini tidak ada bentuk kehidupan yang mampu bertumbuh dan berkembang sendirian tanpa adanya hubungan dengan yang lain, baik itu kehidupan tumbuhan,

hewan, serta manusia.71

Kesimpulan

Ibadah merupakan suatu hal sakral yang dianggap penting oleh PELKAT GP di GPIB Immanuel Balikpapan. Namun, saat ini kehadiran anggota GP di dalam peribadahan mengalami penurunan, tentu saja ada faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran anggota di dalam ibadah pemuda. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP di antaranya ialah karena kesibukan dalam pekerjaan, pendidikan maupun hal lain yang tidak dapat ditingggalkan, kemudian adanya faktor menunggu ajakan teman dekat untuk mengikuti ibadah GP, kedua faktor di atas selaras dengan teori Tindakan Sosial Rasional Instrumental karena kedua tindakan tersebut dilakukan dengan didasari pemikiran yang matang dalam pengambilan keputusan. Faktor lainnya adalah faktor kejenuhan, kebosanan dalam ibadah, selanjutnya pribadi yang susah bergaul, tertutup atau introvert, beberapa hal di atas juga selaras dengan teori Tindakan Sosial Afektif, karena tindakan yang diambil berdasar kepada perasaan atau emosi yang seringkali dilakukan tanpa adanya perencanaan yang matang dan tanpa kesadaran penuh, maka dari itu tindakan-tindakan ini cukup sulit dipahami secara rasional. Terakhir, adanya faktor ibadah yang terkesan monoton atau tidak kreatif, hal tersebut selaras dengan teori Tindakan Sosial Tradisional, yang mana tindakan yang dilakukan berdasarkan pengalaman masa lalu yang dijadikan sebagai tolak ukur. Dengan demikian, hal ini membuktikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan ini didasari oleh proses tindakan sosial di dalamnya, tidak terkecuali keputusan untuk memilih tidak hadir di dalam ibadah GP.

Selain dipengaruhi atau didasari oleh tindakan sosial, faktor-faktor yang melatarbelakangi menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP juga didasari oleh kondisi kehidupan spiritualitasnya, baik dengan Allah, alam, maupun sesama. Hal ini juga telah terlihat di dalam analisa hasil penelitian bahwa ada dampak dari spiritualitas

(37)

27

yang kurang baik terhadap sesama, sehingga menciptakan faktor-faktor yang menjadi latar belakang menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah GP. Pendeta Febry juga mengatakan bahwa ibadah pemuda merupakan suatu sarana perjumpaan pemuda dengan Tuhan, maka di situlah pemuda dapat mengenal Tuhan secara langsung, bahkan lewat ibadah bisa mengenal Tuhan lewat orang lain.

Dengan demikian, pemuda diajak untuk sungguh-sungguh berpartisipasi di dalam peribadahan guna membangun spiritualitas, baik itu dengan Allah, alam dan juga sesama manusia, karena dengan membangun spiritualitas dengan sungguh-sungguh terkhusus lewat ibadah, maka kehidupan spiritualitas pemuda akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang benar kepada Allah, alam serta kepada sesama manusia.

Saran

Menyikapi menurunnya kehadiran pemuda di dalam ibadah Gerakan Pemuda (GP), penulis melihat pentingnya memperhatikan apa yang telah menjadi faktor menurunnya kehadiran tersebut. Penulis berharap adanya suatu kesadaran dari dalam diri setiap pengurus dan anggota, bahwa ibadah GP merupakan hal yang penting. Ketika melihat faktor kesibukan yang didasari oleh teori tindakan sosial rasionalitas instrumental di atas, maka diharapkan kepada pengurus dan anggota juga dapat mempertimbangkan kembali untuk dapat menjadikan ibadah GP sebagai prioritas dalam kehidupan yang baiknya dilakukan guna menumbuhkembangkan spiritualitas baik kepada Tuhan, alam, dan sesama. Kemudian menyikapi faktor selanjutnya yaitu pribadi yang susah bergaul, tertutup atau introvert, dan faktor menunggu ajakan teman dekat untuk beribadah. Beberapa hal tersebut yang didasari oleh tindakan sosial afektif dan rasional instrumental, diharapkan penulis pengurus dan anggota bekerja sama dalam membangun relasi terhadap anggota yang memiliki permasalahan tersebut, ketika mereka memiliki kepribadian yang introvert, atau susah bergaul, pengurus dan anggota yang lain dapat perlahan-lahan meyakinkan mereka untuk dapat merasa diterima di tengah lingkungan GP sehingga mereka boleh aktif di dalam setiap kegiatan GP termasuk dalam ibadah.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan data perubahan kadar Mg 2+ dalam air yang telah melewati unggun zeolit dapat diketahui kapasitas tukar kation (KTK) untuk ion Mg 2+ , kapasitas

Majelis Jemaat GPIB Immanuel mengundang saudara-saudara yang akan memimpin Ibadah/ Pelayan Firman dalam Ibadah Pelkat untuk mengikuti persiapan pada hari Jumat,

 Memahami pemarkahan yang diberikan kepada soalan berbentuk Kemahiran Berfikir Aras Rendah (LOTS). Iaitu 1 MARKAH = Isi betul / tepat..

[r]

Kreativitas guru dalam merancang ling- kungan sebagai sumber belajar pada mata pe- lajaran produktif di Sekolah Menengah Keju- ruan (SMK) Kota Gorontalo adalah skor

Dihimbau kepada seluruh Warga Jemaat GPIB Bukit Sion Balikpapan yang melaksanakan Ibadah- Ibadah yang dilakukan di rumah-rumah (Ibadah Hari Minggu, Ibadah Keluarga,

Dihimbau kepada seluruh Warga Jemaat GPIB Bukit Sion Balikpapan yang melaksanakan Ibadah-Ibadah yang dilakukan di rumah-rumah (Ibadah Hari Minggu, Ibadah Keluarga, Ibadah

Dihimbau kepada seluruh Warga Jemaat GPIB Bukit Sion Balikpapan yang melaksanakan Ibadah-Ibadah yang dilakukan di rumah-rumah (Ibadah Hari Minggu, Ibadah Keluarga, Ibadah