• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH

ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN KEPEMIMPINAN

KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN

KUALITAS PEMBELAJARAN)

Tim Peneliti :

Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. : Koordinator

Dr. Yayat Suharyat : Anggota

PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)

LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian yang berjudul “KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR

PROSES MADRASAH ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN

KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN)”, merupakan laporan akhir pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh “ABD WAHID HASYIM”, dan telah memenuhi ketentuan dan criteria penulisan laporan akhir penelitian sebagaimana yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN), LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2016 Peneliti,

Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. NIP. 19560817 198603 1 006

Mengetahui; Kepala Pusat,

Penelitian dan Penerbitan

(PUSLITPEN)

LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

WAHDI SAYUTI, MA. NIP. 19760422 200701 1 012

Ketua Lembaga,

Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

M. ARSKAL SALIM, GP., MA., PhD NIP. 19700901 199603 1 003

(3)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Dr. Abd Wahid Hasyim, M.Ag. Jabatan : Dosen Tetap

Unit Kerja : Fakultas Adab dan Humaniora

Alamat : Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat Tangerang Selatan dengan ini menyatakan bahwa:

1. Judul penelitian “KAJIAN KETERCAPAIAN STANDAR PROSES MADRASAH ALIYAH DI KOTA BEKASI (PERAN KEPEMIMPINAN

KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS

PEMBELAJARAN)” merupakan karya orisinal saya.

2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari laporan penelitian saya merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka saya akan bertanggung jawab untuk mengembalikan 100% dana hibah penelitian yang telah saya terima, dan siap mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku serta bersedia untuk tidak mengajukan proposal penelitian kepada Puslitpen LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2 tahun berturut-turut.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, Oktober 2016 Yang Menyatakan,

Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. NIP. 19560817 198603 1 006

(4)

i

Aliyah di Kota Bekasi yang belum menunjukkan kualitas baik. Jika dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas, kualitas standar proses di Madrasah Aliyah masih di bawahnya. Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah dimensi kepemimpinan yang belum baik dan harus terus diperbaiki. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan

Motivator (EMASLIM) kepala madrasah dalam mendorong kualitas proses

pembelajaran mulai dari perencanaan sampai dengan kegiatan tindak lanjut, sehingga dapat meningkatkan kualitas standar proses di Madrasah Aliyah.

Penelitian ini bertujuan untuk (1). menjadi rujukan dalam sistem pengelolaan sekaligus pengawasan kinerja kepala madrasah/sekolah dalam menjalankan tupoksi sesuai dengan petunjuk dalam panduan penyelenggaraan kepemimpinan kepala madrasah/sekolah, (2). menjadi alat pengukur terhadap target (tujuan) penyelenggaraan sekolah yang berkualitas, di atas standar minimal yang telah ditetapkan kemendikbud, sehingga kepala sekolah mampu memetakan kondisi sekolahnya dalam pencapaian standar pendidikan secara keseluruhan terutama standar proses, (3). hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan/materi pendampingan pengembangan kompetensi kepemimpinan kepala madrasah/sekolah melalui acara pembekalan model kepala madrasah/sekolah secara berkala agar secara bertahap memunculkan motivasi dalam kinerja kepemimpinannya. Penerima manfaat secara langsung dari penelitian ini meliputi; para Pengawas Pendidikan Madrasah Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, Siswa, Kepala Madrasah dan Guru Madrasah. Penerima manfaat secara tidak langsung adalah; pejabat yang berada dan terkait di atas Kepala Madrasah yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama Kota/Kabupaten, Orang Tua Siswa, dan Masyarakat Pendidikan yang menghendaki perbaikan kualitas pendidikan Madrasah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif naturalistic yang diimbangi dengan deskripsi data kuantitatif. Responden/Sumber Informasi penelitian ini adalah kepala Madrasah Aliyah, Dewan Guru, Siswa, dan orang tua siswa. Pengembilan responden dilakukan berdasarkan prinsip penelitian kualitatif yaitu Sampel Bola Salju (Snow Ball Sample). Unit analisis/tempat penelitian adalah kepala madrasah, dewan guru, siswa dan orang tua sesuai kebutuhan dan kelengkapan data yang ada pada peneliti. Waktu Penelitian selama 6 bulan dengan tahapan persiapan, pelaksnaan, pengolahan data sampai dengan pembuatan laporan dan presentasi hasil penelitian. Lokasi Penelitian adalah Madrasah Aliyah di Kota Bekasi berjumlah 4 Madrasah Aliyah yaitu (a). Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bekasi, (b). Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bekasi, (c). Madrasah Aliyah al-Muawanah, (d). Madrasah Aliyah Sulamul Istiqomah.

Teknik Pengumpulan Data yang digunakan adalah (a).

(5)

ii

menjadi penguat atau bisa jadi sebaliknya, sehingga data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dapat dipertimbangkan sebagai data yang bisa diinterpretasikan lebih lanjut, (d). Kuesioner untuk mendapatkan data kuantitatif dari indikator standar proses sesuai pengamatan yang berkembang pada setting penelitian. Pengukuran terhadap keterandalan dalam penelitian ini menggunakan teknik (a). credibility, (b). transferability, (c). dependability, (d). confirmability. Teknik Analisis Data yang digunakan adalah (a). Reduksi Data, (b). Penyajian Data dan (c). Penarikan Kesimpulan.

(6)

iii

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirah Ilahi Rabbi, bahwa atas berkat rahmat, hidayah, inayah dan ridla-Nya, penelitian dan penulisan laporan penelitian kerjasama kelembagaan ini, dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulisan laporan penelitian yang berjudul “Kajian Ketercapaian Standar Proses Madrasah Aliyah di Kota Bekasi (Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran),” alhamhadulillah bisa peneliti selesaikan. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Rektorat UIN Syarif Haidayatullah Jakarta, yang melalui DIP UIN, peneliti bisa melaksanakan penelitian dengan baik dan lancar.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dorongan moril dan material, bahkan atas perkenannya, peneliti dapat melakukan penelitian kerjasama kelembagaan dengan institusi yang terletak di penyangga Jakarta bagian Timur. Oleh karena itu, peneliti juga perlu mengucapkan terima kasih kepada Unisma Bekasi yang telah mengijinkan salah seorang dosen tetapnya untuk berkolaborasi dalam penelitian, sehingga penelitian ini, bisa terlaksana dan berjalan dengan lancar.

Tak lupa, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 dan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota

(7)

iv

waktu, sehingga peneliti bisa melakukan wawancara dan observasi. Juga kepada teman-teman sejawat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, peneliti ucapkan terima kasih atas masukan dan referensi yang telah diberikan, sehingga penelitian ini bisa selesai dengan telaah yang lebih komprehensif dan kritis.

Akhirnya, atas semua bantuan yang telah diberikan, peneliti berdo’a

semoga penelitian ini bisa memberikan manfaat dan kontribusi yang positif bagi pihak pemangku kebijakan dan semoga Allah SWT memberi mereka balasan pahala yang berlipat ganda. Jazakumullah Khariral Jaza,’ Amin.

Jakarta, Oktober 2016, Peneliti,

(8)

v

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah - 1 B. Perumusan Masalah - 4

C. Tujuan Penelitian dan Penerima Manfaat Penelitian - 5 BAB II. KAJIAN TEORI

A. Ketercapaian Standar Proses Pembelajaran - 7 B. Standar Proses Pendidikan Menengah - 14

C. Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Mutu Pendidikan - 26 D. Kerangka Berfikir - 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian - 30 B. Populasi dan Teknik Sampling - 30 C. Metode Penelitian - 31

D. Teknik Pengumpulan Data - 31 E. Analisis Data - 31

F. Jadwal Pelaksanaan - 32

BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data - 33

B. Temuan Penelitian - 45

C. Pembahasan Temuan Penelitian - 65 BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan - 81 B. Rekomendasi - 82 DAFTAR PUSTAKA - 84

LAMPIRAN-LAMPIRAN - 87

(9)
(10)

A. Latar Belakang Masalah

Siswa Madrasah Aliyah Negeri dan Swasta di Kota Bekasi sebanyak 8.876 orang dari jumlah madrasah sebanyak 58 unit sekolah, terdiri dari 2 Madrasah Aliyah Negeri dan 56 Madrasah Aliyah Swasta. Yayat Suharyat (2010), hasil penelitian tentang perbandingan hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah menyebutkan, bahwa dari sejumlah siswa tersebut raihan prestasi akademik dan non akademik siswa Madrasah Aliyah belum mencapai prestasi optimal. Jika dibandingkan dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), prestasi akademik berupa hasil Ujian Nasional siswa Madrasah Aliyah (MA) masih di bawah pretasi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), begitu juga ketika diadakan lomba-lomba akademik seperti olimpiade matematika, fisika dan uji kompetensi beberapa mata pelajaran sejenis, prestasi siswa Madrasah Aliyah masih kalah kelas dengan siswa Sekolah Menengah Atas. Dalam lomba non akademik juga menunjukkan kondisi yang tidak terlampau baik, misalnya dalam PORSENI, belum menunjukkan prestasi gemilang.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan Madrasah Aliyah di Kota Bekasi secara keseluruhan perlu ditingkatkan dan diperbaiki agar mencapai prestasi optimal. Beberapa pengelolaan lembaga madrasah yang baik di Indonesia antara lain adalah Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syahid Jakarta, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Cendekia, Madrasah Aliyah di Kota Malang, Jawa Timur.

(11)

Artinya bahwa madrasah bisa maju, jika dikelola dengan baik dengan cara-cara yang benar, sesuai standar yang dianjurkan pemerintah.

Diketahui bahwa sangat besar jumlah Madrasah Aliyah di seluruh Indonesia, di Bekasi Kota, jumlah Madrasah Aliyah yang dikelola Swasta jauh lebih besar daripada Madrasah Aliyah Negeri yang jumlahnya hanya 2 unit. Namun, jumlah yang besar tersebut belum diimbangi oleh kualitas pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, perlu ada kajian ketercapaian Standar Proses pada Madrasah Aliyah di Kota Bekasi melalui peran kepala Madrasah sebagai kekuatan sentral dalam pengelolaan dan pengembangan pendidikan di dalam kewenangannya.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggulirkan kebijakan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sejak tahun 2003. Di dalam menegakkan standar mutu tersebut pada setiap sekolah diarahkan untuk memperoleh standar minimal, namun demikian, secara bertahap, sekolah harus beranjak untuk meningkatkan kualitasnya, sehingga pada akhirnya tidak hanya mampu mencapai standar minimal, tetapi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Bahkan sekolah yang baik dan berkualitas telah didefiniskan sebagai sekolah yang mampu mencapai di atas standar minimal yang ditargetkan pemerintah, suatu ukuran yang telah menjadi dasar penetapan peringkat sekolah. Ada 8 (delapan) standar yang harus dipenuhi sekolah agar memenuhi standar minimal yaitu (1) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Sarpras, (5) Standar Pengelolaan, (6) Standar Pembiayaan, (7) Standar Penilaian Pendidikan, (8) Standar Kompetensi Lulusan

(12)

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 dinyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu, di samping sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas public dalam penyelenggaraan sistem Pendidikan Nasional.

Menurut Mulyasa, (2009 : 98) “Kepala sekolah sedikitnya mempunyai peran dan fungsi sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan

Motivator (EMASLIM)”. Kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberikan

petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka

komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Perancangan pendekatan peran kepala sekolah ini menunjukkan peran sentral sekolah terletak pada kepala sekolah dalam merancang dan menyiapkan sekolahnya agar dapat memenuhi standar nasional. Untuk itu, perlu dibuatkan formulasi terhadap kondisi ini yaitu mendorong kemauan kepala madrasah dalam menyiasati lembaga pendidikannya, sehingga dapat memperoleh standar kualitas sesuai harapan masyarakat (pengguna).

Sudah ada kejelasan terhadap arah pendidikan nasional, karena standar telah digulirkan. Selanjutnya dinamisasi kepemimpinan kepala madrasah/sekolah juga sudah memiliki kejelasan definisi dan arah bagi semua penyelenggara pendidikan. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengamatan dan observasi, sedangkan penilaian terhadap ketercapaian madrasah dalam memenuhi Standar Nasional

(13)

Pendidikan, difokuskan pada standar isi, proses dan sarana prasarana. Ketiga standar ini lebih awal diangkat di dalam penelitian sebagai penguat analisis selanjutnya mengenai langkah dan upaya untuk mendrive standar-standar lainnya.

B. Perumusan Masalah

Di dalam permendikbud 65 tahun 2013 disebutkan bahwa standar proses adalah suatu kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kualitas standar lulusan. Pada sisi lain dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan masalah isi, tentang Perencanaan Proses Pembelajaran, Silabus dan RPP, Pelaksanaan Proses Pembelajaran; persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran, beban kerja minimal guru, buku teks pelajaran, dan pengelolaan kelas, Pelaksanaan Pembelajaran; kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, eksplorasi dan konfirmasi, kegiatan Penutup, Penilaian Hasil Belajar, Pengawasan Proses Pembalajaran; pemantauan, supervisi, evaluasi, Pelaporan, dan Tindak lanjut.

Oleh karena itu, dalam upaya untuk melihat efektivitas pelaksanaan standar proses di Madrasah Aliyah berdasarkan dimensi Peran Kepala Madrasah dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi) dapat dimajukan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator kepala madrasah dalam mendorong kualitas proses pembelajaran mulai dari Perencanaan Proses

(14)

Pembelajaran sampai dengan kegiatan Supervisi yang dapat meningkatkan kualitas standar proses pada setiap madrasah.

C. Tujuan Penelitian dan Penerima Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Menjadi rujukan dalam sistem pengelolaan sekaligus pengawasan kinerja kepala madrasah/sekolah dalam menjalankan tupoksi sesuai dengan petunjuk dalam panduan penyelenggaraan kepemimpinan kepala madrasah/sekolah, b. Menjadi alat pengukur terhadap target (tujuan) penyelenggaraan sekolah yang

berkualitas, di atas standar minimal yang telah ditetapkan kemendikbud, sehingga dari sini kepala sekolah mampu memetakan kondisi sekolahnya dalam pencapaian standar pendidikan secara keseluruhan terutama standar proses,

c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan/materi pendampingan pengembangan kompetensi kepemimpinan kepala madrasah/sekolah pada acara pembekalan model kepala madrasah/sekolah secara berkala agar secara bertahap memunculkan motivasi terhadap kinerja kepemimpinannya.

2. Penerima Manfaat Penelitian

Penerima manfaat dari penelitian terdiri dari kategori penerima manfaat langsung dan tidak langsung. Penerima manfaat secara langsung dari penelitian ini adalah para Pengawas Pendidikan Madrasah, Kantor Kemenag Kabupaten/Kota,

(15)

Siswa, Kepala Madrasah dan Guru Madrasah. Penerima manfaat secara tidak langsung adalah pejabat yang berada dan terkait di atas KepalaMadrasah yaitu Kepala Kantor Kementerian Agama Kota/Kabupaten, Orang Tua Siswa dan Masyarakat Pendidikan yang menghendaki perbaikan kualitas pendidikan Madrasah.

(16)

A. Ketercapaian Standar Proses Pembelajaran

Madrasah merupakan pendidikan yang memiliki legenda sejarah panjang dalam sistem pendidikan Islam. Di dalam pendidikan madrasah, proses mencerdaskan anak bangsa banyak digantungkan harapan yang setinggi-tingginya, karena madrasah memiliki keutamaan, bila dibandingkan dengan institusi pendidikan lainnya yakni mempunyai ciri keagamaan. Ciri khas sekolah agama bercirikan ke-Islaman ini memang menjadi pilihan masyarakat, terutama pada masyarakat yang kuat berpegang pada spiritualitas dan penanaman akhlak, suatu factor yang kemudian menjadi penyebab mengapa keberadaan madrasah semakin diminati oleh masyarakat yang menghendaki putra-putrinya memiliki keterbimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan agama Islam yang lebih baik, penggemblengan akhlak dan perilaku agama yang utama.

Madrasah merupakan institusi yang konsisten dan komit dengan semangat membangun nilai-nilai dan budi pekerti yang luhur. Namun demikian, semangat spiritual seperti itu tidaklah cukup tanpa didukung oleh ikhtiar yang serius dalam rangka menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan berkualitas. Diminatinya madrasah oleh masyarakat bisa jadi bukan disebabkan oleh kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajarannya, dan seperti telah diuraikan di atas, bahwa minat masyarakat yang besar tersebut, disebabkan oleh eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan yang mengusung semangat pada

(17)

penegakkan nilai-nilai agama (spiritualitas), yang juga diharapkan dapat berimbas pada ajaran akhlakul karimah.

Banyak aspek pendidikan yang perlu terus diperbaiki agar terarah dan sesuai dengan koridor yang benar, sehingga pendidikan dapat menjadi penentu masa depan bangsa guna menyongsong peradaban yang semakin kompleks dan persaingan yang semakin ketat. Jamal Ma’mur Asmani (2010: 130) menyebutkan, bahwa dalam proses pembelajaran dan pendidikan, eksistensi dan fungsi guru menjadi problem utama, jika tidak mampu mengikuti perkembangan global yang berjalan secara massif, kompetitif, dan produktif. Guru harus mampu menunjukkan performansi professional melalui aktivitas pedagogies, sosial, kepribadian, melakukan pencerahan intelektualitas, kapabilitas, emosionalitas, dan spiritualitas. Dengan demikian, seorang guru harus piawai dalam melakukan proses pembelajaran dengan tiga pendekatan utama yaitu humanis, psikologis, dan sosialis.

Ada lima daya dongkrak madrasah (2010: 142), menurut M. Nurul Hajar, sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani, bahwa madrasah yang maju berbeda dengan madrasah yang kurang maju. Karena perbedaan itu, orang tua lebih tertarik menyekolahkan anaknya di madrasah yang maju. Bukan hanya orang tua saja yang tertarik, madrasah yang mapan pun lebih mendapat tempat di hati siswa sebagai pilihan untuk belajar. Ada perbedaan antara madrasah yang maju dengan madrasah yang kurang maju, meliputi aspek manajemen, sumber daya guru, pemanfaatan komputer dan internet dalam pembelajaran, dan pemanfaatan alat bantu pembelajaran.

(18)

Guru yang mempunyai keyakinan bahwa belajar itu merupakan proses aktif, maka akan mengetahui bahwa manusia belajar melalui proses bekerja sambil mengembangkan daya pikir semaksimal mungkin. Guru meminta agar murid membaca, menyalin dan mendengarkan, mengikutsertakan murid dalam berbagai kegiatan diskusi, menyuruh mereka mengeluarkan pendapat, menyusun karangan, membuat laporan, atau mengungkapkan penafsirannya mengenai suatu masalah. Mereka membentuk bagan, membuat percobaan, mengumpulkan sesuatu, mempertunjukkan atau memperlihatkan kebolehannya. Pada saat yang lain mereka diminta untuk mendemonstrasikan, menyatakan suatu sikap atau menemukan sesuatu, mengkritik dan menilai. Semua itu merupakan upaya guru untuk mengaktifkan murid agar mereka memperoleh pengalaman belajar dan merupakan bagian dari tanggungjawab guru dalam kegiatan inti pembelajaran. (Zakiah Daradjat, 2001: 123)

Di dalam Uzer Usman (2009:4) disebutkan, bahwa proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Peristiwa belajar mengajar banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu, perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam berbagai model. Uzer Usman mengutip pendapat Bruce Joyce dan Marshal Weil (1980) mengemukakan, bahwa ada 22 model mengajar yang dikelompokkan ke dalam 4 hal, yaitu (1). proses informasi, (2). perkembangan pribadi, (3). interaksi sosial dan (4). modifikasi tingkah laku.

Lebih lanjut, Zakiah Daradjat (1995: 97) tentang proses belajar mengajar mengemukakan, bahwa setiap guru harus mengetahui keadaan peserta didik

(19)

meliputi; (1). kegairahan dan kesediaan mengajar, (2). membangkitkan minat peserta didik, (3). menumbuhkan bakat dan sikap yang baik, (4). mengatur proses belajar mengajar, (5). mentransfer pengaruh belajar di dalam sekolah kepada penerapannya di luar sekolah dan (6). hubungan dalam situasi belajar mengajar.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika pendidikan madrasah ingin dikategorikan memiliki standar proses yang baik, maka di dalam manajemen pembelajarannya harus berlandaskan kepada standar teori di atas, sehingga praktik baik di dalam pembelajaran, akan menumbuhkan ketercapaian dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Ketercapaian merujuk kepada makna efektivitas dan efisiensi. Menurut Fremon E Kas, effectiveness is concerned with the

accomplishment of explicit or implicit goals. Stephen P. Robbins dan Mary

Coulter (2009: 53) menyebutkan bahwa effectively is often describe as doing the

right things that is, doing those work activities that will help the organization reach its goal, sedangkan efficiency refer to getting the most output from the least amount of inputs its often doing things right. Efektivitas menurut Hidayat

(1986:106) yaitu; “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa

jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Sedangkan Schemerhon John

R. Jr. (1986:35) memberikan pengertian efektivitas sebagai berikut:“Efektivitas

adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OS) > (OA) disebut efektif. Menurut Prasetyo Budi

(20)

yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“. Steers

(1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu

program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.

Adapun Martoyo (1998:4) memberikan definisi sebagai berikut: “Efektivitas

dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan”

Gibson (2003: 34), lebih lanjut menyatakan bahwa efisiensi merupakan kriteria efektivitas mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan. Ukuran efisiensi terdiri dari keuntungan dan modal, biaya per unit, pemborosan, waktu terluang, biaya per orang, dan sebagainya. Efisiensi diukur berdasarkan rasio antara keuntungan dengan biaya atau waktu yang digunakan. Efisiensi lebih terarah pada upaya mencapai hasil yang maksimal dengan input yang minimal, sehingga dengan efisiensi harus terindikasi terjadinya mengerjakan pekerjaan dengan cara yang benar.

Dearden, sebagaimana dikutip oleh Agus Maulana (1997:46) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Pengendalian Manajemen”, menyatakan bahwa pengertian efisiensi adalah kemampuan suatu unit usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan, efisiensi selalu dikaitkan dengan tujuan organisasi yang harus

(21)

dicapai. Sementara Malayu SP Hasibuan (1994: 47) menyampaikan bahwa efisiensi adalah perbandingan terbaik antara input (masukan) dan output (hasil), antara keuntungan dengan biaya (antara hasil pelaksanaan dengan sumber yang digunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa efisiensi berkaitan dengan ketercapaian suatu target (hasil) dengan menggunakan input yang sesuai dengan hasilnya (output) yang diperoleh. Dalam penelitian ini, ketercapaian standar proses yang dimaksudkan adalah efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pembelajaran yang dilakukan di Madrasah Aliyah dalam mencapai tujuan Pembelajaran yang telah ditetapkan secara nasional. Artinya sejauhmana kuantitas, kualitas dan waktu telah tercapai sebagai upaya kepemimpinan yang dilakukan kepala madrasah dalam upaya mencapai standar proses dalam koridor Standar Nasional Pendidikan.

Selanjutnya, untuk dapat bertindak secara baik, kepala sekolah (madrasah) dalam kepemimpinannya diarahkan untuk menjadi dinamisator dan sebagai penentu keberhasilannya dalam mengelola sekolah (madrasah). Syarwani Ahmad mengutip pendapat Sidhi (2013: 129) menyatakan, bahwa sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu dilakukan kepala sekolah (madrasah) untuk meningkatkan mutu pendidikan pada lembaga pendidikannya, yaitu pertama, memberlakukan sistem informasi manajemen, karena cara ini merupakan media yang harus dijadikan strategi penyebarluasan berbagai informasi. Kedua, adanya partisipasi masyarakat yang mendukung sumber daya pendidikan dan meningkatkan akuntabilitas sekolah kepada masyarakat dan pemerintah. Ketiga, pembentukan

(22)

tim teknis program asuransi kesehatan dan peningkatan mutu sekolah di kabupaten/kota.

Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi (Wina Sanjaya, 2013: 205) antara guru dengan muridnya. Guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi, baik verbal (kata-kata dan tulisan) maupun non verbal. Namun demikian, komunikasi dalam proses pembelajaran dimungkinkan terjadinya hambatan, dalam upaya mengatasi hambatan tersebut, diperlukan media sebagai alat bantu untuk guru dalam mengkomunikasikan pesan, agar komunikasi bisa berjalan dengan baik dan sempurna, sehingga tingkat kesalahan dapat dieliminir.

Dalam kajian lebih lanjut, penting kiranya untuk menjadikan setiap pembelajaran memiliki kualitas yang baik. Kualitas pembelajaran akan membuat siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dan keperluannya. Dari sini, siswa akan dapat melejitkan potensi fisik dan psikis yang dimilikinya sebagai modal manusia dewasa yang matang untuk berbuat secara positif dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Hamzah B. Uno (2011: 153) menyebutkan bahwa kualitas pembelajaran dapat terjadi, jika terdapat upaya yang serius dan menyeluruh dari guru untuk melakukan perbaikan pengajaran yang diarahkan pada pengelolaan proses pembelajaran. Di dalamnya menurut Uno melibatkan beberapa strategi yaitu dengan mengklasifikasi variabel yang ada di dalam pembelajaran. Dengan mengutip pendapat Simon (1969), Uno menyebut ada tiga komponen utama dari pembelajaran, yaitu (1). alternative

(23)

goals or requirement, (2). possibilities for action dan (3). fixed parameters or constraints. Melengkapi pendapat Simon, Uno juga melengkapi pandangannya

tentang kualitas pembelajaran dengan memasukkan pendapat Glasser (1975) sebagai paradigma dari pembelajaran yang bercirikan psikologi, yaitu (1). analisis isi bidang studi, (2). diagnosis kemampuan awal siswa, (3). proses pembelajaran, dan (4) pengukuran hasil belajar.

B. Standar Proses Pendidikan Menengah

Dikutip dari Abdul Majid (2012: 116-117), bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana diatur di dalam Permendiknas Nomor 41/2007, proses pembelajaran meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Berdasarkan Permendikbud Nomor 65/2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan, bahwa Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan PemerintahNomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

(24)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan:

1. Dari peserta didik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu;

2. Dari guru sebagai satu - satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;

3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;

4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;

5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;

6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju dua pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;

7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;

8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);

(25)

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ingmadyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas;

13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan

14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Selanjutnya, terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran. E. Mulyasa (2008: 25) menjelaskan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Secara garis besar standar proses pembelajaran dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

(26)

prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perekembangan peserta didik.

2. Dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan keteladanan.

3. Setiap tahun pendidik melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

4. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.

5. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memerhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pembelajaran setiap peserta didik dan rasio maksimal jumlah peserta didik perpendidik.

6. Pelaksnaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya baca dan menulis.

7. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilaian, dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, dan penugasan perorangan atau kelompok, sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.

8. Untuk mata pelajaran selain kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester. 9. Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,

(27)

Prinsip belajar dan pembelajaran yang diimplementasikan pada setiap penyelenggaraan kurikulum telah mengacu pada teori belajar dan pembelajaran. Dari berbagai pendapat para ahli dapat diketahui, bahwa dalam membahas konsep belajar dan pembelajaran diidentifikasi melalui prinsip belajar dan pembelajaran meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) prinsip kesiapan (readiness), (b) prinsip motivasi (motivation), (c) prinsip perhatian (attention), (d) prinsip persepsi

(perception), (e) prinsip retensi (retention) dan (f) prinsip transfer (transfer).

(Muhaimin,2002:137).

Prinsip-prinsip tersebut penting dipahami dan dilaksanakan dalam pembelajaran agar setiap guru mampu menggali potensi anak. Dengan demikian, yang disebut dengan belajar itu merupakan kegiatan menumbuhkan keyakinan pada peserta didik untuk dapat secara bertahap dan berkelanjutan melejitkan potensinya.

Menurut Sardiman (2003: 14), proses belajar mengajar senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antar dua unsur manusia yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar. Interaksi antara keduanya, dapat bersifat teknis, namun di dalamnya tetap memerlukan dimensi normative, sehingga dapat disebut sebagai interaksi edukatif. Interaksi edukatif bersifat spesifik, karena merupakan kegiatan komunikasi yang memiliki ciri khusus, bila dibandingkan dengan interaksi lainnya. Edi Suardi (1980) yang dikutip oleh Sardiman mengemukakan ciri-ciri interaksi belajar mengajar, sebagai berikut:

(28)

1. Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar mengajar sadar tujuan dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, sedang unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.

2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didisain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membtutuhkan prosedur dan disain yang berbeda pula.

3. Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini, materi harus didisain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu, dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen yang lain. Apalagi komponen peserta didik yang merupakan komponen sentral. Materi harus sudah disusun dan didisain sebelum berlangsungnya interaksi belajar mengajar.

4. Ditandai dengan adanya aktivitas Siswa. Siswa yang merupakan sentral merupakan syarat bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar. Jadi, tidak ada gunanya guru melakukan interaksi belajar mengajar, jika siswanya hanya pasif saja. Karena siswa yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.

(29)

5. Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam kaitan peran ini, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, karena guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru akan jauh lebih baik bersama siswa, bertindak sebagai

designer yang memimpin terjadinya interaksi belajar mengajar.

6. Di dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam berinteraksi belajar mengajar itu diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan sadar. Mekanisme konkrit dari ketaatan terhadap ketentuan atau tata tertib, akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Langkah-langkah yang dilaksanakan harus sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan terhadap prosedur, berarti suatu indikasi pelanggaran disiplin.

7. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam suatu sistem kelompok siswa, batas waktu merupakan salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberikan waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.

Begitu pula pada implementasi kurikulum 2013, standar proses pembelajaran harus dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

(30)

1. Kegiatan Pendahuluan dalam Proses Pembelajaran

Kegiatan pendahuluan dalam proses pembelajaran meliputi;

a. Kegiatan yang mula-mula harus dilakukan oleh guru pada kegiatan pendahuluan di dalam sebuah proses pembelajaran adalah mempersiapkan siswa, baik psikis maupun fisik agar dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

b. Selanjutnya guru harus mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terkait materi pembelajaran, baik materi yang telah siswa pelajari maupun materi-materi yang akan mereka pelajari dalam proses pembelajaran tersebut.

c. Setelah memberikan pertanyaan-pertanyaan, guru kemudian mengajak siswa untuk mencermati suatu permasalahan atau tugas yang akan dikerjakan, sehingga mereka dapat belajar tentang suatu materi, kemudian langsung dilanjutkan dengan menguraikan tentang tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai pada pembelajaran tersebut.

d. Terakhir, dalam kegiatan pendahuluan, guru harus memberikan outline cakupan materi serta penjelasan mengenai kegiatan belajar yang akan dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas yang diberikan.

Guru dalam mengoptimalkan proses pembelajaran ada 7 peran, yaitu guru sebagai sumber belajar, guru sebagai fasilitator, guru sebagai pengelola, guru sebagai demonstator, guru sebagai pembimbing, guru sebagai motivator dan guru

(31)

sebagai evaluator. (Wina Sanjaya, 2011: 19-31). Proses pembelajaran akan melibatkan banyak hal dalam komponen pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu pula peran guru dalam hubungannya dengan proses pembelajaran, juga perlu diupayakan agar pembelajaran menemukan formasi yang tepat dan berhasil secara efisien dan efektif.

Peran guru sebagai sumber belajar dititikberatkan pada posisi guru sebagai pusat kegiatan belajar siswa. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, di samping piawai dalam menyampaikan materi tersebut kepada peserta didiknya, sehingga siswa dapat memiliki kepuasan belajar yang diharapkan. Peran guru sebagai fasilitator ditandai dengan layanan kepada siswa dalam proses pembelajaran, dengan tujuan agar setiap siswa memiliki kemudahan dalam daya serap mereka sesuai dengan keragaman tingkat kecerdasan masing-masing. Peran guru sebagai pengelola adalah peran manajerial (pengelola) kegiatan belajar siswa dengan menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman.

Peran lainnya dari guru dalam proses pembelajaran adalah peran sebagai demonstrator. Guru harus mampu mempertunjukkan kepada siswa segala hal yang menjadikannya lebih mengerti dan lebih memahami setiap pokok bahasan yang diajarkan olehnya. Guru dalam hal ini lebih diarahkan untuk bertindak sebagai model dalam memeragakan berbagai kebutuhan belajar siswa. Peran guru sebagai pembimbing adalah agar setiap siswa dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing agar siswa dapat mencapai dan melaksanakan

(32)

tugas-tugas untuk perkembangan dirinya sebagai peserta didik, sehingga mampu memenuhi tujuan-tujuan pembelajaran. Peram guru sebagai motivator adalah peran mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu menunjukkan prestasi maksimal dalam belajar. Prestasi siswa sangat dipengaruhi oleh aspek internal dan eksternal. Oleh karena itu, secara eksternal diperlukan peran pendorong dan pengarah dari luar yang mampu mendongkrak prestasi belajar siswa. Bisa jadi siswa yang kurang berprestasi, bukan karena kapasitas intelektual yang dimilikinya, melainkan karena kurangnya perhatian dan dorongan dari luar dirinya untuk menunjukkan prestasi yang lebih baik. Selanjutnya, peran guru yang terakhir adalah peran guru sebagai evaluator.Peran ini minimal meliputi dua kepentingan. Pertama, guru harus mengetahui kedudukan dan peringkat daya serap siswa di dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga bila terjadi ketertinggalan dalam daya serap, maka guru perlu melakukan perbaikan (remedial). Kedua, berkaitan dengan kemampuan proses pembelajaran dari guru itu sendiri. Kemampuan siswa yang baik, dan kompetensi siswa yang meningkat, sangat ditentukan oleh keterampilan atau kompetensi mengajar guru. Oleh karena itu, dalam kondisi ini, gutu juga perlu melakukan penyegaran.

2. Kegiatan Inti pada Proses Pembelajaran

Peran guru dalam proses pembelajaran sangat urgen seperti dikutip Zainal Asri (2015: 9) dalam Uzer Usman, menyebutkan bahwa peran dan tugas guru adalah mengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipasi, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor. Dengan demikian, secara holistik peran dan tugas guru adalah memberikan layanan belajar kepada

(33)

peserta didik. Artinya, tugas guru itu mengajar dan tugas siswa itu belajar dalam rangka memenuhi kebutuhan pengembangan psikofisik. Selanjutnya, seiring dengan perkembangan teori belajar, maka proses pembelajaran didorong untuk mengarahkan peserta didik untuk dapat menumbuhkan aktivitas dan kreativitas dalam upaya menggali pengalaman belajar yang baik dan berkualitas. Dalam kurikulum 2013, ada penetapan yang berkaitan dengan kegiatan inti dalam proses pembelajaran. Kegiatan inti ini mencakup proses-proses berikut: (a). melakukan observasi, (b). bertanya, (c). mengumpulkan informasi, (d). mengasosiasikan informasi-informasi yang telah diperoleh, dan (e). mengkomunikasikan hasilnya. Pada setiap kegiatan pembelajaran, seharusnya guru memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain sebagaimana yang telah dicantumkan pada silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Cara-cara yang dilakukan berkaitan dengan proses pengumpulan data (informasi) diusahakan sedemikian rupa, sehingga relevan dengan jenis data yang sedang dieksplorasi, misalnya di laboratorium, studio, lapangan, perpustakaan, museum dan lain-lain. Sebelum menggunakan informasi atau data yang telah dikumpulkan dan diperoleh, siswa mesti tahu dan kemudian berlatih, lalu dilanjutkan dengan menerapkannya pada berbagai situasi. Berikut ini merupakan contoh penerapan dari kelima tahap kegiatan inti pada proses pembelajaran.

(34)

a. Melakukan observasi (melakukan pengamatan)

Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

b. Bertanya

Pada saat siswa berada pada kegiatan melakukan pengamatan, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk mempertanyakan mengenai apapun yang telah mereka lihat, mereka simak atau mereka baca. Penting bagi guru untuk memberikan bimbingan kepada siswa, agar bisa mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang dimaksud di sini, berkaitan dengan pertanyaan dari hasil pengamatan objek yang konkrit sampai pada yang abstrak, baik berupa fakta, konsep dan prosedur, maupun hal lain yang lebih abstrak.

Dari kegiatan bertanya ini akan dihasilkan sejumlah pertanyaan. Kegiatan bertanya dimaksudkan agar siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahunya. Pertanyaan-pertanyaan yang telah mereka ajukan akan dijadikan dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber-sumber belajar yang telah ditentukan oleh guru hingga mencari informasi ke sumber-sumber yang ditentukan oleh siswa sendiri, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

c. Mengumpulkan dan Mengasosiasikan Informasi

Dalam hal ini, siswa boleh membaca buku yang lebih banyak, mengamati fenomena atau objek dengan lebih teliti atau bisa juga melaksanakan eksperimen. Berdasarkan kegiatan-kegiatan ini, akhirnya dapat dikumpulkan banyak informasi.

(35)

Informasi yang banyak ini, selanjutnya dijadikan fondasi untuk kegiatan berikutnya yakni memproses informasi, sehingga akhirnya siswa dapat menemukan keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

d. Mengkomunikasikan hasil

Kegiatan terakhir dalam kegiatan inti adalah membuat tulisan atau bercerita tentang apa-apa saja yang telah mereka temukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut.

3. Kegiatan Penutup pada Proses Pembelajaran

Pada kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan siswa dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedial, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas, baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

C. Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Mutu Pendidikan

Menurut Kemendikbud (2003:15) kepemimpinan Kepala Madrasah/Sekolah diarahkan kepada tugas pokok dan fungsi kepala madrasah meliputi educator

(36)

(guru), manager (pengarah dan penggerak sumber daya manusia), administrator (pengurus administrasi), supervisor (pengawas, pengoreksi, dan melakukan evaluasi), leadership (kepemimpinan pendidikan), innovation (melakukan pencerahan manajemen), motivation (pemotivasion). Semuanya itu disingkat dengan EMASLIM.

Kepemimpinan kepala madrasah yang baik berpotensi menghasilkan pengelolaan pendidikan yang bermutu. Berkaitan dengan mutu pembelajaran di sekolah, Ahmad Djauzak (1995:25) menyebutkan beberapa indikator pembelajaran bermutu yaitu (1). kegiatan belajar mengajar, (2). buku dan sarana belajar, (3). lingkungan fisik sekolah, (4). partisipasi masyarakat dan (5). manajemen. Dari sini dapat diketahui bahwa empat indikator sekolah bermutu yang terkait langsung dengan kegiatan pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar, buku dan sarana belajar, lingkungan fisik sekolah dan manajemen sekolah, serta satu lainnya terkait secara tidak langsung yaitu partisipasi masyarakat.

Lebih lanjut, Morrison, Mokashi dan Cotter (2006:4-21) menyebutkan, bahwa ada empat puluh empat indikator pembelajaran berkualitas. Dari keempat puluh empat tersebut direduksi menjadi 10 indikator yaitu (1). lingkungan fisik mampu mengangkat semangat peserta didik untuk belajar, (2). iklim kondusif untuk belajar, (3). guru menyampaikan pelajaran dengan jelas dan siswa mempunyai keinginan untuk berhasil, (4). guru menyampaikan pelajaran secara sistimatis dan terfokus, (5). guru menyampaikan materi dengan bijaksana, (6). pembelajaran bersifat riil (autentik dengan pembahasan yang dihadapi masyarakat

(37)

dan siswa), (7). ada penilaian diagnostik yang dilakukan secara periodik, (8). membaca dan menulis sebagai kegiatan yang esensial dalam pembelajaran, (9). menggunakan pertimbangan yang rasional dalam memecahkan masalah dan (10). menggunakan teknologi pembelajaran baik untuk mengajar maupun kegiatan belajar siswa.

Merujuk pada uraian di atas, maka nampak terang benderang bahwa ketercapaian standar pendidikan di sekolah merupakan pertaruhan terhadap masa depan pendidikan di Indonesia. Peran kepala madarasah dalam tupoksinya sebagai pimpinan lembaga pendidikan secara optimal harus diupayakan dalam rangka mengangkat kualitas penyelenggaraan pendidikan pada berbagai jenjang sesuai standar nasional pendidikan.

D. Kerangka Berfikir

Peran kepala Madrasah dalam pengembangan keterampilan mengajar guru sangat krusial, mengingat peran kepala madrasah merupakan penjaga kualitas proses pembelajaran. Kepala madrasah berfungsi melakukan pengawasan terhadap aktivitas kegiatan belajar mengajar di dalam area belajar siswa. Belajar sangat memerlukan kualitas guru yang mampu menciptakan suasana (iklim belajar) untuk menumbuhkan aktivitas belajar yang kreatif, menyenangkan dan terpenuhinya pesan-pesan moral yang harus dimiliki siswa sebagai peserta didik.

Oleh karena itu, maka setiap upaya yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk memberikan pembekalan kepada siswa agar dapat memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam aktivitas pembelajaran, sehingga menunjukkan adanya proses terarah, bertujuan, sistimatis dan dapat diukur. Dengan demikian,

(38)

maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak lain dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar siswa dan kebutuhan kehidupan siswa secara langsung.

Dengan demikian, dapat dikatakan, jika kepala madrasah mampu memerankan fungsinya sesuai tupoksinya, maka kualitas mengajar guru juga dapat meningkat dan kegiatan belajar mengajar sebagai standar proses akan sesuai dengan stndar nasional yang ditetapkan pemerintah.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di 2 (dua) Sekolah Madrasah Aliyah Negeri dan 2 (dua) Sekolah Madrasah Aliyah Swasta. Kedua Madrasah Aliyah Negeri tersebut adalah: Madrasah Aliyah Negeri 1 dan Madrasah Aliyah Negeri 2, Kota Bekasi, sedangkan kedua Madrasah Aliyah Swasta adalah Madrasah Aliyah AL-MUAWWANAH dan

Madrasah Aliyah Swasta SULLAMUL ISTIQOMAH. Adapun waktu

penelitian:dilakukan selama bulan, mulai dari bulan Mei sampai dengan September 2016.

B. Populasi dan Teknik Sampling

Populasi penelitian terdiri dari 46 guru Madrasah Aliyah pada 4 (empat) madrasah yang dijadikan sebagai lokasi penelitian, 4 (empat) kepala madrasah, untuk mengetahui kinerja manajemen pendidikan dan kepemimpinan mereka, terutama dalam melaksanakan standar proses pada kegiatan pembelajaran di Madrasah.

Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 8 (delapan) orang siswa untuk memberikan isian angket dengan teknik random sampling dan masing-masing 1 (satu) orang guru setiap madrasah untuk mencari gambaran/deskripsi peran kepemimpinan kepala madrasah dalam penyelenggaraan standar proses pembelajaran

(40)

dilakukan melalui wawancara dengan teknik sampling bertujuan (purposive

sampling).

Adapun angket tentang sarpras dan tenaga pendukung pendidikan diberikan kepada petugas Tata Usaha untuk mengetahui dukungan sarpras dan tenaga pendukung pendidikan dalam proses pembelajaran meliputi ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, jumlah tenaga laboran, dan tenaga pustakawan.

C. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan langkah-langkah penelitian yang meliputi:

1. Menyiapkan surat izin penelitian yang ditujukan kepada 4 (empat) Madrasah Aliyah yang dituju.

2. Menyiapkan instrumen penelitian untuk mengukur ketercapaian standar proses, baik melalui angket yang disiapkan maupun melalui wawancara.

3. Data yang sudah terkumpul dianalisis untuk diketahui implikasi data dengan kondisi yang sebenarnya.

D. Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket dalam bentuk daftar isian yang ditujukan untuk memberikan uraian terhadap praktik standar proses yang dijalankan madrasah. Di samping itu, juga dengan menggunakan wawancara terstruktur untuk mengetahui pelaksanaan standar proses di madrasah tersebut.

E. Analisis Data

(41)

1. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase, sehingga dapat menggambarkan tingkat ketercapaian standar proses pada setiap Madrasah Aliyah.

2. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase, sehingga dapat menggambarkan urutan prioritas dan urutan kesulitan pencapaian standar proses Madrasah Aliyah.

3. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase sehingga dapat menggambarkan peran kepala Sekolah dalam pencapaian standar proses.

4. Statistik deskriptif dengan perhitungan rata-rata dan persentase sehingga dapat menggambarkan ketersediaan sarpras dalam pencapaian standar proses.

F. Jadwal Pelaksanaan

No Kegiatan Waktu/Bulan

Mei Juni Juli Agustus

1 Disain Penelitian 2 Presentasi Proposal

3 Penyusunan Instrumen (angket, wawancara)

4 Mengolah Data 5 Menyusun laporan 6 Presentasi Hasil

(42)

A. Deskripsi Data

1. Opini Kepala Madrasah Tentang Penggunaan Kurikulum -13 (K-13)

Kepala madrasah memiliki TUPOKSI yang sering disebut dengan peran

edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator

yang disingkat dengan istilah EMASLIM. Penelitian ini berupaya memotret peran kepala madrasah dalam koridor tersebut untuk melihat obyek yang sangat jelas dalam hubungannya dengan standar proses pembelajaran yang dilaksanakan pada institusi Madrasah Aliyah.

Pandangan kepala madrasah terhadap pelaksanaan standar proses yang meliputi penerapan K-13, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan K-13, bagian tersulit dalam penerapan K-13, peran kantor Kemenag Provinsi Jabar dan Kota Bekasi dalam optimalisasi suksesnya K-13, kesesuaian pelaksanaan K-13 dengan juklaknya dan upaya optimalisasi standar proses dirangkum dalam deskripsi data berikut ini.

Penerapan K-13 di Madrasah Aliyah Negeri sudah mulai diterapkan sesuai dengan keputusan Kementerian Agama (KMA165/2014) dan diperkuat melalui SK Ditjen Provinsi Jawa Barat Nomor 154/2014 untuk mata pelajaran umum kelas X & XI, mata pelajaran Agama dan Bahasa Arab kelas X, XI dan XII, dipastikan berjalan dengan baik, walaupun masih ditemukan kendala yakni dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang masih menggunakan strategi dan

(43)

pendekatan yang lama, pendekatan KTSP. Pada salah satu Madrasah Aliyah Negeri juga ditemukan adanya penggunaan K-13 Revisi untuk kelas X sedangkan untuk kelas XI menggunakan K-13 yang lama dan kelas XII mata Pelajaran PAI mengguanakan K-13. Sedangkan mata pelajaran umum menggunakan KTSP (2006). Pada Madrasah Aliyah Swasta di samping memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, semangat menerapkan K-13 terlihat dari upaya seperti penyediaan buku untuk siswa yang dipakai menggunakan K-13 sekaligus dengan penilaiannya. Setiap tahun sekolah mengadakan pelatihan K-13 untuk meningkatkan profesionalitas guru, ada juga yang menerapkan K-13 pada kelas XII untuk mata pelajaran agama. Di samping ada juga Madrasah Aliyah Swasta yang penerapan K-13 hanya di kelas X dan XI, meskipun belum sepenuhnya diterapkan.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan K-13, bahwa meskipun pada dasarnya sudah menerapkan K-13, terutama pada mata pelajaran PAI, tetapi administrasi guru, terutama RPP belum sepenuhnya menggunakan K-13 edisi revisi. Untuk KI dan KD tidak ada permasalahan, tetapi ditemukan kendala pada pelaksanaan standar proses yang disebabkan oleh sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang belum sepenuhnya tersedia. Selanjutnya, dapat diamati juga bahwa kendala pelaksanaan K-13 pada system penilaian yang variasinya sangat banyak. Terindikasi, bahwa materi kajian K-13 dinilai oleh sebagian guru masih terlalu tinggi bagi anak-anak. Pada madrasah swasta pelaksanaan K-13 terkendala pada ketersediaan buku sumber untuk siswa dan buku untuk guru.

(44)

Kesulitan lain yang dirasakan oleh madrasah dalam penerapan K-13 juga terjadi pada keterbatasan perangkat pembelajaran yang belum lengkap, sehingga penerapan K-13 terkadang masih banyak mengadopsi bahan ajar dari berbagai sumber. Penggunaan IT (Information Technology) dalam pembelajaran masih minim. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu keterbatasan sarana/ media, dan kedua, berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengopersaionalkannya. Pada madrasah swasta, terdapat kesulitan mendasar pada guru, terutama pada aplikasi penilaian yang berbasis komputer. Terkesan ada sebgain guru yang gaptek (belum familiar) dengan komputer. Ada harapan besar yang menyeruak di antara penyelenggara pendidikan di madrasah, bahwa penerapan K-13 sebenarnya tidak ada yang sulit. Mereka berpendapat hanya karena belum terbiasa dalam penggunaan Information Technology dan masih agak bingung menerapkannya.

K-13 dicanangkan pemerintah pada tahun 2013 dan selanjutnya K-13 edisi lama, sejak tahun pelajaran 2014-2015 disosialisasikan. Diulang sesuai dengan revisi K-13 pada tahun pelajaran 2015-2016. Untuk tahun 2016-2017, belum ada informasi terbaru untuk sosialisasi berikutnya. Merujuk pada kenyataan tersebut, Nampak bahwa peran Kantor Kemenag Provinsi dan Kota dalam upaya mensukseskan K-13 masih belum maksimal, yang ditandai bahwa pembinaan dirasakan belum berjalan dengan baik. Kantor Kemenag Provinsi dan Kota telah berupaya mendampingi pelaksanaan K-13 di madrasah, tetapi belum dilakukan secara sistemik, sehingga sampai dengan saat ini, belum dapat terukur tingkat keberhasilan pelaksanaannya. Bahkan, terhitung hanya 2 kali kantor Kemenag kota mengundang sekolah untuk sosialisasi K-13 dan sisanya dilaksanakan di

(45)

Kanwil, yang undangannya tidak seluruhnya diterima oleh madrasah, suatu kondisi yang menegaskan bahwa kantor Kemenag Provinsi dan Kota, belum optimal dalam melakukan pelatihan dan pendampingan K-13. Bahkan untuk K-13 edisi revisi, belum ada undangan sosialisasi dan pelatihan.

Pelaksanaan K-13 di madrasah kurang berjalan sebagaimana mestinya, disebabkan banyak faktor seperti telah dijelaskan di atas. Namun demikian, ada hal lain yang lebih penting untuk dicermati yakni dalam pelaksanaan pembelajaran, masih menggunakan pola lama yaitu metode terpisah (separate

subject). Seharusnya semua mata pelajaran terintegrasi dengan kajian studi agama.

Namun, yang terjadi tidak demikian, setiap mata pelajaran masih berjalan sendiri-sendiri (terpisah). Akibatnya, penerapan kurikulum terintegrasi (integrated

curriculum) belum berjalan sesuai dengan harapan. Bahkan yang lebih

mengkhawatirkan lagi, bahwa ciri khas madrasah sebagai sekolah agama akan hilang, karena mata pelajaran disajikan guru dalam pola dan bentuk yang tidak sesuai aturan. Hampir semua madrasah belum dapat melaksanakan K-13 dengan sempurna, karena rata-rata terkendala pada kemampuan madrasah dalam penyediaan kelengkapan sarana prsarana dan IT, serta belum tersedianya kebutuhan perlengkapan lainnya. Selain itu, guru juga tidak memahami pelaksanaan proses pembelajaran yang menjadi ruh belajar (core learning) pada K-13. Guru tidak memahami pelaksanaan pembelajaran K-13 padahal telah tersedia buku guru yang berfungsi memandunya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas/di luar kelas. Guru sulit belajar dan memahami hal yang baru seperti itu. Harapan kepala madrasah adalah Kemenag Kota harus berperan lebih aktif untuk

(46)

mengarahkan guru, khususnya dalam proses pmebelajaran yang lebih baik, sesuai ketentuan K-13. Di samping itu, penyediaan sarpras madrasah yang memenuhi kebutuhan standar proses, juga harus terus ditingkatkan, diimbangi dengan pelatihan, khususnya untuk K-13 revisi.

Penerapan metode pembelajaran yang berbasis ilmiah, juga menyulitkan guru dalam implementasi pembelajaran. Guru merasa kurang dibekali dengan cara mengajar saintifik sebagai basis pembelajaran untuk K-13. Walaupun pada K-13 revisi, metode tersebut bukan lagi menjadi keutamaan untuk diterapkan. Namun metode yang lain yang direkomendasikan dalam K-13, tetap merupakan metode baru yang perlu dilatihkan secara baik kepada guru, agar penerapannya sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembelajaran peserta didik.

Dalam kaitan dengan administrasi pembelajaran, madrasah belum pernah mendapat contoh baku dan bimbingan untuk menyelenggarakan sistem akademik pembelajaran sebagai akibat dari penerapan K-13. Jadi, setiap madrasah melakukan upaya sendiri-sendiri, mengeksplorasi pengalaman sendiri-sendiri. Kondisi tersebut disebabkan pemerintah belum pernah mengeluarkan edaran dan ketentuan sistem administrasi akademik yang baku secara nasional untuk administrasi pembelajaran. Merujuk pada keadaan tersebut, maka sulit bagi sekolah mencapai standar kualitas lulusan, lantaran seiring dengan pelatihan dan penyiapan guru untuk dapat melaksanakan pembalajaran yang terstandar K-13, juga harus disiapkan sarana dan prasarananya. Bila semuanya tersedia dengan baik, maka proses pembelajaran kemunkinan bisa berjalan dengan baik dan kualitas lulusan juga dapat terjamin. Media pembelajaran berupa LCD, laptop dan

(47)

lain-lain, baik di madrasah negeri maupun swasta masih sangat terbatas jumlahnya, sesuatu yang bisa menjadi kendala pada kualitas proses pembelajaran. Pada beberapa madrasah swasta kebutuhan mendasar seperti buku guru dan buku siswa serta buku penujang lainnya masih sangat minim.

Upaya yang dilakukan pihak madrasah dalam mengoptimalisasi standar proses K-13 adalah dengan mengikuti semua ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik Kemenag maupun leading sektor pendidikan, Kemendikbud. Secara khusus beberapa madrasah negeri melakukan workshop standar proses K-13. Workshop dan pelatihandengan focus utama pada standar proses K-K-13. Pelatihan dan waorkshop terutama terfokus pada pendalaman dan pengayaan materi yang berhubungan dengan Silabus, RPP dan memahami metode pembelajaran yang akan digunakan. Supervisi terhadap kegiatan pembelajaran dilakukan kepala madrasah sesuai kebutuhan, tanpa waktu yang terjadwal. Secara minimalis dengan kekurangan yang dimiliki, madrasah juga berupaya mengadakan dan menyediakan sarana dan prasarana kebutuhan pembelajaran sesuai kemampuan keuangan madrasah, khususnya untuk madrasah swasta. Sedangkan untuk madrasah negeri pengajuan sarpras kepada pemerintah berlangsung lama, sehingga untuk memenuhinya dilakukan secara bertahap dan diperlukan kreativitas kepala madrasah dan harus berpatokan pada ketentuan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

2. Opini Guru Madrasah tentang Kurikulum 13 (K-13)

Dalam jajak opini ini diambil responden masing-masing madrasah satu orang guru. Masing-masing memberikan respon tertulis dan lisan terhadap

(48)

masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan K-13. Masing-masing guru berasal dari Madrasah Aliyan Negeri 1 Kota Bekasi, Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bekasi, Madrasah Aliyah Swasta al-Muawwanah dan Madrasah Aliyah Swasta Sullamul Istiqomah.

Peran kepala madrasah dalam perencanaan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan silabus pembelajaran berdasarkan K-13, ternyata seluruh kepala madrasah telah berfungsi sebagai pembimbing aktif bagi guru di madarasah. Kepala madrasah sering menginisiasi gurunya untuk mengikuti pelatihan dalam pengembangan silabus dan pembuatan RPP. Di samping itu, secara tidak terjadwal kepala madrasah terkadang, juga melakukan pembinaan dan pengembangan pada masalah yang berkaitan dengan silabus dan RPP melalui rapat rutin, baik mingguan dan bulanan maupun semesteran. Langkah dan upaya lain yang telah dilakukan kepala madrasah dalam pembimbingan pembuatan silabus dan RPP adalah dengan cara mengirimkan guru berdasarkan kelompok bidang ilmu masing-masing, untuk membuat RPP K-13 dan K-13 revisi bersama-sama teman sejawat pada kegiatan Kelompok Kerja Madrasah (KKM). Pada Madrasah Aliyah Negeri pengembangan Silabus dan RPP telah dirancang sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan madrasah dan peserta didik serta diarahkan menuju madrasah berbasis internet. Momentum yang biasa digunakan kepala madrasah dalam memotivasi guru untuk membuat perencanaan pembelajaran, dilaksanakan pada saat rapat-rapat dinas/rapat kerja.

Peran Kepala Madrasah dalam Pelaksanaan Standar Proses meliputi beberapa komponen standar proses dan yang perlu diperhatikan secara serius

Gambar

Tabel 1: Tingkat Ketercapaian Dalam Membuat Silabus
Tabel di atas menunjukkan bahwa setiap guru mata pelajaran pada keempat  sekolah  tersebut  seluruhnya  telah  membuat  Rencana  Pelaksanaan  Pembelajaran
Tabel 3: Rata-rata Jumlah siswa/rombel
Tabel 4: Beban Kerja Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

23:15 Hari raya Roti Tidak Beragi haruslah kaupelihara; tujuh hari lamanya engkau harus makan roti yang tidak beragi, seperti yang telah Kuperintahkan kepadamu, pada waktu

Dari hasil implementasi dan pengujian sistem pemasaran berbasis web pada developer properti Tridjaya Kartika Property, yang meliputi user guest, registered guest,

Sigmud Freud dalam Mutiah (2012:100) dengan teori psikoanalisis memandang bahwa “ Bermain pada anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya, serta untuk

Koloni dari 9 isolat murni Phlebiopsis sp.1 (isolat Pb), secara umum mempunyai bentuk raised, yaitu miselium tumbuh muncul di atas permukaan sebagai aerial

Berdasarkan hasil analisa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Nasabah, studi kasus pada nasabah BPR Syariah Meru Sankara Magelang maka

Dengan telah diberlakukannya Permendikbud Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka dirasa perlu untuk menyusun serta

Persamaan kedua bahasa ini yaitu keduanya memiliki orang pertama, kedua dan ketiga tunggal dan juga jamak yang berfungsi sebagai subyek dan obyek dalam

Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak (UUKA) secara umum dikatakan, pemeliharaan, jaminan dan pengamanan kepentingan ini