• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY (CSR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY (CSR)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

18

BAB II

ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILTY (CSR)

A. Etika Bisnis Islam

1. Definisi Etika Bisnis Islam

Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama.1

Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia, dalam segala aspeknya, baik individu maupun masyarakat, baik dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, maupun dengan alam disekitarnya, baik dengan kaitannya dengan eksistensi manusia dibidang sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama.2

Secara harfiah, etika bisnis Islam terdiri dari tiga kata yang memiliki pengertian masing-masing : yaitu kata „etika‟, „bisnis‟, dan „Islam‟. Masing-masing maknanya akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Etika (Akhlaq)

Kata “Akhlaq” berasal dari bahasa Arab yang diartikan perangai atau kesopanan. Kata لاخاق adalah jama‟ taksir dari kata قلخ. Secara etimologis adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.3

Secara terminologis, para ulama Ilmu Akhlaq merumuskan pengertian akhlaq dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakan yaitu menurut Muhammad bin „Ilaan Ash-Shadiqy, Akhlaq adalah suatu pembawaan dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain). Sedangkan Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat

1 Veithzal Rivai & Andi Buchari, Islamic Economic (Ekonomi Syari‟ah Bukan Opsi, tetapi

Solusi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 233. Selanjunya ditulis Veithzal Rivai & Andi Buchari, Islamic Economic.

2

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21.

(2)

19

melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, di-namakan akhlaq yang baik. Tapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang buruk.4

Menurut Yunahar Ilyas sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz bahwa Kelima definisi tersebut diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara sepontan bilamana diperlukan, tanpa perlu pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Disamping istilah akhlaq, juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya pada standar masing-masing. Bagi akhlaq adalah standarnya al-Qur‟an dan Sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku dimasyarakat.5 Etika diartikan sebagai suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang memimpin individu dalam membuat keputusan. Etik ialah suatu studi mengenai perbuatan yang salah dan benar dan pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang. Keputusan etik ialah suatu hal yang benar mengenai perilaku standar. Jadi perilaku yang etis itu ialah perilaku yang mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNYA.6

Menurut Sen sebagaimana dikutip oleh Sofyan bahwa Perilaku manusia biasanya dipengaruhi oleh pertimbangan etika dan yang mempengaruhi tindak-tanduk manusia adalah aspek terpenting dalam etika. Ini berarti semua pertimbangan pribadi, termasuk kesejahteraan ekonomi, masuk dalam faktor yang mempengaruhi perilaku manusia. Menurut Bertens sebagaimana dikutip oleh Sofyan secara sederhana, etika adalah ilmu tentang apa yang dapat dilakukan atau

4 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 22. 5

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 22-23. Lihat juga, Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta : LPPI UMY, 1999)

6 Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam (Bandung : CV Alfabeta, 2003), 52. Selanjutnya

(3)

20

ilmu tentang adat kebiasaan. Namun, karena kata ini banyak digunakan dalam berbagai nuansa, minimal ada tiga arti etika.7

Pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kedua kumpulan asas atau nilai moral; ketiga, ilmu tentang yang baik atau buruk. Sementara itu, menurut Bertens, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Satyanugraha sebagaimana dikutip oleh Sofyan mendefinisikan etika sebagai nilai-nilai dan norma moral dalam suatu masyarakat. Etika sebagai ilmu juga dapat diartikan pemikiran moral yang mempelajari tentang apa yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.8

DeGeorge sebagaimana dikutip oleh Sofyan membagi etika dalam tiga kelompok, yaitu :

1) Etika deskriptif (descriptive ethics), mencoba melihat secara kritis dan rasional fakta tentang sikap dan pola perilaku manusia yang sudah membudaya, serta apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai bagi dirinya.

2) Etika normatif (normative ethics), mencoba menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia untuk menuntun dan mencapai kehidupan yang bernilai bagi hidupnya.

3) Etika meta (meta ethics), atau disebut juga analytical ethics, merupakan bidang yang mempelajari lebih dalam tentang asumsi dan investigasi terhadap kebenaran dan ketidakbenaran menurut ukuran moral.9

b. Bisnis (perdagangan)

Kata “bisnis” dalam Bahasa Indonesia diserap dari kata “business” dari Bahasa Inggris yang berarti kesibukan. Kesibukan secara khusus berhubungan dengan orientasi profit/keuntungan. Menurut Buchari Alma sebagaimana dikutip

7

Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta : Salemba Empat, 2011), 17. Selanjutnya ditulis Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam.

8

Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, 17.

(4)

21

Abdul Aziz pengertian Bisnis ditujukan pada sebuah kegiatan berorientasi profit yang memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara Etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya- penggunanan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.10

Bisnis dalam Islam merupakan unsur penting dalam perdagangan. Sejarah telah mencatat bahwa penyebaran agama Islam diantaranya melalui perdagangann (bisnis). Konon, masuknya Islam ke Indonesia, dilakukan oleh para pedagang Muslim yang mengadakan hubungan yang sangat baik dengan masyarakat dan para tokoh setempat.

Menurut Muhammad Iqbal sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz menjelaskan pengertian berdagang (bisnis) dari dua sudut pandang, yaitu menurut mufasir dan ilmu fiqh.

1) Menurut para mufasir, perdagangan (bisnis) adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.

2) Menurut Ahli fiqh, memandang bahwa perdagangan ialah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian menurut yang dibolehkan.

Bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam produksi, menyalurkan, memasarkan barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia baik dengan cara berdagang maupun bentuk lain dan tidak hanya mengejar laba (profit

oriented - social oriented).11

Orang yang suka memperbanyak harta, tanpa diiringi dengan keinginan beramal dengan hartanya itu, akan mengalami kerusakan, baik berupa moral, maupun kerusakan fisik hartanya.12

10

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 28. Lihat juga, Buchari Alma, Pengantar Bisnis (Bandung : Alfabeta, 1999).

11

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 3.

(5)

22

Dari hasil penjualan barang dan jasa, bisnis memperoleh laba. Dan tidak dibenarkan mencari laba sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.13

c. Islam

Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-Islam. Secara lafzhiyyah, Islam dimaknai sebagai “inqiyad” (tunduk), dalam arti tunduk dan menyerahkan diri kepada siapa saja yang memerintah.

Biasanya juga kata Islam dipakai untuk dua macam arti, yaitu :

1) Mengandung penderita dengan sendirinya, “muta‟adi bi nafsihi”, yang berarti “menyerahkan”.

2) Yang tidak bermaksud kepada penderita “al-lazim”, yang berarti “Selamat”.14

Objek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT. Dengan demikian, Islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT. Islam dalam konteks ini adalah suatu ajaran yang bersifat penyerahan; tunduk dan patuh, terhadap perintah-perintah (hukum-hukum Tuhan) untuk dilaksanakan oleh setiap manusia. Islam adalah tunduk dan menyerah diri sepenuhnya kepada Allah lahir maupun batin dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Ia merupakan agama yang berisi ajaran tentang cara hidup yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para rasulNya.15

Bahwa al-Islam adalah nama suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi Allah maknanya adalah al-millah atau ash-shirath atau jalan hidup, Ia merupakan berupa bentuk keyakinan (al-aqidah) dan perbuatan (al-„amal).

Seperti yang dapat dipahami dari al-Qur‟an surat Ali Imran (3) ayat 19 yang berbunyi :

13

Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 101

14

Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah (Bandung : Alfabeta, 2010), 3. Selanjutnya ditulis Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah.

(6)

23

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya.” (QS Ali-Imran [3] : 19).

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, kata (نيد ) mempunyai banyak arti, antara lain ketundukan, ketaatan, perhitungan, balasan. Juga berarti agama, karena dengan agama seseorang bersikap tunduk dan taat, serta akan diperhitungkan seluruh amalnya, yang atas itu ia memperoleh balasan dan ganjaran.16

Kata Islam sebagai ajaran biasanya diidentikan dengan kata syariat, sebagaimana dalam pemaknaan kata Ekonomi Islam dan Ekonomi Syari‟ah. Secara bahasa Syariat (asy-syari‟ah), berarti sumber air minum (mawrid al-ma‟li

al-istisqa) atau jalan lurus (atthariq al-mustaqim). Sedangkan secara istilah,

Syariah sepadan dengan makna perundang-undangan yang diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik yang menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun muamalah guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut Syafi‟i Antonio sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz, syari‟ah mempunyai keunikan tersendiri, syari‟ah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syari‟ah dapat diterapkan setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. bahwa bisnis syari‟ah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan penghormatan atas hak-hak masing-masing.17

16

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbᾱ h ( Jakarta : Lentera Hati, 2007), 40. Selanjutnya ditulis M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbᾱ h.

17 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 34. Lihat juga, Muhammad Syafi‟i Antonio,

(7)

24

d. Etika Bisnis Islam

Setelah mengetahui makna atau pengertian satu persatu dari kata “etika”, “bisnis”, “Islam” atau juga dikenal sebagai “Syariat”, maka dapat digabungkan makna ketiganya adalah bahwa etika bisnis Islam merupakan Suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutnya tentu melakukan hal yang benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntunan perusahaan.

Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji dan tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.18

Dalam membicarakan etika bisnis adalah menyangkut “business firm” atau “business person” yang mempunyai arti yang bervariasi. Berbisnis berarti suatu usaha yang menguntungkan. Jadi etika bisnis Islam adalah studi tentang seseorang atau organisasi melakukan usaha atau kontak bisnis yang saling menguntungkan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Karakteristik standar moral bisnis, lanjutnya harus: tingkah laku yang diperhatikan dari konsekuensi serius untuk kesejahteraan manusia, memperhatikan validitas yang cukup tinggi dari bantuan atau keadilan. Etika untuk berbisnis secara baik dan fair dengan menegakkan hukum dan keadilan secara konsisten dan konsekuen setia pada prinsip-prinsip kebenaran, keadaban dan bermartabat.

1) Karena bisnis tidak hanya bertujuan untuk profit melainkan perlu mempertimbangkan nilai-nilai manusiawi, apabila tidak akan mengkorbankan hidup banyak orang, sehingga masyarakat pun berkepentingan agar bisnis dilaksanakan secara etis.

2) Bisnis dilakukan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, sehingga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi pengambilan keputusan, kegiatan, dan tindak tanduk manusia dalam berhubungan (bisnis) satu dengan lainnya.

18 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 5. Selanjutnya ditulis K.

(8)

25

3) Bisnis saat ini dilakukan dalam persaingan yang sangat ketat, maka dalam persaingan bisnis tersebut, orang yang bersaing dengan tetap memperhatikan norma-norma etis pada iklim yang semakin profesional justru akan menang.19

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian etika bisnis Islam tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang secara fungsional akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi (religiousness economy practical guidance).20

2. Nilai-Nilai Etika Islam

Berikut ini akan diungkapkan nilai-nilai etika Islam yang dapat mendorong bertumbuhnya dan suksesnya bisnis, yaitu :

a. Konsep Ihsan

Ihsan adalah suatu usaha individu untuk sungguh-sungguh bekerja, tanpa kenal menyerah dengan dedikasi penuh menuju pada optimalisasi sehingga memperoleh hasil maksimal.

b. Itqan

Itqan adalah membuat sesuatu dengan teliti dan teratur, jadi harus bisa menjaga kualitas produk yang dihasilkan, adakan penelitian dan pengawasan kualitas sehingga hasilnya maksimal.

c. Konsep hemat

Sejak abad 14 lalu, konsep ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Kita harus hemat jangan boros, pekerjaan memboros-boroskan harta adalah teman syaitan. Harus hemat dengan harta tapi tidak kikir dan tidak menggunakannya kecuali untuk sesuatu yang benar-benar bermanfaat. Dengan berhemat ini, maka dapat menghemat sumber-sumber alam, menyimpan dan menabung. Dana tabungan ini akan dapat digunakan sebagi sumber investasi lebih lanjut, yang pada gilirannya digunakan untuk produksi. Lingkaran ini akan

19

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 36

(9)

26

menghasilkan tambahan harta bagi seseorang. Dengan harta sangat berguna bagi dukungan ketaqwaan kepada Allah dan mengarahkan kekehidupan bergama yang lebih bermakna.

d. Kejujuran dan Keadilan

Ini adalah konsep yang membuat ketenangan hati bagi orang yang melaksanakannya, kejujuran yang ada pada diri seseorang membuat orang lain senang berteman dan berhubungan. Didalam bisnis merupakan pemupukan relasi sangat mutlak diperlukan, sebab relasi ini akan sangat membantu kemajuan bisnis dalam jangka panjang.

Sedangkan keadilan menurut Islam, adil merupakan norma paling utama dalam seluruh aspek. Hal ini dapat ditangkap dalam al-Qur‟an yang menjadikan adil sebagai tujuan agama samawi. Bahkan adil adalah salah satu asma Allah. Kebalikan sifat adil adalah zalim, yaitu sifat yang dilarang Allah pada diriNya. 21 e. Kerja Keras

Rasulullah sangat terkenal dengan pelaksanaan konsep ini. Kita mengetahui bagaimana Rasulullah pada masa kecilnya telah mulai bekerja keras menggembalakan domba-domba orang-orang Mekkah, dan beliau menerima upah dari gembalaan itu. Sangat dianjurkan kerja keras itu dilakukan sejak pagi hari setelah shalat subuh, janganlah kalian tidur, tapi carilah rizki dari Rabmu. Simbol “tali dan tampak” adalah lambang kerja keras, yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam menyuruh umatnya bekerja keras, jangan hanya berpangku tangan dan minta belas kasihan orang.22

3. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

Prinsip-prinsip etika bisnis Islam harus mencakup : a. Kesatuan (Unity)

Kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep

21

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani press, 2000), 182. Selanjutnya ditulis Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam.

22

(10)

27

konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

b. Keseimbangan (Equilibirium)

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tidak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.

c. Kehendak bebas (free will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan Individu dibuka lebar. Tidak adaya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

d. Tanggung jawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggung jawaban dan akuntabilitas untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung jawabkan tindakannya. Secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya.

e. Kebenaran : Kebajikan dan kejujuran

Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudukan sebagai niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dalam prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam bisnis. 23

23

(11)

28

B. Corporate Social Responsibility (CSR)

1. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Perbedaan perspektif di dalam memandang CSR telah mengakibatkan munculnya berbagai rumusan CSR saat ini dan berbagai element atau program yang terkandung dalam aktivitas CSR, sesuai dengan perspektif masing-masing pihak sebagai berikut :

Business for Social Responsibility/BSR sebagaimana dikutip oleh Dwi

Kartini, mendefinisikan “Business practices that strengthen accountability,

respecting ethical values in the interest of all stakeholders.”

BSR juga menyatakan bahwa pelaku bisnis yang bertanggung jawab menghormati dan memelihara lingkungan hidup serta membantu meningkatkan kualitas hidup melalui pemberdayaan masyarakat dan melakukan investasi di dalam masyarakat di manapun perusahaan beroperasi.24

Kemudian World Business Council for Sustainable development/ WBCSD sebagaimana dikutip oleh Poerwanto, secara khusus mengarahkan tanggung jawab sosial lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi. WBCSD menggambarkan tanggung jawab sosial sebagai berikut : “Business comitment to contribute to

sustainable economic development, working with employees, their families, that local community, and society at large to improve their quality of live” Definisi

tersebut menunjukan bahwa setiap perusahaan harus bertanggung jawab secara ekonomi terhadap karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar lokasi perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Karyawan dalam hal ini menjadi bagian pokok dari proses produksi. Pemahaman tersebut dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yang utama adalah karyawan. Karyawan yang berkualitas akan mendukung produk yang berkualitas pula. Kualitas karyawan mencakup kondisi fisik kerja, upah serta balas jasa lain.25

Menurut C. Ferrel, George Hirt dan Linda Ferrel, sebagaimana dikutip oleh Poerwanto mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai kewajiban para pelaku

24 Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 2. 25

(12)

29

bisnis untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif pada masyarakat.26

Dalam tanggung jawab sosial untuk setiap jenis organisasi, pemerintah adalah pihak penting. Di bawah dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan dapat memiliki ijin untuk menjalankan bisnis.27 Lebih jauh lagi, di Indonesia, bahwa adanya CSR semakin menguat setelah dinyatakan tegas dalam UU Perseroan Terbatas ( UU PT) Nomor 40 tahun 2007, khususnya pasal 74 antara lain menyebutkan:

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhitungkan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan Pemerintah.28

Definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan menurut Pasal 1 butir 3 UU No. 40 / 2007 tentang PT (Perseroan Terbatas) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.29

26

Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 19. Lihat juga, C. Farrel, George Hirt and Linda Ferrel, Business: A Changing World (New York : McGraw-Hill, 2006).

27

R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Erlangga, 2008), 43. Selanjutnya ditulis Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia.

28

Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas (Bandung : Fokus Media, 2010), 44. Selanjutnya ditulis Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas.

29

(13)

30

Tanggung jawab sosial atau CSR merupakan pangakuan bahwa organisasi menimbulkan pengaruh signifikan terhadap sistem sosial dan pengaruh ini harus dipertimbangkan dan diseimbangkan dengan tepat dalam semua tindakan organisasi.30

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep yang

menyeimbangkan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dengan aspek sosial dan lingkungan.31

Konsep CSR lahir dari perubahan model perusahaan yang dominan ekonomis ke model sosio – ekonomis yang lebih luas. Model ekonomis terutama menekankan produksi, eksploitasi sumber daya, kepentingan individual, sedikit peranan pemerintah, dan pandangan umum perusahaan sebagai sistem yang tertutup, sebaliknya model sosio-ekonomis menekankan kualitas-kehidupan keseluruhannya, kelestarian sumber-daya, kepentingan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah, dan pandangan sistem terbuka dari perusahaan.32

Dimasa lampau hampir seluruh organisasi menggunakan model sosio-ekonomi, baik organisasi bisnis atau pemerintahan, mengambil keputusan atas dasar nilai ekonomi dan teknis. Penekanan baru dalam ketanggapan sosial telah mengarah pada model pengambilan keputusan sosio-ekonomi dimana dalam pengambilan keputusan juga turut dipertimbangkan faktor kerugian dan kemaslahatan bagi masyarakat. Organisasi sekarang memandang sistem sosial dan saling bergantungannya secara luas. Belajar untuk lebih manusiawi dan beroperasi secara lebih harmonis dengan lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial.33

30

Keith Davis dan John W. Newstrom, Perilaku Organisasi (Jakarta:Penerbit Erlangga,1994) , 49. Selanjutnya ditulis Keith dan John, Perilaku Organisasi.

31

M. Suyanto, Strategic Management (Global Most Admired Companies) (Yogyakarta : Andi Offset, 2007), 36. Selanjutnya ditulis M. Suyanto, Strategic Management

32

Fremont E.Kast, James E. Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen, Penerjemah A.Hasyim

Ali (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), 214-215. Selanjutnya ditulis Fremont, Organisasi dan Manajemen.

33

(14)

31

Menurut Carroll sebagaimana dikutip oleh Dwi kartini, Konsep CSR memuat komponen-komponen sebagai berikut34 :

a. Economic responsibilities

Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi, karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan.

b. Legal responsibilities

Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif.

c. Ethical responsibilities

Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Menurut Epstein sebagaimana dikutip oleh Dwi Kartini35 bahwa etika bisnis menunjukan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai suatu isu di mana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai tersebut, individu atau organisasi akan memberikan panilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak serta memiliki kegunaan (utilitas) atau tidak.

d. Discretionary responsibilities

Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan malalui berbagai program yang bersifat filantropis. Dalam kaitan ini perusahaan juga ingin dipandang sebagai warga negara yang baik (good citizen) di mana kontribusi yang mereka berikan kepada masyarakat akan mempengaruhi reputasi perusahaan.

34

Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 14. Lihat juga, Archie B. Carrol,

A Three Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance, The Academy of Management Review, 1997.

35

Dwi Kartini, Corporate Social responsibility transformasi, 14. Lihat juga Edwin Epstein,

Business Ethics, Corporate Good Citizenship and The Corporate Social Policy Process : A view from the United States, (Journal of Business Ethics, 1989), 584-585.

(15)

32

Secara konseptual terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab sosial36, yaitu :

a. Pendekatan moral

Pendekatan moral yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip kesantunan dan nilai-nilai positif yang berlaku, dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak lain.

b. Pendekatan kepentingan bersama

Menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran, keterbukaan dan kebebasan.

c. Pendekatan manfaat

Konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh organisasi harus dapat menghasilkan manfaat besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.

Perusahaan harus mementingkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan maka dari itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Kelompok dalam (insiders) adalah orang atau kelompok yang merupakan pemegang saham atau karyawan perusahaan.

b. Kelompok luar (outsiders) adalah semua orang atau kelompok lain yang terkena dampak tindak-tanduk perusahaan. Kelompok luar ini yang sangat besar dan mengharapkan perusahaan bertanggung jawab secara sosial.37

Adapun menurut Buchari Alma, bahwa kegiatan social responsibility yang harus diperhatikan perusahaan38, adalah :

a. Bertanggung jawab terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Ini menyangkut masalah polusi, kontaminasi zat-zat berbahaya yang merusak udara, air dan tanah. Ini disebabkan oleh gas buangan knalpot mobil,

36

Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 20.

37

John A. Pearce dan Richard Robinson, JR, Manajemen Strategi (Jakarta : Binarupa Aksara, 1997), 77. Selanjutnya ditulis John dan Richard, Manajemen Strategi.

38

(16)

33

motor, industri, semua ini dapat mengotori udara dan menyebabkan hujan asam, yang dapat merusak hutan.

b. Bertanggung jawab terhadap konsumen

Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hak-hak konsumen seperti

the right to be safe, right to be informed, the right to choose, and the right to be heard. Dengan memperhatikan hak-hak konsumen ini, maka akan dapat dicegah

munculnya gejala consumerism, yaitu gejala action, demonstrasi, perusakan, yang akan dilancarkan oleh konsumen, karena perlakuan produsen yang tidak baik terhadap konsumen.

c. Bertanggung jawab terhadap Investor

Para investor juga memperhatikan masalah etika dan tanggung jawab dari perusahaan dimana mereka melakukan investasi. Investor pasti tidak senang jika pimpinan perusahaan melakukan manipulasi dalam pembukuan bisnis sehingga merugikan pihak investor.

d. Bertanggung jawab terhadap karyawan

Para pengusaha mulai hati-hati dalam merekrut karyawan, melatih dan menaikkan pangkat karyawan, perilaku, tanggung jawab, etika yang dijalankan oleh perusahaan. Tidak dikehendaki adanya diskriminasi. Sebuah perusahaan mungkin melakukan berbagai aktivitas tanggung jawab sosial yang lain, seperti penyediaan pelatihan karyawan yang menyeluruh, bimbingan dan pendirian program bantuan karyawan.39

2. Tujuan dan Manfaat Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut J.David Hunger dan Thomas L.Wheelen40, tujuan perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial dalam bisnisnya, yaitu :

a. Moralitas

Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak yang berkepentingan karena hal ini merupakan hal benar yang harus dilakukan. Terutama berdasarkan pada nilai-nilai keagamaan atau beberapa tanda moral yang

39

James L. Gibson, James H. Donnely, John M. Ivancevich, Manajemen (Jakarta : Erlangga, 1996), 112. Selanjutnya ditulis James, Manajemen.

40

(17)

34

diyakini secara personal, suatu tindakan dinilai berdasarkan pada apa yang dianggap baik oleh masyarakat secara umum. Pemikiran tersebut bersifat altruistik (hanya memikirkan kepentingan orang lain), dan tujuan dari penerapan CSR dalam moralitas yaitu tidak ada harapan untuk menerima balasan jasa dari apa yang dilakukan.

b. Pemurnian Kepentingan

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang berkepentingan karena pertimbangan kompensasi kadang-kadang dicerminkan dalam istilah “apa yang ditabur, itulah yang akan dituai”. Alasan ini menunjukkan bahwa perusahaan kemungkinan besar akan dihargai karena tindakan-tindakan tanggung jawab mereka, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Investasi

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder perusahaan karena tindakan itu akan dicerminkan dalam tingkat laba yang lebih tinggi dan dalam harga persediaan perusahaan. Kenyataan ini menunjukkan hubungan langsung antara tindakan tanggung jawab sosial dan kinerja keuangan perusahaan. d. Mempertahankan Otonomi

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholders untuk menghindari campur tangan kelompok-kelompok yang ada dalam lingkungan kerja dalam pengambilan keputusan manajerial.

Manfaat penerapan Corporate Social Responsibilty (CSR) bagi perusahaan adalah41 :

a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra perusahaan. b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.

c. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.

d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha. e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.

f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah.

41 Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi (Bandung : Alfabeta, 2013), 83. Selanjutnya

(18)

35

g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. h. Memperbaiki hubungan dengan regulator.

i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan dan Peluang mendapatkan penghargaan.

Pada dasarnya tanggung jawab sosial akan memberikan manfaat dalam jangka panjang bagi semua pihak yaitu42 :

a. Manfaat bagi Perusahaan

Manfaat yang jelas bagi Perusahaan yaitu munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan di lingkungannya.

b. Manfaat bagi Masyarakat

Terciptanya hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan yang lebih baik, tidak hanya di sektor perekonomian, tetapi juga dalam sektor sosial, pembangunan dan lain-lain.

c. Manfaat bagi Pemerintah

Pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai wasiat yang menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan sanksi bagi pihak yang melanggarnya dan mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat ke arah yang lebih baik dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut.

3. Kebijakan dan Pedoman Penerapan Program Corporate Social

Responsibility (CSR)

Perusahaan yang mengambil sikap untuk menanggapi tuntutan sosial sesuai dengan kepentingan perusahaan tentu saja akan menetapkan kebijakan/ strategi pelaksaannya. Adapun kebijakan penerapan program CSR43 yaitu :

a. Untuk mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya dengan seksama.

42 Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta : Kencana

Pernada Media Group, 2008), 81 – 82. Selanjutnya ditulis Ernie dan Kurniawan, Pengantar

Manajemen.

43 George A. Steiner & John B. Miner, Kebijakan dan Strategi Manajemen (Jakarta : Erlangga,

(19)

36

b. Benar-benar memanfaatkan keringanan pajak melalui kontribusi, apabila margin laba memungkinkan hal itu. Kebijakan ini hanya memanfaatkan undang-undang perpajakan tetapi tidak mengikat perusahaan diluar kedermawanan minimum yang diperlihatkan pada saat sekarang kecuali apabila perusahaan merasa bahwa margin laba yang diperoleh cukup tinggi untuk memberi lebih banyak.

c. Untuk memikul biaya sosial dalam operasi perusahaan apabila mungkin melakukan hal itu tanpa mengorbankan posisi kompetisi atau keuangannya. d. Untuk memusatkan program sosialnya pada tujuan terbatas.

e. Untuk memusatkan program sosial pada sejumlah bidang yang secara strategis berkaitan dengan fungsi perusahan pada saat sekarang dan dimasa datang.

f. Untuk mengkaji kebutuhan sosial yang perlu ditanggapi perusahaan, kontribusi yang dapat diberikan, risiko yang mungkin timbul, dan kemungkinan manfaatnya bagi perusahaan dan masyarakat.

Menurut Sawyer sebagaimana dikutip oleh Jhon dan Richard44 pedoman bagi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial, yaitu:

a. Tujuan usaha adalah menghasilkan laba, para manajernya harus berusaha mengejar laba optimal yang dapat dicapai dalam kurun waktu panjang. b. Laba sejati tidak dapat diperoleh sebelum semua biaya usaha dibayarkan

termasuk semua biaya sosial, seperti ditentukan oleh analisis rinci mengenai keseimbangan sosial antara perusahaan dan masyarakat.

c. Jika ada biaya sosial di bidang-bidang yang standar objektif untuk koreksinya belum tersedia, manajer haruslah mengembangkan standar korektif. Standar ini haruslah didasarkan pada pertimbangan manajer mengenai apa yang seyogyanya ada dan sekaligus harus mendorong keterlibatan individual dari para warga perusahaan dalam mengembangkan standar sosial yang perlu.

(20)

37

d. Bila desakkan persaingan menghalangi dilakukannya tindakan yang bertanggung jawab secara sosial, perusahaan harus menyadari bahwa operasinya ini menggunakan model sosial dan karenanya merupakan kerugian. Perusahaan harus memulihkan operasi yang mampu menghasilkan laba melalui manajemen yang lebih baik, jika masalahnya bersumber dari dalam atau dengan menyerukan perubahan peraturan, jika masyarakat dirugikan oleh aturan main persaingan dalam bisnis yang bersangkutan.

4. Jenis-jenis Program Corporate Social Responsibility (CSR)

Kotler dan Lee sebagaimana dikutip oleh Dwi Kartini45 menyebutkan enam kategori aktivitas CSR atau program CSR, yaitu :

a. Promosi kegiatan sosial (cause promotions)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana, pastisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu.

b. Pemasaran terkait kegiatan sosial (cause related marketing)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan pada penjualan produk tertentu. Untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas tertentu.46

c. Pemasaran kemasyarakatan korporat (corporate societal marketing) Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

45

Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 63. Lihat juga, Philip Kotler and Lee Nancy, Corporate Social Responsibilty : Doing The Most Good for Your Company and Your

Cause, 2007.

(21)

38

d. Kegiatan filantropi perusahaan (corporate philanthropy)

Dalam aktivitas ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya berbentuk pemberian uang secara tunai. Bingkisan/paket bantuan atau pelayan secara cuma-cuma.

e. Pekerja Sosial kemasyarakatan secara sukarela

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan, rekan pedagang eceran, atau pemegang franchise agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.

f. Paktik bisnis yang memiliki tanggung jawab sosial (socially responsible

business practice)

Perusahaan sangat mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas yaitu karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan yang dimaksud kesejahteraan yaitu kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan psikologis dan emosional.

5. CSR dan Etika Organisasi

Tanggung jawab sosial organisasi mencakup hubungannya dengan lingkungan luas sehingga keberadaan organisasi diterima dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya, etika organisasi mencakup hubungan antara faktor-faktor internal dengan lingkungan tanggung jawab organisasi. 47 Tanggung jawab sosial berkaitan erat dengan peran keuntungan dan prestasi sosial seperti dapat dijelaskan berikut ini :

a. Peran Keuntungan

Sebelum perusahaan mampu menggunakan sumberdaya untuk kepentingan sosial, perusahaan harus mendapatkan keuntungan yang cukup sehingga cukup memadai untuk mempertahankan kepercayaan dan dukungan dari pemegang

(22)

39

saham dan kreditur (pemberi pinjaman). Pelayanan sosial bagi perusahaan dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pertikaian antara lingkungan eksternal dengan perusahaan. Pengaruh biaya sosial yang harus dipikul oleh perusahaan dapat diperiksa dengan empat cara, seperti peningkatan efisiensi, kenaikan harga, penurunan upah atau pengurangan keuntungan perusahaan tertentu dan mampu menyediakan lapangan kerja (aspek sosial). Meningkatkan efisiensi tanpa (harus) mengurangi keuntungan.

b. Prestasi Sosial Organisasi

Mendefinisikan prestasi sosial organisasi sama sulitnya dengan mendefinisikan keefektifan organisasi pada umumnya. Salah satu kesulitan dalam kedua kasus adalah banyak pihak yang memiliki tuntutan dan kepentingan yang berbeda terhadap perusahaan.

Menurut Dody Prayogo sebagaimana dikutip oleh Irham Fahmi48 ada empat indikator keberhasilan CSR yang dapat dilihat, yaitu :

1) Secara umum, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian nilai etika yang dikandungnya yaitu turut menegakkan social justice, sustainability dan

equity.

2) Secara sosial, keberhasilan CSR dapat dinilai dari tinggi rendahnya legitimasi sosial korporasi di hadapan stakeholder sosialnya.

3) Secara bisnis, keberhasilan CSR dapat dinilai dari meningkatnya nilai saham akibat peningkatan corporate social image.

4) Secara teknis, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian program hasil evaluasi teknis lapangan.

Reward bagi corporate yang melaksanakan CSR 1) Reward finansial bagi perusahaan49

Dalam menerapkan CSR pada perusahaan, maka perusahaan mendapatkan reward finansial diantaranya : menurunkan biaya operasional perusahaan,

48

Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, kasus, dan Solusi, 85. Lihat juga, Dody Prayogo, Socially

Responsible Corporation : Peta Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan komunitas pada Industri Tambang dan Migas (Jakarta : UI-Press, 2011), 196

(23)

40

meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar, menarik calon investor, pertumbuhan nilai saham yang signifikan, membuat kesejahteraan karyawan lebih baik, mencegah risiko dari dampak sosial, mencegah risiko dari dampak alam. 2) Reward non finansial bagi perusahaan50

Reward non finansial yang diberikan kepada perusahaan yaitu berupa : kepercayaan, kredibilitas, responsibility, akuntabilitas serta mengelola risiko bisnis secara lebih tanggap dan terperinci.

Menurut penulis, bagi perusahaan yang telah melaksanakan program CSR, berhak mendapatkan penghargaan baik itu berupa finansial maupun berupa penghargaan kepercayaan. Oleh karena itu, masyarakat dapat menilai sendiri apakah perusahaan tersebut baik atau buruk terhadap masyarakat sekitar.

6. Pro dan Kontra CSR

Argumen yang mendukung / Pro terhadap CSR yaitu :

a. Situasi persaingan murni itu tidak ada dan lingkungan ekonomi sekarang tidak otomatis menjamin alokasi optimal sumber daya. Tidak ada jaminan efisiensi dan persamaan.

b. Perusahaan itu bukan instrumen ekonomi saja. Aktivitasnya mempunyai pengaruh sosial yang besar. Laba saja bukanlah satu-satunya indikator prestasi (performance = penyelenggaraan) sosial.

c. Para Manajer biasanya memang tidak dilatih untuk menghadapi CSR, tetapi dampak sosial dari tindakan mereka tidak dapat diletakkan. Banyak perseroan memiliki sumber-daya yang sangat besar, sebagian dari pada sumber-daya itu hendaknya disalurkan ke dalam aktivitas yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial.

d. CSR tidak mesti merugikan persero. Dalam jangka panjang, pertimbangan terhadap tanggung jawab sosial akan meningkatkan kepentingan persero.

(24)

41

e. Masyarakat yang bertambah baik akan memberikan kesempatan untuk keadaan masa depan yang lebih baik. Investasi dalam perbaikan jaringan sosial akan memberikan iklim usaha yang menguntungkan.

f. Perusahaan yang bersifat lebih tanggap itu akan mengecilkan hari (discourge) kelompok-kelompok lain seperti serikat buruh dan pemerintah untuk melangkah masuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga akhirnya dapat dihindari kerusakan yang disebabkan oleh persaingan dan sistem “perusahaan yang bebas”. Dalam arti luas terjun dalam tindakan-tindakan yang bertanggung jawab sosial ini adalah untuk kepentingan terbaik bagi perseroan itu sendiri.51

Argumen yang menentang CSR / Kontra terhadap CSR meliputi :

a. Sistem pasar yang kompetitif hanya dapat bekerja efektif jika perseroan memusatkan perhatiannya pada penyelenggaraan ekonomis dan mengutamakan kepentingan para persero. Model ini menjamin pemakaian yang optimal dari sumber-daya masyarakat.

b. Sebagai lembaga ekonomi, perseroan itu hendaklah menspesialisasikan diri dalam bidang terbaik yang dapat mereka laksanakan –produksi barang dan jasa-jasa yang efisien. Laba adalah imbalan untuk penyelenggara sosial yang efektif.

c. Perusahaan bukan dibutuhkan untuk mengejar sasaran-sasaran sosial. Fungsi ini hendaklah diserahkan kepada lembaga-lembaga lain dalam masyarakat.

d. Perusahaan menjalankan kekuatan ekonomi yang besar. CSR akan menyebabkan perseroan memiliki pengaruh yang tidak semestinya terhadap banyak kegiatan yang lain.

e. Perusahaan yang mengutamakan tanggung jawab sosial akan lemah bersaingan dengan perusahaan yang tidak. Ini terutama merugikan dalam persaingan Internasional.52

51

Fremont, Organisasi dan Manajemen, 219.

(25)

42

C. CSR dalam Perspektif Islam

CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi inheren dari ajaran Islam itu sendiri. Tujuan dari syariat Islam adalah maslahah sehingga bisnis adalah upaya untuk menciptakan maslahah, bukan sekedar mencari keuntungan. Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan. CSR bukan sebagai sentra biaya, melainkan sebagai sentra laba (profit centre) dimasa yang akan datang.

Dalam pandangan Islam, CSR merupakan kewajiban pengusaha yang dikeluarkan dari pendapatan yang jatuh pada kewajiban zakat, infaq ataupun sedekah. Dalam pandangan Islam kewajiban melaksanakan CSR bukan hanya menyangkut pemenuhan kewajiban secara hukum dan moral, tetapi juga strategi agar perusahaan dan masyarakat tetap survive dalam jangka panjang.

Definisi CSR secara Syari‟ah 53

:

Gambar 2.1 CSR secara Syari‟ah

53

Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, kasus, dan Solusi, 85. Lihat juga, Edi Suharto, Pekerjaan

Sosial di Dunia Indsutri : Memperkuat CSR (Corporate Social Responsibility) (Bandung :

Alfabeta) 103

CSR

CSI (Corporate Social Investment) Amal Pemberdayaan Pemberian Perusahaan Kedermawanan sosial Relasi Kemasyarakatan Perusahaan Pengembangan Masyarakat

Gambar

Gambar 2.1  CSR secara Syari‟ah

Referensi

Dokumen terkait

hanya pasrah. Padahal saat itu beliau baru saja menjalani operasi kanker rahim. Penyakit-penyakit tersebut tidak lantas membuat beliau menyerah, tetapi justru beliau semakin

Observasi pada siklus II terhadap pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tindakan ini dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan langkah-langkah pembelajaran

Berdasarkan hasil analisis terhadap data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek keterampilan abad 21 yang muncul dan berkembang pada diri anak dalam kegiatan

Penelitian yang dilakukan oleh Catur Ragil Sutrisno (2013) tentang “Potensi, Preferensi dan Perilaku Mahasiswa terhadap Profesi Auditor” menunjukkan hasil bahwa

Sebutan “Bank XXX” dipersingkat menjadi “XXX”, sedangkan tahun pendirian –“46”-digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama

siakad.trilogi.ac.id/siakad/rep_prosentaseabs 1/3 Jalan Taman Makam Pahlawan No... siakad.trilogi.ac.id/siakad/rep_prosentaseabs 3/3 Jakarta, 05

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gayas atau larva hama Oryctes rhinoceros , cendawan Isolat Lokal Lombok Metarrhizium anisopliae dalam bentuk

Dalam kehidupan masyarakat yang serba majemuk, berbangsa dan bernegara, berbagai perbedaan yang ada seperti dalam suku, agama, ras atau antar golongan, merupakan realita