• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODA IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODA IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

METODA IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN CAGAR

BUDAYA

Tesis

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Sarjana S-2

PEMBIMBING I: DR. IR, EKO ALVARES Z. MSA PEMBIMBING II: JONNY WONGSO, ST., MT

Oleh A R I Y A T I 0810018322007

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR PROGRAM PASCA SARJANA

TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

(2)

METODA IDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA Ariyati, Eko Alvares Z., Jonny Wongso

Program StudiTeknik Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Bung Hatta E-mail : aie_calatrava@rocketmail.com, ekoalvares@gmail.com,

jonnywongso@outlook.com

INTISARI

Beragamnya metoda identifikasi bangunan yang berkembang saat ini dalam arsitektur dan bidang ilmu yang terkait menyebabkan kerancuan dalam peggunaan metoda untuk mengidentifikasi kerusakan bangunan khususnya bangunan cagar budaya. Bangunan cagar budaya memiliki keunikan tersendiri dalam proses pengidentifikasian bangunan berbeda dengan pengidentifikasian bangunan sipil biasa.

Penelitian ini menggunakan metoda rasionalistik kualitatif, penelitian dititik beratkan pada pengamatan metoda-metoda identifikasi dan tahapan yang terdapat di dalamnya. Melalui analisisi maka akan di simpulkan rekomendasi arahan untuk mengidentifikasi bangunan cagar budaya.

Beberapa metoda identifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi bangunan dan kawasan cagar budaya memiliki kelebihan dan kekurangan, tahapan tersebut kemudian diformulasikan menjadi 16 tahapan identifikasi bangunan dan kawasan cagar budaya. Tahapan identifikasi ini di analisis terhadap lima metoda identifikasi kerusakan yang telah ada sebelumnya. Hasil analisa tahapan identifikasi terhadap metoda yang ada menghasilkan metoda identifikasi yang paling sederhana digunakan untuk pengidentifikasian bangunan cagar budaya, dan apabila diinginkan hasil yang maksimal disumpulkan juga sebuah metoda tahapan yang baik untuk melakukan identifikasi kerusakan kawasan dan bangunan cagar budaya.

(3)

DAMAGE IDENTIFICATION METHOD OF HERITAGE BUILDING Ariyati, Eko Alvares Z., Jonny Wongso

Prodi Teknik Arsitektur, Program Pasca Sarjana, Universitas Bung Hatta E-mail : aie_calatrava@rocketmail.com, ekoalvares@gmail.com,

jonnywongso@outlook.com

ABSTRACT

Varying methods of identification of the building which is currently developing in architecture and related fields of science led to confusion in applications of method to identify damage to buildings, especially heritage buildings. Heritage buildings is unique in the identification of different buildings with identifying ordinary civilian buildings.

This research used a qualitative rationalistic method, the research is focused on the identification of observation methods and phases contained therein. Through analisisi it will be concluded on the landing to identify heritage buildings.

Some methods of identification used to identify buildings and cultural heritage area has its advantages and disadvantages, the stages are then formulated into 16 stages of identifying buildings and cultural heritage area. This identification stages in the analysis of the five methods for identifying pre-existing damage. The results of the analysis stage of identification of the existing methods produce the most simple identification method is used for the identification of heritage buildings, and if desired maximum results disumpulkan also a good stage method to identify damage to the area and heritage buildings.

(4)

4 I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam perkembangannya terdapat beberapa metoda identifikasi kerusakan bangunan yang telah dilakukan oleh praktisi dengan tahapan-tahapan tersendiri dalam menetapkan dan mengidentifikasi bangunan cagar budaya. Diantaranya adalah metoda yang di lakukan oleh Pusat Data Arsitektur (PDA), metoda mAAN Padang, metoda Maan Jakarta, benteng-benteng Indonesia, Inter SAVE.

Masing-masing dari metoda

tersebut diatas memiliki persamaan dan perbedaan dalam penanganan bangunan cagar budaya, mulai dari cakupan objek mikro yang merupakan bangunan itu sendiri hingga skala kawasan yang terdapat sekumpulan bangunan cagar budaya.

Banyaknya metoda identifikasi

yang berkembang dan telah ada akhir-akhir ini memperkaya hasanah teori pelestarian bangunan cagar budaya. Praktisi pelestarian dapat menggunakan berbagai metoda tersebut dalam kegiatan pelestariannya, namun dengan beragamnya metoda yang ada menyebabkan tidak akuratnya data

yang dikumpulkan sehingga proses

konservasi suatu bangunan tersebut

menjadi tidak sempurna. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya standar metoda yang baku untuk diterapkan pada proses konservasi bangunan cagar budaya.

Rumusan masalah

Banyaknya metoda yang

menjadikan suatu rujukan untuk tindakan

konservasi suatu bangunan tersebut

ternyata memiliki tahapan yang berbeda-beda namun di beberapa unit proses identifikasi memiliki kesamaan, apabila satu metoda saja yang dipakai sebagai acuan dalam tindakan koservasi akan mengakibatkan hilangnya informasi yang

diperlukan untuk menetapkan dan

melakukan proses konservasi.

Dengan melihat, memaparkan dan

membandingkan beberapa metoda

konservasi tersebut dapat memperlihatkan perbedaan dan kesamaan dalam masing-masing tahapan yang telah dilakukan di metoda sebelumnya yang telah dilakukan. Dari permasalahan – permasalahan diatas maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian :

1. Apa tahapan dari masing – masing metoda identifikasi bangunan cagar budaya?

2. Bagaimana metoda identifikasi yang baik untuk bangunan cagar budaya?

II. Metode Penelitian Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan

pendekatan rasionalistik kualitatif, bertolak dari kerangka teoritik penelitian terdahulu, teori – teori yang dikenal dan buah pikiran

para pakar, untuk kemudian

(5)

5 mengandung sejumlah problematik yang

perlu diteliti lebih lanjut (Muhajir, 1996 sit. Darmawan & Ratnatami, 2005).

Penelitian ini menekankan pada pemahaman perbandingan dari teori-teori yang telah ada dan menemukan benang merah dari telaah tersebut. Diawali dengan mengumpulkan teori-teori yang merujuk pada metoda identifikasi bangunan cagar buaya. Kemudian mencoba merumuskan permasalahan, mengolah dan dianalisis berdasarkan teori terkait, menyimpulkan hasil analisis, menemukan cara pemecahan serta mengembangkan strategi untuk pemecahan, yang dalam hal ini difokuskan pada menghasilkan formula identifikasi kerusakan bangunan yang baik .

Fokus Penelitian

Penelitian dititik beratkan pada pengamatan proses penetapan bangunan cagar budaya oleh masing-masing metoda identifikasi, dan menganalisisi tahapan tindakan konservasi dari tiap metoda tersebut.

Melalui analisisi maka akan

dirumuskan rekomendasi arahan untuk metoda identifikasi yang baik untuk kerusakan pada bangunan cagar budaya. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan alat – alat dan bahan penelitian, antara lain :

1. Media komputer dengan perangkat

softwarenya, berguna untuk

memindahkan data secara digital, sketsa komputer maupun untuk pengetikan hasil penelitian.

2. Berbagai macam data sumber dari metoda identifikasi yang telah ada. 3. Data – data, foto – foto identifikasi

pada masa lalu sebagai

perbandingan.

4. Buku – buku referensi yang mendukung jalannya penelitian.

5. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian, dan merupakan faktor – faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti(Muhajir, 1996 sit. Darmawan & Ratnatami, 2005). 6. Dari penjabaran beberapa teori

terkait, untuk memberikan batasan terhadap elemen – elemen metoda identifikasi bangunan cagar budaya yang nantinya akan di teliti maka ditentukan variabel penelitian sebagai berikut :

(6)

6 III. DATA DAN ANALISA

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda identifikasi kerisakan yang dilakukan oleh PDA, mAAN Jakarta, mAAN Padang, Inter Save dan Metoda Benteng-benteng Indonesia, yang masing-masing tahapan didalamnya di analisia dan diformulasikan menjadi enam belas tahapan konservasi yang merupakan penjabaran dari masing-masing metoda tersebut. Penjabarab tahapan konservasi dari masing-masing metoda tersebut dapat terlihat dari tabel di bawah ini:

Tabel Analisa Tahapan Identifikasi Terhadap Metoda

Gambar 4. 1 Analisa tahapan identifikasi terhadap metoda

Sumber: analisa penulis, 2014

Gambar 3. 1. Analisa tahapan identifikasi kerusakan Sumber: analisa penulis, 2014

(7)

7

Analisis pemaparan kriteria

identifikasi dan tahapan identifikasi benda cagar budaya dilakukan untuk melihat dan

mengetahui tahapan identifikasi

kerusakan yang baik. Pada analisis kriteria ini digunakan aspek – aspek variabel penelitian sebagai tolak ukur penilaian.

Masing – masing aspek variabel

penelitian tersebut adalah :

(1) Peran sejarah, (2) Komersial, (3) Estetika, (4) Keluarbiasaan, (5) Memperkuat citra kawasan, (6) Keaslian Bentuk, (7) Keterawatan. Dan untuk variabel analisisi tahapan identifikasi adalah: (1) inventori, (2) Deleniasi Kawasan, (3) Penyusunan form survey, (4) Schedule survey, (5) Analisa awal Kategori bangunan, (6) Gambar teknis,

(7) Dokumentasi Lapangan, (8)

Wawancara, (9)

a. Pusat Dokumentasi Arsitektur Setiap variabel pada analisis kriteria bangunan cagar budaya yaitu estetika,

keluarbiasaan, memperkuat fungsi

kawasan, keaslian bentuk , keterawatan, peran sejarah dan komersial, di lakukan oleh metoda ini.

Pada tahapan identifikasi kerusakan metoda ini tidak melakukan analisa awal kategori bangunan sebagai penilaian awal terhadap tindakan konservasi yang akan dilakukan. Pemetaan kerusakan secara detil juga tidak terdapat dalam tahapan metoda ini, termasuk juga evaluasi heritage atau evaluasi akhir dari inventory dan tindakan konservasi yang telah dilakukan.

Gambar 3. 2. analisa kriteria bangunan konservasi Sumber: analisa penulis, 2014

Gambar 3. 3. analisa metoda konservasi terhadap tahapan identifikasi kerusakan

(8)

8

b. mAAN Padang

Untuk tahapan analisa kriteria bangunan metoda yang dilakukan oleh mAAN Padang ini melakukan penilaian estetika, keluarbiasaan, keterawatan dan tahapan penilaian peran sejarah untuk menetapkan sebuah bangunan sebagai benda cagar budaya. Sedangkan pada tahapan identifikasi kerusakan, metoda ini tidak memproduksi gambar teknis yang memperlihatkan kondisi eksisting dari objek yang akan dilakukan tindakan konservasi.

Tahapan kegiatan yang menyangkut detil objek penelitian yaitu: inventarisasi kerusakan, diagnosis kerusakan, uji struktur dan material juga tidak dilakukan dalam metoda ini. Metoda ini lebih konsentrasi terhadap tahapan inventori, dokumentasi lapangan dan pengumpulan informasi dari wawancara langsung di lapangan.

c. mAAN Jakarta

Metoda ini memiliki kesamaan dengan metoda sebelumnya yaitu mAAN Padang dalam hal penetapan kriteria

bangunan cagar budaya dengan

melakukan penilaian estetika,

keluarbiasaan, keterawatan dan tahapan penilaian peran sejarah untuk menetapkan sebuah bangunan sebagai benda cagar budaya.

Tahapan identifikasi kerusakan juga hampir menyamai apa yang dilakukan oleh metoda mAAN Padang, kelebihan dari metoda ini adalah menerapkan tahapan penilaian memori, happiness, love dari sistem butterfly chart yang merujuk kepada pendapat dari pengguna bangunan dan masyarakat yang berda di lingkungan bangunan tersebut.

d. Benteng-benteng Indonesia

Seluruh tahapan penilaian dalam penetapan kriteria bangunan cagar budaya juga dilakukan oleh metoda ini, sedangkan dalam proses identifikasi kerusakan metoda ini hanya meninggalkan proses tahapan analisa awal kategori bangunan, evaluasi Gambar 3. 4. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan

identifikasi kerusakan PDA Sumber : analisa penulis 2014

Gambar 3. 5. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan

identifikasi kerusakan mAAN Padang Sumber : analisa penulis 2014

Gambar 3. 6. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan identifikasi kerusakan mAAN Jakarta

(9)

9 heritage dan tahapan terakhir yaitu butterfy

chart.

e. InterSave

Dalam metoda interSave ini dari ke tujuh tahapan penilaian kriteria bangunan cagar budaya tidak menyertakan penilaian terhadap keaslian bentuk dan keterawatan, hal ini disebabkan oleh skala cakupan objek yang lebih luas dari metoda ini.

Hal ini juga terlihat pada tahapan identifikasi kerusakan yang di lalui oleh metoda ini, dengan tidak menyertakan tahapan inventarisasi kerusakan, diagnosa kerusakan, uji struktur & material, serta butterfly chart.

Temuan Penelitian

Elemen penilaian kriteria dan identifikasi kerusakan bangunan cagar budaya memiliki peranan penting dalam standar inventory dan penetapan tindakan konservasi terhadap suatu bangunan, dari identifikasi dan analisis dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Penilaian tentang estetika (bentuk, struktur, ornamen), keluarbiasaan (landmark, umur, skala), Peran

sejarah (sejarah perkembangan

arsitektur, kota, dan bangsa)

merupakan tahapan penilaian

minimal yang dapat dilakukan untuk menetapkan kriteria suatu bangunan cagar budaya.

2. Pada tahapan identifikasi kerusakan juga di rumuskan bahwa tahapan minimal yang dilakukan untuk

mengidentifikasi kerusakan

bangunan cagar budaya adalah,

inventory, deleniasi kawasan,

penyusunan form survey, analisa

awal kategori bangunan,

pendokumentasian lapangan dan terakhir wawancara langsung di lapangan.

3. Untuk sebuah tahapan metoda identifikasi yang baik, seharusanya semua tahapan penilaian kriteria dan identifikasi dilakukan secara baik tanpa terkecuali. Sehingga didapatkan data yang lengkap dan

dapat menentukan tindakan

konservasi secara tepat.

Aplikasi pada bangunan cagar budaya Analisa dari metoda identifikasi dan tahapannya tersebut diatas di aplikasikan bada salah satu bangunan cagar budaya di kota Padang. Semua variabel yang telah dikeluarkan dalam analisa di aplikasikan dalam identifikasi bangunan cagarbudaya Gambar 3. 7. analisa kriteria bangunan & analisa

tahapan identifikasi kerusakan mAAN Jakarta Sumber : analisa penulis 2014

(10)

10 dengan kasus Kapel st. Leo yang rusak

akibat bencana gempa bumi.

a. Pengumpulan data yang berkaitan dengan bangunan dan kawasan yang akan di observasi.

Sebelum mulai melakukan

intervensi fisik atau membuat strategi perancangan berkenaan dengan sebuah proyek konservasi, maka teramat penting untuk terlebih dahulu mengumpulkan semua bukti yang ada tentang bangunan dan/atau tapak bersangkutan. Sumber-sumber perpustakaan dan arsip harus ditelusuri untuk memperoleh informasi

tentang gambar-gambar, catatan

dokumentasi, laporan penelitian dan

jurnalis masa kini serta bukti dalam bentuk foto.

Pengumpulan data sejarah yang meyangkut dengan bangunan yang akan di lakukan tindakan konservasi berguna untuk mengumpulkan informasi yang lengkap mengenai bangunan tersebut baik itu berupa gambar, blue print, foto maupun informasi penting. Data ini berguna untuk

proses konservasi dimana akan di

kembalikan kebentuk mana bangunan tersebut, dan apabila proses rekonstruksi atau pembangunan kembali didapatkan informasi bentuk yang lengkap dan akurat sehingga nilai sejarah dari bangunan tersebut tidak hilang.

Kasus kehilangan informasi penting dari bangunan juga terjadi pada proses rekonstruksi biara St, Leo, data bentuk bangunan dari beberapa sisi tidak pernah terdokumentasi dengan baik, dan telah terjadi beberapa perubahan pada bentuk bangunan. Hal ini menyulitkan pada proses

penggambaran dan proses tindakan

konservasi.

b. Penyusunan Form Survey

Gambar 4 .1. informasi penting yang dikumpulkan Sumber : rehabilitasi st.leo,2011

(11)

11 Penyusunan form survey dilakukan

agar data yang dikumpulkan di lapangan dapat terekam dengan baik, form ini di bagi atas segmen yang terdapat pada bangunan, seperti pondasi, kolom balok , dinding beserta elemen interior dan eksterior dari bangunan.

c. Penyusunan schedule survey

Untuk mengontrol pencapaian

target dari kegiatan koservasi juga dibutuhkan sebuah schedule yang berisi item pekerjaan dan lamanya target pengerjaan kegiatan.

d. Analisa awal kategori bangunan

Bangunan yang terdapat dalam zona konservasi di lakukan penilaian secara

cepat setelah terjadi bencana gempa bumi yang menyebabkan hancurnya sebagaian besar bangunan cagar budaya. Kategori bangunan ditetapkan berdasarkan kriteria bangunan cagar budaya.

e. Memproduksi Gambar teknis yang menunjukkan kondisi eksisting

Gambar teknis yang dihasilkan melalui proses pengukuran yang detil dari

bangunan, pengukuran bangunan

konservasi berbeda dengan pengukuran bangunan biasa. Pengukuran bangunan konservasi dimulai dari kulit luar kemudian kulit dalam bangunan. Bangunan dilakukan pengukuran dengan menggunakan grid dan sumbu dengan koordinat. Hal ini di

perlukan untuk proses identifikasi

selanjutnya, seperti identifikasi kerusakan. Gambar 4 .2. Form survey

Sumber: dhra-pusaka, 2009

Gambar 4 .3. Peta kategorisasi bangunan cagar budaya (rapid

assessment) Sumber: dhra-pusaka, 2009

Gambar 4 .4. List kategorisasi bangunan cagar budaya

(12)

12 f. Pendokumentasian temuan di lapangan

Pengumpulan dolumentasi

bangunan di lapangan, merupakan satu

tahapanpenting dalam pengumpulan

informasi data bangunan konservasi. Dokumentasi bangunan di mulai dari foto bangunan dari berbagai sisi, kemudian pengambilan foto elemen bangunan seperti kolom, kuda-kuda, jendela pintu, tangga dll. Foto dari ornamen bangunan juga di rekam dengan cermat sehingga informasi bangunan tidak luput dari amatan.

g. Wawacara langsung di lapangan

Wawancara dengan nara sumber dan pihak terkait yang terlibat sebelum,

selama hingga selesainya proses

konservasi.

h. Inventarisasi dan pemetaan kerusakan Pengumpulan data yang berkaitan

dengan kerusakan yang terjadipada

bangunan di lakukan dengan menandai

gambar teknis yang telah dibuat

sebelumnya dari hasil pengukuran yang akurat. Penandaan dilakukan dengan sistem grid yang untuk memastikan titik koordinat pasti kerusakan yang terjadi secara detil. Gambar 4 .5. Gambar teknis (rapid assessment)

Sumber: dhra-pusaka, 2009

Gambar 4 .6. Dokumentasi di lapangan Sumber: dhra-pusaka, 2009

(13)

13

i. Diagnosisi Kerusakan

Diagnosisi kerusakan bangunan

dilakukan olah tim ahli konstruksi

bangunan, diagnosis ini dilakukan dengan

bantuan software khusus untuk

menganalisa kekuatan struktur dari

bangunan yang ada. Diagnosisi ini mengelearkan hasil gambar aliran tarik dan tekan dari pembebanan struktur tang ada pada bangunan biara St. Leo. Dari gambar dapat terlihat bahwa bangunan memikul beban yang berkali lipat dari kemampuan struktur yang ada, sehingga kerusakan yang terjadi akibat bencana alam gempa yang Gambar 4. 7. Identifikasi Kerusakan Bangunan (rapid

assessment) Sumber: dhra-pusaka, 2009

(14)

14 lalu berakibat sangat parah terhadap

bangunan.

Gambar 4 .8. Anlisa kerusakan menggunakan software Sumber: teddy boen, 2010

j. Uji struktur dan Material:

Setelah diagnosis kerusakan di lakukan dan di dapatkan kondisi beban

tekan dan tarik bangunan yang

menyebabkan kerusakan parah pada

bangunan. Dengan hasil uji kerusakan tersebut didapatkan langkah konservasi bangunan berikutnya yaitu tindakan konservasi yang tepat untuk meretrovit bangunan dengan menggukan struktur kawat ayam. Dan kemudian struktur ini

diujicobakan kembali dengan

menggunakan software, hal ini untuk melihat tarik tekan dari bata yang di aplikasikan. Pada gambar terlihat hampir tidak terjadinya kelebihan tarik dan tekan pada bangunan tersebut.

Gambar 4 .9. Inventarisasi kerusakan bangunan (rapid assessment)

(15)

15

Gambar 4 .10. hasil analisa ulang struktur

Sumber: teddy boen,2010

V. KESIMPULAN

Elemen penilaian kriteria dan identifikasi kerusakan bangunan cagar budaya memiliki peranan penting dalam standar inventory dan penetapan tindakan konservasi terhadap suatu bangunan, dari identifikasi dan analisis dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Penilaian tentang estetika (bentuk, struktur, ornamen), keluarbiasaan (landmark, umur, skala), Peran

sejarah (sejarah perkembangan

arsitektur, kota, dan bangsa)

merupakan tahapan penilaian

minimal yang dapat dilakukan untuk menetapkan kriteria suatu bangunan cagar budaya.

2. Pada tahapan identifikasi kerusakan juga di rumuskan bahwa tahapan minimal yang dilakukan untuk

mengidentifikasi kerusakan

bangunan cagar budaya adalah,

inventory, deleniasi kawasan,

penyusunan form survey, analisa

awal kategori bangunan,

pendokumentasian lapangan dan terakhir wawancara langsung di lapangan.

3. Untuk sebuah tahapan metoda identifikasi yang baik, seharusanya semua tahapan penilaian kriteria dan identifikasi dilakukan secara baik tanpa terkecuali. Sehingga didapatkan data yang lengkap dan

dapat menentukan tindakan

konservasi secara tepat.

4. Evaluasi dari aplikasi pada

bangunan cagar budaya,

memperlihatkan bahwa beberapa tahapan metoda identifikasi yang

telah di formulasikan tidak

digunakan dalam

pengidentifikasian kapel St. Leo disebabkan oleh formulasi yang telah di simpulkan adalah untuk metoda identifikasi bangunan dan kawasan cagar budaya. Semua tahapan selain identifikasi terhadap kawasan di lalui dengan baik. 5. Melakukan tahapan identifikasi

(16)

16 6. dengan formula yang telah di

simpulkan untuk menghindari

kehilangan informasi dari bangunan

dan kawasan agar tindakan

konservasi yang akan dilakukan

terhadap cagar budaya dapat

dilakukan dengan baik dan tepat.

VI. Daftar Pustaka

. Undang- Undang republik Indonesia nomor 5 Tahun

1992 Tentang Cagar Budaya. (1993). Jakarta:

Depdiknas.

InterSave Interbationals Survey of architecture values in the environment. (1995). denmark: The National

Forest and Nature Agency Division of Town Preservation.

. Undang-Undang nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya. (2010). Jakarta.

Affandi, Frances B. (Producer). (201o, 18 april 2011). Bangunan Bersejarah.

Arsitektur, Pusat Dokumentasi. (2003). Proceeding

Documenting Architecture Heritage in Indonesia.

Jakarta: pda.

Heuken, Adolf. (2000). Historical Sites of Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Indonesia, Badan Pelestarian Pusaka. (2013).

Pedoman Penanganan Pelestarian Bangunan Pusaka Bencana. Jakarta: BPPI.

Indonesia, Pusat Dokumentasi Arsitektur dengan Badan Pelestarian Pusaka. (2011). Pengantar

Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa Kolonial. Jakarta: Pusat Dokumentasi Arsitektur.

Muhadjir, Noeng. (1996). Metodologi Penelitian

Kualitatif: pendekatan posivistik, rasionalistik, phenomenologik dan realisme methaphisik telaah studi teks dan penelitian agama. Jakarta: Raka

Gambar

Gambar 4. 1 Analisa tahapan identifikasi terhadap metoda   Sumber: analisa penulis, 2014
Gambar 3. 3. analisa metoda konservasi terhadap tahapan  identifikasi kerusakan
Gambar 3. 4. analisa kriteria bangunan & analisa tahapan  identifikasi kerusakan PDA
Gambar 4 .1. informasi penting yang dikumpulkan  Sumber : rehabilitasi st.leo,2011
+5

Referensi

Dokumen terkait

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan

ARENA REKREASI ES SARIPETOJO DI SOLO KONSERVASI BANGUNAN CAGAR

Budaya di Daerah Kabupaten Banjar, yang dapat menjadi pedoman dalam tata kelola pelestarian dan pemanfaatan terhadap Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

1) Hendaknya di dalam melakukan rekomendasi terhadap bangunan warisan budaya dan cagar budaya, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY berkoordinasi dengan DP2WB dan Dinas

Aplikasi ini dapat menyajikan informasi bangunan dan lokasi bangunan cagar budaya berbasis mobile android yang dapat mempermudah masyarakat Kota Malang maupun

Pemerintah Kota Yogyakarta telah menyusun panduan pelestarian dan pengelolaan bangunan cagar budaya untuk masing-masing kawasan cagar budaya, namun panduan dan pelestarian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tipologi dari bangunan rumah cagar budaya Raden Aria Wangsakara melalui elemen arsitekturalnya, sebagai

Penelitian ini juga menghasilkan rancangan strategi pengembangan dan pemanfaatan bangunan Indis berupa penetapan Kawasan Cagar Budaya dan Bangunan Cagar Budaya, insentif