• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Tinjauan Pustaka. Pada bab ini, akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Tinjauan Pustaka. Pada bab ini, akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini, akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang mendasari penjelasan tentang kreativitas, faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas pada siswa, kegiatan ekstrakulikuler, batik, serta proses pembuatan batik dan kerangka berfikir.

2.1 Kreativitas

Dibawah ini akan dijelaskan definisi kreativitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas pada siswa sekolah.

2.1.1 Definisi Kreativitas

Dari segi penekanannya Rhode (dalam Hawadi, 2001) kreativitas dapat didefinisikan ke dalam empat jenis dimensi sebagai Four P’s of creativity, yaitu Person, Process, Press dan Product.

Definisi kreativitas dari dimensi person seperti dikemukakan oleh Guilford (dalam Hawadi, 2001) :Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people.

Definisi kreativitas yang menekankan dimensi Process seperti diajukan Munandar (dalam Hawadi, 2001) : Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originalityof thinking.

Dari dimensi Press, Amabile (dalam Hawadi, 2001) : mengemukakan bahwa: Creativity can be regarded as the quality of product or respons judged to be creatives by appropriate observes.

(2)

Definisi kreativitas dari dimensi Product sebagaimana dikemukakan oleh Baron (dalam Hawadi, 2001) bahwa: Creativity is the ability to bring something new into existence.

Menurut NACCCE (National Advisory Committee on Creative and Cultural Education) (dalam Craft, 2005), kreativitas adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai.

Selanjutnya Feldman (dalam Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas adalah: “the achievement of something remarkable and new, something which transforms and changes a field of endeavor in a significant way …the kinds of things that people do that change the world.”

Menurut Munandar (dalam Hawadi, 2001) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam Clegg, 2008) menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru.

Jadi kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menciptakan sesuatu yang belum pernah ada mnjadi ada, selain itu seseorang yang kreativ mampu membuat kombinasi baru dari informasi atau unsur yang sudah ada sebelumnya.

2.1.2 Aspek-aspek yang Mendasari Tes Kreativitas Figural

Menurut Munandar (1992) aspek-aspek kreativitas yang juga mendasari Tes Kreativitas Figural adalah sebagai berikut :

(3)

• Kelancaran (Fluency) : kemampuan untuk dapat memberikan gagasan-gagasan dengan cepat (penekanan pada kuantitas)

Kelenturan (Flexibility) : kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang beragam, bebas dari perservasi.

• Orisinalitas : kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang secara statisik unik dan langka untuk populasi tertentu serta kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru, atau membuat kombinasi-kombinasi baru antara macam-macam unsur/ bagian.

• Elaborasi : kemampuan untuk mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan.

2.1.3 Kemampuan Berpikir Kreatif dan Ciri-ciri Afektif dari Kreativitas

Kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas, dan elaborasi merupakan ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang, semakin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki. (Munandar, 1992).

Ciri-ciri lain yang berkaitan dengan perkembangan afektif seseorang sama pentingnya agar bakat kreatif seseorang dapat terwujud. Ciri-ciri yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang disebut ciri-ciri afektif dari kreativitas. Motivasi atau dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, pengabdian, atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk ciri-ciri afektif kreativitas. (Munandar, 1992)

Munandar (1992) juga menyebutkan ciri-ciri afektif lainnya yang sangat esnesial dalam menentuan kreatif seseorang ialah : rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil risiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain,

(4)

tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dapat menghargai baik diri sendiri maupun orang lain dan sebagainya.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas pada Siswa

Para peneliti seperti Craft (2005) menjelaskan bahwa untuk mempertahankan siswa yang kreatif guru perlu menciptakan sistem yang memelihara proses kreatif kepada semua siswa bukan fokus pada individu-individu kreatif tertentu dalam kelas mereka .

Craft (2005) Juga menunjukan bahwa cara paling baik untuk memahami kekreativitasan para siswa adalah dengan memahami sistem pembelajaran sosial (sekolah) mereka.

Barry dan Kanematsu (2008) menyarankan cara-cara dimana guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung ide-ide orisinil para siswa melalui pendekatan multisensori dan interdisipliner.

Burke & Adams (2007) menuliskan bahwa kreativitas bukanlah suatu komponen yang tidak berwujud didalam kelas, tetapi proses yang membutuhkan para guru untuk menggunakan peralatan seperti kamera digital, webpages, dan peralatan multimedia lainnya untuk mendukungnya.

Dalam kaitan ini, Conny R. Semiawan (dalam Hawadi, 2001) mengemukakan saran untuk menciptakan iklim dan susasana yang mendorong dan menunjang pemikiran kreatif sebagai berikut :

1. Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak atau siswa.

(5)

2. Berilah waktu kepada siswa untuk memikirkan dan mengembangkan ide atau gagasan kreatif. Kreativitas tidak timbul secara langsung dan spontan.

3. Ciptakanlah suasana saling menghargai dan saling menerima antar anak atau siswa, antara anak dan orang tua, dan antara siswa dan guru atau pengasuh, sehingga antara mereka dapat belajar, bekerja secara bersama maupun mandiri dengan baik.

4. Kreativitas dapat diterapkan disemua bidang kurikulum dan bukan monopoli seni.

5. Doronglah kegiatan berpikir divergen dan jadilah nara sumber dan pengarah

6. Suasana yang hangat dan mendukung memberi keamanan dan kebebasan untuk berpikir menyelidiki (eksploratif).

7. Berilah kesempatan kepada anak untuk berperan serta dan mengambil keputusan.

8. Usahakanlah agar semua anak terlibat dan dukunglah gagasan atau cara pemecahan masalah dari anak maupun rencana anak. Mendukung bukan dalam arti menyetujui, melainkan menerima, menghargai, dan jika belum tepat mengusahakan mencari ketepatan secara bersama. 9. Bersikaplah positif terhadap kegagalan, dan bantulah anak /

siswa untuk menyadari kesalahan atau kelemahan sera usahakan peningkatan gagasan dan usahakan memenuhi syarat, dalam suasana yang menunjang atau mendukung.

(6)

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan tentang definisi ketahanan emosional dan karakteristik ketahanan emosional.

2.2.1 Definisi Ketahanan Emosional

Ketahanan emosional mengacu pada kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan situasi stres atau krisis. (Scott. 2007)

Ketahanan emosi adalah ketika seseorang mampu menahan dirinya untuk tidak marah, merasa sedih dan cemas ketika menghadapi situasi yang dianggap buruk baginya. Ini juga berarti bahwa orang tersebut mampu bangkit kembali dan menghindar dari kesulitan yang dialaminya (Bernard, 2006). Seseorang yang memiliki ketahanan emosional yang rendah memiliki waktu yang sulit ketika menghadapi stres dan perubahan dalam hidupnya.

Selain itu menurut Eric (2006) ketahanan emosional mengacu pada kemampuan anak untuk menghadapi dan mengatasi situasi yang menantang secara emosional dengan cara yang adaptif dan positif, sehingga mereka tidak hanya menyelesaikan situasi tersebut tetapi juga meningkatkan kapasitas mereka untuk menghadapi situasi serupa di masa mendatang. Secara emosional anak-anak tangguh atau anak-anak yang memiliki ketahanan emosional yang tinggi adalah mampu mengatasi situasi emosional yang sulit dan bangkit kembali sedemikian rupa sehingga mereka siap untuk tantangan berikutnya dalam menjalani kehidupan.

The Merriam-Webster Dictionary (2002) (dalam Ramirez, 2007) mendefinisikan ketahanan sebagai "kemampuan untuk pulih atau menyesuaikan dengan mudahdari suatu perubahan atau kemalangan ".

(7)

Ketahanan emosi juga dapat mengontrol perilaku seseorang bahkan disaat dia menghadapi situasi yang sulit dan membuat marah sekalipun.

Contoh Ketahanan Emosional menurut Bernard (2006):

• Tidak menjadi terlalu marah ketika anda melakukan kesalahan dan mengahadapi situasi yang tidak diinginkan.

• Tidak menjadi terlalu frustrasi dan marah dengan diri sendiri ketika anda tidak mengerti sesuatu.

• Tidak merasa sedih ketika teman-teman mendapatkan hasil ujian sekolah yang lebih baik dibanding hasil ujian sekolah anda

• Tidak merasa sangat khawatir dan menghindar ketika anda menjalani tes penting atau menghadiri sesuatu yang mengharuskan anda tampil didepan umum.

• Tetap tenang dan terkendali ketika seseorang memperlakukan anda secara tidak adil atau tidak hormat

• Bersikap tenang dan tidak gugup ketika bertemu dengan orang baru

• Tetap bersikap tenang dan menjalaskan tugas-tugas yang banyak dengan baik.

• Tetap berpegang pada aturan-aturan yang baik walaupun banyak terdapat godaan untuk melanggar aturan-aturan tersebut.

Selain itu menurut Bernard (2006) terdapat beberapa cara menghilangkan berbagai jenis pikiran negatif yang menyebabkan ketahanan emosional rendah yaitu :

(8)

• Menghilangkan ”Self-Downing” : Jelaskan kepada anak-anak bahwa mereka terdiri dari beberapa karakteristik, sebagian baik, dan sebagian lagi kurang baik. Orang tua harus membantu anak menemukan lima hal baik tentang ketrampilan, bakat dan kepribadian dan lima hal yang bisa ditingkatkan. Kemudian, harus dijelaskan bahwa karena anak memiliki kualitas yang baik, kemudian harus dijelaskan bahwa anak memiliki kualitas yang baik, tidak masuk akal bagi anak untuk berpikir "Saya putus asa " atau "Saya seorang pecundang". ketika sesuatu yang buruk terjadi. Anak harus didorong untuk berpikir: "Ketika hal yang buruk terjadi, saya tidak kehilangan poin baik saya. saya masih menjadi diri saya yang mampu dan menyenangkan ".

• Menghilangkan ”Needing To Be Perfect”: Jelaskan kepada anak bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Setiap manusia wajar membuat kesalahan, kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran untuk mencapai segala sesuatu yang lebih baik. Rasa perfeksionis dapat berpengaruh negatif dan dan memberikan efek cemas. Dorong anak untuk berhenti merenungkan tentang nilai dan sebaliknya, dorong dia untuk terlibat dalam kegiatan yang tidak terkait dengan sekolah. Beri pengakuan dan pujian ketika anak melakukan sesuatu walaupun ia melakukannya tidak dengan sempurna. • Menghilangkan ”Needing Approval” : Informasikan kepada anak bahwa

penting untuk mencoba hal baru bahkan jika orang lain berpikir hal tersebut konyol atau bodoh. Jadilah seseorang yang mandiri, melakukan hal yang menurut kita patut untuk dilakukan, tidak perlu membutuhkan persetujuan orang lain, dan tunjukan keberhasilannya.

Menghilangkan ”I Can’t Do It” : Untuk menanggulangi pikiran negatif dan pesimis guru dan orang tua harus menjelaskan kepada anak bahwa setiap

(9)

orang memiliki pilihan dalam cara untuk berpikir tentang hal-hal yang telah terjadi dan tentang hal-hal di masa depan. Jelaskan pada mereka bahwa ketika sesuatu yang buruk terjadi pada anak seperti mendapatkan nilai buruk atau ditolak atau diejek oleh teman sekelas, anak dapat memikirkan hal-hal positif dari kejadian tersebut. Tanamkan rasa tidak mudah menyerah dan optimis.

• Menghilangkan ”I Can’t Be Bothered” : Jelaskan pada anak bahwa setiap orang yang hidup pasti mengalami hal yang menyenangkan dan hal yang tidak menyenangkan. Jangan hanya ingin melakukan kesenangan tetapi mengesampingkan masalah dan hal-hal yang tidak menarik, ajarkan pada anak-anak untuk menghadapi segala sesuatu yang ada, karena hal yang tidak menyenangkan tersebut dapat menjadikan kita sosok yang lebih kuat dan mencapai sukses yang lebih besar serta kita dapat menemukan dan mengembangkan potensi diri.

Menghilangkan ”Being Intolerant of Others” : Jangan melihat orang yang melakukan kesalahan dan berbeda sebagai seseorang yang benar-benar buruk. Ajarkan sikap toleransi, karena di dunia terdapat berbagai macam perbedaan seperti perbedaan budaya, bahasa nilai, keyakinan dan lain-lain.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Emosional

Werner (dalam Conway, 2012 ) menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi ketahanan emosional yaitu karakteristik personal, hubungan interpersonal dan lingkungan.

Selain itu menurut Giligan & Dearden (dalam Conway, 2012) ketahanan emosional dipengaruhi dari interaksi bersyarat antara karakteristik intrinsik dan

(10)

situasi individu (internal / personal), hubungan interpersonal dan pertukaran (external / social) serta hal yang lebih luas seperti kerangka sosial, ekonomi dan politik (structural).

• Internal / Personal : faktor ini berkaitan dengan individu termasuk aspek kepribadian, persepsi diri dan dunia. Faktor ini dibagi dalam empat kategori besar, yaitu citra diri, kontrol, kebermaknaan dan harapan. External / social : faktor ini menjelaskan bagaimana individu berhubungan

dan berinteraksi dengan orang lain. Literatur menunjukkan bahwa hubungan dengan orang lain memberikan rasa keterkaitan: pribadi kita hubungan dengan orang-orang dalam keluarga dan masyarakat yang lebih luas membantu mengokohkan diri kita di dunia, menciptakan landasan yang baik dalam situasi lingkungan sosial dan dalam masyarakat yang lebih luas (Hauser, 1999 dalam Conway, 2012).

• Structure : ketahanan dipengaruhi oleh sosial ekonomi individu seperti kelas, jenis kelamin dan ras, nilai-nilai dan sikap. (Guerra dalam Conway, 2012).

Selain faktor diatas, Daniel (2005) menyebutkan terdapat enam faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan emosional, yaitu rasa aman, pendidikan, pertemanan, nilai-nilai positif, minat dan bakat serta kompetensi sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Janssen (2011) memperlihatkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan emosional seperti keluarga, kesadaran akan tantangan, komunikasi, masa peralihan, optimisme, ritual dan sesuatu yang lebih besar dari diri kita.

(11)

2.2.3 Hal Lain yang Dapat Diajarkan untuk Meningkatkan Ketahanan Emosional Menurut Bernard (2006) terdapat beberapa cara yang dapat diajarkan untuk meningkatkan ketahanan emosional, cara-cara tersebut adalah :

• Menerima bahwa mengalami emosi-emosi yang negatif adalah sesuatu yang wajar dan menyehatkan. Sebaiknya perasaan-perasaaan negatif tersebut diungkapkan dan bicarakan selama tidak menggunakan cara yang terlalu ekstrim.

• Memiliki perasaan negatif adalah sesuatu yang wajar dan tidak ada yang salah ketika bereaksi terhadap suatu kejadian yang membuat kita marah sedih bahkan merasa tertekan.

• Menggambarkan apa yang kita rasakan melalui kata-kata

• Membangun kesadaran bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi, terdapat beberapa pilihan untuk bereaksi (contoh : sangat sedih, agak sedih, sedikit sedih, tidak sedih)

• Saling bertukar akan pikiran-pikiran negatif dengan orang lain seperti keluarga atau teman.

• Saling mendiskusikan bagaimana mereka merasakan perasaan sangat kesal seperti marah dan panik dan mencoba untuk lebih baik bereaksi dengan kekesalan tingkat sedang jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

• Membedakan antara hal yang mengerikan atau menakutkan, yang buruk, dan hal-hal yang "sedikit" buruk. Jangan terlalu membesar-besarkan sesuatu dan terlalu larut dalam perasaan negatif tersebut.

(12)

• Jangan terlalu berpikir negatif akan diri sendiri ketika melakukan sesuatu dengan tidak sempurna. Identifikasi semua kualitas positif diri yang dimiliki serta melihat bahwa ketika melakukan kesalahan dan melakukan kegagal atau mengalami penolakan hal tersebut tidak mengambil sifat baik yang kita miliki dan jangan mudah putus asa.

• Memahami bahwa kita tidak akan diperlakukan dengan baik dan adil terus menerus oleh orang lain, dan ketika itu terjadi yakinkan diri bahwa kita dapat mengatasinya.

• Merelaksasikan diri salah satunya dengan tekhnik pernafasan yang dapat membantu dalam merelaksasikan diri.

• Selalu berpikiran positif

• Pentingnya menemukan seseorang untuk diajak bicara ketika mereka memiliki perasaan yang sangat kuat seperti orang tua, keluarga, anggota dari gereja, konselor sekolah, guru atau teman yang dipercaya.

Menurut Journal of Consulting and Clinical Psychology (dalam Deby, 2012) terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat kita lakukan secara terus menerus guna mengembangkan ketahanan emosional. Langkah-langkah tersebut yaitu :

• Mengembangkan Sikap yang Benar : Orang yang tahan banting cenderung memandang segala persoalan dalam hidupnya sebagai sebuah tantangan hidup dan menghadapinya dengan tindakan nyata demi menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. Mereka malah tidak ketakutan, mengasihani diri sendiri, menyalahkan atau menjadi ‘korban secara mental’ dari lingkungan yang menekan. Cara terbaik

(13)

adalah dengan rutin mengembangkan kebiasaan berbicara pada diri sendiri dan mengingatkan diri kita sendiri dengan afirmasi-afirmasi positif, misalnya: “saya adalah wanita yang kuat dan bijaksana dalam menghadapi tantangan hidup”.

• Sadar diri : Bagian dari ketahanan ini adalah kesadaran emosional diri kita sendiri. Penting untuk memahami apa yang kita rasakan dan mengapa kita memiliki perasaan itu. Jangan sampai perasaan berlebihan itu menguasai emosi kita. Memahami mengapa kita merasa marah mampu memberikan ‘informasi berharga’ tentang perubahan apa yang perlu dilakukan dalam hidup kita. Rutinlah menulis buku harian atau jurnal agar semakin memahami batin kita dan mampu mencetuskan tindakan yang tepat.

• Mengembangkan Lokus Pengendalian Internal : Orang-orang yang tangguh percaya bahwa mereka lah yang memegang kendali atas hidup mereka. Ketika kita tak dapat mengendalikan keadaan di luar diri kita, kita tetap dapat mengendalikan bagaimana kita merespon keadaan tersebut. Hal ini dapat menciptakan perbedaan besar dalam sikap-sikap kita dalam menghadapi segala tantangan.

• Memupuk Sikap yang Optimis : Bersikap optimis adalah mampu memandang setiap permasalahan dari sisi yang positif. Sikap ini merupakan suatu cara dalam memandang dunia di mana kita memaksimalkan kekuatan dan pencapaian kita, serta mengurangi kelemahan dan keluhan-keluhan kita. Teruslah menjaga sikap optimis dalam memandang dunia agar kita semakin tangguh.

(14)

• Memupuk terus Selera Humor kita : Penelitian membuktikan bahwa jika kita mampu tertawa terhadap segala bentuk frustasi dalam hidup, imunitas atau daya tahan tubuh kita akan meningkat terhadap tekanan (stress) dan segala bentuk kemalangan hidup. Mereka yang memiliki selera humor dalam memandang hidup cenderung menjalani hidup dengan ringan dan tanpa tekanan, sekaligus mampu bekerja sama dengan lainnya selama masa-masa sulit.

• Berolahraga : Olah raga mampu menciptakan ketahanan yang lebih kuat. Selama kita berolah raga, otak mengeluarkan hormon endorphin yang mempengaruhi mood kita, sekaligus meningkatkan kesehatan jantung. Apa pun efeknya, berolah raga teratur tentu memberi dampak besar bagi kita secara fisik dan mental.

• Mendekatkan diri pada Tuhan : Penelitian membuktikan bahwa mereka yang bersikap lebih spiritual cenderung memiliki sikap yang lebih tahan banting. Semakin dekatkan diri pada Tuhan agar kita semakin kuat menghadapi hidup dengan segala perubahannya.

• Tidak Mudah Menyerah : Mereka yang berhasil memiliki ketahanan emosional yang bagus tidak begitu saja mendapatkannya. Semua itu memerlukan usaha yang terus-menerus. Jangan mudah menyerah terhadap situasi sulit yang kita hadapi. Percayalah kesabaran akan menghasilkan buah yang baik.

2.2.4 Karakteristik Ketahanan Emosional

Menurut Elizabeth Scott (2007), seseorang yang memiliki ketahanan emosional yang tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut :

(15)

a. Kesadaran Emosional : Mereka mengerti apa yang mereka rasakan dan mengapa. Penting untuk mengerti apa yang Anda rasakan dan mengapa. Kadang-kadang orang merasa kewalahan dengan emosi mereka, dan ini merugikan. Mengetahui mengapa Anda merasa marah dapat memberikan informasi berharga tentang apa yang perlu berubah dalam hidup Anda. Ini juga penting untuk mencari tahu tentang cara untuk memenuhi tantangan yang Anda hadapi. Membuat jurnal dapat membantu Anda menjelajahi dunia batin Anda dan membuat rencana tindakan.

b. Ketekunan : Selalu berorientsi pada tindakan, percaya pada proses dan tidak mudah menyerah.

c. Lokus Kontrol Internal : Percaya bahwa segala sesuatu berada pada kendali diri sendiri. Seseorang tidak dapat mengendalikan keadaan, tetapi kita dapat mengendalikan bagaimana kita menanggapi keadaan tersebut. Hal itu yang menjadikan bagaimana kita bertingkah laku.

d. Optimisme : Selalu melihat sesuatu dengan positif, dan percaya pada kekuatan diri. Melihat kejadian negatif sebagai kemunduran kecil yang mudah diatasi. Orang yang optimis juga berani mengambil resiko.

e. Dukungan : Selalu mengetahui nilai dukungan sosial dan mampu mengelilingi diri dengan dukungan keluarga dan teman. Mengenal banyak orang, mampu mengatur waktu untuk bermain dan bertemu dengan orang-orang yang dekat dengan diri anda, mendukung satu sama lain, saling mendengarkan keluh kesah, mendengarkan intuisi dan ikhlas memaafkan jika ada seseorang yang berbuat buruk pada anda.

f. Rasa humor : Mampu tersenyum dan tertawa dalam kesulitan hidup. Selalu berusaha untuk tersenyum, Memiliki teman-teman yang lucu. Buat segala

(16)

sesuatu seakan-akan adalah sebuah permainan. Menonton film dan pertunjukan yang lucu. Membaca buku yang dapat membuat anda tertawa. g. Perspektif : Dapat belajar dari kesalahan, melihat hambatan sebagai

tantangan, dan menjadikan kesulitan untuk membuat lebih kuat. Menjadikan kejadian buruk bukanlah suatu ancaman.

h. Spiritualitas : Terhubung dengan sisi rohani dan spiritual. Rajin berdoa, sering menekspresikan rasa syukur, ketika mengalami suatu kejadian buruk, percaya bahwa hal tersebut adalah ujian dari Tuhan dan sebagai penguji kekuatan diri. Percaya apa yang saya fokuskan, maka hal tersebut yang akan terus saya alami.

2.3 Ekstrakulikuler Membatik

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan definisi ekstrakulikuler, definisi batik serta alat dan cara membatik.

2.3.1 Definisi Ekstrakulikuler

Ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan siswa sekolah atau universitas, di luar jam belajar kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik.

Kegiatan ini diadakan secara swadaya dari pihak sekolah maupun siswa-siswi itu sendiri untuk merintis kegiatan di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan dari ekstrakurikuler ini sendiri dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga,

(17)

pengembangan kepribadian, dan kegiatan lain yang bertujuan positif untuk kemajuan dari siswa-siswi itu sendiri.

2.3.2 Definisi Batik

Secara Etimologi kata batik berasal dari bahasa jawa yaitu kata 'ambatik' yang dapat diartikan amba atau lebar dan titik yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar (Wulandari, 2011). Batik pada dasarnya adalah suatu cara dimana seseorang membuat pola atau gambar pada sebuah kain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional, 2007), batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu; atau biasa dikenal dengan kain batik.

Batik secara umum dianggap sebagai tekstil Indonesia yang paling dasar. Motif bunga-bunga, tanaman kembar, kuncup daun, bunga, burung, kupu-kupu, ikan, serangga dan bentuk-bentuk geometris yang kaya dalam asosiasi simbolik dan variasi; tercatat ada sekitar tiga ribu pola batik.

2.3.3 Alat untuk membuat batik

a. Gawangan : Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan kain mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.

b. Bandul : Bandul dibuat dari timah, kayu atau batu yang dimasukkan kedalam kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar kain mori yang

(18)

tengah dibatik tidak mudah berubah posisinya atau tereser jika tertiup angin atau secara tidak sengaja tertarik oleh si pembatik.

c. Wajan : Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari logam baja atau tanah liat.

d. Kompor : Kompor digunakan untuk membuat api yang dipasangkan dengan wajan sebagai tempat malam agar malam tidak mengeras ketika digunakan dalam kegiatan membatik. Kompor juga dapat diganti dengan menggunakan anglo dengan bahan bakar arang

e. Taplak : Taplak digunakan oleh para pembatik untuk menutup paha mereka dan memberi keamanan ketika membatik agar terhindar dari tetesan malam yang panas.

f. Saringan Malam : Saringan digunakan untuk menyaring kotoran pada cairan malam agar kotoran terebut tidak menyumbat canting yang dapat mengganggu proses pembatikan.

g. Canting : Canting adalah alat yang dipakain untuk memindahkan atau mengambil cairan, terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan batik dengan cairan malam.

h. Mori : Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam – macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan.

i. Malam (lilin) : Malam (Lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya malam tidak akan habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. Malam yang digunakan untuk membatik berbeda dengan malam (lilin) biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat diserap kain, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.

j. Dhingklik (Tempat Duduk) : Dhingklik (Tempat Duduk) adalah tempat untuk duduk pembatik.

k. Pewarna Alami : Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik, pada beberapa tempat pembatikan, pewarna alami ini masih dipertahankan, terutama kalau mereka ingin mendapatkan warna-warna yang khas, yang tidak dapat diperoleh dari warna-warna buatan.

(19)

2.3.4 Proses membatik

Berikut ini adalah proses membatik dari awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap daerah pembatikan bisa berbeda-beda tetapi inti yang dikerjakannya adalah sama.

a. Ngemplong : Ngemplong adalah tahap paling awal atau pendahuluan, diawali dengan mencuci kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji. Kemudian dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu memasukkan kain mori ke minyak jarak, hal ini bertujuan untuk membuat kain mori menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat pewarna lebih tinggi.

b. Nyorek atau memola : Nyorek atau memola adalah proses menjiplak atau membuat pola diatas kain mori dengan cara menitu pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Pola biasanya dibuat diatas kertas roti terlebih dahulu, baru dijiplak sesuai pola diatas kain mori.

c. Mbhatik : Mbhatik merupakan tahap berikutnya, dengan cara menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari Nglowong (menggambar garis-garis diluar pola) dan isen – isen (mengisi pola dengan berbagai macam bentuk). Didalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik (nitik).

d. Nembok : Nembok adalah proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutupi menggunakan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok penahan.

e. Medel : Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sehingga mendapatkan warna yang diingingkan.

f. Ngerok dan Mbirah : Pada proses ini, malam pada kain dikerok secara hati-hati dengan menggunakan lempengan logam, kemudian kain dibilas dengan air bersih. Setelah itu kain diangin-anginkan.

(20)

g. Mbironi : Mbironi adalah menutupi warna biru dengan isen-isen pola yang berupa cecek atau titik dengan menggunakan malam. Selain itu, ada juga proses ngrining, yaitu proses mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu. Biasanya, ngringing dilakukan setelah proses pewarnaan dilakukan.

h. Menyoga : Menyoga berasal dari kata soga, yaitu sejenis kayu yang digunakan untuk mendapatkan warna cokelat. Adapun caranya adalah dengan mencelupkan kain kedalam campuran warna cokelat tersebut.

i. Nglorod : Nglorod merupakan tahapan akhir dalam proses pembuatan sehelai kain batik. Dalam tahap ini, pembuat melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukan kain yang sudah cukup tua warnanya kedalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan kemudian diangin-anginkan hingga kering.

2.4 Coping

Pada bagian ini penulis akan menjelaskan tentang definisi coping, faktor-faktor yang mempengaruhi Coping dan jenis strategi coping

2.4.1 Definisi Coping

Folkman dan Lazarus (dalam Sumbayak, 2008) mendefinisikan coping sebagai segala upaya kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan bersikap sabar dalam menghadapi tuntutan terhadap dirinya. Tuntutan tersebut dapat berupa eksternal dan internal.

Menurut Taylor (dalam Sumbayak, 2008) mengemukakan bahwa coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola perbedaan yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang dimiliki individu tersebut dalam menghadapi situasi stressfull.

(21)

Menurut Harowitz (dalam Sumbayak, 2008), coping merupakan tindakan yang mencakup tindakan mental dan fisik yang digunakan untuk mengendalikan, mengatur, mengurangi, atau mentolerir efek tekanan yang ada, baik eksternal maupun internal.

2.4.2 Faktor- Faktor yang mempengaruhi Coping

Terdapat enam faktor yang mempengaruhi coping (Mutadin, 2002). Faktor-faktor tersebut yaitu :

• Kesehatan Fisik : Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar

• Keyakinan atau pandangan positif : Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian

ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping

• Keterampilan Memecahkan masalah : Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,

mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat

(22)

• Keterampilan sosial : Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk

berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

• Dukungan sosial : Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan

kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan

masyarakat sekitarny

• Materi : Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

2.4.3 Jenis Srategi coping

Menurut Folkman dan Lazarus (1980) (dalam Arlotas, 2010) terdapat dua jenis strategi coping, yaitu :

• Problem Focused Solving

Strategi ini menuntut seseorang untuk menyelesaikan permasalahannya secara aktif dan positif. Serta mengambil tindakan dan mempertimbangkan efek-efek yang akan muncul. Strategi ini digunakan untuk mengurangi tuntutan dari situasi atau menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk menghadapinya.

Contoh : Apabila mengalami stres karena tugas, maka penyelesaiannya adalah dengan menyelesaikan tugas tersebut.

Emotion Focused Coping

Emotion Focused Coping adalah cara penyelesaian masalah stres dengan mengontrol situasi yang dinilai sebagai stres. Individu memberikan respon terhadap situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif. Individu menghadapi stress dengan fokus

(23)

kepada bagaimana menata dirinya secara emosional sehingga siap menghadapi stress itu sendiri.

Contoh : Menerima simpati dan pengertian dari teman, keluarga atau saudara serta mencoba melihat sesuatu dari sisi lain yang lebih positif.

2.5 Teori Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah siswa dan siswi kelas 4 sampai dengan kelas 6 MI Giriloyo Yogyakarta. Jika dilihat dari teori perkembangan sosial Erik Erikson (dalam Lahey, 2007) anak-anak pada kelas 4 sampai dengan kelas 6 Sekolah Dasar sedang berada dalam tahapan childhood atau school age dengan komponen dasar industry vs inferiority dimana anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya.

Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

2.5.1 Tugas Perkembangan Subjek Penelitian

Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini menurut Erik Erikson (dalam Lahey, 2007) adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada pada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima

(24)

kehadirannya, dan lain sebagainya. Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.

Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas). Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.

Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.

Dengan menjalani kegiatan membatik diharapkan anak-anak tersebut dapat menjadikan kegiatan tersebut untuk mengembangkan dirinya, terutama dalam mengembangkan kreativitas dan ketahanan emosional, karena dalam membatik didalamnya diajarkan bagaimana bekerja keras, dan menerapkan keterampilan yang dimilikinya serta bagaimana anak-anak diajarkan untuk menyelesaikan suatu tugas yang akan membuahkan rasa keberhasilan dan rasa produktif.

(25)

2.6 Kerangka Berpikir

Hubungan Antara Kreatifitas Membatik Dengan Ketahanan Emosi pada Siswa MI Giriloyo Yogyakarta

Ciri Afektif dari Kreativitas dan Ketahanan Emosional

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir Stress, Konflik, Permasalahan COPING Kegiatan yang Bermanfaat Kegiatan Membatik

Kreativitas

Ketahanan Emosional

Ketekunan, rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil risiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari

pengalaman-pengalaman baru, dapat menghargai baik diri sendiri maupun orang lain

(26)

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir Stress, Konflik, Permasalahan COPING Kegiatan yang Bermanfaat Kegiatan Membatik

Referensi

Dokumen terkait

Dapat memberikan penjelasan hubungan antara status gizi dengan usia Menarche pada remaja, sehingga dokter dapat mengkaitkan kejadian menstruasi yang berbeda-beda

(2) Faktor apa sajakah yang menyebabkan siswa kelas VIII-A MTs Sultan Agung Jabalsari mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal bangun ruang sisi datar?. Adapun

Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab

Pada penelitian ini, peneliti tertarik mengambil program “Bukan Sekedar Wayang” sebagai subjek penelitian karena program tersebut merupakan program hiburan di

Dengan melalui pleno dua kali yakni pada 17 Mei 2019 dan 20 Mei 2019 maka diper- oleh 25 (dua puluh lima) Unit Kerja yang memenuhi syarat untuk diajukan sebagai predikat WBK dan

Hasil tersebut berbeda dengan penelitian lainnya yang dilakukan langsung kepada pasien serta dilengkapi dengan data rekam medis pasien di Swedia yang menunjukkan bahwa

menunjukkan bahwa agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau

Hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan guru dalam implementasi e-raport dalam teknik dan manajerial yang diperoleh dari kuesioner dengan kemampuan menggunakan