• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jepang yang oleh penduduknya sendiri disebut Nippon atau Nihon merupakan negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: 649-658). Barisan pulau-pulau tersebut terletak di sepanjang timur laut sampai barat daya. Kepulauan ini berada disebelah timur pantai benua Asia. Luas seluruh wilayah Jepang 377,781 kilometer persegi, sedikit lebih luas dari wilayah Finlandia atau Italia. Empat pulau utama dari kepulauan Jepang, dari timur laut ke barat daya yaitu Hokkaido (83.520 kilometer persegi), Honshu (230.940 kilometer persegi), Shikoku (89.166 kilometer persegi), dan Kyushu (36.554 kilometer persegi).

Jumlah penduduk Jepang pada masa Restorasi Meiji (1868) 33 juta, namun pada 1990 meningkat menjadi 123.612.000. Angka ini menduduki peringkat ke-7 dalam jumlah penduduk terbanyak di dunia. Di antara pulau-pulau besar utama di Jepang, kepadatan yang paling tinggi terletak di pulau Honshu, pulau Kyushu dan pulau Shikoku. Penyebaran penduduk pada abad lalu masih merata. Hal ini disebabkan pada masa itu kebanyakan penduduk masih bermata pencaharian dibidang pertanian. Namun setelah setelah beralih mata pencaharian kebidang industri, mereka mulai terkonsentrasi di wilayah-wilayah tertentu saja, seperti di kota Tokyo, Osaka, dan Nagoya. (Danandjaja, 1997: 2)

Jepang adalah negara yang terdiri dari berbagai macam agama. Di antaranya adalah Shinto, Budha, dan Kristen. Agama Shinto adalah yang tertua dan dapat dianggap

(2)

sebagai agama asli orang Jepang. Shinto berasal dari kanji shin「神」yang berarti Tuhan dan to「道」yang berarti jalan yang secara harfiah berarti jalan Tuhan.(Shinto the Kami Way, 1987: 2). Shinto juga mengandung arti pemikiran mengenai hubungan alam dan pemujaan kepada yang disembah, segala sesuatu yang ada di bumi dikendalikan oleh Tuhan yang menguasai seluruh alam. Shinto adalah suatu kepercayaan di Jepang. Ajaran ini masuk ke Jepang pada abad ke-6, dari Korea melalui Cina. Tidak diketahui secara pasti siapa penemu Shinto dan tidak ada berhala yang secara pasti harus disembah.

Sejak zaman dahulu kala, orang Jepang telah menemukan hal yang bersifat suci dan adanya kekuatan spiritual yang berpusat dari berbagai aspek yang berasal dari alam. Orang Jepang menyembah aspek tersebut sebagai Kami (dewa). Hal ini dipercaya sebagai awal mula lahirnya kepercayaan Shinto di Jepang. Sedangkan matsuri merupakan upacara suci utama yang berhubungan dengan kepercayaan Shinto yang dihubungkan dengan pengembangan bahan pangan (padi) dan juga untuk mendatangkan kesejahteraan spiritual bagi masyarakat lokal.

Kepercayaan Shinto berupa pemujaan terhadap leluhur / alam. Tuhan yang dipuja dalam kepercayaan Shinto disebut Kami atau dewa. Menurut kepercayaan mereka, dewa bisa ditemukan dimana saja, seperti dipohon yang tua, air terjun dan lain sebagainya. Bentuk dewa dalam kepercayaan Shinto juga beragam, ada kalanya berwujud tokoh leluhur dari salah satu kelompok kerabat di desa, dapat pula berbentuk dewa rase, yang diidentifikasikan dengan dewa yang melindungi daerah persawahan di Jepang. Namun, apapun wujudnya, dewa berfungsi untuk melindungi desa dan anggota masyarakat di

(3)

desa tersebut. Dewa juga melindungi daerah pertanian, menjaga kesehatan dan keberuntungan masyarakat setempat. (Kodansha Encyclopedia, 1993: 526).

Shinto muncul dari sikap dan cara hidup orang yang sering terlibat dengan lingkungannya, ada yang sebagai pemburu, nelayan maupun pengolah tanah pertanian. Orang Jepang menyadari betapa dalamnya kepercayaan manusia terhadap alam. Mereka mengetahui tingkah laku aneh yang disebabkan oleh alam melalui topan, gunung berapi dan gempa bumi, tapi semua itu mereka yakini tidak datang sebagai musuh manusia. Tapi dengan sabar manusia mengolah alam sehingga saat berada di alam, manusia dapat merasakan dirinya bagai sedang berada di rumah.

Shinto terdiri dari kepercayaan-kepercayaan tradisional Jepang. Shinto lebih mudah untuk diamati pada kehidupan sosial orang Jepang dan motivasi individual daripada pola kepercayaan formal ataupun filosofi. Mengingatkan betapa dekatnya koneksi antara sistem-sistem nilai norma dan cara berfikir bahkan cara bertindak orang Jepang.

Selain Shinto, agama terpenting di Jepang adalah Budha. Ajaran ini masuk ke Jepang pada abad ke-6. Sejak itu agama Budha berkembang dan berakar secara kuat di masyarakat Jepang. Agama Budha memiliki beberapa perbedaan dengan agama Shinto. Bagi penduduk Jepang kebanyakan perbedaan-perbedaan itu tidak penting, sehingga mereka tidak terlalu peduli, karena orang Jepang tidak menganggap agama sebagai sesuatu yang eksklusif.

Sikap yang tidak peduli tersebut ditandai dengan beberapa sikap berikut: (1) seorang Jepang yang sama akan menyembah dewa-dewa dari agama yang berbeda tanpa perasaan yang bertentangan. Misalnya seorang Jepang akan bersembahyang di altar agama Budha yang ada di rumahnya pada pagi hari dan pada sorenya bersembahyang di

(4)

kuil Shinto, (2) ada tempat pemujaan yang menyemayamkan patung- patung dewa dari berbagai agama yang berbeda. Contohnya ada kelenteng Budha di dalam kompleks pemujaan Shinto dan sebaliknya, (3) konsep religi orang Jepang mengenai seorang dewa dapat mencakup unsur- unsur yang berasal dari agama yang berbeda-beda, (4) seorang pendeta dari suatu agama boleh memimpin upacara keagamaan dari agama lain. ( Danandjaja, 1997: 165 )

Orang Jepang walaupun secara statistik menganut agama Budha atau Shinto, tapi dalam prakteknya mungkin hanya golongan yang tertentu saja yang melakukan atau mentaati ajaran-ajaran tersebut. Padahal dari pengertian matsuri dan tradisi matsuri yang sampai sekarang ini masih dilakukan oleh orang Jepang menunjukkan kalau orang Jepang sangat mentaati unsur-unsur keagamaan. Matsuri adalah upacara yang bersifat keagamaan. Kodansha Encyclopedia (1983: 253) mendefinisikan tentang matsuri yang pada dasarnya adalah suatu perbuatan yang bersifat simbolis di mana para peserta matsuri secara langsung atau tidak langsung akan berhubungan dengan dewa-dewa.

Matsuri yang didasari oleh kepercayaan Shinto dirayakan untuk menyembah dan untuk berkomunikasi dengan dewa, selain itu juga dapat menjadi sarana untuk berdoa agar mendapat penuaian yang berlimpah, prospek bisnis yang baik dan juga untuk kebahagiaaan, untuk kemakmuran masyarakat, dan kualitas dari penduduk setempat. Hal yang bersal dari tata cara Shinto jaman dahulu kala itu bertujuan untuk mengadakan perdamaian dengan Dewa dan juga jiwa orang yang telah meninggal dan juga bertujuan untuk memohon pemenuhan bahan pangan yang terus menerus. Bagi masyarakat Jepang asli, matsuri pada dasarnya merupakan festival yang berasal dari Shinto. Matsuri diadakan setiap tahun berdasarkan tanggal yang telah ditetapkan. ( Japanese Religion, 1972: 42)

(5)

Kata matsuri melingkupi tata cara dan praktek dari festival yang diadakan dalam masyarakat dan adat Shinto. Matsuri pada dasarnya merupakan simbol dari sebuah tindakan dimana peserta matsuri memasuki suatu tahap dimana mereka mengadakan komunikasi aktif dengan Dewa, dan hal itu harus disertai dengan adanya hubungan yang erat diantara para peserta sebagai bentuk sebuah pesta atau festival.

Kunio Yanagita (1980) seorang tokoh antropologi terkemuka di Jepang mengemukakan, bahwa matsuri di Jepang diadakan hampir setiap hari dan diperkirakan sekitar 50.000 matsuri besar diselenggarakan dalam setahunnya. Matsuri ini diselenggarakan besar-besaran di kota dan juga mempertunjukkan keanekaragaman pertunjukkan yang sangat luar biasa sekaligus upacara agama dan acara dasar dari kemanusiaan.

Kunio Yanagita (1980) menggolongkan matsuri menjadi tiga jenis, pertama adalah tsukagirei yaitu upacara-upacara yang diselenggarakan sepanjang lingkaran hidup dimana setiap individu orang Jepang akan menyelenggarakannya secara langsung ataupun tidak langsung. Mereka akan terikat dalam upacara-upacara tsukagirei mulai dari obi iwai yaitu selamatan ketika jabang bayi dalam rahim ibunya berusia lima bulan sampai dengan nenkiyoho yaitu upacara-upacara ketika seseorang telah menjadi arwah.

Jenis matsuri yang kedua adalah nenjugyoji yaitu upacara-upacara yang sifatnya periodik dan diselenggarakan setiap tahun dan berhubungan dengan empat musim yang terdapat di Jepang. Ini merupakan festival berskala besar yang akan melibatkan individu atau kelompok secara langsung atau tidak langsung. Nenjugyoji dicantumkan ke dalam tanggalan nasional resmi, sehingga dijadikan sebagai hari raya resmi di Jepang.

Sedangkan yang ketiga adalah ninigirei yaitu upacara-upacara yang dilakukan orang Jepang secara aksidental atau karena suatu peristiwa dalam kehidupan dan tidak

(6)

selalu ada dalam lingkaran hidup setiap orang. Yang dimaksud dengan aksidental disini adalah upacara yang dapat dilakukan kapanpun sesuai dengan keinginan atau kebutuhan seseorang, atau dapat juga dikatakan sebagai upacara untuk meminta suatu permohonan pada Dewa. Misalnya dengan pergi ke Kuil atau tempat-tempat suci untuk meminta pertolongan kepada dewa supaya lulus dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri, berhasil dalam usaha, memohon supaya dapat memperoleh pekerjaan, dan lain-lain.

Matsuri pada dasarnya merupakan festival suci. Sebagian diantaranya berasal dari upacara penanaman padi dan upacara kesejahteraan spiritual penduduk setempat. Festival atau upacara kategori ini diambil dari ritus-ritus Shinto kuno yang bertujuan mendamaikan hati para dewa dan roh-roh orang mati dan menjamin kesuburan lahan pertanian mereka. Beberapa ritus Shinto telah diintegrasikan dengan ritus-ritus dan upacara dari China, seperti Budhisme dan Konfusianisme.

Istilah matsuri mencakup pesta rakyat dan ritus-ritus yang dipraktekkan dalam agama Shinto yang sudah dilembagakan. Matsuri adalah suatu perbuatan simbolik, dimana pesertanya memasuki komunikasi aktif dengan para dewa (Kami). Upacara ini juga disertai dengan komunikasi diantara para peserta sendiri dalam bentuk pesta (feast) dan pesta rakyat (festival). Dalam pengertian luas, matsuri dapat juga diartikan sebagai pesta-pesta rakyat dimana sisi hura-hura serta kepentingan komersil lebih ditonjolkan daripada sisi keagamaannya. ( Danandjaja, 1997: 301-302 ).

Di Jepang terdapat beberapa tipe matsuri, misalnya matsuri untuk memohon pada dewa untuk keberhasilan panen. Selain itu ada juga matsuri untuk mengucapkan terima kasih kepada para dewa serta matsuri untuk mengusir penyakit menular dan bencana alam. Ada matsuri yang bersifat serius dan khusuk, tapi ada pula yang bersifat meriah disertai dengan permainan pertandingan dan berbagai pertunjukkan.

(7)

Upacara kelahiran bayi termasuk dalam tsukagirei dan diyakini bermula dari Shinto tetapi mengandung beberapa elemen agama Budha. Contohnya adalah wanita hamil merasa dirinya dilindungi oleh Kwannon (Dewi dari agama Budha). Mereka menganggap jiwa dari anak tersebut berasal dari Kami (dewa), terutama ujigami, dewa pelindung desa (Earhart, 1974: 191).

Pada upacara kelahiran bayi di Jepang ada tata cara yang harus dilakukan misalnya setelah kelahiran tujuh hari, bayi tersebut diberi nama dengan mengadakan pesta dirumah yang dihadiri oleh kerabat, teman dan tetangga. Pada saat itu juga dilakukan pencukuran rambut pertama. Setelah berusia tiga puluh dua hari, bayi yang berjenis kelamin pria dibawa oleh nenek atau perawat bayi tersebut ke kuil Shinto untuk berterima kasih kepada dewa dan berdoa untuk keselamatan serta kesehatan bayi tersebut. Pada bayi perempuan upacara ini dilakukan setelah anak itu berusia tiga puluh tiga hari. Tata cara yang dilakukan tersebut dinamakan hatsu-miyamairi (kunjungan pertama ke kuil Shinto).

1.2 Rumusan Permasalahan

Agama Shinto merupakan salah satu agama yang mempengaruhi kehidupan rakyat Jepang. Pengaruh ini sangat kuat terlihat dengan adanya berbagai macam upacara. Salah satunya adalah upacara kelahiran bayi. Permasalahan yang akan penulis teliti adalah pengaruh kepercayaan Shinto terhadap tradisi upacara kelahiran bayi.

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan

Selain agama Shinto, di Jepang terdapat juga agama Budha dan Kristen yang mempengaruhi upacara kelahiran pada masyarakat Jepang. Namun karena keterbatasan

(8)

waktu dan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian ini, maka penulis hanya membatasi ruang lingkup permasalahan pada pengaruh kepercayaan Shinto terhadap kelahiran bayi di Jepang yang terdiri dari upacara Obi iwai, Oshichiya dan Hatsumiyamiri.

1.4 Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membuktikan adanya pengaruh kepercayaan Shinto terhadap upacara kelahiran bayi di Jepang. Dengan harapan agar pembaca dapat memahami, mengerti serta mengetahui lebih dalam lagi tentang pengaruh kepercayaan Shinto khususnya terhadap upacara kelahiran bayi di Jepang. Penulis juga menjadi lebih mengeri mengenai pengaruh agama Shinto terhadap upacara kelahiran bayi.

1.5 Metode Penelitian

Untuk data pendukung dan informasi yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini penulis menggunakan metode kepustakaan. Sedangkan pada saat mengkaji korpus data penulis menggunakan metode deskriptif yaitu cara kerja membahas suatu masalah dengan cara menyusun dan mengklasifikasikan data serta memberikan penjelasan tentang keterangan yang terdapat pada data. Disamping buku utama tentang Shinto, penulis juga menggunakan buku-buku yang membahas tentang upacara-upacara keagamaan pada masyarakat Jepang, pola pikir masyarakat Jepang tentang konsep kelahiran, serta buku-buku lain yang berhubungan dengan upacara kelahiran yang merupakan bagian dari landasan teori dan tambahan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

(9)

Buku-buku yang dijadikan bahan untuk penulisan skripsi ini didapat dari Perpustakaan Universitas Bina Nusantara, Perpustakaan The Japan Foundation, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, koleksi pribadi, dosen, dan juga teman-teman. Selain itu penulis juga menggunakan data yang didapat dari internet untuk menambah informasi dan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang ada dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini merupakan bagian awal dari penulisan skripsi ini, yang akan menjelaskan tentang latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metedologi penelitian dan sumber data, dan sistematika yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

Bab 2 Landasan Teori

Pada bab ini menjelaskan tentang konsep Shinto, matsuri, dan konsep kelahiran bayi pada masyarakat Jepang. Selain itu dalam bab ini terdapat juga teori-teori yang mendukung dalam penulisan skripsi ini, antara lain mengenai teori tentang religi.

(10)

Bab 3 Analisis Data

Pada bab ini penulis memberikan hasil penelitian yang sudah penulis analisa. Penulis akan membuktikan permasalahan, yaitu pengaruh agama Shinto terhadap upacara kelahiran bayi di Jepang, yaitu pada upacara Obi iwai, Oshichiya dan Hatsumiyamairi.

Bab 4 Simpulan

Pada bab ini, penulis akan memberikan simpulan dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Simpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan yang ada dalam skripsi dan juga beberapa komentar dan saran tentang topik skripsi ini, yang diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari.

Bab 5 Ringkasan

Bab ini akan menjelaskan secara singkat isi dari penulisan skripsi ini mulai dari latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, serta tujuan penelitian dan hasil penelitian sebagai jawaban dari permasalahan skripsi ini.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam aktivitas ekonomi sekunder, aktivitasnya lebih ditekankan pada kegiatan pengolahan barang produksi primer (bahan mentah) menjadi barng yang lebih bernilai

Jika dilihat dari nilai hasil analisis uji F didapat statistik nilai F sebesar 71,561 dengan tingkat signifikan 0,000 karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0,05, maka

Perhitungan yang dilakukan akan menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan risiko yang memperlukan lebih lanjut atau tidak dengan melihat matriks risk grade pada Gambar 1.. Hasil

Penulis mencoba untuk menggali apa yang para peserta pikirkan tentang acara ini dan pilihan jatuh pada salah seorang peserta dari Kuching, Malaysia, Ibu Ann

Dalam keberhasilan induksi pembelahan sporofitik ditunjukkan dengan parameter pengamatan yang dilakukan pada induksi pembelahan sporofitik mikrospora dengan

Jumlah Responden Petani Padi di Kabupaten Sragen dan Karanganyar berdasarkan Kombinasi Jenis Pupuk yang Digunakan. Multifungsi Sistem

Dari strobilus yang dihasilkan tumbuhan Cycas jantan, hanya satu atau dua saja yang siap melepaskan serbuk sarinya.. Strobilus jantan ini menghasilkan aroma yang membuat