• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang sangat pesat. Semakin berkembangnya era globalisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang sangat pesat. Semakin berkembangnya era globalisasi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya era globalisasi, perekonomian dunia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Semakin berkembangnya era globalisasi ini menyebabkan tidak adanya batasan perolehan informasi dan komunikasi perusahaan di seluruh dunia, baik melalui media cetak maupun media elektronik (online). Perkembangan ini bukan hanya memberikan kemudahan bagi perusahaan di antarnegara untuk melakukan pertukaran dalam informasi dan komunikasi, namun juga terjadi pertukaran dari segi gaya hidup masyarakat, teknologi, bahkan sampai dengan perdagangan. Apabila ditinjau dari segi perdagangannya, maka dengan adanya era globalisasi ini menyebabkan perusahaan memiliki pangsa pasar yang jauh lebih luas. Bagi perusahaan yang bersifat profit oriented, kondisi semacam ini tentunya akan memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan demi memperoleh keuntungan semaksimal mungkin sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada pihak - pihak yang berkepentingan. Meskipun demikian, tidak dapat dihindari bahwa tingkat persaingan yang dihadapi perusahaan juga akan menjadi semakin meningkat dan jauh lebih ketat.

Perusahaan pada dasarnya memiliki harapan untuk going concern dalam dunia bisnis, artinya bahwa perusahaan memiliki harapan untuk terus berkembang dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Dalam hal ini, perusahaan dianggap perlu

(2)

untuk merefleksikan kinerja perusahaannya agar dapat menentukan eksistensi dan masa depan perusahaan. Asumsinya bahwa perusahaan tidak mengharapkan terjadinya likuidasi di masa mendatang dan melakukan berbagai pendekatan untuk meminimalisir terjadinya kegagalan di masa mendatang tersebut pada saat ini.

Kondisi finansial maupun non-finansial perusahaan dapat menggambarkan kinerja perusahaan guna menentukan tingkat keberhasilan perusahaan untuk bertahan dalam dunia bisnis. Dilihat dari kesuksesan perusahaan tersebut, maka tidak akan terlepas dari kondisi kesehatan yang sedang dialami perusahaan. Tingkat kesehatan yang dimiliki oleh perusahaan akan menentukan sejauh mana perusahaan berada dalam kondisi yang menguntungkan (profitable) dan mampu untuk tetap bersaing melalui aktivitas bisnisnya. Perusahaan yang sehat akan memperbesar kemungkinan perusahaan untuk mencapai going concern.

Kinerja perusahaan dilihat dari kondisi finansial dapat digambarkan melalui laporan keuangan perusahaan, sedangkan berdasarkan pada kondisi non-finansial dapat digambarkan melalui kepuasan pelanggan dan efisiensi manajemen perusahaan. Refleksi kinerja perusahaan yang paling mudah adalah dengan menggunakan data finansial perusahaan, atau dalam hal ini laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan sumber informasi penting yang menggambarkan kondisi kesehatan perusahaan untuk kemudian dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Bagi pihak internal, laporan keuangan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan strategi terbaru yang sesuai untuk diterapkan ke dalam perusahaan.

(3)

Bagi pihak eksternal, laporan keuangan dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi bagi investor dan pendanaan bagi kreditur.

Berbagai macam permasalahan tidak akan terlepas dari eksistensi sebuah perusahaan. Faktor pemicu terjadinya berbagai kendala tersebut dapat timbul dari lingkup internal maupun eksternal, sehingga perusahaan perlu untuk mengetahui gejala - gejala yang seringkali dihadapi oleh perusahaan. Manajemen perlu untuk mengembangkan berbagai strategi yang dapat menunjang keberlangsungan perusahaan, baik dengan dilakukannya inovasi atau bahkan dengan strategi marketing yang jauh lebih menarik. Kemampuan manajemen untuk melakukan analisis terhadap kondisi kesehatan perusahaan ini menjadi penting untuk meningkatkan kemungkinan perusahaan akan tetap mampu bersaing dan survive terhadap segala macam situasi. Kesuksesan berdirinya sebuah perusahaan sangat besar dipengaruhi oleh karakteristik strategis dan manajerial perusahaan (Porter, 1991).

Potensi terjadinya permasalahan perekonomian atau kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan dapat digambarkan melalui analisis rasio dalam laporan keuangan. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968) menunjukkan bahwa penggunaan indikator keuangan (rasio keuangan) dalam laporan keuangan perusahaan dapat memberikan tingkat akurasi prediksi kebangkrutan sebesar 94% dan 95%. Teori Altman yang diperkenalkan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan di masa mendatang dikenal dengan nama model Z-Score. Namun sejalan dengan perkembangan teori tersebut, saat ini prediksi kebangkrutan perusahaan dapat digambarkan melalui berbagai macam

(4)

pengukuran disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang ada saat ini. Teori - teori baru ini dikembangkan untuk meningkatkan keakuratan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan sebagai bentuk peringatan dini (early warning system) dan kapabilitas untuk dijadikan landasan agar mempermudah perusahaan mengetahui eksistensinya di masa mendatang.

Selain dari indikator keuangan yang dijadikan sebagai acuan untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan di masa mendatang, adapun dibutuhkan faktor yang lainnya seperti mekanisme corporate governance dalam perusahaan. Penggunaan mekanisme corporate governance dapat memperbesar tingkat akurasi dalam memprediksi kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan. Hal ini dikarenakan corporate governance mampu memperbaiki kinerja perusahaan dan dijadikan sebagai sistem peningkatan nilai. Maksud dari peningkatan nilai disini adalah masalah keagenan yang seringkali dialami oleh perusahaan dapat dikendalikan oleh adanya mekanisme corporate governance. Agen (penerima kontrak atau Dewan Direksi) dan principal (pemberi kontrak atau pemegang saham) memiliki kepentingan masing - masing yang seringkali justru memberikan kerugian bagi pihak lainnya, sehingga dengan adanya corporate governance maka dapat menekan masalah keagenan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Mekanisme corporate governance dapat dijadikan sebagai penghubung antara pihak pengambil keputusan dengan yang melakukan controlling dan monitoring terhadap keputusan tersebut, dimana kondisi ini dapat menjamin bahwa perusahaan dapat menekan biaya keagenan.

(5)

Corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (www.fcgi.or.id) merupakan seperangkat peraturan yang mengatur mengenai hubungan antara pemegang, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemangku kepentingan internal dan eksternal lainnya yang memiliki hak dan kewajiban dalam mengendalikan perusahaan. Dalam hal ini, manajemen memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap kemungkinan terjadinya permasalahan perekonomian (kesulitan keuangan) dalam sebuah perusahaan melalui prinsip - prinsip corporate governance serta aturan yang dijadikan sebagai landasan pengambilan keputusan, dimana tujuan dasarnya adalah demi mencapat tujuan dari para pemangku kepentingan dalam perusahaan tersebut.

Prinsip - prinsip corporate governance menurut Juniarti dan Natalia (2012) antara lain: keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness). Windah dan Andono (2013) menyebutkan bahwa penerapan prinsip - prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia dimulai sejak ditandatanganinya Letter of Intent (LOI) bekerjasama dengan International Monetary Fund (IMF). Penerapan dari prinsip - prinsip GCG disini juga perlu adanya dukungan dari 3 (tiga) pilar yang memiliki hubungan antara satu dengan lainnya, yakni negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usia sebagai pelaku pasar, serta masyarakat yang berlaku sebagai pengguna produk dan jasa (konsumen) dalam dunia bisnis.

(6)

Penerapan prinsip tersebut dilakukan pemeringkatan oleh Corporate Governance Perception Index (CGPI) sebagai bentuk dokumentasi penerapan GCG untuk mengetahui sejauh mana perusahaan - perusahaan di Indonesia yang sudah go public telah menerapkan konsep GCG tersebut. CGPI membantu perusahaan untuk melakukan peninjauan terhadap pelaksanaan corporate governance dan melakukan perbandingan dengan perusahaan yang sejenis, sehingga perusahaan dapat mencapai standar mutu tertentu agar memperoleh pengakuan dari masyarakat terhadap penerapan prinsip corporate governance (Yahya dan Triyonowati, 2014).

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006:9) mengemukakan pendapat bahwa perusahaan - perusahaan di Indonesia memiliki andil dalam penerapan sistem GCG tingkat nasional maupun internasional. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan pasar sehingga mampu mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan. GCG dijadikan sebagai langkah awal proses perbaikan kinerja perusahaan untuk menjadi jauh lebih baik, sehingga segala bentuk pendanaan perusahaan melalui pinjaman ke kreditur atau pemberian modal perusahaan mulai memasukkan syarat pelaksanaan corporate governance dalam memperbaiki kinerja perusahaan dan menambah nilai perusahaan. Selain itu, GCG menjadi penting dalam persaingan global guna membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan berkelanjutan (Rakhmat, 2013).

Pengaruh penerapan corporate governance menurut Nuryanah (2005) dalam Zuhdi et al (2015) terhadap penyajian laporan keuangan oleh perusahaan

(7)

membuat tingkat manipulasi (window dressings) laporan keuangan menjadi semakin kecil. Kegiatan manipulasi laporan keuangan ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu menetapkan aktiva dan/atau pendapatan overstate earnings dalam laporan keuangan serta menetapkan kewajiban dan/atau beban understate earnings dalam laporan keuangan. Tingkat manipulasi laporan keuangan disini dapat ditekan karena Dewan Komisaris terlibat dalam proses pengawasan (monitoring), sehingga perusahaan dapat menyajikan laporan keuangan yang sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya dan terintegrasi. Dewan Direksi, Dewan Komisaris, serta Komite Audit memiliki peran penting dalam penerapan mekanisme GCG di perusahaan.

Kesulitan keuangan lebih dikenal dengan sebutan financial distress, dimana merupakan proses penurunan kondisi keuangan perusahaan sebelum perusahaan benar - benar akan mengalami kebangkrutan. Proses terjadinya kebangkrutan sebuah perusahaan dapat dicegah, ditandai dengan adanya indikasi financial distress paling ringan yaitu kenaikan bahan baku untuk proses produksi yang dapat meningkatkan harga sebuah produk, penurunan tingkat penjualan, dan pengurangan jumlah tenaga kerja atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Perusahaan yang sedang berada di bawah tekanan keuangan dapat mengalami berbagai kondisi yang unpredictable (tidak dapat diprediksi dan dikendalikan), termasuk diantaranya adalah pengurangan efisiensi manajemen, biaya yang lebih tinggi daripada modal, kekhawatiran perusahaan akan adanya pembatalan pesanan oleh pelanggan, penurunan turnover, bahkan sampai dengan penurunan nilai perusahaan (Vinh, 2015). Perusahaan yang mengalami penurunan

(8)

nilai dapat mengakibatkan pengurangan kemakmuran pemilik, sehingga perusahaan dapat mengalami kerugian bagi yang orientasinya adalah perolehan keuntungan semaksimal mungkin (profit oriented). Meningkatkan dan memaksimalkan nilai perusahaan bukan hanya dapat dilakukan dengan mekanisme corporate governance, akan tetapi juga dapat dilakukan dengan cara melakukan pemindahan (transfer) nilai dari kreditur kepada pemegang saham (Bhunia et al, 2011).

Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sangat rentan mengalami delisting apabila diketahui mengalami masalah perekonomian. Permasalahan perekonomian ini dapat mengindikasikan bahwa perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak sehat dan kemungkinan mengalami kebangkrutan. Namun apabila kesulitan keuangan pada sebuah perusahaan mampu teridentifikasi lebih awal, hal ini dapat mencegah kebangkrutan perusahaan sebelum kondisi tersebut benar - benar terjadi. Beberapa perusahaan manufaktur yang mengalami delisting pada tahun 2010 - 2014 diantaranya adalah PT. BAT Indonesia Tbk; PT. Aqua Golden Mississippi Tbk; PT. Dynaplast Tbk; PT. Suryainti Permata Tbk; PT. Surya Intrindo Makmur Tbk; PT. Panasia Filament Inti Tbk; PT. Panca Wiratama Sakti Tbk; dan PT. Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk.

Perkembangan dalam perekonomian dunia menjadi boomerang bagi perusahaan karena dapat melemahkan aktivitas bisnis perusahaan secara umum akibat dari Global Financial Crisis yang terjadi pada tahun 2008. Terlebih dalam kondisi tersebut terjadi peningkatan pada harga bahan baku yang semakin memberatkan perusahaan (Prajamukti, 2014). Dampak yang dapat ditimbulkan

(9)

dari Global Financial Crisis tersebut juga memberikan pengaruh terhadap perekonomian Indonesia ditinjau dari berbagai sektor. Oleh karenanya, cepat atau lambat perusahaan akan mengalami kemunduran kinerja hingga pada akhirnya dapat mengalami kegagalan atau kebangkrutan di masa mendatang. Meskipun begitu, Global Financial Crisis tersebut tidak sepenuhnya mematikan seluruh aktivitas bisnis yang berlangsung di Indonesia. Terbukti dari laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 diproyeksikan positif walaupun kondisi ini masih memberatkan sektor industri pengolahan yang berorientasi ekspor (www.fiskal.kemenkeu.go.id).

Di Indonesia, fenomena krisis perekonomian dunia tersebut nampak dari menurunnya kinerja perusahaan manufaktur yang berorientasi ekspor. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan permintaan oleh konsumen terhadap produk yang masih akan terus berlanjut, khususnya untuk tujuan pasar yang sedang terkendala krisis perekonomian. Bahkan beberapa perusahaan industri yang berorientasi ekspor telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Budhijono dan Indahsari, 2009). Penurunan dari tingkat penjualan dan terjadinya pengurangan terhadap tenaga kerja perusahaan ini merupakan indikator terjadinya financial distress yang paling ringan. Hal ini dapat memunculkan adanya krisis kepercayaan bagi pihak eksternal perusahaan untuk melakukan aktivitas pendanaan dan investasi. Kondisi tersebut yang dibiarkan terus menerus terjadi dan tidak ditangani lebih lanjut oleh manajemen, dapat mengakibatkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan dengan biaya penanggulangan yang relatif besar.

(10)

Krisis perekonomian dunia mengakibatkan sektor manufaktur mengalami dampak terbesar apabila dibandingkan dengan sektor - sektor yang lainnya. Hal ini dikarenakan kenaikan pada harga komoditi primer yang menjadi bahan baku sektor ini telah mengakibatkan biaya produksi meningkat. Sementara itu, bagi perusahaan manufaktur yang berorientasi ekspor mengalami kemrosotan karena negara maju yang menjadi tujuan utama ekspor ekonominya sedang mengalami dampak serius dari krisis perekonomian tersebut.

Perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur terancam oleh Rupiah yang tidak stabil, sehingga akan memberikan dampak yang besar pada perusahaan berorientasi ekspor yang mengandalkan bahan baku impor. Perusahaan dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada bahan baku dan bahan modal impor mengakibatkan produksi dalam negeri menjadi mahal dan daya saing rendah (www.republika.co.id). Data Trading Economics menunjukkan bahwa nilai Rupiah sempat mengalami pelemahan antara tahun 2008 - 2010 meskipun terjadi penguatan Rupiah antara tahun 2010 - 2012. Namun, antara tahun 2012 - 2014 nilai Rupiah mengalami pelemahan kembali (www.tradingeconomics.com).

Rupiah yang terus melemah menggambarkan kondisi perusahaan yang berorientasi ekspor dengan bahan baku impor mengalami kerugian yang relatif besar. Kondisi semacam ini sejalan dengan publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Mei 2015 yang menyebutkan bahwa neraca perdagangan surplus dan impor bahan baku mengalami penurunan (www.bbc.com). Hal tersebut dapat menghambat kegiatan operasional perusahaan, terlebih perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan dalam memproduksi bahan baku sendiri dan

(11)

cenderung mengandalkan bahan baku dari negara lainnya untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Rendahnya tingkat permintaan terhadap suatu produk mengakibatkan pendapatan perusahaan mengalami penurunan, sehingga dampak jangka panjangnya perusahaan dapat menghentikan kegiatan produksinya. Ketidakmampuan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan lainnya termasuk ke dalam faktor yang memicu rendahnya tingkat permintaan pasar (konsumen) terhadap suatu produk, sehingga dapat mengancam keberlangsungan perusahaan. Tingkat persaingan antar perusahaan disini akan mendukung jatuh bangunnya sebuah perusahaan (Ellen dan Juniarti, 2013).

Berdasarkan penelitian - penelitian yang dilakukan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memprediksi terjadinya financial distress pada sebuah perusahaan diperlukan adanya indikator keuangan perusahaan serta faktor lainnya seperti corporate governance. Ditinjau dari segi indikator kinerja keuangan perusahaan, maka penelitian dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap rasio - rasio keuangan dalam laporan keuangan perusahaan yang mampu menunjukkan tingkat kemampuan kinerja perusahaan dan kondisi kesehatan perusahaan itu sendiri. Di sisi lain, untuk mekanisme corporate governance mampu meningkatkan nilai tambah bagi seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan memperbaiki kinerja perusahaan. Oleh karena itu, penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Prediksi Financial Distress dengan Mekanisme Corporate Governance dan Indikator Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010 - 2014)”.

(12)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah indikator keuangan (rasio keuangan) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 - 2014?

2. Apakah mekanisme corporate governance dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 - 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh indikator keuangan (rasio keuangan) terhadap kondisi financial distress yang diukur dengan menggunakan Earnings Per Share (EPS) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 - 2014. 2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait adanya pengaruh mekanisme

corporate governance terhadap kondisi financial distress yang diukur dengan menggunakan Earnings Per Share (EPS) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 - 2014.

(13)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk praktisi maupun untuk akademisi dalam penelitian serupa selanjutnya.

1. Bagi Akademisi (Mahasiswa)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai pengaruh corporate governance terhadap tingkat akurasi prediksi kebangkrutan yang diuji menggunakan rasio - rasio keuangan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian serupa pada periode mendatang.

2. Bagi Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah acuan tentang financial distress sebagai kondisi menuju ke arah kebangkrutan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk membuat kebijakan dan strategi baru untuk menghindari kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Selain itu dengan melakukan penambahan indikator corporate governance terhadap prediksi kebangkrutan diharapkan mampu memberikan pemahaman lebih jauh mengenai kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan yang sudah berada di kondisi financial distress untuk segera membuat keputusan mengenai strategi - strategi yang akan digunakan dalam menghadapi kondisi tersebut. Selanjutnya para manajer perusahaan yang go public (khususnya perusahaan manufaktur) dapat menerapkan strategi untuk mendukung dan memperlancar kegiatan operasional perusahaan ke depannya dalam rangka meningkatkan kinerja dan kesehatan perusahaan.

(14)

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan disini memuat: latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Bab ini membahas mengenai landasan teori yang diacu dari buku teks, jurnal, atau artikel ilmiah lain, yang disusun sendiri oleh mahasiswa sebagai tuntutan untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian yang dikemukakan, serta dalam menyusun hipotesis. Bab ini berisi tentang teori yang digunakan dalam penelitian, pengembangan hipotesis, dan kerangka pemikiran.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas mengenai variabel - variabel penelitian beserta definisi operasionalnya, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini mencantumkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi mengenai penjelasan simpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian serta saran dan keterbatasan yang menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Devinta Ristanti tahun 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Pembuatan Dan Perancangan Game Dakon Dengan Macromedia Flash 8 Sebagai Usaha Untuk Tetap

Hasil penelitian ini menyatakan secara parsial, IHSG berpengaruh positif secara signifikan terhadap return saham sektor perdagangan, jasa, dan investasi (subsektor perdagangan

Pemberian pakan dengan level protein yang berbeda tidak menyebabkan adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05) pada pertambahan bobot badan, pertambahan tinggi

Bahasa Inggris tanggal 2 adalah 2nd , dibaca the second Bahasa Inggris tanggal 3 adalah 3rd , dibaca the third Bahasa Inggris tanggal 4 adalah 4th , dibaca the fourth

Penilaian kinerja menurut Dessler (1997) bisa didefinisikan sebagai prosedur yang meliputi penetapan standar kerja, penilaian aktual karyawan dalam hubungan dengan standar-standar

Berkaitan dengan kinerja pengawas sekolah, penelitian ini hendak melihat apakah kinerja pengawas sekolah dalam melakukan supervisi seperti apa yang diungkapkan Burton

Secara kimia garnet merupakan larut- an padat (solid solution) dari alman- din – pirop – spesartin - grosular. Kadar almandin adalah sangat domi- nan dalam batuan

Karena itu, dalam rangka pengawasan terhadap kinerja dan perilaku hakim konstitusi juga diperlukan mekanisme majelis kehormatan yang terdiri atas 5 unsur, yaitu (i) unsur