• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. hukum Pertanggungan, hukum Asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. hukum Pertanggungan, hukum Asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI A. Pengertian dan Pengaturan Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Hukum Asuransi mengenal bermacam-macam istilah. Ada yang mempergunakan istilah hukum Pertanggungan, hukum Asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law. Sedangkan dalam praktek sejak zaman hindia belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi.15

Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi.16

Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu :17

a. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut perusahaan asuransi (insurance

company).

b. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi disebut perusahaan penunjang asuransi (complementary insurance)

2. Asuransi menurut pendapat beberapa ahli

Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari pengertian asuransi dari para ahli. hal ini disebabkan dari sudut pandang mana para ahli yang mendefenisikan asuransi itu. Dari sudut pandang yuridis, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan asuransi atau verzekering sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang

      

15

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hlm.1

16

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 5

17 Ibid.

(2)

mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.18

Menurut Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopedia Britanica sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak jelas diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.19

Dalam pandangan Abbas Salim, asuransi dipahami sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substansi) kerugian-kerugian yang belum pasti.20

3. Pengertian Asuransi dalam Peraturan Perundang-undangan

Selain pendapat di atas terdapat juga pengertian asuransi yang sudah diatur secara limitatif dalam peraturan perundang – undangan antara lain :

Kitab Undang – Undang Hukum Dagang disebutkan dalam Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dimana penanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tak pasti.

Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 dalam pasal 1 ayat (1) menyebutkan:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertangung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu

      

18

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1996, hlm.12

19

Muhammad Muslehuddin, Insurance Law and Islamic Law,(Terjemahan oleh Burhan Wirasubrata), Menggugat Asuransi Modern: Mengajukan suatu Alternatif Baru dalam Prespektif Hukum Islam, Cetakan ke-I, Lentera, Jakarta, 1999, hlm.3.

20

(3)

peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.21

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat 4 (empat) unsur yang harus ada, yaitu :22

a. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak (tertanggung dan penanggung) yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;

b. Premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung;

c. Adanya ganti kerugian dari penaggung kepada tertanggung jika terjadi klain atau masa perjanjian selesai;

d. Adanya suatu peristiwa (envenemen/accident) yang belum tentu terjadi, yang disebabkan karena adanya suatu risiko yang mungkin dating atau tidak dialami.

Apabila diperhatikan pengertian asuransi berdasarkan kedua aturan di atas, yaitu Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 ayat (1) UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, sangat jelas dinyatakan bahwa, asuransi adalah perjanjian.23 Menurut teori yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.24

Ada defenisi yang lebih luas daripada defenisi pasal 246 KUHD dan boleh dikatakan sama dengan defenisi dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1992, yaitu defenisi dalam pasal

41 New York Insurance Law:

The Insurance contract is any agreement or other transaction where by one party

herein called the insurer, is obligated to confer benefit of precuniary value upon another party, herein called the isured of beneficiary, dependent up on the happening of a fortuitous event in which the insured or beneficiary has, or expected to have the time of such happening a material interest which will be adversely affected by the happening of such event. A lortuitous event is any occurance or failure to occur which is, or is assumed by the parties to be a substantial extended beyond the control of either

party”.25

      

21

Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 dalam pasal 1 ayat (1)

22

A.Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), Cetakan ke-1, September 2002, Bab IV, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.119-120.

23

Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2011, hlm. 32

24

Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.161

25

(4)

Bila diperhatikan definisi tersebut, menggunakan kata-kata to confer benefit of

precuniary value, tidak digunakan kata – kata confer indemnity of precuniary value.

Pengertian benefit tidak hanya meliputi ganti kerugian terhadap harta kekayaan, tetapi juga meliputi pengertian “yang ada manfaatnya” bagi tertanggung. Jadi, termasuk juga pembayaran sejumlah uang pada asuransi jiwa. Defenisi dalam Pasal 41 New York Insurance Law meliputi asuransi kerugian (Schade Verzekering) dan asuransi sejumlah uang (Sommen

Verzekering). Rumusan tersebut juga lebih luas daripada rumusan Pasal 246 KUHD.26

4. Pengaturan Asuransi a. Pengaturan dalam KUHD

Ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi dalam KUHD, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I bab 9 Pasal 246-Pasal 256 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah di atur dalam KUHD maupun di atur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal 287 – pasal 308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD dengan rincian sebagai berikut :27

1. Asuransi kebakaran pasal 287 – pasal 298 KUHD 2. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 – Pasal 301 KUHD 3. Asuransi Jiwa Pasal 302 – Pasal 308 KUHD

4. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 – Pasal 685 KUHD 5. Asuransi pengangkutan darat dan sungai Pasal 686 – Pasal 695 KUHD.

b. Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Terdapat perbedaan antara pengaturan asuransi yang diatur dalam KUHD dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Ussaha Perasuransian. Dalam KUHD pengaturan       

26

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm.10

27

(5)

tentang asuransi mengutamakan dari segi keperdataan sedangkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian lebih mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif.28

Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan administratif.29

5. Pengaturan dalam perundang-undangan lainnya

Selain dari KUHD dan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Pemerintah Indonesia telah mengundangkan perundangan mengenai pertanggungan (asuransi), satu undang-undang mengenai usaha perasuransian, dan beberapa lainnya mengenai berbagai jenis pertanggungan khusus, Perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut :30

a. Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 1964 b. Asuransi atas kecelakaan lalu lintas yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 1964 c. Asuransi Kredit yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun

1971

d. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai Peraturan Pelaksana UU Nomor 33 Tahun 1964

e. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 sebagai Peraturan Pelaksana UU Nomor 34 Tahun 1964

f. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek), dengan berbagai peraturan pelaksananya

g. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1971 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan dalam Bidang Perasuransian Kredit

h. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963 tentang Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen)

i. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Angkatan Berrsenjata Republik Indonesia (Asabri)

j. Surat Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968 tentang Asuransi Kesehatan (Askes) untuk Pegawai Negeri dan Pensiunan beseta keluarganya.

      

28

Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 63

29

Ibid, hlm. 19

30

(6)

B. Sejarah Asuransi

Pada tahun 365-323 sebelum masehi, di Negara Yunani pada masa Pemerintahan Raja Alexander Yang Agung (Alexander The Great) mempunyai seorang menteri keuangan yang bernama Antimenes. Pada suatu ketika terjadi krisis keuangan yang agak parah di Negara itu dan memerlukan uang yang sangat banyak guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang itu Antimetes mempunyai suatu gagasan yaitu mengumunkan kepada orang-orang kaya di Negara itu mendaftarkan budak-budak beliannya; kemudian antara Antimetes dan pemilik budak belian tadi membuat perjanjian dimana pihak pemilik budak akan membayar kepada Pemerintah sejumlah uang setiap tahun dan sebagai imbalannya Antimetes (Pemerintah) menjanjikan kepada mereka jika ada budak belian mereka yang melarikan diri, maka dia akan mencari dan memerintahkan kepada kepala daerah di bawah pemerintahannya supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak tertangkap, maka pihak Antimetes akan mengganti rugi kepada pemilik budak sejumlah uang harga dari budak itu. Perjanjian ini dibuat antara Antimetes dengan orang-orang kaya ini merupakan perjanjian yang mirip dengan perjanjian Asuransi.31

Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk sebuah perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.32

Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang

      

31

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm.15

32

(7)

dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut.33

Dari sejarah perasuransian ini dapat kita katakan bahwa pengertian asuransi ini sebenarnya pada mulanya terdapat pada asuransi sejumlah uang dan kemudian berkembang pada asuransi kebakaran dan asuransi laut. Asuransi sejumlah uang merupakan cirri tertua dari seluruh bentuk asuransi yang ada.34

Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.35

Sampai saat ini tidak ada satu bukupun yang memuat tulisan mengenai sejarah hukum Indonesia yang memuat mengenai dasar-dasar asuransi di Indonesia. Disamping itu para ahli hukum adat juga tidak pernah mengemukakan bahwa asuransi sudah ada dan dikenal dalam tata pergaulan dalam masyarakat adat di Indonesia.36

Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia pada tahun 1848. Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia adalah atas dasar konkordansi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23, yang diundangkan pada tanggal 30 April 1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.37

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asuransi dan lembaga asuransi masuk dalam tata pergaulan hukum di Indonesia bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Belanda) yang berlaku di Indonesia sebagaimana disebut diatas. Hal ini       

33

Ibid., hlm.3

34

Abdul Muis, Op.Cit, hlm.11

35

“Pengertian dan Sejarah Asuransi”, 14 September 2010, dalam http://asuransiaja.blogspot.com/2012/08/pengertian-dan-sejarah-asuransi.html#.UWRB4OyhjIU, terakhir diakses pada 9 April 2013

36

Sri Rezeki Hartono, Op.Cit, hlm.50-51

37 Ibid.

(8)

dapat pula dipakai sebagai suatu bukti bahwa asuransi dan lembaga asuransi yang semula sebagai lembaga asing mulai dikenal di Indonesia.38

C. Tujuan dan Jenis-jenis Asuransi 1. Tujuan Asuransi

Hidup tak ubahnya seperti permainan dari ketidakpastian. Secara awam, ketidakpastian itu diterjemahkan sebagai resiko. Sesuatu yang belum pasti terjadi, akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misalnya resiko kecelakaan, kematian, kerugian material dikarenakan gempa, banjir atau bencana alam lainnya (Acts of Gods). Tak seorangpun mengetahui secara pasti kapan resiko itu akan terjadi.39

Berdasarkan uraian diatas, asuransi sebenarnya memiliki tujuan – tujuan utama yang hendak dicapai. Tujuan – tujuan tersebut antara lain:40

a. Teori Pengalihan Resiko

Menurut teori pengalihan resiko, (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika harta kekayaan atau jiwanya terancam, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raga. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak saat itu resiko beralih kepada pihak penanggung.”

b. Pembayaran Ganti Kerugian

Dalam hal tidak terjadinya perstiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalahnya terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak       

38 Ibid. 39

Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi:Proteksi Kecelakaan Trasnportasi, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 15.

40

(9)

selamanya bahaya yang mengancam itu sungguh – sungguh akan terjadi. Ini merupakan kesempatan kepada penanggumg mengumpulkan premi dari tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika suatu ketika peristiwa itu sungguh – sungguh terjadi, yang menimbulkan kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransi. Dengan demikian, tertangung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang dideritanya

c. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dengan tertanggung (voluntary insurance). Akan tetapi, undang – undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya, tertanggung terikat dengan penanggung karena undang – undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut dengan jenis asuransi sosial (social security insurance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh

d. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung. Sedangkan anggota pekumpulan bertindak sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayarkan sejumlah unag kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan.

2. Jenis-jenis asuransi

Kita mengetahui bahwa dalam garis besarnya ada 2 jenis asuransi yaitu asuransi sejumlah uang (sommen verzekering) dan asuransi ganti kerugian (schade verzekering), namun seiring perkembangan zaman dan usaha perasuransian muncul tiga jenis asuransi lagi

(10)

yakni asuransi varia (varia verzekering), Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance), dan Asuransi Syariah.41

Dari 5 (lima) jenis asuransi yang disebutkan diatas dapat ditarik penjelasan yaitu:42 1. Asuransi sejumlah uang

Asuransi sejumlah uang artinya asuransi yang besarnya uang asuransi sudah ditentukan sebelumnya tanpa perlu ada suatu hubungan antara kerugian yang diderita dengan besarnya jumlah uang yang diberikan penanggung.

Jenis-jenis asuransi sejumlah uang antara lain : a) Asuransi Jiwa

b) Asuransi kesehatan c) Asuransi tenaga kerja d) Asuransi pendidikan

2. Asuransi Kerugian

Asuransi kerugiaan dapat diartikan ganti kerugian yang diberikan perusahaan asuransi (penanggung) kepada pemegang polis (tertanggung) harus seimbang dengan kerugian yang dialami oleh pemegang polis dengan catatan bahwa kerugian itu adalah akibat dari peristiwa untuk mana asuransi itu diadakan.

Jenis-Jenis asuransi kerugiaan antara lain:43 a) Asuranssi kebakaran

b) Asuransi kenderaan c) Asuransi huru-hara d) Asuransi kerusuhan

e) Asuransi kecurian dan kebongkaran       

41

Mustafa Dib al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah (Menjalin Kerja Sama Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, Jakarta, Al-Hikmah, 2010, hlm. 83.

42

Tuti Rastuti, Op.cit , hlm.101

43

(11)

3. Asuransi Varia

Asuransi varia merupakan asuransi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengankebutuhan masyarakat. 44Asuransi varia disebut juga asuransi campuran karena merupakan campuran unsur-unsur yang ada dalam asuransi sejumlah uang dan asuransi kerugian. Asuransi varia berkembang untuk mengantisipasi kekakuan KUHD yang hanya mengatur asuransi dalam ruang lingkup yang sempit.45

Jenis-jenis asuransi varia antara lain :46 a) Asuransi Kredit

b) Asuransi deposito c) Surety Bond d) Bank Garansi

e) Asuransi Ekspor Impor f) Asuransi Pengangkutan g) Asuransi Rangka Kapal h) Asuransi Pertambangan

4. Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance)

Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance) adalah jenis asuransi yang memberikan jaminan kepada pemegang polis (tertanggung) terhadap risiko-risiko yang timbul selama kegiatan pengerjaan proyek, pembangunan rumah, pemasangan mesin, testing dan commisioning.

Jenis-jenis Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance) antara lain :47 a. Asuransi Egineering Proyek

b. Asuransi Egineering Non-Proyek

Asuransi Egineering Non-Proyek terbagi atas

a. Asuransi Peralatan Elektronika (electronic equipment insurance / e.e.i) b. Asuransi Kerusakan Mesin (Machinery Breakdown insurance / MB) 5. Asuransi Syariah

      

44 Ibid 45

Abdul Muis, Op.Cit., hlm 11

46

Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm.113

47

(12)

Dalam perspektif ekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari bahasa Arab yakni takafala-yatakafulu-takaful yang berarti saling menanggung atau saling menjamin.48 Pengertian asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau

tabarru (sumbangan) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu

melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.49

Selain dari kelima jenis asuransi secara umum yang dijelaskan diatas, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian terdapat pembagian jenis asuransi dari segi pelaksanaannya.

Dalam segi pelaksanaan asuransi di bagi kedalam 2 kategori, yaitu :50 1. Asuransi Sosial (social insurance)

Program Asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu Undang-Undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Asuransi sosial hanya memberikan perlindungan dasar dan lazimnya penyelenggara program asuransi ini dimonopoli oleh badan usaha yang ditunjuk pemerintah seperti PT. Jamsostek, PT. Askes, dsb.

2. Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance)

Asuransi Jenis ini dilaksanakan secara sukarela. Masyarakat diberikan secara kebebasan untuk mengasuransikan atau tidak mengasuransikan obyek yang dapat dipertanggungkan. Dalam hal yang bersangkutan memutuskan untuk berasuransi, maka ia juga diberikan kebebasan memilih penanggung (perusahaan asuransi). Terkait dengan pelaksanaan asuransi sosial untuk resiko-resiko yang telah dijamin dan hanya menyediakan perlindungan dasar, masyarakat dapat menggunakan mekanisme asuransi sukarela ini untuk meningkatkan jumlah       

48

H.Hendi Suhendi dan Deni K. Yusuf, Asuransi Tkaful (dari teoritis ke praktis),Mimbar Pustaka, Bandung, 2005, hlm.1

49

Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Jakarta, 17 Oktober 2001.,hlm. 24

50

(13)

santunan atau coverge. Menjadi solusi atas keterbatasan program yang disediakan melalui asuransi sosial,

D. Asas dan Prinsip Dasar Asuransi 1. Asas Hukum Perjanjian Asuransi

Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian asuransi dalam KUH Perdata dapat berlaku pula dalam perjanjian khusus.51 Dengan demikian, perusahaan asuransi (penanggung) dan pemegang polis (tertanggung) harus tunduk pada beberapa ketentuan dalam KUH Perdata, termasuk asas-asas yang terdapat dalam KUH Perdata.

Asas-asas hukum dalam KUH Perdata tersebut antara lain : a. Asas Konsensual

Asas Konsensual terkandung dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, yang berisi :52 Syarat terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat :

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3) Suatu pokok persoalan tertentu;

4) Suatu sebab yang tidak terlarang

Melihat isi dari pasal 1320 ayat (1) diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu sahnya perjanjian dan mengikat yaitu adanya kata “sepakat” antara kedua belah pihak. Jika sudah adanya kata “sepakat” antara kedua belah pihak maka setiap perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya.

b. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terkandung dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berisi : “ Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.53

Menurut Sultan Remy Sjahdeini, ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi :54

      

51

Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm. 42

52

Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata

53

(14)

1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; 3) Kebebasan untuk menentukan isi (causa) dari perjanjian yang dibuatnya; 4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian;

6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-Undang yang bersifat opsional.

c. Asas kekuatan mengikat

Asas kekuatan mengikat disebut juga asas pacta sunt servanda, yang secara konkrit dapat dicermati dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang memuat ketentuan impresif, yakni :55 “ Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”.56

Apabila dihubungkan dengan perjanjian asuransi berarti bahwa para pihak penanggung dan tertanggung atau pemegang polis terikat untuk melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakatinya. Sebab, perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak memiliki kekuatan mengikat sebagaimana Undang-Undang yang memilki akibat hukum, hanya saja berlaku bagi mereka yang membuatnya.57

d. Asas Itikad Baik

Setiap perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak harus dilaksanakan dengan asas itikad baik seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyatakan bahwa : “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.58

Asas itikad baik ini berlaku untuk semua perjanjian termasuk perjanjian asuransi yang diartikan pula secara menyeluruh bahwa, dalam pelaksanaan perjanjian tersebut para pihak harus mengindahkan kenalaran dan kepatutan pasal 1339.59

e. Asas Keseimbangan

       

54

Sutan Remi Sjahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.47.

55

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm.91

56

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

57

Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm. 45

58

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata

59

(15)

Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Dalam perjanjian asuransi, hak dan kewajiban tertanggung adalah membayar premi dan menerima pembayaran ganti kerugian, sedangkan hak dan kewajiban penaggung adalah menerima premi dan memberikan ganti kerugian atas objek yang dipertanggungkan.60

f. Asas Kepercayaan

Dalam perjanjian asuransi asas kepercyaan sangat penting, karena kepercayaan dapat menimbulkan keyakinan bagi pemegang polis dan perusahaan asuransi, bahwa satu sama lain aka memenuhi janjinya untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Dengan kepercayaan, kedua belah pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sesuai ketentuan pasal 1338 KUH Perdata.

g. Asas Persamaan Hukum

Dalam Asas persamaan hukum dapat dijelaskan bahwasannya kedudukan dari para pihak atau subyek hukum mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau seimbang , dan tidak dibeda-bedakan satu sama lain.

h. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung asas kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya,61 seperti yang tercantum dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

2. Prinsip Dasar dalam Perjanjian Asuransi

Ada beberapa prinsip yang menjadi pedoman dalam mengadakan perjanjian asuransi. Prinsip – Prinsip tersebut yaitu:62

a. Prinsip Kepentingan yang dapat Diasuransikan (Insurable Interest)       

60

Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm. 46

61 Ibid. 62

(16)

Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Inrusable Interest) merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi. Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian auransi, dapat menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum.63

“Diharuskannya ada prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable

interest) dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar asuransi

tidak menjadi permainan dan perjudian. Hal itu disebabkan, apabila sesorang yang tidak mempunyai kepentingan atas suatu objek tersebut, maka akibatnya tanpa menderita kerugian orang tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki menimpa objek dimaksud”64

b. Prinsip Itikad Baik yang Sempurna (Utmost Goodfaith)

Dalam Kontrak asuransi, itikad baik saja belum cukup tetapi dituntut yang terbaik dari itikad baik dari calon tertanggung. Hal ini dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang objek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang berkaitan objek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada Underwriter.65

Menurut Gunanto, Prinsip itikad baik yang sempurna (Utmost Good Faith) menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi dalam rangka pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud Pasal 1338 KUH Perdata.66

c. Prinsip Keseimbangan (Indemnity Principle)

Penerapan prinsip keseimbangan (Indemnity Principle) dalam asuransi ini, sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak sama dengan perjudian. Dalam perjudian tidak

      

63 Ibid. 64

Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek – Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 16

65

Underwriter adalah sebutan yang diberikan kepada orang yang bertanggung jawab dalam perusahaan asuransi untuk menilai resiko yang akan dipertanggungkan, menentukan apakah menerima atau menolak resiko, atau menerima sebagian. Dan mengkalkulasi besaran premium yang wajar untuk suatu resiko yang dipertanggungkan. Dalam Kun Wahyu Wardana, Op. Cit., hlm. 34

66

(17)

dikenal ganti rugi bagi yang kalah. Kerugian akibat kekalahan yang diderita dalam perjudian merupakan konsekuensi yang harus diterima.67

Sedangkan dalam asuransi, ganti rugi merupakan suatu tujuan bahwa asuransi merupakan risk transfer mechanism. Mengalihkan atau membagi resiko yang kemungkinan akan diderita atau dihadapi tertanggung atas suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan belum pasti terjadi. Harapannya, beban financial tertanggung menjadi lebih pasti. Fixed Cost dalam bentuk premi.68

Namun, satu hal yang perlu digarisbawahi dalam prinsip keseimbangan (Indemnity

Principle) ini, bahwa tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari

ganti rugi yang diberikan oleh penanggung. Besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya. 69

d. Prinsip sebab akibat (Cause Proximate Principle)

Cause Proximate Principle merupakan salah satu prinsip penting dalam penyelesaian

santunan. Dengan menggunakan prinsip ini, maka suatu peristiwa dapat ditentukan penyebabnya. Penggantian kerugian oleh perusahaan asuransi hanya akan dibayarkan apabila peristiwa yang dominan menimbulkan kerugian itu termasuk dalam jaminan polis asuransi yang bersangkutan.70

e. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Prinsip Subrogasi diatur dalam Pasal 284 KUHD yang menyatakan sebagai berikut : “ Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perubahan yang dapat merugikan hak si penaggung terhadap orang-orang ketiga itu.”71

      

67

Kun Wahyu Wardana, Op.Cit., hlm. 38

68 Ibid. 69 Ibid. hlm.38 70 Ibid. hlm.39 71 Pasal 284 KUHD

(18)

Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap objek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi tersebut kepada tertanggung sesuai jaminan polis. Tapi, suatu hal yang pelu diketahui, bahwa subrogasi hanya berlaku untuk contract of indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan penggantian lebih dari kerugian yang dideritanya.72

f. Prinsip Kontribusi (Contribution Principle)

Prinsip Kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda (Double Insurance) seperti yang tercantum dalam pasal 278 KUHD73, yang menyatakan sebagai berikut :

“Apabila dalam satu-satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan, oleh berbagai penaggung telah diadakan penaggungan yang melebihi harga, maka mereka itu bersama-sama, menurut keseimbangan daripada jumlah-jumlah untuk mana mereka telah menandatangani polis tadi, memikul hanya harga sebenarnya yang dipertanggungkan.”74

“Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penaggung, maka masing-masing penaggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari kerugian itu yang diderita oleh tertanggung. Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas objek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa, apabila penaggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penaggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupinya.”75

g. Prinsip Mengikuti Keberuntungan Penanggung Pertama (Follow The Fortune of the

Ceding Company)

Prinsip mengikuti keberuntungan penanggung pertama tidak boleh diartikan secara luas dan tanpa batas tanggun jawab penaggung ulang. Dalam hal reasuransi hanyalah terbatas pada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh penaggung pertama sesuai dengan jumlah

      

72

Kun Wahyu Wardana, Op.Cit., hlm. 42

73

Tuti Rastuti, Op.Cit., hlm.55

74

Pasal 278 KUHD

75

(19)

kerugian sekalipun berdasarkan teori dan praktik penanggung ulang dapat diminta untuk menyetujui penyelesaian klaim atas dasar kompromi.76

      

76

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dengan melihat teks yang terdapat di dalam naskah—teks tentang sifat dua puluh, malaikat, nabi dan rasul, hari akhir, makna lā ilāha illā Allāhu,

tujuan pembelajaran [6]. Salah satu contoh dari media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk membantu pelaksanakan pembelajaran matematika adalah software

masalah dalam penelitian yaitu apakah penerapan Pendekatan Saintifik dapat meningkatkan hasil belajar IPA Materi Daur Hidup Hewan pada siswa kelas.. IV MI Ma’arif Gedangan

Hasil BNJ 5% minggu I penyimpanan buah tomat menunjukkan bahwa kontrol, pati aren dan pati sagu memiliki nilai total padatan terlarut paling rendah yaitu 5,30

KPS dapat dilatihkan dengan cara siswa memperoleh pengalaman langsung selama proses pembelajaran (Widodo dkk, 2014). Pembelajaran berbasis pengalaman adalah pembelajaran

Hasil uji validitas untuk variabel bebas (gaya kepemimpinan, pengembangan sumber daya manusia dan disiplin kerja) dan variabel terikat (kinerja pegawai) menunjukan bahwa

Berdasarkan hasil wawancara, maka bukanlah suatu hal yang mustahil bagi para penghafal Quran di Pondok Pesantren GRQ mengalami kondisi flow, mengingat proses menghafal Quran

Tabel V.15 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Dampak Bermain Game Online Bagi Kesehatan