• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGANGKATAN ANAK : STUDI KASUS DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGANGKATAN ANAK : STUDI KASUS DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PENGANGKATAN ANAK (STUDI KASUS DI DESA

BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN)

SKRIPSI

Oleh :

Prafangasta Mawaddah Deriani

C31212120

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

SURABAYA

(2)

STUDI KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PENGANGKATAN ANAK (STUDI KASUS DI DESA

BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Negeri Sunan Ampel

Unruk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Syariah dan Hukum

Oleh

Prafangasta Mawaddah Deriani

NIM. C31212120

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan untuk menjawab rumusan masalah yaitu bagaimana praktek Pengangkatan Anak berdasarkan kasus yang penulis angkat di desa Bluri kecamatan Solokuro kabupaten Lamongan, bagaimana analisis kasus pengangakatan anak terhadap bapak kasun yang dilakukan di desa Bluri jika ditinjau dari segi hukum Positif dan hukum Islam serta bagaimana persamaan dan perbedaannya berdasarkan hukum positif dan hukum Islam.

Data penelitian dihimpun melalui wawancara yang dilakukan kepada masyarakat desa Bluri sendiri, Orang tua kandung serta orang tua angkat serta saudara kandung dalam pengangkatan anak serta para perangkat desa, yang kemudian dianalisis menggunakan metode deduktif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan Pengangkatan Anak (Mupu Anak) di desa Bluri dilakukan dengan 3 proses, yang pertama yaitu kesepakatan antara orang tua kandung dan calon orang tua angkat, proses selanjutnya adalah kedua orang tua dalam hal ini yaitu calon orang tua dan orang tua kandung datang untuk mengurus akta kelahiran yang selanjutnya pada akta tersebut menjelaskan bahwa nasab anak beralih kepada orang tua angkat, dan proses yang terakhir adalah serah terima anak angkat. Berdasarkan analisis hukum positif dan hukum Islam pengangkatan anak di desa Bluri merupakan pengangkatan anak yang diperbolehkan sebab memiliki tujuan untuk kesejahteraan anak serta saling tolong menolong. Akan tetapi terdapat akibat hukum yang dilarang oleh Islam dan hukum Positif dalam hal ini PP no 54 tahun 2007 yaitu nasab anak mengikuti nasab orang tua angkatnya. Islam menjelaskan bahwa pengangkatan anak yang demikian tidak diperbolehkan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah... 11

D. Kajian Pustaka ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Kegunaan Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional ... 15

H. Metode Penelitian ... 17

I. Sistematika Pembahasan... 22

BAB II PENGANGKATAN ANAK DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM ... 24

A. Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif ... 24

1. Prosedur Pengangkatan Anak ... 35

(9)

3. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ... 37

B. Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Islam ... 39

1. Pengertian Pengangkatan Anak ... 39

2. Syarat Pengangkatan Anak ... 41

3. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ... 42

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN ... 51

A. Sekilas Tentang Pengangkatan Anak yang dilakukan terhadap bapak kasun ... 51

B. Prosedur Pengangkatan Anak ... 52

C. Admistrasi Pengangkatan Anak... 53

D. Akibat Hukum Pengangakatan Anak ... 54

BAB IV ANALISIS HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGANGKATAN ANAK YANG TERJADI DI DESA BLURI ... 64

A. Analisis Praktek Pengangkatan Anak Terhadap Bapak Kasun yang dilakukan di Desa Bluri ... 64

B. Analisis Persamaan dan Perbedaan Pengangkatan Anak Terhadap Bapak Kasun ... 71

BAB V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia di dunia ini diciptakan oleh Allah SWT secara

berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Keduanya pula dikaruniai rasa saling

mengasihi dan mencintai serta hasrat (syahwat) kepada satu sama lain,

sehingga ketika mereka telah dewasa mereka memiliki rasa ketertarikan

kepada lawan jenisnya. Dalam hal ini Islam mengatur sedemikian rupa untuk

memenuhi fitrah manusia yang mempunyai tujuan membina rumah tangga

serta meneruskan keturunan dengan cara perkawinan, karena dengan

perkawinan hubungan antara laki-laki dengan perempuan dapat terikat secara

agama.

Perkawinan berasal dari kata ‚kawin‛ yang menurut bahasa artinya

membentuk keluarga dengan lawan jenis.1 Sedangkan definisi perkawinan

dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Perkawinan ialah ikatan lahir

batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.2Sedangkan pengertian perkawinan

dalam Kompilasi Hukum Islam ialah akad yang sangat kuat atau mithāqan

1Abd. Rahman Ghazaly,Fiqih Munakahat, Cet.1 (Jakarta: Prenada Media, 2003), 7.

(11)

2

ghalīdzan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya

merupakan ibadah.3

Perkawinan akan dianggap sah bila telah melakukan akad nikah

yaitu berupa ijāb dan qabūl. Para Ulama’ Madzhab sepakat berpendapat

bahwa perkawinan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang

mencakup ijāb dan qabūl antara perempuan yang dilamar dengan laki-laki

yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan

wali, dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama suka

tanpa adanya akad.4 Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilihkan oleh

Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk berkembang biak meneruskan

keturunannya dan kelestarian kehidupannya, setelah masing-masing pasangan

siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan

perkawinan.

Perkawinan juga dianggap sah menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku menjadikan pasangan suami istri memperoleh

kepastian dan perlindungan hukum sebagai warga negara bila terjadi

kasus-kasus hukum di kemudian hari. Anak-anak memperoleh kejelasan status siapa

ayah dan ibu mereka dihadapan hukum.5

Allah SWT tidak mau menjadikan manusia seperti makhluk

lainnya yang bisa hidup bebas mengikuti keinginan serta nalurinya yang

3Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2002), 2.

4 Muhammad Jawad Almughniyah. Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Khamsah.Diterjemahkan

Masykur A.B. dkk. Fiqih Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali. Cet.1 (Jakarta: Lentera, 1996) 309.

5 Fuaduddin TM. Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam,(Jakarta : Lembaga Kajian Agama dan

(12)

3

berhubungan dengan lawan jenisnya secara tidak baik yang tidak mempunyai

aturan.Demi menjaga martabat dan kemuliaan manusia Allah SWT

menciptakan hukum yang sesuai dengan martabatnya.Sehingga hubungan

antar laki-laki dan perempuan diatur sedemikian rupa agar kemuliaan

manusia tetap terjaga melalui hubungan perkawinan yang telah dianjurkan

oleh Allah SWT.

Unsur pokok yang terdapat di dalam perkawinan adalah calon

mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan, wali dari mempelai

perempuan yang akan mengakadkan perkawinan dan dua orang saksi, ijāb

yang dilakukan oleh wali, dan qabūl yang dilakukan oleh mempelai laki-laki

serta mahar.6

Perkawinan dalam Islam bukan semata-mata hubungan atau

kontrak keperdataan saja, akan tetapi mempunyai nilai ibadah, hukum serta

sosial.7 Perkawinan juga mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang

sakinah mawaddah wa rahmāh. Selain itu perkawinan dimaksudkan untuk

mendapatkan keturunan.

Sudah menjadi fitrah sepasang suami istri yang telah hidup

bersama berkeinginan untuk melahirkan dan memiliki keturunan (anak), akan

tetapi terkadang keinginan tersebut terbentur pada takdir sang pencipta

dimana keinginan mempunyai anak belum terpenuhi atau bahkan tidak dapat

terpenuhi. Untuk dapat memiliki keturuanan tentunya banyak pasangan yang

6Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 61.

(13)

4

telah berikhtiyar baik melalui jalur medis maupun non-medis (tradisional)

yang tentunya memerlukan waktu, kesabaran dan biaya yang tidak sedikit.

Bagi pasangan suami istri yang berhasil mereka akan merasa

bahagia, namun bagi mereka yang belum berhasil tentunya banyak pula usaha

yang mereka tempuh untuk dapat memiliki keturunan, baik itu dengan cara

bercerai kemudian melakukan perkawinan lagi dengan orang lain, melakukan

poligami yaitu tidak menceraikan si istri namun melakukan perkawinan

dengan perempuan lain, melakukan bayi tabung, melakukan inseminasi atau

upaya medis lainnya, atau bahkan dengan upaya mengajukan permohonan

pengangkatan anak kepada pengadilan.

Pengangkatan anak sendiri bukanlah hal yang baru di Indonesia.

Sejak dulu pengangkatan anak telah dilakukan dengan berbagai tujuan yang

berbeda diantaranya untuk memiliki keturunan dan sebagai pancingan untuk

mendapatkan dan melahirkan keturunan. Di Indonesia sendiri pengangkatan

anak telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan menjadi bagian dari

sistem hukum kekeluargaan, sebab menyangkut kepentingan orang perorang

dalam keluarga.

Pengangkatan anak atau yang lebih dikenal dengan istilah adopsi

memiliki tujuan untuk melanjutkan keturunan, suatu fenomena baru dalam

kehidupan masyarakat modern khususnya bagi orang-orang yang tidak

memiliki keturunan atau bagi perempuan yang sedang mengejar karir

sehingga terlambat melangsungkan perkawinan. Orang yang mengangkat

(14)

5

atau yang telah berkeluarga saja akan tetapi orang yang belum kawin pun ada

pula yang melakukan pengangkatan anak.

Apabila ada suatu keluarga, suku ataupun kerabat yang khawatir

menghadapi kenyataan tidak mempunyai anak, maka berbagai usaha

dilakukan untuk menghindari hal tersebut salah satu usaha yang mereka

lakukan adalah dengan mengangkat anak8. Pengangkatan anak (adopsi)

merupakan suatu hal yang dapat dibenarkan dan merupakan suatu jalan

keluar yang positif dan manusiawi terhadap keinginan untuk mendapatkan

kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga yang selama bertahun-tahun

tidak memiliki buah hati.

Seringkali pelaksaan pengangkatan anak pada masyarakat lebih

mengutamakan dengan mengangkat anak saudara dekat ataupun keponakan,

akan tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi anak-anak yang bukan berasal

dari kerabat. Adapun pelaksanaan pengangkatan anak biasanya dilakukan

upacara yang dihadiri penghulu, tokoh adat setempat serta disahkan oleh

anggota keluarga yang mengangkatnya dengan tujuan agar status dan

kedudukan anak yang diangkat menjadi terang dan jelas. Biasanya di

lingkungan kerabat yang mengangkatnya, banyak dijumpai di daerah-daerah

antara lain: Jawa Timur, Bali, Minahasa, Palembang dan Batak.9

8 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum,(Jakarta : Sinar Grafika, 1995)

1.

9 Rosmi Hamdan, Tinjauan Yuridis Tentang Status Anak Angkat, Kamus Jurnal Ilmu Hukum, Edisi

(15)

6

Pada dasarnya Islam melarang bentuk pengangkatan anak

(al-tabanni) yang telah dikenal sejak zaman jahiliyah, yaitu mengangkat anak

orang lain seperti anak sendiri, sehingga ia dinisbatkan kepada ayah

angkatnya, diakui sebagai anak kandung dan mendapatkan hak serta warisan

seperti layaknya anak sendiri. Sebaliknya Islam membolehkan dalam

mengangkat anak asuh (Ihtidhan / foster children) yang berasal dari kerabat

atau kalangan kurang mampu untuk dididik dan diasuh secara baik, tanpa

menasabkan anak kepada orang tua asuhnya, serta tidak dianggap sama

statusnya dengan anak kandung dalam segi perwalian, perwarisan dan

hubungan mahram.10 Seperti yang terdapat dalam surat al-Ahzab 4-5.

َوْزَأ َلَعَجاَمَو هِفوَج ِِ َِْْ بْلَ ق ْنِّم ٍلُجَرِل ُه َلَعَجاَم

ّلا ُمُكَج

ظُت ْيِئ

هَمُا َنُهْ نِم َنْوُرِه

ْمُكِت

ايِعْدَأ َلَعَجاَمَو

ذ ْمُكَءاَنْ بَأ ْمُكَء

وفَِِ مُكُلْوَ ق مُكِل

َلْيِبَسلا ىِدْهَ يَوَُو َقَْْا ُلْوُقَ ي ُهَو مُكِ

۴

ِل مُوُعْدُا

َب

وَُُلْعَ ت َّْ ْنِاَف ِهَدْنِع َُُسقَاَوُ مِهِِ

اا َب

مُكْيِلاَوَمَو ِنْيِّدلا ِِ ْمُكُناَوْخِاَف ْمَُء

َسيَلَو

َُْيِف ٌحاَنُج مُكْيَلَع

َاا

لَو هِب ُُْأَطْخ

اَُْيِحَراًرْوُفَغ ُه َنَاكَو مُكُبْوُلُ ق ْتَدََُعَ ت اَم ْنِك

۵

‚Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.‛. 11

10

http://hikmah-alkisah-islam.blospot.com/2014/10/aurat-wanita-terhadap-saudara-angkat.html?m=1 , diakses pada, 4-11-2015.

(16)

7

Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf h, anak

angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari,

biaya pendidikan dan sebagianya beralih tanggung jawabnya dari orang tua

asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan

Pengadilan.12Sedangkan pengangkatan anak berdasarkan peraturan

pemerintahan no 57 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa

pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang

anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain

yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak

tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Majelis ulama Indonesia (MUI) memfatwakan pengangkatan anak

(adopsi) pada rapat kerja nasional MUI yang berlangsung pada bulan maret

tahun 1984. Pada salah satu butir pertimbangannya, MUI memandang bahwa

Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, yaitu anak yang lahir dari

perkawinan. MUI mengingatkan bahwa ketika mengangkat anak jangan

sampai si anak terputus hubungan keturunan (nasab) kepada ayah

kandungnya, sebab jika sampai terputus hubungan keturunan (nasab)

tentunya hal tersebut bertentangan dengan Islam.13

12 Kitab Undang-undang hukum perdata yang dilengkapi dengan kompilasi hukum Islam (gema

press) 462.

13Anugerah Wulandari,‛Keputusan Fatwa MUI tentang Adopsi Anak‛, dalam

(17)

8

Pengangkatan anak dalam Islam memiliki tujuan agar anak

mendapatkan kesejahteraan. Dalam Islam konsep yang demikian dikenal

dengan istilah maslahah mursalah. Secara bahasa, kata maslahah berasal dari

Bahasa Arab yang berarti mendatangkan kebaikan atau yang membawa

kemanfaatan dan menolak kerusakan.14 Menurut bahasa aslinya kata

maslahah berasal dari kata salahu, yasluhu, salhan, حلص , حلصي , حلص artinya

sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat.15 Sedang kata mursalah artinya

terlepas bebas, tidak terikat dengan dalil agama (al-Qur’an dan al-Hadits)

yang membolehkan atau yang melarangnya.16 Dari pengertian diatas dapat

ditarik kesimpulan bahwa maslahah mursalah yaitu suatu hukum yang

memiliki tujuan untuk mendapatkan kebaikan, kemanfaatan, dan menolak

kerusakan tanpa terikat dengan dalil al-Qur’an dan al-Hadits.

Hal tersebut selaras dengan maqasid al syariah, yakni untuk

memelihara lima rukun kehidupan manusia yakni agama, akal, keturunan,

harta, dan jiwa. Lima dasar tersebut yang menjadi patokan untuk mengatakan

sesuatu itu maslahah atau tidak. Dengan ditetapkanya lima dasar

kemaslahatan ini tidak semua yang di anggap maslahah oleh seorang itu

menjadi ketentuan dalam menetapakan hukum.17

Pengangkatan anak merupakan perbuatan sosial yang sangat mulia,

Islam mengajarkan untuk memelihara dan melindungi anak yatim, miskin dan

14Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah, (Semarang: Bulan Bintang, 1955)

43.

15

Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an, 1973) 219.

16

Munawar Kholil, Kembali Kepada al-Quran…,45. 17

(18)

9

terlantar. Dengan catatan bahwa si anak tidak putus hubungan dengan orang

tua kandungnya (nasab).

Bermula dari nasab yang sah secara negara dan agama penulis

tertarik untuk meneliti sebuah fenomena yang telah lama berkembang pada

masyarakat desa Bluri kecamatan Solokuro kabupaten Lamongan mengenai

anak angkat. Suatu adat pengangkatan anak dari keluarga yang tidak

memiliki keturunan (anak) mengkangkat anak dari kerabat dekatnya yang

memiliki anak sebanyak 7 orang. Maksud pengangkatan anak disini bahwa

keluarga yang mengangkat anak ingin memiliki keturunan dan agar si anak

mendapatkan kesejahteraan dan kemaslahatan. Namun hal yang

bertentangan adalah pada pengangkatan anaknya tidak disahkan melalui

Negara akan tetapi hanya dengan kesepakatan kedua belah keluarga yang

bersangkutan. jika hal tersebut ditinjau dari segi hukum Islam maka hal

tersebut di perbolehkan sebab dalam pengangkatan anak menurut hukum

Islam tidak terdapat tata cara hanya mengedepankan kemaslahatan, namun

apabila ditinjau dari peraturan pemerintah no 54 pasal 8 ayat 2 tahun 2007

disebutkan bahwa pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan peraturan

tidak tertulis (adat) dapat disahkan berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku, diantaranya dengan menyertakan surat dari pejabat

dinas sosial dimana orang tua angkat tinggal, hal ini tentunya bertujuan agar

si anak mendapat kesejahteraan. Selain itu berdasarkan akta anak angkat

tersebut tertera bahwa ayah dari anak tersebut bukanlah ayah bilogisnya

(19)

10

hukum Islam tentunya hal ini diharamkan, sebab pengangkatan anak hanya

bertujuan untuk mensejahterakan anak tanpa mengubah nasab sang anak.

Sedangkan berdasarkan staadsblad no 129 pasal 12 tahun1917 hal tersebut

dibenarkan sebab ketika seorang anak diangkat oleh orang tua angkat maka

hubungan nasab si anak angkat beralih kepada orang tua angkat bukan lagi

kepada orang tua kandung, demikian pula dengan hubungan persaudaraan,

secara otomatis hubungan saudara pula terputus dengan si anak angkat.

Berangkat dari kasus tersebut penulis tertarik untuk membahas

lebih lanjut terhadap kasus diatas dalam judul Studi Komparasi Hukum

Positif dan Hukum Islam Terhadap Studi Kasus Pengangkatan Anak di desa

Bluri Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan penelitian ini bermaksud

agar penulis maupun pembaca dapat lebih memahami tentang pengangkatan

anak yang terjadi di desa Bluri berdasarkan sudut pandang hukum Positif dan

hukum Islam, beserta persamaan dan perbedaan yang menyamakan dan

membedakan sudut pandang pengangkatan anak di desa Bluri.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di

atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai beikut:

a. Proses atau prosedur dalam pengangkatan anak yang dilakukan bapak

(20)

11

b. Analisis hukum positif terhadap pengangkatan anak dalam kasus yang

terjadi di Desa Bluri Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan

c. Analisis hukum Islam terhadap pengangkatan anak

d. Perbedaan dan persamaan antara hukum Positif dan hukum Islam

terhadap pengangkatan anak yang dilakukan bapak Tasral terhadap

bapak Kasun

2. Batasan Masalah

Berdasarkan pada uraian identifikasi masalah di atas peneliti

membatasi masalah pada komparasi hukum positif dan hukum Islam

tentang pelaksanaan pengangkatan anak di desa Bluri kecamatan

Solokuro kabupaten Lamongan, yaitu meliputi :

a. Praktek pengangkatan anak yang dilakukan dalam pengangkatan anak

terhadap bapak Kasun

b. Analisis pengangkatan anak terhadap bapak Kasun yang dilakukan di

desa Bluri berdasatkan hukum positif dan hukum Islam

c. Persamaan dan perbedaan pengangkatan anak terhadap bapak Kasun

yang dilakukan di desa Bluri berdasarkan hukum positif dan hukum

Islam.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas dapat

diidentifikasikan pokok permasalahan yang dijadikan sebagai rumusan

(21)

12

1. Bagaimana praktek pengangkatan anak yang terjadi di Desa Bluri

berdasarkan studi kasus terhadap bapak Kasun?

2. Bagaimana analisis persamaan dan perbedaan pengangkatan anak

terhadap Bapak Kasun yang terjadi di desa Bluri berdasarkan hukum

Positif dan hukum Islam?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.18

Setelah penulis melakukan pencarian yang berhubungan dengan

pengangkatan anak, penulis menemukan beberapa judul skripsi yang hampir

sama, yaitu : Analisis Hukum Islam Terhadap Keputusan Mahkamah Agung

dalam Menyelesaikan Perkara Pengangkatan Anak Angkat di PA Blitar

(Studi kasus putusan Reg. No. 419 K/Ag./2000)‛ oleh Mutia Farida

mahasiswi IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah Jurusan Ahwalus

Syakhsiyah pada tahun 2011. Dalam skripsi tersebut membahas tentang

pertimbangan atau alasan hukum menurut Pengadilan Agama, Pengadilan

Tinggi Agama dan Mahkamah Agung terhadap alasan untuk mengabulkan

anak angkat berhak mendapatkan 1/3 bagian, selain itu dalam skripsi ini juga

18Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan

(22)

13

dijelaskan bahwa analisis hukum Islam tentang adanya wasiat wajibah

terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat dari orang tua angkat

sehingga batasan 1/3 tersebut dianggap telah memenuhi rasa keadilan19

Kedua skripsi yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap

Pengangkatan Anak Oleh Wanita yang Belum Menikah‛ oleh Agung Setyo

Puji Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah Jurusan

Ahwal al-Syakhsiyah pada tahun 2012. Dalam skripsi tersebut membahas

tentang undang-undang yang berlaku bahwa orang yang mengangkat anak

haruslah sudah menikah dan belum dikarunia anak maka dalam putusan ini

hakim memperhatikan kesejahteraan calon anak angkat sehingga hakim

mengabulkan permohonan tersebut. Dalam hal ini hakim memiliki

kewenangan untuk memutuskan perkara meskipun tidak sesuai dengan

undang-undang yang berlaku sesuai dengan common law hakim dianggap

makhluk mulia dan memiliki hati nurani dan mempunyai rasa keadilan untuk

menggunakan hukum yang ada dalam masyarakat sebagai hukum yang riil.20

Ketiga skripsi yang berjudul ‚Analisis Yuridis terhadap Penolakan

Permohonan Pengangkatan Anak (studi putusan nomor

0182/pdt.p/2012/pa.tbn) oleh Muhajir Rosadi pada tahun 2014. Dalam skripsi

tersebut dijelaskan dasar hukum hakim menolak putusan yang diajukan oleh

pemohon disebabkan usia pemohon telah mencapai 52 dan memiliki 3 orang

19Mutia Farida, ‚Analisis Hukum Islam terhadap Keputusan Mahkamah Agung dalam

Menyelesaikan Perkara Kewarisan anak angkat di PA Blitar (Studi Kasus Putusan Reg. No.

419/K/Ag./2000)‛, (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011) 7.

20Setyo Puji, ‚Analisis Yuridis Terhadap Penetapan tentang Pengangkatan Anak Oleh Wanita

(23)

14

anak. Oleh sebab itu hakim tidak mengabulkan permohonan tersebut sebab

menurut peneliti jika hal ini dikabulkan maka kemaslahatan dan

kesejahteraan anak tidak dapat tercapai.21

Dengan demikian, walaupun sudah ada kajian yang mirip dengan

kajian yang akan dilakukan peneliti, namun kajian tentang Studi Komparasi

Hukum Positif dan Hukum Islam Terhadap Studi Kasus Pengangkatan Anak

di Desa Bluri Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan baru pertama kali

dibahas dan bukan merupakan duplikasi atau pengulangan dari karya ilmiah

terdahulu karena segi yang menjadi fokus kajiannya berbeda, pada karya tulis

ini lebih terfokuskan kepada tata cara dan akibat pengangkatan anak di desa

Bluri berdasarkan hukum positif dan hukum Islam, serta persamaan dan

perbedaan pengangkatan anak berdasarkan hukum positif dan hukum Islam.

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui praktek pengangkatan anak didesa Bluri kecamatan

Solokuro kabupaten Lamongan.

2. Mengetahui analisis hukum positif dan analisis hukum Islam terhadap

pengangkatan anak di desa Bluri kecamatan solokuro kabupaten

Lamongan

21

(24)

15

3. Mengetahui letak persamaan dan perbedaan pengangkatan anak ditinjau

dari segi hukum positif dan hukum Islam.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian mengenai studi analisis terhadap pengangkatan anak

mempunyai kegunaan yaitu:

1. Secara teoretis:

a. Diharapkan penelitian ini dapat membantu para pihak yang hendak

melakukan pengangkatan anak di desa Bluri agar dikemudian hari

para calon orang tua lebih berhati-hati dan memiliki pertimbangan

yang matang dalam mengangkat anak.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam

rangka mengembangkan wacana keilmuan, khususnya yang berkaitan

dengan pengangkatan anak di Indonesia.

2. Secara praktis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi khazanah keilmuan

hukum dan realisasinya baik bagi masyarakat maupun lingkungan

pengadilan Agama dan pengadilan umum.

G. Definisi Operasional

Untuk menjelaskan arah dan tujuan dari judul penelitian ‚Studi

Komparasi Hukum Islam dan Yuridis terhadap Pengangkatan Anak (studi

(25)

16

permasalahan ini perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa kata kunci yang

ada dalam judul penelitian diatas, yaitu :

Studi Komparasi : Berasal dari kata comparative yang berarti

membandingkan, sifat membandingkan.22 Dalam hal ini

membandingkan tentang hukum Islam dan hukum positif

mengenai pengangkatan anak.

Hukum positif : Ketentuan yang dibuat oleh pemerintah, dalam hal

ini yang dimaksud adalah Undang-undang No 23 tahun 2002,

Undang-Undang No 4 tahun 1979 , peraturan pemerintah No 54

tahun 2007, Keputusan Sosial RI (KEPRI) Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA), Staatsblad 1917 No 129 dan

yurisprudensi yang keseluruhannya mengatur tentang

pengangkatan anak.

Hukum Islam : Ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah SWT

berupa aturan dan larangan. Aturan dan larangan tersebut hanya

diperuntukkan bagi umat Islam. Dalam hal ini yang dimaksud

adalah al-Qur’an, Hadits, serta beberapa pandangan ulama yang

di dalamnya menjelaskan tentang Tabanni (pengangkatan anak)

berdasarkan pandangan hukum Islam

Pengangkatan Anak : Suatu perbuatan hukum yang mengalihkan

seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang

sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,

(26)

17

pendidikan, membesarkan dan menjadikan anak angkat sebagai

anggota keluarga orang tua angkat tanpa memutuskan

hubungan orang tua kandung dengan anaknya. Serta

mengalihkan nasab anak angkat dari orang tua kandung kepada

orang tua angkat.

H. Metode Penelitian

Metode adalah cara tepat untuk melakukan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan, sedangkan

penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan suatu

yang diteliti sampai menyusun laporan.23

Dalam rangka memahami rumusan yang telah diuraikan diatas,

maka penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam menggali data

yang penulis butuhkan. Diantaranya :

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di desa Bluri kecamatan Solokuro

kabupaten Lamongan. Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti ini

telah mengalami pertimbangan yang matang dari berbagai aspek, karena

lokasi penelitian yang merupakan desa asal penliti sendiri.Sehingga

diharapkan penelitian yang hendak peneliti lakukan mengalami

kemudahan.

2. Data yang dikumpulkan

(27)

18

Data adalah bentuk jamak dari datum.Data merupakan

keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang

diketahui atau yang dianggap atau anggapan atau suatu fakta yang

digambarkan lewat angka, simbol, kode dan lain-lain.24 Oleh sebab

penelitian ini bersifat kualitatif maka data yang memiliki hubungan

dalam penelitian ini adalah praktek pengangkatan anak yang meliputi

proses pengangkatan anak beserta akibat hukum yang ditimbulkan dari

pengangkatan anak di tempat yang menjadi letak peneliti mengkaji

masalah tersebut.

3. Sumber data

Berdasarkan sumber pengambilannya, data dibedakan atas dua

macam yakni data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan

untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berkaitan dengan

penelitian.25

Adapun data yang penulis kumpulkan adalah data yang di

analisis berupa data kualitatif yang berkaitan dengan praktek

pengangkatan anak di desa Bluri yang meliputi proses pengangkatan

anak hingga akibat yang ditimbulkan.

b. Data Sekunder

24Ibid, 19.

(28)

19

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari

sumber-sumber yang telah ada.Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan

atau laporan-laporan penelitian terdahulu.26Adapun sumber data

sekunder dalam penelitian ini diantaranya:

1) Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum

2) M. Budiarto, Pengangkatan Anak di Tinjau dari Segi Hukum

3) Djaja S. Meliana, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia

4) Fuaduddin TM, Pengasuhan anak dalam Keluarga Islam

5) Peraturan pemerintah no 54 tahun 2007 tentang pengangkatan

anak

6) Staadblaad 1917 Nomer 129

7) Surat Edaran Mahkamah Agung RI

8) Undang-undang No 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak

9) Abd.Rahman Ghazaly, Fikiq Munakahat

10)Al-Qur’an dan Assunnah

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi untuk

mendapatkan informasi secara langsung dari informan, metode ini

digunakan untuk menilai keadaan seseorang yang merupakan patokan

(29)

20

suatu penelitian survei, karena tanpa wawancara maka akan

kehilangan informasi yang valid dari orang yang menjadi sumber data

utama dalam penelitian. Dalam penelitian ini akan menggunakan

pedoman wawancara bebas atau wawancara tak berstruktur yaitu

wawancara yang tidak didasarkan atas suatu sistem dan daftar

pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya. Hal ini dilakukan guna

mendapatkan hasil atau data yang lebih lengkap dan sistematis

tentang pengangkatan anak. Adapun informan tersebut yaitu orang

tua kandung dan orang tua angkat yang melaksanakan pengangkatan

anak.

b. Dokumentasi

Merupakan data sekunder yang disimpan dalam bentuk

dokumen, laporan, majalah, dan sebagainya. Metode pengumpulan

data dokumentasi digunakan dalam rangka memenuhi data atau

informasi yang diperlukan untuk kepentingan variabel penelitian yang

telah didesain sebelumnya.27

c. Telaah Pustaka

Teknik library research (kepustakaan), yakni pelengkap dari

kedua teknis di atas yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis

terhadap permasalahan yang dibahas.

5. Teknik Pengolahan Data

(30)

21

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data

ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau

rumus-rumus tertentu.28Teknik pengolahan data yaitu menjelaskan

langkah-langkah pengolahan data yang telah terkumpul atau penelitian

kembali dengan pengecekan validitas data, proses pengklasifikasian data

dengan mencocokan pada masalah yang ada, mencatat data secara

sistematis dan konsisten dan dituangkan dalam rancangan konsep sebagai

dasar utama analisis.

Adapun tahapan-tahapan dalam pengolahan data adalah :

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali data-data yang diperoleh

terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, keserasian, dan

keterkaitan antara data satu dengan yang lainnya.29

b. Organizing, yakni penulisan data yang diatur dan disusun sehingga

menjadi sebuah kesatuan yang teratur.30 Untuk selanjutnya semua

data yang telah diperoleh akan disusun secara sistematis untuk

dijadikan sebagai bahan penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Tahap analisi data merupakan tahap yang paling menetukan,

sebab pada tahap inilah seorang peneliti harus mampu menelaah semua

data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder.Analisa data

ini berdasarkan pada data yang diperoleh yang telah terkumpul dari hasil

28Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, (Jakarta: PT Bumi Askara. 2006) 24.

29 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2004), 118.

(31)

22

penelitian yang diklarifikasikan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif,

dimana penulis membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan

secara obyektif.31

Apabila data secara kesuluruhan telah terkumpul, maka

selanjutnya akan dilakukan analisis data secara kualitatif yaitu dengan

cara mempelajari praktek pengangkatan anak yang terjadi di desa Bluri

baik berdasarkan pandangan hukum Positif maupun hukum Islam dengan

analisis pola pikir deduktif, yaitu dengan cara menguji kebenaran data

atau praktek yang benar-benar terjadi dilapangan dengan teori yang

digunakan telah di pastikan kebenarannya. Setelah itu data yang telah

teruji keabsahannya lebih dikerucutkan sehingga menjadi premis yang

terperinci dan mendalam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk menghindari pembahasan permasalahan yang tidak

terarah maka penyusun akan menata secara sistematis dalam lima bab

yang memiliki keterkaitan satu sama lain. penulis menggunakan

sistematika pembahasamn dengan tujuan untuk mempermudah dalam

31 Soekidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993),

(32)

23

memahami maksud penulis. Adapun susunan bagian tersebut sebagai

berikut :

Bab pertama memuat pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua memuat tentang konsep pengangkatan anak

berdasarkan Hukum Positif dan Hukum Islam

Bab ketiga memuat tentang praktek pengangkatan anak yang

meliputi proses pengangkatan anak hingga akibat yang ditimbulkan dari

pengangkatan anak dalam kasus yang terjadi di desa Bluri kecamatan

Solokuro kabupaten Lamongan

Bab keempat memuat tentang studi komparasi (perbandingan)

mengenai pengangkatan anak di desa bluri, yang meliputi analisis

terhadap pengangakatan anak dalam hal ini yaitu pengangkatan anak

terhadap bapak Kasun yang terjadu di desa bluri berdasarkan hukum

positif dan hukum Islam serta persamaan dan perbedaan pengangkatan

anak di desa bluri berdasarkan hukum positif dan hukum Islam

Bab kelima memuat tentang penutup yang meliputi kesimpulan

(33)

BAB II

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif

Dalam kitab undang-undang hukum perdata, kita tidak menemukan

ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau pengangkatan anak, yang ada

hanya ketentuan tentang pengakuan anak diluar kawain. Seperti yang diatur

dalam buku I bab XII bagian ketiga UU hukum perdata pasal 280 sampai 289

tentang pengakuan terhadap anak-anak luar kawin, ketentuan tersebut sam sekali

tidak sama dengan pengangkatan anak atau adopsi.1

Dewasa ini pengangkatan anak bukan sekedar untuk memenuhi

kepentingan para calon orang tua angkat, tetapi lebih di fokuskan pada

kepentingan calon anak angkat. pengaturan pengangkatan anak bukan sekedar

diperlukan untuk member kepastian dan kejelasan mengenai pengangkatan anak,

tetapi dibutuhkan ntuk menjamin kepentingan calon anak angkat, jaminan atas

kepastian, keamanan, keselamatan, pemeliharaan dan pertumbuhan anak angkat,

sehingga pengangkatan anak memberikan peluang pada anak untuk hidup lebih

sejahtera. Pengaturan pengangkatan anak juga dibutuhkan untuk memastikan

pengawasan pemerintah dan masyarakat agar pengangkatan itu dilakukan dengan

1

(34)

25

motif yang jujur dan kepentingan anak terlindungi. Dalam kata lain bahwa

pemerintah berperan aktif dalam proses pengangkatan anak melalui pengawasan

dan perizinan.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk

melindungi dan mensejahterakan anak, dimana pengangkatan anak menjadi salah

satu pokok perhatian. Didahului oleh UU No 4 Tahun 1979 tentang

kesejahteraan anak dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 ayat (1), pasal 5 ayat (1) ayat

(2) dan ayat (8) dan juga pasal 12 menyinggung tentang pengangkatan anak.

Dalam pasal itu ditentukan bahwa pengangkatan anak dilakukan menurut adat

dan kebiasaan dengan mengutamakan kepentingan anak untuk kepentingan

kesejahteraan anak dan pengangkatan anak yang dilakukan diluar adat dan

kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kemudian

diundangkan UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah di

amandemen dengan UU No,=. 35 tahun 2014. Pada bab VIII, khususnya pada

pasal 39 sampai dengan pasal 41 undang-undang tersebut memuat ketentuan

tentang pengangkatan anak. Untuk melaksanakan ketentuan mengenai

pengangkatan anak di dalam UU No.23 tahun 2002 itu maka pemerintah

menerbitkan peraturan pemerintah No. 54 tahun 2007 tentang pengangkatan

anak.

Perkembangan pengaturan pengangkatan anak dalam peraturan

(35)

26

kepastian. Perkembangan dalam pengaturan melalui peraturan perundangan ini

ditambah dengan beberapa petunjuk mahkamah agung RI melalui sejumlah

surat-surat edarannya sejak tahun 1979 telah memainkan peran yang penting

dalam meningkatkan kepastian dan keseragaman aturan pengangkatan anak di

Indonesia. Tetapi seperti yang nantiakan kita temui dalam kajian ini bahwa

peraturan perundang-undangan yanga ada hingga sekarang, ditambah dengan

surat edaran mahkamah agung RI tentang pengangkatan anak, belum

menyelesaikan semua segi hukum pengangkatan anak, sehingga untuk

bagian-bagian yang belum atau belum cukup diatur itu kita terpaksa harus kembali

merujuk dan menerapkan hukum perdata yang berdasarkan golongan penduduk

yang dibuat oleh pemerintah colonial belanda pada masa lalu. Meskipun

demikian, hal itu belum lagi dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul

secara menyeluruh.

Pengangkatan anak atau disebut dengan istilah adopsi secara etimologi

berasal dari bahasa belanda‚adoptie‛ atau adopt (adoption) bahasa inggris, yang

berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak.2 anak angkat menurut kamus

hukum adalah seorang bukan turunan dua orang suami istri yang diambil,

dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunnya sendiri.3 Dalam kamus bahasa

Indonesia, pengertian anak angkat adalah anak orang lain yang diambil dan

2

Djatje Rahajoekusumah, kamus Belanda-Inggris.(Jakarta: Rineka Cipta, 1980)30.

(36)

27

diasuh sebagia anaknya sendiri.4 Pengertian dalam bahasa Belanda menurut

kamus hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk menjadi anak

kandungnya sendiri, jadi di sini penekanannya pada persamaan status anak

angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung,. Ini adalah

pengertian secara literlijk, yaitu adopsi di serap kedalam bahasa Indonesia berarti

anak angkat atau mengangkat anak.

Sedangkan pengertian pengangakatan anak menurut terminologi

memiliki berbagai macam pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa

pakar, diantaranya sebagai berikut :Menurut Hilman Hadi Kusuma, anak angkat

adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan

resmi menurut hukum adopsi setempat.dikarenakan untuk tujuan kelangsungan

keturunan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.5

Sedangkan pengangkatan anak yang secara formal berlaku bagi seluruh

pengangkatan anak di Indonesia tanpa membedakan golongan penduduk, juga

tanpa membedakan domestic adoption atau intr-country adoption dituangkan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan

pengangkatan anak (PP pengangkatan anak). Menurut PP No 54 Tahun 2007

pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang

anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lainyang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut

4 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka 2003). 38

5

(37)

28

ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat (pasal 1 butir 2). Pengangkatan

anak dengan demikian adalah suatu perbuatan hukum pengalihan seorang anak

dari suatu lingkungan (semula) ke lingkungan keluarga orang tua angkatnya.6

Peraturan Pemerintah tentang pengangkatan anak diadakan dalam rangka

melaksanakan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,

tetapi UU Perlindungan Anak sendiri tidak merumuskan pengertian

‚pengangkatan anak‛. UU perlindungan anak hanya merumuskan pengertian

anak angkat, dalam pasal 1 butir 9 menjelaskan anak angkat adalah anak yang

hanya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah,

atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan

pembebasan anak tersebut, ke lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan

putusan pengadilan.7

Pada mulanya pengangkatan anak (adopsi) dilakukan semata-mata untuk

melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan/marga, dalam suatu keluarga

yang tidak mempunyai anak kandung. Di sampan itu juga untuk

mempertahankan ikatan perkawinan, sehingga tidak timbul perceraian. Tetapi

dalam perkembangannya kemudian sejalan dengan perkembangan masyarakat,

tujuan adopsi telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum

pula dalam pasal 12 ayat 1 Undang-Undang republik Indonesia, No 4 tahun 1979,

tentang kesejahteraan anak yang berbunyi:‚pengangkatan anak menurut hukum

(38)

29

adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan

kesejahteraan anak‛

Berdasarkan surat edaran mahkamah agung No 8 tahun 1983, dan PP 54

tahun 2007 menegaskan bahwa dalam pengangkatan anak dibedakan menjadi 2

jenis, yaitu :

a. Pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia atau Domestic adoption

1) Pengangkatan anak dengan orang tua laki-laki dan perempuan

2) Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal

b. Pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia dengan warga Negara

asing atau inter country adoption, termasuk kategori ini adalah pengangkatan

anak warga Negara Indonesia oleh warga Negara asing atau sebaliknya anak

warga Negara asing diangkat anak oleh orang yang berkewarganegaraan

Indonesia dan pengangkatan anak yang salah satu pasangannya adalah warga

neagara asing.

Oleh karena pengangkatan anak di bedakan menjadi beberapa bagian

maka syaratnya pula tentu akan berbeda-beda sesuai dengan macam

pengangkatan anak yang telah dijabarkan diatas.

Seperti yang kita ketahui bahwasanya pengangkatan anak subjeknya

adalah anak angkat dan orang tua angkat, oleh sebab itu perlu adanya syarat

yang harus di penuhi bagi anak angkat agar dapat menjadi anak angkat, meliputi:

(39)

30

b. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan

c. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak

d. Memerlukan perlindungan khusus.

e. Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

1) Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama.

2) Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas)

tahun, sepanjang ada alasan mendesak

3) Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18

(delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

a. Sedangkan syarat bagi calon orang tua angkat, dalam hal ini berlaku bagi

pengangkatan anak warga Negara Indonesia oleh warga Negara Indonesia

(Domestic adoption).8

a. Syarat bagi orang tua laki-laki dan perempuan yang masih lengkap atau

bukan orang tua tunggal, yaitu :

a) Sehat jasmani dan rohani

b) Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55

(lima puluh lima) tahun

c) Beragama sama dengan agama calon anak angkat

d) Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak

kejahatan

8

(40)

31

e) Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun

f) Tidak merupakan pasangan sejenis

g) Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang

anak

h) Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial

i) Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali

anak

j) Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak

k) Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat

l) Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan,

sejak izin pengasuhan diberikan

m) Memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

b. Syarat pengangkatan anak bagi calon orang tua tunggal, adalah :

Bagi orang tua angkat tunggal atau tidak memiliki pasangan terdapat

syarat-syarat tambahan mengingat pada penjelasan sebelumnya dikatakan jika calon orang

tua angkat harus berstatus menikah. Menurut Rusli Pandika dalam bukunya Hukum

pengangkatan anak bahwa masih terbuka kemungkinan calon orang tua angkat

bestatus tunggal baik karena tidak menikah atau seorang janda/duda, namun hanya

terbatas pada pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia saja. Adapun syarat

(41)

32

a) Mendapatkan izin pengangkatan anak dari menteri (sosial), dapat juga

izin dari instansi sosial provinsi yang didelegasikan kewenangan oleh

menteri untuk menerbitkan izin pengangkatan anak oleh orang tua

tunggal.9

b) Pengangkatan anak dilakukan melalui lembaga pengasuh anak, dalam hal

ini yang dimaksud dengan lembaga pengasuh anak adalah lembaga atau

organisasi sosial atau yayasan yang berbadan hukum yang

menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar dan telah mendapat izin

dari menteri untuk melaksanakan proses pengangkatan anak (pasal 1 butir

15 PP pengangkatan anak). Pengangkatan anak oleh orang tua tunggal

tidak dapat dilakukan terhadap anak yang langsung berada di bawah

pengasuhan orang tuanya (pengangkatan anak secara langsung).

b. Syarat pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia dengan warga Negara

asing atau inter country adoption, termasuk kategori ini adalah pengangkatan

anak warga Negara Indonesia (WNI) oleh warga Negara asing (WNA) atau

sebaliknya anak warga Negara asing (WNA) diangkat anak oleh orang yang

berkewarganegaraan Indonesia (WNI) dan pengangkatan anak yang salah satu

pasangannya adalah warga neagara asing (WNA).

1). Syarat pengangkatan anak WNI oleh WNA

(42)

33

Pengangkatan anak WNI oleh WNA di samping syarat umum tersebut

juga harus memenuhi syarat:10

a) Calon orang tua telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2

tahun.

b) Membuat pernyataan tertulis akan melaporkan perkembangan anak

kepada Departemen Luar Negeri melalui perwakilan Republik Indonesia

setempat, setiap tahun hingga anak berusia 18 tahun.

c) Mendapat izin tertulis dari pemerintah Negara asal pemohon melalui

kedutaan atau perwakilannya di Indonesia;

d) Memperoleh izin dari menteri sosial Indonesia;

e) Pengangkatan harus melalui lembaga pengasuh sosial;

f) Apabila anak angkat akan dibawa keluar negeri orang tua angkat harus

melaporkan kepada Departemen sosial dan ke perwakilan RI terdekat

dimana mereka tinggal segera setelah di Negara tersebut;

g) Orang tua angkat harus bersedia dikunjungi oleh perwakilan RI setempat

guna melihat perkembangan anak sampai anak berusia 18 tahun.

2). Syarat pengangkatan anak WNA oleh WNI

Selain syarat umum yang dijelaskan diatas pengangkatan anak WNA

(warga Negara asing) oleh WNI (warga Negara Indonesia) juga harus

memenuhi syarat dibawah ini:

(43)

34

a) Mendapatkan izin tertulis dari pemerintah Negara asal anak yang akan

diangkat;

b) Memperoleh persetujuan tertulis dari menteri sosial Indonesia;

c) Calon anak angkat dan calon orang tua angkat harus berada diwilayah

Negara republik Indonesia;

d) Pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku

di Negara anak angkat itu berasal.

3). Syarat pengangkatan anak WNI oleh pasangan yang salah satunya WNA

Disamping syarat-syarat umum yang diuraikan di atas, pengangkatan

anak WNI oleh pasangan yang salah satunya WNA juga harus memenuhi

syarat tambahan yang berlaku bagi pengangkatan anak yang dilakukan oleh

pasangan yang salah satunya WNA;11

a) Membuat pernyataan tertulis akan melaporkan perkembangan anak

kepada Departemen luar negeri melalui perwakilan republik Indonesia

setempat, setiap tahun hingga anak mencapai usia 18 tahun.

b) Mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah Negara asal pemohon

WNA melalui keduataan atau perwakilannya di Indonesia

c) Memperoleh izin dari menteri Lembaga Pengasuh Anak

d) Pengangkatan anak harus melalui lembaga pengasuh anak

(44)

35

e) Dalam anak angkat akan dibawa keluar negeri orang tua angkat harus

melaporkan kepada Departemen sosial dank e perwakilan RI terdekat

dimana mereka tinggal segera setelah di Negara tersebut;

f) Orang tua angkat harus bersedia dikunjungi oleh perwakilan RI setempat

guna melihat perkembangan anak sampai anak berusia 18 tahun.

Setelah telah dijelaskan sebelumnya tentang pengangkatan anak beserta

tujuan dan syaratnya, penulis akan membahas mengenai beberapa hal yang sangat

penting dalam pengangkatan anak berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang

berlaku dalam hukum Indonesia, diantaranya yaitu prosedur pengangkatan anak,

administrasi beserta akibat hukum pengangkatan anak :

1. Prosedur Pengangkatan Anak

a. Pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia

1) Permohonan izin diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen

Sosial setempat dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Diajukan secara tertulis di atas kertas bermaterai cukup

b) Ditandatangani sendiri atau kuasaya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

c) Memenuhi persyaratan seperti yang telah dijelaskan pada

(45)

36

2) Tembusan surat permohonan disampaikan kepada Menteri Sosial dan

organisasi sosial dimana calon anak angkat berada

3) Kepala Kantor wilayah departemen sosial setempat dalam mengadakan

penelitian atas permohonan tersebut dibantu dengan sebuah tim yang

keanggotaannya terdiri dari pemerintah daerah, kepolisian, kantor

wilayah departemen kehakiman, kantor wilayah departemen kesehatan,

kantor wilayah departemen agama, dan organisasi sosial

4) Kepala kantor wilayah departemen sosial setempat berdasarkan hasil

penelitian dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan sejak diterimanya

permohonan tersebut harus memberikan jawaban tertulis.

b. Seterelah mendapatkan izin dari dinas sosial maka langkah selanjutnya

adalah mengajukan kepengadilan agama untuk selanjutnya mendapatkan

persetujuan ataupun penolakan terhadap pengajuannya.

2. Administrasi Pengangkatan Anak

a. Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditanda tangani oleh

pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan kepada ketua pengadilan

b. Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan

permohonannya secara lisan di depan ketua pengadilan yang akan menyuruh

(46)

37

c. Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian di daftarkan

dalam buku registrasi dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar

perskor biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh pengadilan

d. Pengadilan hanya berwenang untuk memeriksa dan mangabulkan

permohonan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan.

3. Akibat Hukum Pengangkatan Anak

Akibat hukum yang terpenting dari pengangkatan anak, ialah

soal-soal yang termasuk kekuasaan orang tua (ouderlijke macht), hak

waris, hak alimentasi (pemeliharaan) dan juga soal nama.12

1. Akibat hukum bagi pengangkatan anak dalam sistem perdata untuk

golongan tionghoa

Berdasarkan stbl.1917 No.129 pengangkatan anak dalam

sistem hukum perdata untuk golongan tionghoa adalah:

a. Terhadap anak angkat

1) Lenyapnya hubungan anatara anak angkat dengan orang tua

kandungnya beserta keluarga sedarah dan semenda;

2) Anak angkat menjadi anggota keluarga orang tua angkat

dengan kedukan sebagai anak sah, begitu pula dengan dengan

(47)

38

semua anngota keluarga sedarah dan semendadari orang tua

angkat;

3) Karena statusnya disamakan dengan anak sah dalam keluarga

angkatnya maka anak dapat waris mewaris dengan orang tua

angkatnya. Namun sebab anak angkat telah putus hubungan

dengan orang tua kandungnya maka dia tidak dapat waris

mewaris dengan orang tua kandungnya.

4) Anak angkat memperoleh nama keluarga yang lain dari nama

keluarga laki-laki atau suami dari anak angkat.

b. Terhadap orang tua angkat

1) Dengan pengangkatan anak lahir hubungan hukum antara

anak angkat dengan orang tua angkatnya, hubungan tersebut

sama dengan hubungan orang tua dengan anak kandungnya

2) Oleh karena anak angkat dan orang tua angkat memiliki

hubungan yang seperti anak dan orang tua yang sah maka

orang tua angkat dapat waris mewarisi.

c. Terhadap orang tua asal

1) Orang tua asal atau orang tua kandung akan putus hubungan

dengan anaknya, begitu pula anak angkat akan putus

hubungan dengan saudara sedarah maupun semenda dengan

(48)

39

2) Orang tua kandung dan anaknya tidak dapat saling waris

mewarisi

Sedangkan pengangkatan anak yang digunakan oleh masyarakat

Indonesia diantaranya Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002

yang telah di amandemen dengan Undang-Undang No 35 tahun 2014,

Undang-undang No 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, peraturan

pemerintah No 54 tahun 2007 dan lain sebagainya. Menjelaskan bahwa

pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan antara orang tua kandung

dengan anak yang telah diangkat. Pun sebaliknya hal tersebut pula berlaku

mengenai nasab anak. Nasab anak angkat tetap mengikuti orang tua kandung

bukan mengikuti orang tua angkat. Sehingga apabila anak yang diangkat

perempuan maka yang menjadi walinya tetap ayah kandungnya. Anak angkat

pula hanya dapat mewarisi dan diwarisi dari orang tua kandungnya, ayah

kandung pula tetap dapat mewarisi dan diwarisi anak kandung. Terhadap hak

dan kewajibannya dengan orang tua telah di tetapkan wasiat wajibah. Yaitu

wasiat yang diberikan kepada bukan ahli waris, wasiat tersebut hanya 1/3

bagian harta yang bersangkutan baik itu orang tua angkat maupun anak

(49)

40

B. Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Islam

1. Pengertian anak berdasarkan hukum Islam

Istilah Tabanni sebenarnya sudah menjadi tradisi dikalangan

mayoritas masyarakat Arab. hal ini juga pernah dilakukan Nabi Muhammad

SAW sebelum masa kenabiannya terhadap Zaid bin Haritsah, tetapi

kemudian tidak lagi dipanggil Zaid berdasarkan nama ayahnya (Haritsah)

melainkan diganti dengan nama Zaid bin Muhammad. Nabi Muhammad

SAW mengumumkan hal tersebut didepan kaum quraisy dan berkata :

‚Saksikanlah bahwa Zaid, aku jadikan anak angkatku, ia mewarisiku dan

akupun mewarisinya‛. Sikap Rasulullah tersebut merupakan cerminan

tradisi yang ada pada waktu itu. Oleh karena Nabi menganggap sebagai

anaknya maka para sahabat pun memanggilnya dengan Zaid bin

Muhammad.13 Demikian pula pernah dilakukan sahabat Huzaifah yang telah

mengangkat seorang anak bernama Salim dan hal itu mendapat persetujuan

dari Nabi Muhammad.

Beberapa waktu setelah Muhammad di utus menjadi Rasul, maka

turunlah wahyu yang menegaskan masalah tersebut. Sesudah itu turun pula

wahyu yang menetapkan tentang peraturan waris mewaris yang ditentukan

hanya kepada orang-orang yang ada pertalian sedarah, turunan dan

perkawinan. Mulai saat itu Zaid bin Muhammad di tukar menjadi Zaid bin

(50)

41

Haritsah. Adapun ayat yang dimaksud adalah surat al ahzab ayat 4, ayat 5

dan ayat 40 yaitu :

َوْزَأ َلَعَجاَمَو هِفوَج ِِ َِْْ بْلَ ق ْنِّم ٍلُجَرِل ُه َلَعَجاَم

ّلا ُمُكَج

ظُت ْيِئ

هَمُا َنُهْ نِم َنْوُرِه

َلَعَجاَمَو ْمُكِت

ايِعْدَأ

ذ ْمُكَءاَنْ بَأ ْمُكَء

وفَِِ مُكُلْوَ ق مُكِل

َلْيِبَسلا ىِدْهَ يَوَُو َقَْْا ُلْوُقَ ي ُهَو مُكِ

۴

مُوُعْدُا

ِل

َب

وَُُلْعَ ت َّْ ْنِاَف ِهَدْنِع َُُسقَاَوُ مِهِِ

اا َب

مُكْيِلاَوَمَو ِنْيِّدلا ِِ ْمُكُناَوْخِاَف ْمَُء

ْيَلَع َسيَلَو

ٌحاَنُج مُك

َُْيِف

لَو هِب ُُْأَطْخَاا

اَُْيِحَراًرْوُفَغ ُه َنَاكَو مُكُبْوُلُ ق ْتَدََُعَ ت اَم ْنِك

۵

Artinya : Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-isrtimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (Al-Ahzab: 4) Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya,tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Ahzab: 5)

اَم

ا ََُاَخَو ِه َلْوُسَر ْنِكَلَو ْمُكِلاَجِر ْنِمٍدَحَأَبَأٌدََُُُ َناَك

ٍءْيَش ِّلُكِب ه َناَكَو َِّْْيِبَنل

اَُْيِلَع

۴۴

Artinya: Muhammad itu sekali-kalli bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(al ahzab: 40)

Dengan demikian bahwa hukum Islam melarang pengangkatan anak

(51)

42

sendiri. Sedang kalau yang dimaksud dengan pengangkatan anak dalam

pengertian yang terbatas, yaitu tetap mengggap anak angkat sebagai anak

angkat atau tidak menyamakan status anak kandung dengan anak angkat

maka kedudukan hukumnya diperbolehkan saja, bahkan dapat berubah

menjadi dianjurkan.

2. Syarat pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam

Islam tidak mengatur secara jelas mengenai syarat dalam

pengangkatan anak, akan tetapi dalam perwalian Islam menetapkan syarat

menjadi seorang wali anak angkat., adapun syarat-syarat tersebut adalah :

a. Baligh dan berakal, serta cakap bertindak hukum. oleh sebab itu anak

kecil, orang gila, orang mabuk dan orang dungu tidak bisa ditunjuk

sebagai wali.14

b. Agama wali sama dengan agama orang yang diampunya, karena

perwalian nonmuslim terhadap muslim adalah tidak sah.

c. Adil dalam artian istiqamah dalam agamanya, berakhlak baik, dan

senantiasa memelihara kepribadiannya.

d. Wali mempunyai kemampuan untuk bertindak dan memelihara amanah,

karena perwalian itu bertujuan untuk mencapai kemaslahatan orang yang

(52)

43

diampunya. Apabila orang itu lemah dalam memegang amanah, maka

tidak sah menjadi wali.15

3. Akibat hukumnya

Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam adalah pengangkatan

anak yang bersumber pada Al-Quran dan sunah serta hasil ijtihad yang

berlaku di Indonesia yang diformulasikan dalam berbagai produk pemikiran

hukum Islam, baik dalam bentuk fikih, fatwa, putusan pengadilan maupun

perundang-undangan.16

Begitu pula terhadap akibat yang ditimbulkan dari pengangkatan

anka berdasarkan hukum Islam, meliputi :

a. Status anak angkat dalam hukum Islam

Dalam kaitannya dengan pengangkatan anak tentunya tidak luput

dari yang namanya kejelasan status hubungan anak dengan orang tunya,

baik orang tuanya kandung maupun orang tua angkatnya. Dalam hal ini

yang dimaksudkan dengan status adalah mengenai hubungan anak

angkat dengan orang tua angkat hanya sebatas peralihan tanggung jawab

dari orang tua kandung kepada orang tua angkat. tanggung jawab

tersebut yaitu tanggung jawab mengenai biaya kehidupan atau

pemeliharaan untuk hidup anak sehari-hari, biaya pendidikan dan

15 Satria Efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2004) 172. 16 Mukti Arto, Garis Batas Kekuasaan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, dalam Varia

(53)

44

sebaginya. Selain dari pada itu status anak tetap kepada orang tua

angkatnya.

b. Tidak memutuskan hubungan nasab, wali nikah bagi perempuan dan hak

saling mewarisi dengan orang tua kandungnya.

Adapun nasab berasal dari bahasa arab ‛an-nasab‛yang artinya

keturunan, kerabat. Nasab juga dipahami sebagai pertalian kekeluargaan

berdasarkan hubungan darah sebagai salah satu akibat dari perkawinan

yang sah. Secara terminologis nasab adalah keturunan atau ikatan

keluarga sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas

(bapak, kakek, ibu, nenek, dan seterusnya),

Referensi

Dokumen terkait

source, the novel entitled One Flew Over the Cuckoo’s Nest (Kesey, 1962), data collection (how to collect the data), the data analysis and also the synopsis of

Hal ini dapat diartikan bahwa kepemimpinan tranformasional sangat memberi pengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai PPKP sedangkan kepemimpinan transaksional

sangat terasa pada pengaplikasian dari eksterior bangunan ini, , seperti pintu masuk yang warna yang klasik seperti cokelat l yang digunakan untuk dinding juga Penempatan

Perkembangan berikutnya pada tanggal 8 April 2017 setelah Kajian Pelajar Kekinian (KPK) yang diadakan komunitas Da’i Berkemajuan Muhamadiyah Surabaya, komunitas

Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono, (2017) dan Mutaalimah, (2018) menemukan bahwa religiusitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat membeli produk

Tim Evaluator hanya akan melihat bukti – bukti pada folder yang relevan dan tidak akan mencari bukti pada folder lainnya. Pastikan bukti-bukti yang. disampaikan tersusun

Dengan sistem informasi pada stokist yang akan dibangun diharapkan dapat membantu pihak stokist dalam manajemen data produk dan distributor serta mempermudah para distributor

Dua kasus pembobolan bank dengan menggunakan sarana L/C dengan nilai kerugian yang sangat spektakuler adalah kasus Bank Bumi Daya dan BNI 1946, maka aspek hukum