• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

59 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis

Gambar 4.1.1 Peta letak demografi RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga Kondisi geografis daerah Ngawen Salatiga yang memiliki ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 – 29 C. Kondisi tersebut dianggap sangat ideal sebagai tempat petirahan bagi masyarakat Belanda yang terganggu kesehatan parunya oleh karena wilayah Salatiga, Ambarawa dan sekitarnya banyak ditinggali oleh warga negara Belanda, mengingat kota Salatiga dan sekitarnya merupakan daerah konsentrasi militer/tentara

(2)

60

Belanda dengan status sebagai daerah gemeente/kota praja.

4.1.2 Profil Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan didirikan pada tahun 1934 dengan nama RSTP Ngawen Salatiga. Saat itu RSP dr. Ario Wirawan berfungsi sebagai tempat petirahan/sanatorium yaitu sebagai fasilitas medis untuk penyakit jangka panjang, terutama tuberkulosis. Pendirian Sanatorium ini tidak lain dilatar belakangi oleh kondisi geografis daerah Ngawen Salatiga yang memiliki ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 – 29 C.

Pada tahun 1978, dengan dikeluarkannya SK Menteri Kesehatan RI, maka ditetapkan Struktur Organisasi yang lebih jelas, tugas pokok dan fungsi dari rumah sakit ini yaitu sebagai rumah sakit khusus yang menyelenggarakan pelayanan terhadap penderita penyakit TB paru, dengan sebutan RSTP.Kemudian pada tanggal 26 September 2002, dengan dikeluarkanny6a SK Menteri Kesehatan RI, nomor 1208/Menkes/SK/IX/2002, akhirnya RSTP “Ngawen” Salatiga berubah nama menjadi Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, dan merupakan satu-satunya rumah sakit paru di Provinsi Jawa Tengah.

(3)

61

Dengan ini diharapkan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga mampu berkembang menjadi rumah sakit, dengan cakupan wilayah yang lebih luas yaitu wilayah Jawa Tengah dan Provinsi lain yang tidak memiliki RSTP.

4.1 Gambaran Responden dan Partisipan Penelitian

Responden dalam penelitian kuantitatif ini adalah perawat yang sedang atau pernah merawat dan memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien PPOK di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini yaitu 45 orang. Responden yang diteliti memiliki karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur/usia, tingkat pendidikan/pendidikan terakhir.

(4)

62

Tabel dibawah ini mendeskripsikan karakteristik responden.

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Serta Tingkat Pendidikan (N=45)

Karakteristik Partisipan Jumlah (n:45) Presentase (%) Jenis Kelamin : Pria 16 36 Wanita 29 64 Umur : 21-30 thn 27 60 31-40 thn 18 40 Tingkat Pendidikan : SPK 2 4,4 D3 39 86,7 S1 4 8,9

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis kelamin mayoritas responden yaitu wanita dengan presentase 64% sedangkan pria 36%. Mayoritas usia responden berada pada usia 21-30 tahun dengan presentase 60%. Tingkat pendidikan responden mayoritas D3 dengan presentase 86,7%, disusul S1 yaitu 18,67% dan Spk 4,4%.

(5)

63

Sedangkan partisipan dalam penelitian kualitatif ini adalah kepala/atasan perawat, pasien PPOK dan keluarga pasien.

Adapun karakteristik partisipan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan Inisial Umur Pendidikan Terakhir P1 N 32 S1 P2 K 64 SMP P3 S 56 SMA P4 M 36 SMP Keterangan :

P1 : Partisipan 1 (Kepala perawat) P2-P3 : Partisipan 2 dan 3 (Pasien PPOK) P4 : Partisipan 4 (keluarga pasien) S1 : Strata 1 (Satu)

(6)

64 4.2 Hasil Penelitian Statistik

Berikut adalah tabel distribusi dan grafik peran perawat sebagai care giver yang meliputi pengkajian keperawatan, penetapan diagnosa, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi pada pasien PPOK selama dirawat di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga pada 45 responden.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Melakukan Pengkajian Pada Pasien PPOK di Rumah

Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 41 91,1

Cukup 4 8,9

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden mayoritas mempunyai tingkat pengkajian tentang PPOK dengan kategori baik sebesar 91,1%.

(7)

65

Data di interpretasi dalam grafik 4.1 sebagai berikut: Grafik 4.1

Peran Perawat Dalam Melakukan Pengkajian

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Menetapkan Diagnosa Pada Pasien PPOK di

Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden mayoritas mempunyai tingkat dalam penetapan diagnosa tentang PPOK dengan kategori baik sebesar 86,7%.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Kurang Cukup Baik

Fr e ku e n si

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 39 86,7

Cukup 5 11,1

Kurang 1 2,2

(8)

66

Data di interpretasi dalam grafik 4.2 sebagai berikut : Grafik 4.2

Peran Perawat Dalam Melakukan Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Perencanaaan Keperawatan Pasien PPOK di

Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 36 80

Cukup 9 20

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden mayoritas mempunyai tingkat dalam perencanaan keperawatan pada pasien PPOK dengan kategori baik sebesar 80%.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Kurang Cukup Baik

Fr e ku e n si

(9)

67

Data di interpretasi dalam grafik 4.3 sebagai berikut : Grafik 4.3

Peran Perawat Dalam Melakukan Perancanaan keperawatan

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Implementasi Pasien PPOK Keperawatan di Rumah Sakit

Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 19 42,2

Cukup 26 57,8

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden mayoritas mempunyai tingkat dalam implementasi keperawatan pada pasien PPOK dengan kategori baik sebesar 42,2% kemudian cukup sebesar 57,8%.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Kurang Cukup Baik

Fr e ku e n si

(10)

68

Data di interpretasi dalam grafik 4.4 sebagai berikut : Grafik 4.4

Peran Perawat Dalam Melakukan Implementasi

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Mengevaluasi Pasien PPOK di Rumah Sakit

Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 39 86,7

Cukup 6 13,3

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden mayoritas mempunyai tingkat evaluasi keperawatan pada pasien PPOK dengan kategori baik sebesar 86,7%.

0 5 10 15 20 25 30

Kurang Cukup Baik

Fr e ku e n si

(11)

69

Data di interpretasi dalam grafik 4.5 sebagai berikut : Grafik 4.5

Peran Perawat Dalam Melakukan Evaluasi

4.3 Deskripsi Analisa Hasil Wawancara

4.3.1 Peran perawat sebagai care giver dalam melakukan pengkajian pada pasien PPOK

Dalam melakukan pengkajian, perawat menjalankan tugasnya dengan mengumpulkan data atau informasi mengenai masalah kesehatan pasien. Dimana perawat dapat melakukan pengamatan visual, pemeriksaan fisik TTV, palpasi, perkusi dan auskultasi dengan baik. Dalam penelitian ini, dapat dipahami dari pernyataan partisipan.

yaaa itu,,, awal pertama masuk ruang dahlia, perawatnya ramah, senyum (pasien batuk)...nanya-nanya sesak ga, saya jawab sesak, batuk juga. Dipakaikan alat mbak supaya nda sesak” (P3)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Kurang Cukup Baik

Fr e ku e n si

(12)

70

“Perawatnya baik, kalo datang pasti ngukur tekanan darah, nadi juga, suhu juga mba. Tidak mungkin alpa mereka kalo datang periksa itu” (P4)

Selain itu, perawat dapat menjalankan perannya dalam pengkajian, diperkuat dengan adanya pernyataan partisipan.

“Menurut saya, pasien baru itu harus dilakukan pengkajian dari awal. Meskipun sudah dikaji saat di UGD. Pasien di anamnesa, kalau bukan pasien ya keluarganya. Dan data awal ini yang nantinya digunakan untuk membuat suatu diagnosa. Sebagai atasan perawat disini, saya menjamin bahwa perawat diruangan ini melakukan pengkajian sesuai dengan SOP yang ada” (P1)

Ungkapan diatas menggambarkan bahwa, perawat dapat menjalankan perannya dalam melakukan pengkajian dengan baik. Dan dijalankan sesuai dengan standar operational yang ada.

4.3.2 Peran perawat sebagai care giver dalam menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien PPOK

Diagnosa keperawatan ditentukan setelah pengkajian dilakukan. Data awal dari pengkajian tersebut digunakan untuk membuat suatu diagnosa dengan memprioritaskan masalah terlebih dahulu. Peran perawat disini ialah dimana perawat dapat menentukan prioritas masalah yang dirasakan oleh pasien PPOK. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataan partisipan.

(13)

71

“Perawat mampu menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah” (P1)

4.3.3 Peran perawat sebagai care giver dalam menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien PPOK

Suatu rencana keperawatan disusun berdasarkan data pengkajian yang telah didokumentasi dan masalah-masalah pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Pada tahap penyusunan rencana keperawatan ini, dilakukan dengan melibatkan tim kesehatan serta pasien dan keluarga. Dalam penelitian ini, peran perawat tersebut tergambar dalam pernyataan partisipan.

“Pada rencana keperawatan yang telah dibuat

berdasarkan pasien PPOK yang sudah dikaji. Misalkan, atur posisi pasien, ajarkan teknik relaksasi dengan melibatkan keluarga, karena keluarga merupakan pendamping pasien” (P1)

“hhmm...kolaborasi yang kita lakukan terutama dengan terapis, dokter. Kebanyakan kita berkolaborasi dengan dokter, misalnya kita melakukan tindakan medis sesuai advis dokter ” (P1)

Ungkapan diatas menggambarkan bahwa, dalam menyusun rencana keperawatan, perawat memiliki peran mandiri dalam hal tindakan-tindakan keperawatan. Namun perawat juga memiliki peran kolaboratif dalam artian perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dan melibatkan keluarga dalam menjalani perannya.

(14)

72

4.3.4 Peran perawat sebagai care giver dalam implementasi keperawatan pada pasien PPOK

Pada tahap implementasi ini, peran perawat dapat dilihat dari tindakan-tindakan yang diberikan kepada pasien PPOK. Dilihat dari kemampuan yang dimiliki perawat dalam tahap implementasi ini dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien PPOK. Menurut partisipan, perawat tidak menberikan edukasi ataupun informasi mengenai penyakitnya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan.

“Belum dikasih tau mba, aku orangnya manut aja, ora ngerti mba” (P2)

“Saya taunya aja penyakit ini penyakit paru-paru. Soalnya udah pernah dirawat sebelumnya” (P3)

Hal lain yang perlu dilihat dalam implementasi ini, menurut partisipan bahwa jarangnya perawat dalam menjelaskan cara minum obat, tujuan pemberian obat.

“Biasanya ne dibilang perawat, ini diminum sebelum makan ya atau sesudahnya. Tapi, obat untuk apa ya saya ga tau mba ga ngerti mba” (P4)

“biasanya saya taunya saya sakit paru pastinya itu obat paru mba (P3).

Selain itu, ada hal lain yang dikemukakan oleh partisipan dalam menangani implementasi pada pasien

(15)

73

PPOK. Dalam hal ini, partisipan dilihat dari pernyataan perawat.

“Untuk pelaksanaannya, apa yang sudah direncanakan kita tindaklanjuti untuk dilakukan. Untuk implementasinya kadang ada kelalaian yang dilakukan perawat walaupun cuman sedikit. Hal ini, dikarenakan jumlah pasien yang terlalu banyak dan SDM perawat yang kurang” (P1)

4.3.5 Peran perawat sebagai care giver dalam melakukan evaluasi keperawatan pada pasien PPOK

Pada tahap evaluasi ini terkait dengan peran perawat dalam melakukan evaluasi sumatif. Dalam artian bahwa perawat melakukan wawancara pada akhir layanan dengan menanyakan respon pasien PPOK dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Peran ini diungkapkan oleh beberapa partisipan.

“ohh ya... Pernah dirawat mba, sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu. Kalau soal itu kayaknya belum pernah mba” (P3)

“Sudah berobat untuk yang ketiga kalinya disni. Kalau diwawancara perawat belum pernah mba” (P4)

Pernyataan dari partisipan lain menyatakan bahwa memang jarang dilakukan evaluasi dikarenakan jadwal kerja

(16)

74

perawat yang padat serta kebanyakan pasien dan keluarga berasal dari desa yang tempatnya jauh.

“Ada yang sempat dievaluasi ada juga yang tidak. Nah, kan kebanyakan pasiennya lanjut usia, dari desa dan rumahnya jauh. Perawat juga kerjanya padat, sehingga mungkin untuk evaluasi memang agak jarang juga” (P1)

4.4 Pembahasan Data Kuantitatif

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 dari 45 responden menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar 91,1% dalam melakukan pengkajian keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

Asumsi hasil analisa dari data terkait tingginya peran perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien PPOK dengan kategori baik, hal ini karena seringnya perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan pasien PPOK serta melakukan pengkajian fisik yang meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan diagnostik. Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada saat sedang melakukan pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan begitu juga dengan Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga. Perawat meninjau semua hasil pengkajian

(17)

75

fisik sebelum membantu pasien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Setelah itu, melihat hasil dari pengkajian fisik tersebut perawat menetapkan diagnosa keperawatan. Hal ini serupa dengan pendapat Gordon (1994) dalam Potter & Perry (2005), keakuratan pengkajian mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima pasien dan penentuan respon terhadap terapi tersebut. Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 dari 45 responden menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar 86,7% dalam menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

Menurut peneliti, hal ini dikarenakan oleh perawat yang mampu menjalankan tugas dan perannya dengan baik dalam menetapkan diagnosa keperawatan dimulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan sampai dapat merumuskan diagnosa keperawatan. Setelah dilakukan pengkajian awal, perawat dapat merumuskan beberapa

(18)

76

masalah kesehatan pasien dan menentukan prioritas masalah yang menjadi kebutuhan utama pasien. Selanjutnya, disusunlah Diagnosis Keperawatan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Prioritas masalah yang biasanya menjadi keluhan utama pasien PPOK adalah sesak. Sesak yang dialami selama bertahun-tahun dan ditambah adanya riwayat merokok. Hal yang seupa dikemukakan oleh Gordon (1994) dalam Potter & Perry (2005), diagnosa keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa keperawatan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar 80% dalam menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

Menurut peneliti, hasil tersebut membuktikan bahwa perawat dapat meyusun rencana tindakan keperawatan beserta tujuan dan kriteria hasil dengan baik yang akan digunakan dalam menerapkan tindakan/implementasi keperawatan.

Alasan pentingnya disusun rencana tindakan keperawatan ialah karena berisi data atau informasi penting

(19)

77

dan jelas mengenai masalah kesehatan pasien yang dapat digunakan sebagai pedoman intervensi keperawatan. Selain itu, dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya sehingga memudahkan proses keperawatan yang berkelanjutan dalam melakukan intervensi. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data melalui pengkajian awal pasien dan rumusan diagnosa keperawatan sebagai petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan atau mengeliminasi masalah kesehatan pasien. Pendapat yang serupa dinyatakan oleh (Iyer, 1996), perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan.

Hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar 42,2% sedangkan kategori cukup sebesar 57,8% dalam implementasi keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

Asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa peran perawat pada tahap implementasi ini terlihat dengan kategori cukup sehingga

(20)

78

peran perawat sebagai care giver dalam memberikan tindakan/implementasi keperawatan perlu untuk ditingkatkan lagi. Misalkan dengan melakukan implementasi sesuai dengan standar keperawatan yang ada. Selain itu, dapat dilakukan kerjasama dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain. Perawat perlu melakukan intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk pasien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Menurut Kozier (1995), untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.

Hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar 86,7% sedangkan dalam evaluasi keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

(21)

79

Dalam tahap evalusi ini, membuktikan bahwa perawat dapat melakukan perannya dalam mengevaluasi pasien dengan baik. Misalkan, dengan mengevaluasi tercapainya tujuan dari rencana keperawatan dan terpenuhinya kebutuhan keperawatan pasien.

Menurut peneliti, tahap evaluasi merupakan tahap perawat melakukan penilaian secara sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian dilakukan secara berkesinambungan atau berkelanjutan dengan melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya. Penilaian keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Implementasi yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai. Hal serupa dikemukakan oleh Craven and Hirnle (2002), evaluasi dilakukan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan yang terjadi” selama

(22)

80

tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Noor Faizah (2010), di RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Perawat dalam melakukan pengkajian mendalam pada pasien dapat menyusun diagnosis yang optimal, rencana tindakan 91,7% dan tindakan keperawatan 75% dengan kategori cukup. Masih ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan rencana tindakan dan implementasi pelaksanaan asuhan keperawatan. evaluasi dan dokumentasi 91,7% baik. Perawat telah memperhatikan hasil tindakan yang telah dilakukan, dengan peran perawat yang professional sesuai standar asuhan keperawatan yang baik dan mampu membawa perubahan pada pasien.

Menurut Aisiah (2004), perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa keperawatan), rencana tindakan, implementasi dan evaluasi keperawatan

(23)

81

Selain itu, perlu adanya penyegaran secara berkala yang diberikan kepada perawat di Rumah Sakit tentang materi asuhan keperawatan, agar perawat dapat memenuhi kebutuhan pasien secara berkesinambungan mulai dari pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta melakukan pendokumentasian dalam catatan keperawatan.

4.5 Pembahasan Data Kualitatif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran perawat sebagai care giver dalam perawatan pasien PPOK di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Peran ini dijelaskan menggunakan proses keperawatan. Menurut Praptianingsih (2006), peran ini dimulai dari pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Dari hasil analisis data dapat dilihat dan diketahui bahwa peran perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien PPOK yang didapatkan dari partisipan1 adalah dengan melakukan pengkajian awal kepada tiap pasien PPOK tanpa menggunakan data yang diterima dari UGD. Dari pengkajian tersebut akan ditentukan suatu diagnosa dengan prioritas masalah. Menurutnya, perawat sudah

(24)

82

melakukan pengkajian sesuai dengan SOP. Dari dua partisipan lainnya yaitu partisipan 3 dan 4 mengemukakan bahwa, perawat sudah melakukan perannya dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat melalui pemeriksaan TTV, palpasi, perkusi dan auskultasi yang dijalankan perawat dengan ramah, memberikan senyuman dan berkomunikasi dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Potter & Perry (2005), menyatakan bahwa pengkajian meliputi kegiatan awal perawat seperti mengumpulkan data pasien yang akan mendapatkan perawatan, mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya dengan menganalisa data yang terkumpul dan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapinya. Tujuannya, agar permasalahan yang mendesak dapat didahulukan.

Selanjutnya, diketahui juga dalam diagnosa keperawatan, partisipan 1 mengatakan bahwa, perawat mampu menjalankan perannya sebagai care giver dalam menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan. Pernyataan ini, sehubungan dengan pendapat Gordon (2000) dalam Carpenito (2002), perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan diagnosa secara pasti dan akurat untuk status kesehatan pasien.

(25)

83

Selain itu, ketika diagnosa keperawatan telah ditentukan, maka disusunlah rencana keperawatan. Rencana keperawatan ini, disusun berdasarkan masalah-masalah yang telah dikaji sebelumnya. Partisipan 1 menyatakan bahwa perawat menyusun rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan data awal yang didapat dari pengkajian pada pasien PPOK. Rencana tersebut disusun dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai. Misalkan, dalam pengkajian pasien terlihat tidak nyaman. Susun rencana keperawatan untuk teknik relaksasi pada pasien PPOK dengan cara buat posisi nyaman, posisi semi fowler. Selain itu juga disusun tindakan kolaboratif yang akan dilakukan dengan melibatkan keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Bulecheck dan McCloskey (1989) intervensi keperawatan merupakan suatu tindakan langsung kepada pasien yang dilaksanakan oleh perawat. Definisi tersebut berhubungan dengan semua intrervensi keperawatan dengan diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif.

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun, maka dimplementasikan pada pasien PPOK. Peran perawat pada tahap implementasi ini, tergambar dalam pernyataan partisipan 2 dan 3 bahwa, perawat tidak memberikan

(26)

84

edukasi atau informasi pendidikan selama pasien dirawat. Hal lain, dikemukakan oleh partisipan 3 dan 4. Menyatakan bahwa, jarangnya perawat menjelaskan tujuan diberikan obat tersebut. Menurut Craven dan Hirnle (2000), pendidikan kesehatan merupakan usaha atau kegiatan perawat untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal.

Selanjutnya, tahap akhir dalam asuhan keperawatan ini ialah evaluasi. Pada evaluasi yang dilihat ialah respon pasien dan keluarga pada akhir layanan. Evaluasi tersebut dilakukan dengan wawancara kepada pasien atau keluarga untuk menilai respon pasien dan keluarga diakhir layanan. Menurut pernyataan partisipan 3 dan 4, sebelumnya partisipan maupun keluarga partisipan menjelaskan pernah dirawat dirumah sakit ini dengan kasus yang sama. Dinyatakan bahwa, perawat belum pernah melakukan evaluasi saat pasien hendak pulang. Pernyataan lain disampaikan oleh partisipan 1, hal ini dikarenakan jadwal perawat yang padat sehingga tidak ada waktu atau kesempatan perawat dalam melakukan evaluasi pada pasien PPOK dan keluarga. Menurut Craven dan Hirnle

(27)

85

(2000), evalusi merupakan hal penting bagi perawat untuk menilai kemampuannya. Evaluasi harus mencakup pertimbangan semua factor : waktu, strategi, jumlah informasi dan apakah evaluasi cukup berguna.

4.6 Keterbatasan Penelitian

Peneliti mengakui masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Keterbatasan atau kelemahan dalam penelitian ini terletak pada hal-hal sebagai berikut:.

1. Waktu penelitian yang masih kurang efesien dalam wawancara. Diharapkan penelitian selanjutnya, dapat meggunakan waktu yang lebih lama dalam melakukan wawancara.

2. Jumlah paritisipan sangat kurang dan minim. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya, dapat menggunakan partisipan dalam jumlah yang lebih banyak.

Gambar

Gambar 4.1.1 Peta letak demografi RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga  Kondisi  geografis  daerah  Ngawen  Salatiga  yang  memiliki  ketinggian    kurang  lebih  800  meter  dari  permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18  –  29    C
Tabel  dibawah  ini  mendeskripsikan  karakteristik  responden.
Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan

Referensi

Dokumen terkait

Jadi semakin berkurangnya komposisi tepung terigu dan bertambahnya tepung cangkang rajungan dalam pembuatan mie basah ini, maka semakin berkurang nilai kadar karbohidrat mie

Seperti yang telah dipaparkan dalam konsep kebudayaan menurut koenjoroningkrat, bagaimana pada dasarnya keseluruhan masyarakat Jawa tidaklah lepas dari aspek budaya

1) Peserta didik diminta mengamati tentang contoh gambar berkaitan dengan keunggulan ekonomi seperti gambar PT Freeport, pecan raya, batik, dan sebagainya. 2) Berdasarkan

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematika yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) siswa mampu menyatakan ide

Berdasarkan hasil analisis teknik korelasi product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,808 dan p = 0,000 (p < 0,05) artinya ada

Tim Kabupaten Padang Pariaman yang diperkuat Teddy Februardi, M.Iksan, R Ady Syofian, Beni Suryadi, Desmondri, Roni Oktora dan NPC Nurdan akhirnya keluar sebagai Juara Klas

Penelitian ini bertujuan untuk membuat model perencanaan gerak mobile robot pada lingkungan robot KRCI 2007 dan memverifikasi model tersebut dengan menggunakan

Masing-masing Urusan Pemerintahan pada prinsipnya diwadahi dalam 1 (satu) satuan kerja Perangkat Daerah dalam rangka penanganan urusan secara optimal yang didukung