• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan air sebagai sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Kebutuhan air sebagai sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan air sebagai sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang banyak seperti kegiatan sehari-hari, pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan berbagai kebutuhan lainnya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan air tersebut diperlukan pengelolaan sumber daya air yang meliputi konservasi sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air (UU SDA No. 7 tahun 2004), yang diantaranya dapat dilakukan melalui pembangunan waduk dan bendungan (Kironoto, 2010).

Waduk (reservoir) adalah danau alam atau danau buatan, kolam penyimpanan atau pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air. Pembangunan waduk adalah bagian dari manajemen pendistribusian air yang baik karena dapat mengatasi persoalan banjir dan kekeringan yang merupakan area parkir air sementara di saat potensinya meningkat pada musim penghujan. Pembangunan waduk juga memberikan beberapa nilai tambah bagi masyarakat sekitar untuk menanggulangi banjir, penyedia bahan baku air minum, usaha di bidang perikanan, pertanian dan jasa pariwisata.

Biaya pembangunan waduk memerlukan investasi yang besar sehingga diharapkan umur pakai waduk dapat dioptimalkan untuk memenuhi tujuan

(2)

pembangunan waduk. Permasalahan utama dalam pengelolaan waduk adalah laju sedimentasi memenuhi tampungan badan air yang melebihi rencana umur pakai waduk. Sedimentasi waduk disebabkan oleh sedimen yang masuk kedalam waduk yang berasal dari tanah hasil erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya dari tempat yang lebih tingi (hulu) dengan proses transpor sedimen melalui sungai yang bermuara di waduk (Asdak, 2010).

Erosi dalam satu penggal lereng mulai dari puncak suatu lereng (slope crest) sampai dengan lereng bagian bawah (lower slope) dimungkinkan tidak semua bagian lereng tererosi. Tidak semua material tanah hasil proses erosi terangkut sampai masuk sungai, tetapi ada sebagian diendapkan di penggal lereng tertentu dan hanya sebagian dari material tersebut memasok sedimen suspensi ataupun bentuk muatan sedimen yang lain ke dalam sungai (Dibyosaputro dkk., 2009). Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS dan tergantung pada transport partikel-partikel tanah yang tererosi keluar dari daerah tangkapan air di DAS (Asdak, 2010).

Satu model erosi yang dapat digunakan sebagai prediksi rata-rata erosi jangka panjang oleh aliran permukaan (runoff) pada bidang lahan tertentu yaitu USLE (Universal Soil Loss Equation) (Wischmeier dan Smith, 1978). Prediksi besar erosi yang dapat dilakukan dengan menghubungkan antara sistem pertanaman dan praktek manajemen yang berhubungan dengan tipe tanah, hujan, dan topografi. Tanah dan hujan merupakan faktor alam pada beberapa kondisi sulit untuk dimodifikasi, tetapi sistem pertamanan dan manajemen merupakan hasil budidaya sehingga dapat

(3)

dimodifikasi untuk mencapai erosi yang ditoleransikan (laju erosi dibawah kecepatan pembentukan tanah). Laju pembentukan tanah di seluruh dunia berkisar antara 0,01 sampai dengan 7,7 mm/tahun (Rahim, 2000).

Penelitian erosi aktual dilakukan dengan cara membuat petak percobaan yang hasilnya mendekati kondisi alami yang sebenarnya (Rahim, 2000; Seta, 1991). Penelitian dengan pendekatan vegetasi sebagai salah satu faktor penahan erosi juga banyak dilakukan terutama pada komoditas tanaman pertanian (Ziliwu, 2002; Manik dkk., 2013). Penelitian jenis ini memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang mahal. Penelitian tentang indikator terjadinya erosi masih jarang dilakukan terutama tentang tipe-tipe kenampakan hasil proses erosi dan tahapan proses terjadinya persebaran keruangan erosi (Dibyosaputro, 2012). Penelitian erosi visual di lokasi eksisting dengan mengamati tanda-tanda terjadinya erosi seperti singkapan akar, pedestal, erosi alur dan parit tetap diperlukan untuk mengapresiasi dan evaluasi konservasi tanah dalam manajemen penggembalaan, pertanian dan aktifitas di luar pertanian (Morgan, 1980). Pengamatan kenampakan hasil proses erosi merupakan satu alternatif mengetahui tingkat kerusakan lahan secara cepat dan murah untuk menghasilkan keputusan manajemen pengelolaan lahan.

Tingkat erosi pada satu penggal lereng dipengaruhi oleh vegetasi penutup (tanaman) dan mikromorfologi karena akar tumbuh-tumbuhan mampu mengikat dan mencengkeram agregat tanah sehingga memperkuat stabilitas lereng. Ketebalan massa daun yang jatuh akan menghalangi aliran permukaan dan memecah diameter

(4)

butir hujan (Dibyosaputro dkk., 2009). Kemampuan vegetasi untuk menahan erosi dipengaruhi oleh semua komponen pohon dari daun sampai akar secara individu dan bersama-sama dalam suatu kelompok vegetasi di suatu kawasan hutan. Tipologi tanaman yang mempunyai tajuk rapat mampu menurunkan energi kinetik hujan sehingga mampu menekan kehilangan tanah akibat erosi. Semakin lengkap strata dan jenis vegetasi, semakin besar kemampuannya menahan erosi (Widjajani, 2010). Pengaruh jenis tanaman terhadap aliran permukaan sangat bergantung kepada beberapa faktor antara lain tingkat pertumbuhan tanaman, ketinggian tanaman, keadaan daun tanaman, kerapatan tanaman dan sistem perakaran (Wudianto, 2000 dalam Ziliwu, 2002).

Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibangun pemerintah pada tahun 1997 dengan luas kurang lebih 157 Ha, terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo pada posisi 110º06΄18˝ sampai 110º072΄5˝ BT dan 7º49΄31˝ sampai 7º50΄07˝ LS. Pembangunan Waduk Sermo bertujuan untuk menyuplai air irigasi Sistem Kalibawang dengan areal 7.152 ha yang menghubungkan beberapa daerah irigasi, sebagai penanggulangan bencana banjir Kota Pengasih dan Wates, penyedia bahan baku air minum PDAM, dan kegiatan pariwisata. Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) Waduk Sermo yang berada di sekeliling waduk dibuat untuk mencegah erosi pada lereng (sempadan) waduk, menjaga stabilitas tanah dan sebagai kawasan yang memisahkan waduk dengan lahan di sekelilingnya. Pohon sebagai penyusun sabuk

(5)

hijau berfungsi untuk menghalangi jatuhnya air hujan sehingga mengurangi erosi percik, menghambat aliran permukaan, memperbanyak air infiltrasi, dan mencegah evaporasi berlebih.

Sampai tahun 2013 dapat dikatakan bahwa pengelolaan Waduk Sermo terbaik di Indonesia karena tingkat sedimentasi waduk sangat sedikit, airnya jernih karena fungsi lindung dari hutan yang ada terjaga (Anonim, 2013; Widiyanto, 2013). Perubahan lahan seluas 22,72 ha pada daerah tangkapan air (DTA) Waduk Sermo pada periode tahun 2004-2010 menyebabkan peningkatan erosi sebesar 6.980,36 ton yang mengurangi umur layanan waduk sebesar 2 tahun dari 33 tahun menjadi 31 tahun (Prasetya, 2013). Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo yang berada dalam DTA mempunyai kedudukan yang kuat sebagai hutan lindung dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 9 Tahun 2009 sehingga perubahan penggunaan lahan dapat dihindari.

Riwayat historis Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo berasal dari pembebasan lahan pribadi penduduk Hargowilis menyebabkan sebagian masyarakat merasa ikut memiliki dan mengolah kawasan sabuk hijau untuk kegiatan pertanian dan memenuhi kebutuhan makanan ternak. Aktivitas petani dalam memanfaatkan dan mengelola kawasan sabuk hijau tersebut dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif dari fungsi ekologisnya sebagai pelindung dari erosi sempadan waduk. Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo sebagian besar masih milik petani yang

(6)

belum dibebaskan untuk kawasan lindung bagi pengembangan tanaman keras permanen untuk mencegah timbulnya degradasi lahan (Harjadi dkk., 2009).

Kondisi sosial ekonomi masyarakat sering dijadikan isu pokok tentang penyebab terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air yaitu terjadinya erosi pada musim hujan yang berakibat pada sedimentasi waduk (Rahayu, 2007). Disisi lain manfaat langsung keberadaan waduk hendaknya dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar waduk yang seringkali justru lebih dirasakan oleh masyarakat hilir dengan adanya air PDAM, PLTU ataupun irigasi pertanian seperti kasus yang terjadi pada masyarakat sekitar Waduk Kedung Ombo (Baiquni dan Susilawardani, 2002).

Mengingat pentingnya fungsi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo sebagai pencegah erosi tebing waduk dan tekanan penduduk dalam memanfaatkannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh Vegetasi terhadap Kenampakan Hasil Proses Erosi dan Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat sehingga bermanfaat sebagai dasar pengelolaan dimasa mendatang.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan penelitian yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian, adalah sebagai berikut:

1. bagaimana strata dan komposisi jenis vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo?

(7)

2. bagaimana hubungan vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang terjadi?

3. bagaimana pemanfaatan lahan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo oleh masyarakat sekitar waduk?

1.3 Keaslian Penelitian

Untuk mengetahui kondisi vegetasi suatu kawasan hutan diperlukan analisis vegetasi. Beberapa penelitian tentang analisis vegetasi memberikan gambaran keberagaman vegetasi ataupun keberhasilan suatu upaya rehabilitasi lahan (Sunarno, 1997; Widodo, 2012). Kajian erosi dan sedimentasi juga telah dilakukan dari sisi teknis untuk mengetahui besarnya erosi yang terjadi untuk memberikan rekomendasi pencegahannya (Presetya, 2013; Setiawan, 2010; Tandung, 2004).

Penelitian ini melihat hubungan kondisi vegetasi yang ada di Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang merupakan indikator terjadinya erosi. Kawasan sabuk hijau yang berkedudukan sebagai hutan lindung seharusnya bebas dari pengaruh pemanfaatan lahan, tetapi pada kenyataannya masyarakat masih mencari rumput dan mengolah lahan untuk budidaya tanaman pertanian. Keterlibatan masyarakat dalam memanfatkan sabuk hijau juga diteliti sehingga faktor-faktor yang bertentangan dengan fungsi lindung dapat dicarikan solusinya. Untuk melihat keaslian ini, perbandingan penelitian oleh peneliti sebelumnya dengan penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1.1.

(8)

Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian oleh Peneliti sebelumnya dengan Penelitian ini. No. Nama Peneliti Judul Penelitian dan Lokasi Penelitian

Tujuan/Metode Hasil Penelitian

1. Sunarno (1994) Studi Keanekaragaman Tanaman Pekarangan dan Pengetahuan Ekologi Penduduk Pindahan dari Waduk Kedungombo di Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen Lokasi Penelitian: Kecamatan Sumber Lawang. Sragen 1. Mengetahui keanekaragaman tanaman pekarangan penduduk pindahan pada desa-desa yang berbatasan dengan Waduk Kedungombo.

2. Mengetahui peranan beberapa faktor sosial ekonomi dan tingkat

pengetahuan ekologi penduduk terhadap perkembangan pekarangan. 3. Mengetahui peranan

keanekaragaman tanaman berkayu terhadap keanekaragaman semusim.

Metode yang digunakan: Deskriptif kuantitatif

1. Nilai Indeks Keberagaman tanaman berkayu dan tanaman semusim penduduk pindahan lebih tinggi di bandingkan dengan penduduk lama sebagai berikut: Indeks Keragam Jenis (IKJ) tanaman berkayu 1,5847; Indeks Keragaman ruang tumbuh vertikal (IKV) 1,0649; Indeks Keragaman ruang tumbuh horizontal (IKH) 1,2130; IKJ tanaman semusim 0,8406. Pekarangan penduduk lama mempunyai IKJ tanaman berkayu 1,4017; IKV 1,0064; IKH 1,0591; IKJ tanaman semusim 0,7322.

2. IKJ tanaman berkayu dipengaruhi oleh status penduduk, luas pekarangan, dan penggunaan bahan bakar kayu untuk memasak. IKV dipengaruhi oleh status penduduk, luas pekarangan, penggunaan bahan bakar kayu untuk memasak, dan jumlah ternak. IKJ tanaman semusim dipengaruhi oleh status penduduk, luas pekarangan dan jarak rumah penduduk ke rumah pamong.

3. Penduduk mempunyai pengetahuan ekologi yang bermanfaat bagi ekosistem pekarangan yang dimilikinya meskipun tidak berpengaruh secara nyata terhadap IKJ tanaman.

2. Debora Tandung (2004)

Prediksi Erosi di Daerah Tangkapan Air Waduk Sermo dengan Bantuan GIS

1.Memprediksi besarnya erosi permukaan yang masuk ke dalam waduk.

2. Menyusun pola pengendalian sedimentasi pada Waduk Sermo

Metode yang digunakan: Prediksi erosi permukaan dengan rumus USLE

1. Prediksi usia waduk 19 tahun dengan sedimen yang masuk waduk 96.066,815 m3/tahun padahal target umur pakai

50 tahun.

2. Laju erosi DAS Sermo 154,322 ton/ha/tahun atau 8,6 mm/tahun, tingkat bahaya erosi sedang apabila dengan pengendalian erosi diprediksi laju erosi 66,27 ton/tahun atau 3,7 mm/tahun.

(9)

dengan Degradasi Lahan Akibat Erosi di DAS Secang Kabupaten Kulon Progo

kerusakan ekologis

2. Mengetahui besarnya erosi DAS Secang

3. Mengetahui besarnya transport sedimen

4. Memprediksi umur pakai Waduk Sermo berdasar nilai SDR

tanah longsor yang cenderung meningkat.

2. TBE DAS Secang berat sampai sangat berat dengan kehilangan tanah 1,931-18,073 ton/ha/th

3. Nilai SDR terbesarar disub DAS Bengkok 46,9% masuk kedalam Sungai Bengkok.

4. Apabila tidak terjadi perubahan yang siknifikan umur waduk diperediksi hanya tinggal 32 tahun yang seharusnya masih 38 tahun 4. Sigit Setiawan (2010) Kajian Sedimentasi Waduk Sermo Berdasarkan Kondisi Tataguna Lahan Lokasi penelitian: DTA Waduk Sermo

1. Menganalisis erosi permukaan lahan dan Sediment Delivery Ratio (SDR), di cathment area waduk berdasarkan peta tataguna lahan tahun 1994 dari peta RBI dan peta tataguna lahan tahun 2007 dari citra ALOS dengan metode USLE.

2. Hasil perhitungan erosi permukaan lahan maupun SDR dikaji dengan SDR tahun 1998 hasil studi PT.Tatareka

3. Memprediksi umur layanan waduk berdasarkan hasil perhitungan erosi permukaan lahan dan nilai SDR untuk tataguna lahan tahun 2007. 4. Menganalisis serta mengkaji

kemampuan kondisi tataguna lahan tahun 2007 dalam mempertahankan umur layanan waduk sesuai umur rencana

5. Memberikan masukan usaha-usaha konservasi yang masih

1. Pediksi erosi permukaan tahun1998 adalah 11,519 mm/th atau 225.362,03 m3/tahun, untuk tahun 2007 adalah 3,558

mm/tahun atau 69.602,59 m3/tahun.

2. Hasil perhitungan erosi SDR tahun 1998 sebesar 0,42 sedangkan hasil studi menurut PT.Tatareka 0,59 karena perbedaan sumber peta tataguna lahan, jumlah stasiun hujan dan peta kemiringan lahan.

3. Berdasar kondisi tataguna lahan dan sedimentasi tahun 2007 maka prediksi umur waduk dengan metode the empirical area reduction method lebih mendekati kenyataan dibandingkan dengan metode dead storage. Prediksi elevasi dasar waduk pada tahun ke-50 berdasarkan distribusi sedimen berada pada elevasi +106 MSL atau masih dibawah intake yaitu pada elevasi +113,7 MSL.

4. Kondisi tata guna lahan dan sedimentasi tahun 2007 akan mempertahankan umur waduk sampai tahun ke-50 jika erosi permukaan lahan tidak melebihi 3,6 mm/th dan tidak terjadi longsor di cathment area waduk.

5. Usaha untuk memperpanjang umur waduk dengan mengubah komposisi tanaman semula ketela menjadi tanaman ketela dan rumput pakan ternak pada tegalan seluas 9,755 ha dengan kelas lereng III. Pada tegalan dengan kelas lereng IV dan V

(10)

memungkinkan untuk dilakukan sesuai hasil analisis erosi lahan dan kondisi lapangan

Metode yang digunakan:

Analisis kuantitatif erosi permukaan lahan dan SDR

seluas 7,419 ha dirubah menjadi kebun campur. Hal tersebut akan menghasilkan erosi permukaan lahan sebesar 3,4 mm/tahun. Pembangunan check dam masih dibutuhkan untuk menahan sedimen tidak melebihi 39.000 m3/tahun karena

sedimen yang masuk tahun 2007 sebesar 55.000 m3/tahun.

5. Widodo (2012)

Analisis Vegetasi Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

Lokasi penelitian: Green Belt Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) waduk Gajah Mungkur Wonogiri.

Metode yang digunakan: Analisis kualitatif dengan teknik pengamatan vegetasi cluster area random sapling.

1. Citra landsat 7 ETM+ dapat dimanfaatkan untuk evaluasi liputan penutupan lahan pada masing-masing sub DAS di DTW waduk Gajah Mungkur Wonogiri, khususnya untuk membedakan lahan bervegetasi permanen (hutan) dan non-hutan).

2. Luas rata-rata penutupan lahan hutan di DTW Wonogiri seluas 25 % dan non-hutan 75 %.

3. Penutupan lahan berhutan terluas berada di sub DAS Solo Hulu sebesar 54 %. Wiroko 51 %, Unggahan 36 %, Keduang 26 %, Wuryantoro 23 %, Alang 12 % dan terkecil di sub DAS Temon 11 %.

4. Sub DAS dengan formasi vulkanik muda (Keduang) memiliki hubungan erat antara % luas hutan yang ada dengan nilai koefisien limpasannya SubDAS dengan formasi campuran vulkanik tua dan kapur, nilai koefisien limpasannya sebesar 1.4 – 2.5 kali % luas hutan. Sub DAS dengan formasi kapur, nilai koefisien limpasannya (C) sebesar 1.3 kali % luas hutan. 5. Rehabilitasi dengan penanaman kembali Tahun Anggaran

2006-2009 sebanyak 3000 bibit untuk luasan 7,5 Ha, mempergunakan jenis-jenis Jati kebon, Mahoni, Sono Sessa dan lain lain setelah 3 bulan menunjukkan bibit yang hidup 54,38 %, merana 18,75 %, dan mati 26,87 %.

6. Prasetya (2013) Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Erosi di Daerah Tangkapan

1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan dan menganalisa erosi permukaan lahan dari penggunaan lahan tahun 1998 (peta RBI), 2004

1. Perubahan penggunaan lahan periode 1998-2004 seluas 28,06 Ha menyebabkan peningkatan erosi sebesar 10,776,96 ton, perubahan penggunaan lahan periode tahun 2004-2010 seluas 22,72 ha menyebabkan peningkatan erosi sebesar 6,980,36 ton

(11)

Lokasi Penelitian: DTA Waduk Sermo

2. Mengetahui perubahan umur manfaat layanan waduk berdasar perubahan penggunaan lahan serta memberikan masukan konservasi lahan.

Metode penelitian:

Analisis kuantitatif dari nilai erosi permukaan lahan dibandingkan dengan data echosounding untuk mengetahui SDR.

2010 berkurang selama 2 tahun 33 tahun menjadi 31 tahun.

7. Nanik Lisawati (2014)

Pengaruh Vegetasi Kawasan Sabuk Hijau (Green Belt) Waduk Sermo Kulon Progo terhadap Kenampakan Hasil Proses Erosi dan Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat.

Lokasi penelitian: Green Belt Waduk Sermo

1.Mengetahui strata dan komposisi jenis vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo

2.Mengkaji hubungan vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang terjadi

3.Mengkaji nilai pemanfaatan lahan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo oleh masyarakat sekitar waduk

Metode yang digunakan:

Deskriptif kuantitatif analisis vegetasi, regresi logistik hubungan vegetasi dan erosi visual, analisis likert sikap petani penggarap Sabuk Hijau waduk Sermo

1. Kelapa dan Sengon menjadi ciri khas vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo. Terdapat 28 jenis vegetasi yang termasuk dalam 15 famili dalam strata pohon, tiang, sapihan, dan semai dengan nilai keragaman (H) sedang

2. Kenampakan hasil proses erosi di Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo menunjukkan adanya erosi percik, erosi lembar, erosi alur dan erosi parit. Jenis pohon yang berbeda mempunyai daya cegah terhadap erosi yang berbeda yang dapat dilihat dari kenampakan hasil proses erosi di bawah tegakan tunggal. Analisis regresi logistik terhadap variabel independen menunjukkan hanya variabel LBDS (Luas Bidang Dasar Pohon) yang mempengaruhi kejadian erosi. Semakin besar LBDS semakin kecil peluang kejadian erosi.

3. Nilai pemanfaatan langsung hasil Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo menurut petani penggarap adalah besar sehingga keterlibatan pemanfaatan areal sabuk hijau sulit untuk dicegah. PSDA DIY, Pemda Kulonprogo dan petani sabuk hijau mempunyai kepentingan yang berbeda terhadap keberadaan sabuk hijau Waduk Sermo.

(12)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji strata dan komposisi jenis vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo.

2. Menganalisis hubungan vegetasi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo dengan kenampakan hasil proses erosi yang terjadi.

3. Menganalisis nilai pemanfaatan lahan Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo oleh masyarakat sekitar waduk.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat hasilpenelitian ini diharapkan:

1. Memberi informasi bagi pemerintah khususnya bagi BPSDA DIY dan Pemda Kulonprogo tentang kondisi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo untuk peningkatan pengelolaan selanjutnya.

2. Memberi informasi dan wacana rasa tanggung jawab bersama untuk mengedepankan pentingnya fungsi Kawasan Sabuk Hijau Waduk Sermo sebagai Hutan Lindung.

3. Memberi sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan di lingkungan akademis dan masukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat menelitii topik pengaruh vegetasi terhadap kenampakan hasil proses erosi dan pemanfaatan kawasan sabuk hijau.

Referensi

Dokumen terkait

a) Perilaku waktu pembayaran zakat profesi: 32% muzakki memilih mengeluarkan zakat profesi saat mendapatkan gaji dan 68% muzakki memilih mengeluarkan zakat profesi

tetapi juga sebagai media untuk menarik minat remaja mempelajari sejarah Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di nusantara serta

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan pada abnormal return, volume perdagangan saham, dan variablitas tingkat keuntungan sebelum dan sesudah pengumuman right

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman

bahwa dalam upaya mengoptimalkan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pemerintah dalam mengelola/menyajikan data Kependudukan yang akurat dengan pemanfaatan teknologi Informasi

Gerakan tersebut ditujukan untuk kawan atau dapat juga dikembalikan kepada lawan yang fungsinya sebagai smes yaitu dengan cara melakukan gulingan badan (seperti salto) dan

Apabila kemudian teks Nabi Aparas yang hadir dalam naskah Merbabu mewujud dalam bentuk prosa serta mengandung fitur-fitur lain yang juga hadir dalam teks Melayu, artinya

Menu Lihat Jadwal akan menampilkan jadwal kerja teknisi dan menu info teknisi akan menampilkan biodata teknisi, dan masing- masing dapat dilihat yang tersimpan dalam