• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU KURSUS

DI LUAR SEKOLAH DENGAN TINGKAT STRES

PADA ANAK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh : Anugerah NIM : 059114086

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

I see trees of green, red

roses too I see them

bloom, for me and you, and

I think to myself what a

wonderful world. I see skies

of blue, and clouds of white the

bright blessed day, the dark sac- red

night, and I think to myself what a wonderful world. The colors o f the

rainbow, so pretty in the sky are

also on the faces, of people go ing by,

I see friend, shaking hands, saying

‘How do you do?’ They really say

ing I lo ve you. I hear babies

cry, I watch them

grow They’ll learn much

more, than I’ll ever know and

I think to myself what a wonderful world. and I think to myself

what a wonderful world….

(5)
(6)

vi

DENGAN TINGKAT STRES PADA ANAK Anugerah

ABSTRAK

(7)

vii

THE RELATION BETWEEN THE AMOUNT OF TIME SPENT FOR STUDYING AT AN OUT OF SCHOOL HOUR COURSE AND THE

STRESS LEVEL IN CHILDREN Anugerah

ABSTRACT

This research is aimed at perceiving the correlation between the amount of time spent for studying at an out of school hour course, and the stress level in children. It is sort of a relational research using 2 variables; amount of time spent for studying at an out of school hour course as an independent variable, and stress level of children as dependent variable. The independent variable is registered by collecting data of amount of hours spent for studying at an out of school hour course every week. This variable is meant for all courses taken by children out of school hours. The extracurricular activities is included in this variable since in the subject school, the extracurricular activities is not compulsory. Subject in this research are 5th grade school children in Tarakanita Bumijo elementary school. The try out subjects are 53 children, while subjects in the real test are 86 children. The data are analyzed using Product Moment by Karl Pearson (Pearson’s Product Moment). The final result of this research reflect that there is no significant correlation between amount of time spent for studying at an out of school hour course and stress level in children. This showed by the significant value 0,108 (0,108 > 0,05).

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Skripsi yang berjudul ‘hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak’ ini saya mulai dengan mencoba mengamati hal-hal menarik apa yang ada di lingkungan saya. Kebetulan sebagai guru les, kerap kali saya berhubungan langsung dengan anak-anak, mulai dari anak kelas 2 SD hingga SMP. Dunia anak sangatlah unik, setiap anak memiliki ciri khas. Ciri khas dalam hobi, berperilaku, mengatasi masalah, ataupun dalam proses belajarnya.

Saya melihat bahwa anak adalah seseorang yang penuh tanda tanya akan dunia. Anak selalu mencari jawaban atas sesuatu yang menurutnya menarik atau membuatnya penasaran. Sudah sepantasnya apabila orang yang lebih dewasa mencoba memfasilitasi mereka dengan berbagai hal yang mendukung proses pembelajarannya, atau dengan kata lain proses pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya tentang dunia ini.

Orang dewasa bukanlah orang yang tahu segalanya. Orang dewasa hanyalah orang yang secara kebetulan lahir terlebih dahulu ketimbang anak-anak. Sehingga menurut saya orang dewasa sebaiknya tidak memperlakukan anak sesuai apa yang ia pikirkan. Orang dewasa dan anak-anak adalah sama, mereka sama-sama manusia yang hidup dan sedang dalam pencarian jawaban atas dunia ini. Sebaiknya orang dewasa tidak ‘membuatkan’ jawaban pada pencarian anak, tetapi hanya ‘mengantarkannya’ ke jalan yang akan dilaluinya sendiri.

(10)

x

pribadi lebih menghargai orang tua yang bertingkat ekonomi pas-pasan, tetapi memperhatikan anaknya secara langsung, ketimbang orang tua dengan tingkat ekonomi tinggi tetapi hanya memberikan perhatian melalui pembiayaan sekolah dan les-les bagi anaknya.

Mengenai hal yang terakhir tersebut, saya memiliki beberapa pengalaman yang sangat menarik. Seorang anak laki-laki kelas 2 SD, yang kebetulan memiliki orang tua dengan status ekonomi cukup tinggi. Ia memiliki banyak sekali kegiatan, mulai dari sekolah hingga berbagai macam kursus. Dan yang unik adalah, orang tua anak tersebut sama sekali tidak hafal akan jadwal anaknya sendiri. Perasaan yang muncul di diri saya adalah saya merasa kasihan terhadap anak itu. Sebagai guru lesnya, tentu saja saya memiliki target, tetapi melihat kondisi anak yang memiliki jadwal ‘kerja’ seperti itu, saya menjadi kasihan dan tidak mau menuntut banyak dari dia. Saya malah cenderung mengajaknya bermain, dengan harapan ia menjadi lebih rileks dan bisa melanjutkan aktivitasnya dengan ceria.

Selain hal tersebut, saya juga bertemu dengan beberapa pengalaman lain. Baik yang saya alami sendiri, hingga yang saya temui lewat diskusi dengan beberapa teman pengajar maupun mahasiswa. Sebuah hal yang menurut saya menarik dan saya coba angkat menjadi judul skripsi saya.

(11)

xi

• Bapak, Ibu, Adek, Mbak Sari, Ndut. Keluargaku yang luar biasa. Aku

benar-benar beruntung bisa ada di rumah yang indah ini.

• Ibu Dewayani, dosen pembimbing skripsi, yang teliti dan selalu

mengangkat saya dengan caranya yang khas, untuk lebih yakin dan siap dalam penggarapan skripsi.

• Ibu Ari, dosen pembimbing akademik, yang dengan tersenyum terus

menerus menemani mahasiswanya, mulai dari ‘mengetok pintu’ sampai ‘pamitan’.

• Bapak Eddy Suhartanto, dekan Fakultas Psikologi. Terima kasih atas

bimbingan dan bantuan dalam melakukan penelitian ini.

• Ibu Tanti Arini, dosen Psikologi Kesehatan. Terima kasih atas kesempatan

diskusi mengenai topik yang saya angkat dalam penelitian ini.

• Bapak Agung Santoso dan Ibu Nimas Eki Suprawati, terima kasih atas

diskusi yang sangat membantu.

• Semua dosen dan karyawan Fakultas Psikologi. Terima kasih untuk semua

proses yang sudah berjalan di fakultas ini. Proses yang saya rasakan sangat manusiawi dan nyaman sekali.

• Koordinator Kepala Sekolah SD Tarakanita Bumijo, Bapak Agus Y.

Purnama. Terima kasih atas izin dan sambutan dari sekolah Bapak.

• Mbak Venny dan Mbak Sari, guru BK di SD Tarakanita Bumijo. Terima

kasih banyak untuk bantuan-bantuannya.

• Semua guru dan karyawan SD Tarakanita Bumijo. Terima kasih atas

(12)

xii

yang ramah dan bantuan dalam mengerjakan penelitian ini.

• Norman Mahardika, terima kasih untuk gambar kartun yang sangat

membantu.

• Sahabat baikku, Thomas Fajar Adi Nugroho dan Agung Sudarmanto, ayo

semangat garap skripsi, bro!. I Rai Hardika, yang sudah melangkah jauh lebih dulu. Sukses untuk ke depan!

• Ellen, gek ndang nyusul! Ayo semangat garap skripsi, kita maju bersama

ya! Sukses buat kita!

• Mas Mbong (Pancasona Adji), pelatih PSM Cantus Firmus, Universitas

Sanata Dharma. Terima kasih untuk semua pendampingan, proses belajar, dan diskusi yang sangat menarik tentang topik penelitian ini.

• Ibu Susana Sri Anggorowati, pengajar Bahasa Indonesia dan paduan suara

di SD Johannes don Bosco, Baciro. Terima kasih untuk semua bantuan dan dukungan Ibu.

• Arya (2005), Krisna dan Oik (2007), terima kasih untuk pinjaman buku

yang sangat membantu.

• Mas Pam-pam, Mbak Mia, Adi, dan Aryo, terima kasih untuk saran yang

sangat berharga.

• Andy Gomez, pianis dan musisi Jazz. Terima kasih untuk bimbingan dan

permainannya.

(13)

xiii

• Dito, musisi dari gereja Baciro, terima kasih untuk semua dukungan,

semoga sukses selalu. Ayo nyusul, bro!

• B-flat. Kelompok musik yang unik. Kita tunjukkan pada dunia kalau PSM

punya pemusik yang tidak kalah dari Andy Gomez Quintet.

• Bagong, Tristan, Soemar, Rezka, dan teman-teman PSF Angel’s Voice,

terima kasih untuk kesempatan membantu mempersembahkan sebuah musik bersama untuk teman-teman kita.

• Semua teman-teman angkatan 2005, bimbingan akademik Ibu Kristiana

Dewayani dan Ibu Maria Laksmi Anantasari, terima kasih untuk semua kebersamaan kita.

• Semua teman-teman Fakultas Psikologi, teman-teman Eksis, terima kasih

untuk semua pembelajaran yang sangat menarik di sini.

• Teman-teman PSM Cantus Firmus angkatan lama hingga angkatan baru.

Terima kasih untuk semuanya.

• Akhirnya, terima kasih juga untuk Emelia Dwianita Satriavi beserta

(14)

xiv

masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga karya ini bisa berguna bagi siapa saja yang membutuhkan, terutama yang tertarik pada bidang ini. Semoga pendidikan untuk anak menjadi lebih baik ke depannya, tidak hanya menjadikan anak memiliki ‘otak’, tetapi juga menjadikan anak seorang ‘manusia’ yang utuh.

(15)

xv DAFTAR ISI

Halaman Judul ………. i

Halaman Persetujuan Pembimbing ………. ii

Halaman Pengesahan ………... iii

Halaman Persembahan ……… iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya ……….. v

Abstrak ……… vi

Abstract ………... vii

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis ... viii

Kata Pengantar ……… ix

Daftar Isi ………. xv

Daftar Tabel ……… xviii

Daftar Lampiran ……….. xix

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah ………... 6

C. Tujuan Penelitian ……… 6

(16)

xvi

A. Stres pada Anak ………... 8

1. Pengertian stres ………... 8

2. Faktor stres pada anak ………. 9

3. Aspek-aspek respon stres pada anak ……… 10

4. Masa akhir anak-anak ……….. 11

B. Kursus di Luar Sekolah ……….... 14

1. Definisi ………. 14

2. Kursus sebagai penyebab stres pada anak ……… 15

3. Faktor di dalam kursus yang bisa mereduksi stres ... 16

C. Hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak ……….... 18

D. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 22

A. Jenis Penelitian ……….... 22

B. Identifikasi Variabel ……… 22

C. Definisi Operasional Variabel ………. 22

D. Subyek Penelitian ………. 24

E. Metode Pengumpulan Data ……….. 24

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……….. 27

G. Metode Analisis Data ………... 28

(17)

xvii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 31

A. Persiapan Penelitian ……….. 31

B. Pelaksanaan Penelitian ……….. 32

1. Waktu pelaksanaan penelitian ………... 32

2. Cara pelaksanaan penelitian ……….. 32

C. Hasil Penelitian ………. 33

1. Deskripsi data penelitian dan kategorisasi tingkat stres subyek ………... 33

2. Uji asumsi penelitian ………. 35

3. Uji hipotesis ………... 36

D. Pembahasan ……… 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 44

A. Kesimpulan ………. 44

B. Saran ………... 44

Daftar Pustaka ……… 47

(18)

xviii

1. Tabel 1. Kisi-kisi skala tingkat stres anak sebelum try out ... 26

2. Tabel 2. Kisi-kisi skala tingkat stres anak dalam tes yang sesungguhnya (setelah try out) ………... 26

3. Tabel 3. Keterangan waktu pengambilan data ………... 32

4. Tabel 4. Deskripsi data penelitian ...……... 33

5. Tabel 5. Tampilan Scatterplot data hasil penelitian ... 34

6. Tabel 6. Persamaan kategorisasi ... 34

7. Tabel 7. Kategorisasi tingkat stres pada anak ... 35

8. Tabel 8. Rangkuman perhitungan uji normalitas……….... 35

9. Tabel 9. Rangkuman perhitungan uji linearitas ……….. 36

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Pertanyaan pengontrol faktor penyebab stres dan skala

tingkat stres anak (try out) ... 49 2. Lampiran 2. Data hasil uji coba skala tingkat stres anak ………... 58 3. Lampiran 3. Data reliabilitas dan seleksi aitem

skala tingkat stres anak ……... 64 4. Lampiran 4. Pertanyaan pengontrol faktor penyebab stres dan skala

tingkat stres anak (tes yang sesungguhnya) ………... 65 5. Lampiran 5. Data hasil penelitian tingkat stres anak ……….. 73 6. Lampiran 6. Deskripsi data penelitian dan tampilan Scatterplot ……… 81 7. Lampiran 7. Uji asumsi (uji normalitas dan uji linearitas) dan uji

(20)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak dilahirkan, seorang anak membutuhkan bantuan dari orang dewasa untuk membantunya dan membimbingnya dalam berbagai hal untuk menuju kedewasaan. Masa-masa seperti itu merupakan masa yang sangat panjang bagi seorang anak. Anak seyogyanya menggunakan kesempatan tersebut sebaik mungkin untuk memperoleh berbagai kebiasaan, kemampuan menggunakan pikiran, ilmu pengetahuan, keterampilan fisik, dan lain sebagainya. Tujuannya agar kelak bisa hidup mandiri, mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga, pekerjaan, maupun di masyarakat (Pohan, 1986).

Fenomena yang terjadi adalah bahwa anak zaman sekarang sangat sibuk. Di sekolah, selain mengikuti pelajaran di kelas, biasanya anak juga diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Hal itu masih ditambah lagi dengan pendidikan di tempat kursus. Tidak sedikit anak yang diikutkan berbagai macam kursus, seperti kursus matematika, bahasa asing, kesenian, olah raga, robotik atau mesin, dan berbagai macam kursus lainnya.

(21)

2

olahraga, lalu setelah selesai semua itu kembali ke rumah dengan segudang tugas dan pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan (www.hyper-parenting.com). Hal serupa juga diungkapkan oleh sebuah sumber sebagai berikut :

“Susahnya, tekanan terhadap anak tak hanya terjadi di satu lingkungan saja seperti sekolah. Banyak orang tua mengisi waktu anak sepulang sekolah dengan berbagai les, mulai dari les musik, balet, les matematika, sampai les olahraga. Waktu yang begitu mendesak, bahkan untuk sekadar mengisi perut sering kali tanpa disadari menaikkan adrenalin. Jika sampai di tempat les, dia dituntut lagi untuk berkompetisi dengan teman-teman lainnya, lengkap sudah tekanan yang dialaminya.” (Kompas, Maret 2004).

Susana Sri Anggorowati (wawancara pribadi, 18 April 2009), seorang guru paduan suara dan bahasa Indonesia di sekolah dasar Kanisius Baciro, memberikan gambaran singkat mengenai kondisi anak-anak saat ini, dalam hubungannya dengan mengikuti kursus. Beliau mengatakan bahwa mengikuti kursus memang merupakan hal yang baik untuk perkembangan anak-anak. Anak akan mempunyai spesialisasi di bidangnya sendiri dan juga mempunyai teman yang lebih banyak ketimbang hanya teman di sekolah dan di rumah. Tetapi masalahnya akan berbeda ketika anak mengikuti terlalu banyak kursus, sehingga memiliki waktu kursus yang lama.

(22)

seorang anak-anak. Anak akan kehilangan waktunya untuk bermain, belajar bersosialisasi, belajar berekspresi, dan lain-lainnya.

Ibu Susana juga menambahkan bahwa di sekolah, anak-anak yang mengikuti terlalu banyak kursus tersebut menunjukkan gejala-gejala anak yang tertekan dan memiliki tingkat stres yang tinggi, seperti mudah mengantuk, kurang bisa berfokus pada hal yang sedang dikerjakannya, temperamen yang kurang stabil, dan memiliki kecenderungan perilaku membangkang atau tidak patuh pada orang yang lebih dewasa.

Masa akhir anak-anak adalah masa bermain bagi anak-anak. Anak membutuhkan banyak aktivitas bermain untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan mereka. Namun, yang terjadi justru seringkali sebaliknya, anak malah cenderung meninggalkan aktivitas permainan fisik. Terlalu banyak memasukkan anak ke berbagai lembaga kursus, tentu saja akan menyita banyak sekali waktu anak. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk bermain, sekarang menjadi harus tersita untuk mengikuti kursus dan mengerjakan berbagai tugas dari tempat kursus. Padahal menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2007), justru melalui aktivitas bermain anak akan belajar banyak hal, mulai dari bersosialisasi dengan teman seusia, belajar mengembangkan kemampuan motorik, hingga mengasah kemampuan kognitif dan kecerdasan emosinya.

(23)

4

situ. Mereka juga masih harus menyelesaikan pendidikan di berbagai tempat kursus. Dan tidak sedikit pula anak yang diikutkan kursus oleh orang tuanya lebih dari satu macam kursus. Pelajaran di sekolah, ditambah ekstrakurikuler, dan pelajaran dari tempat-tempat kursus, masih ditambah dengan tugas dari masing-masing tempat tersebut, membuat kehidupan anak-anak menjadi sangat sibuk.

Di tempat kursus, anak mendapatkan tekanan yang tidak kecil. Mulai dari tekanan untuk berprestasi dari orang tua atau dari guru kursus, persaingan dengan teman-teman lainnya, adanya ujian kenaikan tingkat, dan tugas-tugas untuk dilatih atau dikerjakan di rumah. Dalam mengikuti kursus, anak mendapatkan materi-materi pelajaran sesuai bidang kursus tersebut. Situasi tersebut selalu menuntut anak untuk berkonsentrasi, sehingga anak pun menjadi lelah. Anak dengan waktu kursus yang lama akan menghadapi tekanan yang lebih kompleks lagi. Anak dengan waktu kursus yang lama, akan lebih sering berada dalam situasi menerima materi pelajaran. Keletihan karena harus berada dalam situasi belajar terus menerus, harus dialami oleh anak dalam usia yang relatif masih kecil.

Tugas dan materi pelajaran dalam proses pendidikan kursus akan terus berkembang, persaingan semakin menguat, dan tekanan untuk berprestasi tentu juga semakin besar. Bagi anak dengan waktu kursus yang lama, hal ini berarti bahwa tekanan yang ada akan menjadi jauh lebih besar.

(24)

aspek dalam diri seseorang, yaitu aspek fisik dan psikologis, yang meliputi aspek kognitif, emosi, dan perilaku (Sarafino, 1990).

Secara fisik, terdapat beberapa hal yang mungkin terjadi pada seseorang yang mengalami stres. Contohnya seperti sakit kepala, capai, lelah, sakit perut, mual-mual, berdebar-debar, dada sakit, dan keringat dingin keluar (Iswinarti & Haditono, 1999). Anak dengan waktu kursus yang lama, akan merasakan kelelahan pada fisiknya. Karena dengan waktu kursus yang lama, waktu istirahat anak menjadi berkurang.

Susana Sri Anggorowati (wawancara pribadi, 18 April 2009) juga menyampaikan beberapa hal mengenai akibat jangka panjang pada anak yang mengalami stres, berdasarkan pengalaman beliau. Pada aspek kognitif, anak akan mengalami kesulitan untuk berfokus pada pekerjaan yang sedang dilakukannya. Konsentrasi anak pada suatu hal tidak tahan lama, melainkan cepat beralih ke hal lainnya. Hal tersebut bisa mengakibatkan hasil belajar anak pun tidak maksimal.

Kecenderungan perilaku membangkang pada anak bisa muncul dalam dua bentuk. Yang pertama adalah anak akan menjadi lebih agresif dan menunjukkan perilaku yang cenderung memberontak terhadap orang dewasa. Atau yang kedua, anak malah menjadi lebih pasif, namun memunculkan kecenderungan perilaku membangkang lewat cara-cara yang tidak terduga di kemudian hari.

(25)

6

tidak mengikuti kursus di luar sekolah. Meskipun begitu, hasil observasi di sebuah tempat kursus, dan hasil wawancara dengan beberapa orang guru sekolah dasar maupun guru kursus memberikan data yang berbeda dengan hasil penelitian tersebut. Dalam proses pencarian data awal ditemukan tidak sedikit anak yang menunjukkan gejala-gejala anak stres, seperti tingkah laku yang agresif atau sebaliknya sangat pasif, perilaku melamun dan sulit berkonsentrasi, mudah lelah, dan beberapa gejala lainnya. Oleh karena itu, peneliti berniat untuk tetap melakukan penelitian ini, namun dengan memperhatikan beberapa catatan yang ditulis peneliti sebelumnya.

Penelitian kali ini ingin lebih mendalami hasil penelitian tersebut, terutama berfokus hanya pada anak-anak yang mengikuti kursus. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat di dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi : “Apakah ada hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak?”

C. Tujuan Penelitian

Terdapat dua buah tujuan dari penelitian ini, yakni :

(26)

2. Mengetahui besarnya pengaruh dan kemampuan prediksi dari jenis kursus terhadap tingkat stres pada anak.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat menambah khazanah teoritis di bidang Psikologi Perkembangan Anak dan Psikologi Kesehatan, terutama masalah perkembangan masa akhir anak-anak dalam hubungannya dengan stres.

b. Penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan di bidang pendidikan anak terutama pendidikan non-formal.

c. Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pengaruh dan prediksi terhadap tingkat stres pada anak berdasarkan jenis kursus yang diikuti.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadikan bahan refleksi dan informasi untuk orang tua dalam memberi bekal pendidikan pada anak agar sesuai dengan kemampuan dan tugas perkembangan anak.

(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres pada Anak 1. Pengertian stres

Sarafino (1990), mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan, yang menimbulkan kesenjangan jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi, dengan sumber daya sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seorang individu. Hans Selye (dalam Blom, Cheney, Snoddy, 1986) mengungkapkan bahwa stres adalah bagian yang alami dari kehidupan.

Blom et al. (1986), mengatakan bahwa terdapat 2 komponen di dalam stres, yakni stresor dan respon individu terhadap stresor tersebut. Stresor adalah kejadian-kejadian di dalam kehidupan yang menyebabkan ketidakseimbangan di dalam diri individu. Ketidakseimbangan ini akan mendorong individu untuk melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri terhadap stresor tersebut disebut dengan respon. Saat terdapat sebuah stresor dan respon terhadap stresor tersebut, bisa disimpulkan bahwa tingkat stres mulai meningkat.

(28)

Secara umum bisa disimpulkan bahwa stres adalah kondisi tertekan pada seorang individu dengan dua aspek, yakni stresor dan respon terhadap stresor itu sendiri, yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari lingkungan yang tidak sesuai dengan kemampuan di dalam diri individu. Bayi, anak, remaja, dan dewasa semua bisa mengalami stres. Sumber penyebab stres mungkin berubah-ubah seiring perkembangan manusia, tetapi kondisi stres bisa muncul kapan saja sepanjang hidup manusia (Sarafino, 1990).

2. Faktor stres pada anak

Blom et al. (1986) mengatakan bahwa secara umum, terdapat beberapa hal yang berpotensi menjadi stresor bagi diri anak. Beberapa hal tersebut antara lain relasi dengan orang lain, bentuk tubuh, lingkungan fisik, dan pengalaman psikis personal. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa faktor stres tersebut : a. Relasi dengan orang lain

Relasi manusia pada diri anak berpusat di keluarga dekatnya seperti orang tua dan saudara kandungnya. Seiring pertumbuhan diri anak, relasinya dengan orang lain semakin meluas dan bertambah luas pulalah stresor potensial yang ada di sekelilingnya.

b. Bentuk tubuh (body experiences)

(29)

10

tinggi badan paling rendah di kelas, atau memiliki tubuh yang cacat, bisa menjadi stresor potensial bagi diri seorang anak.

c. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik digambarkan sebagai lingkungan tempat di mana anak tinggal atau banyak beraktivitas. Lingkungan yang kurang nyaman bagi anak, dan sering menimbulkan gangguan dalam beraktivitas bisa menjadi stresor yang potensial juga bagi diri anak.

d. Pengalaman psikis personal (personal psychological experiences)

Faktor ini melingkupi berbagai hal yang bisa memberikan perasaan tidak nyaman atau bahkan ketakutan dalam diri anak, seperti mimpi buruk, tersesat dan hilang dari penjagaan orang tua, kehilangan teman dekat, dan mengalami tekanan untuk selalu berprestasi.

3. Aspek-aspek respon stres pada anak

Respon-respon stres terdiri dari 2 komponen, yakni : a. Komponen Psikologis

1) Kognitif

Tingkat stres yang tinggi dapat mengurangi fungsi memori (memory) dan perhatian (attention) individu dalam aktivitas yang banyak menggunakan fungsi kognitif (Sarafino, 1990).

2) Emosi

(30)

gangguan pola makan dan tidur, dan memiliki penghargaan diri yang rendah serta sering menyalahkan diri mereka sendiri atas masalah yang terjadi (Rosenhan & Seligman, dalam Sarafino, 1990).

3) Perilaku

Individu dengan tingkat stres tinggi akan cenderung menghindari komunikasi dengan orang lain, menjadi lebih mementingkan diri sendiri, dan memiliki perilaku yang lebih agresif (Sarafino, 1990). Anak sering menggigit kuku, menggertakkan gigi, menarik telinga, rambut, atau pakaian, makan atau tidur secara berlebihan atau malah kesulitan, tidak sabar dan terburu-buru, mencari perhatian yang berlebihan, tertawa atau malah tegang secara berlebihan, cengeng, mudah terkejut, kehilangan minat untuk sekolah, cemas atau gemetaran, mengompol, mimpi buruk, sering menuntut pembenaran, dan sering melamun (Kompas, 21 Maret 2004).

b. Komponen Fisik

Tingkat stres yang tinggi akan meningkatkan rangsangan-rangsangan fisik, contohnya seperti meningkatnya detak jantung, keringat dingin keluar, pusing, lelah, sakit perut, frekuensi buang air kecil dan besar meningkat, mual atau muntah-muntah (Iswinarti & Haditono, 1999).

4. Masa akhir anak-anak

(31)

12

adalah aspek-aspek pada perkembangan anak, yang mengalami proses pengembangan pada masa akhir anak-anak :

a. Fisik

Santrock (2002), mengatakan bahwa dalam usia ini, pertumbuhan fisik anak lambat dan konsisten. Masa ini disebut sebagai masa tenang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja. Pada masa ini, mereka memperoleh kendali yang lebih besar atas tubuh mereka. Mereka membutuhkan banyak aktivitas fisik untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan mereka yang sedang berkembang. Namun sayangnya, saat ini banyak sekali anak-anak yang menghabiskan lebih banyak waktunya di dalam rumah seperti bermain Playstation, menonton televisi, dan bukannya bermain kejar-kejaran atau permainan olah raga di luar rumah.

b. Kognitif

Berdasarkan pendekatan Piaget (dalam Papalia et al., 2007), perkembangan kognitif anak pada usia ini mulai memasuki tahap operasional konkrit. Mereka mulai mampu berpikir secara logis, karena mereka sudah tidak terlalu berpusat pada dirinya sendiri (egosentris) daripada sebelumnya, dan mampu melakukan pertimbangan berdasarkan beberapa aspek yang ada di dalam suatu situasi.

(32)

c. Emosi

Selain itu, menurut Papalia et al. (2007), perkembangan kognitif membuat anak pada usia ini semakin mampu mengenali dan mengontrol emosi mereka. Sejalan dengan pertumbuhan anak, mereka menjadi semakin menyadari perasaan diri sendiri dan orang lain.

d. Sosial

Papalia et al. (2007) juga mengatakan bahwa dalam masa akhir anak-anak, empati anak menjadi semakin terbentuk. Mereka cenderung mengembangkan hubungan dengan orang lain. Anak yang pro-sosial, cenderung bertindak tepat dalam berbagai situasi sosial, terbebas dari emosi-emosi negatif, dan mampu menyelesaikan permasalahan secara konstruktif.

Gunarsa (1981) juga mencatat tugas-tugas perkembangan anak-anak pada masa akhir anak-anak, yakni :

a. Mengembangkan kemampuan fisik dengan melakukan olah raga atau permainan fisik

b. Belajar membuat pertimbangan sendiri atas sikap-sikap dirinya sebagai pribadi yang sedang berkembang

c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya

d. Mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung

e. Mengembangkan nurani, moralitas, dan skala nilai f. Memperoleh kebebasan pribadi

(33)

14

Aspek perkembangan fisik, emosi, kognitif, dan sosial anak banyak berkembang dalam masa-masa ini. Perkembangan yang baik adalah yang mencakup semua hal yang memang menjadi tugas perkembangan anak pada masanya. Gunarsa (1981) mengatakan bahwa aspek-aspek perkembangan tersebut memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Apabila di salah satu aspek mengalami hambatan atau tekanan, akan berpengaruh pada aspek yang lainnya. Di saat perkembangan anak menyimpang dari norma-norma yang ada, akan berakibat timbulnya kesulitan dalam penyesuaian diri secara sosial, emosional, dan kepribadian terhadap dunianya.

Anak membutuhkan pengembangan yang seimbang di dalam semua aspek perkembangannya. Mereka membutuhkan sarana yang tepat untuk mengembangkan semuanya secara merata. Dengan meratanya aspek-aspek perkembangan tersebut, anak bisa menghadapi tugas-tugas perkembangan berikutnya dengan lebih mantap.

B. Kursus di Luar Sekolah 1. Definisi

Proses pendidikan dibagi menjadi 2 macam, pendidikan formal dan non-formal. Pendidikan formal adalah proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Sedangkan pendidikan non-formal adalah proses pendidikan yang dilakukan di luar sekolah. Contoh pendidikan non-formal adalah kursus.

(34)

sekolah (bersifat mengembangkan keterampilan anak). Seperti pendidikan musik, bahasa asing, keterampilan sempoa, seni tari, seni lukis, seni musik, dan keterampilan olah raga. Namun, terkadang juga ada kursus yang justru menawarkan pendidikan yang menjadi prioritas di sekolah, dengan maksud untuk menunjang prestasi pelajaran tersebut di sekolah. Seperti kursus matematika, fisika, kimia, dan mata pelajaran-mata pelajaran lain yang diajarkan di sekolah.

Anak mendapatkan berbagai materi pelajaran di tempat kursus, sesuai dengan jenis kursusnya. Kursus (sebagai lembaga atau privat) biasanya mempunyai acuan kurikulum sendiri, yang akan diperlakukan sebagai target bagi kemajuan pendidikan murid-muridnya. Untuk bisa bertahan atau bahkan berprestasi, anak dituntut untuk menguasai materi yang diajarkan. Dan untuk itu, anak akan dituntut untuk bisa berkonsentrasi menerima materi pelajaran setiap kali mengikuti kursus.

2. Kursus sebagai penyebab stres pada anak

(35)

16

a. Tuntutan akademik

Di dalam mengikuti kursus, anak akan mendapatkan berbagai materi pendidikan sesuai jenis kursus tersebut. Di dalam mengikuti pelajaran, tentu akan dituntut konsentrasi yang cukup dari diri anak, sehingga materi pun bisa tersampaikan dengan baik. Ujian atau tes, dan pekerjaan rumah, juga memberikan tekanan bagi anak. Anak dengan waktu kursus yang terlalu lama, akan menghadapi situasi seperti ini jauh lebih sering.. Tekanan yang berlebihan seperti ini bisa menyebabkan stres pada anak.

b. Kompetisi yang berlebihan

Kompetisi bisa terjadi saat terdapat suatu perlombaan di sebuah tempat kursus, atau saat mengikuti ujian dan anak berlomba untuk mendapatkan nilai yang terbaik, atau bahkan bisa juga terjadi dalam lingkup mengikuti pelajaran. Anak berlomba untuk menjadi yang terbaik di kelasnya. Kondisi kompetisi tersebut menimbulkan ketegangan pada anak, dan apabila anak terlampau sering berada dalam situasi tersebut, tingkat stres anak berpotensi untuk meningkat.

c. Perilaku agresif

Beberapa contoh perilaku agresif di tempat kursus, seperti ancaman dan hukuman dari pihak yang lebih berkuasa, dan intimidasi dari guru kursus.

3. Faktor di dalam kursus yang bisa mereduksi stres

(36)

a. Bertemu dengan banyak teman

Di dalam tempat kursus, anak akan bertemu dengan banyak teman-teman yang baru di luar dari teman di sekolah dan lingkungan rumah. Hal tersebut sesuai dengan tugas perkembangan anak pada masanya, yakni mengembangkan relasi dengan teman-teman sebaya (Gunarsa, 1981). Kelompok yang terbentuk pada saat belajar di kursus, tidak hanya bisa menjadi kelompok untuk belajar bersama, tetapi juga bisa menjadi teman bermain (Karlina, 2003).

b. Kemasan kursus yang menarik bagi anak

Berikut ini adalah cuplikan informasi mengenai perkembangan lembaga kursus saat ini dan gambaran strategi untuk menarik minat anak :

“Gairah orangtua untuk memasukkan anaknya ke berbagai les di luar sekolah ditangkap jeli oleh para pengusaha kursus. Kursus-kursus bahasa Inggris mengembangkan sayapnya untuk membidik pasar anak-anak, bahkan untuk anak prasekolah sekalipun. Di kawasan permukiman padat, mereka berani melakukan investasi yang tidak lebih kecil dari investasi gedung sekolah. Berbeda dengan sekolah formal, mereka menampilkan diri dengan corak warna-warni yang lebih meriah untuk menciptakan suasana informal. Di beberapa lembaga kursus untuk anak-anak, mereka pun secara periodik menggelar lomba adu cepat mobil Tamiya atau gasing Bay-blade

yang lagi digandrungi anak-anak. Lembaga-lembaga kursus itu juga tidak segan-segan menyorongkan dirinya pada orangtua dengan menebar spanduk-spanduk, bahkan membuka ruang kelas di dalam kawasan perumahan.” (Kompas, Januari 2003)

(37)

18

C. Hubungan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak

Dewasa ini, tidak sedikit anak-anak yang mengikuti kursus lebih dari satu macam kursus, sehingga memiliki waktu kursus yang lama. Kecemasan orang tua akan nasib anaknya di masa depan menjadi salah satu penyebabnya, seperti yang dikatakan sebuah sumber berikut ini :

“Kompetisi yang bakal semakin ketat, keinginan untuk memperbaiki nasib anaknya, maupun pengalaman pahit di masa lalu merupakan sumber kecemasan para orangtua dari kalangan menengah-atas perkotaan saat ini. Tidak heran bila mereka kemudian bersaing menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah favorit dengan bayaran mahal. Tidak itu saja. Mereka masih belum yakin bahwa sekolah telah memberikan bekal yang diperlukan untuk masa depan anak.” (Kompas, Januari 2003)

Banyak orang tua yang ingin supaya anaknya menguasai berbagai hal dengan asumsi bisa menjadi ‘seseorang’ di kemudian hari. Untuk itu, mereka mengikutkan anak ke banyak macam kursus.

Menurut Blom et al. (1986), ternyata tidak sedikit pula stresor yang dikandung di dalam proses pendidikan seperti mengikuti kursus. Stresor-stresor tersebut antara lain tekanan akademis, kompetisi yang berlebihan, dan perilaku agresif dari luar diri anak.

(38)

Di dalam mengikuti satu macam kursus, anak akan menghadapi situasi belajar. Anak dituntut untuk berkonsentrasi untuk menerima dan memahami materi pelajaran. Kondisi itu ternyata merupakan potential stressor bagi diri anak. Di samping itu, ternyata masih ada potential stressor lain seperti kompetisi yang berlebihan, dan kemungkinan munculnya perilaku yang agresif dari luar diri anak.

Bagi anak yang memiliki waktu kursus yang lama, ia akan berada dalam situasi tersebut lebih lama. Ia harus berhadapan dengan potential stressors tersebut lebih lama daripada anak dengan waktu kursus yang lebih sedikit. Kegiatan anak akan berputar seperti itu terus, dan ia akan sangat sering berhadapan dengan potential stressor di dalam kursus. Stresor-stresor tersebut akan selalu memberikan tekanan pada diri anak, dan bahkan akan meningkat dengan bertambahnya tingkat materi pelajaran yang diberikan.

Blom et al. (1986) mengatakan bahwa, stresor-stresor tersebut berpotensi menciptakan suatu ketidakseimbangan psikologis di dalam diri anak. Faktor tekanan akademis yang terlalu sering dialami oleh anak, membuat anak terkondisikan untuk terus menerima materi dan berusaha untuk menguasainya. Anak harus terus berkonsentrasi dalam berusaha memahami materi yang diberikan. Ketidakseimbangan yang bisa terjadi adalah bahwa anak akan terkondisikan untuk mengaktifkan aspek kognitifnya melebihi kapasitas kemampuannya sendiri, sehingga anak merasa lelah.

(39)

20

meraih prestasi yang setinggi-tingginya, untuk tampil sebagai yang terbaik. Adanya banyak pesaing yang sama-sama berjuang keras membuat kompetisi yang terjadi pun tidaklah ringan. Anak akan menghadapi kondisi persaingan yang sangat ketat, ketegangan di dalam dirinya pun menjadi lebih besar, hingga memunculkan kelelahan.

Dalam prosesnya, saat anak menunjukkan perilaku yang kurang mendukung di dalam pencapaian prestasi akademis dan pemenangan kompetisi (seperti lelah, mengantuk, terlihat malas mengikuti pelajaran), anak justru berpotensi menerima stresor lainnya, yakni perilaku agresif dari luar diri anak. Anak yang kelelahan karena memiliki waktu kursus yang terlalu lama, akan mengalami kesulitan dalam menguasai materi, sehingga tidak bisa tampil menonjol dalam kompetisi. Hal tersebut berpotensi mendatangkan respon perilaku agresif, terutama dari orang tua, yang menekan mereka untuk mau lebih rajin belajar. Orang tua seringkali tidak menyadari bahwa anak menunjukkan perilaku demikian karena mengalami stres yang cukup tinggi. Pada akhirnya, perilaku agresif tersebut justru akan menambah beban anak, memberikan tekanan yang lebih besar lagi pada diri anak.

(40)

Blom et al. (1986) mengatakan bahwa di saat terdapat stresor dan respon yang menyertainya, berarti bisa dikatakan bahwa stres sudah mulai meningkat. Berdasar deskripsi di atas, terdapat stresor yang nyata dan bisa diidentifikasi. Respon anak yang menyertainya pun bisa terlihat. Dengan terdapatnya stresor dalam kursus, dan respon-respon yang muncul pada diri anak, berarti bisa dikatakan bahwa tingkat stres anak mulai meningkat.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

(41)

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional. Yakni penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara variabel lama waktu kursus di luar sekolah dengan variabel tingkat stres anak.

B. Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel sebagai berikut : 1. Variabel tergantung : tingkat stres

2. Variabel bebas : lama waktu kursus di luar sekolah

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tingkat stres

Kondisi tertekan tersebut terdiri dari dua aspek, yakni stresor dan respon terhadap stresor itu sendiri, yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari lingkungan yang tidak sesuai dengan kemampuan. Tingkat stres pada anak akan diukur berdasarkan reaksi stres yang muncul, yaitu :

(42)

b. Reaksi kognitif, yaitu sulit berkonsentrasi dan sulit mengingat

c. Reaksi emosi, yakni merasa tidak bahagia, mudah marah, tidak bersemangat, mudah putus asa, gangguan pola makan, dan memiliki penghargaan diri yang rendah

d. Reaksi perilaku, antara lain menggigit kuku, melamun, terburu-buru, membangkang, sering menuntut pembenaran, agresif, lebih mementingkan diri sendiri, dan kehilangan minat untuk sekolah.

Tinggi rendah tingkat stres anak akan dilihat dari skor total skala tingkat stres anak yang diukur berdasarkan reaksi stres anak. Semakin tinggi skor total skala tingkat stres anak, maka semakin tinggi pula tingkat stres anak tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor total skala tingkat stres anak, maka semakin rendah pula tingkat stres anak tersebut.

2. Lama waktu kursus di luar sekolah

(43)

24

D. Subyek Penelitian

Penentuan subyek penelitian ini dilakukan dengan cara purposive non-random sampling. Hadi (2004) mengatakan bahwa metode ini memilih sekelompok subyek berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu, yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Karakteristik subyek penelitian dalam penelitian ini adalah murid sekolah dasar pada tingkat perkembangan masa akhir anak-anak, yang selain mengikuti pendidikan formal di sekolah, juga mengikuti pendidikan non-formal di luar sekolah. Subyek yang dipilih adalah murid kelas lima sekolah dasar, dan sekolah yang dipilih untuk dijadikan tempat penelitian adalah SD Tarakanita Bumijo.

E. Metode Pengumpulan Data

(44)

Faktor social desirability seringkali menjadi keterbatasan di dalam metode pengambilan data menggunakan skala. Namun, hal tersebut sudah dipertimbangkan, dan diatasi dengan solusi memberitahukan kepada subyek bahwa jawaban yang diberikan adalah jawaban yang jujur, dan bukan jawaban yang baik, bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah, baik atau buruk, dan semua jawaban tidak akan dibaca oleh guru atau orang tua.

Skala tingkat stres anak ini dibuat berdasarkan aspek-aspek respon stres yang diperoleh dari teori mengenai stres, yakni aspek kognitif, emosi, perilaku, dan fisiologis. Tidak ada perbedaan bobot dalam keempat aspek stres tersebut, sehingga jumlah aitem untuk masing-masing aspek adalah rata.

Azwar (2007) mengatakan bahwa sebetulnya tidak ada batasan jumlah aitem secara umum. Namun, terdapat dua pertimbangan yang sebaiknya digunakan, yakni secara teoritis dan praktis. Pertimbangan teoritis dimaksudkan sebagai setiap aitem mampu mengungkap bagian terkecil dari suatu aspek penelitian yang digunakan. Sedangkan pertimbangan praktis mencakup waktu pengerjaan dan faktor kelelahan subyek.

(45)

26

Try out dilakukan terhadap dua kelas 5 SD Tarakanita Bumijo pada tanggal 4 September 2009 dengan membagikan skala terhadap 67 siswa. Total skala yang bisa dimasukkan perhitungan berjumlah 53, sedangkan sisanya tidak bisa digunakan karena berbagai hal. Kisi-kisi penyusunan Skala Tingkat Stres Anak dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Kisi-kisi skala tingkat stres anak sebelum try out No. Aspek Jumlah

Aitem

Favorabel Tidak Favorabel

1. Kognitif 15 7, 10, 22, 31, 37, 44, 55, 59 4, 13, 17, 26, 35, 39, 51 2. Emosi 15 21, 28, 33, 38, 41, 48, 52, 58 30, 34, 36, 40, 43, 46, 53 3. Perilaku 15 8, 9, 11, 12, 14, 16, 18, 56 19, 23, 24, 27, 29, 32, 42 4. Fisik 15 2, 3, 5, 6, 15, 20, 25, 45 1, 47, 49, 50, 54, 57, 60

Tabel 2. Kisi-kisi skala tingkat stres anak dalam tes yang sesungguhnya (setelah try out)

No. Aspek Jumlah Aitem

Favorabel Tidak Favorabel

1. Kognitif 10 7, 10, 22, 31, 37, 44, 55 26, 35, 39 2. Emosi 10 21, 28, 33, 38, 41, 48 34, 36, 46, 53 3. Perilaku 10 8, 9, 11, 14, 16, 18 23, 24, 27, 42

(46)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya (Azwar, 1999). Pengujian validitas yang digunakan adalah validitas isi. Uji validitas dilakukan dengan analisis rasional, yakni dengan meminta pendapat profesional (professional judgement), yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing.

2. Seleksi Aitem

Dalam proses seleksi aitem setelah try out, dipilih aitem-aitem yang memiliki koefisien validitas diatas 0,3. Hal tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan umum yang menyatakan bahwa koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi rxy = 0,30 (Azwar, 2007).

Setelah melalui tahap seleksi aitem dengan koefisien diatas 0,3, diperoleh total aitem sejumlah 45 buah dengan porsi yang tidak merata untuk setiap aspeknya. Selain itu, aitem-aitem untuk tes yang sesungguhnya telah direncanakan sebanyak 40 buah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, terdapat lima buah aitem dengan koefisien validitas di atas 0,3 yang juga ikut dibuang.

3. Reliabilitas Alat Ukur

(47)

28

dikenakan sekali saja pada kelompok subyek (single-trial administration). Koefisien reliabilitas muncul dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin mendekati 1,00, berarti semakin tinggi reliabilitas alat ukur tersebut.

Setelah melalui tahap seleksi aitem dan menyisakan sebanyak 40 aitem, diperoleh angka reliabilitas dari alat ukur ini sebesar 0,946.

G. Metode Analisis Data 1. Uji asumsi

Terdapat dua macam uji asumsi yang dilakukan, yakni uji normalitas sebaran dan uji linearitas. Berikut ini adalah pembahasan mengenai uji asumsi yang dilakukan :

a. Uji normalitas sebaran: uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran variabel X dan Y bersifat normal atau tidak. Metode yang akan digunakan adalah One-Sample Kolmogorov Smirnov.

b. Uji linearitas : uji yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel X dan Y merupakan hubungan garis lurus atau linear.

2. Pengujian hipotesis penelitian

(48)

H. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan aitem skala dan menguji validitas skala

Pembuatan aitem skala dilakukan berdasarkan aspek-aspek stres yang diperoleh melalui teori mengenai stres dan contoh-contoh gejala-gejalanya yang timbul pada anak.

Tingkat validitas skala akan menentukan seberapa tepat alat tes tersebut dapat mengukur sesuai dengan maksud pengukuran skala tersebut. Validitas skala akan dilakukan dengan analisis rasional, yakni dengan meminta pendapat dan masukan dari profesional (professional judgment).

2. Memohon izin penelitian ke SD Tarakanita Bumijo

Permohonan izin penelitian telah dilakukan dengan menyerahkan proposal dan surat permohonan izin penelitian yang telah disetujui dosen pembimbing dan ditandatangani oleh Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Try out skala tingkat stres anak

Try out dilakukan dalam rangka menyeleksi aitem-aitem yang akan digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya. Try out dilakukan terhadap kelompok subyek yang memiliki karakteristik yang mirip dengan subyek penelitian yang sesungguhnya, dan dilakukan dalam situasi yang mirip dengan situasi tes penelitian yang sesungguhnya.

4. Hasil try out skala

(49)

30

menentukan seberapa besar skala tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas aitem diuji dengan menggunakan Cronbach’s Alpha.

5. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan terhadap kelompok subyek yang berbeda dari kelompok subyek try out. Alat tes yang digunakan adalah alat tes untuk penelitian yang sesungguhnya, yang didapatkan dari hasil seleksi aitem.

6. Melakukan uji asumsi

Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran dan uji linearitas. 7. Analisis data hasil skala tingkat stres anak

Data dianalisa dengan tekhnik regresi linear sederhana dan regresi berganda.

8. Membaca hasil analisis, membuat pembahasan dan kesimpulan

(50)

31

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Pada awalnya, peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan

beberapa orang guru di SD Tarakanita Bumijo. Berdasarkan observasi dan

wawancara tersebut, diketahui beberapa karakteristik dari sekolah tersebut yang

sangat mendukung untuk dilakukannya penelitian ini, antara lain :

a. Kondisi perekonomian mayoritas orang tua siswa yang berada dalam taraf

menengah ke atas. Dengan adanya kondisi tersebut, pembiayaan pendidikan

untuk anak-anak bukanlah menjadi masalah yang serius.

b. Banyaknya siswa SD Tarakanita Bumijo yang mengikuti beberapa macam

les di luar sekolah, meskipun sekolah sudah memfasilitasi kegiatan berupa

ekstrakurikuler.

c. Kondisi beberapa orang siswa yang terlihat sering kelelahan dan sulit

berkonsentrasi di kelas

Dalam penelitian ini, subyek penelitian yang hendak digunakan adalah

seluruh siswa kelas 5 SD Tarakanita Bumijo yang mengikuti kursus di luar

sekolah (termasuk kegiatan ekstrakurikuler selain pramuka, karena pramuka

bersifat wajib).

Peneliti memasukkan proposal dan izin penelitian yang sudah disetujui

oleh dosen pembimbing dan dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

(51)

32

Kepala Sekolah, sehingga peneliti bisa langsung melakukan try out untuk

menyeleksi aitem yang akan digunakan pada tes yang sesungguhnya.

Proses seleksi aitem telah menghasilkan skala yang bisa digunakan dalam

kesempatan penelitian yang sesungguhnya. Untuk mengambil data penelitian

yang sesungguhnya, peneliti kembali mengambil data pada anak kelas 5 SD di

sekolah yang sama, tetapi di dalam kelas yang berbeda.

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Waktu pelaksanaan penelitian

Berikut ini adalah keterangan mengenai waktu pengambilan data dalam

tes yang sesungguhnya di SD Tarakanita Bumijo.

Tabel 3. Keterangan waktu pengambilan data

No. Tanggal Jam Kelas Jumlah Siswa

1 7 September 2009 07.00-08.10 VA2, VB2 68

2 8 September 2009 09.35-10.10 VA1 31

2. Cara pelaksanaan penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan jadwal mata pelajaran

Bimbingan Konseling, yakni selama satu jam pelajaran atau 35 menit. Siswa

diberikan dua buah kumpulan soal yang berbeda. Kumpulan pertanyaan yang

pertama berisi kontrol terhadap faktor penyebab stres pada anak selain lama

(52)

minggu. Sedangkan kumpulan pertanyaan yang kedua adalah skala tingkat stres

anak itu sendiri.

Kedua kumpulan soal tersebut dibagikan kepada semua anak, lalu anak

dipersilakan untuk mengisi kumpulan pertanyaan yang pertama, yakni tentang

jumlah jam kursus selama seminggu dan pertanyaan pengontrol sumber stres anak

selain lama waktu kursus. Setelah itu, peneliti menjelaskan tentang cara pengisian

skala. Setelah dipastikan bahwa anak mengerti cara mengerjakannya,

anak-anak dipersilakan untuk menjawab keseluruhan skala.

Pengembalian soal dilakukan setelah semua anak selesai mengerjakan.

Semua soal dikumpulkan dengan cara estafet dari baris yang paling belakang ke

baris depannya.

C. Hasil Penelitian

1. Deskripsi data penelitian dan kategorisasi tingkat stres subyek

Di bawah ini digambarkan sebaran data hasil penelitian dengan tampilan

tabel dan Simple Scatterplot untuk mempermudah membaca sebaran data hasil

penelitian.

Tabel 4. Deskripsi data penelitian

Statistik Lama Waktu Kursus Tingkat Stres

Skor maks. 20,0 113

Skor min. 1,5 58

Standar Deviasi 4,51597 11,835

(53)

34

Tabel 5. Tampilan Scatterplot data hasil penelitian

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

LamanyaLes

40 60 80 100 120

SkorTotal

Kategorisasi dilakukan untuk menempatkan individu di dalam

kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar

atribut yang diukur (Azwar, 2005). Persamaan yang digunakan untuk

mengkategorisasi adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Persamaan kategorisasi

No. Persamaan Kategori Keterangan 1. X < (µ-1,0 σ) Rendah

2. (µ-1,0 σ) ≤ X < (µ+1,0 σ) Sedang

3. (µ+1,0 σ) ≤ X Tinggi

Skala tingkat stres berjumlah 40 aitem, dengan skor 1, 2, 3, dan 4,

(54)

Sehingga diperoleh rentangan skor sebesar 160 – 40 = 120. Sedangkan besarnya

satuan deviasi standar (σ) adalah 120 / 6 = 20. Mean teoritis (µ) sebesar 2,5 x 40 =

100. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut :

Tabel 7. Kategorisasi tingkat stres pada anak

No. Persamaan Kategori Jumlah Subyek Keterangan 1. X < (80) 29 Rendah

2. (80) ≤ X < (120) 57 Sedang

3. (120) ≤ X - Tinggi

2. Uji asumsi penelitian

a. Uji normalitas sebaran

Uji normalitas dilakukan dengan metode One-Sample

Kolmogorov-Smirnov. Apabila nilai probabilitas lebih dari 0,05 (p > 0,05), maka sebaran

dinyatakan normal. Nilai p untuk variabel Tingkat Stres sebesar 0,907 lebih besar

dari 0,05 (0,962 > 0,05) dan nilai p untuk variabel Lama Waktu Kursus sebesar

0,119 lebih besar dari 0,05 (0,119 > 0,05), sehingga sebaran skor kedua variabel

dalam penelitian ini adalah normal. Di bawah ini disertakan tabel ringkasan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.

Tabel 8. Rangkuman perhitungan uji normalitas

No. Variabel K-S (Z) Signifikasi (P)

1. Tingkat Stres 0,565 0,907

(55)

36

b. Uji linearitas

Uji linearitas menghasilkan angka signifikasi linearity (untuk menentukan

apakah hubungan kedua variabel adalah linear) 0,107 (0,107 > 0,05), dan angka

signifikasi deviation from linearity (untuk menentukan apakah hubungan kedua

variabel mempunyai bentuk non-linear) 0,435 (0,435 > 0,05), sehingga sebaran

data kedua variabel adalah tidak linear dan juga bukan berbentuk non-linear.

Berdasarkan tampilan Scatterplot bisa dilihat bahwa sebaran data variabel

Y menyebar secara hampir merata di setiap nilai X. Hal ini menunjukkan bahwa

variabel skor Tingkat Stresdengan Lama Waktu Kursustidak memiliki hubungan,

baik secara linear maupun non-linear. Jadi, hasil perhitungan signifikasi linearitas

(Linearity) sebesar 0,107 disebabkan bukan karena bentuk sebaran data memiliki

bentuk non-linear, tetapi karena sebaran data yang memang tidak memiliki pola.

Tabel 9. Rangkuman perhitungan uji linearitas

No. Variabel Signifikasi Linearity Signifikasi Deviation from Linearity

1. Tingkat Stres dan Lama

Waktu Kursus

0,107 0,435

3. Uji hipotesis

Uji hipotesis akan dilakukan dengan Pearson’s Product Moment. Angka

koefisien korelasi variabel berkisar antara -1 hingga 1, dengan tanda minus atau

plus sebagai arah dari korelasi tersebut. Angka koefisien korelasi variabel Lama

(56)

signifikasi koefisien korelasi adalah sebesar 0,108 lebih besar dari 0,05 (0,108 >

0,05), sehingga tidak ada korelasi yang signifikan.

Tabel 10. Rangkuman perhitungan uji hipotesis

No. Variabel N Pearson

Correlation (R)

Signifikasi (P)

1. Tingkat Stres 86 0,175 0,108

2. Lama Waktu Kursus 86

D. Pembahasan

Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada

masa akhir anak-anak. Berdasarkan pengkategorian tingkat stres subyek,

diperoleh hasil bahwa tidak ada anak yang memiliki tingkat stres yang tinggi. 29

anak masuk dalam kategori stres rendah, sedangkan 57 anak masuk dalam

kategori stres sedang.

Berdasarkan hasil tersebut, bagian pembahasan akan dibagi menjadi dua,

yakni pembahasan hasil penelitian dengan melihat kembali situasi di lapangan,

dan dengan meninjau ulang proses penelitian. Berikut ini adalah hasil peninjauan

kembali situasi lapangan, yakni mengamati kembali proses kursus anak-anak.

Di dalam mengikuti kursus, anak akan bertemu dengan banyak teman baru

selain teman di rumah dan di sekolah. Ia akan melakukan permainan dan kegiatan

belajar bersama. Hal tersebut bisa menjadi daya tarik dari kursus. Pada usia ini,

(57)

38

sebayanya, sehingga dengan bertemu banyak teman sebaya, anak bisa lebih

bersemangat mengikuti kursus.

Kursus pada saat ini dikemas dengan bentuk yang sangat menarik

perhatian anak-anak. Pendidikan anak sudah menjadi lahan bisnis yang menarik.

Ada banyak sekali lembaga kursus yang menawarkan kelebihannya

masing-masing. Untuk mempertahankan peminatnya, setiap lembaga kursus harus bisa

membuat inovasi yang menarik perhatian, baik anak-anak maupun orang tuanya.

Anak pun merasa senang dan tertarik mengikuti kursus, meskipun terkadang

inovasi yang disodorkan, tidak berhubungan dengan materi pendidikan yang

diajarkan.

Karlina (2003), mengatakan bahwa kegiatan kursus pelajaran, biasanya

dijadikan tempat untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dari sekolah, sehingga

waktu kursus sama dengan waktu mengerjakan PR. Selain itu, anak mengikuti

kursus yang membantunya mengatasi kesulitan menguasai pelajaran di sekolah,

sehingga ketika akan menghadapi ujian, anak akan lebih sering mengikuti kursus

untuk menghindari kegagalan.

Tidak sedikit anak yang mengikuti kursus mata pelajaran-mata pelajaran

yang sebenarnya sudah diajarkan di sekolah. Kursus-kursus tersebut biasanya

lebih terfokus pada cara mengerjakan soal-soal yang diberikan pada saat ulangan

atau PR dari sekolah. Beban anak dalam mengerjakan tugas atau mempersiapkan

diri mengikuti ujian di sekolah menjadi lebih ringan karena mendapatkan

(58)

Beberapa hal tersebut merupakan hasil peninjauan ulang kondisi kursus

dan anak-anak yang mengikuti kursus. Hal tersebut dilakukan dengan

mendasarkan diri pada hasil akhir penelitian ini, yang mengatakan bahwa tidak

ada hubungan antara lama waktu kursus dengan tingkat stres pada anak. Tetapi di

sisi lain, ditemukan beberapa hal yang cukup berlawanan dengan hasil penelitian

ini. Hal tersebut antara lain diperoleh melalui wawancara dengan beberapa subyek

penelitian, wawancara dengan seorang anak yang mengikuti kursus di sebuah

tempat kursus, dan dari berbagai sumber informasi lainnya.

Setelah melakukan penelitian, peneliti sempat berbincang-bincang

sebentar dengan anak-anak, baik terhadap semua anak di depan kelas, maupun

secara personal di jam istirahat. Sewaktu peneliti menanyakan tentang perasaan

anak-anak mengikuti kursus, sebagian besar dari mereka langsung menjawab

bahwa mereka merasa lelah, bosan, dan tidak ingin lagi mengikuti kursus. Namun,

di samping itu, juga ada sejumlah kecil anak yang menyerang

pernyataan-pernyataan teman-temannya tersebut dengan mengatakan bahwa kursus itu

merupakan hal yang baik bagi mereka.

Aditya Ahmad Rafi (wawancara pribadi, 5 Oktober 2009), seorang murid

kelas dua SD, mengikuti enam macam kursus, yakni piano, robotik, matematika,

bahasa inggris, futsal, dan menggambar. Beberapa kursus menjadwalkan

pertemuan dua atau tiga kali seminggu, sehingga Aditya mengikuti kursus setiap

hari kecuali hari Minggu. Kondisi itu sudah berjalan dua tahun, yakni sejak

(59)

40

Aditya bercerita bahwa ia merasa lelah atas semua tekanan tersebut. Ia

hanya ingin mengikuti kursus bahasa Inggris. Itupun karena di sana semua anak

yang sudah selesai mengerjakan tugas, dibebaskan untuk bermain game di

komputer, atau menggunakan internet. Aditya mengaku, beberapa kali ia sengaja

pergi bersepeda ke luar rumah ke tempat yang jauh pada jam berangkat kursus,

sehingga orang tua tidak bisa memaksanya berangkat kursus. Ia mengaku takut

dimarahi oleh orang tuanya, tetapi hal itu tidak membuatnya menjadi mau

mengikuti kursus. Ia merasa lelah dan tertekan.

Menjamurnya berbagai lembaga kursus sebagai akibat dari kecemasan

orang tua akan masa depan anaknya, juga disertai berbagai catatan dari berbagai

pihak. Banyak sekali media informasi yang membahas masalah tingkat stres anak

yang berhubungan dengan kursus. Salah satunya adalah petikan dari Kompas

(Januari 2003), yang juga menulis hal yang serupa.

“Guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Dr. Annah Suhaenah mengemukakan, bila anak dipaksakan untuk mengikuti berbagai kursus yang menuntut konsentrasi penuh, duduk di bangku, apalagi masih dibebani latihan-latihan di rumah, akan sangat membebani anak. Apabila beban itu dipaksakan, kata Annah, di belakang hari bukan hanya akan menyebabkan anak membangkang atau mogok tetapi juga bisa mengalami regresi, kemunduran belajar, sampai neurosis.”

Berdasarkan beberapa hal tersebut, peneliti menjadi yakin bahwa hasil

akhir penelitian ini kurang mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya di

dunia pendidikan anak-anak, khususnya yang berkaitan dengan kursus. Dengan

pertimbangan ini, maka alur proses penelitian dievaluasi.

Setelah ditinjau ulang, ditemukan beberapa keterbatasan yang

(60)

lain; pencatatan banyaknya hari kursus anak, pengaruh norma sosial (social

desirability), minat anak dalam mengikuti kursus, dan pemilihan subyek

penelitian.

Faktor yang pertama, berasal dari bagian pencatatan jumlah jam kursus

anak setiap minggunya sebagai data dari variabel bebas banyaknya waktu kursus

di luar sekolah. Ada faktor lain yang juga bisa berpengaruh, yakni jumlah hari

kursus. Kursus lima jam per minggu bisa memberi tekanan yang berbeda pada

anak apabila hari untuk kursus anak pun berbeda. Anak yang mengikuti lima jam

kursus per minggu hanya dalam satu hari, akan mendapatkan tekanan yang

berbeda dengan anak yang mengikuti lima jam kursus per minggu dalam lima

hari.

Faktor yang kedua diketahui berdasarkan pengamatan secara langsung

pada saat pengerjaan skala, yakni pengaruh nilai-nilai sosial (social desirability).

Anak-anak cenderung memberikan jawaban yang memiliki nilai moral baik, dan

bukan memberikan jawaban yang memang sebenarnya ia rasakan.

Menurut tahap perkembangan moral Kohlberg (dalam Gunarsa, 1981),

masa akhir anak-anak masih berada pada tahap pra-konvensional, yakni anak

menaati peraturan berdasarkan adanya hukuman atau hadiah. Dalam hal ini, anak

masih sangat terpengaruh oleh adanya kekuasaan dari pihak luar.

Di awal penelitian, peneliti sudah mencoba meyakinkan bahwa

jawaban-jawaban dari kumpulan soal ini tidak akan dibaca oleh guru, tidak ada jawaban-jawaban

yang benar atau salah, tidak ada jawaban yang baik atau buruk, dan jawaban yang

(61)

42

diri anak-anak. Namun, pada saat pelaksanaan tes, aitem-aitem favorabel (yang

bisa dilihat sebagai hal yang negatif dari sudut pandang nilai sosial), sering

mendapatkan komentar dan tanggapan yang buruk dari anak-anak. Pada saat

pengerjaan, secara spontan beberapa dari mereka berkomentar bahwa hal tersebut

bukanlah hal yang sebaiknya dilakukan oleh siswa sekolah. Tidak sedikit dari

mereka yang memandang bahwa hal-hal tersebut adalah buruk, sehingga mereka

cenderung memilih jawaban yang dipandang baik dari sudut pandang norma

sosial.

Metode pengambilan data menggunakan skala yang dibagikan di depan

kelas, kurang memungkinkan adanya pendekatan terhadap subyek satu per satu.

Dengan adanya keakraban erat dan kepercayaan dari subyek terhadap peneliti,

memungkinkan subyek menjadi lebih berani memunculkan pernyataan-pernyataan

yang memang sesuai dengan kondisinya sendiri, meskipun itu bisa dinilai sebagai

hal yang buruk dari sudut pandang norma sosial.

Gunarsa (1981) mengatakan, bahwa metode yang baik untuk pengambilan

data pada anak adalah metode observasi. Melalui metode observasi, pengambilan

data bisa dilakukan dengan lebih bebas bias ketimbang metode skala. Metode

observasi memungkinkan peneliti dapat memperoleh data yang memang

benar-benar terjadi dan bisa dilihat dalam berbagai lingkup kehidupan anak sehari-hari.

Penelitian ini dilakukan dengan tetap menggunakan metode skala, namun

sudah dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang menjadi keterbatasannya,

dan juga sudah dilakukan berbagai antisipasi. Namun, ternyata metode pembagian

(62)

Faktor berikutnya adalah minat anak dalam memilih jenis kursus. Faktor

ini juga bisa mempengaruhi jawaban anak atas aitem-aitem skala, terutama pada

beberapa aitem favorabel yang berhubungan dengan tempat kursus. Semisal aitem

nomor dua puluh satu, yang berisi ‘Aku ingin kegiatan les cepat berakhir,

sehingga aku bisa melakukan hal lain yang lebih menyenangkan’. Kata ‘kegiatan

les’ di sini merupakan perwakilan kursus secara umum. Tetapi bisa jadi anak tidak

memandang demikian. Tidak tertutup kemungkinan bahwa ada anak yang

mengikuti banyak macam kursus, dan beberapa di antaranya memang merupakan

minatnya sendiri. Dan saat ia mengerjakan aitem tersebut, yang ada di dalam

benaknya adalah saat ia mengikuti kursus yang ia minati tersebut. Sehingga aitem

favorabel tersebut pun menghasilkan skor yang kecil.

Faktor yang terakhir adalah pemilihan subyek. Ada banyak sekali faktor

penyebab stres pada anak. Berbagai faktor lain penyebab stres tersebut contohnya

seperti tekanan dari orang tua, tekanan dalam pergaulan dengan rekan sebaya,

keharmonisan di dalam keluarga, dan berbagai faktor lainnya. Ternyata untuk

melakukan kontrol atas berbagai faktor tersebut, tidak cukup hanya dengan

memberikan pertanyaan awal dan observasi secara singkat. Pertanyaan awal dan

observasi tersebut hanya memberikan data yang sangat sedikit dan tidak

mendalam, sehingga tingkat stres subyek-subyek di dalam penelitian ini masih

dipengaruhi oleh banyak sekali faktor-faktor lain. Pemilihan subyek atas dasar

kesamaan karakter-karakter yang mendetail kurang tercapai di dalam penelitian

ini.

(63)

44 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak. Hal tersebut dibuktikan dengan Pearson’s Product Moment yang memberikan angka signifikansi sebesar 0,108, lebih besar dari 0,05 (0,108 > 0,05), sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara lama waktu kursus di luar sekolah dengan tingkat stres pada anak.

B. Saran

Berdasarkan peninjauan ulang proses penelitian ini, ditemukan beberapa keterbatasan penelitian, yang bisa dijadikan saran bagi penelitian selanjutnya yang mengusung tema yang sejenis. Keterbatasan-keterbatasan yang ditemukan antara lain :

a. Pencatatan hari kursus anak

(64)

b. Social desirability

Metode pembagian skala di kelas saat sekolah dirasakan kurang efektif, karena pengaruh social desirability masih sangat kuat. Anak masih cenderung memilih jawaban yang baik, dan bukannya apa yang ia rasakan sebenarnya.

Bagi penelitian yang hendak melanjutkan topik ini, disarankan untuk mencoba memilih metode selain skala, seperti observasi dan wawancara intensif, dengan pendekatan tidak hanya kepada orang tua atau guru, tetapi juga langsung ke diri anak.

Metode tersebut cukup disarankan karena memungkinkan adanya pendekatan ke anak sebagai subyek secara intensif, sehingga tercipta hubungan yang erat dan rasa percaya yang tinggi dari anak. Dengan anak merasa nyaman, diharapkan ia menjadi lebih terbuka terhadap orang lain, lebih jujur tentang dirinya sendiri tanpa harus terpengaruh oleh berbagai norma sosial.

c. Minat anak

Pengaruh minat anak dalam memilih jenis kursus yang diikuti belum dimasukkan dalam proses penelitian ini, sehingga semua kursus diperlakukan sebagai sama. Padahal tidak sedikit anak yang mengikuti bermacam-macam kursus, dengan satu atau dua jenis kursus yang sangat disenanginya. Minat dalam suatu bidang tertentu bisa memberikan akibat yang berbeda bagi anak dalam menjalani proses pendidikan bidang tersebut.

d. Pemilihan subyek penelitian

(65)

46

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

______. (2007). Tes Prestasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Blom, G. E., Cheney, B. D., & Snoddy, J. E. (1986). Stress in Childhood. New York. Teachers College Press.

Chaplin. James P. (2005). Kamus Lengkap PSIKOLOGI. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Gunarsa, Singgih D. (1981). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta Pusat. BPK GUNUNG MULIA.

Hadi, Sutrisno (2004). STATISTIK jilid 2. Yogyakarta. Penerbit ANDI.

Intisari (2009), Januari. Anak pun Perlu Santai. Jakarta. PT. Intisari Mediatama. Iswinarti, Haditono S. Rahayu (1999). Tingkat Stres dan Prestasi Belajar Anak

Usia Sekolah yang Memperoleh Pengayaan. Jurnal Psikodinamik vol. I No.3 September 1999.

Karlina, Yulita (2003). Perbedaan Tingkat Stres Anak yang Mengikuti Kursus dan yang Tidak Mengikuti Kursus di Luar Sekolah. Skripsi (tidak

dipublikasikan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Kompas (2004), 21 Maret. Ketika Anak Merasa Stres. Jakarta. Kompas Media Nusantara.

Kompas (2003), 30 Januari. Memilih Kursus untuk Anak; Maunya Pintar, Bisa-bisa Malah Mundur. Jakarta. Kompas Media Nusantara.

Papalia, Diane E., Olds, Sally W. & Feldman, Ruth D. (2007). Human Development Tenth Edition. New York. Mc Graw Hill.

Pohan, M. I. (1986). Masalah Anak dan Anak Bermasalah. Jakarta. CV. Intermedia.

(67)

48

Santoso, Singgih. (2006). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta. PT Elex Media Komputindo

Santrok, John W. (2002). Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Jilid 1. Jakarta.Erlangga.

Gambar

Tabel 2. Kisi-kisi skala tingkat stres anak dalam tes yang sesungguhnya
Tabel 3. Keterangan waktu pengambilan data
Tabel 4. Deskripsi data penelitian
Tabel 6. Persamaan kategorisasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah etnis Tionghoa Totok (asli) memiliki sikap etnosentris yang lebih tinggi dibandingkan etnis Tionghoa Peranakan.. Subjek

Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pada dirinya dan dapat menempatkan dirinya pada waktu dan situasi yang tepat, mampu

Penyesuaian diri yang baik dapat membantu karyawan untuk tetap bekerja dan memiliki relasi yang baik dalam masa pra pensiun.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian

Coffee shop adalah tempat yang menjual kopi sebagai minuman utama, baik itu kopi murni yang berasal dari bermacam jenis dan daerah, maupun kopi yang telah

Dengan memberikan pelayanan yang baik, maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian yang besar sejauh pelanggan masih nyaman dan senang menggunakan jasa pelayaran kami..

Geist (dalam Gunarsa, 2000) menjelaskan bahwa sumber kecemasan dapat berasal dari tuntutan sosial yang berlebih dan tidak mau atau tidak mampu dipenuhi oleh individu yang

Hal ini dapat diberi pengertian bahwa karyawan yang melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan organisasi atau tidak menyesaikan tugas dan tanggung jawab yang diembannya

Penelitian ini menggunakan teori coping yang dikembangkan oleh Compas (2001) karena model coping tersebut banyak digunakan dalam penelitian coping remaja dan respon