• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan yang mempengaruhi transportasi perkotaan, yaitu :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan yang mempengaruhi transportasi perkotaan, yaitu :"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Perjalanan Daerah Perkotaan

Setiap orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat tujuan. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut (kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan di perkotaan (permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain). Selain itu terdapat beberapa kecenderungan yang mempengaruhi transportasi perkotaan, yaitu :

 Terjadinya perubahan tata guna lahan  Semakin jauh rata-rata pergerakan manusia  Semakin banyak wanita yang bekerja  Semakin banyak pelajar dan mahasiswa  Semakin banyak wisatawan

2.2 Permasalahan Transportasi Perkotaan

Permasalahan suatu kota tidak jauh dari permasalahan jumlah penduduk yang terus meningkat naik secara alami maupun karena perpindahan penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk pada suatu kawasan perkotaan akan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan, khususnya masalah transportasi (Tamin, 2000 : 491). Dari berbagai faktor penyebab permasalahan transportasi yang menjadi penyebab utama adalah tingkat pertumbuhan prasarana yang tidak mampu mencukupi permintaan kebutuhan transportasi. Ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dan penyediaan sistem trasnportasi menimbulkan permasalahan antara lain (Mico, 1997 : 931) :

(2)

1) Rendahnya mobilitas dan aksesbilitas

Rendahnya mobilitas dan aksesbilitas ke suatu daerah karena banyaknya kemacetan yang menyebabkan tundaan dan perlambatan kendaraan baik angkutan pribadi maupun umum. 2) Menurunnya keamanan berlalu-lintas

Menurunnya keamanan berlalu-lintas karena banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang dengan tujuan sampai ke tempat tujuan secepat mungkin, sehingga yang terjadi banyak yang melakukan segala cara agar cepat sampai walaupun melanggar peraturan lalu-lintas. 3) Kerusakan Lingkungan

Turunnya kualitas lingkungan ini misalnya tingginya polusi udara dan suara/ kebisingan terutama pada daerah-daerah dengan intensitas lalu-lintas yang tinggi.

4) Pemborosan Energi

Masalah kelangkaan energi banyak menjadi problem bagi kota-kota dengan semakin meningkatnya konsumsi bahan bakar.

2.3 Pengertian dan Pengelompokan jalan

Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu-lintas dan jalan, jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya diperuntukkan bagi lalu-lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan /atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Bangunan pelengkap jalan misalnya jembatan lintas bawah (underpass), lintas atas (over-pass), dan lain-lain. Perlengkapan jalan antara lain: rambu-rambu, marka jalan, halte dan lain-lain.

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu-lintas

(3)

menyatakan bahwa klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokkan jalan berdasarkan sistem, fungsi, status dan kelas jalan.

1) Sistem Jaringan Jalan

Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki. Dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 menyebutkan bahwa:

(1) Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.

(2) Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/ atau dalam kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

2) Fungsi Pelayanan Jalan

Jalan menurut fungsinya dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Berikut tabel 2.1 menunjukan klasifikasi jalan menurut PP No. 34 Tahun 2006.

Tabel 2.1. Klasifikasi Jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006

Sistem Jaringan

Jalan

Klasifikasi

Jalan Peranan Jalan Kecepatan Lebar Akses Ket

Primer Arteri Primer

Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan wilayah ≥60 km/jam ≥11m Dibatasi dari lalin dan kegiatan lokal Jalan tidak boleh terputus walau masuk kota

(4)

Sistem Jaringan

Jalan

Klasifikasi

Jalan Peranan Jalan Kecepatan Lebar Akses Ket

Kolektor - Primer Menghubungkan antara pusat kegiatan nasional denan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal ≥40 km/jam ≥9m Dibatasi dari lalin dan kegiatan lokal Jalan tidak terputus walau masuk kota Lokal - Primer Menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat lingkungan, antarpusat kegiatan lokal atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan ≥20 km/jam ≥7,5m Minimal kendaraan beroda 3 Jalan tidak terputus walau masuk desa Lingkungan- Primer Menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan perumahan ≥15 km/jam ≥6,5m Minimal kendaraan beroda tiga

(5)

Sistem Jaringan

Jalan

Klasifikasi

Jalan Peranan Jalan Kecepatan Lebar Akses Ket

Sekunder Arteri - Sekunder Menguhubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua ≥30 km/jam ≥11m Dibatasi dari lalin dan kegiatan lokal Lalin cepat tidak boleh terganggu oleh lalin lambat Kolektor - Sekunder Menghubugkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga ≥20 ≥9m Dibatasi dari lalin dan kegiatan lokal Lalin cepat tidak boleh terganggu oleh lalin lambat Lokal - Sekunder Menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan ≥10 ≥7,5m Minimal kendaraan beroda tiga Lingkungan - Sekunder Menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan ≥10 km/jam ≥6,5m Minimal kendaraan beroda tiga

(6)

3) Status Jalan

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum dan penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Jalan menurut statusnya dikelompokan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalon kota dan jalan desa.

4) Kelas Jalan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, kelas jalan dikelompokan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu-lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.

2.4 Karakteristik Jalan Perkotaan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, segmen jalan yang didefinisikan sebagai jalan perkotaan adalah jika pada sepanjang atau hampir sepanjang samping jalan mempunyai perkembangan tata guna lahan secara permanen dan menerus dengan penduduk lebih dari 100.000.

Kinerja suatu ruas jalan akan tergantung pada karakteristik utama suatu jalan yaitu kapasitas, kecepatan perjalanan rata-rata dan tingkat pelayanannya ketika dibebani lalu-lintas. Hal-hal yang mempengaruhi kapasitas, kecepatan perjalanan rata-rata dan tingkat pelayanan suatu ruas jalan adalah :

1) Geometrik Jalan

a. Alinyemen Jalan : Lengkung horizontal dengan jari-jari kecil mengurangi kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan.

(7)

b. Tipe Jalan : Berbagai tipe jalan akan menunjukan kinerja berbeda pada pertumbuhan lalu-lintas tertentu ; misalnya jalan terbagi dan jalan tak-terbagi ; jalan satu arah.

2) Komposisi Arus dan Pemisah Arah

Pemisah arah lalu-lintas kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisahan arah 50 -50 yaitu jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisa.

Komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan kecepatan-arus jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kend/ jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus lalu-lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/ jam) tidak oleh dipengaruhi komposisi lalu-lintas.

3) Pengaturan Lalu-lintas

Batas kecepatan jarang diberlakukan di daerah perkotaan di Indonesia, dan karenanya hanya sedikit berpengaruh pada kecepatan arus bebas. Aturan lalu-lintas lainnya yang berpengaruh pada kinerja lalu-lintas adalah : pembatasan parkir dan berhenti sepanjang sisi jalan ; pembatasan akses tipe kendaraan tertentu ; pembatasan akses dari lahan samping jalan dan sebagainya.

4) Lingkungan

Lingkungan dan aktifitas disekitar jalan sering menyebabkan konflik arus lintas yang disebut hambatan samping. Hambatan samping yang mempengaruhi lalu-lintas dan sering terjadi di kota-kota besar pada jalan dua arah adalah pejalan kaki, pemberhentian angkot di jalan atau bahu jalan, pemberhentian bus disembarang tempat, pemberhentian kendaraan bermotor di sembarang tempat, pejalan kaki yang

(8)

Manusia

Jalan

Kendaraan

menyebrang tidak pada tempatnya, kendaraan yang keluar dan masuk dari jalan seenaknya, parkir disepanjang badan jalan atau bahu jalan.

2.5 Definisi dan Komponen Lalu-lintas

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, lalu-lintas didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di Ruang lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu-lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/ atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu-lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien melalui manajemen lalu-lintas dan rekayasa lalu-lintas. Tata cara berlalu-lintas di jalan diatur dengan peraturan perundang-undangan menyangkut arah lalu-berlalu-lintas, prioritas menggunakan jalan, lajur lalu-lintas, jalur lalu-lintas dan pengendalian arus di persimpangan.

Terdapat tiga komponen terjadinya lalu-lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu-lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menyangkut lalu-lintas dan angkutan jalan melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.

(9)

2.6 Arus dan Komposisi Lalu-lintas

Arus lalu-lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada ruas jalan tertentu persatuan waktu, yang dinyatakan dalam kend/ jam (Qkend) atau smp/ jam (Qsmp). Pada MKJI 1997, nilai arus lintas (Q) mencerminkan komposisi lintas. Semua nilai arus lalu-lintas (per arah dan total) di konversikan menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk setiap tipe kendaraan .Nilai ekivalensi mobil penumpang dalam MKJI, 1997 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk jalan perkotaan tak terbagi

Tipe Jalan : Arus Lalu-Lintas Emp

Jalan Tak terbagi total dua arah HV

MC

(kend/jam) Lebar Jalur lalu-lintas Wc (m)

≤ 6 > 6

Dua-lajur tak-terbagi 0 1,3 0,5 0,4

(2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25

Empat-lajur tak- terbagi 0 1,3 0,4

(4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25

Sumber : MKJI 1997

Tabel 2.3. Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk jalan perkotaan terbagi dan satu-arah

Tipe Jalan : Arus Lalu-Lintas emp

Jalan satu arah dan per lajur

HV MC

jalan terbagi (kend/jam)

Dua-lajur satu-arah (2/1) 0 1,3 0,4 dan Empat-lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25 Tiga-lajur satu-aah (3/1) 1,3 0,4 dan Enam-lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25 Sumber : MKJI 1997

2.7 Karakteristik Arus Lalu Lintas

Arus lalu-lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara dan kendaraan yang melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya, pada suatu ruas jalan dan lingkungannya. Karena persepsi dan kemampuan individu pengemudi mempunyai sifat yang

(10)

berbeda maka perilaku kendaraan arus lalu-lintas akan mengalami perbedaan karakteristik akibat dari perilaku pengemudi yang berbeda dikarenakan oleh karakteristik lokal dan kebiasaan pengemudi. Arus lalu-lintas pada suatu ruas jalan karaktersitiknya akan bervariasi baik berdasar lokasi maupun waktunya. Oleh karena itu perilaku pengemudi akan berpengaruh terhadap perilaku arus lalu-lintas.

Dalam menggambarkan arus lalu-lintas secara kuantitatif maka diperlukan suatu parameter. Terdapat 6 (enam) parameter atau ukuran dasar yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik arus lalu-lintas, yaitu :

1) Kecepatan (v)

Kecepatan didefinisikan sebagai satu laju pergerakan yang ditandai dengan besaran yang menunjukan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi dengan waktu tempuh. 2) Volume (q)

Volume merupakan jumlah sebenarnya dari kendaraan yang diamati atau diperkirakan dari suatu titik selama rentang waktu tertentu.

3) Kepadatan (k)

Kepadatan atau density (konsentrasi) didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap waktu. 4) Spacing (s) dan headway (h)

Merupakan dua karakteristik tambahan dari arus lalu lintas. Spacing didefinisikan sebagai jarak antara dua kendaraan yang berurutan di dalam suatu aliran lalu-lintas yang diukur dari bemper depan satu kendaraan ke bemper depan kendaraan dibelakngnya. Headway adalah waktu antara dua kendaraan yang berurutan ketika melalui sebuah titik pada suatu jalan. Baik spacing maupun headway berhubungan erat dengan kecepatan, volume dan kepadatan.

(11)

5) Lane Occupancy (R)

Lane Occupancy (tingkat hunian lajur) adalah salah satu ukuran yang digunakan dalam pengawasan jalan tol. Lane occupancy dapat juga dinyatakan sebagai perbandingan waktu ketika kendaraan ada di lokasi pengamatan pada lajur lalu-lintas terhadap waktu pengambilan sampel.

6) Clearance (c) dan Gap (g)

Clearance (c) dan Gap (g) berhubungan erat dengan spacing dan headway, dimana selisih antara spacing dan clearance adalah panjang rata-rata kendaraan. Demikian pula, selisih antar headway dan gap adalah ekuivalen waktu dari panjang rata-rata sebuah kendaraan.

2.8 Kinerja Ruas Jalan

Menurut MKJI 1997, kinerja ruas jalan dapat diukur berdasarkan beberapa parameter, diantaranya :

1) Kapasitas Jalan 2) Kecepatan Perjalanan

3) Arus Lalu-linas dan Waktu Tempuh 4) Perilaku Lalu-lintas (Derajat Kejenuhan)

2.8.1 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung volume lalu-lintas ideal per satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam (smp/ jam). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan kapsitas jalan (MKJI, 1997 : V-8) adalah :

(12)

1) Kondisi Geometri

Kondisi geometri merupakan kondisi dasar dari jaringan jalan (geometri jalan). Kondisi geometri ini terdiri dari beberapa faktor penyesuaian dimensi geometri jalan, yaitu tipe jalan, lebar efektif bahu jalan, lebar efektif median jalan.

2) Kondisi Jalan

Faktor ini meliputi karakteristik kendaraan yang lewat yaitu faktor arah (perbandingan volume per arah dari jumlah dua arah pergerakan), gangguan samping badan jalan, termsuk banyaknya kendaraan yang berhenti disepanjang jalan, jumlah pejalan kaki dan akses keluar masuk .

3) Kondisi Lingkungan

Faktor kondisi lingkungan yang dimaksud adalah sistem kota yang dinyatakan dalam jumlah penduduk kota. Meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah lalu-lintas kendaraan untuk melakukan aktifitasnya.

Dengan berpedoman pada MKJI 1997 bagian 2.3.1, perhitungan kapasitas untuk jalan perkotaan adalah sebagai berikut :

Dimana :

C = Kapasitas aktual (smp/jam) Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk undivided road) FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping/ bahu/ kerb jalan

FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

(13)

Untuk menentukan nilai kapasitas jalan perkotaan dapat dilihat tabel di bawah ini.

a. Kapasitas dasar (Co) jalan perkotaan nilainya berdasarkan pada tabel 2.4 Tabel 2.4. Kapasitas dasar jalan perkotaan

Tipe Jalan Kapasitas Dasar Catatan

(smp/jam)

Empat lajur terbagi atau

1.650 Per lajur jalan satu arah

Empat lajur tak terbagi 1.500 Per lajur Dua lajur tak terbagi 2.900 Total dua arah Sumber : MKJI 1997

Catatan : Kapasitas dasar jalan lebih dari empat-lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur, walaupun lajur tersebut mempunyai lebar yang tidak standar.

b. Faktor penyesuaian lebar jalur (FCw) jalan perkotaan nilainya berdasarkan tabel 2.5 Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur

lalu-lintas untuk jalan perkotaan (FCw)

Tipe Jalan Lebar jalur Lalu lintas

efektif (Wc)m FCw

Empat lajur terbagi atau jalan satu arah Per lajur 3 3,25 3,5 3,75 4 0,92 0,96 1 1,04 1,08

Empat lajur tak terbagi Per lajur 3 3,25 3,5 3,75 4 0,91 0,95 1 1,05 1,09

Dua lajur tak terbagi

Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11 0,56 0,87 1 1,14 1,25 1,29 1,34 Sumber : MKJI 1997

(14)

c. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCsp) nilainya berdasarkan tabel 2.6

Tabel 2.6. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCsp)

Pemisah arah SP %- 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 % (FCsp) Dua Lajur 1 0,97 0,94 0,91 0,88 2/2 Empat 1 0,985 0,97 0,955 0,94 Lajur 4/2 Sumber : MKJI 1997

d. Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (Jalan dengan bahu) (FCsf) nilainya berdasarkan tabel 2.7

Tabel 2.7. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FCsf) pada jalan perkotaan

Tipe Jalan

Kelas Faktor Penyesuaian untuk

Hambatan hambatan samping dan lebar bahu FCsf

Samping Lebar bahu efektif Ws

≤0,5 1 1,5 ≥2,0 4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03 L 0,94 0,97 1,00 1,02 M 0,92 0,95 0,98 1,00 H 0,88 0,92 0,95 0,98 VH 0,84 0,88 0,92 0,96 4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03 L 0,94 0,97 1,00 1,02 M 0,92 0,95 0,98 1,00 H 0,87 0,91 0,94 0,98 VH 0,8 0,86 0,9 0,95 VL 0,94 0,96 0,99 1,01 2/2 UD atau L 0,92 0,94 0,97 1,00 jalan satu M 0,89 0,92 0,95 0,98 arah H 0,82 0,86 0,90 0,95 VH 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber : MKJI 1997

(15)

e. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kerb/ penghalang (FCsf) jalan perkotaan dengan kerb nilainya berdasarkan tabel 2.8

Tabel 2.8. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak/ kerb/ penghalang (FCSF) jalan perkotaan dengan kerb

Tipe Jalan

Kelas Faktor Penyesuaian untuk

Hambatan jarak kerb - penghalang FCsf

Samping jarak kerb penghalang Wk

≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0 4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01 L 0,94 0,96 0,98 1,00 M 0,91 0,93 0,95 0,98 H 0,86 0,89 0,92 0,95 VH 0,81 0,85 0,88 0,92 Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping

Faktor Penyesuaian untuk Jarak kerb – penghalang FCsf

Jarak kerb penghalang Wk

≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0 4/2 UD VL 0,95 0,97 0,99 1,01 L 0,93 0,95 0,97 1,00 M 0,90 0,92 0,95 0,97 H 0,84 0,87 0,90 0,93 VH 0,77 0,81 0,85 0,90 VL 0,93 0,95 0,97 0,99 2/2 UD atau L 0,90 0,92 0,95 0,97 jalan satu M 0,86 0,88 0,91 0,94 arah H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,72 0,77 0,82 Sumber : MKJI 1997

f. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs) pada jalan perkotaan nilainya berdasarkan tabel 2.9

Tabel 2.9. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs) pada jalan perkotaan

Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

<0,1 0,86

0,1 - 0,5 0,90

0,5 - 1,0 0,94

1,0 - 3,0 1,00

(16)

2.8.2 Kecepatan Perjalanan

Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu dalam satuan waktu, dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam). Faktor yang berpengaruh dalam kecepatan perjalanan adalah volume lalu-lintas, kompisisi kendaraan, geometrik jalan, dan faktor lingkungan. Kecepatan perjalanan suatu ruas jalan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh kendaraan selama melalui ruas jalan tersebut.

Untuk menganalisis kecepatan maka MKJI 1997 menjelaskan seperti di bawah ini. 1) Kecepatan Kendaraan

Untuk menghitung kecepatan kendaraan dapat dilakukan dengan rumus:

Dimana :

V = Kecepatan (Km/ jam ) L = Panjang jalan (Km) TT = Waktu tempuh (jam)

2) Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas ditentukan dengan menggunakan rumus yang berpedoman pada MKJI 1997, sebagai berikut :

Dimana :

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (Km/jam) FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (Km/jam) FVw = Faktor penyesuaian lebar jalur lau-lintas efektif (Km/jam) FFVsf = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFVcs = Faktor penyesuaian ukuran kota. V = L/TT

(17)

Untuk penyesuaian arus bebas dasar jalan dan nilai untuk setiap faktor-faktor penyesuaian jalan disesuaikan dengan kondisi jalan yang bersangkutan. Tabel di bawah berikut ini adalah untuk faktor penyesuaian kecepatan arus bebas jalan perkotaan, yaitu :

a. Kecepatan arus bebas dasar (Fvo) berdasarkan tabel 2.10

Tabel 2.10. Kecepatan arus bebas dasar (Fvo)

Tipe Jalan

Kecepatan Arus

Kendaraan Ringan Kendaraan Berat Sepeda Motor Semua Kendaraan

LV HV MC (Rata-rata) Enam-lajur terbagi 61 52 48 57 (6/2 D) atau Tiga-lajur satu-arah (3/1) Empat-lajur terbagi 57 50 47 55 (4/2 D) atau Dua-lajur satu-arah (2/1) Empat-lajur tak-terbagi 53 46 43 51 (4/2 UD) Dua-lajur tak-terbagi 44 40 40 42 (2/2 UD) Sumber : MKJI 1997

b. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu-lintas (FVw), nilainya berdasarkan tabel 2.11

Tabel 2.11. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untu lebar jalur lalu-lintas (FVw)

Tipe Jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc) (m)

FVw (Km/jam)

Empat-lajur terbagi atau Jalan satu-arah Per lajur 3,00 -4 3,25 -2 3,50 0 3,75 2 4,00 4

(18)

Tipe Jalan Lebar jalur lalu-lintas efektif FVw (Wc) (m) (Km/jam) Empat-lajur tak-terbagi Per lajur 3,00 -4 3,35 -2 3,50 0 3,75 2 4,00 4 Dua-lajur tak-terbagi Total 5 -9,5 6 -3 7 0 8 3 9 4 10 6 11 7 Sumber : MKJI 1997

c. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan lebar bahu (FFVsf) nilainya berdasarkan tabel 2.12

Tabel 2.12. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan bahu

(FFVsf)

Tipe Jalan

Kelas Hambatan Samping

(SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)

≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2m Empat-lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04 Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03 Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02 Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99 Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96

Empat- lajur tak-terbagi 4/2 UD Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04 Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03 Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02 Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98 Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95 Dua-lajur tak-terbagi 2/2 UD atau Jalan satu-arah Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01 Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00 Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99 Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95 Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber : MKJI 1997

(19)

d. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan jarak kerb-penghalang (FFVsf) nilainya berdasarkan tabel 2.13

Tabel 2.13. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan kerb-penghalang pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan kerb

(FFVsf)

Tipe Jalan Kelas Hambatan

Samping (SFC)

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan kerb-penghalang Wk (m)

≤0,5m 1,0m 1,5m ≥2m Empat-lajur terbagi 4/2D Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,02 1,00 0,99 ,096 0,92 Empat-lajur tidak terbagi 4/2 UD Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1,00 0,96 0,91 0,84 0,77 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,02 1,00 0,98 0,94 0,90 Dua-lajur tak-terbagi 2/2 UD atau Jalan satu arah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,10 0,93 0,87 0,78 0,68 0,99 0,95 0,89 0,81 0,72 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82 Sumber : MKJI 1997

e. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota (FCcs) pada jalan perkotaan nilainya berdasarkan tabel 2.14

Tabel 2.14. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FFVcs) jalan perkotaan

Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

<0,1 0,90 0,1 - 0,5 0,93 0,5 - 1,0 0,95 1,0 - 3,0 1,00 >3,0 1,03 Sumber : MKJI 1997 2.8.3 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah rasio volume per kapasitas adalah perbandingan antara volume yang melintas dengan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu. Rumus untuk rasio volume per

(20)

Dimana :

DS = Derajat kejenuhan

Q = arus lalu-lintas (smp/jam) C = kapasitas ruas jalan (smp/ jam)

Menurut MKJI 1997 nilai DS dapat dianalisis dan dikategorikan dengan tiga kriteria, adalah sebagai berikut :

 DS > 0,75 = Terdapat permasalahan dengan ditandai adanya kemacetan

 0,65 < DS < 0,7 = Kurang Lancar

 DS < 0,65 = Lancar

2.9 Simpang

Simpang merupakan pertemuan antara ujung ruas jalan atau persilangan antara dua ruas jalan atau lebih. Persimpangan memiliki fungsi sebagai pengubah arah dari arus atau pergerakan lalu lintas. Pada kenyataan di lapangan, simpang merupakan salah satu lokasi yang rentan terhadap kecelakaan dan merupakan titik kritis dalam pelayanan lalu lintas.

2.9.1 Jenis dan Pengaturan Simpang

Secara umum terdapat dua sistem pengaturan simpang, yaitu :

1. Simpang tanpa syarat lampu (priority intersection), bisa dikenal dengan simpang tak bersinyal.

2. Simpang dengan syarat lampu (signalize intersection), bisa dikenal dengan simpang bersinyal.

Bila dikaji secara rinci dalam sistem pengaturan simpang dapat dibedakan menjadi ; aturan prioritas, penggunaan rambu dan marka, bundaran, penggunaan traffic signals (lampu lalu

(21)

lintas). Ciri khusus yang membedakan jenis simpang tersebut adalah jumlah konflik antara pergerakan dan adanya fase berjalan dari-kaki kaki simpang yang diatur.

2.9.2 Simpang Tak Bersinyal

Simpang tak bersinyal adalah pertemuan jalan dengan minimal 3 lengan jalan dimana dalam pertemuan jalan pengaturan lalu lintas tidak dilengkapi dengan lampu lalu lintas. Ciri khusus dari simpang tak bersinyal adalah jumlah konflik yang terjadi akibat arah pergerakan kendaraan yang sangat besar. Arah pergerakan kendaraan ini dapat dibedakan menjadi empat yaitu ; berpencar/memisah (diverging), bergabung (merging), berpotongan (crossing), dan bersilangan (weaving).

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Tahun 1997, tipe simpang tak bersinyal ditentukan oleh jumlah lengan simpang dan jumlah lajur pada jalan utama dan jalan minor. Berikut adalah tabel tipe simpang.

Tabel 2.15. Kode tipe simpang Kode

Tipe

Jumlah

Pendekat Jalan Utama Pendekat Jalan

Lengan Minor

Simpang Jumlah Lajur Median Jumlah Lajur

322 3 1 T 1 324 3 2 T 1 324M 3 2 Y 1 344 3 2 T 2 344M 3 2 Y 2 422 4 1 T 1 424 4 2 T 1 424M 4 2 Y 1 444 4 2 T 2 444M 4 2 Y 2 Sumber : MKJI 1997

(22)

2.9.3 Kinerja Simpang Tak Bersinyal

Ukuran-ukuran kinerja pada simpang tak bersinyal dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometri, lingkungan, dan lalu lintas. Adapun parameter-parameter kinerja pada jenis simpang ini antara lain :

1. Kapasitas

2. Derajat Kejenuhan 3. Tundaan

4. Peluang antrian

2.9.3.1 Kapasitas Simpang Tak Bersinyal

Kapasitas simpang tak bersinyal dapat diartikan sebagai jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk meleawati lengan jalan pada simpang tersebut. Kapasitas total untuk seluruh lengan simpang ini adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap kapasitas.

Sama halnya dengan ruas jalan, untuk menyamakan satuan arus dari berbagai jenis kendaraan yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda digunakan suatu satuan yang dapat dipakai yang disebut satuan mobil penumpang (smp). Berikut ini adalah tabel besarnya konversi dari kendaraan menjadi smp (Satuan Mobil Penumpang).

Berikut ini adalah tabel besarnya smp yang direkomendasikan sesuai pengertian dalam MKJI 19997 :

(23)

Tabel 2.16. Tipe kendaraan

No Tipe kendaraan Definisi

1 2 3 4

Kendaraan tak bermotor (UM) Sepeda bermotor (MC) Kendaraan ringan (LV) Kendaraan berat (HV)

Sepeda, becak Sepeda motor

Colt,pick up, station wagon Bus, truck

Sumber : MKJI 1997

Tabel 2.17. Nilai konversi smp pada simpang untuk jalan perkotaan

Jenis kendaraan

Nilai emp untuk tiap pendekat Terlindung (P) Terlawan (O)

LV HV MC 1,0 1,3 0,2 1,0 1,3 0,4 Sumber : MKJI 1997

Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut :

Dimana :

C = Kapasitas aktual (smp/jam) Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

Fw = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar lengan simpang

FM = Faktor koreksi kapasitas jika ada pembatas median pada lengan simpang FCS = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota

FRSU = Faktor koreksi akbiat adanya tipe lingkungan jalan, gangguan samping, dan kendaraan tidak bermotor

FLT = Faktor koreksi akibat adanya pergerakan belok kiri FRT = Faktor koreksi akibat adanya pergerakan belok kanan

FMI = Faktor koreksi akibat adanya arus lalu lintas pada jalan minor

Besar tiap faktor koreksi kapasitas sangat tergantung pada tipe persimpangan, yang ditentukan oleh jumlah lengan, jumlah lajur pada jalan utama, dan jumlah lajur pada jalan

(24)

Berikut adalah tabel dan grafik faktor-faktor penyesuaian untuk kapasitas simpang tak bersinyal.

Tabel 2.18. Kapasitas dasar simpang tak bersinyal Tipe Simpang Kapasitas Dasar (smp/jam)

322 2700 342 2900 324 atau 344 3200 422 2900 424 atau 444 3400 Sumber : MKJI 1997

Gambar 2.1 Grafik faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw)

Tabel 2.19. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)

Uraian Tipe M Faktor Penyesuaian

Median (FM)

Tidak ada median jalan utama Tidak Ada 1,00 Ada median jalan utama, lebar < 3m Sempit 1,05 Ada median jalan utama, lebar ≥ 3m Lebar 1,20 Sumber : MKJI 1997

(25)

Tabel 2.20. Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Ukuran Kota (FCS) Ukuran Kota CS Penduduk (Juta) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Sangat Kecil < 0,1 0,82 Kecil 0,1-0,5 0,88 Sedang 0,5-1,0 0,94 Besar 1,0-3,0 1,00 Sangat Besar >3,0 1,05 Sumber : MKJI 1997

Tabel 2.21. Faktor koreksi akibat adanya tipe lingkungan jalan, gangguan samping, dan kendaraan tidak bermotor (FRSU)

Kelas Tpe

Lingkungan Kelas Hambatan Rasio Kendaraan Tak Bermotor-PUM

Jalan Samping SF RE 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25 Komersial tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70 rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71 Permukiman tinggi 0,96 0,91 0,86 0,82 0,77 0,72 sedang 0,97 0,92 0,87 0,82 0,77 0,73 rendah 0,98 0,93 0,88 0,83 0,78 0,74 Akses Terbatas tinggi/sedang/rendah 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 Sumber : MKJI 1997

(26)

Gambar 2.3 Grafik faktor penyesuaian belok kanan (FRT)

(27)

Tabel 2.22. Faktor penyesuaian arus jalan minor (FMI)

Sumber : MKJI 1997

2.9.3.2 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan adalah tingkat kepadatan yang terjadi akibat pergerakan kendaraan yang melewati simpang. Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang (DS), dihitung sebagai berikut :

Dimana :

DS = Derajat kejenuhan

C = kapasitas ruas jalan (smp/ jam)

Qtot = arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut :

Fsmp, dihitung sebagai berikut :

Dimana empLV, LV%, empHV%, HV%, empMC dan MC% adalah emp dan komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.

DS = Qtot/C

Qsmp = Qkend x Fsmp

(28)

2.9.3.3 Tundaan

Besarnya nilai tundaan menyatakan besarnya gangguan yang akan diperoleh kendaraan yang melewati simpang. Berdasarkan MKJI 1997, tundaan diartikan sebagai waktu tempuh tambahan untuk melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang, yang terdiri dari tundaan lalu-lintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalu-lintas (DT) adalah waktu menunggu akibat interaksi lalu-lintas dengan lalu-lintas yang berkonflik. Tundaan geometrik (DG) adalah tundaan akibat perlambatan dan percepatan lalu-lintas yang terganggu dan yang tidak terganggu.

Tundaan lalu-lintas (DT) terdiri dari besarnya tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (DT1), tundaan untuk jalan utama (DTMA), dan tundaan untuk jalan minor. Nilai tundaan untuk simpang dan lalu lintas jalan utama ditentukan dari kurva tundaan empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas.

(29)

Gambar 2.6 Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) vs Derajat Kejenuhan

Nilai tundaan jalan minor (DTMI) ditentukan berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata. Persamaan tundaan jalan minor (DTMI) dapat disajikan dalam bentuk :

Dimana :

DTMI = Tundaan jalan minor Qtot = Arus total

DTI = Tundaan lalu lintas simpang QMA = Arus jalan utama

DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama QMI = Arus jalan minor

(30)

Tundaan akibat interaksi lalu lintas ini akan meningkat seiring dengan pertumbuhan total volume kendaraan di jalan minor dan mayor.

Tundaan geometrik (DG) dapat dihitung dengan rumus :

Untuk DS < 1,0

Untuk DS ≥ 1,0

Dimana :

DS = Derajat Kejenuhan

PT = Rasio arus belok terhadap arus total

6 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak terganggu (det/smp)

3 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan yang terganggu (det/smp)

2.9.3.4 Peluang Antrian

Peluang antrian adalah perkiraan besarnya antrian yang terjadi disebabkan pengaruh dari besarnya volume yang dibandingkan dengan kapasitas yang dimiliki oleh simpang tersebut. Untuk MKJI 1997, besarnya peluang antrian (batasan) dinyatakan dalam persen(%) dan diperkirakan dari kurva peluang antrian untuk derajat kejenuhan.

DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1-PT) x 3) + DS x 4 (det/smp)

(31)

Gambar 2.7 Rentang peluang antrian (QP%) terhadap derajat kejenuhan (DS)

2.10 Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service)

Tingkat pelayanan (Level of Service) merupakan ukuran kualitas arus lalu-lintas yang terjadi di jalan raya dimana pengemudi merasakan kemudahan dan kenyamanan dalam berkendara.

Terdapat dua definisi tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan yaitu tingkat pelayanan tergantung arus dan tingkat pelayanan tergantung fasilitas ( HRB, 1965 dalam Tamin O.Z., 2008). Tingkat pelayanan ruas jalan yang tergantung pada arus lalu-lintas berkaitan dengan kecepatan operasi yang tergantung pada perbandingan antara arus dengan kapasitas jalan.

Menurut HCM, 1994, terdapat enam buah tingkat pelayanan hubungannya dengan rasio arus dengan kapasitas jalan. Enam tingkat pelayanan diabatasi untuk setiap tipe dari fasilitas lalu lintas yang akan digunakan dalam prosedur analisis, yang disimbolkan dengan huruf A sampai dengan F, dimana Level of Service (LOS) A menunjukkan kondisi operasi terbaik, dan

(32)

LOS F paling jelek. Kondisi LOS yang lain ditunjukkan berada diantaranya. Di Indonesia, kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas berikut ini.

Tabel 2.23. Standar tingkat pelayanan jalan

No V/C Tingkat Pelayanan Jalan Karakteristik 1. ≤ 0,2 A

Kondisi arus bebas dengan volume lalu-lintas rendah dan kecepatan tinggi; kepadatan lalu-lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/ minimum dan kondisi fisik jalan; pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkan tanpa atau dengan sedikit tundaan.

2. 0,21

– 0,44

B

Arus stabil dengan volume lalu-lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu-lintas; kepadatan lalu-lintas rendah, hambatan internal lalu-lintas belum memengaruhi kecepatan; pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan. 3. 0,45 – 0,74 C

Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu-lintas yang lebih tinggi; kepadatan lalu-lintas meningkat dan hambatan internal meningkat; pengemudimemiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului.

4. 0,75

– 0,84

D

Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu-lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus; kepadatan lalu-lintas sedang, fluktuasi volume lalu-lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar; pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.

5. 0,85

– 1,00

E

Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu-lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah; kepadatan lalu-lintas tinggi karena hambatan internal lalu-lintas tinggi; pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.

6. >

1,00 F

Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang; kepadatan lalu-lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama; dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. Sumber : High Manual Capacity, 1994

2.11 Analisis Angka Prediksi

Analisa angka pertumbuhan digunakan untuk menghitung angka pertumbuhan lalu-lintas ruas jalan raya Pamulang II serta angka pertumbuhan penduduk Tangerang Selatan. Berikut tahapan analisa angka prediksi, yaitu menggunakan metode regresi linier sederhana, regresi liner berganda dan angka pertumbuhan (i%)

(33)

2.11.1 Regresi Linier Sederhana

Regresi adalah membicarakan bentuk hubungan atau fungsi antara dua variabel tak bebas Y, dengan sekurang-kurangnya sebuah variabel bebas X. Untuk mendapatkan bentuk hubungan yang sesuai antara variabel bebas X dengan variabel Y maka kedua variabel tersebut harus dinyatakan dalam nilai yang terukur atau kuantitif sekurang-kurangnya dengan sekala interval, variabel yang mudah didapat atau tersedia sering dapat digolongkan kedalam variabel bebas sedangkan variabel yang terjadi karena variabel bebas itu merupakan variabel takbebas.(Sudjana, 2005:310).

Bentuk umum persamaan regresi linier dapat dilihat pada rumus berikut :

Dimana :

Y = peubah tak bebas X = peubah bebas

a = Parameter konstan yang artinya jika variabel bebas (x1) tidak menunjukan perubahan atau tetap atau sama dengan nol, maka nilai Y atau jumlah perjalanan akan sama dengan a.

b = Parameter koefisien regresi variabel bebas berupa nilai yang akan dipergunakan untuk meramalkan Y atau disebut juga sebagai koefisien kemiringan garis regresi atau elastisitas

Nilai b dapat positif(+) dapat negartif(-)

Y = a + bX

= ∑ ( ) (∑ )(∑ )

(34)

= sehingga =∑ ∑ Dimana:

n =Banyak pasang data

Yi =Nilai variabel tak bebas Y ke-i Xi =Nilai peubah bebas X ke-i 2.11.2 Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antar variabel tak bebas (variabel dependet) dengan fakto-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu variabel (variabel independen).

Regresi linier berganda hampir sama dengan regresi linier sederhana, hanya saja pada regresi linier berganda variabel bebasnya lebih dari satu variabel penduga. Tujuan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih dan membuat prediksi perkiraan nilai Y atas X.

Secara umum model regresi linier berganda untuk populasi adalah sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ... + bzXz =

Dimana :

Y = Variabel tidak bebas X1...Xz = Variabel bebas a = Konstanta regresi b1... bz = Koefisien regresi

2.11.3 Angka Pertumbuhan (i%)

Angka pertumbuhan digunakan untuk meramalkan suatu pertumbuhan, hal ini terdapat dalam statistika, angka pertumbuhan biasanya menggunakan simbol i, akan tetapi untuk

(35)

mendapatkan nilai i terlebih dahulu harus mengetahui nilai persamaan regresi linier Y=a+bX, dari persamaan tersebut didapat nilai Y’max dan Y’min. Rumus angka pertumbuhan adalah sebagai berikut :

Dimana:

Y’max = Variabel tidak bebas maksimal Y’min = Variabel tidak bebas minimal

i = Angka pertumbuhan

n = Tahun (jarak antara Y’min danY’max)

2.11.4 Nilai Prediksi

Setelah nilai i% atau angka pertumbuhan didapat maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai yang akan datang dengan rumus:

Dimana:

P = Nilai pada tahun ke-n Po = Nilai pada tahun awal i = Angka pertumbuhan n = Waktu (Tahun)

= % /

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006
Tabel 2.3. Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk jalan perkotaan   terbagi dan satu-arah
Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur   lalu-lintas untuk jalan perkotaan (FC w )
Tabel 2.6. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FC sp )  Pemisah arah SP %-  50-50  55-45  60-40  65-35  70-30  %  (FCsp)  Dua Lajur  1  0,97  0,94  0,91  0,88 2/2  Empat  1  0,985  0,97  0,955  0,94  Lajur 4/2  Sumber : MKJI 1997
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh pesan dakwah dalam akun instagram @teladan .rasul terhadap kebutuhan informasi keagamaan (survei pada followers instagram @teladan.rosul ).

Menarik untuk dilihat penggunaan tanda-tanda dan sistem tanda yang digunakan pada logo RSU.Surya Husadha sebagai salah satu bentuk komunikasi visual entitas kepada

Dalam hal seorang wajib-pajak dapat menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya menguasai kekayaan yang dimilikinya ataupun dapat menunjukkan bahwa bagian-bagian kekayaannya

microwave pada proses sintering mempercepat proses terjadinya kristalinitas dari sampel alumina silika, dimana pada proses sintering menggunakan microwave seiring dengan

 Dana capex tersebut juga akan digunakan untuk mengerjakan pesanan sebanyak 1.247 proyek yang berasal dari Telkomsel dan XL Axiata.. Jika tahun ini WSKT membidik

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita

Zaman yang selalu disebut-sebut dalam perkembangan ilmu nahu di Mesir ialah zaman keemasan kerana bukan setakat pengajian ilmu nahu berjalan dengan aktif, bahkan

Sistem ini menggunakan kamera perekam yang dipasang pada suatu jalur dengan lokasi yang berdekatan dengan persimpangan lampu lalu lintas untuk menghitung jumlah