• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Baik negara sedang berkembang, negara emerging market dan negara berkembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Baik negara sedang berkembang, negara emerging market dan negara berkembang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian suatu negara tak lepas dari peran penting kegiatan investasi. Dewasa ini investasi telah menjadi salah satu faktor penting dan sangat menentukan tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran suatu negara. Baik negara sedang berkembang, negara emerging market dan negara berkembang berlomba-lomba meningkatkan kegiatan investasinya. Demi tercapainya maksud tersebut hubungan-hubungan kerjasama ekonomi regional antar negara, bilateral maupun multilateral gencar dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kegiatan investasinya.

AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang digagas sejak 1992 pada KTT IV di Singapura yang nantinya akan menghapus semua bea masuk impor dan implementasi kerja sama MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang telah dimulai sejak 31 Desember 2015 adalah bukti usaha negara-negara regional ASEAN untuk meningkatkan kegiatan investasinya. Bagi Indonesia sendiri partisipasi ini merupakan peluang untuk menarik lebih banyak investasi asing, baik investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) lainnya. Peluang pasar yang luas dikarenakan jumlah penduduk tertinggi di ASEAN dan semakin rendahnya biaya produksi di Indonesia akan memicu lebih banyak kegiatan investasi baik dalam maupun dari

(2)

luar negeri. Perkembangan investasi di Indonesia baik yang berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1

Perkembangan Realisasi Investasi PMDN dan PMA Menurut Sektor Periode 2010 - 2015

Catatan: Data diluar investasi sektor minyak dan gas bumi, perbankan, lembaga keuangan bukan bank, asuransi, sewa guna usaha, investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor

Sumber: Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Gambar di atas menyajikan data perkembangan realisasi investasi menurut

sektor, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Nilai investasi Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selama periode 2010 hingga 2015 terus mengalami peningkatan. Nilai investasi PMDN tahun 2010 sebesar Rp 60.626,3 miliar terus mengalami peningkatan hingga tahun 2015 menjadi sebesar Rp 179.465,9 miliar. Demikian

60,626.30 76,000.70 92,182.00 128,150.60 156,126.20 179,465.90 16,214.80 19,474.50 24,564.70 28,617.50 28,529.70 29,275.90 0.00 20,000.00 40,000.00 60,000.00 80,000.00 100,000.00 120,000.00 140,000.00 160,000.00 180,000.00 200,000.00 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(3)

juga dengan nilai investasi PMA tahun 2010 sebesar 16.214,8 juta dolar terus mengalami peningkatan hingga tahun 2015 menjadi sebesar 29.275,9 juta dolar. Semakin berkembangnya kegiatan investasi suatu negara, maka semakin berkembang juga laju pertumbuhan ekonominya. Perkembangan investasi di Indonesia dapat tercapai karena adanya iklim investasi yang baik, kestabilan kondisi sosial politik, program-program kerja pemerintah dan paket-paket kebijakan pemerintah yang semakin mengutamakan kelancaran proses investasi. Dampaknya lapangan kerja mengalami peningkatan, berkurangnya angka pengangguran, kemajuan teknologi dan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi nasional. Selain dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu negara, pemerataan dan peningkatan kesejahteraan dapat tercapai melalui kegiatan investasi.

Berikut ini terdapat sejumlah definisi investasi menurut pendapat para ahli. An investment can be defined as the commitment of funds to one or more assets that will be held over some future time period (Jones, 2010: 3). Investasi yang dimaksud adalah komitmen untuk menanamkan dana atau modal kedalam satu atau beberapa aset sepanjang periode tertentu untuk menghasilkan tambahan nilai atau keuntungan tertentu. Menurut Hartono (2010: 5) investasi didefinisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke dalam aktiva produktif selama periode waktu yang tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa investasi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang dengan cara menanamkan modal ke dalam aktiva produktif selama periode waktu tertentu.

(4)

Jones (2010: 4) membedakan investasi yang dapat berupa investasi pada aset nyata (real asset) dan investasi pada aset finansial (non asset atau financial asset). Contoh investasi pada aset nyata adalah membeli emas, tanah, real estat termasuk mendirikan perusahaan. Investasi pada asset nyata merupakan jenis investasi dimana investor benar-benar melaksanakan kegiatan investasi secara langsung dengan mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli aset-aset nyata atau dengan mendirikan perusahaan. Keuntungan bisa didapatkan investor dengan menjual aset pada saat harga aset tersebut mengalami peningkatan dan bisa juga mendapatkan keuntungan dari selisih laba rugi operasional perusahaan. Menurut Susilo (2009: 2) investasi pada aset finansial adalah dengan membeli instrumen keuangan, misalnya saham, obligasi, waran, hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau right dan reksadana. Investasi yang berupa aset finansial dilangsungkan di pasar modal atau bursa efek. Sebagai contoh proses transaksi efek di Indonesia dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Penelitian ini secara khusus mengkaji investasi yang berbentuk aktiva keuangan atau aset finansial (financial asset) dalam hal ini transaksi efek yang diberlangsungkan di pasar modal. Pasar modal dibedakan atas beberapa jenis. Menurut Susilo (2009: 20) pasar modal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pasar perdana (primary market) dan pasar sekunder (secondary market). Perbedaannya pasar perdana melakukan perdagangan efek dari perusahaan emiten langsung kepada publik, sedangkan pasar sekunder melakukan perdagangan efek setelah pasar perdana atau ketika transaksi efek dilakukan di bursa efek.

(5)

Transaksi efek atau perdagangan saham yang diberlangsungkan di bursa efek menggunakan indeks harga saham sebagai indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2001: 95). Indeks harga saham yang diperkenalkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berfungsi untuk memudahkan analis dan pemodal mempelajari pasar modal. Lebih lanjut lagi Darmadji dan Fakhruddin (2001: 96) menjelaskan bahwa IHSG menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks. IHSG sekarang ini banyak dimanfaatkan oleh para investor sebagai indikator utama pergerakan harga saham untuk kepentingan analisis investasinya.

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa efek dapat dipegeruhi oleh faktor-faktor makroekoomi seperti tingkat suku bunga (BI rate), inflasi dan nilai tukar atau kurs mata uang. Kenaikan tingkat suku bunga dapat menyebabkan pelaku usaha cenderung memilih investasi aman dengan mendopositokan dananya di bank daripada berinvestasi di pasar modal. Inflasi yang tinggi menyebabkan kenaikan harga pasar yang cenderung berpengaruh terhadap tingkat keuntungan perusahaan yang tercatat di bursa efek. Peningkatan maupun penurunan laba perusahan dapat menyebabkan harga sahamnya terkoreksi naik atau turun di bursa efek. Demikian juga pengaruh faktor nilai tukar mata uang terhadap indeks pasar atau IHSG. Lemah kuatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat mengubah arah ekspektasi investor terhadap perekonomian Indonesia. Investor bisa saja melakukan aksi jual sahamnya di pasar modal karena faktor fundamental perekonomian Indonesia lemah yang

(6)

ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Hal tersebut tentunya bisa menyebabkan peregerakan IHSG di pasar modal terkoreksi menurun.

Seiring dengan perkembangan dan dinamika pasar, IHSG mengalami periode naik dan turun. Sepanjang tahun 2008 hingga awal 2009 IHSG mengalami keterpurukan sebagai dampak krisis perekonomian global. IHSG bahkan pernah ditutup pada level 1.256,7 pada bulan Oktober 2008. Akan tetapi seiring dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia selama masa krisis dan pasca krisis perekonomian global, pasar saham kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik. Tahun 2009 IHSG ditutup pada level 2.535,36, tahun 2010 ditutup pada level 3.699,22, tahun 2011 ditutup pada level 3.808,77 dan pada tahun 2012 ditutup pada level 4.281,86. Bursa Efek Indonesia (BEI) menutup perdagangan tahun 2012 dengan kenaikan IHSG sebesar 12,94%, atau keempat tertinggi di Asia (Majalah Investor, 2013, hal. 10).

IHSG berhasil mencapai level 5.200 di bulan Mei tahun 2013 dan terus mencatatkan perkembangan pada tahun-tahun selanjutnya. Akhir Desember tahun 2014 IHSG ditutup pada level 5.226 dan berhasil mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pasar modal di Indonesia pada level 5.524 di bulan April 2015. Akhir penutupan di bulan Desember 2015 IHSG ditutup menurun dari periode yang sama di tahun sebelumnya pada level 4.593. Gambaran volatilitas pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2008 hingga 2015 dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

(7)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 01 01 2008 05 01 2008 09 01 2008 01 01 2009 05 01 2009 09 01 2009 01 01 2010 05 01 2010 09 01 20 10 01 01 2011 05 01 2011 09 01 2011 01 01 2012 05 01 2012 09 01 2012 01 01 2013 05 01 2013 09 01 2013 01 01 2014 05 01 2014 09 01 2014 01 01 2015 05 01 2015 09 01 20 15 Gambar 2

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2008 - 2015

Sumber: Yahoo Finance

Seiring dengan kenaikan IHSG, nilai kapitalisasi pasar saham juga mengalami peningkatan. Tahun 2009 meningkat sebesar 86,4% dari Rp 1.076,5 triliun pada akhir perdagangan tahun 2008 menjadi Rp 2.006,7 triliun. Pada tahun 2010 nilai kapitalisasi pasar saham BEI juga mengalami peningkatan sebesar 60,63% sebesar Rp 3.243,77 trililun dari tahun 2009. Tahun 2011 juga mengalami peningkatan sebesar 8,54% menjadi Rp 3.524 triliun dan terus mengalami peningkatan kapitalisasi pasar tahun 2012 sebesar 15,69% menjadi Rp. 4.092,23 triliun, tahun 2013 meningkat sebesar 3,09% menjadi Rp 4.219,02 triliun, hingga tahun 2014 meningkat sebesar 23,91% menjadi Rp 5.228,04 triliun. Pada akhir perdagangan Desember 2015 nilai kapitalisasi pasar BEI mengalami penurunan sebesar 6,79% menjadi Rp 4.872,70 triliun. Perkembangan pergerakan IHSG dan kapitalisasi

(8)

pasar saham BEI tersebut dalam periode waktu delapan tahun sejak tahun 2008 mengindikasikan peluang investasi yang menguntungkan di pasar modal Indonesia. Nilai kapitalisasi pasar BEI selama periode tahun 2008 hingga 2015 bisa dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Nilai Kapitalisasi Pasar BEI Periode 2008 - 2015 Tahun Kapitalisasi Pasar (triliun) Peningkatan (%) 2008 1.076,5 - 46,37 2009 2.006,7 86,40 2010 3.243,77 60,63 2011 3.524 8,54 2012 4.092,23 15,69 2013 4.219,02 3,09 2014 5.228,04 23,91 2015 4.872,70 - 6,79

Sumber: Siaran Pers Akhir Tahun 2008 - 2012

BAPEPAM-LK dan www.sahamok.com

Investasi selalu berhubungan dengan return (tingkat keuntungan) dan risk (risiko). Menurut Tandelilin (2010: 183) dalam melaksanakan kegiatan investasi, seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu tingkat pengembalian dan juga resiko yang mungkin timbul akibat adanya ketidakpastian. Investor dapat mengharapkan tingkat keuntungan tertentu, akan tetapi ada faktor risiko yang pasti akan dihadapi oleh investor. Oleh karena itu risiko menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan investor selain tingkat keuntungan (return) ketika menginvestasikan modalnya.

Hubungan antara risiko (risk) dan tingkat keuntungan (return) dalam dunia investasi dikenal dengan istilah high risk high return. Istilah tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi risiko, maka semakin tinggi juga tingkat

(9)

keuntungan investasi yang bisa didapatkan. Kebanyakan investor menginginkan investasi yang bersifat low risik high return, akan tetapi pada kenyataannya jenis investasi tersebut sangat sulit untuk direalisasikan. Tingkat keuntungan yang maksimal tidak semata-mata diukur dari besaran risiko investasi, akan tetapi berdasarkan preferensi risiko investor dan berbagai pertimbangan lainnya. Salah satu pertimbangan tersebut yaitu seperti yang dikemukakan oleh Reilly dan Brown (2003: 13) yang menyatakan bahwa pada umumnya investor adalah risk averse. Risk averse adalah perilaku investor yang jika menghadapi berbagai pilihan investasi dengan return ekspektasian yang sama dan risiko berbeda, maka investor akan memilih investasi dengan tingkat risiko yang lebih rendah.

Penelitian ini didasarkan atas permasalahan adanya faktor risiko yang harus ditanggung investor untuk mendapatkan tingkat keuntungan (return) tertentu dalam berinvestasi. Konsep risiko harus dipahami investor supaya dapat menghasilkan profit yang optimal. Terdapat dua jenis risiko dalam dunia investasi, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Menurut Tandelilin (2010: 105) risiko sistematis atau risiko pasar merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar secara keseluruhan, sedangkan risiko sistematis merupakan risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Risiko sistematis dikenal juga sebagai risiko pasar karena berkaitan dengan perubahan pasar. Risiko sistematis tidak dapat diminimalisir atau dihindari dengan melakukan diversifikasi aset. Berbeda dengan risiko sistematis, risiko tidak sistematis dapat diminimalisir atau dihindari dengan melakukan diversifikasi aset.

(10)

Diversifikasi aset dapat dilakukan dalam bentuk portofolio. Berikut ini sejumlah definisi portofolio menurut para ahli. A portfolio is a collection of investment securities (Brigham dan Houston, 2003: 232). Menurut pendapat tersebut portofolio merupakan sekumpulan sekuritas atau surat-surat berharga. Menurut Susilo (2009: 150) portofolio adalah kombinasi dari beberapa saham sebagai pilihan investasi dengan tujuan untuk meminimalkan risiko investasi dan mengoptimalkan keuntungan. Diversifikasi aset dalam bentuk portofolio dilakukan bukan tanpa alasan. Investors should always diversify to reduce their risk. Because they should not hold only one security, that security’s risk, taken by itself, is not the relevant issue for investors (Jones, 2010: 169). Menurut pendapat tersebut investor harus selalu melakukan diversifikasi, investor tidak seharusnya hanya berinvestasi pada satu jenis sekuritas, karena akan sangat berisiko.

Terdapat suatu perumpamaan yang telah dikenal luas dalam dunia investasi yaitu don’t put all your eggs in one basket. Perumpamaan tersebut mengandaikan bila kita meletakkan semua telur dalam satu keranjang, maka telurnya akan pecah semua jika keranjangnya terjatuh. Begitu juga dengan berinvestasi, apabila kita menginvestasikan seluruh modal dalam satu aset, maka akan sangat beresiko mengalami kerugian. Oleh karena itu diperlukan diversifikasi, sekuritas dan surat-surat berharga lainnya dalam bentuk portofolio, karena dapat memaksimalkan keuntungan dengan tingkat risiko tertentu. Susilo (2009: 150) mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian, dengan menginvestasikan dana pada beberapa saham yang fundamental dan teknikalnya bagus, risiko investasi menjadi lebih rendah dan return-nya menjadi optimal.

(11)

Penelitian ini hanya khusus membahas tentang sekuritas berupa saham sebagai objek penelitian. Investasi dalam bentuk portofolio saham terdiri dari berbagai bentuk kombinasi saham yang sering menjadi kendala bagi investor. Dengan banyaknya kombinasi saham di pasar saham, maka terdapat banyak kemungkinan portofolio juga. Akan tetapi investor tetap harus memilih portofolio mana yang memberikan return maksimal. Menurut Hartono (2010: 285) jika investor adalah rasional, maka mereka akan memilih portofolio yang optimal. Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Fabozzi (1999: 63) bahwa jika investor mempunyai beberapa pilihan portofolio efisien, maka portofolio yang optimal yang akan dipilih.

Konsep portofolio efisien dan portofolio optimal sangat penting untuk dipahami sebagai dasar informasi investor. Sebelum membentuk portofolio yang optimal, investor harus menentukan portofolio yang efisien terlebih dahulu. Portofolio optimal adalah portofolio yang dipilih investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada portofolio efisien, sedangkan portofolio efisien adalah portofolio yang menyediakan return maksimal bagi investor dengan tingkat risiko tertentu, atau portofolio yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu (Tandelilin, 2010: 160). Dengan kata lain portofolio yang optimal dibentuk dari portofolio efisien. Perbedaan antara keduanya yaitu pada portofolio efisien hanya dilihat dari faktor return ekspektasi atau risikonya, sedangkan pada portofolio optimal dihasilkan melalui model analisis portofolio yang berdasarkan kombinasi risiko dan return terbaik.

(12)

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan tiga model analisis portofolio yaitu Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (ATP). Setiap model analisis portofolio menggunakan asumsi-asumsi yang merupakan karakteristik model tersebut sehingga menjadikan model-model tersebut berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut bisa menjadi kelebihan maupun kekurangan masing-masing model analisis, sehingga dengan membandingkan model-model analisis portofolio tersebut maka akan diketahui model analisis portofolio yang memiliki kinerja yang paling baik dalam membentuk portofolio saham yang optimal.

Model analisis Single Index Model (SIM) didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar (Hartono, 2010: 339). Menurut model analisis ini return sekuritas kemungkinan akan berkorelasi karena adanya perubahan-perubahan nilai pasar. Perubahan-perubahan nilai pasar tersebut dapat dijadikan sebagai asumsi model indeks tunggal dengan alasan bahwa pergerakan sekuritas tidak dipengaruhi oleh faktor diluar pasar akan tetapi karena hubungannya dengan indeks pasar. Husnan (1998: 114) menerangkan bahwa model indeks tunggal hanya mendasarkan diri pada pemikiran bahwa tingkat keuntungan suatu sekuritas dipengaruhi oleh tingkat keuntungan portofolio pasar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model analisis Single Index Model (SIM) didasarkan pada asumsi bahwa adanya korelasi antar sekuritas yang disebabkan oleh perubahan-perubahan nilai pasar, bukan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar pasar.

(13)

Selain model analisis SIM, penelitian ini juga menggunakan model analisis CAPM. Antara CAPM dan SIM terdapat perbedaan yang menjadi kelebihan maupun kekurangan masing-masing. Menurut Tandelilin (2010: 133) terdapat dua komponen utama yang menjadi penyebab perbedaan SIM dan CAPM, yaitu:

Komponen return yang terkait dengan keunikan perusahaan (α) dan komponen return yang terkait dengan pasar atau risiko sistematis (β). Dengan kata lain tingkat keuntungan (return) dipengaruhi oleh faktor-faktor mikro yang hanya mempengaruhi perusahaan yang bersangkutan pada alpha (α), sedangkan pada beta (β) tingkat keuntungan (return) dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang mempengaruhi semua perusahaan pada umumnya.

Sama seperti model analisis SIM dan model analisis lainnya, CAPM juga membutuhkan asumsi-asumsi supaya model analisis ini dapat dikembangkan. Menurut Hartono (2010: 488) kelemahan pada CAPM adalah asumsi-asumsi yang digunakan kurang realistis sehingga para peneliti mencoba untuk melepaskan asumsi-asumsi yang digunakan dari CAPM supaya model ini lebih realistis mewakili kenyataan. Kelemahan lainnya dari model analsiis CAPM berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yaitu model analisis ini merupakan model yang misspecified yang masih membutuhkan faktor-faktor lain selain beta (Copeland dan Weston, 1992).

Analisis investasi dalam penelitian ini juga menggunakan model faktor untuk mengatasi kekurangan-kekurangan dalam model analisis CAPM. Model faktor yang digunakan yaitu model alternatif untuk penentuan harga aset yang dikembangkan oleh Stephen Ross yang disebut Arbitrage Pricing Theory (APT). Model analisis APT memiliki perbedaan dan tidak serumit dibandingkan model

(14)

analisis CAPM. Perbedaannya terletak pada asumsi CAPM yang memerlukan sejumlah besar asumsi, sedangkan model analisis APT memerlukan lebih sedikit asumsi (Sharpe et al., 1999: 325).

Kesamaan antara model analisis CAPM dan APT yaitu sama-sama menjelaskan bagaimana suatu aktiva dipengaruhi oleh harga pasar. Akan tetapi model analisis CAPM memiliki kelebihan yang menyatukan semua faktor kedalam satu faktor yaitu return market portofolio, sedangkan faktor-faktor yang teridentifikasi dalam APT tidak diketahui. Dengan kata lain APT tidak menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pricing (Husnan, 1998: 215-216). Oleh karena itu untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap harga saham, maka perlu dilakukan sejumlah pengujian statistik.

Berdasarkan uraian-uraian di atas diketahui bahwa penerapan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam pembentukan portofolio optimal. Oleh karena itu dalam penelitian ini ketiga model analisis tersebut akan dibandingkan dengan menggunakan model perhitungan kinerja portofolio, yaitu Sharpe Measure, Treynor Measure dan Jensen’s alpha. Model perhitungan kinerja portofolio tersebut akan menghasilkan model analisis yang terbaik dalam penyusunan portofolio optimal yang nantinya bisa digunakan analis, investor dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan investasi.

Pertanyaan bahwa manakah antara model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) yang

(15)

lebih memiliki kinerja paling baik dalam pembentukan portofolio optimal akan dijawab dengan membandingkan hasil analisis dari ketiga model analisis tersebut. Berdasarkan permasalah dan alasan-alasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis memilih penelitian tesis dengan judul “Perbandingan Kinerja Portofolio Optimal Berdasarkan Model Analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT)”.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka sejumlah permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah komposisi sekuritas-sekuritas yang dipilih dan disusun

berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM)?

b. Bagaimanakah komposisi sekuritas-sekuritas yang dipilih dan disusun berdasarkan model analisis Capital Aset Pricing Model (CAPM)?

c. Bagaimanakah komposisi sekuritas-sekuritas yang dipilih dan disusun berdasarkan model analisis Arbitrage Pricing Theory (APT)?

d. Bagaimanakah komparasi kinerja portofolio optimal berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Theory (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) yang diukur dengan menggunakan Sharpe Measure?

e. Bagaimanakah komparasi kinerja portofolio optimal berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Theory (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) yang diukur dengan menggunakan Treynor Measure?

(16)

f. Bagaimanakah komparasi kinerja portofolio optimal berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Theory (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) yang diukur dengan menggunakan Jensen’s alpha?

g. Bagaimanakah pembagian proporsi dana sekuritas, return ekspektasi dan risiko portofolio optimal yang memiliki kinerja yang paling baik di antara model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT)?

2. Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan penulis dengan menerapkan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

a. Objek penelitian ini adalah sekuritas-sekuritas yang tercatat dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

b. Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2008 sampai dengan 2015.

c. Penelitian ini akan menganalisis pembentukan portofolio optimal dengan menggunakan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT).

d. Penelitian ini akan menganalisis dan membandingkan kinerja portofolio optimal berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) dengan

(17)

menggunakan model perhitungan return sesuaian-risiko (risk-adjusted return), yaitu Sharpe Measure, Treynor Measure dan Jensen’s alpha.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model analisis portofolio manakah yang memiliki kinerja portofolio yang paling baik. Portofolio optimal yang terbentuk berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) akan dibandingkan kinerja portofolionya. Perbandingan kinerja portofolio berdasarkan ketiga model analisis tersebut akan menggunakan Sharpe Measure, Treynor Measure dan Jensen’s Alpha. Berdasarkan model analisis kinerja portofolio tersebut, maka portofolio optimal dengan kinerja yang paling baik akan direkomendasikan sebagai pilihan investasi yang tepat bagi investor.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkaitan antara lain:

a. Investor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk berinvestasi di pasar modal, sehingga investor dapat membuat keputusan investasi yang tepat melalui portofolio yang disarankan.

b. Industri Keuangan

Bagi industri keuangan, khususnya perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan-perusahaan yang

(18)

bergerak dalam bidang capital market services dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dengan membandingkan model analisis yang dipakai perusahaan dengan model analisis yang digunakan penulis. Model analisis yang tepat dan sesuai dengan pilihan investasi dapat memberikan return yang lebih baik.

c. Penulis

Penulis dapat memperoleh tambahan pengetahuan mengenai industri keuangan, investasi, pasar modal, bursa efek dan terutama mengenai bagaimana membentuk portofolio efisien dan portofolio yang optimal selama menyelesaikan penelitian ini.

d. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai data, informasi, maupun referensi dalam mengkaji dan mengembangkan topik-topik penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

C. Keaslian Penelitian

Kesalahpahaman tentang topik penelitian yang sama antara penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang baru seringkali terjadi pada peneliti pemula. Penelitian ini mereplikasi penelitian-penelitian dengan topik yang sama pada penelitian terdahulu yang kemudian dikembangkan dengan konsep yang berbeda. Dalam penelitian ini dinyatakan dengan tegas mengenai perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penulis mendasarkan keaslian penelitian ini berdasarkan pendapat Subiyanto (2000: 20) yang menyatakan bahwa kajian terdahulu dapat dijadikan

(19)

referensi untuk mengetahui apakah kajian pada masa lalu masih relevan untuk saat ini.

Penelitian yang membandingkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM), dan Arbitrage Pricing Theory (APT) untuk membentuk portofolio saham yang optimal sebelumnya belum pernah dilakukan oleh peneliti yang lain. Meskipun begitu penelitian tentang pembentukan portofolio optimal berdasarkan model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT) sudah pernah dilakukan oleh peneliti yang lain. Merujuk pada pendapat di atas penulis mereplikasi penelitian-penelitian ini untuk menjadi suatu penelitian yang benar-benar baru dan untuk mengkaji apakah penelitian terdahulu tersebut masih relevan untuk saat ini.

Penelitian ini secara khusus akan menganalisis perbandingan kinerja portofolio dengan menggunakan model analsisi Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM)dan Arbitrage Pricing Theory (APT)untuk mengetahui model analisis mana yang akan menghasilkan portofolio saham terbaik atau yang paling optimal. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini diberi judul: “Perbandingan Kinerja Portofolio Optimal Berdasarkan Model Analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT)”.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun dalam lima bab. Masing-masing bab akan menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut:

(20)

Bab I Pendahuluan

Bagian pendahuluan penelitian ini akan menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Landasar teori yang digunakan penulis untuk menunjang penelitian ini akan membahas tentang teori investasi, investasi dibidang keuangan (finansial asset), risk and return investasi, teori portofolio, risk and return portofolio, perbedaan antara portofolio efisien dan portofolio optimal, model analisis Single Index Model (SIM), Capital Asset Pricing Model (CAPM), dan Arbitrage Pricing Theory (APT) dan model perhitungan kinerja portofolio dengan menggunakan Sharpe Measure, Treynor Measure dan Jensen’s alpha. Bab ini juga akan memaparkan tentang hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dan pada bagian akhir bab ini terdapat kerangka pemikiran teoritis penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab tiga ini akan menjelaskan tentang gambaran umum pasar modal di Indonesia, jenis penelitian yang digunakan, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data yang digunakan dan teknik analisis

(21)

data dengan menggunakan beberapa model analisis penelitian yang telah disebutkan.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan

Bab empat ini akan menganalisis berbagai data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan model-model analisis yang telah disebutkan sebelumnya.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bagian akhir penelitian ini akan menjelaskan tentang kesimpulan, keterbatasan, kekurangan dan saran penelitian berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya untuk kepentingan investor, industri keuangan, analis, penulis maupun untuk peneliti selanjutnya.

Daftar Pustaka Lampiran-lampiran

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Diri yaitu variabel konsep diri yang terdiri dari 3 aspek, yaitu pandangan terhadap diri, pengharapan terhadap diri dan penilaian terhadap diri diperoleh t = 7,753 dengan p

Untuk pengawasan dan pembinaan dari pemerintah terhadap kegiatan usaha pertambangan di wilayah masyarakat hukum adat, perlu penggembangan instrumen- instrumen

Hal ini disebabkan karena proton memiliki muatan sejenis dengan proton lain-katakanlah bermuatan listrik positip dan demikian juga interaksi antar elektron

Konsep yang dipilih dalam perancangan logo ini adalah emas dan biru langit perpaduan antara tujuan dari visi misi dan sekolah tinggi ilmu kesehatan budi luhur yang menciptakan

Berdasarkan kondisi permasalahan diatas dan betapa pentingnya peran auditor internal di sebuah organisasi guna menjaga keberlanjutan organisasi itu sendiri dalam

Abstrak - Instagram sebagai salah satu jenis media sosial yang dekat dengan kalangan muda zaman sekarang, maka dari itu instagram dapat digunakan untuk meningkatkan

Pemberian latihan penguasaan strategi seranga hanya diberikan pada saat latihan permainanan (game). Beberapa pelatih ada yang belum memberikan model-model latihan

Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu pemesanan kembali