commit to user
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang telah mengaplikasi konsep Manajemen Risiko dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) antara lain :
Budi (2011) , menyebutkan bahwa berdasarkan hasil perhitungan AHP pada Proyek Apartemen Gunawangsa dengan tinjauan khusus yaitu kriteria Daya Dukung Tiang , didapatkan Daya Dukung Tiang (46,74%), Faktor Lingkungan (39,43%), Faktor Biaya (9,25%), dan yang paling rendah adalah Faktor Pengoperasian Alat (4,58%). Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa berdasarkan pendapat pengambilan keputusan pada Proyek Apartemen Gunawangsa yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan AHP berdasarkan isian kuisioner, bahwa kriteria yang paling mempengaruhi pada pemilihan alternatif pada alat pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah kriteria daya dukung tiang yaitu 46,74%. Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah kesanggupan alat pancang dalam memancang tiang sesuai daya dukung yang dibutuhkan oleh tiang pancang tersebut.
Dr.Prasanta Kumar Dey (2002), menyebutkan bahwa pengaplikasian analisa manajemen risiko dengan metode AHP pada kasus pembangunan pipa minyak lintas negara pada bagian barat India. Pada proses pembangunan pipa minyak tersebut didapatan faktor risiko dan sub-faktor risiko yang diindentifikasikan oleh para ahli (pakar). Didapat risiko teknis berupa : pemilihan teknologi, pengaplikasian pemilihan metodologi penilitan, risiko pada peralatan dan perubahan desain. Risiko finasial dan ekonomi berupa : inflasi, risiko dana, perubahan kebijakan peraturan pemerintah lokal, estimasi yang tidak benar. Dari hasil perbandingan dengan meode AHP didapat kesimpulan bahwa kemungkinan kegagalan pada proses pembangunan pipa minyak tersebut adalah 0,37 persen, dengan kemungkinan terbesar akibat adanya akibat perubahan desain, kekurangan dana, kemampuan vendor dan juga akibat cuaca.
commit to user
Pada jurnal T Zayed et.al (2008) , disebutkan bahwa berdasarkan hasil perbandingan Analytic Hierarchy Process pada Proyek Jalan Layang di Cina menunjukkan bahwa interaksi dari pihak manajemen luar negeri dengan kontraktor lokal memiliki skor yang sangat tinggi (0,4) pada area risiko hirarki makro. Namun, kondisi cuaca, keselamatan kerja, dan teknologi memiliki efek yang sangat kecil pada risiko pembangunan konstruksi proyek jalan layang (skor rata-rata sama dengan 0,1). Hasil juga menunjukkan bahwa risiko politik memiliki skor tertinggi yaitu 0,2336 pada level area makro. Pada waktu lain, teknologi dan tenaga kerja memiliki risiko tertinggi yaitu 0,2492 dan 0,2098 pada level area mikro.
I gusti Ngurah Oka saputra dan Anak Agung Wiranatha (2009) menyebutkan bahwa analisa perbandingan risiko biaya kontrak lumpsump dengan kontrak unit price dengan metode AHP, studi kasus pada kontraktor di kota denpasar didapatkan data kuisioner bahwa 85 % responden menyatakan proyek dengan sistem unit price lebih menguntungkan dari sisi tingkat risiko dibandingkan dengan kontrak lump sum. Hasil analisis dengan metode AHP diperoleh bahwa perbandingan risiko dari aspek biaya pada kontrak lumpsum berisiko lebih tinggi dibandingkan dengan kontrak unit price dengan perbandingan 81,7% : 18,3%.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. RisikoRisiko merupakan variasi dalam hal-hal yang mungkin terjadi secara alami di dalam suatu situasi (Fisk, 1997). Risiko adalah ancaman terhadap kehidupan, properti atau keuntungan finansial akibat bahaya yang terjadi (Duffield & Trigunarsyah, 1999). Secara umum risiko dikaitkan dengan kemungkinan (probabilitas) terjadinnya peristiwa diluar yang diharapkan (Soeharto,1995). Jadi risiko adalah variasi dalam hal-hal yang mungkin terjadi secara alami atau kemungkinan terjadinya peristiwa diluar yang diharapkan yang merupakan ancaman terhadap properti dan keuntungan finansial akibat bahaya yang terjadi.
commit to user
Secara umum risiko dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang yang tergantung dari kebutuhan dalam penanganannya (Rahayu, 2011):
1. Risiko murni dan risiko spekulatif (pure risk and speculative risk)
Dimana risiko murni dianggap sebagai suatu ketidakpastian yang dikaitkan dengan adanya suatu outcome yaitu kerugian. Contoh risiko murni kecelakaan kerja di proyek. Karena itu risiko murni dikenal dengan nama risiko statis. Risiko spekulatif mengandung dua keluaran yaitu kerugian (loss) dan keuntungan (gain). Risiko spekulatif dikenal sebagai risiko dinamis. Contoh risiko spekulatif pada perusahaan asuransi jika risiko yang dijamin terjadi maka pihak asuransi akan mengalami kerugian karena harus menanggung uang pertanggungan sebesar nilai kerugian yang terjadi tetapi bila risiko yang dijamin tidak terjadi makan perusahaan akan memperoleh keuntungan.
2. Risiko terhadap benda dan manusia, dimana risiko terhadap benda adalah risiko yang menimpa benda seperti rumah terbakar sedangkan risiko terhadap manusia adalah risiko yang menimpa manusia seperti risiko kematian dsb.
3. Risiko fundamental dan risiko khusus (fundamental risk and particular
risk). Risiko fundamental adalah risiko yang kemunginannya dapat timbul
pada hampir sebagian besar anggota masyarakat dan tidak dapat disalahkan pada seseorang atau beberapa orang sebagai penyebabnya, contoh risiko fundamental : bencana alam, peperangan. Risiko khusus adalah risiko yang bersumber dari peristiwa-peristiwa yang mandiri dimana sifat dari risiko ini adalah tidak selalu bersifat bencana , bisa dikendalikan atau umumnya dapat diasuransikan. Contoh risiko khusus : jatuhnya kapal terbang, kecelakaan dsb.
2.2.2. Jenis Risiko
Risiko-risiko yang terdapat pada proyek konstruksi sangat banyak , namun tidak semua risiko tersebut perlu diprediksi dan diperhatikan untuk memulai suatu proyek karena hal itu akan memakan waktu yang lama. Oleh karena itu
pihak-commit to user
pihak didalam proyek konstruksi perlu untuk memberi prioritas pada risiko yang penting yang akan memberikan pengaruh terhadap keuntungan proyek. Risiko tersebut adalah (Wideman, 1992):
1. External, tidak dapat diprediksi (tidak dapat dikontrol): a. Perubahan peraturan perundang- undangan
b. Bencana alam : badai, banjir, gempa bumi c. Akibat kejadian pengrusakan dan sabotase
d. Pengaruh lingkungan dan sosial, sebagai akibat dari proyek e. Kegagalan penyelesaian proyek
2. External, dapat diprediksi (tetapi tidak dapat dikontrol): a. Risiko pasar
b. Operasional (setelah proyek selesai) c. Pengaruh lingkungan
d. Pengaruh sosial e. Perubahan mata uang f. Inflasi
g. Pajak
3. Internal, non-teknik (tetapi umumnya dapat dikontrol): a. Manajemen
b. Jadwal yang terlambat c. Pertambahan biaya d. Cash flow
e. Potensi kehilangan atas manfaat dan keuntungan
4. Teknik (dapat dikontrol): a. Perubahan teknologi
b. Risiko-risiko spesifikasi atas teknologi proyek c. Desain
commit to user
5. Hukum, timbulnya kesulitan akibat dari : a. Lisensi
b. Hak paten
c. Gugatan dari luar d. Gugatan dari dalam
Menurut Flanagan & Norman (1993), risiko-risiko dalam proyek konstruksi adalah :
1. Penyelesaian yang gagal sesuai desain yang ditentukan/penetapan waktu konstruksi.
2. Kegagalan untuk memperoleh gambar perencanaan, detail perencanaan/izin dengan waktu yang tersedia.
3. Kondisi tanah yang tak terduga 4. Cuaca yang sangat buruk. 5. Pemogokan tenaga kerja.
6. Kenaikan harga yang tidak terduga untuk tenaga kerja dan bahan. 7. Kecelakaan yang terjadi dilokasi yang menyebabkan luka. 8. Kerusakan yang terjadi pada struktur akibat cara kerja yang jelek. 9. Kejadian tidak terduga (banjir, gempa bumi, dan lain–lain)
10. Klaim dari kontraktor akibat kehilangan dan biaya akibat keterlambatan produksi karena detail desain oleh tim desain.
11. Kegagalan dalam penyelesaian proyek dengan budget yang telah ditetapkan
Sumber–sumber risiko (Flanagan & Norman, 1993) : 1. Timbulnya inflasi
2. Kondisi tanah yang tidak terduga 3. Keterlambatan material
4. Detail desain yang salah, seperti ukuran yang salah dari gambar yang dibuat oleh arsitek
5. Kontraktor utama tidak mampu membayar/bangkrut 6. Tidak ada koordinasi
commit to user
2.2.3. Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek serta jelas waktu awal dan akhir kegiatannya. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Ervianto(2002), proyek konstruksi mempunyai tiga karakteristik yang dapat dipandang secara tiga dimensi yaitu :
1. Bersifat unik: tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek yang identik, yang ada adalah proyek sejenis), proyek bersifat sementara dan selalu melibatkan grup pekerja yang berbeda-beda.
2. Dibutuhkan sumber daya: setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya yaitu tenaga kerja, uang, peralatan, metode dan material.
3. Organisasi: setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan di dalamnya terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menyatukan fisi menjadi satu tujuan yang ditetapkan organisasi.
Dalam proses mencapai tujuan proyek telah ditentukan tiga batasan/kendala (triple constraint) yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, mutu dan jadwal yang harus dipenuhi.
2.2.4. Manajemen Risiko
Manajemen Risiko merupakan pendekatan yang dilakukan terhadap risiko yaitu dengan memahai, mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko suatu proyek. Kemudian mempertimbangkan apa yang akan dilakukan terhadap dampak yang ditumbulkan dan kemungkinan pengalihan risiko kepada pihak lain atau mengurangi risiko yang terjadi.
Manajemen Risiko adalah semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko yaitu perencanaan (planning), penilaian (assesment), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring) risiko (Kerzner, 2001)
commit to user
Dalam dunia nyata selalu terjadi perubahan yang sifatnya dinamis, sehingga selalu terdapat ketidakpastian. Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, dan risiko akan menimbulkan konsekuensi tidak menguntungkan. Jika risiko tersebut menimpa suatu proyek, maka proyek tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi, risiko tersebut bisa mengakibatkan terbengkalainya proyek tersebut. Karena itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga proyek tersebut dapat bertahan, atau barangkali mengoptimalkan risiko. (Hanafi, 2006)
Manajemen risiko proyek mencakup proses melakukan perencanaan manajemen risiko, identifikasi, analisa, perencanaan respon, dan pemantauan dan pengendalian proyek. Tujuan manajemen risiko proyek adalah untuk meningkatkan kemungkinan dan dampak dari kegiatan positif dan mengurangi kemungkinan dan dampak dari sesuatu yang merugikan dalam proyek tersebut. (PMBOK,2008). Dengan demikian melalui manajemen risiko akan diketahui metode yang tepat untuk menghindari/mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat risiko. Secara langsung manajemen risiko yang baik dapat menghindari semaksimal mungkin dari biaya-biaya yang terpaksa harus dikeluarkan akibat terjadinya suatu peristiwa yang merugikan dan menunjang peningkatan keuntungan usaha. (Soemarno, 2007)
commit to user
2.2.4.1. Diagram Manajemen Risiko
a. Diagram manajemen risiko menurut PMI, 2000
Gambar 2.1 Diagram manajemen risiko menurut PMI, 2000
1. Perencanaan Manajemen Risiko
Bagaimana mendekati dan melaksanakan aktivitas manajemen risiko untuk proyek serta memastikan tingkat, tipe, dan visibilitas manajemen risiko yang setara dengan risiko dan kepentingan proyek.
2. Identifikasi Risiko
Menentukan risiko-risiko yang mempengaruhi proyek dan mendokumentasikan karakteristiknya.
3. Analisis Risiko Kualitatif
Menilai prioritas risiko teridentifikasi menggunakan peluang terjadinya dan dampaknya terhadap tujuan proyek bila risiko itu terjadi.
4. Analisis Risiko Kuantitatif
Dikerjakan berdasarkan risiko yang diprioritaskan oleh proses analisa risiko kualitatif.
Perencanaan Manajemen Risiko
Identifikasi Risiko
Analisis Risiko Kualitatif
Analisis Risiko Kuantitatif
Perencanaan Respon Risiko
commit to user
5. Perencanaan Respon Risiko
Proses mengembangkan pilihan dan menentukan tindakan untuk meningkatkan kesempatan dan mengurangi ancaman terhadap tujuan proyek. Ini mengikuti analisis risiko kualitatif dan kuantitatif.
6. Pengendalian dan Monitoring Risiko
Untuk memastikan bila asumsi proyek masih valid, risiko (sebagaimana telah dinilai) berubah dari sebelumnya, memonitor sisa risiko, dan mereview pelaksanaan respon risiko saat mengevaluasi keefektifannya.
b. Diagram manajemen risiko menurut Association for Project Management (APM), 1997
Gambar 2.2 Diagram manajemen risiko menurut APM, 1997
1. Define Project
Menentukan proyek mana yang akan diterapkan manajemen risiko didalamnya.
2. Focus PRAM
Adalah mengikuti Project Risk Analysis and Management guide dalam menentukan risiko.
Define Project
Focus PRAM
Identify Risks
Asses Risks Plan Risks Responses
commit to user
3. Identify Risks
Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan terjadi di dalam proyek dan apa pengaruhnya dalam proyek.
4. Asses Risks
Menilai bagaimana risiko-risiko yang mungkin terjadi akan mempengaruhi proyek.
5. Plan Risk Responses
Merencakan tindakan penanganan yang dilakukan terhadap risiko yang mungkin terjadi.
6. Manage Risk
Mengelola risiko dengan tindakan penanganan yang telah ditentukan.
c. Diagram manajemen risiko menurut AS/NZS, 1999b
Gambar 2.3 Diagram manajemen risiko menurut AS/NZS, 1999 Monitor and Review
Establish Context
Identify Risks
Analysis Risks
Evaluate Risks Treat Risks
commit to user
d. Diagram manajemen risiko Generic Steps
Gambar 2.4. Diagram manajemen risiko Generic Steps
2.2.4.2. Tahapan dalam Manajemen Risiko a. Perencanaan (Planning)
Proses pengembangan dan dokumentasi strategi dan metode yang terorganisasi, komprehensif, dan interaktif, untuk keperluan identifikasi dan penelusuran isu-isu risiko, pengembangan rencana penanganan risiko, penilaian risiko yang kontinyu untuk menentukan perubahan risiko, serta mengalokasikan sumberdaya yang memenuhi.
b. Penilaian (Assesment)
Terdiri atas proses identifikasi dan analisa area-area dan proses-proses teknis yang memiliki risiko untuk meningkatkan kemungkinan dalam mencapai sasaran biaya, kinerja/performance, dan waktu penyelesaian kegiatan.
c. Penanganan (Handling)
Merupakan proses identifikasi, evaluasi, seleksi, dan implementasi penanganan terhadap risiko dengan sasaran dan kendala masing-masing program, yang terdiri atas menahan risiko, menghindari risiko, mencegah risiko, mengontrol risiko, dan mengalihkan risiko.
Risk Identification
Risk Assessment
Risks Analysis
Risks Response Risks Monitoring
commit to user
d. Pemantauan r i s i k o (Monitoring)
Merupakan proses penelusuran dan evaluasi yang sistematis dari hasil kerja proses penanganan risiko yang telah dilakukan dan digunakan sebaga dasar dalam penyusunan strategi penanganan risiko yang lebih baik di kemudian hari.
2.2.5. Pengukuran Potensi Risiko
Risiko suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya lahan ditandai oleh faktor- faktor :
l. Peristiwa risiko (menunjukkan dampak negatif yang dapat terjadi pada proyek)
2. Probabilitas terjadinya risiko (atau frekuensi)
3. Keparahan (severity) dampak negatif/impact/konsekuensi negatif dari risiko yang akan terjadi
Menurut Williams (1993), sebuah pendekatan yang dikembangkan menggunakan dua kriteria yang penting untuk mengukur risiko, yaitu :
1. Kemungkinan (Probability), adalah kemungkinan (Probability) dari suatu
kejadian yang tidak diinginkan.
2. Dampak (Impact), adalah tingkat pengaruh atau ukuran dampak (Impact) pada aktivitas lain, jika peristiwa yang tidak diinginkan terjadi.
Untuk mengukur risiko, menggunakan rumus :
R = W*P*I
Dimana :
R = Tingkat risiko
W = Bobot yang didapat dari Analytic Hierarchy Process P = Kemungkinan (Probability) risiko yang terjadi I = Tingkat dampak (Impact) risiko yang terjadi
Risiko yang potensial adalah risiko yang perlu diperhatikan karena memiliki probabilitas terjadi yang tinggi dan memiliki konsekuensi negatif yang besar dan terjadinya risiko ditandai dengan adanya error pada estimasi waktu, estimasi biaya, atau teknologi desain (Soemarno, 2007)
commit to user
2.2.6. Analytic Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1.Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2.Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3.Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
2.2.7. Proses Analisa Hierarki
Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada
tahun 1970-an. Metode ini merupakan salah satu model pengambilan keputusan multi kriteria yang dan dapat membantu kerangka berpikir manusia dimana faktor logika, pengalaman pengetahuan,emosi dan rasa dioptimasikan ke dalam suatu proses sistematis. Pada dasarnya, AHP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompoknya, dengan mengatur kelompok tersebut kedalam suatu hierarki, kemudian memasukkan nilai numerik sebagai pengganti presepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif. Dengan suatu sintesa maka akan dapat ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas tertinggi.
commit to user
2.2.7.1. Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai Pengambil Keputusan Menurut Badiru (1995), AHP merupakan suatu pendekatan praktis untuk memecahkan masalah keputusan kompleks yang meliputi perbandingan alternatif. AHP juga memungkinkan pengambil keputusan menyajikan hubungan hierarki antara aktor, atribut, karakteristik atau alternatif dalam lingkungan pengambilan keputusan.
Dengan ciri khusus hierarki yang dimilikinya, masalah kompleks yang tidak terstruktur dipecah dalam kelompoknya
2.2.7.2. Manfaat Analytic Hierarchy Process (AHP)
Manfaat dari penggunaan Analytic Hierarchy Process (AHP) antara lain yaitu: a. Memadukan intuisi pemikirian, perasaan dan pengindraan dalam menganalisa
pengambilan keputusan.
b. Memperhitungkan konsistensi dan penilaian yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor untuk menilai validitas keputusan.
c. Kemudahan pengukuran dalam elemen. d. Memungkinkan perencanaan kedepan.
Salah satu manfaat yang membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya adalah ada syarat konsistensi mutlak. Hal ini didasarkan karena pengambilan keputusan yang dilakukan manusia sebagian didasarkan logika dan sebagian didasarkan juga pada intuisi.
2.2.7.3. Kelebihan Analytic Hierarchy Process (AHP) Kelebihan metode ini menurut Badiru (1995) adalah:
a. Struktur yang berhierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada sub kriteria paling dalam.
b. Menghitung validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
c. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
commit to user
2.2.7.4. Kelemahan Analytic Hierarchy Process (AHP)
Meskipun mempunyai kelebihan, namun metode AHP ini juga mempunyai kelemahan, antara lain:
a. Orang yang dilibatkan adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun banyak pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dipilih dengan menggunakan metode AHP
b. Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai dari tahap awal.
2.2.8. Prinsip dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)
Menurut Saaty (1993), prinsip dasar dalam proses penyusunan model hierarki analitik dalam AHP , meliputi:
a. Problem Decomposition (Penyusunan Hierarki Masalah)
Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari persoalan yang utuh menjadi beberapa unsur komponen yang kemudian dari komponen tersebut dibentuk suatu hierarki, pemecahan unsur ini dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga didapat beberapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan langkah penting dalam model analisa hierarki. Adapun langkah-langkah penyusunan hierarki adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi tujuan keseluruhan dan subtujuan
2. Mencari kriteria untuk memperoleh subtujuan dari tujuan keseluruhan
3. Menyusun sub kriteria dari masing-masing kriteria, diana setiap kriteria dan sub kriteria harus spesifik dan menunjukkan tingkat nilai dari parameter atau intensitas verbal
4. Menentukan pelaku yang terlibat 5. Kebijakan dari pelaku
6. Penentuan alternatif sebagai output tujuan yang akan ditentukan prioritasnya
b. Comparative Judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan)
Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tungkat hierarki
commit to user
tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya dan memberikan bobot numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam matriks yang disebut pairwise comparison.
c. Synthetis of Priority (Penentuan Prioritas)
Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hierarki dan elemen alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada setiap local priority. Prosedur pelaksanaan sintesis berbeda dengan bentuk hierarki. Sedangkan pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintetis dinamakan priority setting.
d. Legal Consistency (Konsistensi Logis)
Konsistensi berarti dua makna atau obyek yang serupa. Konsistensi data didapatkan dari rasio konsistensi (CR) yang merupakan hasil bagi antara indeks konsistensi (CI) dan indeks random (RI).
2.2.9. Langkah dan Prosedur AHP
Buchara (2000) menjelaskan bahwa secara umum, langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunaka AHP untuk memecahkan suatu masalah adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi permasalahan dan menentukan tujuan, bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif, maka tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah kedalam suatu struktur hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terukur.
3. Menyusun prioritas dari tiap elemen masalah pada setiap hierarki. Prioritas ini dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antar seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama.
4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antara elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki.
commit to user
2.2.9.1. Penyusunan Hierarki
Alat utama dari model Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah hierarki dari masalah yang akan diselesaikan. Secara garis besar, aplikasi dari model Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyusunan hierarki dan evaluasi hierarki.
Ginting (2002) menjelaskan bahwa dalam model Analytical Hierarchy Process (AHP) terdapat dua bentuk hierarki yaitu:
1. Hierarki linier atau searah dimana elemen paling penting berada pada tingkat paling atas.
2. Hierarki non linier mempunyai hubungan lebih dari searah dan tidak dapat diketahui secara pasti pada elemen penting dan elemen tidak penting.
Secara umum pula hierarki dapat dibedakan menjadi: 1. Hierarki struktural
Yaitu suatu hierarki yang menguraikan masalah-masalahnya menjadi bagian-bagian menurut ciri dan besaran tertentu, seperti bentuk , ukuran dan warna
2. Hierarki fungsional
Yaitu suatu hierarki yang menguraikan masalahnya sesuai bagian-bagian yang sesuai dengan hubungan yang satu dengan yang lain
Sedangkan apabila dilihat dari jenis hubungannya, maka hierarki dapat dibedakan menjadi :
1. Hierarki sempurna, dimana semua elemen pada sebuah tingkah berhubungan dengan setiap elemen pada tingkat diatasnya.
2. Hierarki tidak sempurna, dimana tidak semua elemen pada suatu tingkat berhubungan dengan elemen pada tingkat diatasnya.
Untuk menjabarkan tujuan dari hierarki tersebut maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Pada saat penjabaran tujuan kedalam subtujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut.
commit to user
yang terlampau banyak, baik dalam arah horisontal maupun vertikal
2.2.9.2. Skala Perbandingan Tabel 2.1. Skala Perbandingan
Intensitas
Kepentingan Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat meyokong satu elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung satu elemen terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktivitas I mendapatkan suatu angka dibandingkan dengan
aktivitas J maka J mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan nilai I
Sumber : Saaty (1993:85-86)
2.2.9.3. Keputusan Kelompok
Masumamah (2003) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan suatu hasil akhir dari sekian banyak responden yang menjawab maka dapat diselesaikan dengan:
commit to user
1. Konsensus, yaitu dimana si pembuat model dan pemimpin diskusi harus mempunyai kekuatan untuk memaksa pihak pengambil keputusan untuk datang di sebuah ruangan guna mengisi nlai perbandingan dalam suatu model.
2. Membiarkan hasil pengisian setiap responden terpisah , dan menganggap hasil penelitian setiap responden merupakan suatu penilaian yang berdiri sendiri.
3. Dengan mencari rata-rata penilaian dari semua responden.
2.2.9.4 . Level AHP
Berikut ini digambarkan contoh dari dua level AHP. Struktur Hierarki nya dapat digambarkan seperti ini:
Gambar 2.5. Contoh Level AHP
Level 0 adalah tujuan dari analisis. Level 1 adalah multi kriteria yang terdiri dari beberapa faktor. Tingkat terakhir (level 2 pada gambar di atas) adalah alternatif pilihan. Garis antara tingkat menunjukkan hubungan antara faktor-faktor, pilihan dan tujuan. Pada level 1 akan ada satu matriks perbandingan sesuai dengan pasangan perbandingan antara 4 faktor yang berkaitan dengan tujuan (goal). Dengan demikian, matriks perbandingan level 1 memiliki ukuran 4 oleh 4. Karena setiap pilihan terhubung ke masing-masing faktor, dan memiliki 3 pilihan dan 4 faktor, maka secara umum akan memiliki 4 perbandingan matriks di tingkat 2. Masing-masing matriks ini memiliki ukuran 3 oleh 3. Namun, dalam contoh khusus ini, akan dilihat bahwa beberapa berat level 2 matriks terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap keputusan keseluruhan, dengan demikian kita dapat mengabaikan mereka.
commit to user
Tabel 2.2. Matriks Risiko
Tingkat Keparahan Tingkat Frekuensi Fr e ku e n si 5 5 10 15 20 25 1 1 4 4 8 12 16 20 2 2 3 3 6 9 12 15 3 x 3 = 2 2 4 6 8 10 4 4 1 1 2 3 4 5 5 5 1 2 3 4 5 K E P A R A H A N