• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara. Sebagai suku bangsa mereka mempunyai kebudayaan yang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Nusantara. Sebagai suku bangsa mereka mempunyai kebudayaan yang berbeda"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak etnis yang ada di Kepulauan Nusantara. Sebagai suku bangsa mereka mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan yang dimiliki oleh suku bangsa lain. Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1986), menyebutkan kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur kebudayaan, dan salah satu diantaranya adalah yang berhubungan dengan Kesenian. Kesenian itu sendiri masih terdiri dari beberapa sub bagian seperti seni musik, sastra (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat).

Masyarakat Karo mempunyai kebudayaan yang sangat kaya yang mereka peroleh dari leluhurnya secara turun-temurun. Warisan budaya tersebut antara lain seperti seni musik, sastra, (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat). Salah satu budaya yang diwariskan pada masyarakat Karo adalah ensambel musik tradisional yang disebut Gendang limasendalanen (seni musik).

Seni ini biasanya diwariskan secara turun-temurun bagi mereka, namun dibeberapa wilayah yang heterogen secara etnik, ada beberapa bagian dari kesenian ini yang hampir punah keberadaannya, bahkan ada yang hilang sama sekali. Hal ini disebabkan karena sudah mengalami perubahan-perubahan dalam cara berpikir, dalam kehidupan sehari-harinya, sudah banyak dipengaruhi oleh budaya lain dan seiring berkembangnya zaman.

Secara geografis, yang menjadi wilayah orang Karo adalah: Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo simalem dan sekitarnya), Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Selain itu, orang Karo juga banyak menetap di

(2)

beberapa wilayah Kota Medan, seperti : Deli Tua, Padang Bulan, Sunggal, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan Jambur1

Dalam meneliti sejarah keyboard / kibot (versi Karo) didalam budaya tradisi Karo ada dua versi yang dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran, yaitu versi yang dikemukakan oleh Jasa Tarigan dan versi yang dikemukakan oleh Setter Ginting. Menurut versi Jasa Tarigan pada sekitar tahun 1991, Jasa Tarigan seorang seniman Karo menggabungkan instrument Keyboard (kibot) dengan Gendang lima sendalanen

dalam upacara adat Karo

di tempat tersebut.

Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune (sebagai pembawa melodi), dua buah gendang ( gendang singanaki dan

gendang singindungi: “gendang” berarti sebagai instrumen ritmis ), serta dua buah gong sebagai instrumen ritmis meskipun kedengarannya sebagai pembawa metronom ( gung dan penganak ). Kelima instrumen tersebut berjalan / bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel.

Gendang lima sendalanen (gendang sarune) juga termasuk ensambel musik yang paling terkenal pada masyarakat Karo. Kata gendang di dalam tulisan ini diartikan sebagai alat musik, lima berarti lima, dan sendalanen berarti sejalan. Berarti

gendang lima sendalanen mengandung arti lima buah alat musik yang digabungkan dalam satu kelompok atau ensambel, dimainkan bersama-sama dalam suatu pertunjukan oleh 4 - 5 orang pria.

2

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari informan (Jasa Tarigan), keyboard yang digunakan adalah Tipe Yamaha PSS 680. Awalnya keyboard digunakan hanya sebatas tambahan chord dan nuansa ritmis saja pada lagu-lagu

.

11

Ada dua pengertian jambur : Dulunya Jambur sebagai tempat Anak Perana (pemuda desa)

tempatnya tinggal. Didaerah perkotaan Jambur ini adalahtempat berlangsungnya kegiatan adat Karo, seperti di Losd.

2

(3)

tertentu. Ini terjadi pada saat gendang guro-guro aron di Medan, dimana pada saat itu pemain musik, penari, dan penonton sudah merasa capek dan ngantuk karena harus menari dan bermain musik selama 2 hari 2 malam. Jasa Tarigan sendiri pun mengambil inisiatif untuk tetap bisa bermain dengan menggantikan pola ritmis dan melodi pada gendang dan sarune di keyboard. Tetapi tak diduga para penari dan penonton malahan tambah semangat dan spirit nya muncul kembali. Tanpa disadari para penari dan penonton pun lebih fokus ke keyboard agar tetap dimainkan dalam sebuah lagu. Secara perlahan, jasa tarigan pun memprogram cak-cak rhumba (tempo) untuk mengiringi sebuah lagu, dan semakin lama keyboard pun menjadi lebih dominan dan akhirnya mengimitasikan melodi (suara sarune) hingga akhirnya perubahan-perubahan banyak terjadi seperti pada sekarang ini3

Di dalam perkembangan musik Karo, ada beberapa hal yang membuat keyboard lebih diminati dibandingkan gendang lima sendalanen. Dari sisi jumlah pemain, keyboard lebih praktis dibandingkan dengan gendang lima sendalanen.

Karena keyboard dimainkan oleh satu orang saja sedangkan gendang limasendalanen

.

Berbeda dengan versi yang dikemukakan Setter Ginting, dimana beliau mengemukakan awalnya instrument musik keyboard masuk menjadi bagian musik Karo berkaitan dengan latihan menari di desanya yaitu di Juhar Kab. Karo. Menurut penuturan beliau, keyboard digunakannya hanya untuk menggunakan musik hidup dalam mengajar ataupun melatih pemuda-pemudi di desa Juhar supaya mereka bisa menari terutama saat menjelang Guro-guro Aron. Hal ini dilakukan untuk mendapat kemudahan, karena hanya dengan satu orang pemain dapat membuat berbagai ritmis

gendang yang diperlukan untuk latihan menari. Tetapi lebih jauh dia tidak dapat mengemukakan sejak kapan peristiwa itu berlangsung.

3

(4)

dimainkan oleh 4-5 orang. Selain itu, pemain keyboard juga dapat memainkan langsung lagu-lagu Pop Karo dimana bunyi nada atau musik yang dihasilkan, dan ritem yang digunakan menyerupai musik barat, sedangkan gendang lima sendalanen

hanya dapat memainkan lagu-lagu tradisional Karo saja.

Pada awalnya keyboard sendiri susah diterima oleh pengemuka adat dan para orang tua pada masyarakat Karo, karena keyboard dianggap bukan bagian dari ensambel musik Karo. Namun seiring perkembangan zaman dan faktor ekonomi secara perlahan keyboard akhirnya dapat diterima oleh masyarakat Karo. Sampai sekarang disetiap upacara-upacara adat Karo hampir keseluruhan sudah menggunakan instrumen keyboard. Karena didalam keyboard sendiri bisa diprogram bunyi dan nuansa yang menyerupai bunyi gendang lima sendalanen.

Pada tanggal 20 Oktober 2009, penulis mengahadiri sebuah acara perkumpulan orang Karo (sejenis STM) yang dalam kegiatan menggunakan musik untuk mengiringi menari dan menyanyi. Alat-alat musik yang digunakan adalah alat musik keyboard digabungkan dengan gendang lima sendalanen. Acara tersebut dilaksanakan oleh Persadaan Karo Mergana ras Anak Beruna dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun persadaan tersebut.

Dalam hal ini, ada perubahan-perubahan menarik yang terjadi pada proses berlangsungnya perayaan tersebut yaitu penggabungan instrument keyboard (kibot)

dengan ensambel gendang lima sendalanen dalam konteks hiburan sebagai musik pengiring4

4

Hasil pengamatan di acara Pesta Ulang tahun Persadaan Karo mergana ras Anak beruna di Kampung lalang.

. Terutama bagaimana dua kelompok musik yang berbeda menggabungkan masing-masing alat musik dalam mengiringi sebuah lagu atau tarian. Selain itu, tidak ada nama khusus/sebutan dalam penggabungan musik tersebut. Seperti di Jawa, istilah penggabungan musik barat dan tradisi mereka sebut sebagai musik Campur sari. Di

(5)

Karo sendiri penggabungan musik barat dan tradisi belum ada istilah yang baku tetapi masyarakat Karo tetap menyebutnya gendang kibot.

Sama halnya seperti Perayaan Ulang Tahun marga-marga yang ada pada marga lain. Namun ada bagian-bagian yang benar-benar berbeda baik dari segi pertunjukannya maupun suasana yang terjadi pada saat perayaan itu berlangsung. Hal ini hanya dapat dilihat apabila kita mau mengikuti proses perayaan ini secara teliti, sabar dan menyeluruh dalam arti melihat secara detail dari awal sampai akhir pertunjukan. Suasana yang terjadi seperti inilah yang menjadi perhatian penulis, karena sangat jarang didapati pada pertunjukan lain ataupun acara-acara lain yang menggunakan peralatan musik seperti ini.

Berdasarkan informasi yang saya peroleh ditempat Upacara, perayaan ini adalah salah satu jenis kegiatan sosial untuk merayakan hari Ulang Tahun ke 34 yang dilaksanakan oleh para Bapak dan Ibu yang memiliki marga Karo-karo atau yang menikah dengan beru karo-karo (sebutan untuk wanita). Selain musik dan tari-tarian, perayaan ini juga menampilkan kegiatan adu perkolong-kolong5, yang fungsinya sebagai hiburan yang disajikan dengan iringan alat musik keyboard (kibot) dan ensambel gendang lima sendalanen6, dimana masing-masing marga dan beru7 Karo-karo mulai dari : Karo-karo, Karo sekali, Purba, Surbakti, Sinuhaji, Sinuraya, Sinulingga, Ketaren, Bukit, Kemit, Barus dan Sitepu8

Setelah itu acara dilanjutkan dengan hiburan Landek

naik ke pentas secara bergantian menurut aturan yang telah dikonsep oleh panitia penyelenggara.

9

5

Pertunjukan oleh sepasang penyanyi tradisional karo yang menampilkan tarian, dan nyanyian sambil membuat lawakan sehingga dapat membuat penontonnya tertawa.

6

Dalam tulisan ini, penulis membatasi penelitian hanya pada musik saja 7

Sebutan kepada wanita Karo yang menyandang marga Karo-karo. 8

Lebih lengkap Baca Brahma Putro : Karo dari Zaman ke Zaman, jilid 3 9

Menari berpasang-pasangan atau sama seprti di Guro-guro aron

secara bergantian oleh setiap marga karo-karo dengan istri/suami atau pasangan mereka dan diselingi oleh

(6)

adu perkolong-kolong yang diiringi oleh instrument kibot dan gendang lima sendalanen.

Dari hasil penelitian awal, hal yang sangat menarik adalah penggabungan alat musik kibot dan ensambel gendang lima sendalanen yang dimainkan bersamaan untuk mengiringi lagu atau tarian. Selain itu, penulis melihat hal yang menarik dari estetika permainan musik serta bagaimana peran masing-masing dari grup yang berbeda dalam mengiringi sebuah lagu, dan bagaimana mereka membawakan konsep musik tanpa ada latihan terlebih dahulu.

Untuk itu saya ingin mengangkat topik ini kedalam bentuk karya ilmiah dengan judul Deskriptif Penggabungan Alat Musik Keyboard dengan Gendang

Lima Sendalanen Dalam Pesta Ulang Tahun Persadaan Karo Mergana ras Anak Beruna di Cinta Damai Kec. Medan Helvetia

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis memilih pokok permasalahan yang timbul dalam pemikiran penulis, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran masing-masing musisi dalam memainkan komposisi lagu dan bagaimana konsep penggabungan gendang lima sendalanen dengan kibot.

2. Bagaimana bentuk komposisi yang dihasilkan dalam penggabungan tersebut.

1.3Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Adapun tujuan yang dicapai dalam penulisan ini antara lain :

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penggabungan Kibot dan Gendang limasendalanen.

(7)

3. Mendeskripsikan bagaimana hubungan dan komunikasi, dan peran Kibot

dan Gendang limasendalanen memainkan komposisi.

4. Untuk mengetahui bagaimana hasil penggabungan Kibot dan Gendang lima sendalanen dalam memainkan sebuah komposisi.

1.3.2 Manfaat

Selain tujuan yang ingin dicapai penulis juga ingin memberikan manfaat dari penulisan ini, yaitu :

2. Sebagai bahan pengetahuan dan pemahaman tentang adat istiadat Karo.

3. Sebagai bahan dokumentasi perpustakaan khususnya perpustakaan Etnomusikologi.

4. Memberikan informasi kepada masyarakat umum, dan khususnya bagi yang ingin mengkaji lebih lanjut atau sebagai studi komparasi pada jenis penelitian yang sama.

1.4 Konsep dan Teori Yang Digunakan

1.4.1 Konsep

Dalam mengerjakan penelitian yang disusun menjadi skripsi ini, penulis berusaha terlebih dahulu mengetengahkan pengertian atau gambaran yang berkaitan dengan judul melalui konsep sebagai dasar pemikiran.

Konsep adalah suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan (Mardalis, 2003;46). Konsep juga merupakan pengertian abstrak dari sejumlah konsepsi-konsepsi atau pengertian, pendapat (paham) yang telah ada dalam pikiran (Bachtiar 1997:10).

(8)

Deskriptif adalah menggambarkan kembali peristiwa yang sudah terjadi baik secara lisan ataupun tulisan sehingga pembaca atau pendengar dapat memahaminya.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia” Departemen Pendidikan Nasional (Balai Pustaka, 2005) Penggabungan yaitu percampuran yang menghasilkan sesuatu yang berbeda. Berarti penggabungan yaitu suatu perbuatan yang memiliki suatu percampuran sehingga menghasilkan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya.

Konsep musik pada masyarakat Karo mempunyai pengertian mendasar yaitu : musik instrumental, musik vokal, dan gabungan keduanya. Melakukan aktivitas musik dalam kebudayaan Karo dikenal dengan dua istilah : ergendang dan rende. Ergendang terdiri dari dua kata yaitu er (melakukan sesuatu), dan gendang secara sederhana dapat diartikan sebagai musik. Jadi ergendang dapat diartikan “bermain musik”. Kata gendang dalam konsep masyarakat Karo memiliki beberapa pengertian.

Gendang bisa dikatakan satu upacara, judul komposisi, tarian, dan beberapa arti lainnya.

Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune (sebagai pembawa melodi), dua buah gendang ( gendang singanaki

dan gendang singindungi: “gendang” berarti sebagai instrumen ritmis ), serta dua buah gong sebagai instrumen ritmis meskipun kedengarannya sebagai pembawa metronom ( gung dan penganak ). Kelima instrumen tersebut berjalan / bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel.

Pada prinsipnya, gendang lima sendalanen terdiri dari lima buah alat musik, yaitu 1) Sarune (double reed aerophone), 2) Gendang singindungi (double conis membranophone), 3) Gendang singanaki (double conis membranophone), 4) Gung

(Idiophone) dan 5) Penganak (Idiophone). Gung dan Penganak adalah dua alat musik yang bentuknya sama hanya berbeda ukuran, yakni Gung ukurannya besar, dan

(9)

Penganak ukurannyanya lebih kecil. Dengan demikian kedua alat musik tersebut tergolong dalam klasifikasi Idiophone, sub klasifikasi Gong. Biasanya setiap instrumen dimainkan oleh satu orang pemain : Pemain sarune disebut Penarune, Pemain gendang singindungi dan singanaki disebut Penggual, Pemain penganak dan

gung disebut Simalu penganak ras gung. Dulunya, pemain Penganak dan Gung

masing-masing dimainkan oleh satu orang pemain, namun sekarang ini alat musik

Penganak dan Gung sudah biasa dimainkan oleh satu orang pemain. Biasanya upacara adat Karo selalu ada dua konteks upacara, yaitu suka cita dan duka cita. Ketika mereka bermain musik dalam suatu upacara, baik suka cita maupun duka cita, sebutan untuk pemusik adalah Sierjabaten. Sebutan ini hanya berlaku selama mereka melakukan aktivitas musik didalam konteks upacara adat Karo.

Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengertian

gendang kibot dan gendang lima sendalanen tentu tidak terlepas dari bagaimana konsep kibod dan gendang lima sendalanen tersebut.

Gendang” pada terminologi masyarakat Karo memiliki arti yang banyak, menurut Jabatin Bangun (1994 : 23-28), antara lain :

1. Gendang sebagai ensambel : Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune, dua buah gendang ( gendang singanaki dan gendang singindungi: “gendang” berarti sebagai instrumen ), serta dua buah gong ( gung dan penganak ). Kelima instrumen tersebut berjalan / bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel.

2. Gendang sebagai repertoar ( kumpulan komposisi ). Gendang guru adalah suatu kumpulan komposisi, yang ditampilkan secara alternatif. Artinya ada beberapa komposisi yang mungkin dipilih untuk ditampilkan, misalnya : komposisi untuk trance ( gendang peseluk ken ).

3. Gendang sebagai Upacara, ini dapat dilihat pada gendang cawir metua. Gendang cawir metua adalah satu upacara kematian

(10)

“sempurna” , dengan pengertian bahwa seluruh keturunannya ( anak-anaknya ) sedah berkeluarga dan mempunyai keturunan.

4. Gendang sebagai instrumen. Masyarakat Karo hanya memiliki dua gendang sebagai instrumen yaitu gendang singanaki dan gendang singindungi.

5. Gendang sebagai komposisi ( nyanyian ). Sebelumnya telah disebutkan gendang sebagai repertoar yang merupakan kumpulan komposisi. Yaitu, gendang odak-odak, gendang simalungen rayat dan gendang patam.

6. Gendang sebagai musik. Musik dalam hal ini mengacu pada pengertian suatu bunyi yang teratur dan yang terdiri dari pola ritmis dan melodi. Bunyi yang ditata dengan berbagai bentuk terlihat dari produk instrumen dan vokal yang ada pada saat pelaksanaan suatu pesta adat perkawinan masyarakat Karo.

7. Gendang sebagai arti ganda. Teminologi gendang apa bila digabung dengan terminologi kekerabatan, maka gendang mempunyai arti lebih dari satu, dapat dua atau tiga arti sekaligus. Sebagai contoh gendang kalimbubu, pengertian gendang dalam konteks ini dapat berarti acara/upacara, musik, repetroar/komposisi untuk kalimbubu.Disisi lain, pengertian gendang pada konteks ini dapat juga berarti waktu atau kesempatan yang diberikan kepada kalimbubu untuk landek ( menari ).

Kata kibot dalam bahasa Karo berasal dari bahasa Inggris yaitu Keyboard

yang artinya sebuah alat musik / instrument yang menyerupai piano tetapi bunyi dihasilkan oleh tenaga listrik.

Dalam Ensiklopedi Musik jilid I (1992;285) dijelaskan bahwa keyboard

adalah instrument dengan satu susunan kunci yang ditata secara horizontal dan menghasilkan bunyi, antara bunyi piano, organ, klavicord, harpsichord. Berarti

Keyboard adalah suatu alat musik yang berbentuk Key yang dapat menghasilkan berbagai bunyi atau suara alat musik, ritem, dan jenis-jenis musik dengan menggunakan program yang ada. Namun keyboard yang dimaksud dalam tulisan ini

(11)

adalah gendang kibot dalam konteks upacara adat pada masyarakat Karo. Kata kibot

tidak dipisahkan dengan pertunjukan, kibot dapat berupa penyajian musik, lagu, tarian dan gabungan keseluruhannya.

Berdasarkan pengertian gendang dan kibot yang telah dijelaskan sebelumnya maka gendang kibot dalam hal ini berarti instrumen musik.

Pertunjukan kibot pada masyarakat Karo adalah seni pertunjukan yang memiliki komunikasi antara penonton (audiens) dengan penyaji (pemain kibot dan

perkolong-kolong) yang dikirim secara khas, dimana pengalaman bersama antara audiens dan penyaji saling berhubungan dalam waktu dan secara teknis mengikuti pola-pola yang berulang-ulang tersebut mencakup unsur-unsur yang berupa permainan musik, gaya bernyanyi dan jenis-jenis lagu yang ditampilkan.

Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah sarune (sebagai pembawa melodi), dua buah gendang ( gendang singanaki

dan gendang singindungi: “gendang” berarti sebagai instrumen ritmis ), serta dua buah gong sebagai instrumen ritmis meskipun kedengarannya sebagai pembawa metronom ( gung dan penganak ). Kelima instrumen tersebut berjalan / bermain bersama sebagai satu grup atau ensambel.

Gendang kibot pada masyarakat Karo tidak hanya dipakai untuk acara hiburan, tetapi juga telah digunakan sebagai instrument untuk mengiringi upacara kematian. Lain halnya dengan Gendang lima sendalanen, bagi masyarakat Karo bahwa ensambel gendang lima sendalanen adalah suatu pertunjukan musik yang digunakan untuk mengiringi upacara kematian. Padahal pada prinsipnya ensambel ini dulunya digunakan untuk mengiringi upacara sukacita dan duka cita, misalnya :

Gendang guro-guro aron, Upacara perkawinan, Masuk rumah baru, Kematian, dan lain-lain.

(12)

1.4.2 Teori

Untuk membahas tentang deskriptif penggabungan instrument kibot dengan ensambel gendang lima sendalanen dalam konteks hiburan, penulis menggunakan beberapa teori :

Tulisan ini dapat dikatakan sebagai tulisan yang membahas tentang perubahan kebudayaan. Soerjono Soekanto (2006) mengemukakan : Perubahan

-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi unsur sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola prilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada defenisi tersebut terletak pada tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya. Contoh : Seperti penggabungan musik tradisi ke dalam musik barat. Misalnya pada sebuah event disajikan musik bunian Minangkabau dengan menggunakan alat musik modern.

Untuk lebih lengkap lagi penulis juga mengacu pada teori difusi yang dikemukakan oleh Fritz Graebner dan Pater wilhem schmidt (2006)yang berpendapat bahwa manusia lebih suka meminjam kebudayaan lain, karena pada dasarnya manusia itu bukan pencipta ide baru. Mereka mengemukakan bahwa unsur sosial kebudayaan dapat menyebar secara berkelompok atau juga secara satu-satu dan malalui jarak jauh.

Dalam mendeskripsikan komponen-komponen, penulis mengacu kepada Koentjaraningrat (1976:240) Walaupun teori ini dijelaskan sebagai teori untuk mendeskripsikan upacara yang bersifat ritual namun penulis merasa teori ini masih relevan untuk mendeskripsikan uacara adat Karo, yang mana dalam mendeskripsikan upacara ritual dikelompokkan empat komponen penting yaitu:

(13)

1. Tempat upacara. 2. Waktu upacara.

3. Benda-benda dan alat-alat upacara. 4. Pendukung atau pemimpin upacara.

Untuk melihat seperti apa peranan musik dalam upacara ini, maka penulis melihat penting diketahui fungsi musik itu sendiri dalam upacara adat tersebut sehingga semakin jelas dapat dilihat peranan musik dalam penggabungan tersebut. Untuk mendeskripsikan fungsi musik maka penulis menggunakan teori Merriam. Menurut Merriam sedikitnya ada 10 fungsi musik, yaitu :

1 sebagai pengungkapan emosional 2 sebagai hiburan

3 sebagai penghayatan estetis 4 sebagai komunikasi

5 sebagai reaksi jasmani 6 sebagai perlambangan

7 sebagai suatu yang berkaitan dengan norma-norma sosial

8 sebagai perlambangan pengesahan lembaga sosial dan upacara kagamaan 9 sebagai kesinambungan budaya

10 sebagai pengintegrasian masyarakat.

Jika dilihat dari ke sepuluh fungsi musik diatas, masing-masing fungsi tersebut dapat kita gunakan sebagai acuan didalam mendeskripsikan sebuah acara. Tetapi yang paling berhubungan dengan objek yang diteliti penulis adalah : Fungsi musik sebagai hiburan, Fungsi musik sebagai kesinambungan budaya, dan Fungsi musik sebagai pengintegrasian masyarakat.

(14)

1.5 Metode dan Tehnik Penelitian

1.5.1 Metode Penelitian

Didalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat dalam suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu gejala-gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat, 1990 : 29). Sedangkan menurut Robert Bogdan & S . J. Taylor (1975 : 176) bahwa, penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data / informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek / bidang kehidupan pada objeknya.

1.5.2 Tehnik Penelitian

Sebagaimana suatu metode deskriptif, yang bersifat kualitatif, memiliki tehnik-tehnik dalam mengumpulkan data, yaitu : Pengamatan terlibat (participant observation) dan dokumentasi pribadi (personal document) termasuk wawancara tak berstruktur (unstructured interview) (Koentjaraningrat, 1983 : 29).

Namun untuk keperluan penelitian ini, tehnik tersebut disesuaikan dengan tehnik kerja Etnomusikologi yang diajukan Bruno Nettl (1964 : 62-64) yaitu : kerja lapangan (field work) dan kerja analisis (desk work).

1.5.2.1 Kerja Lapangan (field work)

Data primer yaitu data yang diperoleh dari dilapangan secara langsung. Dalam mengumpulkan data dilapangan dilakukan dengan empat kategori :

(15)

1. Observasi (pengamatan)

2. Wawancara bebas (free interview) dan wawancara mendalam (deep interview)

3. Pemotretan dan menggambar 4. Merekam

Observasi (pengamatan) yang meliputi proses dokumentasi audio/visual, pengukuran alat musik, mengamati laporan-laporan atau sumber-sumber tertulis tentang budaya dan masyarakat setempat, dilakukan dengan pengamatan terlibat yang diajukan Koentjaraningrat (1976 : 119). Seorang peneliti harus terlibat akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data dilapangan, (Koentjaraningrat, 1976 : 119). Sedangkan pengamatan berperan serta dalam mendapatkan data-data dilapangan, seorang peneliti harus berperan serta yang ditandai dengan kesempatan berinteraksi secara intensif antara peneliti dengan sasaran yang diteliti. Dari kesempatan tersebut, peneliti memperoleh data deskriptif tentang pandangan-pandangan, sikap dan kebiasaan dalam sudut pandang masyarakat itu sendiri (Bogdan, 1975 :102).

Melalui observasi dilapangan penulis memperhatikan pertunjukan instrumen

Kibod dan ensambel Gendang lima sendalanen ini dari awal hingga akhir, sedangkan tehnik permainan dan proses penggabungan masing-masing instrumen.

Wawancara mendalam (deep interview) yaitu wawancara yang dilakukan secara terbuka, berstruktur ataupun tidak, yang diajukan oleh Koentjaraningrat (1976 : 139-140) dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang pandangan-pandangan informan untuk berbicara dan berpikir sampai ketingkat tinggi tentang kebudayaan Karo.

(16)

Dalam wawancara, penulis tidak mempunyai daftar pertanyaan (tidak berstruktur), sehingga sering terjadi pergantian objek pembahasan dari satu objek ke objek yang lain, tetapi dalam lingkup pokok pembahasan (focused interview).

Menurut Koentjaraningrat, wawancara semacam ini disebut wawancara bebas. Dalam wawancara tersebut, penulis menggunakan tape recorder untuk merekam hasil wawancara. Tape recorder yang digunakan untuk merekam jenis fortable mini merk Sony dengan kaset Basf ferro extra I (C-90), dan untuk pengambilan video gambar penulis menggunakan Handy camp tipe Sony.

1.5.2.2 Kerja Laboratorium (desk work)

Semua data yang diperoleh dilapangan diolah dalam kerja laboratorium dengan pendekatan-pendekatan Etnomusikologi. Dalam mengolah data, penulis melakukan proses klasifikasi data, mentabulasi, mengembangkan, memahami dan memformulasi sampai analisis data.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya hubungan yang bermakna antara adanya kegiatan pelayanan tambal dan cabut gigi dengan kelengkapan alkes dan obat untuk poli gigi di Puskesmas serta terdapat hubungan yang

Merumuskan฀ butir–butir฀ materi฀ pembelajaran:฀ setelah฀ melakukan฀ perencanaan฀ aplikasi,฀ langkah฀ selanjutnya฀ yaitu฀ merumuskan฀ butir-butir฀

Selain untuk mengetahui berbagai hal tentang Introduction Et Caprice seperti yang tertulis dalam tujuan penelitian, diharapkan karya tulis ini dapat menambah

Orang yang tinggal dengan HIV/AIDS boleh ditolongkan melalui beberapa cara: (1) rawatan “anti-retroviral”, walau bagaimanapun tiada penyembuhan untuk HIV, (2) pemulihan sistem

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan Dinas Kesehatan Kota Makassar terkhusus pada 3 program kinerja (1) Program Upaya Kesehatan

Untuk membuat ruangan soundproofing dibutuhkan sound insulation material untuk meng-insulasi air-borne noise dan elemen yang dapat memutus rambatan getaran

Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel bebas yang terdiri dari kompensasi finansial langsung dan finansial tidak langsung secara bersama-sama memberikan

Dengan latar belakang masalah ini maka peneliti dapat menyimpulkan, murid di Bams Music Studio membutuhkan suatu aplikasi yang praktis salah satu nya aplikasi untuk