LAPORAN AKHIR
Review Rencana Ter padu dan Pr ogr am Investasi Inf r astr uktur J angka Menengah
Kabupaten Manggar ai Timur
VI - 1
BAB VI
KERANGKA KELEMBAGAAN dan REGULASI
Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal
diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM agar dapat dikelola dengan
baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia.
Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana
merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan
sumberdaya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan
kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai
satu kesatuan.
6.1. Kerangka Kelembagaan
6.1.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya
Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas
kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota.
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala
Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang
ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.
2.Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi
urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap
pemerintah kabupaten/kota.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah
Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta
LAPORAN AKHIR
Review Rencana Ter padu dan Pr ogr am Investasi Inf r astr uktur J angka Menengah
Kabupaten Manggar ai Timur
VI - 2
bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan
sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014
Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan,
peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,
penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran,serta pengembangan sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya. Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara
beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi
pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di
berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi
pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem
ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif,
dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025
Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang
Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah.
Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai
tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan
pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta
prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi
pemerintah daerah. Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah
dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar
birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung
tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi
birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :
1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi
komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka
reformasi birokrasi;
2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;
LAPORAN AKHIR
Review Rencana Ter padu dan Pr ogr am Investasi Inf r astr uktur J angka Menengah
Kabupaten Manggar ai Timur
VI - 3
serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik,
kepagawaian dan diklat;
4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta
pembangunan dan pengembangan e-government;
5. Penataan sistim manajemen SDN Aparatur meliputi penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis
dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan
kompetensi
6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan
Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);
7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama
(IKU);
8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja
masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.
9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.
6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses
pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi
dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan
pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta Kewenangan masing-masing.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimum.
Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi
tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota.
Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat
sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an,
khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan
LAPORAN AKHIR
Review Rencana Ter padu dan Pr ogr am Investasi Inf r astr uktur J angka Menengah
Kabupaten Manggar ai Timur
VI - 4
Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah.
Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah
(Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD
Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.
9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan :
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan
pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan,
yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk
di dalamnya jenis pelayanan bidang keciptakaryaan, seperti perumahan, air minum, drainase,
prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.
10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai
Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan
pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan
kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan
rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian
pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan
perkotaan.
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk
pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan
bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya.
Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang/sub bidang
Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.
6.1.2. Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Unit Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Kondisi kapasitas Pemerintah Daerah dilihat dari aspek kelembagaan perangkat Daerah yang telah
dibentuk dengan Peraturan Daerah terdiri dari: 3 (tiga) lembaga staf; 17 (tujuh belas) dinas daerah; dan lembaga
teknis yang terdiri dari 8 (delapan) badan; 5 (lima) kantor; 6 (enam) kecamatan dan 10 (sepuluh) kelurahan.
Sedangkan jumlah personil, secara keseluruhan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) hingga Desember 2009
terdapat sebanyak 3.190 orang dengan komposisi menurut kepangkatan/golongan adalah golongan I: 96 orang;
golongan II: 2.202 orang; golongan III: 2.486 orang dan golongan IV: 1.564 orang. Dari tingkatan
jabatan/eselonering dapat diketahui dari Tabel 6.1 berikut.
Tabel 6.1.
LAPORAN AKHIR
Review Rencana Ter padu dan Pr ogr am Investasi Inf r astr uktur J angka Menengah
Kabupaten Manggar ai Timur
VI - 5
No Uraian Jumlah Pegawai
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Eselon IIA 0 0 0
2 Eselon IIB 16 0 16
3 Eselon IIIa 34 1 35
4 Eselon IVA 96 25 121
5 Eselon IVB 25 2 27
VI - 6
Tabel 6.2.
Banyaknya Pejabat Pemerintah Menurut Golongan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Manggarai Timur
No Uraian Jumlah Pegawai
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 IV 637 145 782
2 III 924 319 1243
3 II 640 461 1101
4 I 48 0 48
Jumlah 2249 925 3174
Dalam pelaksanaan RPIJM di Kabupaten Manggarai Timur, aparat pelaksana yang berwenang adalah:
a. Bappeda Kabupaten Manggarai Timur
b. Bagian Pembangunan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai Timur
c. Aparat Teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum
Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga pemerintah pelaksana pembangunan kota di Kabupaten
Manggarai Timur adalah sebagai berikut:
1. Bappeda Kabupaten Manggarai Timur, mempunyai tugas untuk menyelenggarakan:
a. Penyiapan RPJP Daerah, RPJM Daerah, dan RKPD
b. Melaksanakan koordinasi perencanaan diantara dinas-dinas serta organisasi lain dalam lingkup
Kabupaten, instansi-instansi vertikal, Kecamatan-Kecamatan, Badan-badan lain yang berada dalam
wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
c. Menyusun RKA Kabupaten Manggarai Timur bersama-sama dengan Bagian Keuangan dengan
koordinasi Sekretaris Daerah Kabuapten Manggarai Timur.
d. Mengadakan koordinasi dan penelitian untuk kepentingan perencanaan pembangunan.
e. Mengikuti persiapan dan perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan untuk
penyempurnaan perencanaan lebih lanjut.
f. Memantau pelaksanaan pembangunan.
g. Bagian Pembangunan mempunyai tugas di bidang pembangunan yang dibiayai
2. Bagian Pembangunan mempunyai tugas di bidang pembangunan yang dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Kabupaten Manggarai Timur, bantuan pembangunan lain dari Propinsi Nusa
Tenggara Timur dan Pemerintah Pusat. Bagian pembangunan terdiri dari:
a. Bagian penyusunan pelaksanaan program
b. Bagian pengendalian pelaksanaan program
VI - 7
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, bagian pembangunan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mengumpulkan, memelihara dan mengolah data, serta menyajikan dokumen informasi.
b. Melakukan koordinasi penyusunan Program Tahunan Pembangunan Kawasan perkotaan dalam
lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai Timur dan seluruh organisasi lain.
c. Mengadakan pengendalian administratif pelaksanaan pembangunan daerah yang dibiayai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabuapten Manggarai Timur, bantuan pembangunan dan
dana-dana pembangunan lain dari Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Pusat
d. Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pembangunan.
3. Aparat Teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum yang merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah
yang bertugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dan tugas pembantuan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, aparat teknis mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, pemberian perijinan sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Bupati.
b. Pelaksanaan pembangunan fisik sesuai dengan tugas pokoknya dan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
c. Pengamanan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas pokoknya dan sesuai dengan
kebijaksanaan yang digariskan oleh Bupati.
Dalam rangka usaha menuju suatu pengembangan kota yang baik, diperlukan suatu pengelolaan yang baik
dari aparat pemerintah kota tersebut atau unit-unit organisasi yang terdapat disuatu kota. Penanganan
kegiatan pelayanan pada kawasan perkotaan biasanya dijalankan oleh kantor beserta dinas-dinas yang
ada. Penanganan kegiatan-kegiatan pelayanaan perkotaan serta unit-unit organisasinya adalah sebagai
berikut :
1. Fasilitas olahraga wewenang oleh Pemerintah kabupaten
2. Sarana kesehatan wewenang oleh Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Dinas Kesehatan
3. Jalan dan jembatan, wewenang Pemerintah Daerah, dalam hal ini PU Bina Marga
4. Drainase, wewenang Dinas Pekerjan Umum
5. Sanitasi, wewenang Dinas Kesehatan
6. Kebersihan, wewenang Dinas Pekerjaan Umum
7. Pemadam kebakaran, wewenang Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Unit/Satuan Pemadam
VI - 8
Selain melaksanakan kegiatan rutin dan pembangunan salah satu fungsi Pemerintahan Kota adalah
mengatur kegiatan-kegiatan rutin, pembangunan dan kegiatan masyarakat. Peraturan-peraturan tersebut
harus mempunyai landasan hukum agar mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Landasan hukum
tersebut berupa Perda dan Keputusan Bupati berdasarkan peraturan perundangan yang lebih tinggi
hirarkinya, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri (Dalam
Negeri), Keputusan Menteri (Dalam Negeri), dan Peraturan Daerah. Penilaian efektivitas peraturan
perundangan dilakukan dengan membandingkan secara umum antara materi dengan pelaksanaannya.
Umumnya peraturan perundangan cukup efektif walaupun masih banyak kekurangan.Hambatan atau
kelemahan dapat terjadi pada penyusunan peraturan perundangan, maupun pada pelaksanaannya.
Beberapa kelemahan dalam penyusunan peraturan perundangan, antara lain :
a. Kurang matangnya perumusan materi peraturan perundangan sehingga materinya kurang lengkap. Hal
ini menyebabkan kelemahan atau peluang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga
pelaksanaanya menjadi kurang efektif
b. Kurang lengkapnya data yang menyulitkan perumusan materi maupun penentuan objek dan subjek
yang dikenakan peraturan perundangan
c. Dalam penyusunan materi peraturan perundangan kurang mempertimbangkan aspirasi, tingkat
perkembangan, kesadaran hukum dan keadilan hukum masyarakat sehingga menimbulkan
pertentangan dalam masyarakat ataupun kepatuhan tanpa pengertian
d. Tidak memuat pedoman-pedoman pelaksanaan tugas bagi aparatur pelaksana sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing.
Kelemahan-kelemahan yang menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan peraturan perundangan, antara
lain:
a. Peraturan perundangan kurang dipublikasikan, atau bahkan tidak dipublikasikan sama sekali, sehingga
masyarakat umum tidak mengetahuinya
b. Aparatur pelaksana belum siap atau belum mampu melaksanakan peraturan perundangan tersebut
Masyarakat belum siap atau belum mampu melaksanakan peraturan perundangan tersebut, baik secara
mental maupun ekonomi, ketidaksiapan mental dapat disebabkan ketidaktahuan masyarakat, kurangnya
kesadaran hukum, kepatuhan tanpa pengertian, atau kurangnya penyuluhan/penerangan. Ketidaksiapan
VI - 9
6.1.3. Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan upaya perbaikan/ peningkatan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah (otonomi daerah), pasca desentralisasi pemerintahan, terindikasi dari penyempurnaan
secara bertahap penataan kelembagaan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 84 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan dan Perumusan Organisasi Perangkat Daerah,
PPRI Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, selanjutnya direvisi dengan PPRI
Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, membuktikan adanya upaya terus menerus untuk
menyempurnakan aspek kelembagaan birokrasi daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.
Terlaksananya pembangunan dan pengelolaan kabupaten/kota secara baik, yaitu melalui pelaksanaan
program-program pembangunan yang telah direncanakan, perlu ditunjang oleh kemampuan administrasi yang
baik dan teratur, disamping kemampuan pengetahuan serta keahlian yang memadai. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu diupayakan peningkatan fungsi administrasi pembangunan Kabupaten/Kota yang dapat
menjawab berbagai permasalahan yang timbul, dalam hal ini menyangkut keikutsertaan berbagai instansi atau
badan pemerintah ataupun pihak swasta dan masyarakat yang menjamin kelancaran proses pelaksanaan
pembangunan. Untuk itu perlu diperhatikan prosedur administrasi pelaksanaan untuk mewujudkan setiap
program perencanaan yaitu penetapan garis kerja dan koordinasi antara Dinas-Dinas yang terlibat, badan
pelaksana, dan perencana atau dengan kata lain yaitu pemberian penegasan kewenangan dan tugas pada
aparat-aparat yang terlibat dalam pembangunan kota sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan kabupaten Manngarai Timur aparat pelaksana yang
berwenang adalah:
a. Bappeda Kabupaten Manggarai Timur
b. Bagian Pembangunan pada Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai Timur
c. Aparat Teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manggarai Timur
Adapun tugas dan fungsi dari masing-masing lembaga pemerintah pelaksana pembangunan kota di Kabupaten
Manggarai Timur adalah sebagai berikut:
1. Bappeda Kabupaten Manggarai Timur mempunyai tugas untuk menyelenggarakan:
a. Penyiapan RPJP Daerah, RPJM Daerah, dan RKPD
b. Melaksanakan koordinasi perencanaan diantara dinas-dinas serta organisasi lain dalam lingkup
Kabupaten Manggarai Timur, instansi-instansi vertikal, Kecamatan-Kecamatan, Badan-badan lain
yang berada dalam wilayah Kabupaten Manggarai Timur
c. Menyusun RKA Kabupaten Manggarai Timur bersama-sama dengan Bagian Keuangan dengan
koordinasi Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Timur
VI - 10
e. Mengikuti persiapan dan perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan untuk
penyempurnaan perencanaan lebih lanjut.
f. Memantau pelaksanaan pembangunan.
g. Bagian Pembangunan mempunyai tugas di bidang pembangunan yang dibiayai
2. Bagian Pembangunan mempunyai tugas di bidang pembangunan yang dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Kabupaten Manggarai Timur, bantuan pembangunan lain dari Propinsi Nusa
Tenggara Timur dan Pemerintah Pusat. Bagian pembangunan terdiri dari:
a. Bagian penyusunan pelaksanaan program
b. Bagian pengendalian pelaksanaan program
c. Bagian evaluasi dan pelaporan
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, bagian pembangunan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mengumpulkan, memelihara dan mengolah data, serta menyajikan dokumen informasi.
b. Melakukan koordinasi penyusunan Program Tahunan Pembangunan Kawasan perkotaan dalam
lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai Timur dan seluruh organisasi lain.
c. Mengadakan pengendalian administratif pelaksanaan pembangunan daerah yang dibiayai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Manggarai Timur, bantuan pembangunan dan
dana-dana pembangunan lain dari Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Pusat
d. Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pembangunan.
3. Aparat Teknis, yaitu Dinas Pekerjaan Umum yang merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah
yang bertugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dan tugas pembantuan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, aparat teknis mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, pemberian perijinan sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Bupati.
b. Pelaksanaan pembangunan fisik sesuai dengan tugas pokoknya dan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
c. Pengamanan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas pokoknya dan sesuai dengan
kebijaksanaan yang digariskan oleh Bupati.
Dalam rangka usaha menuju suatu pengembangan kota yang baik, diperlukan suatu pengelolaan yang baik dari
aparat pemerintah kota tersebut atau unit-unit organisasi yang terdapat disuatu kota. Penanganan kegiatan
pelayanan pada kawasan perkotaan biasanya dijalankan oleh kantor beserta dinas-dinas yang ada. Penanganan
kegiatan-kegiatan pelayanaan perkotaan serta unit-unit organisasinya adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas olahraga wewenang oleh Pemerintah kabupaten Manggarai Timur
2. Sarana kesehatan wewenang oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dalam hal ini Dinas
VI - 11
3. Jalan dan jembatan, wewenang Pemerintah Daerah, dalam hal ini PU Bina Marga kabupaten
Manggarai Timur
4. Drainase, wewenang Dinas Pekerjan Umum kabupaten Manggarai Timur
5. Sanitasi, wewenang Dinas Kesehatan kabupaten Manggarai Timur
6. Kebersihan, wewenang Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Manggarai Timur
7. Pemadam kebakaran, wewenang Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Unit/Satuan Pemadam
Kebakaran kabupaten Manggarai Timur
Selain melaksanakan kegiatan rutin dan pembangunan salah satu fungsi Pemerintahan Kota adalah mengatur
kegiatan-kegiatan rutin, pembangunan dan kegiatan masyarakat. Peraturan-peraturan tersebut harus
mempunyai landasan hukum agar mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Landasan hukum tersebut berupa
Perda dan Keputusan Bupati berdasarkan peraturan perundangan yang lebih tinggi hirarkinya, seperti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri (Dalam Negeri), Keputusan Menteri
(Dalam Negeri), dan Peraturan Daerah. Penilaian efektivitas peraturan perundangan dilakukan dengan
membandingkan secara umum antara materi dengan pelaksanaannya. Umumnya peraturan perundangan cukup
efektif walaupun masih banyak kekurangan.Hambatan atau kelemahan dapat terjadi pada penyusunan
peraturan perundangan, maupun pada pelaksanaannya.
Beberapa kelemahan dalam penyusunan peraturan perundangan, antara lain :
a. Kurang matangnya perumusan materi peraturan perundangan sehingga materinya kurang lengkap. Hal
ini menyebabkan kelemahan atau peluang yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga
pelaksanaanya menjadi kurang efektif
b. Kurang lengkapnya data yang menyulitkan perumusan materi maupun penentuan objek dan subjek
yang dikenakan peraturan perundangan
c. Dalam penyusunan materi peraturan perundangan kurang mempertimbangkan aspirasi, tingkat
perkembangan, kesadaran hukum dan keadilan hukum masyarakat sehingga menimbulkan
pertentangan dalam masyarakat ataupun kepatuhan tanpa pengertian
d. Tidak memuat pedoman-pedoman pelaksanaan tugas bagi aparatur pelaksana sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing.
Kelemahan-kelemahan yang menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan peraturan perundangan, antara lain:
a. Peraturan perundangan kurang dipublikasikan, atau bahkan tidak dipublikasikan sama sekali, sehingga
masyarakat umum tidak mengetahuinya
b. Aparatur pelaksana belum siap atau belum mampu melaksanakan peraturan perundangan tersebut
c. Masyarakat belum siap atau belum mampu melaksanakan peraturan perundangan tersebut, baik
secara mental maupun ekonomi, ketidaksiapan mental dapat disebabkan ketidaktahuan masyarakat,
kurangnya kesadaran hukum, kepatuhan tanpa pengertian, atau kurangnya penyuluhan/penerangan.
VI - 12
Peran Serta Masyarakat
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa setiap orang, kelompok dan badan hukum berhak
(dan wajib) berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Dalam PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, peran serta masyarakat diatur secara lebih
detail.
Peran serta yang dimaksud adalah ‘berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan
sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang’. Pada
tahap perencanaan, masyarakat berhak ikut serta di dalam proses penyusunan rencana, sehingga materi
rencana tata ruang yang disusun tidak hanya berdasarkan aspirasi dari Pemerintah (top down), tetapi juga
menggali potensi wilayah perencanaan dan aspirasi yang ada dalam masyarakat (bottom up).
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilaksanakan kegiatan sosialisasi Rencana Tata Ruang dalam rangka
menjaring segala informasi, aspirasi serta tanggapan dari masyarakat, perihal berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan Kegiatan Penyusunan Rencana Tata Ruang. Hasil masukan saran dan tanggapan masyarakat
dari kegiatan sosialisasi akan diklarifikasi oleh aparat Pemerintah Daerah. Pihak konsultan/nara sumber, serta
pihak masyarakat. Keseluruhan hasil kegiatan publikasi dan peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan disajikan dalam Berita Acara yang ditanda tangani oleh TKPRD Kabupaten, Pejabat Kecamatan,
serta pihak masyarakat (Wakil anggota masyarakat/tokoh masyarakat, LSM, Badan Usaha) dan dilengkapi
bahan masukan peran serta masyarakat, untuk kemudian rnenjadi bagian kelengkapan pengajuan proses
legalitas rencana (Perda atau SK Bupati).
Pada tahap pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat diwujudkan dalam mengisi pola pemanfaatan ruang
sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Dalam hal ini sosialisasi, penyebaran informasi, maupun
meningkatan kesadaran terhadap tata ruang perlu dilakukan agar kegiatan pemanfaatan lahan yang dilakukan
oleh masyarakat dapat sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
Keterlibatan masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang diharapkan dapat berfungsi sebagai
pengontrol dan penyeimbang untuk menjaga konsistensi tujuan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang.
Peran serta aktif masyarakat dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang akan memberikan pengaruh
positif terhadap kinerja pengendalian pemanfaatan ruang, karena masyarakat adalah pihak yang memiliki akses
paling tinggi dalam kegiatan pemanfaatan ruang di sekitar wilayahnya masing-masing. Oleh karenanya,
informasi mengenai pemanfaatan ruang oleh masyarakat menjadi informasi yang penting bagi kegiatan
pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk menindaklanjuti pelanggaran pemanfaatan ruang.
Salah satu bentuk peran serta masyarakat yang paling sederhana dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan
ruang adalah pemberian informasi mengenai kegiatan pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun yang tidak
VI - 13
Dalam PP Nomor 69 Tahun 1996 dan Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 disebutkan bahwa salah satu cara
pertukaran informasi antara pemerintah dan masyarakat adalah melalui forum pertemuan. Forum pertemuan,
yang sekarang sering pula disebut Mekanisme Konsultasi Publik merupakan cara peran serta masyarakat yang
cukup berdampak bila diselenggarakan dengan baik. Penyelenggaraan konsultasi publik ini adalah tanggung
jawab pemerintah dan dapat berupa diskusi, lokakarya, atau seminar. Dalam forum pertemuan atau konsultasi
publik, pemerintah dapat menyampaikan rencana kerjanya dan masyarakat dapat pertimbangan ataupun
keberatan mereka. Proses pelibatan masyarakat dapat dijalankan dalam bentuk yang beragam seperti
mengadakan diskusi, seminar, lokakarya.
Peran Serta Pihak Swasta
Pihak swasta merupakan bagian dari masyarakat oleh karena itu pihak swasta juga mempunyai hak dan
kewajiban dalam kegiatan penataan ruang mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Pihak swasta khususnya disini adalah para pengusaha (pengembang). Berkaitan dengan
hal penataan ruang, selama ini pada umumnya para pengembang masih terbatas pada mengisi atau
mengimplementasikan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pihak swasta dalam proses
usaha pengembang akan selalu berkaitan dengan rencana tata ruang kota/wilayah, oleh karena itu pihak swasta
juga diberi peran yang besar dalam penetapan tata ruang dimana peran dan keterlibatan dalam pembangunan
kota/wilayah akan saling menguntungkan (mutual benefit). Mengingat peran pihak swasta (pengembang)
sesungguhnya adalah pelaksana masterplan kota atau rencana tata ruang kota/wilayah yang telah ditetapkan,
maka kepastian rencana tata ruang kota sangat penting bagi pengembang dalam mengisi tata ruang tersebut.
Peran serta baik masyarakat, maupun swasta dalam penataan ruang perlu ditingkatkan, karena sampai saat ini
masih sedikitnya masyarakat dan swasta yang mengetahui tata ruang. Miskinnya informasi dan kesadaran akan
tata ruang diakibatkan minimnya informasi tata ruang yang disampaikan kepada pihak swasta maupun
masyarakat
Pembiayaan Pembangunan
Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran rencana pengembangan kabupaten Manggarai Timur indikasi
program pembiayaan pembangunan disusun berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
a. Mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan dan pembangunan kota baik secara sektoral maupun
spatial.
b. Mempertimbangkan Potensi dan kendala yang ada di Kota Borong agar tercapai efisiensi dan efektifitas
dari adanya usaha-usaha pembangunan kota.
c. Mempertimbangkan penangangan masalah yang mendesak dengan merumuskan skala prioritas
VI - 14
d. Memadukan upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kota di masa mendatang dengan
kondisi fisik sarana dan prasarana yang telah ada dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat.
e. Optimalisasi kelembagaan pengelolaan kota dengan memperhitungkan intensitas dan extensitas
pelayanan oleh pemerintah kota kepada masyarakat di masa sekarang dan di masa depan.
f. Upaya peningkatan Sumber-sumber pembiayaan daerah dalam era otonomi daerah di masa depan.
g. Kebutuhan dana pembangunan pada dasarnya akan ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Keterampilan aparat
2. Pengendalian dan pengawasan operasional
3. Pertanggungjawaban
4. Perencanaan koordinasi
Untuk merealisasikan kegiatan pembangunan di Kawasan Perkotaan Borong tentunya memerlukan biaya yang
tidak sedikit. Biaya tersebut tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang pada umumnya
didasarkan atas:
1. Pemenuhan kebutuhan rutin pemerintah
2. Usaha-usaha pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnnya
3. Pemenuhan kebutuhan jangka pendek
Selain pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, beberapa pembangunan fisik dilaksanakan
dan dibiayai pula oleh masyarakat (swadaya murni). Pembangunan dengan sistem swadaya murni akan sangat
membantu kegitan-kegiatan pembanguan kota disamping yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten. Sektor
swasta dapat pula turut melaksanakan pembangunan melalui investasi pembangunan fisik prasarana atau
perumahan. Hal ini akan membantu Pemerintah Kabupaten dalam melaksanakan kegiatan pembangunan tanpa
memberatkan/menambah anggaran belanja Pemerintah Kabupaten.
Kebutuhan pembiayaan pembangunan yang akan diperkirakan adalah pembiayaan baik yang ditangani
Pemerintah Kabupaten, maupun oleh swasta atau, masyarakat. Pembiayaan pembangunan besarnya sangat
tergantung pada ketersediaan dan jumlah proyek yang direncanakan. Jika dana pembangunan terbatas, maka
VI - 15
Anggaran belanja sangat ditentukan oleh tersedianya anggaran pendapatan dan faktor-faktor eksternal.
Beberapa faktor eksternal adalah fluktuasi ekonomi dalam dan luar negeri, perubahan kebijaksanaan pemerintah
selama proses pembangunan dalam rangka penyesuaian dengan perubahan keadaan dan sebagainya.
Sumber dana pembanguan di Kawasan Perkotaan Seba dapat berasal baik dari dalam negeri maupun luar
negeri. Dari luar negeri dapat berupa bantuan atau penanaman modal asing (PMA), Sumber keuangan dari
pemerintah berasal dari pemerintah atas (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi) dan Pemerintah
Kabupaten Manggarai Timur. Dana pernbangunan dari masyarakat berupa tabungan maupun swadaya murni
masyarakat, sedangkan dari swasta dapat berupa. penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau tabungan
perusahaan. Selain bantuan luar negeri, sumber-sumber lainnya dan mempunyai peranan dalam pembiayaan
pembangunan di Kawasan Perkotaan Borong adalah sumber-sumber dana yang berasal dari sektor pajak,
restribusi daerah dan penerimaan dari sumber dana lain dan menurut undang-undang menjadi hak pemerintah
daerah untuk memungutnya. Dengan demikian maka pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintah ini
diupayakan dari sumber-sumber di daerah itu sendiri melalui pembayaran kewajiban masyarakat dalam bentuk
pajak daerah dan restribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah, disebutkan bahwa sumber-sumber/pendapatan daerah meliputi
1. Pendapatan Asli Daerah Sendiri, yang terdiri dari :
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (Laba, deviden, penjualan saham perusahaan daerah)
2. Lain-lain pendapatan yang sah (Penjualan aset tetap daerah, jasa giro) Pendapatan Asli Daerah
Sendiri, yang terdiri dari:
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (Laba, deviden, penjualan saham perusahaan daerah)
d. Lain-lain pendapatan yang sah (Penjualan aset tetap daerah, jasa giro)
3. Dana Perimbangan, meliputi:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b. BPHTB
c. Sumberdaya Alam daerah
d. Dana Alokasi Umum
e. Dana Alokasi Khusus
4. Pinjaman Daerah, terdiri dari:
a. Pinjaman Dalam Negeri
VI - 16
5. Lain-lain Penerimaan yang Sah, terdiri dari:
a. Dana Hibah
b. Dana Darurat
c. Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Tabel 6.3.
Hubungan Kerja Instansi Cipta Karya Di Kabupaten Manggarai Timur
No. Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan Bidang CK
Unit/Bagian yang Menangani Pembangunan Bidang CK
(1) (2) (3) (4)
1. Bappeda
Pengkoordinasian kegiatan perencanaan pembangunan pengairan, perhubungan, pariwisata, tata ruang dantata guna tanah, serta sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Bidang fisik Prasrana
2. Dinas PU
Satker Bangunan Permukiman Satker Penataan bangunan Lingkungan Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman
Satker Air Minum
3. BLHD
Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program di bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Hidup dan bidang Penataan Lingkungan dan Pengkajian Dampak Lingkungan
Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Bidang Penataan Lingkungan dan
Pengkajian Dampak Lingkungan
6.1.4. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya
Penyelenggaraan Urusan wajib Pekerjaan Umum dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Manggarai Timur yang eksistensi kelembagaannya dibentuk dengan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai
Timur. Sesuai peraturan daerah maka tugas pokok dan fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum yakni melaksanakan
sebagian urusan rumah tangga daerah bidang pekerjaan umum.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi serta menjalankan tugas pokok dan fungsinya, komponen pendukung
VI - 17
Tabel 6.4.
Komposisi Pegawai Dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya Di Kabupaten Manggarai Timur
Unit Kerja Golongan Jenis Kelamin Latar Belakang
Pendidikan Jabatan Fungsional
Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini menguraikan analisis
permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.
A. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya
Hambatan-hambatan dalam pembangunan kapasitas ini meliputi beberapa hal, antara lain resistensi
legal-prosedural, resistensi dari pimpinan khususnya supervisor (pimpinan menengah dan bawah); resistensi dari
staff itu sendiri; resistensi konseptual; dan juga mispersepesi tentang pembangunan kapasitas. Resistensi
legal-prosedural, biasanya digunakan oleh pihak-pihak yang kurang atau tidak mendukung program
pembangunan kapasitas ini dengan berbagai alasan. Walaupun barangkali penyebab utamanya adalah
rendahnya motivasi mereka untuk berinovasi, berkompetisi serta tidak mau melakukan perubahan. Hal ini
karena perubahan merupakan sesuatu yang dinamis dan jelas-jelas menolak faham dari kelompok
statusquo.
Resistensi dari pimpinan, khususnya supervisor ini mendasarkan diri pada argumen bahwa dengan
pembangunan kapasitas, maka mau tidak mau kemampuan staff akan meningkat dan bisa saja
mengancam kedudukan struktural mereka. Ini persepsi yang berlebihan tetapi bias dimaklumi karena aspek
motivasi dan kebutuhan kekuasaan. Resistensi dari staf, yang bervariasi bisa kecil ataupun besar
tergantung kultur dan suasana yang ada dalam lingkungan organisasi tertentu. Hambatan yang paling
utama adalah bahwa pembangunan kapasitas merupakan sebuah bentuk inovasi atau perubahan sehingga
VI - 18
kurang dinamis dan tidak positif menyambut perubahan sehingga berdampak negatif terhadap program
pembangunan kapasitas tersebut.
Resistensi konseptual terhadap konsep pembangunan kapasitas muncul karena program pembangunan
kapasitas menimbulkan pekerjan dan beban yang harus ditanggung oleh semua elemen dalam organisasi
tertentu. Mereka berpendapat bahwa dengan lebih aktif akan menambah beban kerja mereka, padahal
beban kerja ini belum tentu berkolerasi dengan penambahan upah. Kemudian adanya mispersepsi bahwa
kapasitas building akan menimbulkan self capacity building. Artinya kemampuan individu menjadi
diagung-agungkan tanpa melihat aspek aspek lainnya. Padahal, koordinasi, kooperasi, kolaborasi, kerjasama dan
berbagai elemen dalam organisasi tersebut sangat menentukan keberhasilan program pembangunan
kapasitas sebuah organisasi. Inilah persepsi keliru yang sering terjadi dalam konteks keorganisasian
dewasa ini. Dari uraian tadi, lalu implikasi nyata apakah yang diharapkan dari prakarsa capacity building
bagi pemerintah daerah (Pemda) dalam menuju good governance tersebut?
Pertama, mempertegas Dasar Acuan kinerja Pemerintah Daerah. Sebagai organisasi pemerintah yang
mengemban fungsi pelayanan public (public service) maka aparatur pemda diharapkan dapat
merefleksikan visi, misi, dan tujuan sebagai dasar acuan sebuah organisasi publik. Ini perlu ditekankan
lebih dahulu karena Pemda berbeda dengan organisasi swasta, yakni Pemda merupakan non profit
oriented organization meski sama-sama bersentuhan dengan kepentingan publik. Dalam hal inilah perlu
lahirnya kepala daerah Bupati/Walikota, pegawai atau aparatur daerah yang tidak saja mampu memahami
susunan pemerintahan daerah dan dasar tata kerjanya seperti Keppres, Keputusan Menteri, Peraturan
Daerah (Perda) dan sebagainya, tetapi juga mengetahui untuk apa organisasi pemda dibentuk, apa
tujuannya dan bagaimana meningkatkan kenerjanya untuk kepentingan masyarakat luas di daerahnya.
Kedua, Peningkatan manajemen publik Pemda. Yakni meningkatnya penggunaan managerial skill dalam
kepegawaian daerah, pemanfaatan prosedur administrasi kerja dan sistem akuntabilitas keuangan daerah
yang lebih baik, menguatnya tanggung jawab, motivasi dan kepuasan kerja diantara pegawai atau aparatur
Pemerintah Daerah.
Indikasinya yakni adanya kualitas pelayanan (quality of service) seperti, kecepatan (speed), ketepatan
(accuracy), murah/terjangkau, transparan serta adil, sebagai wujud dari kepuasan masyarakat. Ketiga,
Meningkatnya kemampuan organisasi Pemda. Sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan di
daerah, organisasi Pemda bersama seluruh network-nya hendaknya dapat dibangun berdasarkan
pertimbanganpertimbangan; karakteristik, potensi dan kebutuhan Daerah, kewenangan pemerintahan yang
dimiliki Daerah, kemampuan keuangan Daerah, ketersediaan sumber daya aparatur, serta pengembangan
pola kerjasama (partnership) antar-Daerah atau dengan pihak ketiga (private). Indikatornya biasa disebut
responsiveness yakni keselarasan antara; program organisasi dan kegiatan pelayanan seperti prosedur,
VI - 19
Keempat, menguatnya kemampuan adaptasi Pemda. Program capacity building pada dasarnya bertujuan
agar berkemampuan jangka panjang (long term capacity). Yakni kapasitas Pemda yang berkelanjutan
meskipun berada dalam situasi perubahan baik di lingkungan internal maupun eksternal. Indikatornya
dalam hal ini adalah adaptif, yakni; adanya konsistensi dalam rangka pencapaian tujuan, produktifitas
berkelanjutan (sustainable productivity) berupa keberhasilan sebuah sistem dalam memobilisasi input
resources (man, money, methods, material, machine) dalam proses (organizing, participation, coordinating,
decision making) dan mengelola feed back (raw material), serta kemampuan bertahan dalam situasi
ketidakpastian seperti perubahan ekonomi global, situasi keamanan (misalnya, isu terorisme seperti
sekarang ini, atau konflik horisontal di daerah), meningkatkan kepekaan terhadap kesadaran kritis
masyarakat dsb.
B. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya
1. Disiplin dan etos kerja yang rendah.
Disiplin dan etos kerja PNS di Dinas Kimpraswil Kabupaten Manggarai Timur belum maksimal
disebabkan antara lain kurangnya fasilitas seperti perumahan. Rata-rata PNS yang ada masih
mengontrak rumah, disamping lokasi perkantoran cukup jauh dari tempat tinggalnya. Disamping itu pula
perlu diterapkannya reward and punishment kepada para PNS yang berprestasi maupun yang
bermasalah sehingga menjadi dorongan bagi para PNS untuk berprestasi.
2. Masalah Koordinasi
Koordinasi sering mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan. Koordinasi antar instansi/lembaga
dipengaruhi oleh faktor-faktor kemampuan sumber daya manusia, serta prasarana pendukungnya.
Adanya kesenjangan kemapuan sumber daya manusia antar intansi/lembaga terkait menghambat
terjadinya koordinasi. Demikian pula halnya dengan keterbatasan prasarana mengakibatkan koordinasi
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
3. Terbatasnya Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia.
Karena terbatasnya tenaga teknis yang ada maka tenaga-tenaga tersebut umumnya melaksanakan
tugas rangkap disemua Bidang yang ada. Disamping itu pula belum terselenggaranya
pelatihan-pelatihan teknis yang relevan dengan bidang tugas para pengelola kegiatan. Dampaknya adalah
pelaksanaan tugas menjadi tidak optimal.
4. Kelembagaan
Struktur kelembagaan yang ada pada prinsipnya sudah memnuhi standar minimal kelembagaan daerah
di Kabupaten Manggarai Timur. Yang perlu dikembangkan adalah unit-unit pengelola kegiatan seperti
Satuan Kerja (Satker) menurut spesifikasi kegiatannya sehingga pengelolaan kegiatan akan lebih
VI - 20
C. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya
Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM bidang cipta karya
yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya di
Kabupaten Manggarai Timur.
Saat ini wadah koordinasi penyusunan RPIJM Kabupaten Manggarai Timur adalah Satgas (satuan tugas)
yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati. Akan tetapi terdapat berbagai kendala/ permasalahan yang
ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja daerah Kabupaten Manggarai Timur yang terkait dengan
cipta karya antara lain :
1. Sifat satgas RPIJM yang sementara dan sangat tergantung pada tahun anggaran.
Usia satgas RPIJM umumnya 1 tahun, disesuaikan dengan tahun anggaran yang berjalan.
2. Rentan terhadap promosi dan rotasi pegawai pemerintah
Promosi dan rotasi merupakan proses yang tidak mungkin dihindari oleh dalam siklus pemerintahan
daerah. Anggota satgas yang pada dasarnya merupakan pegawai negeri juga merupakan bagian dari
sistem ini. Seringkali ketika terjadi rotasi atau promosi maka mereka juga harus meninggalkan
keanggotaan satgas ketika ditugaskan di dinas yang tidak terkait dengan satgas terkait.
3. Keterbatasan waktu dan lemahnya komitmen
Anggota satgas merupakan pegawai negeri yang memiliki tugas dan fungsi yang melekat dalam jabatan
dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga keanggotaan dalam satgas RPIJM, Sekalipun
terkait erat dengan tugas pelayanannya tetap merupakan tambahan terhadap tugas pokok dan fungsi
sehari-hari, sehingga seringkali tugas dalam keanggotaan satgas dianggap tugas tambahan dan
dilaksanakan ketika ada waktu luang di sela-sela tugas rutinnya. Kondisi ini menghambat proses
penyusunan RPIJM Kabupaten Manggarai Timur dan juga pelaksanaannya di kemudian hari.
D. Analisis SWOT Kelembagaan.
Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan
ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis
dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam
matriks SWOT.
Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang
ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah keuntungan dari peluang
yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan
terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau
menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).
VI - 21
dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis
SWOT Kelembagaan. Perumusan strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan
dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan kelembagaan.
Tabel 6.5
Berdasarkan tabel SWOT di atas, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menginventarisasi faktor-faktor dari metode SWOT yaitu kekuatan (internal), kelemahan
(internal), peluang (eksternal) dan ancaman (eksternal) kelembagaan organisasi perangkat kerja daerah,
khususnya terkait dengan bidang Cipta Karya.
b. Melakukan perumusan strategi berdasarkan kolaborasi dari faktor-faktor analisis SWOT, yaitu
sebagai berikut.
VI - 22
Mengembangkan strategi ST (kuadran II), yaitu dengan kekuatan yang dimiliki organisasi, dapat
dirumuskan strategi untuk mengurangi dampak dari pengaruh eksternal yang mempengaruhi kinerja
organisasi.
Mengembangkan strategi WO (kuadran III), yaitu memperbaiki kelemahan- kelemahan organisasi yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada.
Mengembangkan strategi WT (kuadran IV). Untuk strategi ini maka diperlukan upaya yang sangat besar karena selain memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada, juga harus melakukan
upaya-upaya untuk meminimalisir ancaman- ancaman yang berpotensi untuk melemahkan kinerja dari
organisasi.
6.1.6. Rencana Pengembangan Kelembagaan.
Berdasarkan uraian dan analisis permasalahan sebagaimana tersebut diatas maka untuk meningkatkan
kapasitas kelembagaan pengelola kegiatan Rencana Program Investasi Jangka Menengah di Kabupaten
Manggarai Timur diusulkan beberapa program antara lain:
1. Optimalisasi Pelaksanaan fungsi Organisasi
Penataan kembali penempatan personil berdasarkan kualifikasi kemampuan dan keahliannya disesuaikan dengan bidang tugasnya.
Membentuk unit-unit pengeloloa kegiatan sesuai dengan bidang kegiatan yang ada. 2. Ketatalaksanaan RPIJM di Instansi Pemerintah
Membentuk Sekretariat Pelaksanaan Rencana Program Investasi Jangka Menengah di Kabupaten Manggarai Timur.
Membuat peraturan Daerah yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan ke-Cipta Karya-an. Menyusun Standard Operating Prosedur (SOP) dan Standard Pelayanan Minimal (SPM) dalam
pengelolaan Prasarana dan Sarana bidang PU/Cipta Karya.
3. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Menambah jumlah PNS Dinas Kimpraswil Kabupaten Manggarai Timur yang berkualifikasi teknis bidang ke-Cipta Karya-an.
Melakukan Bimbingan Teknis dan Bantuan teknis dalam rangka transfer of knowledge baik manajemen pengelolaan prasarana dan Sarana maupun pelatihan-pelatihan teknis bidang PU/Cipta
Karya.
4. Peningkatan Sarana dan Prasarana Kerja
Pengadaan kendaraan operasional sesuai dengan kebutuhan
Pengadaan alat-alat penunjang kegiatan seperti alat ukur digital, peralatan laboratorium teknik (Air, Tanah dan Bahan Bangunan)
VI - 23
6.1.7. Rencana Pengembangan Keorganisasian
Strategi kebijakan yang dikembangkan dibidang kelembagaan organisasi institusi Pemerintah
Kabupaten Manggarai Timurmeliputi sistem dan mekanisme organisasi, perangkat peraturan yang diarahkan
pada efektifitas, efisiensi transparansi. Sehingga keruwetan dalam birokrasi pemerintahan dapat dihilangkan.
Untuk mencapai hal tersebut, rumusan kebijakan yang akan dikembangkan meliputi:
1. Dibutuhkan reorganisasi dan restrukturisasi dengan mekanisme yang jelas dalam rangka mencapai
struktur otoritas dan menghindari ketatnya birokrasi agar pelayanan pada masyarakat dapat
memberikan secara efesien dan optimal.
2. Adanya perangkat hukum yang mengatur posisi dan fungsi kelembagaan demi terjaminnya kualitas dan
pola kebijaksanaan.
6.1.8. Rencana Pengembangan Tata Laksana
Strategi kebijakan yang dikembangkan dibidang manajemen organisasi institusi Pemerintah Kota
meliputi, sistem dan mekanisme administrasi, manajemen yang diarahkan pada efektifitas, efiseinsi,
responsivitas dan transparansi.
Untuk mencapai hal tersebut rumusan strategi yang akan dikembangkan meliputi :
1. Pembenahan sistem manajemen dan administrasi Pemerintah menuju sistem yang transparan.
Responsif, efesien dan efektip.
2. Pembenahan dan penyempurnaan sistem insentif dan disentif dalam rangka memotivasi kinerja
aparatus pemerintahan.
3. Mengembangkan dan merumuskan moral dan etos kerja sebagai pedoman dalam kinerja aparatur.
6.1.9. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis
SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan
kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya
mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta
mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang
keciptakaryaan, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh
VI - 24
Tabel 6.6
Pelatihan Peningkatan SDM Bidang Cipta Karya
No Jenis Pelatihan
1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis
2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara 3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III
5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan
6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL
7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi
8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan 9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan
10 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Keciptakaryaan
11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana
12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara 13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN
14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai 15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai 16 Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)
17 Diklat Jabatan Fungsional
Dalam bidang aparatur Pemerintahan, strategi kebijakan yang dikembangkan meliputi : pengembangan dan
peningkatan kemampuan sumber daya manusia menuju performa yang lebih profesional. Dengan demikian
rumusan kebijakan strategis akan meliputi :
1. Pendidikan dan pelatihan terhadap aparatur dilakukan sesuai dengan spesifikasi pekerjaan, fungsi,
struktur masing-masing kelembagaan.
2. Penerapan sistem pembinaan karier pegawai yang lebih adil sesuai merit dan jenjang karier.
3. Peningkatan fasilitas pendukung untuk dapat terpenuhinya kualitas dan kuantitas SDM.
Setelah melakukan analisis SWOT maka tim perumus RPIJM perlu melakukan perencanaan
pengembangan kapasitas kelembagaan yang dirangkum dalam tabel strategi dan rencana aksi yang meliputi
VI - 25
Tabel 6.7
Rangkuman Rencana Aksi Pengembangan Kapasitas Kelembagaan
Aspek Kelembagaan Strategi Rencana Akasi
Organisasi
c. Pembenahan & penyempurnaan sistem insentif dan disentif dalam rangka memotivasi kinerja. moral dan etos kerja sebagai pedoman dalam kinerja aparatur.
b. Perlu adanya komitmen kuat dari semua PNS dalam bekerja pegawai yang lebih adil sesuai jenjang karier.
VI - 26
Kerangka Kelembagaan ini diperlukan untuk mengarahkan tugas dan fungsi pengeloaan AM, Sanitasi dan
Kawasan Kumuh agar berjalan lancar dan tertata dengan baik.
Melihat struktur kelembagaan yang ada, sebenarnya sudah ada biidang atau seksi yang menangani AM dan
sanitasi namun belum berjalan baik dan maksimal. Demikian juga dengan kelembagaan yang menangani kumuh
hampir tidak ada kecuali penanganan hunian.
Beberapa permasalahan kelembagaan yang ada di kabupaten/kota terkait pengeloaan AM, Sanitasi dan
penanganan/pencegahan kumuh, sebagai berikut :
o Belum maksimalnya/ belum ada sistim kelembagaan di tingkat desa (SAB/SPAM) yang mengatur
pengelolaan air bersih (air minum) dan sanitasi
o Belum terpikirkan kebijakan atau regulasi yang jelas melalui pihak swasta atau investor
o Belum maksimal koordinasi tingkat SKPD didalam penetapan kebijakan/sistim pengelolaan air limbah
dan persampahan
o Belum seragamnya SKPD yang mengangaani infrastruktur ke-ciptakaryaan o Fungsi operator dan regulator belum dilakukan secara proporsional o Masih sangat terbatas SDM yang terkait pengelolaan
o Terbitnya PP No.18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, yang mengakibatkan terjadinya perubahan
lingkup SKPD tingkat kabupaten dan provinsi.
Melihat akan permasalahan – permasalahan diatas, maka diusulkan untuk tidak membuat struktur organisasi
yang baru melainkan memperkuat struktur organisasi yang sudah ada dengan melakukan restrukturisasi atau
optimalisasi dengan menanbah fungsi sesuai kebutuhan. Penambahan fungsi dimaksud dengan cara
melengkapi seksi-seksi terkait AM, Kumuh dan Sanitasi. Selain itu menambah point tentang pembinaan dan
penataan infrastruktur pasca konstruksi untuk air minum, limbah, sampah serta pembentukan kelembagaan
pengeloaan tingkat masyarakat di desa.
Restrukturisasi kelembagaan terkait kegiatan bidang Cipta Karya di kabupaten Manggarai Timur diusulkan
sebagai berikut :
Tabel 6.8
Usulan Kerangka Kelembagaan Kabupaten Sabu Raijua
SEKTOR MASALAH KELEMBAGAAN USULAN KELEMBAGAAN USULAN TAHUN
Air Minum
Belum ada pengelolaan air minum
di perkotaan UPT di Kota 2017
Perdesaan : Konsep BP SPAM namun tidak berjalan krn koordinasi di Tk. Kab msh lemah
AMPL di fungsikan kembali; 2. BP SPAM dibuat SK Bupati; 3. Pembentukan UPT SPAM di Tk Kec. Di PU/CK
2017
Penanganan Kumuh Belum ada Badan Pengelola Pembentukan Badan/Tim Pokja
Pengelolaan Kaw Kumuh di Tk Kab. 2017
Sanitasi Koordinasi Antar Instansi yg
VI - 27
6.2. Kerangka Regulasi
Kerangka regulasi diarahkan untuk memfasilitasi, mendorong dan mengatur perilaku penyelenggaraan
pembangunan serta masyarakat termasuk swasta. Kerangka regulasi itu dapat berupa undang-undang,
Peraturan Pemrintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat serta regulasi produk kabupaten/kota.
Meskipun peraturan-peraturan yang dimiliki kabupaten Manngarai Timur terkait AM, Sanitasi, Penataan
Bangunan dan kumuh sudah ada, namun belum berjalan maksimal sesuai yang diharapkan. Bahkan
aturan-aturan yang sudah itu belum sepenuhnya menyentuh persoalan-persoalan yang dihadapi seperti :
o Belum ada aturan atau sansksi dari pemerntah terkait pengelolaan air minum, pengelolaan sanitasi o Belum ada aturan tentang pencegahan bertambahnya kawasan kumuh baru
o Belum ada kebijakan atau kerjasama yang mengikat dunia usaha dalam sistem pengelolaan air minum
maupun sanitasi
o Kurang SDM dan partisipasi pemangku kepentingan didalam membuat suatu produk/aturan yang
mengikat terkait pengelolaan air minum dan sanitasi.
o Peraturan sudah ada tapi belum dijalankan secara maksimun (Perda BG, IMB dll)
Untuk memecahkan persoalan mendesak dan memperkuat fungsi pengaturan dalam mendukung pembangunan
infrasyruktur bidang Cipta Karya di Kabupaten Manggarai Timur, maka perangkat peraturan yang perlu diusulkan
antara lain :
VI - 28
Tabel 6.9.
Matriks Kebutuhan Regulasi
NO REGULASI ARAH REGULASI MATERI REGULASI Penangungjawa b/THN
Asosiasi BPSPAM Penanganan Air Minum Perdesaan Program AM dan Sanitasi di Desa yang dimasukan dalam RPJM Desa
Perdes BP SPAM Meningkatkan kemandirian desa
dalam pemeliharaan SPAM
Kepala Desa dgn unit terkait BPD Tahun 2017
Perda Pendirian PDAM Peningkatan pemenuhan kebutuhan
air minum bagi masyarakat
Bupati dgn unit terkait PU & PDAM Tahun 2017
Perda, Perbup, SK Pencegahan dan Penanaganan kawasan kumuh
Perbup BG, IMB, TABG, SLF Meningkatkan kepatuhan bangunan
di masyarakat
Kerangka regulasi yang diusulkan ini mempertimbangkan regulasi yang sudah ada, dan melengkapi kebutuhan
regulasi yang belum diatur, maupun untuk perbaikan bilamana regulasi yang ada belum optimal dalam