• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN KARTU PEMBAYARAN ELEKTRONIK DAN DAYA SUBSTITUSI TRANSAKSI NON TUNAI ELEKTRONIK TERHADAP TRANSAKSI TUNAI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN KARTU PEMBAYARAN ELEKTRONIK DAN DAYA SUBSTITUSI TRANSAKSI NON TUNAI ELEKTRONIK TERHADAP TRANSAKSI TUNAI INDONESIA"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

SIERA ROSSA SITORUS H14102004

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Elektronik dan Daya Substitusi Transaksi Non Tunai Elektronik Terhadap Transaksi Tunai Indonesia (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI).

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah seluruh instrumen sistem pembayaran yang pada umumnya berbasis kartu antara lain: kartu Anjungan Tunai Mandiri, kartu kredit, kartu debit, serta jenis kartu lain yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran seperti misalnya kartu smart, e-wallet, serta beberapa alat pembayaran lain yang dapat dipersamakan dengan kartu (Bank Indonesia, 2005). Sampai saat ini Bank Indonesia mencatat telah ada 22 penerbit kartu kredit yang terdiri dari dua puluh bank dan dua lembaga selain bank. Sementara itu sudah terdapat 62 buah bank menerbitkan kartu ATM dan yang sembilan diantaranya kartu ATM tersebut sudah dapat pula digunakan sebagai kartu debit. Bank Indonesia menyadari keuntungan yang diperoleh negara ketika sistem pembayaran diarahkan ke pembayaran non tunai. Penggunaan transaksi non tunai dapat mengurangi biaya moneter pencetakan dan peredaran uang kertas. Perkembangan transaksi pembayaran menuju cash-less society merupakan arah perubahan yang tidak bisa dihindari. Perkembangan teknologi informasi dan inovasi sistem pembayaran mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas (paper based), penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card based), dan pembayaran secara elektronik (electronic based) tetapi juga sudah disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya.

Upaya peningkatan penggunaan pembayaran non tunai yang dipersiapkan Bank Indonesia menuju cash-less society tidak lain adalah upaya untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Harus diakui pengembangan cash-less society saat ini masih menghadapi kendala karena memegang uang adalah kebiasaan atau budaya dari masyarakat Indonesia. Dengan demikian harus ada pensubstitusian transaksi non tunai terhadap transaksi tunai. Berdasarkan data perkembangan penggunaan APMK dan nilai transaksi non tunai lainnya maka penulis ingin menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik dan daya substitusi transaksi non tunai elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik, dalam hal ini kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM, terhadap transaksi tunai dan daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai Indonesia. Adapun tujuan ini dijawab dengan menggunakan dua model persamaan yang diadopsi dari jurnal Snelman, Vesalla, dan Humphrey (2000) yaitu ”Substitution of noncash payment instruments for cash in Europe”.

(3)

ATM, jumlah mesin ATM, nilai transaksi APMK, nilai transaksi BI-RTGS, dan nilai transaksi kliring.

Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan, maka ada dua metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Estimasi terhadap pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik dan daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai Indonesia pada jangka panjang dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi Engel Granger. Sedangkan estimasi terhadap transaksi tunai dan kemungkinannya tersubstitusi oleh transaksi non tunai Indonesia dinamis (jangka pendek) menggunakan error correction model (ECM). Penggunaan ECM dikarenakan metode ini mampu menggabungkan efek jangka panjang dan efek jangka pendek.

Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan untuk jangka panjang antara penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai dari perkembangan jumlah pemegang kartu ATM dan nilai transaksi APMKnya. Peningkatan volume transaksi non tunai yaitu transaksi APMK dan BI-RTGS mampu mensubstitusi transaksi tunai. Meskipun proporsi pensubstitusian transaksi APMK masih relatif sedikit namun dalam jangka panjang korelasi negatif ini signifikan secara statistik.

(4)

Oleh

SIERA ROSSA SITORUS H14102004

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Siera Rossa Sitorus

Nomor Registrasi Pokok : H14102004

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik dan Daya Substitusi Transaksi Non Tunai Elektronik terhadap Transaksi Tunai Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS.

NIP. 131 846 872

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS.

NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :

(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2006

Siera Rossa Sitorus

(7)

Pantas Sitorus dan Ivonne Senduk. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan yang berarti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD St. Antonius V di Medan, kemudian melanjutkan ke SLTP Katholik Trisakti I di Medan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 5 Medan dan lulus pada tahun 2002. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa angkatan 2002.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). IPB menjadi pilihan penulis dalam melanjutkan pendidikan formal yang lebih tinggi dengan harapan besar agar dapat menggali ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi pribadi yang lebih baik, berguna, dan mampu meraih impian di masa depan kelak. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK)-IPB, Komisi Kesenian PMK-IPB sebagai anggota dan pernah menjadi bendahara untuk satu masa kepengurusan. Penulis juga berkesempatan mengikuti program pemagangan bakti BCA dan menjadi penyiar radio komunitas IPB, AgriFM.

(8)

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu

mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai

sejahtera

dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan

yang penuh harapan.

(9)

kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik dan Daya Substitusi Transaksi Non Tunai Elektronik Terhadap Transaksi Tunai Indonesia”. Penelitian mengenai sistem pembayaran non tunai elektronik ini penulis lakukan atas dasar keingintahuan akan keadaan sistem pembayaran non tunai elektronik di Indonesia. Isu ini juga merupakan hal yang penting dibahas sejak sistem pembayaran elektronik memberikan efisiensi dan efektifitas dalam proses transaksi. Kecenderungan ini mendorong banyak negara berupaya untuk mengimplementasikannya, termasuk Indonesia yang berupaya mewujudkan cash-less society pada waktu mendatang. Penelitian ini dilakukan di Bogor dengan menggunakan seluruh data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Ibu Rina Oktaviani, Ph. D, sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu memberikan saran dan dorongan kepada penulis.

2. Bapak Parulian Hutagaol, Ph.D, sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Fifi Diana Thamrin, M.Si, sebagai Komisi Pendidikan yang memberikan saran dan kritikan dalam memperbaiki pola penulisan dan ejaan skripsi ini.

4. Papa dan Mamaku tersayang, Bapak Ir. Pantas Sitorus dan Ibu Ivonne Senduk, yang dengan kasih selalu mendoakanku dan dengan sabar memberi dorongan semangat setiap waktu.

(10)

waktu. Terima kasih untuk waktu, kebersamaan, dukungan, kasih sayang dan doa yang menyertaiku. Kalian menjadi bagian indah dalam kenangan hidupku. Thanx for the keyword ”SEMANGAT!!”.

7. Teman-teman Komisi Kesenian PMK-IPB, yang telah menjadi keluargaku, tempat aku bertumbuh, berbagi dan belajar mengasihi. Terima kasih untuk semua dukungan semangat dan doanya. I thank God for knowing you friends.

8. Teman-teman ekbang 39 atas segala dukungan, bantuan, semangat, dan doa. Terima kasih untuk kebersamaan kita.

9. Teman-temanku di Serena dan Joglo, yang memberikan keceriaan dan semangat baru setiap hari.

10.Keluarga besarku dimanapun kalian berada. Terima kasih untuk dukungan dan doa yang selalu menyertaiku.

11.Semua pihak yang telah banyak memberikan dorongan, bantuan dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, besar harapan penulis semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan perbankan Indonesia.

Bogor, November 2006

Siera Rossa Sitorus H14102004

(11)

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Permasalahan ... 6 1.3. Tujuan Penelitian ... 9 1.4. Manfaat Penelitian ... 10 1.5. Ruang Lingkup... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1. Sistem Pembayaran ... 12

2.1.1. Definisi Sistem Pembayaran ... 12

2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran... 13

2.1.3. Sistem Pembayaran Elektronik ... 15

2.2. Teori Kuantitas Uang ... 18

2.3. Penelitian Terdahulu ... 24

2.4. Kerangka Pemikiran... 26

2.5. Hipotesis Penelitian... 29

III. METODE PENELITIAN... 30

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 31

3.2. Model Penelitian ... 35

3.3. Metode Analisis Data... 34

3.3.1. Uji Akar Unit ... 36

3.3.2. Uji Kointegrasi ... 38

3.3.3. Error Correction Model (ECM) ... 40

4.3.4. Uji Kebaikan Model... 42

(12)

Pembayaran Elektronik Terhadap Transaksi Tunai ... 51

5.1.1. Uji Kointegrasi ... 53

5.1.2. Hasil Estimasi Model Persamaan Jangka Panjang... 54

5.1.3. Uji Kebaikan Model Persamaan Jangka Pendek... 60

5.1.4. Hasil Estimasi Jangka Pendek... 62

5.2. Persamaan Untuk Menganalisis Daya Substitusi Transaksi Non Tunai Terhadap Transaksi Tunai yang Terjadi di Indonesia... 64

5.2.1. Uji Kointegrasi ... 66

5.2.2. Hasil Estimasi Model Persamaan Jangka Panjang... 67

5.2.3. Uji Kebaikan Model Persamaan Jangka Pendek... 70

5.2.4. Hasil Estimasi Jangka Pendek... 71

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(13)

1.1. Jumlah Pemegang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu ... 2

3.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data ... 30

4.1. Nilai Transaksi e-commerce B2B Indonesia 1998-2005 ... 47

5.1. Uji Akar Unit pada Level ...52

5.2. Uji Akar Unit pada First Difference ...52

5.3. Persamaan Jangka Panjang Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai ... 53

5.4. Uji Kointegrasi Persamaan Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai ... 54

5.5. Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test ... 61

5.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 61

5.7. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram-Normality Test ... 61

5.8. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai ... 62

5.9. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik terhadap Transaksi Tunai yg Signifikan .... 63

5.10. Uji Akar Unit pada Level ... 65

5.11. Uji Akar Unit pada First Difference ... 66

5.12. Persamaan Jangka Panjang Daya Substitusi Transaksi Non Tunai terhadap Transaksi Tunai ... 66

5.13. Uji Kointegrasi Persamaan Daya Substitusi Transaksi Non Tunai terhadap Transaksi Tunai ... 67

5.14. Hasil Uji Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test...70

5.15. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 70

5.16. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram-Normality Test ... 71

5.17. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Daya Substitusi Transaksi Non Tunai terhadap Transaksi Tunai yang Signifikan ... 72

(14)

2.1. Ilustrasi sederhana proses sistem pembayaran ...12

2.2. Mekanisme transaksi pembayaran elektronik ...19

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 28

(15)

2. Uji Kestasioneran data ...82

3. Hasil Estimasi Jangka Panjang Persamaan Pertama ...93

4. Uji Kointegrasi Persamaan Pertama ... 94

5. Hasil Estimasi Jangka Pendek Persamaan Pertama ... 95

6. Uji Autokorelasi Persamaan ECM ...96

7. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM...97

8. Uji Normalitas Persamaan ECM...98

9. Data-Data Penelitian (data mentah), persamaan kedua...99

10. Uji Kestasioneran Data ...101

11. Hasil Estimasi Jangka Panjang Persamaan Kedua...105

12. Uji Kointegrasi Persamaan Kedua ...106

13. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Pendek Persamaan Kedua...107

14. Uji Autokorelasi Persamaan ECM ...108

15. Uji Heteroskedastisitas Persamaan ECM...109

(16)

APMK = Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu ARCH = Autoregressive Conditional Heteroskedasticity

ATM = Automatic Teller Machine

BI-RTGS = Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement System

BLUE = Best Linier Unbiased Estimator

ECM = Error Correction Model

ECT = Error Correction Term

EFT-POS = Electronic Fund Transfer-Point of Sale

GDP = Gross Domestic Product

OLS = Ordinary Least Square

PDB = Produk Domestik Bruto POS = Point of Sale

SBI = Sertifikat Bank Indonesia SIC = Schwarz Information Criterion

(17)

Sistem pembayaran elektronik saat ini menjadi isu yang penting dibicarakan. Besarnya respon masyarakat akan kemudahan transaksi dan gencarnya pihak bank menawarkan fasilitas ini terefleksi dari makin banyaknya bank dan lembaga selain bank yang terlibat dalam penyediaan fasilitas pembayaran elektronik.

Menurut Bank Indonesia (2005), Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah seluruh instrumen sistem pembayaran yang pada umumnya berbasis kartu antara lain: kartu Anjungan Tunai Mandiri, kartu kredit, kartu debit, serta jenis kartu lain yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran seperti misalnya kartu smart, e-wallet, serta beberapa alat pembayaran lain yang dapat dipersamakan dengan kartu. Sampai saat ini Bank Indonesia mencatat telah ada 22 penerbit kartu kredit yang terdiri dari dua puluh bank dan dua lembaga selain bank. Sementara itu sudah terdapat 62 buah bank yang menerbitkan kartu ATM dan yang sembilan diantaranya kartu ATM tersebut sudah dapat pula digunakan sebagai kartu debit. APMK yang paling dekat dengan masyarakat Indonesia pada saat ini adalah kartu kredit, kartu debit dan kartu ATM. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan jumlah pemegang APMK yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data jumlah pemegang APMK dapat dilihat pada Tabel 1.1.

(18)

Tabel 1.1. Tabel Pemegang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Tahun 1998-2000 Tahun Kartu Kredit Kartu Debit Kartu Smart Kartu ATM EFT/ POS 1998 2.028.442 5.374.376 83.190 13.169.663 46.652 1999 2.043.846 12.110.970 29.918 16.195.251 53.322 2000 2.622.604 13.103.676 25.075 18.786.094 61.934

Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia (2000,2001)

Kecenderungan arah perubahan sistem pembayaran tunai menuju non tunai elektronik terjadi di banyak negara. Beberapa di antaranya, adalah Jepang dan Eropa yang menggunakan sistem pembayaran elektronik sebesar masing-masing 78 persen dan 66 persen dari total pembayaran non tunainya. Biaya yang harus dikeluarkan sebuah negara untuk membiayai sistem pembayaran dapat mencapai tiga persen dari GDP atau pendapatan nasionalnya (Humphrey, Pulley, dan Vesala, 2000). Sejak sistem pembayaran non tunai elektronik memerlukan biaya hanya sepertiga sampai setengah dari sistem pembayaran non tunai berbasis kertas (paper based) maka jelaslah bahwa biaya sosial dalam sistem pembayaran dapat dikurangi dengan mengimplementasikan sistem pembayaran elektronik (Humphrey, 2001).

Bank Indonesia menyadari keuntungan yang diperoleh negara ketika sistem pembayaran diarahkan ke pembayaran non tunai. Penggunaan transaksi non tunai dapat mengurangi biaya moneter pencetakan dan peredaran uang kertas. Perkembangan transaksi pembayaran menuju cash-less society merupakan arah perubahan yang tidak bisa dihindari. Perkembangan teknologi informasi dan inovasi sistem pembayaran mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman, nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak saja pada berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas (paper

(19)

based), penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card based), dan pembayaran secara elektronik (electronic based) tetapi juga sudah disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya.

Potensi pengembangan instrumen sistem pembayaran non tunai di Indonesia masih sangat besar. Adanya peningkatan penggunaan APMK (card based payment instruments) yang sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, adanya kemudahan dalam penggunaan dan pengembangan teknologi, kecenderungan dan tuntutan masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan instrumen yang lebih efisien dan aman, serta beberapa keunggulan instrumen non tunai dibandingkan dengan penggunaan uang tunai, telah mendorong Bank Indonesia untuk lebih mengupayakan terciptanya masyarakat yang berkecenderungan non tunai.

Upaya yang ditempuh Bank Indonesia dalam hal ini adalah memetakan preferensi masyarakat, menggali sisi makro ekonomi, teknis operasional, legal, dan perlindungan konsumen, serta menyusun arah ke depan penggunaan instrumen non tunai, dalam suatu Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai di Indonesia (Ibrahim, 2006).

Hasil penelitian Sridawati (2006) membuktikan ada delapan variabel yang nyata mempengaruhi preferensi masyarakat di Indonesia dalam menggunakan kartu pembayaran elektronik, diantaranya; jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan rata-rata per bulan, pengeluaran rata-rata per bulan, lokasi, teknologi dan motivasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga kartu bervariasi. Pada kartu kredit, variabel yang mempengaruhi penggunaannya adalah pendidikan,

(20)

pengeluaran rata-rata per bulan, dan teknologi. Kartu debet dalam penggunaannya dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pendapatan dan motivasi, sedangkan faktor-faktor yang terbukti mempengaruhi kartu ATM adalah umur, pendidikan, pendapatan rata-rata per bulan, dan lokasi.

Sementara itu alasan perusahaan retail kecil dalam menerima sistem pembayaran elektronik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mendorong kesediaan perusahaan retail kecil menerima pembayaran dalam bentuk kartu kredit dan debit adalah status badan hukum dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki perusahaan tersebut. Kartu debit memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kartu kredit, baik dari segi karakteristik perusahaan maupun jenis efisiensi dari sistem pembayarannya. Transfer melalui bank juga telah banyak digunakan oleh perusahaan retail kecil. Alasan penggunaannya adalah karena tingkat keamanan yang baik sehingga perusahaan tidak perlu mengkhawatirkan terjadinya pencurian atau jenis kehilangan lain (Febriyenny, 2006).

Sistem pembayaran adalah suatu mekanisme yang menunjukkan adanya aliran sejumlah nilai dari pembeli ke penjual dalam sebuah transaksi. Jika dikaitkan dengan isu perkembangan sistem pembayaran elektronik yang ternyata terbukti lebih efisien dari sistem pembayaran paper based maka dapat dikatakan sistem pembayaran mengalami proses menuju yang lebih efisien. Peningkatan aktivitas masyarakat menggunakan fasilitas pembayaran elektronik ini akan mampu mempercepat transaksi, atau dengan kata lain akan mempengaruhi kecepatan perputaran uang, yang dalam hal ini mengindikasikan berapa kali sejumlah unit rupiah digunakan untuk memenuhi sebuah transaksi, di Indonesia.

(21)

Sederhananya, semakin sering seseorang mentransaksikan sejumlah rupiah dengan nominal tertentu dari fasilitas pembayaran elektronik, transaksi pembayaran akan semakin cepat terselesaikan dan dana yang telah dikeluarkan untuk transaksi itu dapat digunakan kembali untuk transaksi selanjutnya oleh pihak yang telah menerima dana dari transaksi pertama. Dengan demikian, semakin cepat perputaran uang akan mendorong semakin banyaknya barang dan jasa yang dapat ditransaksikan.

Jenis transaksi dalam perekonomian terdiri dari transaksi tunai dan non tunai. Informasi mengenai jumlah maupun nilai transaksi tunai yang aktual dalam sebuah negara sulit diukur. Namun demikian, data transaksi tunai ini dapat diperoleh melalui proksi nilai dengan memanfaatkan informasi jumlah uang beredar dan transaksi non tunai. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa perkembangan inovasi sistem pembayaran, dalam hal ini penggunaan kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM, mempengaruhi jumlah permintaan uang tunai, yang menurut Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000) mampu mempengaruhi penerimaan seigniorage bank sentral dan pemerintah.

Kemampuan transaksi non tunai mensubstitusi transaksi tunai dapat dijadikan gambaran bagaimana proporsi penggunaan transaksi non tunai di masa yang akan datang. Upaya peningkatan penggunaan pembayaran non tunai yang dipersiapkan Bank Indonesia menuju cash-less society tidak lain adalah upaya untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efektif dan efisien. Harus diakui pengembangan cash-less society saat ini masih menghadapi kendala karena memegang uang adalah kebiasaan atau budaya dari masyarakat Indonesia. Dengan

(22)

demikian untuk mencapai sistem pembayaran yang dimaksud harus ada pensubstitusian transaksi non tunai terhadap transaksi tunai. Berdasarkan data perkembangan penggunaan APMK dan nilai transaksi non tunai lainnya maka penulis ingin menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik dan daya substitusi transaksi non tunai elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia.

1.2. Permasalahan

Perkembangan transaksi pembayaran menuju cash-less society merupakan arah perubahan yang tidak dapat dihindari. Dengan keuntungan yang diperoleh negara melalui penghematan biaya transaksi, diharapkan adanya kecenderungan arah perubahan transaksi tunai menuju transaksi non tunai. Kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM adalah bentuk kartu pembayaran elektronik yang memfasilitasi pembayaran non tunai dan mempermudah masyarakat menyelesaikan proses transaksi. Perkembangan jumlah dan nilai transaksi non tunai tercatat pada laporan bank dan lembaga penyelenggara selain bank. Sementara itu, nilai transaksi tunai yang aktual terjadi sulit diukur. Menurut Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000) jumlah dan nilai aktual transaksi tunai penting diketahui karena berpengaruh terhadap penerimaan seigniorage bank sentral dan pemerintah. Penghitungan nilai transaksi tunai dan non tunai menjadi informasi yang merefleksikan proporsi sistem pembayaran yang ada. Dengan menggunakan pendekatan dari data jumlah pendapatan nasional (GDP) dan nilai transaksi non tunai yang tercatat pada Bank Indonesia akan diperoleh nilai transaksi tunai Indonesia.

(23)

Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan transaksi tunai dan non tunai di Indonesia dengan menggunakan pendekatan data GDP. Dari grafik terlihat ada kecenderungan peningkatan transaksi non tunai yang mensubstitusi transaksi tunai. Pengembangan cash-less society saat ini masih menghadapi kendala akan budaya memegang uang tunai oleh masyarakat Indonesia. Meskipun proporsi transaksi tunai masih besar dalam aktivitas ekonomi namun penggunaan APMK (card based payment instruments) menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Artinya ada kecenderungan sistem pembayaran yang terjadi di Indonesia menuju sistem pembayaran non tunai yang efisien.

Nilai Transaksi Tunai dan Non Tunai Indonesia 2002-2005 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00 2002 M1 200 2M4 200 2M7 200 2M10 2003 M1 2003 M4 2003 M7 2003 M10 200 4M1 2004 M4 2004 M7 2004 M10 2005 M1 2005 M4 200 5M7 2005 M10 Tahun R p Trily u n GDP CASH NON CASH

Sumber: Data Bank Indonesia (2005), diolah

Gambar 1.1. Perkembangan transaksi tunai dan non tunai di Indonesia

Substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai yang terjadi di negara maju seperti di Eropa menunjukkan kecenderungan yang hampir sama. Penelitian Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000) yang menganalisis pensubstitusian

(24)

sepuluh negara di Eropa menyimpulkan bahwa faktor kunci proses pensubstitusian terhadap transaksi tunai adalah jumlah terminal EFTPOS (Electronic Fund Transfer at Point Of Sale) dan jumlah ATM. Jumlah terminal EFTPOS merepresentasikan peningkatan penggunaan kartu pembayaran elektronik, secara signifikan berpengaruh negatif terhadap jumlah suplai uang. Keberadaan ATM menurunkan biaya transaksi penarikan tunai sehingga meningkatkan frekuensi penarikan tunai. Namun, nilai rata-rata jumlah penarikan berkurang dari waktu ke waktu dan dengan demikian menurunkan jumlah uang yang dipegang masyarakat untuk transaksi tunai. Dengan kata lain keberadaan fasilitas pembayaran elektronik berpengaruh negatif terhadap transaksi tunai.

Helmut Stix (2004) pun menganalisis dampak transaksi ATM dan pembayaran non tunai terhadap permintaan uang tunai di Austria. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh signifikan transaksi ATM terhadap permintaan tunai dalam jangka panjang. Dari analisis total penarikan tunai diperoleh angka 53 persen penarikan tunai dilakukan melalui ATM dan 37 persen melalui bank. Stix menyimpulkan pengguna ATM memegang uang tunai 42 persen lebih sedikit daripada orang yang melakukan penarikan tunai dari bank. Penurunan jumlah permintaan transaksi tunai menunjukkan kecenderungan pensubstitusian transaksi non tunai terhadap transaksi tunai di Austria.

Hasil penelitian di negara maju menyimpulkan secara garis besar bahwa keberadaan fasilitas pembayaran elektronik berpengaruh negatif terhadap (mampu mensubstitusi) transaksi tunai. Di Indonesia sendiri instrumen kartu pembayaran elektronik menunjukkan peningkatan yang signifikan. Namun belum ada yang

(25)

dapat memastikan bahwa peningkatan ini juga berpengaruh signifikan terhadap transaksi tunai di Indonesia. Sementara itu Bank Indonesia mengupayakan peningkatan penggunaan pembayaran non tunai untuk menuju less cash society di Indonesia. Upaya yang ditempuh Bank Indonesia dalam hal ini adalah memetakan preferensi masyarakat, menggali sisi makro ekonomi, teknis operasional, legal, dan perlindungan konsumen, serta menyusun arah ke depan penggunaan instrumen non tunai. Maka untuk menuju sistem pembayaran yang efisien tersebut Indonesia perlu mengkaji keadaan sistem pembayaran yang terjadi di masyarakat dengan kehadiran APMK, sebagai salah satu bentuk fasilitas pembayaran non tunai elektronik, dan kemampuannya menggantikan budaya sistem pembayaran tunai. Dengan demikian permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia?

2. Bagaimana daya substitusi transaksi non tunai elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Melihat kecenderungan peningkatan penggunaan transaksi pembayaran non tunai yang mampu mensubstitusi transaksi tunai maka tujuan dasar penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia.

(26)

2. Menganalisis daya substitusi transaksi pembayaran non tunai terhadap transaksi pembayaran tunai di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Transaksi pembayaran non tunai elektronik memberikan efisiensi dalam proses transaksi ekonomi. Inti penelitian ini adalah ingin menganalisis kondisi pensubstitusian transaksi pembayaran non tunai elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan berguna bagi:

1. Pemerintah

Mendapat informasi dan gambaran kondisi sistem pembayaran non tunai di Indonesia

2. Dunia perbankan

Sebagai pihak yang mengeluarkan inovasi dalam transaksi ekonomi negara, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai gambaran mengenai pengaruh perubahan pola transaksi ekonomi dan kecenderungan pensubstitusian sistem pembayaran non tunai terhadap transaksi tunai

3. Pembaca

Mendapat informasi mengenai perkembangan sistem pembayaran yang terjadi di Indonesia, dalam hal ini penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu khususnya kartu kredit, kartu debet, dan kartu ATM terhadap transaksi tunai di Indonesia

(27)

1.5. Ruang Lingkup

Fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis bagaimana substitusi transaksi pembayaran non tunai terhadap transaksi tunai yang terjadi di Indonesia. Pendekatan pertama yang digunakan untuk menjawab permasalahan pertama yaitu, menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap permintaan transaksi tunai, menggunakan variabel jumlah pemegang APMK (dalam hal ini kartu kredit, kartu debit dan kartu ATM), jumlah mesin ATM, dan total nilai transaksi APMK. Selanjutnya, untuk menjawab permasalahan kedua yaitu, menganalisis daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai di Indonesia, penulis menambahkan nilai transaksi kliring antar bank dan nilai transaksi BI-RTGS yang terjadi selama periode Januari 2002 sampai Desember 2005 berdasarkan data Bank Indonesia.

(28)

Sistem pembayaran adalah sesuatu yang memang sudah semestinya ada. Namun demikian, sistem pembayaran elektronik yang efisien tetap merupakan hal yang perlu dicapai untuk mewujudkan operasi pasar yang baik. Pasar adalah tempat dimana proses transaksi terjadi. Sistem pembayaran adalah sesuatu yang penting karena membentuk spesialisasi yang terjadi dalam produksi dan membantu menciptakan transaksi yang efisien (Humphrey, 2001). Hal ini pada akhirnya pun akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan efisiensi dalam pasar uang.

2.1.1. Definisi Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran pada dasarnya adalah hanya sebuah persetujuan mengenai cara mentransfer sejumlah nilai uang antara pembeli (buyer) dan penjual (seller) dalam sebuah transaksi (Humphrey, 2001). Seperti yang diilustrasikan dalam gambar, sistem pembayaran memfasilitasi pertukaran barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi.

Sumber: Humphrey (2001)

Buyer Payor

Seller Payee

Transfer of goods or services

Transfer of value through a payment system

(29)

Menu ran adalah prosed

rut Listfield dan Montes-Negret (1994), sistem pembaya

ur, peraturan, standar, serta instrumen yang digunakan untuk pertukaran nilai keuangan (financial value) antara dua pihak yang terlibat untuk melepaskan diri dari kewajiban. Mishkin (2001) mengungkapkan secara sederhana bahwa sistem pembayaran adalah metode untuk mengatur transaksi dalam perekonomian.

Carl Menger dalam Global Insight (2003) mengungkapkan bahwa nilai-nilai subjek

Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama berabad-abad, terma

enuhi persyaratan terten

tif juga berperan dalam sistem pembayaran tidak hanya tergantung pada karakteristik objektifnya. Kajian ini merupakan kritikan kepada Adam Smith yang tidak menghitung nilai-nilai preferensi dari masyarakat, yang sebenarnya merupakan dasar dalam seluruh kegiatan perekonomian.

2.1.2. Evolusi Sistem Pembayaran

suk bentuk fisik dari uang. Pada awalnya, logam murni yaitu emas digunakan sebagai alat pertukaran yang sah dan merupakan bentuk uang pertama. Kemudian, seiring dengan perkembangan waktu bentuk uang kertas dijadikan sebagai alat bayar yang sah. Untuk menemukan darimana sistem pembayaran berawal, maka perlu ditelusuri bagaimana perkembangannya.

Objek yang sah digunakan sebagai uang harus mem

tu. Pertama, objek tersebut harus diterima oleh masyarakat umum. Artinya, setiap orang harus bersedia menerima objek tersebut dalam pembayaran barang atau jasa. Kedua, objek yang dianggap bernilai bagi semua orang dapat menjadi kandidat untuk dijadikan sebagai uang dan pilihannya jatuh pada logam mulia seperti emas dan perak. Selama beratus-ratus tahun logam mulia ini digunakan

(30)

sebagai media tukar pada masyarakat primitif. Masalah yang kemudian timbul dalam sistem pembayaran adalah karena emas dan perak cukup berat dalam jumlah tertentu sehingga susah untuk didistribusikan (Mishkin, 2001).

Karena emas dan perak tidak praktis, maka evolusi ini berlanjut dengan pengg

untuk meng

k kemudian diatasi dengan evolusi pembayaran elektronik. Perkembangan ini ditunjang pula dengan kemajuan

unaan uang fiat (uang kepercayaan). Uang fiat adalah uang kertas yang diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi (Miskhin, 2001). Kelebihan dari uang kertas ini adalah lebih ringan daripada koin emas atau perak. Karena mata uang kertas ini menjadi legal dalam sistem pembayaran maka dalam perkembangannya, setiap negara menetapkan jenis mata uangnya sendiri.

Cek sebagai alat bayar yang sah dalam sistem pembayaran hadir

atasi masalah dalam hal kesulitan transfer uang kertas dalam jumlah yang besar. Pengenalan cek merupakan inovasi dalam sistem pembayaran. Keuntungan dari cek adalah mengurangi biaya transportasi dan mengefisiensikan pembayaran. Selain itu, cek mempermudah transaksi dalam jumlah yang besar karena nilainya tergantung dari yang tertulis di atasnya. Tidak seperti sistem pembayaran tunai, dalam penggunaan cek terjadi dua proses, yaitu aliran cek secara fisik, serta transfer dana yang digunakan dalam transaksi tersebut (Listfield dan Montes-Negret, 1994). Kedua proses ini membutuhkan biaya (diestimasi biaya rata-rata dalam pemrosesan cek di Amerika Serikat lebih dari $5 miliar per tahun), waktu dan transportasi, karena cek bersifat front-office payments, yang hanya bisa dicairkan di kantor bank yang bersangkutan.

(31)

tekno

hap baru dalam tronik adalah uang yang disetor secara elektr

logi komputer yang sedemikian cepat. Sistem pembayaran elektronik memiliki efektifitas khususnya dalam transaksi yang bervolume tinggi dengan nilai transaksi yang kecil, terutama dalam perekonomian yang sedang berkembang yang memiliki akses teknologi yang terbatas (Listfield dan Montes-Negret, 1994). Pada dekade 1970-an dan 1980-an elektronifikasi dalam sistem pembayaran mulai berkembang. Alat pembayaran yang menggunakan kartu yang memudahkan masyarakat bertransaksi langsung di tempat penjualan (Point Of Sale, POS) menjadi fenomena. Varian pertama dari alat pembayaran ini yang mulai dikenal masyarakat adalah kartu kredit. Berawal dari kajian pemasaran yang cukup mendalam pada tahun 1958 Bank Of America mengenalkan kartu kredit (Global Insight, 2003). Untuk kepentingan ekspansi bisnis maka para penerbit Bank Americards mendirikan Visa pada tahun 1977. Penggunaan kartu kredit memungkinkan nasabah mendapatkan barang dan jasa secara kredit, dan melunasinya dengan cek atau rekeningnya yang berada pada bank pemegang lisensi penerbit kartu kredit tersebut (Visa, Mastercard, dll). Perkembangan ini terus berlanjut dengan penemuan varian-varian alat pembayaran elektronik lain seperti kartu debet, smart cards, internet banking, dan lain-lain.

2.1.3. Sistem Pembayaran Elektronik

Perkembangan teknologi menjadi modal awal memasuki ta evolusi sistem pembayaran. Uang elek

onik dan menggunakan beberapa media (Mishkin, 2001). Keuntungan dari

e-money membuka peluang bagi sistem pembayaran untuk mewujudkan masyarakat yang tidak menggunakan uang tunai (cash-less society). Meskipun

(32)

sistem elektronik menjanjikan sistem pembayaran yang efisien dibandingkan sistem pembayaran non tunai berbasis kertas (paper based), ada beberapa faktor yang memperlambat pergeseran sistem pembayaran menuju elektronik. Pertama, besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun jaringan telekomunikasi dan mempersiapkan sistem komputer untuk mendukung pembayaran elektronik. Kedua, keuntungan menggunakan cek adalah adanya tanda bukti penyetoran berupa kwitansi yang pada umumnya dibutuhkan konsumen sebagai bukti tertulis. Ketiga, bagi pihak yang mengeluarkan cek ada rentang waktu yang diperlukan sebelum pencairan dana sehingga nasabah masih mendapatkan bunga bank dari nilai uang yang belum dicairkan, sedangkan sistem pembayaran elektronik yang bersifat segera tidak memberi kesempatan nasabah menikmati bunga. Keempat, pembayaran elektronik menuntut peningkatan pengamanan dan privasi, karena media telah membuktikan bahwa sistem komputerisasi masih mungkin diganggu oleh hacker yang dapat mengakses rekening seseorang dan mencuri dananya (Mishkin, 2001).

Kartu plastik adalah salah satu bentuk populer dari sistem pembayaran elektronik. Berikut ini adalah beberapa bentuk dari kartu plastik dan definisinya menur

lat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu yang dapat mbayaran atas kewajiban yang timbul dari ut Bank Indonesia:

a. KARTU KREDIT

Kartu Kredit adalah A

digunakan untuk melakukan pe

suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu

(33)

dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit atau aquirer, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus ataupun secara angsuran (Bank Indonesia, 2004).

KARTU DEBIT

Kartu Debit adalah

b.

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu yang dapat lakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari

c.

ran dengan Menggunakan Kartu yang dapat lakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana

nsaksi. Proses ini (terdapat pada Gambar 2.2) meliputi lima pihak utama, yaitu:

digunakan untuk me

suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, penarikan tunai, dan atau pemindahan dana, dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang mendapat persetujuan untuk menghimpun dana (Bank Indonesia, 2004). Jika kartu kredit bersistem “pay later” maka kartu debit bersistem “pay now”.

KARTU ATM

Kartu ATM adalah Alat Pembaya digunakan untuk me

dimana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang mendapat untuk menghimpun dana (Bank Indonesia, 2004).

(34)

Card Holder (you)

Orang yang memiliki account pada lembaga institusi yang mengeluarkan kartu pembayaran (kartu debit atau kartu kredit)

Retailer/Merchant

Organisasi yang menerima pembayaran atas barang atau jasa dari cardholder (dapat berupa outlet, supermarket, dan toko-toko)

Acquirer

Bank atau lembaga selain bank yang melakukan kegiatan APMK baik sebagai

financial acquirer (melakukan kegiatan pembayaran terlebih dulu kepada kartu) atau sebagai technical acquirer (menyediakan sarana yang

pemegang

diperlukan dalam pemrosesan kegiatan APMK).

Card Scheme

Organisasi penyedia jaringan kartu kredit yang mengontrol dan mengatur transaksi kartu kredit. Misalnya: Visa, MasterCard, dan Maestro.

Card Issuer

Bank atau lembaga keuangan yang mengeluarkan kartu pembayaran (kredit, debit, dan charge) kepada nasabahnya.

2.2.

ri ekonomi klasik dan dikembangkan leh dua pendekatan, yaitu pendekatan oleh Irving Fisher (ekonom Universitas

idge(cash balance approach) yang dikembangkan oleh Marshall dan Pigou.

Teori Kuantitas Uang

Teori ini masih termasuk dalam teo o

(35)

Jaringan Penyedia Kartu Kredit (Visa/Mastercard)

Sumber: Publikasi elektronik (http://www.apacs.org.uk/payment options/charge cards.html), 2006

Gambar 2.2. Mekanisme transaksi pembayaran elektronik

Teori kuantitas uang dikembangkan oleh Irving Fisher pada awal abad dua puluh. Teori kuantitas uang tersebut disampaikan dalam bukunya The Purchasing Power of Money tahun 1911. Fisher ingin melihat hubungan antara kuantitas uang (money supply) dan PDB nominal P×Y. Konsep yang menghubungkan M dan

Y

P× disebut velositas uang (velocity of money). Velositas uang adalah tingkat perputaran uang yang didefinisikan sebagai berikut :

M Y P V = × (2.1) Card issuer (cardholder’s bank) Retailer Card holder (you) Acquirer Transaksi data Penarikan account Transaksi data Kartu untuk pembayaran barang dan jasa

(36)

dengan : = Velositas uang, = Tingkat harga, V P Y = Pendapatan agregat, M = Kuantitas uang.

Dengan mengalikan kedua sisi dengan M , maka persamaan yang menghubungkan pendapatan nominal dengan kuantitas uang dan velositas (equation of exchange) adalah :

Y P V

M × = × (2.2) Irving Fisher juga mengemukakan bahwa velositas uang ditentukan oleh kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan transaksi. Dalam jangka pendek, aspek kelembagaan sulit berubah. Oleh karena itu, dalam jangka pendek velositas uang akan konstan. Pandangan Fisher bahwa velositas uang adalah konstan pada jangka pendek telah mentransformasi equation of exchange menjadi teori kuantitas uang yang menyebutkan bahwa pendapatan nominal ditentukan oleh pergerakan dalam kuantitas uang.

Para ahli ekonomi klasik (termasuk Fisher) menganggap bahwa upah dan harga adalah fleksibel. Oleh karena itu mereka percaya bahwa tingkat output agregat (Y) yang diproduksi oleh perekonomian pada waktu normal akan berada pada tingkat full equilibrium, sehingga Y juga akan konstan dalam jangka

ikian, teori kuantitas uang mengemukakan bahwa jika

pendek. Dengan dem M

berubah maka P juga akan berubah dalam jangka pendek (karena V dan Y

(37)

pergerakan dalam tingkat harga, yaitu: pergerakan tingkat harga merupakan akibat dari perubahan kuantitas uang.

Teori kuantitas uang menunjukkan berapa banyak uang yang ipegan untuk tingkat pendapatan tertentu, sehingga teori ini juga merupakan teori permintaan uang (theory of the demand for money). Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan membagi

d g

kedua sisi dari persamaan teori kuantitas uang dengan V , sehingga diperoleh :

PY

M = 1 × (2.3)

V

Dimana PY adalah P×Y, yang merupakan pendapatan nominal. Ketika pasar uang dalam ekuilibrium maka kuantitas uang (M ) akan sama dengan jumlah uang yang diminta (Md), sehingga M dapat diganti dengan Md. Dengan demikian persamaan (2.3) dapat dituliskan :

PY k PY V

Md = 1 × = . (2.4)

Oleh karena itu, teori kuantitas uang dari Irving Fisher menyebutkan bahwa permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan dan suku bunga tidak berpengaruh terhadap permintaan uang. Fisher berkesimpulan seperti itu karena ia percaya bahwa orang m

Sehin

emegang uang hanya untuk melakukan transaksi. gga teori ini berpandangan bahwa uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Dengan demikian, menurut teori ini permintaan uang ditentukan oleh: (1) tingkat transaksi yang dihasilkan oleh tingkat pendapatan nominal (PY ), dan (2) kelembagaan dalam ekonomi yang akan mempengaruhi cara individu melakukan transaksi yang menentukan velositas uang, dengan demikian juga menentukan k.

(38)

Model Cambridge

Model Cambridge adalah model permintaan uang yang dikembangkan oleh para ekonom Cambridge, khususnya Marshall dan Pigou. Sebagai ahli ekonomi aliran klasik, mereka memandang uang sebagai alat tukar. Tetapi aliran mo eld ui juga fungsi uang sebagai alat penyimpan kekayaan (store of wealth

emegang uang tunai adalah kehila

a para ekonom Cambridge berpendapat bahwa

Cambridge mengak

). Karena itu manusia memiliki dua pilihan dalam menyimpan asetnya, yaitu uang tunai dan surat-surat berharga atau barang.

Manfaat dari memegang uang tunai adalah sifatnya yang sangat likuid dan terbebasnya dari resiko gagal tagih (default) jika uang disimpan dalam bentuk surat berharga dan juga terhindar dari resiko kerugian akibat jual beli surat-surat berharga (capital loss). Tetapi, biaya ekonomi dari m

ngan kesempatan memperoleh pendapatan bunga dan keuntungan dari jual beli surat-surat berharga (capital gain).

Para teoritisi moneter Cambridge berpandangan bahwa permintaan uang selain dipengaruhi oleh tingkat volume transaksi (PDB riil) juga dipengaruhi oleh tingkat kekayaan seseorang atau masyarakat, tingkat bunga, dan ekspektasi masyarakat tentang masa depan. Karen

nilai aset dihitung dalam nilai nominal, maka mereka percaya bahwa permintaan terhadap uang karena faktor kekayaan berhubungan proporsional dengan pendapatan nasional nominal. Karena itu mereka juga percaya bahwa permintaan uang mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan nominal, sebagai berikut :

bPY

(39)

dimana :

d

M = Permintaan uang,

P = Tingkat harga,

Y = Tingkat

jangka pendek dianggap konstan.

pintas sama dengan persamaan (2.4). Hal ini bermakna

ba sependapat dengan Fisher tentang fungsi uang

se a sekali mengabaikan

fu n, sehingga tidak ada alternatif selain

menyi

.

output riil (PDB riil),

b dalam

Persamaan (2.5) se

hwa para ekonom Cambridge

bagai alat tukar. Letak perbedaannya adalah Fisher sam ngsi uang sebagai alat penyimpan kekayaa

mpan uang dalam bentuk kas. Selain itu Fisher lebih menekankan pada aspek kelembagaan atau teknologi yang dalam jangka pendek diasumsikan konstan, sehingga velositas uang dalam jangka pendek juga konstan. Sebaliknya, ekonom Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat dapat saja mengalokasikan kekayaannya dalam bentuk surat-surat berharga. Keputusan pengalokasian tersebut ditentukan oleh tingkat bunga dan tingkat hasil yang diharapkan (expected return). Karena itu, para ekonom Cambridge berpendapat bahwa b dalam jangka pendek pun dapat berubah. Dengan kata lain, velositas uang dapat saja berfluktuasi. Pendapat bahwa b dalam jangka pendek dianggap konstan dihasilkan dari penyusunan asumsi bahwa dalam jangka pendek jumlah kekayaan, volume transaksi, dan produksi riil mempunyai hubungan proporsional-konstan

(40)

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menganalisis penggunaan kartu pembayaran elektronik dan ensubstitusian transaksi non tunai terhadap transaksi tunai telah banyak ilakukan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

mphrey (2000), Eropa.

ni menyimpulkan bahwa adap transaksi tunai di

b.

ya menunjukkan bahwa keseluruhan variabel dalam penelitian tif antara gerai-gerai EFT-POS dan ATM terhadap jumlah uang tunai yang beredar, p

d

a. Snellman, Vesala, dan Hu

Menganalisis pensubstitusian transaksi non tunai terhadap transaksi tunai di Eropa. Penelitian ini menganalisis perbedaan kemampuan pensubstitusian antara sepuluh negara di Eropa. Hasil penelitian i

ada pensubstitusian transaksi non tunai terh

kesepuluh negara di Eropa. Secara sederhana perkembangan teknologi di tiap negara yang menentukan proses pensubstitusian. Jumlah terminal EFTPOS dan ATM mempunyai hubungan yang negatif terhadap jumlah uang tunai yang diminta. Peningkatan jumlah ATM akan menurunkan biaya penarikan tunai, dengan demikian hal ini akan mendorong peningkatan frekuensi penarikan tetapi secara rata-rata menurunkan nilai penarikan tunainya.

Rinaldi (2001), seorang ekonom dari Universitas Leuven Belgia.

Mengkaji pengaruh dari kartu debet dan kredit, ATM, EFT-POS serta gerai EFT-POS terhadap jumlah uang tunai uang beredar di negara Belgia. Hasil penelitiann

(41)

namun terhadap jumlah kartu ATM berhubungan positif meskipun lemah. Dari uji Error Correction Model yang dilakukannya, Rinaldi (2001) mengestimasi dalam jangka pendek jumlah ATM berhubungan positif dengan permintaan jumlah uang tunai yang beredar.

Rachmat (2005), Indonesia.

Mengkaji pengaruh jumlah ATM di Indonesia terhadap permintaan uang pada kurun waktu Januari 2000 hingga Desember 2004. Dengan menggunakan metodologi ECM didapatkan hasil bahwa kenaikan 1 persen jumlah ATM dalam jangka pendek secara signifika

c.

n berpengaruh negatif M1 sebesar 0,078601 persen. Sementara itu,

d.

io konsumsi masyarakat dengan uang kartal (CP/CUR) serta rasio an ATM (CP/ATM). Dari kedua indikator terhadap permintaan uang

jumlah ATM dalam jangka panjang tidak mempengaruhi permintaan uang M1. Jumlah ATM juga berpengaruh kepada kebijakan moneter secara umum.

Warjiyo (2006), Indonesia.

Menganalisis pengaruh pembayaran non-tunai terhadap permintaan uang M1 di Indonesia berdasarkan analisis data dari 1998:1 hingga 2005:4. Peneliti ini memakai dua pendekatan sebagai indikator pembayaran non-tunai, ras

konsumsi masyarakat deng

tersebut menunjukkan hasil yang sama, dimana pembayaran non tunai mengurangi permintaan untuk M1.

(42)

e.

permintaan uang tunai membuktikan danya hubungan jangka panjang antara penggunaan ATM terhadap ermintaan uang M1 dan uang tunai. Sementara itu, penggunaan kartu kredit dan debit tidak signifikan mempengaruhi permintaan uang M1 dan uang tunai. Hasil berbeda ditunjukkan dalam jangka pendek dimana

2.4. Kerangka Pemikiran

substi

melih p transaksi tunai di

Indonesia. Variabel yang digunakan untuk merefleksikan transaksi non tunai didekati dari nilai transaksi APMK (Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu), dalam hal ini kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM, nilai transaksi BI-RTGS

Permasalahan pertama mengenai pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai dijelaskan dengan menggunakan variabel

Muttaqin (2006), Indonesia.

Menganalisis pengaruh penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu dan variabel makroekonomi terhadap

a p

perubahan permintaan terhadap M1 hanya dipengaruhi oleh perubahan penggunaan kartu ATM dan kartu debet. Sedangkan perubahan permintaan uang tunai tidak dipengaruhi oleh penggunaan APMK.

Analisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik dan daya tusi transaksi non tunai elektronik terhadap transaksi tunai ditujukan untuk at potensi pensubstitusian transaksi non tunai terhada

, dan nilai transaksi kliring antar bank. Variabel-variabel inilah yang digunakan untuk menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini.

(43)

jumlah pemegang APMK, jumlah mesin ATM, dan nilai transaksi APMK. Ketiga variabel ini dapat merefleksikan perkembangan penggunaan transaksi non tunai, dalam hal ini APMK. Adapun variabel makroekonomi yang ditambahkan adalah GDP dan SBI, sesuai dengan model persamaan dalam jurnal Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000) yang berjudul ”Substitution of noncash payments for cash in Europe”.

Kerangka pemikiran penelitian dan variabel-variabel yang diikutsertakan dalam penelitian ini diuraikan pada diagram alir (flow-chart) dalam Gambar 2.3. Gambar tersebut menunjukkan garis besar alur kerangka pemikiran di dalam penelitian ini.

(44)

Sistem pembayaran non tunai elektronik memberikan efisiensi dalam biaya transaksi dan

waktu penyelesaian transaksi

Engel Granger Cointegration, ECM, Diagnostic Test

Bank Indonesia mengupayakan terwujudnya cash-less society

Perkembangan penggunaan kartu prmbayaran elektronik (APMK)

dalam transaksi mas

Peningkatan nilai transaksi non tunai elektronik yarakat Jumlah pemegang APMK Jumlah mesin ATM Nilai transaksi APMK Nilai transaksi APMK Nilai transaksi BI-RTGS Nilai transaksi kliring

Bagaimana pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai Indonesia

Bagaimana daya substitusi transaksi non tunai elektronik terhadap

transaksi tunai Indonesia

Transaksi tunai (cash payment) yang masih merupakan budaya masy akat ar Engel Granger Cointegration, ECM, Diagnostic Test

(45)

Keterangan Gambar 2.3 :

= variabel yang mempengaruhi transaksi tunai

= variabel yang merepresentasikan transaksi non tunai elektronik = permasalahan yang akan dibahas

= variabel dependen dalam penelitian ini

kartu ungan yang negatif atau mampu

2. Transaksi non tunai yang didekati dari nilai transaksi APMK, nilai BI-RTGS, dan nilai kliring mempunyai hubungan negatif (mampu

2.5. Hipotesis Penelitian

1. Pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik (kartu kredit, debet, kartu ATM) menunjukkan hub

mensubstitusi transaksi tunai Indonesia.

(46)

Jenis data yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dengan sampel waktu dari 2002:1 sampai 2005:12.

Penggunaan data pada periode ini diharapkan dapat membantu dalam mencapai tujuan penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik dan daya substitusi transaksi non tunai elektronik terhadap transaksi tunai di Indonesia. Keterangan yang lebih lengkap mengenai data yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data

Jenis Data (Variabel) Satuan Simbol Sumber

Jumlah nilai transaksi tunai Rp M CASH BI

Pendapatan nasional Rp M GDP BI

SBI 30 hari % SBI BI

Jumlah Pemegang Kartu Kredit orang JPKK BI

Jumlah Pemegang Kartu Debet orang JPKD BI

Jumlah Pemegang Kartu ATM orang JPATM BI

Jumlah Mesin ATM unit JMATM BI

Jumlah nilai transaksi APMK Rp M VAPMK BI

Jumlah nilai transaksi kliring Rp Juta VKLIRING BI

(47)

3.2. Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan model yang digunakan Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000) dalam jurnalnya yang berjudul “Substitution of noncash payments for cash in Europe”. Model persamaan yang diadopsi dari jurnal tersebut telah dimodifikasi untuk penyederhanaan dan penyesuaian tujuan penelitian. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai, dalam jangka pendek model persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

lncash = α 1lngdpt + α 2sbit + α 3lnjpkkt + α 4lnjpkdt + α 5lnjpatmt

+ α6lnjmatmt + α 7lnvapmkt + t(-1) + vt (3.1) dimana:

lncash = logaritma natural jumlah nilai transaksi tunai, lngdp = logaritma natural GDP nominal,

sbi = tingkat suku bunga SBI 30 hari,

lnjpkk = logaritma natural dari jumlah pemegang kartu kredit, lnjpkd = logaritma natural dari jumlah pemegang kartu debet, lnjpATM = logaritma natural dari jumlah pemegang kartu ATM, lnjmATM = logaritma natural dari jumlah mesin ATM,

lnvapmk = logaritma natural dari nilai transaksi APMK,

t = Error Correction Term yang merupakan ukuran bagi ketidakseimbangan di pasar uang jangka panjang,

t(-1) = lncash - α 0 - α 1lngdpt - α 2sbit - α 3lnjpkkt - α 4lnjpkdt - α 5lnjpatmt

(48)

Variabel GDP dimasukkan untuk melihat efek pendapatan terhadap permintaan transaksi tunai. Dengan asumsi awal bahwa koefisien yang dihasilkan dari estimasi persamaan di atas adalah positif untuk GDP. Suku bunga nominal digunakan untuk merefleksikan permintaan terhadap uang tunai berkaitan dengan opportunity cost memegang uang tunai. Koefisien yang diharapkan dari hasil estimasi untuk variabel SBI adalah negatif. Sementara itu variabel jumlah pemegang kartu elektronik merefleksikan pensubstitusian cara pembayaran transaksi tunai menuju transaksi non tunai. Dengan mengasumsikan bahwa setiap pemegang akan memanfaatkan fasilitas ini maka peningkatan jumlah pemegang kartu pembayaran akan meningkatkan transaksi non tunainya untuk kartu kredit dan kartu debit, demikian sebaliknya untuk kartu ATM. Variabel selanjutnya adalah jumlah mesin ATM yang mengindikasikan efek pensubsitusian metode pentransferan uang tunai. Hasil penelitian Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000) menyatakan jumlah mesin ATM memiliki korelasi negatif dengan nilai transaksi tunai. Dan variabel terakhir adalah variabel jumlah total volume transaksi APMK, dalam hal ini kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM. Variabel ini dimasukkan dalam model untuk melihat besarnya pensubstitusian transaksi non tunai dalam hal ini APMK terhadap transaksi tunai melalui nilai transaksinya. Nilai cash (transaksi tunai) dalam penelitian ini diperoleh dari pendekatan dengan menggunakan data nilai GDP dan nilai transaksi non tunai yang tercatat pada Bank Indonesia. Berdasarkan model yang digunakan Snellman, Vesala, dan Humphrey (2000), nilai transaksi yang terjadi pada waktu t adalah proporsional dengan nilai GDP nominal yang terdiri dari transaksi tunai dan non tunai.

(49)

CASHt + NCPt = f(GDPt), f’>0, (3.2) dimana:

CASH = nilai transaksi tunai yang terjadi, NCP = nilai transaksi non tunai yang terjadi.

Berdasarkan model tradisional, jumlah uang yang diminta (CURR) adalah hasil determinasi dari permintaan uang tunai dan tingkat suku bunga yang mempengaruhi hasrat memegang uang tunai masyarakat.

CURRt = g(CASHt, rt), g1’>0, g2’<0 (3.3) dimana:

CURR = total nilai uang yang disediakan oleh sektor perbankan, r = suku bunga nominal.

Dengan mengkombinasikan persamaan (3.2) dan (3.3) di atas maka diperoleh persamaan berikut:

CURR = g((f(GDPt) – NCP), rt). (3.4)

Dalam bentuk persamaan linear, persamaan (3.4) menjadi:

CURR = g1’f’GDPt – g1’NCPt + g2’rt. (3.5) Ini merupakan teori dasar dalam mengobservasi hubungan negatif antara transaksi non tunai terhadap keseimbangan mata uang. Pengestimasian nilai g1’ dapat digunakan untuk melihat aliran transaksi tunai.

Persamaan (3.5) yang berasal dari persamaan (3.2) dan (3.3) dapat diturunkan dalam bentuk persamaan yang mengekspresikan perubahan tahunan:

CASHt = NCPt + ∆GDPt, (3.2’)

(50)

CURRt = α 1CASHt + α 2rt, (3.3’) Dimana α 1 = g1’, α 2 = g2’.

Parameter α 1 mengukur efek substitusi dari transaksi tunai – perubahan struktural pola pembayaran mengurangi penggunaan tunai yang tersubstitusi oleh transaksi non tunai. Dengan mengingat bahwa g1’>0 maka α 1 seharusnya bernilai positif. Kombinasi persamaan (3.2’) dan (3.3’) dapat ditulis sebagai:

NCPt = ß∆CURRt - ß ∆rt + ∆GDPt, (3.6)

Nilai ß adalah parameter yang bernilai negatif. Pendekatan perubahan tahunan dalam melihat aliran transaksi tunai dapat ditunjukkan dengan persamaan:

CASHt = - ß ∆CURRt + α 2 ß ∆rt, (3.7) Persamaan inilah yang melengkapi derivasi metodologi empiris dari pengestimasian aliran pembayaran tunai yang dideterminasi melalui parameter ß,

α 2 yang terdapat dalam persamaan.

Untuk menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini yaitu, menganalisis daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai yang terjadi di Indonesia, ditambahkan variabel nilai transaksi kliring dan nilai transaksi BI-RTGS. Dengan demikian bentuk persamaannya dalam jangka pendek dirumuskan sebagai berikut:

lncash = α 1lngdpt + α 2sbit + α 3lnvapmkt + α 4lnvrtgst + α 5lnvkliringt + t(-1) + vt (3.8) dimana:

lncash = logaritma natural jumlah nilai transaksi tunai, lngdp = logaritma natural GDP nominal,

(51)

sbi = tingkat suku bunga SBI 30 hari,

lnvapmk = logaritma natural nilai transaksi APMK, lnvrtgs = logaritma natural nilai transaksi BI-RTGS, lnvkliring = logaritma natural nilai transaksi kliring,

t = Error Correction Term yang merupakan ukuran bagi ketidakseimbangan di pasar uang jangka panjang,

t(-1) = lncash α 0 - α 1lngdpt - α 2sbit - α 3lnvapmkt - α 4lnvrtgst

- α 5lnvkliringt.

Untuk mengetahui apakah spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang valid maka dilakukan uji terhadap koefisien Error Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model ECM yang diamati valid.

3.3. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Kointegrasi Engle-Granger dan Error Correction Model (ECM). Adapun beberapa tahapan analisis yang dilakukan ialah sebagai berikut. Pertama, uji akar unit untuk mengetahui apakah data tersebut stasioner atau tidak. Ada tidaknya akar unit dapat diketahui dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Kedua, uji kointegrasi untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang dan meramalkan keseimbangannya dengan menggunakan Engle-Granger Cointegration Test. Ketiga, melakukan koreksi kesalahan (error correction) dengan menggunakan ECM untuk model yang digunakan. Adapun syarat untuk menggunakan model koreksi kesalahan yaitu jika minimal ada salah satu variabel

(52)

yang tidak stasioner. Apabila seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan model koreksi kesalahan atau ECM. Sementara itu, pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Eviews 4.1.

3.3.1. Uji Akar Unit

Pengujian akar-akar unit atau unit root test sangat penting dalam analisis time series. Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Jika stasioner maka tidak ada akar-akar unit, sebaliknya jika tidak stasioner maka ada akar-akar unit.

Ada beberapa perbedaan yang penting antara stasioner dan non stasioner time series (Enders, 1995). Dampak guncangan yang terjadi pada data series yang stasioner bersifat sementara. Seiring dengan berjalannya waktu, pada jangka panjang gerakan data series yang stasioner itu akan selalu kembali kepada long-run mean dan berfluktuasi di sekitarnya.

Menurut Thomas (1997), data time series dapat dikatakan stasioner jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Mean dari data stasioner menunjukkan perilaku yang konstan dan selalu kembali pada kondisi long-run mean dari data tersebut.

2. Variannya konstan.

3. Cov (Xt, Xt+k) = konstan, untuk semua t dan semua k 0.

Apabila sebuah data time series tidak memenuhi salah satu persamaan di atas maka data tersebut bersifat non stasioner. Menurut Enders, perilaku dari non stasioner time series dapat diuraikan sebagai berikut:

(53)

1. Data series yang non stasioner tidak kembali ke long-run mean.

2. Data series yang non stasioner memiliki ketergantungan terhadap waktu. Variance dari data semacam ini akan membesar tanpa batas seiring dengan waktu.

3. Correlogram dari data ini cenderung melebar.

Pengujian kestasioneran data disebut dengan unit root test. Pengujian ini dilaksanakan untuk melihat apakah datanya mengandung unit root atau tidak. Apabila datanya mengandung unit root, maka berarti data tersebut tidak stasioner dan demikian sebaliknya.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menguji kestasioneritasan data. Dalam penelitian ini metode pengujian yang digunakan adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Tabulasi yang digunakan untuk mengukur data yang stasioner atau tidak adalah perhitungan MacKinnon Critical Value dari MacKinnon (1991, 1996) yang mengimplementasikan simulasi-simulasi yang lebih besar dan mendalam (Pasaribu, 2003). Jika nilai ADF statistiknya lebih negatif dari MacKinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Salah satu cara yang dapat dilakukan apabila berdasarkan uji ADF diketahui suatu data time series tidak stasioner adalah dengan meningkatkan taraf nyata yang digunakan. Jika hal tersebut tidak berhasil maka dilakukan difference non stationary processes.

Pengujian unit root dilakukan untuk menghindari spurious regression (regresi palsu) yaitu, regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang kelihatannya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak

(54)

demikian, atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut dan tidak memiliki makna kausal. Ciri spurious regression biasanya memiliki R2 yang tinggi dan t-statistik yang signifikan, namun sebenarnya tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Oleh karena itu hasil dari spurious regression selalu terlihat baik (Enders, 1995).

Untuk mengatasi tidak terpenuhinya asumsi kestasioneran data pada derajat nol atau I(0) maka dilakukan pengujian derajat integrasi. Suatu data deret waktu dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d atau I(d) jika data tersebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Variabel-variabel yang tidak stasioner pada tingkat (level) yang sama dapat membentuk kombinasi linier yang bersifat stasioner. Suatu variabel dikatakan stasioner pada first difference jika setelah didiferensiasikan satu kali nilai Augmented Dickey Fuller (ADF) tes lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.

3.3.2. Uji Kointegrasi

Setelah melakukan pengujian akar-akar unit, penelitian dengan analisis runtut waktu dilanjutkan pada analisis kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang (long term relationship) antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Kointegrasi berarti walaupun secara individual tidak stasioner, kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Suatu uji kointegrasi dapat dianggap sebagai uji awal untuk menghindari regresi yang palsu (Engle-Granger dalam Thomas, 1997). Suatu sistem variabel disebut terkointegrasi jika beberapa variabel tersebut (minimal satu variabel) terintegrasi pada ordo yang sama dan berlaku kombinasi linier dari sistem variabel tersebut

(55)

yang terintegrasi pada ordo nol I(0), yaitu disequillibrium error atau residual (ut) bersifat stasioner. Hubungan kointegrasi adalah hubungan yang menunjukkan korelasi jangka panjang antar variabel.

Untuk persamaan yang menganalisis pengaruh penggunaan kartu pembayaran elektronik terhadap transaksi tunai, dapat dirumuskan:

lncash = α 0 + α 1lngdpt + α 2sbit + α 3lnjpkkt + α 4lnjpkdt + α 5lnjpatmt

+ α6lnjmatmt + α 7lnvapmkt + t (3.9) dimana:

lncash = logaritma natural nilai transaksi tunai, lngdp = logaritma natural GDP nominal, sbi = tingkat suku bunga SBI 30 hari,

lnjpkk = logaritma natural dari jumlah pemegang kartu kredit, lnjpkd = logaritma natural dari jumlah pemegang kartu debet, lnjpATM = logaritma natural dari jumlah pemegang kartu ATM, lnjmATM = logaritma natural dari jumlah mesin ATM,

lnvapmk = logaritma natural dari nilai transaksi APMK.

Untuk persamaan yang menganalisis daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai dapat dirumuskan:

lncash = α 0 + α 1lngdpt + α 2sbit + α 3lnvapmkt + α 4lnvrtgst

+ α5lnvkliringt + t (3.10) dimana:

lncash = logaritma natural nilai transaksi tunai, lngdp = logaritma natural GDP nominal,

(56)

sbi = tingkat suku bunga SBI 30 hari,

lnvapmk = logaritma natural nilai transaksi APMK, lnvrtgs = logaritma natural nilai transaksi BI-RTGS, lnvkliring = logaritma natural nilai transaksi kliring.

Uji kointegrasi Engle-Granger biasanya dilakukan pada persamaan tunggal. Metode kointegrasi Engle-Granger sebetulnya menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test yang terdiri dari dua tahap. Pertama, meregresi persamaan OLS kemudian mendapatkan residual dari persamaan tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode uji ADF, akar unit dari data dites terhadap residual dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis uji akar unit variabel-variabel sebelumnya. Jika hipotesis nol ditolak atau signifikan, maka variabel residual adalah stasioner atau dalam hal ini kombinasi linier antar variabel adalah stasioner. Artinya meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju pada keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut disebut regresi kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau co-integrated parameters.

3.3.3. Error Correction Model (ECM)

Error correction model digunakan untuk mengatasi masalah data deret waktu (time series) yang non stasioner dan spurious correlation. ECM adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. ECM lahir dan dikembangkan untuk mengatasi masalah perbedaan kekonsistenan hasil peramalan antara jangka pendek dengan jangka panjang dengan cara

Gambar

Tabel 1.1.  Tabel Pemegang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu   Tahun  1998-2000  Tahun  Kartu  Kredit  Kartu Debit  Kartu  Smart  Kartu ATM  EFT/ POS  1998 2.028.442 5.374.376  83.190 13.169.663  46.652  1999 2.043.846  12.110.970 29.918 16.195.251  53.322  2000 2.622.604  13.103.676 25.075 18.786.094  61.934  Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia (2000,2001)
Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan transaksi tunai dan non tunai di  Indonesia dengan menggunakan pendekatan data GDP
Gambar 2.1. Ilustrasi sederhana proses sistem pembayaran
Gambar 2.2. Mekanisme transaksi pembayaran elektronik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh faktor fundamental perusahaan terhadap risiko

Dan pada konsentrasi limbah cair garam 30˚ Be dengan konsentrasi 50 persen diperoleh kndungan NaCl murni sebesar 15,478 persen, namun untuk kontrol yang

Allah SWT atas segala nikmat dan karunianya yang sebesar – besarnya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik 2.. Kedua orang tua

Komponen utama pembelajaran CTL mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut : 1) Konstruktivisme

Menurut Pasal 6 UUHT, apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

Nutrisionis merencanakan kegiatan penanggulangan gizi masyarakat pada RKA (yang bersumber dana APBD) dan atau melalui POA BOK (plan of action Bantuan Operasional

Perbedaam Jumlah Trombosit Cara Manual Pada Pemberian Antikoagulan EDTA Konvensional (Pipet Mikro) Dengan EDTA Vacutainer. Universitas

sebelum lewat waktu tunggu. Perkawinan Beda Agama Sebelum UU Perkawinan. Sebelum adanya UU Perkawinan, keadaan hukum perkawinan di Indonesia beragam. Setiap golongan