• Tidak ada hasil yang ditemukan

emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda tanda yang menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda tanda yang menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Dewasa ini perempuan menghadapi berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang dihadapi seorang perempuan adalah gangguan haid. Gangguan haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang perempuan. Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis gangguan haid seorang perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode menstruasi lebih lama dari biasanya.

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah satunya adalah Disfungsional Uterine Bleeding. Disfungsional uterine bleeding merupakan suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi jenis ovulatoar atau anovulatoar.

Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus disfungsional antara lain perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak teratur. Penyebab perdarahan uterus disfungsional sulit diketahui dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindroma polikistik ovarii, obesitas, imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa menarche, serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini.

Diagnosis perdarahan uterus disfungsional memerlukan suatu anamnesis yang cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan, dan sebagainya. Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang

(2)

emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda – tanda yang menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain – lain. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan – kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal ( polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu ). Pada seorang perempuan yang belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan kuretase untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya didapatkan endometrium yang hiperplasia.

Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional sangat komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan uterus disfungsional adalah menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi yang dapat diberikan antara lain kuretase pada panderita yang sudah menikah, tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya diberikan terapi secara hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi. Adapun tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi bertujuan merubah endometrium menjadi reaksi pseudodesidual.

(3)

Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).

Pola dari perdarahan uterus abnormal

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:

1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.

3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.

4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.

(4)

5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan. 6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea

didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Perdarahan Bukan Haid

Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.

Etiologi

Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;

(5)

b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;

c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba; d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

Klasifikasi

Menurut klasifikasi PALM-COEIN, perdarahan uterus abnormal atau abnormal uterine bleeding (AUB) diklasifikasikan menurut penyebab perdarahan yaitu :

1) Polip (AUB-P)

2) Adenomiosis (AUB-A) 3) Leiomioma (AUB-L) 4) Maligna (AUB-M) 5) Koagulopati (AUB-C) 6) Kelainan ovulator (AUB-O) 7) Endometrium (AUB-E) 8) Iatrogenik (AUB-I) Patologi

Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus–menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.

(6)

Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, kakarena dengan dengan demikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis

perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin.

(7)

Gambaran Klinik Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:

1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.

2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.

3. Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.

4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.

Perdarahan anovulatoar

Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkta tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.

Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dangan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen

(8)

tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.

Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa pramenopause. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar.

Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahab tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium, dan sebagainya. Akan tetapi, disamping itu, terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut diatas. Dalam hal ini stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, baik didalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja.

Diagnosis

Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus,

(9)

tumor, kehamilan terganggu). Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin, meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan anestesia umum.

Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

Penanganan

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak: dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan:

a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.

b. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehri norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya.

(10)

Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani.

Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-21 siklus haid.

Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan disfungsional yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin.

Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.

Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan disfungsional terus-menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

(11)
(12)

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL MALIGNA (AUB-M). Kelainan yang termasuk dalam klasifikasi AUB-M adalah

1) Hiperplasia endometrium 2) Karsinoma endometrium Hiperplasia endometrium

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar, dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada endometrium. Bersifat non invasif, yang memberikan gambaran morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium.

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan.

Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti yaitu progesteron dan estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron (unoppesd estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan berlebih.

Karsinoma endometrium Definisi

(13)

Karsinoma endometrium adalah tumor ganas pada endometrium. Ini biasanya terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun.Kanker bisa menyebar (metastase) secara lokal maupun ke berbagai bagian tubuh (misalnya kanalis servikalis, tuba falopii, ovarium, daerah di sekitar rahim, sistem getah bening atau ke bagian tubuh lainnya melalui pembuluh darah).

Insidensi

Umumnya karsinoma endometrium dijumpai pada wanita yang berusia 50-65 tahun dengan usia rata-rata 61 tahun. Kira-kira 5% dapat dijumpai pada usia sebelum 40 tahun dan sebesar 20-25% pada usia pre menopause. Di Amerika diperkirakan 34.000 kasus baru dengan angka kematian sebesar 6000.

Etimologi

Penyebab karsinoma endometrium belum diketahui secara pasti namun umumnya disebabkan oleh perasangan estrogenpada endometrium tanpa halangan periodik dari progestron.

Faktor Resiko 1. Obesitas

Obesitas berhubunagn dengan terjadinya peningkatan resiko karsinoma endometrium sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat badan 11-25 kg mempunyai peningkatan resiko 3 kali dan 10 kali pada wanita yang mempunyai kelebihan berat badan dari 25 kg.

2. Nulliparitas

Pada wanita nulliparitas dijumpai peningkatan resiko sebesar 2-3 kali. 3. Diabetes Melitus

Didapati peningkatan resiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes mellitus untuk terjadinya karsinoma endometrium

(14)

4. Hipertensi

Sebesar 25-75% penderita karsinoma endometrium mengidap hipertensi 5. Estrogen eksogen

Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen eksogen akan terjadi peningkatan resiko karsinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Paparan estrogen jangka panjang dapat pula memicu hiperplasia endometrium dan kanker endometrium.

6. Late menopause

Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan resiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya karsinoma endometrium. Disamping itu karsinoma endometrium dapat terjadi pada wanita pramenopause dengan siklus haid yang tidak teratur. 7. Polycytic ovarian syndome

9. Merokok 10. Tomoxifen

Wanita penguna temoxifen akan terjadi peningkatan resiko kasinoma endometrium sebesar 2-3 kali.

11. Genetik

Hereditary nonpolypous colorectal cancer(HNPCC) merupakan kondisi dengan risiko besar (mendekati 40%) terhadap karsinoma endometrial.

Gejala dan Tanda klinis 1. Perdarahan dari kemaluan

Perdarahan abnormal seperti metroragia dapat terjadi pada 80-90% wanita post menu pause yang mengalami perdarahan menunjukkan suatu kasinoma endometrium.

2. Kram perut bagian bawah dan nyeri sekunder terhadap kontraksi uterus yang disebabkan oleh detritus dan darah terperangkap pada servikal yang stenosis (hematometra).

(15)

2. Keputihan

3. Pembesaran abdomen dan gejala penekanan kandung kemih dan rectum. F. Diagnosa

1. Gejala klinis 2 . Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ginekologi

Dilakukan pemeriksaan rektovaginal 4. Pemeriksaan sitologi (pap smear)

Pemeriksaan ini kurang berarti oleh karena sel-sel adenocarcinoma yang eskfoliaktif biasanya telah mengalami sitolisis dalam rongga uterus.

5. Pemeriksaan histologi

a. Office endometrial aspiration biopsy b. Dilatasi dan kuretase

c. Histeroskopi-endometerial biopsy 6. Histerogafi

7. Pemeriksaan tambahan a. Darah

b. Urin

c. USG guna mengukur ketebalan lapisan endometrium.

d. CT-Scan berguna dalam menilai anatomi pelvis, memvisualisasikan pembesaran nodus limfe pada pelvis dan area periaortik dan mendiagnosa metastase jauh ke liver dan paru.

e. MRI guna mengidentifikasi invasi miometrium dan segmen bawah rahim. 8. D & C:

- Teknik jet-wash - Teknik milipore filter - Vacuum curettage

(16)

Stadium

1. Klinis (FIGO 1978)

Tingkat Kriteria

0 Karsinoma insitu, lesi para neoplastik seperti hiperplasia adenomatosa endometrium atau hiperplasia endometrium yang atipik.

I Tumor terbatas pada korpus uterus 1a Sondase uterus ≤ 8 cm

1b Sondase uterus > 8 cm G-1 Diferensiasi sel-selnya baik

G-2 Terdapat bagian-bagian yang padat (solid)

G-3 Sebagian besar sel-selnya padat/ solid atau seluruhnya tak berdiferensiasi

II Proses sudah meluas sampai ke serviks

III Proses sudah keluar dari uterus tapi masih berada dalam panggul kecil.

IV Proses sudah ke luar rongga pelvis

IVA Proses sudah mengenai mucosa rectum atau mucosa ves ic urinaria

IVB Proses sudah metastase jauh

2. Operasi (FIGO 1989)

Tingkat Kriteria

IA G 1,2,3 Tumor terbatas pada endometrium

(17)

IB G 1,2,3 Invasi tumor ke miometrium <1/2 tebal IC G 1,2,3 Invasi tumor ke miometrium >1/2 tebal IIA G1,2,3 Pertumbuhan tumor ke kelenjar endoserviks IIB G1,2,3 Pertumbuhan tumor ke stroma endoserviks

IIIA G1,2,3 Invasi tumor ke serosa dan atau adnexa dan atau sitologi peritoneum positif

III G1,2,3 Metastase ke vagina III G 1,2,3 Metastase ke vagina

III C G1,2,3 Metatastase ke kelenjar limfe pelvis dan atau para aorta IVA G1,2,3 Invasi tumor mucosa rectum dan atau vesica urinaria G1 = differensiasi sel baik, pertumbuhan yang solid < 5% G2 = pertumbuhan solid 6-50%

G3 = pertumbuhan solid > 50% Penyebaran

1. Jaringan sekitarnya

Penyebaran adenocarcinoma endometrium biasanya lambat terutama pada yang differensiasi baik. Tumor dengan diferensiasi sel-sel yang tidak baik cenderung menyebar ke permukaan kavum uteri dan endoserviks. Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke miometrium ke ligamentum latum dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks,penyebaran selanjutnya seperti pada adenocarcinoma serviks.

2. Melalui kelenjar limfe

Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke kelenjar paraaorta dan melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna, eksterna dan iliaka communis serta malalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan sampai kekelenjar limfe inguinal dan femoral. Penyebaran retrograd dapat ditemukan pada bagian distal vagina.

3. Melalui aliran darah

(18)

Penyebaran hematogen berjarak jauh bersifat tidak umum. Miometrium merupakan barier solid yang dapat menahan kelanjutan proses untuk waktu yang cukup lama Biasanya proses penyebaran sangat lambat dan tempat metastasenya adalah paru, hati, dan otak.

Patologi

Sebagian besar karsinoma endometrium adalah adenocarcinoma 1. Makroskopis

Uterus membesar, permukaan dalamnya kasar, mempunyai daerah yang berpapil-papil yang menempati sedikitnya setengah uterus dan kadang tumor bebntuk polypoid dengan dasar yang terang. Permukaannya bisa halus dan ada perdarahan serta rongga uterysnya membesar dengan dinding uterusnya yang tipis. Biasanya tumor terdapat di daerah fundus. Dapat mengidentivikasi ke dalam miometrium (bisa tidak)

2. Mikroskopis

Umumnya adenocarcinoma adalah differensiasi sel-sel columnar yang baik dengan bentuk kelenjarnya menyerupai endometrium phase proliferasi tetapi sudah menginvasi ke stroma dan miometrium. Sel epitel kelenjar berlapis-lapis. Sering tampak kelenjar yang tidak teratur dan bentuknya seperti cribriform, mempunyai banyak inti berbentuk bundar dengan khromatin yang berkelompok dan anak inti yang jelas. Tampak gambaran mitos tetapi dapat tidak jelas. Kira-kira 20% kasus mengandung sel stroma yang berisi lemak. Dari 1/3 kasus, tampak daerah hyperplasia endometrium yang atypik atau cystic dimana hal ini dapat mempengaryhi prognosanya.

Adenocarcinoma endometrium mempunyai sub type : 1. Sakretrory adenocarcinoma

2. Musinous adenocarcinoma 3. Ciliated cell adenocarcinoma Faktor Prognosa

Sejumlah faktor prognosa dibawah ini digunakan untuk menilai kekambuhan dan keberhasilan pengobatan penyakitnya.

1. Umur penderita

(19)

Secara umum penderita karsinoma endometrium yang berusia muda lebih baik prognosanya dari penderita berusia tua dari beberapa penelitian didapatkan angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang berusia

2. Jenis histologi

Kira-kira 10 % karsinoma endometrium adalah bukan jenis endometrium adalah jenis endometriod dan didapati peningkatan kekambuhan dan penyebarannya. Sebenarnya 92% angka ketahanan penderita yang mempunyai jenis histologinya endometriod.

3. Differensiasi histology

Didapat kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7% pada tumor grade 1, tumor grade 2 sebesar 10,5% dan 36,1% pada tumor grade 3. Dan angka keberhasilan 5 tahun pada grade 1 seebesar 92%, grade 2 sebesar 86% dan pada grade 3 adalah 64%.

4. Invasi ke miometrium

Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang mengidap tumor yang hanya invasi ke permukaan saja sebesar 92%, grade 2 sebesar 86% dan pada grade 3 adalah 64%

5. Sitologi peritoneum

Dari beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada sitologi peritoneumnya positif.

6. Metastase kelenjar limfe 7. Metastase adnexa 9. Reseptor hormon 10. Ukuran tumor

11. Lymph vascular space invasion

Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional Dari data diatas dapat

dilihat bahwa hendaknya diupayakan membuat diagnosa sedini mungkin. Pengamatan lanjutan harus

dilakukan setiap 3bulan dalam 5 tahun pertama dan seterusnya tiap 6-12 bulan.

19 Tingkat Klinik AKH-5 Thn 0= TIS I = T1 II = T2 III= T3 IV = T4 Hampir 100% 90% 50-70% 25-45% 0-5%

(20)

Penanganan

Tindakan penanganan karsinoma endometrium antara lain : 1. Operasi / laporan

2. Radioterapi 3. Kemoterapi 4. Terapi hormonal

Garis besar penangan karsinoma endometrium dengan keadaan umum penderita adalah laportomi dengan tindakan eksplorasi ronggaabdomen termasuk kelenjar limfe retroperitoneal guna penentuan stadiumnya serta menentukan tindakan selanjutnya sesuai dengan hasil eksploitasi laparotomi tersebut dan factor prognosa yang ada pada penderita.

1. Stadium I

Dilakukan total abdominal histerektomi + bilateral salpingo-oophorectomy + sitologi periotoneal + limfadenektomi pelvis dan paraaorta.

- Pada G1 atau G2 : tidak memerlukan terapi lanjutan.

- Pada G3 : ditambahkan radiasi eksternal post operasi sebesar 4500-5000 rads pada pelvis.

2. Stadium II

Dilakukan radical hysterectomy + Limfadenektomi pelvis dan paraaorta dan dilanjutkan dengan radiasi eksternal dengan dosis 4000-5000 rads pada pelvis.

3. Stadium III dan IV

Penanganan pasien stadium III dan IV bersifat individual dan diusahakan untuk operasi radikal yang dilanjutkan dengan kemoterapi dan radiasi.

Kemoterapi.

Terapi ini bersifat paliatif. Saat ini kemoterapi yang reaksi yang paling baik adalah kombinasi CAP :

(21)

- cyclophoshasmida 600 mg/m2 - aderiamycin 45-50 mg/m2 - cisplatin 60 mg/m2

Terapi hormonal

Indikasinya : Pada tumor yang sudah mengalami metastase dan bila sewaktu operasi masih terdapat sisa tumornya serta keadaan pasien yang sudah in operable.

Bahan hormon :

MPA : 300-400 mg/hr

Magace : 160-320 mg/hr Tamoxifen

Residif

75% mengalami residif dalam waktu 3 tahun setelah diobati. Lokasi : - 50% pada rongga pelvis dan puncak vagina.

- 30% pada tempat jauh. Penanganannya :

a. terapi hormonal b. kemoterapi.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : pp. 223-228

2. Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam : Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68 - 71

3. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding. Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2003 : pp 623-630

4. Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier 2003 : pp 587-599 5. Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John Hopkins

Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42

6. 1. Lurain JR. Uterine cancer. In : Berek JS, Adashi EY, Hillard PA, eds. Novak’s Gynecology 12th ed. William & Willins, Baltimore, 1996: p 1057-99.

7. Goodman A. premalignant & malignant disorder of the uterine corpus. In : DE Cherney AH, Pernoll ML, eds. Current Obstetrics & Gynecology dignosis & treatment 8th ed. Prentice Hall International Inc, London, 1994 : p 937-66.

Gambar

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa (1) Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini yaitu: Pelaksanaan Sistem Administasi Terpadu dalam Pengurusan Pajak Kendaraan Bermotor pada kantor SAMSAT

1) Simbol memungkinkan orang berhubungan dengan dunia materi dan dunia sosial karena dengan simbol mereka bisa member nama, membuat kategori, dan mengingat objek yang

Dalam kaitannya dengan akuntansi, sistem yang diterapkan oleh perusahaan adalah sistem akuntansi yang merupakan organisasi formulir, catatan, dan laporan

Beberapa hal yang dapat menjelaskan jumlah komponen SM tidak ada hubungan dengan derajat perlemakan hati secara USG kemungkinan disebabkan antara lain: 1) SM adalah suatu

Rangkaian Astable Multivibrator dibuat menggunakan IC 555 yang digunakan untuk menghasilkan sinyal frekuensi tinggi tetapi IC ini juga dapat digunakan untuk

Dari dua puluh enam butir pertanyaan valid, semuanya dapat mewakili untuk dijadikan sebagai butir pertanyaan variabel penelitian gaya belajar dan telah mewakili tiap