• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM RITUAL TAWASSULAN DI PONDOK PESANTREN AL-HUDA SOKOPULUHAN PUCAKWANGI PATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM RITUAL TAWASSULAN DI PONDOK PESANTREN AL-HUDA SOKOPULUHAN PUCAKWANGI PATI"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN

DALAM RITUAL TAWASSULAN

DI PONDOK PESANTREN AL-HUDA

SOKOPULUHAN PUCAKWANGI PATI

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

SITI MUJAYANAH

NIM: 111-12-141

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Jangan mudah berburuk sangka agar hatimu tak gelap dan

hidupmu tak sengsara...

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur tulus ikhlas kepada Allah skripsi ini terselesaikan dengan adanya bimbingan, dorongan, motivasi, doa dari otangtua dan orang-orang terdekatku, maka skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Allah SWT yang telah memberi nikmat sehat dan restu sehingga saya tercipta menjadi insan yang insyaAllah mulia dan bisa menyelesaikan skripsi ini

2. Almarhumah ibu ku Wasiyyah dan Bapak ku Muhadi yang selalu mendoakan saya membesarkan saya dengan penuh ketulusan dan kasih sayang dan menjadi motivasi terbesar untuk saya

3. Suamiku tercinta Muhammad Zainuri, Adikku Khudhoifatul Ulfa Mbakku Atik Nur’aini yang selalu mendukung dan menemaniku.

4. Ibu Nyai Hj. Zulaicho A.H yang selalu memberikan ilmu doa kepada saya dan kawan santri lainnya

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

segala nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat

serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang membawa kita kepada

jalan yang benar dan menuntun kita dari zaman kebodohan hingga zaman yang

penuh dengan Ilmu Pengatahuan.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan, motivasi,

dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan ketulusan hati

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

4. Bapak Achmad Maimun, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa

memberikan motivasi, pengarahan, dukungan, bimbingan serta meluangkan

waktu dan perhatian dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang senantiasa memberikan Ilmu Pengatahuan dan

pengalaman yang sangat berharga serta staf-staf karyawan akademik IAIN

Salatiga yang selalu memberikan layanan dan bantuan kepada penulis.

6. Pihak Pondok Pesantren Al-Huda yang telah memberikan izin dan

(9)

7. Almarhumah Wasiyyah ibu ku dan Bapak ku Muhadi yang selalu mendoakan

telah membesarkan saya dengan penuh ketulusan dan kasih sayang dan

menjadi motivasi terbesar untuk saya.

8. Semua pihak yang telah membantu demi lancarnya penulisan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung hingga pada tahap selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat

membangun sehingga penulisan skripsi ini dapat mendekati kesempurnaan.

Selanjutnya semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca yang

budiman, bagi Nusa, Bangsa dan Agama, khususnya untuk penulis. Amiin.

Salatiga, 18 Agustus 2016 Penulis

(10)

ABSTRAK

Mujayanah, Siti.2016. Nilai-nilai Pendidikan dalam Ritual Tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M.Ag

Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan, Tawassul.

Penelitian ini merupakan upaya untuk menggali nilai-nilai pendidikan dalam ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pelaksanaan ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati?, dan (2) Apa nilai-nilai pendidikan dalam ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif maka data dari penelitian ini diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan menggunakan trianggulasi sumber sebagai instrumen untuk mengecek validitas data.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ... 4

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis ... ... 4

(12)

E. Penegasan Istilah

1. Nilai Pendidikan ... 4

2. Tawassul ... 6

3. Pondok Pesantren Al-huda ... 6

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 7

2. Informan Peneliti ... 8

3. Kehadiran Peneliti ... 9

4. Lokasi Penelitian ... 9

5. Sumber Data ... 10

6. Prosedur Pengumpulan Data ... 10

7. Analisis Data ... 12

8. Pengecekan Keabsahan Data... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Tawassul 1. Pengertian Tawassul ... 15

2. Dasar Hukum Tawassul ... 17

3. BentukTawassul ... 17

4. Macam-Macam Tawassul ... 18

B. Nilai Pendidikan 1. Pengertian Nilai Pendidikan ... 24

(13)

3. Struktur Nilai ... 28

4. Dasar Pendidikan ... 29

5. Fungsi Pendidikan ... 30

6. Tujuan Pendidikan ... 30

7. Unsur Pendidikan ... 32

BAB III PONDOK PESANTREN AL-HUDA DAN PENDIDIKANNNYA A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Huda 1. Sejarah Pondok Pesantren Al-huda ... 33

2. Keadaan Santri dan Ustadz ... 34

3. Sarana dan Fasilitas Pondok Pesantren ... 35

B. Program Pendidikan dan Pengajaran 1. Visi dan Misi Pondok Pesantren ... 36

2. Kurikulum ... 36

3. Metode ... 37

4. Jadwal Kegiatan Santri ... 39

5. Tata Tertib Santri ... 41

6. Struktur Organisasi ... 44

C. Ritual Tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda 1. Pengertian Tawassulan ... 46

2. Syarat dan Rukun Tawassulan ... 46

(14)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Ritual Tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda

Sokopuluhan Pucakwangi Pati ... 53

B. Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Ritual Tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati 1. Nilai Pendidikan Keimanan ... 57

2. Nilai Pendidikan Akhlak ... 57

3. Nilai Pendidikan Kezuhudan... 58

4. Nilai Pendidikan Sosial ... .... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 61

B. Saran ... 62

C. Penutup ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 67

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pengkodean Informan ... 8

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Harian Santri ... 39

Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Mingguan Santri ... 40

Tabel 3.4 Jadwal Kegiatan Bulanan Santri ... 40

Tabel 3.5 Jadwal Kegiatan Tahunan Santri... 41

Tabel 3.6 Struktur Organisasi Santri Putra ... 44

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Nota Pembimbing Skripsi

3. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian

4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

5. Lembar Konsultasi

6. Pedoman Wawancara

7. Hasil Wawancara

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kewajiban umat Islam adalah menjalankan perintah dan menjauhi

semua larangan Allah SWT. serta beribadah. Jika hal tersebut terlaksana

dengan baik pastilah akan mendapatkan pahala yang berlimpah dari setiap

amalan yang telah dilakasanakan, untuk menuju insan yang mulia yang

selalu berbuat kebajikan, berusaha, berdoa, sabar, tawakal, ikhlas. Hal itu

bukanlah hal yang mudah, perlu proses untuk mendapatkan semua itu,

bahwasanya semua perbuatan akan terlaksana dengan baik adakalanya

dengan kebiasaan, dimana seseorang itu berusaha pasti akan ada hasil.

Cara atau metode untuk menuju puncak kebaikan, keberkahan, ridho yang

hakiki dari Allah SWT dan selalu dirahmati Allah.

Berawal dari situlah seharusnya manusia sadar dan mengetahui

bahwasanya sangatlah hebat hikmah dari setiap perbuatan sekecil apapun

baik dan buruk akan dibalas oleh Allah sebagai motivasi untuk lebih

berusaha menjadi insan yang mulia. Salah satu dari ibadah yang diyakini

akan pahalanya adalah berdoa meminta wasilah rasulullah ataupun waliyullah dengan salah satu cara tawassulan yang seperti dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Huda.

Sebelum berbicara tentang tawassul, bahwasanya tawassul sama halnya dengan wasilah, hanya saja wasilah itu sebagai perantara untuk

(18)

Allah, sedangkan tawassul itu adalah kegiatan atau perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah tetapi melalui perantara dengan tujuan

mendapatkan apa yang diharapkan.

Bahwasanya bertawassul mendekatkan diri kepada Allah, sesuai firman Allah Q.S Al-Isro ayat 57 yang berbunyi:

Artinya: “orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Tim departemen RI, 2009: 288) Segenap perbuatan yang diawali dengan hati yang jernih pasti akan

menuai hasil yang maksimal,untuk itu penulis jelaskan arti tawassul sendiri adalah Menjadikan sesuatu yang menurut Allah mempunyai nilai,

derajat, kedudukan yang tinggi untuk dijadikan sebuah wasilah (perantara)

agar doa dapat dikabulkan (Muslih, 2011: 51).

Pondok Pesantren Al-Huda menjadikan ritual tawassulan sebagai kegiatan rutin pondok pesantren yang diikuti seluruh santriwan-santriwati

dan masyarakat sekitar. Ritual tawassulan diyakini sebagai cara atau metode mendekatkan diri kepada Allah. Ibarat kata melu gandul Rasulullah mengikuti tuntunan yang diajarkan Rasulullah dengan harapan

(19)

seseorang berusaha beribadah dan berdoa. Sesuai dengan firman Allah QS.

Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Tim departemen RI,2009: 421).

Untuk itu penulis menganggap bahwa masalah berkaitan agama

dan ketenangan jiwa dalam bertawassul yang didalamnya terdapat hikmah atau manfaat dan nilai-nilai yang positif yang bisa diambil, dan penting

untuk diteliti serta dipublikasikan sebagai motivasi bagi masyarakat

terutama para pemuda agar lebih giat lagi dalam memperdalam ilmu

agama terutama melalui pondok pesantren, berdasarkan latar belakang dan

sedikit paparan pendek di atas penulis mengambil judul sebagai berikut,

“NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM RITUAL TAWASSULAN DI

PONDOK PESANTREN AL-HUDA SOKOPULUHAN

PUCAKWANGI PATI.” B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana pelaksanaan ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati?

(20)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Bagaimana pelaksanaan ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati

2. Apa nilai-nilai pendidikan dalam ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Memberikan kejelasan secara teoritis tentang nilai-nilai

pendidikan dalam ritual tawassulan di Pondok pesantren Al-huda dan menambah dan memperkaya khasanah keilmuan di dunia pendidikan

Islam dalam hal tawassulan. 2. Secara Praktis

Untuk memberikan pelajaran dan manfaat tentang pentingnya

tawassulan yang dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman dan kekeliruan dalam

penulisan skripsi ini, maka penulis akan mengemukakan beberapa istilah

pokok, yakni:

1. Nilai Pendidikan

Nilai menurut Sidi Gazalba (1996:62) adalah sesuatu yang

(21)

hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik,

melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi atau tidak

disenangi.

Sementara menurut Thoha nilai adalah esensi yang melekat

pada sesuatu yang sangat berarti bagi manusia. Kebermaknaan esensi

tersebut semakin meningkat sesuai peningkatan daya tangkap dan

pemaknaan manusia itu sendiri (Thoha, 1996:62)

Dapat disimpulkan nilai adalah sesuatu yang menentukan baik

buruk kepribadian seseorang untuk mencapai kemanfaatan dalam

berkehidupan individual maupun sosial.

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Sementara pendidikan menurut

(Wirojoedo, 1986: 3) adalah suatu interaksi dan interrelasi antar

komponen pendidikan dan mempunyai tujuan khusus yang telah

ditetapkan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pendidikan

(22)

wujud belajar dan bekal dimasa mendatang dengan tujuan menjadikan

manusia yang mulia sesuai dengan norma.

Dari paparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa nilai

pendidikan adalah sesuatu yang menjadi tolok ukur untuk menentukan

perbuatan atau hasil dalam sebuah ilmu pengetahuan yang akan

menjadi bekal menempuh kehidupan.

2. Tawassul

Menurut Sirodjuddin Abbas tawassul artinya mengerjakan sesuatu amal yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah (Abbas,

2006: 132). Menurut Muslih tawassul adalah menjadikan sesuatu yang menurut Allah mempunyai nilai, derajat, kedudukan yang tinggi untuk

dijadikan sebuah wasilah (perantara) agar doa dapat dikabulkan

(Muslih, 2011: 51). Arti wasilah dalam Al Quran berdoa dengan

bertawassul ialah berdoa kepada Tuhan dengan wasilah sama halnya memperingatkan sesuatu yang dikasihi Allah.

Dapat penulis simpulkan bahwa arti tawassul adalah suatu kegiatan beribadah sebagai proses mendekatkan diri ataupun meminta

pertolongan kepada Allah dengan melalui perantara.

3. Pondok Pesantren Al-huda

Pondok Pesantren Al-Huda merupakan salah satu Pondok

Pesantren yang diasuh oleh kyai Muhammad Thosin, AH dan Ibu Nyai

Sumiyati yang terletak di Dukuh Soko, RT 01 RW 01 Desa

(23)

Pondok Pesantren ini telah mengajarkan santri-santrinya

untuk mendalami ilmu-ilmu agama seperti halnya dengan

pondok-pondok lainnya. Pondok Pesantren Al-Huda adalah satu-satunya

pondok putra putri yang berbasis tahfidzul quran yang ada di desa

Sokopuluhan, tetapi ada sebagian santri yang hanya mengaji biasa

yang disebut dengan ngaji bin-nadzor yaitu mengaji al qur’an dengan

cara membaca dan memperhatikan tajwid, tanpa dihafalkan seperti

halnya yang tahfidz.

Tidak hanya mempelajari Al Quran tetapi pondok pesantren

al-huda juga mengajarkan kitab-kitab salaf diantaranya: Fatkhul Qorib,

Safinatun Najja, Ta’lim Muta’alim, Salam Taufiq, dan lain sebagainya

dengan metode pembelajaran yang dimanakan bandongan kitab, dinamakan bandongan ialah metode mengaji dimana kyai/ustadz di depan membacakan makna atau arti dan menjelaskan materi yang

dibahas dan santri duduk didepan kyai/ustadz untuk menulis makna

dan mendengarkan serta memahami penjelasan sang kyai/ustadz

tersebut. (wawancara salah seorang santri Fathurrohim 15 April 2016,

pukul 13.00)

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan

(24)

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati (Moloeng, 2011: 4).

Dengan demikian laporan penelitian akan berisi

kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan secara

jelas. Dalam hal ini penulis akan mengkaji permasalahan secara

langsung dengan sepenuhnya melibatkan diri pada situasi yang diteliti

dan mengkaji buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian.

2. Informan Penelitian

Informan yang penulis dapatkan diantaranya pengasuh, ustadz,

pengurus pondok, dan santri. Dengan pengkodean sebagai berikut:

(25)

3. Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, peneliti bertindak

sebagai pengumpul data dan instrumen aktif dalam upaya

mengumpulkan data-data di lapangan, sedangkan instrumen

pengumpulan data yang lain selain manusia adalah bentuk alat-alat

bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan

untuk menunjang kebenaran hasil penelitian, yang dimana hal itu

berfungsi sebaga instrumen pendukung.

Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di

lapangan sebagai tolok ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang

diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan

informan atau sumber data lainnya yang mutlak dilaksanakan. Peneliti

mengadakan komunikasi denngan objek penelitian memakai bahasa

Indonesia yang memungkinkan komunikasi lebih akrab dan mudah

dipahami sehingga akan terjalin baik antara peneliti dengan informan.

4. Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil lokasi penelitian di Pondok Pesantren

Al-Huda yang diasuh Kyai Muhammad Thosin AH dengan alamat Dukuh

Soko, RT 01 RW 01 Desa Sokopuluhan, Kecamatan Pucakwangi,

(26)

5. Sumber Data

a. Sumber Data Primer (utama)

Sumber data utama adalah sumber informasi yang

langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap

pengumpulan dan penyimpanan data (Ali, 1993: 42). Merupakan

sumber pokok yang memuat ide-ide awal tentang suatu bahan

kajian. Dalam hal ini yang menjadi sumber data utama adalah

pengasuh, pengurus dan santri di Pondok Pesantren Al-Huda ntuk

menggali data tentang kegiatan keagamaan seperti tawasulan yang

akan dikaji.

b. Sumber Data Skunder (pendukung)

Sumber data pendukung merupakan data-data yang

digunakan untuk memperkuat sumber data utama atau data yang

didapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya. Sumber

data pendukung di sini adalah buku-buku yang terkait nilai-nilai,

pendidikan, dan tawassul.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dengan cara: a. Wawancara

Wawancara yaitu suatu proses interaksi dan

komunikasi yang bertujuan mendapatkan informasi dengan

cara bertanya jawab langsung kepada responden. Penulis akan

(27)

di pondok pesantren al-muntaha. Hal ini dilakukan untuk

menggali informasi tentang nilai-nilai pendidikan dalam ritual

tawasulan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan

Pucakwangi Pati.

Secara garis besar terdapat dua macam pedoman

wawancara, yaitu Pedoman wawancara tidak terstruktur dan

terstruktur. Pedoman wawancara tidak terstruktur yaitu

pedoman wawancara yang hanya membuat garis besar yang

akan ditanyakan sedangkan Pedoman wawancara terstruktur,

yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci

sehingga menyerupai check-list. Pewawancara tinggal

membubuhkan tanda v (check) pada nomor yang sesuai

(Arikunto, 2010: 227). Penelitian ini menggunakan kedua

pedoman wawancara tersebut sebagai validitas temuan

penelitian.

b. Observasi atau Pengamatan

Pengamatan terhadap situasi yang terjadi di lokasi

penelitian. Pengamatan dilakukan sebagai pembuktian atas

keterangan atau informasi yang didapatkan dari wawancara.

c. Dokumentasi

Catatan kegiatan yang menunjukkan sejumlah fakta

dan data tersimpan dalam bahan penelitian yang bisa berbentuk

(28)

berkas-berkas dan dokumentasi pendukung lainnya.

Seluruhnya dapat digunakan sebagai penguat seluruh

informasi.

7. Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut (Bogdan & Biklen, 1975) yang

dikutip dalam (Moleong, 2007: 248) adalah upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari

dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain dengan

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Display data, peneliti menyajikan semua data yang

diperolehnya dalam bentuk uraian atau laporan terinci.

b. Reduksi data, peneliti memotong data-data yang tidak perlu

untuk dibuang. Laporan-laporan yang diambil hanya yang

pokok saja, difokuskan pada hal-hal yang penting.

c. Verifikasi data, sejak mulanya peneliti berusaha untuk

mencari makna data yang dikumpulkannya, kemudian

disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitian.

8. Pengecekan Keabsahan Data

Sebagai upaya membuktikan bahwa data yang diperoleh

adalah benar-benar valid, maka peneliti menggunakan teknik

(29)

yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang diperoleh

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut (Moleong, 2008: 330). Ada empat macam triangulasi sebagai

teknik pemeriksaan, yaitu sumber, metode, penyidik, dan teori.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik

triangulasi dengan sumber. Yaitu peneliti akan mengecek kebenaran

data atau informasi yang diperoleh dengan data-data atau informasi

dari sumber yang lain sehingga data yang diperoleh peneliti terdapat

dari berbagai pihak agar terhindar dari subjektivitas.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, fokus penelitian,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode

penelitian, dan sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi uraian pengertian tawassul, dasar-dasar tawassul, bentuk tawassul, macam-macam tawassul, pengertian nilai pendidikan, macam-macam nilai, struktur nilai, pembentukan nilai, dasar

pendidikan, fungsi dan tujuan pendidikan, dan unsur-unsur pendidikan.

BAB III PONDOK PESANTREN AL-HUDA DAN PENDIDIKANNYA

Pada bab ini laporan peneliti tentang pembahasan Pondok

(30)

kurikulum, kitab-kitab yang diajarkan, semua kegiatan santri, dan laporan

hasil temuan mengenai pelaksanaan ritual tawassulan. BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi pembahasan pelakasanaan tawassulan beserta tata cara ritual tawassulan, dan nilai-nilai pendidikan dalam ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini menguraikan kesimpulan hasil penelitian, saran dan

penutup.

DAFTAR PUSTAKA

(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Tawassul

1. Pengertian Tawassul

Istilah tawassul berasal dari kata yang terdiri dari tiga huruf, waw, sin dan lam yang bermakna menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk mendapatkan sesuatu yang dimaksud (Maimun,

2009:27). Sebagaimana Khalid Al-Juraisy yang dikutip Maimun,

(2009: 27) Tawassul dalam doa berarti menyertakan perantara dalam berdoa dengan maksud doanya itu akan lebih dikabulkan Allah.

Sebagaimana Quraish Shihab yang dikutip Maimun, (2009: 27) bahwa

wasilah berarti sesuatu yang menyambung dan mendekatkan sesuatu

dengan yang lain atas dasar keinginan yang kuat dan mendekat.

Tawassul berasal dari fi’il madhi Wassala, menurut bahasa mempunyai arti Al-qurbata atau al-taqarrubu, artinya mendekatkan diri dengan suatu perantara. Dengan demikian arti wasilah adalah:

susuatu untuk mendekatan diri kepada yang lainnya atau sesuatu untuk

menyampaikan agar sesuatu tujuan dapat berhasil (Muslih, 2011: 51)

Sebagaimana Quraish Shihab yang dikutip Maimun, (2009: 27)

bahwa wasilah berarti sesuatu yang menyambung dan mendekatkan

sesuatu dengan yang lain atas dasar keinginan yang kuat dan

(32)

Ada pula beberapa definisi tawassul menurut para tokoh, diantaranya yaitu:

a. Menurut Nugroho, Tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan melalui wasilah (perantara), dalam arti lain sesuatu yang dijadikan

perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah guna mencapai

sesuatu yang ingin dicapainya (Nugroho, 2010:121)

b. Menurut Sirodjuddin Abbas Tawassul artinya mengerjakan sesuatu amal yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah (Abbas, 2006:

132).

c. Menurut Muslih tawassul adalah menjadikan sesuatu yang menurut Allah mempunyai nilai, derajat, kedudukan yang tinggi untuk

dijadikan sebuah wasilah (perantara) agar doa dapat dikabulkan (Muslih, 2011: 51).

d. Menurut Abu Luz Ibadah yang dengannya dimaksudkan

tercapainya ridha Allah dan surga melalui wasilah (perantara) menuju keselamatan dari api nerakadan kebahagiaan masuk surga.

(Luz, 2004: 8)

Dapat penulis simpulkan bahwa arti tawassul adalah suatu kegiatan beribadah sebagai proses mendekatkan diri ataupun meminta

pertolongan kepada Allah dengan melalui perantara untuk menuju

(33)

2. Dasar Hukum Tawassul

Dasar hukum tawassul adalah firman Allah Q.S Al-Isro ayat 57 dan Al-Maidah ayat 35 yang berbunyi:

mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Tim departemen RI, 2009: 288)

Artinya: “hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Dan berjihadlah kalian pada jalan-Nya supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” (Tim Departemen RI, 2009: 85)

3. Bentuk Tawassul

Sudah dijelaskan di atas bahwasannya wasilah adalah sarana

yang dapat memenuhi keinginan sesorang yang sama halnya dengan

tawassul. Wasilah dibagi menjadi dua yaitu (Al-Abani, 2010:16)

(34)

Ialah sarana-sarana alamiah yang diambil dari alam

yang dapat memenuhi keinginan seseorang dengan karakter

alamiahnya yang telah Allah ciptakan. Contohnya, air

adalah wasilah (sarana) untuk menghilangkan dahaga

manusia, makan adalah sarana untuk mengenyangkan perut.

b. Wasilah Syar’iyyah (sarana syari’at)

Ialah sarana yang dapat memenuhi keinginan

seseorang, melalui cara yang disyariatkan Allah dan

dijelaskan dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya. Wasilah

ini hanya dikhususkan bagi orang yang beriman dan

mengikuti perintah-Nya. Contohnya, mengucapkan dua

kalimat syahadat dengan keikhlasan dan memahami

maknanya adalah merupakan wasilah (sarana) untuk masuk

surga dan selamat dari kobaran api neraka.

4. Macam-Macam Tawassul

Tawassul ada dua macam yaitu tawassul yang tidak diperselisihkan keberadaannya karena hal itu memang ada dasar

pelaksanaannya dalam syari’at, dan tawassul yang diperselisihkan atau pendapat tentang ketidak setujuan tentang adanya tawassul, dan pendapat setuju akan adanya tawassul sebagai berikut (Maimun, 2009: 28).

(35)

1). Tawassul dengan nama-nama, sifat-sifat, perbuatan, serta ilmu Allah yang berdasar pada firman Allah Q.S

(36)

Dalam ayat di atas orang-orang memohon ampunan

kepada Allah dengan wasilah atau keimanan mereka

yang diharapkan Allah berkenan mengampuni

dosa-dosa mereka, diperkuat juga dengan penjelasan yang

sama pada Q.S Ali Imran ayat 53.

Artinya: “Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah Kami ikuti rasul, karena itu masukanlah Kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)". (Tim departemen RI, 2009: 58)

3) Tawassul kepada Allah dengan cara berdoa menyebut dengan jelas kesulitan-kesulitan dan hajatnya. Hal itu

sebagaimana dilakukan oleh Nabi Musa ketika

memohon kepada Allah seperti dijelaskan dalam Al

Quran dalam al-Qashash ayat 24 sebagai berikut:

(37)

4) Tawassul kepada Allah melalui doa orang yang diharapkan dapat makbul dan dianggapnya shalih agar

mendoakan kepada Allah, atas maksud dan tujuan yang

diinginkannya.

b. Tawassul yang diperselisihkan Keberadaanya

Tawassul kepada Nabi, wali, ulama, atau orang sholih, yang telah meninggal dunia, wujud wasilahnya

bukan lagi berupa doa yang dibacakan oleh orang-orang

suci melainkan eksistensi mereka di alam barzakh. Berawal dari persoalan itu, kemudian timbul pendapat yang setuju

dan ketidaksetujuan di kalangan umat Islam.

1) Pendapat yang setuju akan tawassul kepada orang yang telah meninggal

Mereka yang yakin akan kebenaran tawassul kepada seorang Nabi, wali, ulama, orang sholeh yang

telah meninggal dunia dijadikan sebagai wasilah

(perantara) antara orang yang berdoa dengan Allah.

Meskipun telah meninggal dunia masih sangat penting

dan dibutuhkan keberadaanya yakni sebagai perantara

bagi kaum muslimin yang awam ketika berhubungan

dengan Allah khususnya dalam berdoa. Mereka

(38)

melepaskan diri dari kesulitan ketika dimintai

pertolongan.

Sebuah riwayat tentang Umar ketika meminta

hujan kepada Allah lewat Abbas bin Abdul Muthollib

paman Nabi, riwayat itu yang artinya sebagai berikut:

Artinya: “Apabila terjadi kekeringan pada masyarakat, Umar bin Khattab memohon turun hujan dengan perantaraan Abbas bin Abdul Muthallib. Beliau berdoa: “Ya Allah dahulu kami bisa bertawassul kepada-Mu dengan Nabi kami, lalu engkau turunkan hujan kepada kami. Sekarang kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami. Oleh karena itu turunkanlah hujan kepada kami.” Kata perawi: “masyarakat lalu dituruni hujan.”

Berdasar riwayat di atas, diyakini bahwa

tawassul yang mereka lakukan itu telah ada contoh sebelumnya, yakni menempatkan Rasulullah dan para

sahabat serta orang sholeh sebagai perantara antara diri

mereka dengan Allah.

2) Pendapat yang tidak setuju akan adanya tawassul

kepada orang yang telah meninggal dunia

Salah satu ulama terkenal yang secara tegas

menolaknya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul

Wahab. Dia menjelaskan bahwa hukumnya boleh

meminta syafaat atau pertolongan orang lain untuk

mendapat karunia Allah selama orang itu masih hidup,

seperti meminta pertolongan kepada Nabi Muhammad

(39)

hal itu tidak diperkenankan lagi. Rujukan yang

digunakan adalah yang artinya sebagai berikut:

Artinya: “Dari Jubair bin Mu’tham ra.Berkata: ‘datanglah seorang badui kepada Rasulullah searaya berkata: “Ya Rasulullah bdan bianasa keluarga kelaparan, harta musnah, mintakanlah siraman untuk kami kepada Tuhanmu, sesungguhnya kami minta syafaat Allah terhadapmu dan syafaatmu terhadap

Allah.” Rasulullah menjawab: “subhanallah,

subhanallah, beliau terus menerus bertasbih sampai terlihat hal itu tergambar pada wajah para sahabatnya. Kemudian beliau bersabda: “celakalah kamu, tahukah kamu apakah Allah itu? Sesungguhnya Allah itu lebih agung dari yang demikian itu. Sesungguhnya tidak dapat diminta syafaat kepada Allah terhadap seseorang. (Hadits riawayat Imam Abu Dawud)

Bahwa meminta syafaat kepada Allah melalui

dari seorang makhluk-Nya justru akan menjadikan

orang itu celaka bahkan mendekati dalam perbuatan

syirik. Ayat-ayat Al Quran yang digunakan sebagai

referensi antara lain; al-ankabut ayat 29, an-naml ayat

62, yunus ayat 106-107. Ayat-ayat tersebut pada intinya

melarang kaum mukminin meminta pertolongan kepada

Allah dalam hal-hal yang sifatnya maknawi. (Maimun,

2009: 38)

Kebanyakan ulama yang menolak tawassul dengan para Nabi, wali, ulama, atau orang-orang shalih

dalam doa, berpemahaman bahwa yang demikian itu

termasuk bid’ah yang menjerumuskan kepada

(40)

fatwa ulama. Abu Hanifah dalam bukunya Rasyid

Ridha yang dikutip oleh Maimun (2009: 39) yang

menjelaskan bahwa, memohon kepada Allah dengan

perantara makhluknya adalah perbuatan yang dilarang.

beliau melarang berdoa dengan ucapan semisal: “Aku memohon kepada-Mu dengan hak Nabi-Mu”. Mengapa tidak boleh karena tidak ada hak makhluk atas

Khaliqnya terhadap terkabul atau tidaknya permintaan

doa itu.

B. Nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai Pendidikan

Secara bahasa nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) penting atau

berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminta, 1999: 677). Maksudnya

kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan (Titus,

1984:122). Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan

manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat

(Muhaimin, 1993:110)

Nilai mempunyai pengertian yang sangat luas, maka dari itu

banyak perbedaan pendapat dalam mengartikan apa itu nilai, berikut

beberapa pengertian nilai menurut para ahli sebagaimana telah dikutip

oleh Chabib Thoha (60-62).

a. Menurut Milton Rokeach dan Jmaes Bank, Nilai adalah

(41)

sistem kepercayaan dalam mana sesorang bertindak atau

menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang

pantas atau tidak pantas dikerjakan.

b. Menurut J.R Fraenkel, a value is an idea a concept about what some one thinks important in life.

c. Menurut Sidi Gazalba nilai adalah suatu yang bersifat

abstrak, ideal, nilai bukan benda konkret, bukan fakta tidak

hanya persoalan benar dan salah yang menuntut

pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang

dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak

disenangi.

d. Menurut Lauis D. Kattsof nilai merupakan kualitas empiris

yang tidak dapat didefinisikan, tetapi kita dapat mengalami

dan memahami secara langsung kualitas yang terdapat

dalam objek itu dengan demikian nilai tidak semata-mata

subjektif melainkan ada tolok ukur yang pasti yang terletak

pada esensi objek itu.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah:

1) suatu perilaku yang menentukan baik buruk kepribadian

seseorang untuk mencapai kemanfaatan dalam

(42)

2) Sesuatu yang abstrak tidak ada harganya tapi penting bagi

manusia dalam mengetahui tolok ukur tingkat kepribadian

manusia.

3) Sebuah hasil yang terlihat baik ataupun buruk sesuai usaha

yang telah dilakukan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pada tahun 2006,

pengertian pendidikan adalah perbuatan jasmani yang tidak boleh

dilupakan untuk mempelajari ilmu pengetahuan serta mendidik

anak-anak bangsa.

Abu Ahmadi dkk sebagaimana dikutip Helmawati (2013: 12)

pendidikan berasal dari kata paedagogie bahasa yunani, terdiri dari kata pais yang berarti anak dan again berarti pembimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.

Secara terminologi menurut Wiji Suwarno sebagaimana dikutip

Helmawati (2013: 13) menyatakan bahwa pendidikan memiliki arti

luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan

atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak,

ataupun kemampuan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan

adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh masyarakat

melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan

(43)

Telah dijelaskan dalam UU No.20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Muchtar (2005: 14) Pendidikan adalah segala usaha

untuk dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan

berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana

mestinya yang sesuai dengan norma-norma untuk menhasilkan potensi

yang hebat.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pendidikan

adalah usaha untuk memelihara sebuah ilmu pengetahuan sebagai

wujud belajar dan bekal dimasa mendatang dengan tujuan menjadikan

manusia yang mulia sesuai dengan norma.

Dapat penulis simpulkan bahwasannya nilai pendidikan adalah

sesuatu yang menjadi tolok ukur untuk menentukan perbuatan atau

hasil dalam sebuah ilmu pengetahuan yang akan menjadi bekal

(44)

2. Macam-macam nilai

Nilai dilihat dari berbagai sudut pandang yang menyebabkan

terdapat bermacam-macam nilai, antara lain:

a. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut

Abraham Maslow dapat dikelompokkan menjadi: (1) Nilai

biologis, (2) Nilai keamanan, (3) Nilai cinta kasih, (4) Nilai

harga diri, dan (5) Nilai jati diri. Kelima nilai tersebut

berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang paling

sederhana sampai kebutuhan yang paling tinggi (Thoha,

1996: 62)

b. Muhadjir, 1987: 133 sebagaimana dikutip Thoha (1996: 63)

nilai dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk

menangkap dan mengembangkan nilai dapat dibedakan

menjadi dua, yakni: (1) Nilai Statistik, seperti kognisi,

emosi, psikomotor, dan (2) Nilai yang bersifat dinamis,

seperi motivasi berprestasi, motivasi berkuasa.

c. Pendekatan proses budaya sebagaimana dikemukakan oleh

Abdullah Sigit, nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh

jenis, yaitu: (1) Nilai ilmu pengetahuan, (2) Nilai ekonomi,

(3) Nilai keindahan, (4) Nilai politik, (5) Nilai keagamaan,

(6) Nilai kekeluargaan, dan (7) Nilai kejasmanian

(45)

3. Struktur Nilai

a. Menurut Noeng Muhadjir, herarki tata nilai dikelompokkan ke

dalam dua jenis, yakni (1) Nilai-nilai Ilahiyah yang terdiri dari nilai

ubudiyah dan muamalah, dan (2) Nilai Etik insaniyah yang terdiri

dari nilai rasional, nilai sosial, individual (Thoha,1996: 65)

b. Menurut Sidi Gazalba herarki nilai atas dasar pendekatan kualitas

nilai, sesuai dengan pendekatan hukum, yakni nilai dibagi dalam

lima kelas: (1) Nilai-nilai yang wajib (paling baik), (2) Nilai-nilai

yang sunnah (baik), (3) Nilai-nilai yang mubah (netral tidak

bernilai), (4) Nilai-nilai yang makruh (cela), dan (5) Nilai yang

haram (jelek) (Gazalba, 1978: 498)

Dalam hal penggunaan nilai-nilai yang baik, sebaiknya

dikembangkan oleh manusia dan nilai-nilai yang kurang baik bahkan

jelek sebaiknya ditinggalkan, walaupun masing-masing individu tidak

sama tingkat kebaikan dan keimanannya.

4. Dasar pendidikan

Dasar pendidikan diambil dari ideologi yang dianut negara,

secara etimologi ideologi adalah keyakinan yang dipakai atau

dicita-citakan untuk dasar pendidikan. ideologi negara indonesia adalah

pancasila dan undang-undang dasar negara kesatuan republik

indonesia tahun 1945. Oleh karena itu dasar pendidikan di indonesia

berakar pada pancasila dan undang-undang dasar sebagaiman yang

(46)

nasional berdasarkan pancasila dan UUD tahun 1945 (Helmawati,

2013: 20)

5. Fungsi Pendidikan

Fungsi utama pendidikan mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak, kepribadian serta peradaban yang bermartabat

dalam hidup dan kehidupan, dengan kata lain pendidikan berfungsi

memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai

dengan norma yang dijadikan landasannya (Abdul kadir, dkk, 2012:

81).

6. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen utama

pada sistem pendidikan dengan diharapkan proses pendidikan dapat

mencapai hasil secara efektif dan efesien (Jumali dkk,2004: 48)

Menurut Langeveld, sebagaimana telah dikutip oleh (Abdul

Kadir, 2012: 81-82), tujuan pendidikan dibedakan menjadi enam yaitu:

a. Tujuan Umum

Tujuan yang dicapai diakhir proses pendidikan,

yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani dan

anak didik. Maksud kedewasaan jasmani adalah jika

pertumbuhan jasmani sudah mencapai batas pertumbuhan

maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan

berlangsung lagi. Sedangkan maksud kedewasaan rohani

(47)

sendiri, mampu berdiri sendiri, dan mampu bertanggung

jawab atas semua perbuatannya.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah tujuan tertentu yang hendak

dicapai berdasarkan usia, jenis kelamin, sifat, bakat,

intelegensi, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap

perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan lain

sebagainya.

c. Tujuan Tidak Lengkap

Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang

menyangkut sebagian aspek manusia, misalnya aspek

psikologis, biologis, dan sosisologis saja.

d. Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya

sementara.dan tidak dapat dicapai secara sekaligus,

karenanya harus ditembuh secara bertingkat. Contohnya

untuk memperoleh gelar sarjana harus melalui sekolah

menengah, dan sebelum menengah harus menempuh

tingkat menengah pertama.

e. Tujuan intermedier

Tujuan internedier adalah tujuan perantara bagi

(48)

dibiasaka untuk menyapu halaman, maksudnya agar ia

kelak mempunyai rasa tanggung jawab.

f. Tujuan Insidental

Tujuan insendental adalah tujuan yang dicapai

pada saat-saat tertentu, yang sifatnya seketika dan spontan.

Misalnya, oramgtua menegur anak-anak agar berbicara

sopan.

7. Unsur Pendidikan

Menurut Muchtar (2005-14) ada tiga unsur utama yang harus

terdapat dalam proses pendidikan, yaitu: Pendidik (orangtua,

guru/ustadz/dosen/pembimbing/ulama), Peserta didik

(anak/santri/mahasiswa), ilmu atau pesan yang disampaikan (nasehat,

materi pembelajaran). Tanpa ada unsur-unsur dalam pendidikan,

pendidikan tidak akan berjalan efektif karena setiap unsur mempunyai

ketergantungan yang sangat erat dan mempunyai ikatan satu kesatuan

dalam menegakkan bahkan melejitkan pendidikan yang bagus sesuai

yang harapan bangsa, jika salah satu mempunyai celah diantara unsur

tersebut pendidikan tidak akan efektif bahkan akan hilang

(49)

BAB III

PONDOK PESANTREN AL-HUDA DAN PENDIDIKANNYA A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Huda

Penulis melakukan penelitian di Pondok Pesantren Al-Huda

yang beralamat di dukuh Soko, RT 01 RW 01 Desa Sokopuluhan,

Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Sebagai sebuah

Pondok Pesantren yang memiliki sejarah, visi-misi tujuan yang tidak jauh

berbeda dengan pondok pesantren yang lainnya. Dalam menyelenggarakan

seluruh kegiatan dan menetapkan seluruh peraturan Pondok Pesantren

Al-Huda memiliki pedoman ajaran agama islam yaitu Al Quran dan

As-sunnah.

1. Sejarah Pondok Pesantren Al-huda

Pondok Pesantren Al-Huda merupakan lembaga pendidikan

dan pengajaran agama islam yang berdiri sekitar tahun 1988.

Pendirinya adalah Kyai Masyhudi dan diwariskan kepada putranya

dan sampe sekarang diasuh oleh Kyai Muhammad Thosin AH dengan

alamat Dukuh Soko, RT 01 RW 01 Desa Sokopuluhan, Kecamatan

Pucakwangi, Kabupaten Pati.

Awal mula pada zaman itu simbah kyai Masyhudi sudah

mempunyai santri 3 tapi hanya mengaji dengan cara pulang pergi

karena pada zaman dahulu belum mempunyai tempat tinggal yang

khusus untuk menampung para santri. Berawal dari situlah simbah

(50)

untuk bermukim santri dengan alasan kasihan dengan santri yang

harus pulang pergi dalam menimba ilmu walaupun dikala itu hanya 3

orang, tapi dengan berjalannya waktu semakin banyak santri dan

akhirnya diresmikanlah menjadi Pondok Pesantren Al-Huda sekitar

pada tahun 1988.

Setelah simbah masyhudi meninggal dunia diwariskan lah

Pondok Pesantren Al-Huda kepada kyai Muhammad Thosin sampai

sekarang ini yang perkembangannya semakin pesat yang hampir

setiap tahunnya ada pembangunan pondok pesantren entah dari

renovasi ataupun membuat tambahan kamar mandi.

Dahulu sebelum ada pondok putri yang dibangun sekitar tahun

2009 hanyalah pondok putra saja dengan santri yang kurang begitu

banyak, tapi Pondok Pesantren Al-Huda meluluskan alumni yang

hafidz dan hafidzoh yang ta’dzim kepada kyai dan orang yang lebih

tua. Pondok Pesantren Al-Huda adalah satu-satunya Pondok Pesantren

putra putri yang ada di Pucakwangi yang latar belakangnya pondok Al

Quran dan pondok yang dipandang bagus dalam manajamen

lembaganya yang diyakini masyarakat pondok paling ketat yang ada

di Pucakwangi.

2. Keadaan Santri dan Ustadz

Santri di Pondok pesantren Al-Huda ada dua bagian yaitu santri

mukim dan santri kalong. Adapun pengertian dari santri mukim yaitu

(51)

mempelajari agama Islam dan melaksanakan kewajiban sebagai

seorang santri, sedangkan santri kalong yaitu santri yang berasal dari

sekeliling pesantren bahkan yang dari beda daerah yang mengaji tapi

tidak untuk menetap di Pondok Pesantren dan hanya pulang pergi

dalam kegiatan mengajinya.

Adapun jumlah santri Pondok Pesantren Al-Huda secara

keseluruhan adalah 61 santri diantaranya 26 santri putri mukim 20

santri putra mukim, dan 15 santri kalong. Ustadz di Pondok Pesantren

Al-Huda ada 3 semua ustadz bermukim dekat dengan dipondok

pesantren Al-Huda.

3. Sarana dan Fasilitas Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Al-Huda termasuk pesantren yang baru

karena belum lama juga dalam proses pendiriannya, maka dari ibu

sarana dan prasarana dapat dikatakan terabatas, tetapi hal tersebut tidak

membuat para santri dan kyai yang mengasuh merasa kecil hati.

Dengan adanya sarana prasarana yang seadanya tersebut mereka tetap

melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran sebagai suatu

keharusan dalam menimba ilmu dan mengajarkan sebuah ilmu supaya

bermanfaat dan berkah. Sistem pendidikan di pesantren Al-Huda yng

diajarkan kepada santrinya tidak hanya untuk mengaji di pondok

tetapi santri juga dibebaskan untuk menimba ilmu di luar lingkungan

pesantren, terutama lembaga-lembaga formal. Adapun sarana da

(52)

a. Satu wisma untuk santri putra yang terdiri dari empat kamar santri

satu kantor untuk kepengurusan santri putra.

b. Satu wisma untuk santri putri yang terdiri dari tiga kamar santri

satu kantor kepengurusan santri putri.

c. Dua aula sebagai pusat kegiatan santri putra dan putri.

d. Satu rumah tempat ngaji santri khusus putra.

B. Program Pendidikan dan Pengajaran 1. Visi dan Misi Pondok Pesantren

a. Visi Pondok Pesantren Al-Huda

1) Melahirkan kader santri yang berwawasan islami

2) Membentuk karakter santri yang berakhlakul karimah

b. Misi Pondok Pesantren Al-Huda

1) Menanamkan keimana dan ketaqwaan kepada Allah SWT

2) Mengedepankan akhlak dan selamat dunia akhirat

3) Pemeliharaan dan pengembangan tradisi islam

2. Kurikulum

Santri di Pondok Pesantren Al-Huda ada dua bagian yaitu

bil-ghoib dan bin-nadzor, adapun yang disebut santri bil-bil-ghoib adalah

santri yang fokus pendidikannya khusus menghafalkan Al Quran

walaupun ada sebagian kitab-kitab klasik yang dipelajari itu hanya

sebagai sebagan kegiatan lainnya, sedangkan santri bin-nadzor adalah

santri yang pendidikannya tidak dengan manghafal Al Quran dan

(53)

yang lebih banyak mempelajari kitab-kitab klasik daripada santri

bil-ghoib.

Materi yang dipelajari di Pondok Pesantren Al-Huda adalah

kitab-kitab klasik tetapi yang lebih utama ditekankan pada hafalan Al

Quran, diantara kitab yang dipelajari mencakup bahasa, fiqih, tasawuf,

akhlak, tata cara berumah tangga. Diantara kitab-kitab klasik yang dipelajari adalah tajwid, hikam, fathul qorib, nashoihul ‘ibad, tanwirul

qulub, qurrotul uyun, uqudulujain, mina husaniyah, tafsir jalalain, tafhul mu’in, matan jurumiyah, kasifatussaja, ta’lim muta’alim.

Bagi santri bin-nadzor diwajibkan mengikuti semua jadwal

ngaji kitab-kitab klasik yang setiap harinya ngaji kitab yang berbeda.

Sedangkan untuk para santri bil-ghoib tidak ditekankan lebih dalam

mengaji kitab-kitab klasik tetapi juga diwajibkan untuk mengaji kitab

tapi hanya diwaktu sore setelah ashar dan selebihnya lebih fokus

kedalam hafalannya.

3. Metode

Pelaksanaan pendidikan manakala metode yang diterapkan

efektif dan terarah dengan baik. Untuk itu pelaksanaan pendidikan dan

pengajaran di Pondok Pesantren Al-Huda menggukan metode antara

lain:

a. Metode Sorogan

(54)

Qur’annya dihadapan kyai atau badalnya (asisten kyai). Metode

sorogan yang dipakai di Pondok Pesantren Al-Huda yaitu dimana

seorang kyai duduk di depan para santri sedangkan santrinya

maju satu persatu dengan membawa Al Quran untuk setoran ngaji

secara bergantian. (Fathurrokhim: 01 Mei 2016 pukul 15.30)

Sebagaimana dijelaskan Idrus, (2009: 97) sorogan berasal dari

kata sorog (bahasa jawa), yang berarti menyodorkan, sebab setiap

santri menyodorkan kitab atau Al Qurannya dihadapan kyai atau

badalnya (pengganti kyai). Metode sorogan ini termasuk mengaji

secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan kyai

dan terjadi interaksi belajar Al Quran dan saling mengenal

keduanya dengan cara bergantian antara santri satu dengan

lainnya.

b. Metode Wetonan/Bandongan

Metode weton ini merupakan metode kuliah, di mana para santri mengikuti pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab

masing-masing dan membuat catatan. Metode wetonan atau bandongan di Pondok Pesantren Al-Huda adalah metode ini lebih

sering digunakan dalam kegiatan mengaji kitab-kitab klasik,

dimana seorang kyai duduk di depan sedangkan santri duduk di

depannya kyai dengan rapi dan kyai membacakan dan

(55)

sedangakan santri menulisnya dalam kitab tersebut.

(Fathurrokhim: 01 Mei 2016 pukul 15.40)

4. Jadwal Kegiatan Santri

Tabel 3.2

Jadwal Kegiatan Harian Santri

No Waktu Jenis Kegiatan Pelaksana Koordinator

1 04.30 Jamaah sholat subuh Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 2 05.00 Ngaji Al Quran Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 3 07.00 Sekolah Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 4 15.30 Jamaah sholat ashar Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 5 16.00 Ngaji kitab nashoikhul

‘ibad Selruh santri Kyai Muhammad Thosin 6 18.00 Jamaah sholat maghrib Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 7 18.30 Ngaji kitab fasholatan Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 8 19.00 Jamaah sholat isya’ Selruh

santri Kyai Muhammad Thosin 9 19.30 Ngaji Kitab Ta’lim

(56)

Tabel 3.3

Jadwal Kegiatan Mingguan Santri

No Hari/Waktu Kegiatan Pelaksana Koordinator

1 Kamis 16.00 Ziarah Makam

Kyai Masyhudi Seluruh santri Pengurus 2 Kamis 19.30 Marhabanan Seluruh

santri Pengurus 3 Jum’at 04.30 Dziba’an Seluruh

santri Pengurus 4 Jum’at 13.00 Ngaji kitab salam

taufiq Seluruh santri Pengurus 5 Ahad 18.30 Sholawat

burdahan/berjanji Seluruh santri Pengurus 6 Senin 18.30 Fasholatan Seluruh

santri Pengurus 7 Selasa 02.00 Tawassulan Seluruh

santri Pengurus

Tabel 3.4

Jadwal Kegiatan Bulanan Santri

No Hari Kegiatan Pelaksana Koordinator 1 Tanggal

(57)

Tabel 3.5

Jadwal Kegiatan Tahunan Santri

No Kegiatan Koordinator

1 Re-Organisasi Pengurus

2 Haul si mbah kyai Masyhudi Keluarga Ndalem dan seluruh santri

3 Ziarah (Wisata Religi) Kyai Muhammad Thosin

4. Tata Terbit Santri a. Kewajiban Santri

1) Bagi santri baru diharuskan sowan kepada bapak kyai dan

mengantarkan diri kepada ketua pondok dengan dintar kedua

orangtua.

2) Santri wajib pamit kepada pengurus sebelum kepengasuh

ketika mau pulang/bepergian baru pulang kerumah.

3) Santri wajib membayar syahriyah dan uang kebersihan yang

sudah ditentukan pada setiap bulannya.

4) Santri wajib mengikuti pengajian Al quran yang sudah

dijadwalkan.

5) Santri yang tidak menghafalkan Al quran wajib mengikuti

pengajian kitab yang sudah dijadwalkan.

6) Bagi santri putra wajib mengikuti sholat jama’ah di masjid

pada setiap waktu sholat terutama pada waktu sholat subuh

beserta wiridannya. Sedangkan santri putri wajib berjama’ah

(58)

7) Bagi santri putra wajib mengikuti al-barjanji di masjid pada

malam jum’at dan pondok pada malam senin serta hari besar

lainnya yang sudah ditentukan. Sedangkan bagi snatri putri

wajib mengikuti al-barjanji pada waktu-waktu yang

ditentukan.

8) Santri wajib mengikuti sholawatan ba’da maghrib di aula

Pondok Pesantren Al-Huda.

9) Santri wajib mengikuti jam belajar setiap malam kecuali

malam selasa dan jum’at di aula Pondok Pesantren Al-Huda.

10) Santri wajib menjaga kebersihan, ketenangan dan kenyamanan,

baik di dalam maupun di luar pondok.

11) Santri wajib menjaga nama baik almamater Pondok Pesantren

di dalam maupun di luar lingkungan Pondok Pesantren

Al-Huda.

12) Santri diwajibkan memakai jubah dan surban lengkap sewaktu

sholat jama’ah

13) Santri wajib memakai kopyah hitam sewaktu mengaji Al

quran.

14) Santri wajib mentaati peraturan yang sudah ditentukan oleh

(59)

b. Larangan Santri

1) Santri dilarang bergaul bebas dan erat dengan anak kampung

(orang kampung)

2) Santri dilarang keras bermu’asyaroh dengan perempuan bukan

mahromnya terutama dilingkungan pondok.

3) Santri dilarang pulang dan bepergian tanpa seizin bapak

pengasuh/kyai dan seksi keamanan.

4) Santri dilarang memakai barang milik orang lain tanpa seizin

pemiliknya.

5) Santri dilarang menonton orkes atau kesenian lainnya.

6) Santri dilarang merokok kecuali sudah berumur 20 tahun atau

mendapat izin dari pengasuh/kyai.

7) Santri dilarang main catur/remi atau mainan lainnya.

8) Santri dilarang keras membawa HP di Pondok Pesantren.

9) Santri dilarang menonton TV selain waktu-waktu yang

diizinkan.

10) Santri dilarang mengambil barang orang lain (mencuri) barang

orang lain.

11) santri dilarang berbicara jorok atau seenaknya yng tidak sesuai

dengan norma santri dan norma agama.

12) santri dilarang keluar malam melewati jam malam kecuali

(60)

5. Struktur Organisasi

Tabel 3.6

Struktur Organisasi Putra

No Jabatan Nama

1 Pengasuh 1. Kyai Muhammad Thosin A.H 2. Ibu Nyai Sumiyati

2 Ustadz dan Ustadzah 1. M. Khairul Amin 2. M. Abdul Aziz 3. M. Basyri Dahlan 3 Lurah/ketua Pondok Fathurrohim

4 Sekretaris Syahid Nur Rohman 5 Bendahara Ahmad Arifudin

6 Seksi Pendidikan 1. Heru Rif’an Susanto 2. Nurhadi

7 Seksi Kebersihan 1. Ahmad Suwadi 2. M. Subkhi 8 Seksi Keamanan 1. M. Zainal Abidin

2. Firman Hidayat 9 Seksi Sosial 1. Aan Andriana

(61)

Tabel 3.6

2 Ustadz dan Ustadzah 1. M. Khairul Amin 2. M. Abdul Aziz 3. M. Basyri Dahlan 3 Lurah/ketua Pondok Nur Khosi’ah

4 Sekretaris Maryati

5 Bendahara Nur Evita Amilatun 6 Seksi Pendidikan 1. Akmilatul

Maghfiroh 9 Seksi Sosial 1. Iin Setyaningsih

2. Nunung Setiana

C. Ritual Tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda

Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan oleh

(62)

1. Pengertian Tawassulan

Makna tawassulan adalah tali sambung perantara kepada Allah atau tatacara mendekatkan diri kepada Allah dengan bertawassul kepada para wali, karena kalau hanya orang awam ibarat berjalan

sendiri tanpa ada perantara itu keberatan, dengan adanya perantara dari

wali diharapkan cepat sampainya kepada Allah.

2. Syarat dan Rukun Tawassulan

Adapun syarat dan rukun tidak ada syarat tertentu, semua

kalangan bisa mengikuti tawassulan tanpa memenuhi syarat, tetapi alangkah baiknya yang diyakini di Pondok Pesantren Al-Huda agar

doanya cepat sampai yaitu kalau sudah di ba’iat oleh syaikhona

mukarrom di Bondanas Subang Jawa Barat, untuk diba’iat sendiri ada

syaratnya yaitu puasa semalam sehari 24 jam yang dimulai dari malam

hari baru bisa mengikuti ba’iat.

Berkaitan dengan rukun dalam bertawassul di Pondok Pesantren Al-Huda disunnahkan untuk memakai jubah, sorban, pecis

yang lengkap dengan udeng-udeng berwarna putih polos bagi jamaah

laki-laki, sedangkan para jamaah putri memakai mukena putih polos

yang diyakini setiap satu barang yang dipakai dan berwarna putih

pahalanya 27 derajat.

3. Tatacara Pelaksanaan Ritual Tawassulan

(63)

sekali pada pukul setengah delapan malam, yang diikuti para santri dan

masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Huda jumlahnya kurang lebih

100 jamaah. Dengan tujuan dilaksanakannya tawassulan adalah bertujuan beribadah menghadap kepada Allah dan menata kehidupan

yang Islami dan beriman untuk menjadikan insan mulia yang selalu

berakhlakul karimah sesuai tuntunan agama dan norma-norma.

Kitab yang digunakan untuk ritual tawassulan adalah buku khusus yang memang hanya untuk tawassulan, nama kitabnya adalah Sab’ul Khoirat yang diciptakan oleh Al-Habib Abah Ahmad bin Abdul Jalil dari Kebondanas, Pasukanegara, Subang, Jawa Barat. Sedangkan

penulis dari kitab tersebut Simbah Irsyad Sya’roni Blora pada tahun

Jumadil Akhir 1320 H.

Kitab Sab’ul Khoirat tersebut di dalamnya mencakup hadroh kepada para Nabi, malaikat, ulama, wali, syi’iran jawa, dan doa-doa

tawassul itu sendiri, dari sanad kitab itu sendiri dari Subang Jawa Barat yang diyakini disana itu pusat orang syahadat. Banyak orang

yang meyakini adanya tawassulan seperti yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Huda Sokopuluhan Pucakwangi Pati.

Adapun tata cara pelaksanaan ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Hudasecara detailyaitu:

a. Para jamaah beserta imam membaca nadzoman pada halaman 1-2

(64)

b. Imam tawassul membaca hadroh dari halaman 3-4 dalam kitab Sab’ul Khairat panduan tawassulan,

c. Membaca asmaul husna dilanjutkan membaca syahadat beserta

sholawat dan istighfar tiga kali,

d. Imam dan para jamaah membaca ayat-ayat Al Quran diantaranya

Q.S A’raf ayat 175-180, Q.S Thoha ayat 1-14, Q.S

Al-Mudatssir ayat 1-56, Q.S Al-Hadid ayat 1-10 dalam kitab Sab’ul Khairat panduan tawassulan,

e. Imam membaca bacaan-bacaan inti dalam ritual tawassulan dari halaman 7-14 dalam kitab Sab’ul Khairat panduan tawassulan, sedangkan para jamaah hanya mendengarkan saja,

f. Dilanjutkan membaca doa-doa pada halaman 15-23 dalam kitab

Sab’ul Khairat panduan tawassulan, yang dibaca oleh imam beserta jamaah,

g. Dari halaman 24-28 dalam kitab Sab’ul Khairat panduan tawassulan, yaitu mahalul qiyam (berdiri) yang dibaca oleh imam beserta jamaah secara bersama-sama, setelah mahalul qiyam (berdiri)

h. Dilanjutkan untuk kembali duduk kembali dengan membaca ayat

ayat Al quran yaitu Q.S Al-Isro’ ayat 78-84, 110-111, Q.S Al-Kahfi

(65)

i. Setelah itu dilanjutkan imam beserta jamaah berdiri kembali yaitu

membaca doa di kitab panduan halaman 30 dalam kitab Sab’ul Khairat panduan tawassulan padabagian bawah,

j. Setelah membaca doa duduk kembali melanjutkan ritual tawassul sampai selesai di halaman 31-33 dalam kitab Sab’ul Khairat panduan tawassulan,

k. Bagian terakhir dalam ritual tawassulan yaitu penutup yang diakhiri dengan membaca nadzoman.

Berdasarkan hasil wawancara dan observsi yang peneliti

lakukan pelaksanaan ritual tawassulan sesuai pendapat dari responden sebagai berikut:

“Pelaksanaannya dilaksanakan pada hari jum’at wage malam sabtu kliwon, dalam bertawassul diperintahkan untuk berpakaian putih lengkap dengan jubah, sorban, udeng-udeng, rida’ serta harus bersuci dahulu, dan tatacaranya pertama hadroh kepada Nabi, wali, rasulullah, Ali, Fatimah, Khotijah, Hasan, Husain, syekh-syekh mukarrom, Ahmad Nurul Mubin, yang kedua membaca sholawat dan syahadat, ketiga membaca ayat-ayat Al quran, keempat membaca doa-doa sampai akhir.” (MT)

Pelaksanaan ritual tawassulan yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Huda pada setiap satu bulan sekali yaitu pada hari

Jum’at Wage malam Sabtu Kliwon dan itu sebagai kegiatan rutinan

setiap bulannya, dalam tawassulan dianjurkan untuk memakai jubah lengkap dengan sorban, rida’ dan udeng-udeng, tatacaranya diawali

(66)

membaca syahadatain, membaca ayat-ayat Al Quran, dan terakhir

membaca doa-doa yang ada dalam kitab panduan tawassulan.

“Tata caranya pertama pembukaan, dilanjutkan dengan mauidzoh hasanah/siraman rohani, hadroh, dan dilanjutkan puncak acara yaitu tawassulan dengan panduan kitab.” (FR) Jadi tata cara pelaksanaan ritual tawassulan itu diawali dengan pembukaan yang dilanjutkan dengan siraman rohani dari seorang

imam sebelum acara puncak yaitu dengan diawali hadroh kepada Nabi

dan para wali dilanjutkan membaca doa-doa dan ada syair-syair yang

sudah tertera dalam kitab panduan tawassulan.

“Tata caranya yang pertama tawassul kepada sesepuh ulama’, kyai, terus dzikir biasa, selanjutnya berdoa sampai akhir.” (MR)

Urutan tata cara tawassulan yang pertama yaitu tawassul kepada sesepuh, ulama’, kyai, yang kedua dzikir seprti halnya dzikir

yang sering dilakukan, yang ketiga membaca doa-doa yang ada dalam

kitab panduan tawassulan sampai akhir.

“Tata cara pelaksanaan tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda adalah dimulai dengan berwudhu, muqoddimah dari imam, membaca nadzoman, hadroh, doa tawassul, penutup.” (HS)

Jadi tata cara urutan pelaksanaan ritual tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda adalah dimulai dengan berwudhu, muqoddimah

dari imam, membaca nadzoman, hadroh, doa tawassul sesuai kitab panduan tawassulan dan yang terakhir penutup.

(67)

adalah untuk menyambung tali tawassul kepada ulama’, Nabi, dan para malaikat, (3) bacaan Al quran dimaksudkan untuk mengingatkan kita bahwa sumber hukum islam yang utama adalah Al quran, (4) bacaan doa tawassul dimaksudkan untuk menerangkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan sambungan dari tawassul kepada Nabi, ulama’, dan malaikat untuk menghamba kepada Allah.” (KH)

Pelaksanaannya dimulai dengan membaca nadzoman, kedua

membaca hadroh kepada Nabi, ulama’ dan malaikat, ketiga membaca

ayat-ayat Al Quran, keempat membaca doa-doa tawassul sesuai dengan kitab panduan bertawassul.

“Pertama hadroh dilanjutkan membaca doa-doa yang sudah tertera dalam kitab panduan tawassulan.” (NK)

Tata cara dalam bertawassul akan dimulai dengan membaca hadroh kepada para Nabi, wali, dilanjutkan dengan membaca doa-doa

tawassul sesuai dengan kitab panduannya.

“Tata cara pelaksanaan tawassulan yang pertama dimulai dengan pembukaan yaitu seorang imam membuka dengan salam, dilanjutkan dengan mauidzoh hasanah, kedua membaca hadroh asmaul husna dan syahadat, ketiga membaca doa-doa tawassul sampai akhir sesuai kitab panduan.” (KA)

Tawassulan di Pondok Pesantren Al-Huda dimulai dengan pembukaan yang dibuka seorang imam tawassul dilanjutan mauidzoh hasanah, kedua membaca hadroh kepada para Nabi, wali, ulama, dan

malaikat Allah serta membaca syahadat dan asmaul husna, ketiga

Gambar

Tabel 3.2
Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Harian Santri
Tabel 3.4
 Tabel 3.5 Jadwal Kegiatan Tahunan Santri
+3

Referensi

Dokumen terkait

dalam tasawuf akhlaqi yang berorientasi mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan meninggalkan budi pekerti yang buruk dan tercela kemudian masuk kepada budi

Kamu mendekatkan diri kepada Allah adalah kamu keluar melalui ghaibmu dari dirimu, dan kamu menjauhkan berhentinya dirimu bersama dirimu dari Allah, kerana dirimu tertutup,

Jika haji merupakan amal qurbah (yang dapat mendekatkan diri kepada Allah), membuat orang lain rindu dan semangat melakukan ibadah haji dan merupakan sesuatu yang baik, apakah

Konsep nilai Pendidikan Karakter yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi ialah mengamalkan nilai-nilai yang bersifat Rabbani, sehingga selalu mendekatkan diri kepada Alloh SWT

Islam mempunyai suatu metode untuk menjadikan mental manusia sehat dan jauh dari berbagai gangguan mental, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Allah.. Karena, hanya

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) motivasi jama‟ah mengikuti tarekat adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk menjaga dan membersihkan hati,

Melihat dua tujuan pendidikan di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan menurut Imam Al-Ghazali tidak hanya bersifat ukhrawi saja (mendekatkan diri kepada Allah),

Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini membuktikan bahwa Dzikir Ratib Al-Haddad tidak hanya sebagai media mendekatkan diri kepada Allah saja melainkan juga sebagai media untuk