• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan tentang asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan tentang asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN TENTANG ASAS KOORDINASI ANTARA PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEYIDIK KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA

Disusun Oleh :

DHAYU WIJANARKO

NIM : E. 1103051

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing

KRISTIYADI, SH, M.HUM

(2)

ii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN TENTANG ASAS KOORDINASI ANTARA PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN PEYIDIK KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA

Disusun Oleh :

DHAYU WIJANARKO

NIM : E. 1103051

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari :

Tanggal :

TIM PENGUJI

1. Edy Herdyanto, SH, MH ( )

NIP. 19570629 198503 1 002

2. Bambang Santoso, SH, M.Hum ( )

NIP. 19620209 198903 1 001

3. Kristiyadi, SH, M.Hum ( )

NIP. 1958 1225198601 1001

Mengetahui

Dekan

Moh. Jamin SH, M. HUM

(3)

iii

MOTTO

“Barang siapa berhati-hati,

Ia akan mendapatkan apa yang diinginkan.

Dalam kehati-hatian terdapat keselamatan,

dan dalam ketergesa-gesaan terdapat penyesalan”

(Al Muraqqish).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1.

Ayah dan Ibu terhormat

yang selalu

memberikan do’a untuk keberhasilan studiku

2.

Kakak-kakakku

yang

selalu

memberkan

dukungan dan motivasi dalam penulisan

skripsi ini.

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dalam bentuk SKRIPSI dengan judul “Tinjauan Tentang Asas Koordinasi Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Republik

Indonesia”.

Penulisan hukum ini terlaksana atas bantuan, arahan, serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan kali ini penulis ucapkan terima kasih kepada para pihak berikut ini :

1. Bapak Moh. Jamin, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk penulisan hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, SH, MH, selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penulisan hukum dalam bentuk skripsi dibidang hukum acara khususnya Hukum Acara Pidana.

3. Bapak Bambang Santoso, SH, M.Hum, yang telah membantu penulis dengan memberikan pinjaman berupa buku-buku serta literatur lainnya yang memperlancar penulisan hukum ini.

4. Bapak Kristiyadi, SH, M.Hum, selaku Pembimbing dalam penulisan hukum ini yang telah memberikan arahan serta bimbingan dengan penuh kesabaran. 5. Bapak-bapak serta Ibu-ibu Dosen Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis sehingga dapat penulis jadikan bekal dalam mengarungi kehidupan ini.

6. Papa dan Mama yang penulis hormati serta banggakan yang penuh kasih sayangnya dengan tiada henti-hentinya mengasuh, membimbing penulis dalam mengejar cita-cita demi masa depan penulis.

(5)

v

8. Teman-teman kuliah penulis dan khususnya angkatan 2003 yang telah memberikan semangat serta dorongan untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

9. Para pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala budi baik dan bantuannya untuk terselesaikannya penulisan hukum ini.

Semoga penulisan hukum dalam bentuk skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang membutuhkannya.

Surakarta, 1 Desember 2009

(6)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Metode Penelitian ... 4

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 8

1. Pengertian Prinsip Koordinasi ... 8

2. Penyelidikan dan Penyelidik ... 8

3. Kewajiban dan Wewenang Penyelidik... 9

4. Pengertian Penyidik ... 10

5. Pengertian Penyidikan... 10

6. Wewenang Penyidik Kepolisian Republik Indonesia 11 7. Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil ... 16

B. Kerangka Pemikiran ... 19

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 20

1. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ... 20

2. Permintaan Bantuan Penangkapan... 21

(7)

vii

4. Berita Acara Penyerahan Penyidikan... 21

5. Permintaan Izin Penyitaan... 22

6. Penyusunan Berkas Perkara ... 23

7. Penghentian Penyidikan ... 23

B. Pembahasan... 37

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 45

(8)

viii

ABSTRAK

DHAYU WIJANARKO, E. 1103051. Tinjauan Tentang Asas Koordinasi Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik kepolisian Republik Indonesia dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian normatif. Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Jenis data yang dipergunakan sebagai kajian adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Hasil penelitian dapat dikemukakan, bahwa asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia pengaturannya selain terdapat dalam KUHAP juga diatur dalam juklak dan juknis tentang penyidik pegawai negeri sipil, koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik kepolisian Republik Indonesia bersifat koordinatif, pengawasan, pembinaan kemampuan, serta pemberian petunjuk.

(9)

ix

ABSTRACTS

WIJANARKO, DHAYU, E.1103051. An Analysis on Coordination Principle between Public Officer Investigator and Indonesian Police Department Investigator Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.

This research is aimed to know the presence of coordination principle between public officer investigator and Indonesian Police Department investigator in related regulation.

This research is included normative research type. The nature of this research is descriptive. Data being used as the analysis is secondary data. Secondary data in this research includes primary and secondary law materials. Data analysis utilized in this research is qualitative analysis.

Result of this research suggest that coordination principle between Public Officer Investigator and Indonesian Police Department Investigator, beside ruled out in Crime Code, it is also guided in Implementation Directives (Juklak) and Technical Directives (Juknis) about Public Officer Investigator, coordination between public oficer investigator and Indonesian Police Department Investigator which coordinative, supervisory, capability constructive and directive in nature.

Public Officer Investigator in any of its operational activity shall not ignored from control and supervision from Indonesian Police Department Investigator. This is as logic consequence of the main objective of Crime Code, that is to protect the suspect or defendant rights in any of investigation level. In investigation process of investigator action as ebing suggested had related on human rights violation aspects. Then it shall be proper in coordination principle between Public Officer Investigator and Indonesian Police Department Investigator in the final order to keep operating under Indonesian Police Department Investigator supervision.

(10)

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga tahun 2001 ditetapkan Negara Indonesia adalah negara hukum. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa dalam menjalankan segala tugasnya tindakan pemerintah dan rakyat harus berdasarkan hukum, tidak boleh sewenang-wenang atau menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di Indonesia pernah diadakan simposium mengenai negara hukum yang diadakan di Jakarta pada tahun 1966. simposium tersebut menghasilkan cita-cita negara hukum : Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga.

Adanya pembatasan kekuasaan, serta adanya asas legalitas dalam segala bentuknya. Sebagai negara hukum Indonesia tidak hanya memberikan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, akan tetapi juga menerapkannya dalam berbagai aspek termasuk salah satu diantaranya adalah aspek hukum. Tentang hal ini dapat dicermati dalam bidang hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui, bahwa Indonesia pada tahun 1981 telah mengundangkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(11)

xi

dalam Heirzlene Islands Reqlemenent (HIR), bahwa KUHAP lebih menitik beratkan pada perlindungan hak-hak asasi manusia bagi pihak-pihak yang tersangkut dalam perkara pidana. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia ini dilakukan dengan cara menempatkan hak-hak pihak yang tersangkut perkara pidana dengan mendudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya.

Hingga saat ini usia Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) hampir dua puluh sembilan tahun, didalam praktek sering terdengar adanya kelemahan-kelemahan pengaturan dalam berbagai hal. Untuk mengatasi permasalahan ini oleh pemerintah telah ditetapkan berbagai suplemen dalam praktek, misalnya Pedoman Pelaksanaan KUHAP, Surat Edaran Mahkamah Agung, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Kehakiman serta Peraturan Menteri Kehakiman. Meskipun sebenarnya selaku hukum acara atau hukum formal KUHAP tidak tepat apabila memiliki berbagai pedoman, oleh karena selaku ketentuan yang mengatur hukum pidana formal KUHAP sudah merupakan pedoman (Hari Sasangko dan Lily Rosita : 2003 : 5).

KUHAP dengan segala kekurangannya hingga saat ini masih dinyatakan berlaku sebelum dinyatakan sebaliknya, apabila oleh pemerintah telah diundangkan Undang-undang mengenai hukum acara pidana yang baru. Terlepas dari adanya kekurangan-kekurangan yang ada maupun kelemahan-kelemahan dalam praktek sebenarnya apabila ditelusuri dari asas-asas pembentukannya KUHAP disusun dengan berbagai asas yang cukup memadai untuk berlakunya suatu undang-undang. Sebagaimana diketahui bahwa asas-asas hukum adalah merupakan fondamen bagi pembentukan norma hukum. Fondamen yang kuat dari KUHAP yang berisi tentang berbagai asas hukum bagaimanapun juga harus diakui keberadaannya tetap mendukung tegak dan eksisnya KUHAP hingga saat ini.

(12)

xii

praduga tidak bersalah, asas persamaan dimuka hukum, asas perlindungan hak asasi manusia serta asas koordinasi antara penegak hukum. Diantara berbagai asas tersebut adalah asas koordinasi antara penegak hukum, yang dimaksudkan asas koordinasi adalah hubungan kerja antara alat negara penegak hukum, yang meliputi kepolisian, kejaksaan serta pengadilan. Sebagaimana diketahui tugas kepolisian dalam penegakan hukum melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap tindak pidana.

Dalam kehidupan tindak pidana yang terjadi meliputi berbagai bidang kehidupan. Bidang-bidang tertentu yang juga tidak luput dari objek kejahatan dalam penanganannya memerlukan pemahaman dari aparat yang menguasai bidang permasalahannya. Sesuai dengan hal ini, maka didalam KUHAP telah ditetapkan adanya penyidik pegawai negeri sipil. Penyidik pegawai negeri sipil adalah penyidik yang berasal dari departemen-departemen tertentu yang diusulkan atasan dari departemen-departemen yang bersangkutan yang diangkat oleh Menteri Kehakiman. Sebagaimana diketahui penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan hukum dalam bentuk skripsi penulis menetapkan judul “Tinjauan Tentang Asas Koordinasi Antara Penyidik Kepolisian Republik Indonesia Dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil”.

B. Rumusan Masalah

(13)

xiii C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan penelitian sudah barang tentu memiliki tujuan. Demikian pula dalam penelitian ini tujuan yang akan diperoleh adalah untuk mengetahui keberadaan asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia dalam peraturan perundang-undangan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bimbingan pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin dalam bidang hukum acara pidana.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang penelaahan ilmiah serta menambah cakrawala dibidang penelitian ilmiah.

2. Manfaat Praktis

Meningkatkan pengetahuan penulis tentang masalah-masalah dan ruang lingkup yang diteliti serta dikaji secara seksama.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang dipergunakan oleh manusia sebagai sarana untuk memperkuat, membina, mengembangkan serta menguji kebenaran ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis yang dilakukan secara metodologis dan sistematis, dengan menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah dan sistematis sesuai dengan pedoman atau aturan yang berlaku dalam pembuatan suatu karya ilmiah (Soerjono Soekanto, 1986 : 3).

(14)

xiv

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

2. Suatu teknik yang umum bagi penelitian.

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur

Metode penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan penelitian, sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan, menemukan, menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu penelitian tanpa metode penelitian.

Dengan demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang sangat signifikan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai, validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan metodenya.

Adapun metode atau teknis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yang penulis lakukan mendasarkan data sekunder sebagai objek kajian. 2. Sifat Penelitian

Penelitian ini ditinjau dari sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Adapun yang dimaksudkan dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran seluas-luasnya tentang gejala yang diteliti. Dalam hal ini penulis memberikan gambaran seluas-luasnya tentang keberadaan asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia. 3. Jenis Data

(15)

xv

Data sekunder adalah keterangan-keterangan atau pengetahuan yang secara tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan, bahan-bahan dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tulisan lainnya. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui KUHAP, pedoman KUHAP, serta peraturan perundangan lainnya.

4. Sumber Data

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang mendukung data primer. Sumber data sekunder berupa pendapat para ahli, dokumen-dokumen, tulisan-tulisan dalam buku ilmiah, dan literatur yang mendukung data (Ronny Hanityo Sumitro, 1988 : 53).

Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang penulis pergunakan berupa :

1) Bahan hukum primer terdiri atas :

(a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Tindak Pidana

(b)Pedoman Pelaksanaan KUHAP

(c) Undang-Undang No. 20 TAhun 2001 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

2) Bahan hukum sekunder :

Himpunan juklak dan juknis tentang penyidik pegawai negeri sipil 5. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang mengandalkan data sekunder sebagai kajian utama, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca serta mempelajari buku-buku serta literatur yang terkait dengan objek penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

(16)

xvi

bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan pemahaman dan intepretasi data (Abdul Kadir Muhammad, 2004 : 172).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu Bab I sampai dengan Bab IV. Adapun selengkapnya adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis kemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka terdiri dari dua sub bab yakni kerangka teoritis dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teoritis diuraikan tentang pengertian-pengertian : prinsip koordinasi, penyidikan, aparat yang berwenang melakukan penyidikan, berbagai tindakan dalam penyidikan yang meliputi : penangkapan, penahanan, penggeledahan, serta penyitaan. Sedangkan kerangka pemikiran menggunakan arah berpikir yang penulis lakukan dalam bentuk bagan disentrasi uraian dalam bentuk kalimat.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan hasil penelitian yang penulis lakukan yaitu tentang keberadaan asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia selanjutnya penulis ketengahkan pembahasan terhadap hasil penelitian tersebut. BAB IV : KESIMPULAN

(17)

xvii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Pengertian Prinsip Koordinasi

Pengertian koordinasi dalam Kamus Lengkap Bahasa adalah Penyesuaian dan Pengaturan yang baik, menyesuaikan dan mengatur yang baik. (Tanpa Tahun : 2009). Sedangkan prinsip saling koordinasi dalam proses hukum acara pidana menurut M. Yahya Harahap yaitu : Ketentuan-ketentuan yang menjalin instansi-instansi penegak hukum dalam suatu hubungan kerja sama yang dititik beratkan bukan hanya untuk menjernihkan tugas wewenang dan efisiensi kerja, tetapi titik berat kerja sama itu juga diarahkan untuk terbinanya suatu team aparat penegak hukum yang dibebani tugas dan tanggung jawab saling awas mengawasi dalam “Check in balace” antara mereka (Yahya Harahap, 1993 : 49).

2. Penyelidikan dan Penyelidik

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. (Pasal 1 angka 3 KUHP).

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa penyelidikan bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri, melainkan merupakan sub fungsi dan bagian tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan, yang dilingkungan Polri disebut sebagai kegiatan Reserse (H.M.A. Kuffal 2005 : 43).

(18)

xviii

pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas perkara dan penuntut umum (M. Yahya Harahap 1993 : 99). Penyelidik

Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1 angka 4 KUHP).

Berdasarkan perumusan tersebut diatas, maka dapat dikemukakan setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dari pangkat yang paling rendah sampai dengan pangkat yang paling tinggi adalah penyelidik.

3. Kewajiban dan Wewenang Penyelidik

Ketentuan Pasal :

(1)Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ; a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang ;

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ;

2. Mencari keterangan dan barang bukti ;

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri ;

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa : 1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,

penggeledahan dan penyitaan ; 2. Pemeriksaan dan penyitaan surat ;

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang ;

(19)

xix 4. Penyidik

Menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP, penyidik adalah pejabat POLRI atau pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 6 ayat (1) yang menegaskan penyidik adalah :

(1)Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

(2)Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 Bab II Pasal 2 ditentukan syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik sebagai berikut :

(1)Pejabat Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya berpangkat pembantu Letnan Dua Polisi.

(2)Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda tingkat I (golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu

Selain Penyidik dalam KUHAP dikenal adanya Penyidik pembantu.

Selanjutnya dalam Pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 diatur mengenai pengangkatan dan persyaratan penyidik pembantu, yaitu : (1)Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang

sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi.

(2)Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu.

5. Penyidikan

(20)

xx

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 ayat 2 KUHAP).

6. Wewenang Penyidik

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik mempunyai wewenang :

(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

(2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

(3) Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

(4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. (6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

(7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

(9) Mengadakan penghentian penyidikan

(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Di dalam melaksanakan tugasnya penyidik dapat melakukan berbagai tindakan yang berupa upaya paksa yang ditujukan terhadap seseorang yang disangka telah melakukan tindak pidana.

(21)

xxi

Di dalam proses penyidikan, penyidik memiliki berbagai upaya paksa antara lain sebagai berikut :

a) Penangkapan

Penangkapan adalah suatu tindakan-tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik atau penuntut suatu peradilan dalam hal serta menurut cara, yang telah diatur dalam Undang-undang ini. (Pasal 1 butir 20 KUHAP).

Penangkapan dilakukan dengan tujuan untuk memperlancar kepentingan penyidikan atau untuk kepentingan penyidikan, adapun dalam melakukan penangkapan harus terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penangkapan. Syarat tersebut ialah adanya bukti permulaan yang cukup dan atas dasar bukti permulaan yang cukup itulah seseorang yang diduga keras telah melakukan suatu tindakan pidana dapat ditangkap. (Pasal 17 KUHAP).

Adapun syarat-syarat untuk melakukan penangkapan adalah sebagai berikut :

(1)Syarat formal :

(a) Dilakukan oleh penyidik POLRI atau oleh penyidik atas perintah penyidik.

(b)Dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dari penyidik.

(c) Menyerahkan surat perintah penangkapan kepada tersangka dan tembusannya kepada keluarganya.

(2)Syarat material :

(a) Ada bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHP)

(22)

xxii

(b)Penangkapan paling lama untuk satu kali 24 jam

Penangkapan hanya bisa dilakukan untuk paling lama satu kali 24 jam, oleh karena itu apabila tenggang waktu sudah terlewati maka penangkapan itu berubah menjadi penahanan. (Darwan Prints, 1997 : 39-40).

Wewenang penangkapan harus memperhatikan asas hukum pidana yaitu asas praduga tak bersalah, untuk dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat anak sebagai kelompok yang tidak mampu atau belum mengetahui tentang masalah hukum yang terjadi pada diri anak itu.

Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan memperhatikan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat dimana ia diperiksa. (R. Subekti, 1994 : 23).

b) Penahanan (1)Pengertian

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu (Rumah Tahanan Negara) oleh penyidik atau penuntut umum, atau hukum dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. (Pasal 1 butir 21 KUHAP). Adapun Pasal ini menjelaskan mengenai bentuk penahanan yang dapat berupa :

(a) Ditahan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) (b)Tahanan rumah

(23)

xxiii

(2)Pejabat yang berwenang melakukan penahanan

Berdasarkan ketentuan Bab V Bagian Kedua Pasal 20-31 KUHAP pejabat yang berwenang untuk melakukan penangkapan adalah penyidik, penuntut umum serta hakim.

(3)Persyaratan penahanan

Perintah penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana, selain didasarkan pada bukti (alat bukti yang sah) yang cukup harus didasarkan pula pada persyaratan yang lain sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP yaitu :

(4)Dasar hukum penahanan

Dasar hukum/alasan obyektif

Tindakan penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun/lebih atau tindakan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP. Dasar kepentingan/alasan subyektif

Alasan penahanan yaitu adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

c) Penggeledahan

Di dalam KUHAP penggeledahan meliputi penggeledahan rumah dan penggeledahan badan perumusan sepenuhnya adalah sebagai berikut :

1) Penggeledahan rumah

(24)

xxiv 2) Penggeledahan badan

Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita (Pasal 1 butir 18).

3) Pejabat yang berwenang untuk melakukan penggeledahan

Berdasarkan ketentuan Bab V bagian ketiga (Pasal 32 sampai dengan 37) dan Bab XIV bagian kedua (Pasal 125 sampai dengan Pasal 127) mengatur dan memberikan wewenang untuk melakukan tindakan penggeledahan hanya kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia serta penyidik pegawai negeri sipil.

d) Penyitaan 1. Pengertian

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan peradilan (Pasal 1 butir 16 KUHAP).

2. Pejabat yang berwenang untuk melakukan penyitaan

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 16 jo Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 KUHAP, yang berwenang untuk melakukan penyitaan adalah pejabat penyidik.

Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1) KUHAP tindakan penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik setelah ada ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

(25)

xxv

Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Sebagaimana diketahui bahwa penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang sesuai dengan dasar hukumnya masing-masing. Adapun beberapa penyidik pegawai negeri sipil beserta wewenangnya adalah sebagai berikut ini :

1) Di lingkungan Direktorat Jendral Pajak, penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang antara lain :

(a) Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindakan pidana dibidang perpajakan ;

(b)Melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dan lain-lain, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Bab IX Pasal 44;

2) Di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi, penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang antara lain : (a) Menerima laporan tentang adanya tindak pidana

keimigrasian ;

(b)Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan, seorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian dan lain-lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian Bab VII Pasal 47.

(26)

xxvi

4) Di lingkungan Departemen Keuangan cq Direktorat Jendral Bea dan Cukai diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabean Bab IV Pasal 112 :

(1)Pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Direktorat Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang kepabean.

(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kewajibannya berwenang :

(a) Menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang kepabean ; (b)Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa

sebagai tersangka atau saksi ;

(c) Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana di bidang kepabean ;

(d)Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana dibidang kepabean ;

(e) Meminta keterangan dan bukti dari orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabean ;

(f) Memotret atau merekam melalui media audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana dibidang kepabean ;

(27)

xxvii (h)Mengambil sidik jari ;

(i) Menggeledah rumah tinggal, pakaian atau badan ; (j) Menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan

memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang kepabean ; (k)Menyita benda-benda yang diduga keras merupakan

barang yang dapat dijadikan sebagai bukti dalam perkara tindak pidana dibidang kepabean ;

(l) Memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan bukti dalam tindak pidana dibidang kepabean.

(m)Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan tindak pidana dibidang kepabean ;

(n)Menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang kepabean serta memeriksa tanda pengenal diri ;

(o)Menghentikan penyidikan ;

(p)Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang kepabean menurut hukum yang bertanggung jawab.

(28)

xxviii B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan uraian yang menjelaskan hubungan antara petugas PPNS dan Penyidik Polri di dalam penelitian yang dilandasi dengan Asas Koordinasi. Asas tersebut mengacu pada tugas dan wewenang dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Polri.Dimana tugas-tugas yang dijalankan Penyidik Pegawai Negeri Sipil tunduk dan berdasarkan atas perintah dan persetujuan dari Penyidik Polri. Dalam menjalankan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dapat meminta bantuan dan arahan kepada Penyidik Polri.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai kewajiban untuk membuat berita acara penyerahan penyelidikan kepada Kepala Kejaksanaan melalui Penyidik Polri. Asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Polri meliputi pengawasan, petunjuk, bantuan teknis. Koordinasi tersebut ditunjukkan guna membantu kinerja Polri dalam mengatasi tindak pidana.

PPNS

1. Menerima dan menyelidiki tentang laporan adanya tindak pidana

2. Mengumpulkan data bukti permulaan yang cukup

3. Penangkapan paling lama 1 x 24 jam

4. Membuat berita acara penyerahan penyelidikan 5. Menyusun berkas perkara

PENYIDIK POLRI

1. Mengeluarkan Surat Perintah penangkapan

2. Permintaan izin penyitaan 3. Menyerahkan berkas perkara

ke Kejaksaan

(29)

xxix

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Keberadaan asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, maka tentang prinsip-prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia dapat dikemukakan sebagai berikut.

Sebagaimana diketahui prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia landasan utamanya adalah ketentuan Pasal 7 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang bunyi perumusan selengkapnya adalah : penyidik pegawai negeri sipil mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Selanjutnya wujud prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia selengkapnya sebagai berikut ini :

1. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan

(30)

xxx 2. Permintaan Bantuan Penangkapan

Dalam hal penyidik pegawai negeri sipil akan melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana, maka penyidik pegawai negeri sipil harus mengajukan permintaan kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa tindakan penangkapan merupakan suatu tindakan yang telah merampas hak-hak asasi manusia, maka agar tindakan penangkapan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil ini dapat dipertanggung jawabkan, maka harus dilakukan dengan bantuan penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Atas permintaan bantuan penangkapan dari penyidik pegawai negeri sipil terhadap penyidik Kepolisian Republik Indonesia, maka oleh Kepolisian Republik Indonesia dikeluarkan surat perintah penangkapan, surat perintah penangkapan ini dibuat secara tersendiri dan dikeluarkan sebelum penangkapan.

3. Permintaan Bantuan Penahanan

Selanjutnya dalam hal penyidik pegawai negeri sipil akan melakukan tindakan hukum yang berupa penahanan kepada seseorang yang melakukan tindak pidana harus mengajukan bantuan kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Dalam penyidik pegawai negeri sipil akan melakukan penahanan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana, permintaan penahanan yang diajukan didasarkan atas alasan-alasan penahanan, yang antara lain meliputi : Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup bahwa tersangka diduga keras telah melakukan tindak pidana yang dapat dilakukan penahanan dan dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.

4. Berita Acara Penyerahan Penyidikan

(31)

xxxi

negeri sipil menyerahkan penyidikan kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Berita acara penyerahan penyidikan dari penyidik pegawai negeri sipil kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia antara lain didasarkan atas :

1. Surat permintaan bantuan penahanan

2. Surat pemberitahuan keputusan tentang persetujuan

Pemberian bantuan penahanan dari Kepala Kepolisian. Tujuan penyerahan berita acara penyidikan dari penyidik pegawai negeri sipil kepada penyidik Kepolisian Republik Indonesia yaitu untuk kelancaran jalannya proses penyidikan. Dalam penyerahan berita acara penyidikan dilengkapi dengan persyaratan administrasi yang meliputi :

1. Laporan kejadian

2. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan 3. Hasil pemeriksaan

4. Barang-barang bukti yang disita

Serah terima berita acara penyidikan, dilakukan di Kantor Kepolisian dengan cara kedua belah pihak meneliti terlebih dahulu kelengkapan penyerahan penyidikan, dan disaksikan oleh dua orang saksi dari kepolisian dan instansi penyidik pegawai negeri sipil.

5. Permintaan Izin Penyitaan

Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 16 : Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, wujud atau tidak berwujud. Untuk kepentingan pembuktian dan penyelidikan, penuntutan dan peradilan.

Tentang ketentuan pelaksanaan penyitaan dirumuskan dalam Pasal 38 :

(1)Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat ijin ketua pengadilan negeri setempat.

(32)

xxxii

terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentutan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa tindakan penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia, dengan disyaratkan :

a. Penyidik harus terlebih dahulu mengajukan ijin kepada ketua pengadilan negeri setempat sebelum melakukan penyitaan

Dalam keadaan yang sangat mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan hanya terlebih dahulu minta ijin kepada ketua pengadilan negeri setempat.

Penyidik PNS dapat melakukan penyitaan, akan ulangi dalam hal penyidik PNS akan melakukan penyitaan maka penyitaan yang akan dilakukan harus melalui penyidik kepolisian.

6. Penyusunan Berkas Perkara

Penyidik pegawai negeri sipil setelah mengumpulkan bukti-bukti dalam penyidikan, berkewajiban menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan melalui kepala kepolisian. Materi berkas perkara memuat tentang identitas tersangka secara lengkap, status penahanan dan penyebutan barang-barang bukti.

7. Penghentian Penyidikan

Ketentuan mengenai penghentian penyidikan dirumuskan dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP : Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan menyatakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan kepada penuntut umum, tersangka agar keluarganya.

Berdasarkan rumusan Pasal 109 ayat (2) KUHAP tersebut maka alasan penghentian penyidikan adalah :

(33)

xxxiii

b. Peristiwanya bukan menyatakan tindak pidana c. Penyidikan dihentikan demi hukum ini meliputi :

(1)Berlakunya asas mekisris (2)Tersangka meninggal dunia

(3)Berlakunya tenggang waktu dakwaan

Penyidik pegawai negeri sipil apabila bermaksud akan melakukan penghentian penyidikan maka diharuskan terlebih dahulu memberitahukan kepada penyidik kepolisian.

Selanjutnya untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai asas koordinasi antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia berikut ini penulis kemukakan contoh formulir administrasi penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Perihal : Pembertahuan dimulai- Kepada

nya penyidikan. Yth. KEPALA KEJAKSAAN ………..

1. Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari ……… tanggal …..………. Tahun 199 … telah dimulai penyidikan tindak pidana ………. Undang-undang/ Peraturan ………. c) Atas nama tersangka :

a. ……….

(34)

xxxiv

c. ……….

2. Dasar Penyidikan:

a. Laporan Kejadian No. : ……….

b. Berita Acara ………...

tanggal ……… tahun ……….

c. ……….

Terlampir

3. Demikian untuk menjadi maklum.

Mengetahui

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ………

……… NIP: ………

……….. SERSE: A.3.04.

KEPOLISIAN ……….

………...a) ………..………… 19 …..

No. Pol. : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Pembertahuan dimulai- nya penyidikan.

Kepada

Yth. KEPALA KEJAKSAAN ………... di

……… 1. Bersama ini diteruskan surat pemberitahuan dimulainya

(35)

xxxv

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal

………. Undang-undang/Peraturan

………. b) atas nama tersangka :c)

a. ……….

b. ……….

c. ……….

d. ……….

2. Demikian untuk menjadi malum

KEPALA KEPOLISIAN ……… d) Selaku

Penyidik

……… NIP: ……… Tembusan: (Tanda lampiran)

1. Kesatuan atas Polri 2. PNS ……….

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa dalam hal ini Penyidik

Pegawai Negeri Sipil telah mulai melakukan penyidikan, maka Penyidik Pegawai

Negeri Sipil memberitahukan kepada Kepala Kejaksaan melalui Kepala Kepolisian,

selanjutnya Kepala Kepolisian setempat memberitahukan lebih lanjut pemberitahuan

dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada saat mulai melakukan penyidikan dalam

surat tersendiri. Pemberitahuan dari Penyidik Kepolisian kepada Kepala Kejaksaan

antara lain secara tegas telah menentukan nama tersangka, serta guna tindak pidana

yang dilakukan.

………a) PPNS: A.4.

Nomor : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Permintaan Bantuan Penangkapan

(36)

xxxvi

Yth. KEPALA KEPOLISIAN ………... di

……… Up. KEPALA ………RESERSE.

1. Berdasarkan :

a. Laporan kejadian No. :……… tanggal …………. b. Laporan Kemajuan penyidikan No.: ………..

tanggal ………..

c. ………b)

Maka tersangka:

Nama : ………

Tempat/tanggal lahir : ………

Pekerjaan : ………

Alamat : ………

Jenis Kelamin : ………

Diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup, telah melakukan tindak pidana di bidang ………. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……… Undang-undang ……….. jo Pasal 112 ayat (2) KUHAP. 2. Terhadap trsangka telah dipanggil secara sah dua kali

ber-turut-turut tetapi tidak memenuhi panggilan tanpa alasa yang sah.

3. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum berupa penangkapan terhadap tersangka tersebut pada angka satu di atas.

4. Guna keperluan tersebut dimohon bantuan Kepala untuk me-lakukan penangkapan terhadap tersangka/saksi tersebut. 5. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap kabar

hasilnya.

(37)

xxxvii

……….. NIP. ……….

………a) SERIE: A.5.01

……… ..., ……… 19 ...

No. Pol. : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Permintaan Bantuan Kepada

Penangkapan. Yth. KEPALA ……….

……….. di

………

Up. KEPALA ………RESERSE.

1. Rujukan surat Saudara tanggal ……….19.... No.: ……..……….. perihal sebagaimana tersebut pokok surat di atas dengan ini diberitahukan bahwa : a. Setelah mempelajari surat permintaan tersebut beserta

lampirannya berkesimpulan bahwa terdapat/tidak terdapat b) bukti permulaan yang cukup untuk melakukan pe-nangkapan.

b. Menyetujui/menolak c) permintaan bantuan penangkapan atas nama tersangka :

Nama : ………

Tempat/tanggal lahir : ………

Pekerjaan : ………

Alamat : ………

Jenis Kelamin : ………d)

(Tindasan Surat Perintah Penangkapan terlampir). d) 2. Demikian untuk maklum.

(38)

xxxviii

……… Nip. ………..

Berkaitan tentang penangkapan terhadap tersangka Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam hal melakukan penangkapan diwajibkan pula untuk mengajukan bantuan penangkapan kepada Penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Sudah barang tentu dalam hal Penyidik Pegawai Negeri Sipilberkehandak untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka harus memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam KUHAP yang antara lain ditetapkan dalam Pasal 112 ayat (2);

1. Tersangka diduga keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

2. Tersangka telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tetapi tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.

3. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum berupa penangkapan terhadap tersangka.

KANTOR …………. PPNS: A.8

………..a) …………., ………19…

Nomor : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Permintaan ijin / Ijin Khusus Penyitaan

Kepada

Yth. KETUA PENGADILAN NEGERI

………. di

……… 1. Berdasarkan :

(39)

xxxix

b. Hasil pemeriksaan : ………..

c. ………

Tersangka :

Nama : ………

Tempat/tanggal lahir : ………

Alamat : ………

Diduga telah melakukan tindak pidana di bidang …………. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..……….. Undang-undang/Peraturan .………b) 2. Untuk kepentingan penyidik diperlukan tindakan hukum

penyitaan barang bukti berupa : ……… 3. Guna keperluan penyitaan diharapkan kiranya Ketua dapat

menerbitkan surat ijin/ijin khusus dimaksud.

4. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap keputusan.

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ……….d)

Tembusan :

Kepala Kepolisian ……... ……….

………… ………..a) PPNS: A.8.01

……….. PRO YUSTITIA

SURAT PERINTAH PENYITAAN No. : ……….

Pertimbangan : Untuk kepentingan penyidikan tindak pidana yang menjadi lingkup tugas dan wewenang PPNS ……… perlu dilakukan tindakan penyitaan.

(40)

xl

6. Surat ijin penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri ……. ………… nomor …..………. tanggal ………….………

D I P E R I N T A H K A N

K e p a d a : 1. Nama : ………..

Pangkat : ………..

Jabatan : ……….…. selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil

2. Nama : ………..

Pangkat : ………..

Jabatan : ……….…. selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil

U n t u k : 1. Melakukan penyitaan barang bukti berupa :

a. …….……….……….…

b. …….……….………….…

c. …….……….……….……

d. …….……….………….……

2. Setelah melaksanakan surat perintah ini segera membuat Berita Acara

3. Melaksanakan perintah ini dengan seksama dan penuh rasa tanggung jawab

4. Surat perintah ini berlaku dari tanggal ……… sampai tanggal ……….

DIKELUARKAN DI …………..………… PADA TANGGAL ………...………..

PENYIDIKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ……… d)

(41)

xli

………a) PPNS: A.8.02.

……… ..., ……… 19 ….

Nomor : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Permintaan Bantuan Penyitaan

Kepada

Yth. KEPALA KEPOLISIAN ………... di

……… 1. Berdasarkan:

a. Laporan kejadian ………. No.: ……….. tanggal ………..

b. Berita acara ……….

c. ………..

Tersangka:

Nama : ………...

Tempat/tanggal lahir : ………...

Pekerjaan : ………...

Alamat : ………...

Diduga telah melakukan tindak pidana ……….. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……… Undang-undang ………..……… b)

2. Untuk kepentingan penyidikan diperlukan tindakan hukum berupa penggeledahan:

a. ……….

b. ……….

(42)

xlii

3. Untuk keperluan tersebut pada butir 2 di atas, diminta bantu-an Kepala Kepolisibantu-an ……… guna melakukan penggeledahan dan sebagai bahan pertimbangan dilampirkan laporan kemajuan penyelidikannya.

4. Demikian untuk menjadi maklum dan mengharap khabar hasilnya

………..

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ………..

……… Nip. ………

KEPOLISIAN……… SERSE: A.8.03.

……… a) …………,………. 19

No. Pol. : Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Permintaan Bantuan Penyitaan

Kepada

Yth. KEPALA ………..… ………...b )

di

……….. Up. PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ………..

(43)

xliii

1. Setelah mempelajari surat permintaan tersebut beserta lampirannya berkesimpulan bahwa terdapat/tidak terdapat c) cukup alasan untuk dilakukan penyitaan.

2. Menyetujui/menolak c) permintaan bantuan penyitaan barang bukti berupa :

a) ………

….

b) ………

….

c) ………

….

b. Demikian untuk maklum.

KEPALA KEPOLISIAN ……… SELAKU PENYIDIK

……… Pangkat ………….…….. Nip…………..

Dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil akan melakukan penyitaan, maka hal ini pun mengajukan ijin kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengajuan ijin inipun harus melalui Kepala Kepolisian setempat. Atas dasar surat bantuan yang diajukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam hal akan melakukan penyitaan tersebut, maka Kepala Kepolisian dapat menyetujui atau sebaluknya menolak. Permohonan pengauan yang akan diteruskan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Kepolisian ……….. SERSE :

C.1.05.

……….... Jakarta…………...19 …

(44)

xliv Lampiran : Satu rangkap dua. Perihal : Pengiriman berkas

Perkara PPNS …... An. Tersangka …..

Kepada

Yth. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI ………. ………. di.

……….

1. Bersama ini diteruskan Berkas Perkara dari PPNS …….. ……….No. : ……….. tanggal ………. Dalam rangkap dua atas nama tersangka.

Nama : ………..………...

Umur : ………..………...

Pekerjaan : ...………... Dalam perkara pidana bidang ………….. ( diuraikan jenis tindakan pidna yang disangka di lakukan waktu dan tempat kejadian serta Pasal pidana dan undang-undang yang dilanggar).

2. Tersangka tersebut diatas di tahan/tidak di tahan di ……. …………. ( kalau ditahan. Surat perintah Penahanan, surat perintah perpanjangan Penahanan dan lain-lain). 3. Barang-barang bukti yang tesebut dalam daftar barang

bukti di sirmpan di ……….... 4. Selain melanggar Pasal-Pasal dalam undang-undang

tersebut diatas, disarnkan juga untuk dikaitkan dengan Pasal-Pasal ………..KUHP 5. Demikian intuk menjadi maklum dan mohon kabar

perkembangan selanjutnya.

(45)

xlv

Penyidik

( ……… ) Tembusan :

1. Kesatuan atas polri. 2. PPNS.

……….a) PPNS :

A.10.

………...

SURAT KETERANGAN No. : ………

tentang

PENGHENTIAN PENYIDIKAN

Menimbang : Bahwa berdasarkan hasil penyidikan terhadap tersang-ka. Saksi dan barang-barang bukti ternyata bahwa peristiwa yang diduga sebagai tindakan pidana dibidang……… ……….. b).

Yang di persangkakan kepada tersangka, tidak cukup bukti atau peristiwa berikut bukan merupakan tindakan pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum sehingga perlu menghentikan penyidikan atas perkara tersebut.

Mermperhatikan : 1. Surat No. : ………tanggal …….…... perihal perihal dimulainya penyidikan atas nama

(46)

xlvi

c). yang diduga telah melakukan tindak pidana... ... sebagai mana dimaksud

dalam Pasal ...

……….……….. d).

2. Berita acara pemeriksaan tersangka/saksi atas nama ……….. tanggal ……….. Dasar : Pasal 109 ayat (2) KUHP.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : Menghentikan penyidikan perkara atas nama :

Nama :... Jenis kelamin : ... Tempat/Tgl. lahir : ...

Tempat tinggal : ……… Terhitung mulai tanggal……… tahun …..………

DIKELUARKAN DI : ………

PADA TANGGAL : ………

PENYIDIK PEGAWAI NEGEI SIPIL ……….………..e)

...

Dasar atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil akan melakukan penghentian penyidikan, hal inipun harus mendapat persetujuan dari Penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Dalam hal penghentian penyidikan ini benarbenar diperlukan keseksamaan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil setelah mempelajari secara cermat kasus yang dihadapi dengan mengkaitkan antara proses pemeriksaan terhadap tersangka, pemeriksaan terhadap para saksi serta mengkaitkan dengan barang-barang bukri yang ada.

(47)

xlvii

Berdasarkan hasil penelitian tentang asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia, maka penulis kemukakan sebagai berikut : Asas koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia memiliki ciri-ciri :

1) Kemandirian, dalam arti bahwa koordinasi dan pengawasan tidak akan mengurangi dan akan dijalankan secara profesional sesuai dengan asas kemandirian dari setiap departemen.

Menurut pendapat penulis yang dimaksudkan dengan prinsip kemandirian ini, maka instansi tempat bernaung dari penyidik pegawai negeri sipil yang berada dalam departemen tertentu, dengan pengawasan dari kepolisian tidak akan mengurangi sifat keprofesionalan dalam pelaksanaan tugasnya.

Penyidik pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan bidang tugasnya tetap berpegang pada prinsip profesionalisme. Prinsip profesionalisme dalam arti bidang pekerjaan yang ditangani merupakan bidang yang bersifat khusus sehingga memerlukan keahlian tersendiri bagi pejabat yang sebagai angkutan yang menangani bidang pekerjaannya.

Mengingat tugas penyidikan merupakan tugas yang bersifat khusus, pada dasarnya tugas penyidikan berada di instansi kepolisian, maka berdasarkan prinsip koordinasi ini, menjadi perpaduan antara keprofesionalan dibidang pekerjaan masing-masing penyidik pegawai negeri sipil dengan keprofesionalan dibidang penyidikan.

2) Kebersamaan, dalam arti bahwa koordinasi dan pengawasan tidak akan mengurangi integritas pemimpin dan kewenangan dari departemen tersebut

(48)

xlviii

Integritas dari masing-masing departemen akan tetap menampak manakala masing-masing pihak dalam menjalankan tugasnya dapat menunjukkan serta mewujudkan identitas masing-masing dalam rangka koordinasi.

Kebersamaan dapat diartikan melakukan perpaduan antara satu departemen dengan departemen lainnya dalam rangka melaksanakan bidang pekerjaan yaitu penyidikan.

3) Legalitas dalam arti bahwa koordinasi diselenggarakan berdasarkan hukum yang berlaku yaitu sebagaimana tercantum dalam KUHAP.

Menurut penulis yang dimaksudkan dengan hal ini bahwa bidang penyidikan adalah merupakan salah satu bagian dari proses acara pidana, maka dengan sendirinya legalitas dari prinsip koordinasi harus berdasarkan KUHAP.

Mengenai hal ini ketentuan tentang legalitas ini dapat dilihat atas dasar ketentuan-ketentuan :

Pasal KUHAP (1)Penyidik adalah :

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang

Pasal 7 ayat (2) KUHAP, Pasal 107 ayat (1), dan Pasal 107 ayat (2) :

a. Pejabat penyidik pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI (Pasal 7 ayat (2) KUHAP).

b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil dan memberikan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1).

(49)

xlix

d. Penyidik pegawai negeri sipil menyerahkan hasil penyidikan yang telah selesai kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI (Pasal 107 ayat (3).

Selanjutnya dalam asas koordinasi terkandung beberapa prinsip yang lain yaitu :

a. Pengawasan b. Petunjuk

c. Bantuan penyidikan d. Bantuan technis e. Bantuan taktis

f. Bantuan upaya paksa g. Tindak pidana tertentu

Adapun yang dimaksudkan dengan hal-hal tersebut diatas adalah :

a. Pengawasan

Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka pelaksanaan penyidikan yang sedang dilakukan dapat dibenarkan secara material maupun formil dan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Wujud pengawasan dapat berupa :

1) Pengawasan kegiatan penyidikan yang sedang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil atau memberikan pengarahan teknis

2) Pengarahan teknis dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan penyidik pegawai negeri sipil.

3) Penelitian berkas perkara hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil dan memberikan petunjuk bila terdapat kekurangan-kekurangan.

(50)

l

Petunjuk adalah tuntutan atau bimbingan yang diberikan oleh penyidik POLRI kepada penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka pelaksanaan penyidikan.

c. Bantuan penyidikan

Adalah bantuan yang diberikan oleh penyidik POLRI kepada PPNS, diminta atau tidak diminta berdasarkan tanggung jawabnya, dalam rangka pelaksanaan penyidikan, yang meliputi bantuan teknis, bantuan taktis dan upaya paksa.

d. Bantuan teknis

Bantuan teknis adalah bantuan yang diberikan oleh penyidik POLRI kepada penyidik pegawai negeri sipil, yang berupa keahlian (antara lain identifikasi dan labkrim Polri untuk kepentingan penyidikan).

Identifikasi adalah sebagai suatu proses untuk mengidentifikasi suatu peristiwa yang telah terjadi ke dalam identifikasi kasus. Dalam identifikasi ini antara lain dari kasus yang terjadi akan diidentifikasi tentang :

1. Pelaku tindak pidana ;

2. Tempat terjadinya tindak pidana ; 3. Waktu terjadinya tindak pidana ;

4. Pasal-Pasal yang telah dilanggar pelaku ; 5. Cara melakukan tindak pidana ; serta 6. Barang-barang bukti yang diketemukan.

Laboratorium Polri atau yang dimaksud adalah laboratorium kriminal yaitu suatu tempat untuk menguji tentang sesuatu barang yang diketemukan yang perlu dilakukan untuk diuji secara laboratorium.

e. Bantuan Taktis

(51)

li

personil tenaga bantuan yang berikut pelaksanaannya untuk kepentingan penyidikan.

f. Bantuan upaya paksa

Adalah bantuan yang diberikan oleh penyidik Polri kepada penyidik pegawai negeri sipil berupa kegiatan penindakan yang wewenangnya telah dimiliki oleh penyidik pegawai negeri sipil.

Sebagaimana diketahui berbagai upaya paksa yang menjadi wewenang penyidik Polri antara lain :

1. Melakukan penangkapan 2. Penahanan

3. Penggeledahan 4. Penyitaan

Selanjutnya dapat diketahui bahwa dalam prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia terkandung unsur-unsur :

1. Pengawasan

Adapun yang dimaksudkan dengan hal ini adalah tindakan pengawasan yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan oleh karena dalam melaksanakan tindakan penyidikan, penyidik pegawai negeri sipil meskipun secara pasti menguasai bidang tugasnya, akan tetapi masalah teknis dan taktis pelaksanaan penyidik sepenuhnya berada pada pihak penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

(52)

lii

Selain itu dalam rangka pengawasan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai negeri sipil terkandung unsur monitoring data tindak pidana yang ditangani, analisis, serta evaluasi.

2. Pembinaan kemampuan

Sebagaimana dikatakan bahwa kemampuan teknik dan taktik penyidikan penyidik pegawai negeri sipil berada dibawah pembinaan penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini dikarenakn dalam ruang lingkup yang luas, yakni dalam sistem peradilan pidana, komponen penyidikan berada pada Kepolisian Republik Indonesia.

Perlu dikemukakan bahwa dalam sistem peradilan pidana terdiri dari beberapa sub sistem antara lain : kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta lembaga pemasyarakatan.

3. Pemberian petunjuk

Prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia meliputi pula pemberian petunjuk. Pemberian petunjuk yang diberikan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai negeri sipil dapat diartikan pula sebagai pemberian petunjuk. Petunjuk yang diberikan oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai negeri sipil disebabkan karena masalah penyidikan merupakan masalah yang bersifat teknis dan merupakan keahlian tersendiri. Wujud pemberian petunjuk meliputi : a. Taktik dan teknik penyidikan

(53)

liii 4. Pengendalian

Pada prinsipnya penyidik pegawai negeri sipil bertanggung jawab sampai tuntas atas tindakan penyidikan yang dilakukan atas dasar landasan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya. Berdasarkan hal tersebut maka penyidik Kepolisian Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk mengendalikan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil.

Yang dimaksudkan dengan mengendalikan yaitu tidak terbatas hanya mengawasi, akan tetapi manakala tindakan penyidik pegawai negeri sipil diperkirakan telah melampoi batas kewenangan, maka penyidik Kepolisian Republik Indonesia memerintahkan kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk tidak berbuat demikian, oleh karenanya telah melampaui batas kewenangan.

5. Evaluasi

Dalam prinsip koordinasi antara penyidik pegawai negeri sipil dengan penyidik Kepolisian Republik Indonesia dapat dikatakan adanya sifat evalusif, yang dimaksudkan dengan hal ini yaitu bahwa penyidik Kepolisian Republik Indonesia berperan mengevaluasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil setiap langkah yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil dalam proses penyidikan dievaluasi oleh penyidik Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 dan peraturan Perundangan lainnya.

(54)

liv 6. Rekomendasi

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya selalu berada dalam koordinasi penyidik Kepolisian Republik Indonesia. Dalam kaitan dengan hal ini dapat dikatakan bahwa tindakan dari penyidik Kepolisian Republik Indonesia terhadap penyidik pegawai negeri sipil dikatakan bersifat rekumendatif.

(55)

lv

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang keberadaan Asas Kordinasi Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, dikaitkan dengan teori-teori yang ada dapat dtarik kesimpilan sebagai berikut :

Asas Koordinasi Antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dengan Penyidik Kepolisian Repubulik Indonesia di dalam peraturan perundang-undangan bersifat koordinatif, pengawasan, pembinaan kemampuan serta pemberian petunjuk. Dapat dkemukakan bahwa meskipun tindak pidana yang ditangani oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan tindak pidana yang menyangkut ruang lingkup kedinasan dari departemen dari Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi dalam pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam proses akhir sepenuhnya tetap berpegang teguh pada pertimbangan yang diberikan oleh Penyidik Kepolisian Republik Indonesia.

B. Saran

1. Saran yang penulis kemukakan ditujukan baik kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil maupun kepada Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal memahami asas koordinasi ini hendaknya berpegang teguh pada prinsip penegakan hukum yang bersendikan kepada kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan.

(56)

lvi

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, 2005. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Darwan Prints, 1998. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta : Djambatan. Hari Sasangko dan Lily Rosita, 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara

Pidana. Bandung: Mandar Maju.

H.M.A Kuffal, 2005. Perencanaan KUHAP Dalam Praktik Hukum. Malang : UMM Press.

M. Yahya Harahap, 1993. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Pustaka Kartini.

Ronry Hanityo Sumitro, 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soerjono Soekanto, 1996. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press. Subekti, 2007. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.

Humpunan Juklak dan Jurknis tentang penyidik Pegawai Negeri Sipil. Jakarta Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Pembebasan virion terjadi menyerupai kuntum-kuntum, memenag telah diketahui bahwa selubung partikel virus terdiri dari membran hospes yang mememng dapat dimodifikasi oleh

1) Memberikan ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam masa persalinan dengan preeklamsia berat, sehingga harus mendapatkan penanganan lebih lanjut.. 2) Memasangkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui analisis dan perhitungan kerugian piutang jika perusahaan menggunakan metode saldo piutang dinaikan dan

His theory is usable only by moral agents capable of seeing the long-run implications of policies for whole systems, natural and social, and he believed that we moral agents do

Termasuk di dalam kegiatan fotografi forensik adalah pemilihan pencahayaan yang benar, sudut pengambilan lensa yang tepat, dan pengambilan gambar dari berbagai

Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin,

Mu’in” karangan Syaikh Imam Zainudin Abdul Aziz Al Mailabari dan sumber data sekunder berupa buku-buku pendukung yang terkait dengan perwakilan perwalian, data

Implementasi framework laravel pada sistem informasi penyewaan kamera di rumah kamera semarang yang berbasis web, dapat digunakan untuk memudahkan pelanggan dalam