• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh suhu terhadap laju respirasi ke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengaruh suhu terhadap laju respirasi ke"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ‘RESPIRASI DAN PERTUMBUHAN’

oleh: KELOMPOK VI

PRODI BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN: ‘RESPIRASI DAN PERTUMBUHAN’

oleh: Kelompok VI

Yogyakarta, 9 November 2014

Nama NIM Tanda tangan

Asih Rahayu 13304241009

Nurul Jannah Yuliani 13304241018 Rieska Dies Rahmawulan 13304241019

Setiarti Dwi Rahayu 13304241031

Linda Indriawati 13304241039

Mengetahui:

Dosen Pembimbing / Asisten Praktikum

(………)

PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI KECAMBAH I. Tujuan

(3)

Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju respirasi kecambah

II. Tinjauan Pustaka

Proses tumbuh merupakan salah satu aktivitas fisiologi. Pada proses pertumbuhan ini banyak dipengaruhi berbagai faktor lingkungannya salah satunya seperti suhu udara. Proses pertumbuhan memiliki keterkaitan fungsi dengan aktivitas fisiologi lain yang merupakan satu kesatuan fungsi. Aktivitas fisiologi yang terkait dengan proses tumbuh ini antara lain meliputi respirasi, transpirasi, absorbsi, transportasi bahan, fotosintesa, dan proses biosintesa lainnya.

Semua sel hidup melakukan respirasi secara terus-menerus untuk mencukupi kebutuhan energinya. Pada umumnya respirasi merupakan proses oksidasi substrat glukosa, berlangsung dalam rangkaian proses pemecahan (katabolisme) yang melibatkan sistem enzim pada glikolisis (jalur EMP) dan daur Trikarboksilat (daur krebs). Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaran substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan menghasilkan rasio CO2/O2 tertentu disebut “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2014).

Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)

(4)

Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Secara umum, respirasi dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + ENERGI

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini dikarenakan membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron.

Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2 dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007). Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).

Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).

(5)

ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995).

Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O (proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis (anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2. (Salisbury & Ross, 1995).

Berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan substrat

(6)

yang menyebabkan laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury & Ross, 1995).

2. Ketersediaan oksigen

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.

3. Suhu

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1, jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25°C menjadi 45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).

4. Jenis dan umur tumbuhan

(7)

III. Metode Praktikum

a. Tempat dan Waktu Praktikum

Tempat Praktikum : Laboratorium Biokimia

Waktu Praktikum :

Hari dan tanggal : Selasa, 4 November 2014

Pukul : 11.00 – 13.00 WIB

b. Alat dan Bahan

1. Enam (6) buah botol jam dan penutupnya

2. Enam (6) buah Erlenmeyer 250 ml dan seperangkat alat titrasi

3. Pipet tetes, thermometer, kain kasa, benang (karet) dan kantung plastik 4. Kecambah kacang hijau

5. Larutan KOH 0,5 N; HCl 0,1 N; Indikator PP

c. Prosedur

Menimbang biji kacang hijau dan kecambahnya masing-masing 25 gr, kemudian dibungkus dengan kain kasa dan dikat dengan benang

Menyiapkan botol jam dan mengisi masing-masing botol dengan 100 ml 0,5 N KOH

Memasukkan dalam 3 botol jam (botol 1, 2, dan 3) membungkus kecambah kacang hijau dengan cara digantungkan dengan benang pada

mulut botol. Dalam 3 botol yang lain (botol 4, 5, dan 6) hanya diisikan larutan KOH 0,5 N sebagai kontrol

(8)

Menghentikan percobaan setelah sekian jam. Kemudian melakukan titrasi

Mengambil larutan KOH dari botol jam sebanyak 25 ml dan menaruhnya ke dalam erlenmeyer kemudian mengukur suhunya

Melakukan perlakuan sebagai berikut Botol 1 dan 4 : memasukkan ke dalam pendingin Botol 2 dan 5 : memasukkan ke dalam incubator, suhu 350C

Botol 3 dan 6 : menempatkan pada suhu kamar

Kemudian menempatkan keenam botol tersebut dengan perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan memberi label yang jelas

Meneteskan pada larutan tersebut 1 tetes indicator PP

Menitrirkan larutan tersebut dengan menggunakan larutan 0,1 N HCl. Kemudian menghentikan titrasi tepat pada saat warna merah larutan

Mencatat berapa banyak larutan HCl yang dibutuhkan

(9)

IV. Hasil Pengamatan Respirasi Kecambah Kacang Hijau 1. Perlakuan suhu kamar/suhu ruang

Kelompok

Rata-rata 94,5 94,6 74,5 74,5 30 30

Rata-rata

akhir 94,55 74,5 30 30

2. Perlakuan di dalam inkubator

Kelompok

Rata-rata 97,2 99,2 131,4 131,5 35 35

Rata-rata

akhir 98,2 131,45 35 35

3. Perlakuan di dalam lemari es

Kelompok Volume HCL Suhu ( 0C)

Rata-rata 146,3 143,3 125 128 129 136 13,6 11,5

Rata-rata

(10)

1000

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi: Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)

KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X

100

ml

1000

grol = 0,05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 94,55 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,009455 grol) =

0,040545 grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol CO2.

Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,040545 grol = 0,020273

grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

(11)

1000

5

,

74

T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303

V

1

303

=

22

,

4

273

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22

,

4

303

0,020273

273

= 0,504006 liter

Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0,504006

22

= 0,022909 liter

b. Kontrol

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi: Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2) KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X

100

ml

1000

grol = 0,05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 74,5 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,00745 grol) = 0,04255 grol

(12)

Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,04255 grol = 0,021275 grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

V

1

T

1 =

V

2

T

2

Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol = 22,4 liter

T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303

V

1

303

=

22

,

4

273

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22

,

4

303

0,021275

273

= 0,528929

liter

Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0,528929

22

= 0,024042 liter

2. Perlakuan di dalam inkubator a. Dengan kecambah

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi: Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2) KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X

100

ml

1000

grol = 0,05 grol

(13)

1000

98,2

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,00982 grol) = 0,04018 grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol CO2.

Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,04018 grol = 0,02009 grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

V

1

T

1 =

V

2

T

2

Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol = 22,4 liter

T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 35 + 273 = 308

V

1

308

=

22

273

,

4

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22

,

4

308

0,02009

273

= 0,50771

liter

Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0,50771

22

= 0,023078 liter

b. Kontrol

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi: Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

(14)

1000

131,45

Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2) KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X

100

ml

1000

grol = 0,05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 131,45ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,013145 grol) =

0,036855 grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol CO2.

Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,036855 grol = 0,018428

grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

V

1

T

1 =

V

2

T

2

Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol = 22,4 liter

T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 35 + 273 = 308

V

1

308

=

22

273

,

4

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22

,

4

308

0,018428

273

= 0,465696

liter

Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0,465696

(15)

1000

138,2

3. Perlakuan di dalam lemari es a. Dengan kecambah

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi: Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2) KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X

100

ml

1000

grol = 0,05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 138,2 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,01382 grol) = 0,03618

grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol CO2.

Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,03618 grol = 0,01809

grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

V

1

T

1 =

V

2

T

2

Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol = 22,4 liter

T1 = 00 C = 273 0K

(16)

1000

131

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 13,6 + 273 = 286,6

V

1

286

,

6

=

22

273

,

4

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22

,

4

286,6

0,01809

273

= 0,425403

liter

Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0,425403

22

= 0,019336 liter

b. Kontrol

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi: Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2) KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X

100

ml

1000

grol = 0,05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 131 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,0131 grol) = 0,0369

grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol CO2.

Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,0369 grol = 0,01845

(17)

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

V

1

T

1 =

V

2

T

2

Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol = 22,4 liter

T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 11,5 + 273 = 284,5

V

1

284

,

5

=

22

273

,

4

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22

,

4

284,5

0,01845

273

= 0,430689

liter

Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0,430689

22

= 0,019577 liter

VI. Pembahasan

Percobaan yang dilakukan pada hari Selasa, tanggal 4 November 2014 yang berjudul Respirasi dengan topik bahasan Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju respirasi kecambah.

Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan percobaan ini yaitu botol jam dan penutupnya; Erlenmeyer dan seperangkat alat titrasi; pipet tetes, thermometer, kain kasa, karet, dan kantung plastik; kecambah; larutan KOH, HCl, indicator pp dan air.

Percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju respirasi kecambah. Dalam percobaan respirasi tumbuhan ini, menggunakan kecambah yang diberi perlakuan suhu yang berbeda yaitu di kulkas (13oC), suhu kamar(30oC), dan inkubator (35oC). Dari ketiganya dibandingkan dengan perlakuan suhu blanko meliputi suhu rendah (11,5oC), suhu kamar (30oC), suhu tinggi (35oC).

(18)

benang. Kemudian memasukkan bungkusan kecambah kacang hijau dengan cara digantungkan dengan benang pada mulut botol jam yang sudah diisi menggunakan larutan KOH. Pada salah satu botol jam yang lain, hanya diisikan larutan KOH sebagai kontrol. Kemudian memasukkan botol 3, 6, dan 8 pada suhu kamar; memasukkan botol 2,5,7, dan 8 ke dalam inkubator hingga diperoleh suhu 350C; dan memasukkan botol 1,4, dan 7 di lemari es. Kemudian mendiamkan selama 21 jam.

Hasil yang diperoleh dalam percobaan yaitu pada suhu rendah (dalam lemari es) diperlukan volume HCl sebesar 138,2 ml, pada percobaan suhu kamar diperlukan volume HCl sebesar 94,55 ml sedangkan pada percobaan suhu tinggi diperlukan volume HCl sebesar 98,2 ml. Sedangkan, hasil untuk suhu kontrol memerlukan volume HCl masing-masing sebagai berikut : suhu rendah 131 ml, suhu kamar 74,5 ml, suhu tinggi 131,45 ml. Jika diperhatikan diperoleh perbandingan volume HCl pada perlakuan kontrol yaitu volume HCl pada suhu kamar lebih kecil dari volume HCl pada suhu rendah, dan volume HCl pada suhu rendah lebih kecil dari volume HCl pada suhu tinggi (suhu kamar < suhu rendah < suhu tinggi).

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh volume CO2 terlarut pada KOH bersuhu kamar (sedang) sebesar sebesar 22,9 ml. Sedangkan hasil kontrol menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH bersuhu kamar sebesar 24,04 ml. Pada suhu tinggi, hasil analisis data menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH yang diperoleh sebesar 23,07 ml. Sedangkan hasil kontrol menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH bersuhu tinggi sebesar 21,16 ml.

Pada suhu rendah, hasil analisis data menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH yang diperoleh sebesar 19,33 ml. Sedangkan hasil kontrol menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH bersuhu rendah sebesar 19,57 ml.

(19)

dengan baik. Sedangkan pada suhu rendah kerja enzim tidak optimal sehingga proses enzimatik berlangsung lebih lambat, CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi lebih rendah sehingga volume CO2 lebih sedikit diikat oleh KOH.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa suhu mempengaruhi laju respirasi kecambah. Pada suhu tinggi, hasil respirasi berupa CO2 lebih banyak karena merupakan suhu optimal dan KOH lebih banyak pula dalam mengikat CO2. Adapun perbandingan kadar CO2 terlarut pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

- Suhu Perlakuan : suhu tinggi > suhu kamar > suhu rendah - Suhu Blanko : suhu tinggi > suhu kamar > suhu rendah

Kadar CO2 yang tidak terlarut dapat dilihat dengan volume HCl yang diperlukan untuk proses titrasi. Adapun perbandingan kadar CO2 yang tidak terikat pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

- Suhu Perlakuan : suhu tinggi < suhu kamar < suhu rendah - Suhu Blanko : suhu tinggi < suhu kamar < suhu rendah

VII. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan bahwa suhu mempengarhi laju respirasi yaitu semakin tinggi suhu, laju respirasi semakin cepat. Semakin tinggi suhu jumlah CO2 yang diikat yang merupakan hasil respirasi semakin banyak persatuan waktu.

VIII. Dikusi/Pembahasan

1. Kelompok manakah yang menunjukkan laju respirasinya paling tinggi atau besar? Jawab: Semakin tinggi suhu lingkungan, semakin cepat laju reaksinya. Kelompok dengan suhu KOH paling tinggi adalah kelompok lima, dengan perlakuan penyimpanan pada inkubator suhu 35oC.

2. Apakah perbedaan kecepatan respirasi yang ditunjukkan dengan perbedaan banyaknya CO2 yang dihasilkan cukup meyakinkan?

Jawab: Setelah diuji secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tanaman yang diuji.

(20)

Jawab: Suhu tinggi akan membutuhkan volume HCl yang lebih sedikit untuk proses titrasi. Volume HCl yang diperlukan dalam proses titrasi tersebut, digunakan untuk mengetahui KOH sisa (yang tidak mengikat CO2). Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi, enzim katalase dan enzim lainnya bekerja lebih optimal sehingga respirasi berlangsung lebih cepat. Semakin cepatnya proses respirasi mengakibatkan pengikatan CO2 lebih besar, sehingga CO2 sisa yang tidak terikat oleh KOH lebih sedikit. Hal tersebut mengakibatkan pada saat titrasi diperlukan volume HCl yang lebih sedikit yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari warna ungu menjadi putih kembali seperti semula sebelum ditambah indikator PP. Pada suhu inkubator, keadaan suhunya dibuat konstan maka kerja enzim katalase dan enzim lainnya yang berperan pada proses respirasi akan optimal dan tanpa mengalami kerusakan. Karena enzim tidak mengalami kerusakan atau ter-denaturasi maka enzim akan mempercepat pengubahan glukosa menjadi karbondioksida. Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi kecambah pada suhu inkubator menjadi lebih besar. Selain itu, pada suhu yang lebih tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh KOH, sehingga kadar CO2 yang dilepaskan semakin besar.

TUGAS PENGEMBANGAN

1. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap respirasi jaringan tumbuhan?

Jawab: Faktor yang berpengaruh terhadap respirasi tumbuhan adalah faktor lingkungan berupa suhu, cahaya, keberadaan CO2 dan O2 di udara, dan faktor internal berupa usia, ukuran dan genetik tumbuhan.

2. Bagaimana hubungan antara aktifitas respirasi dengan pertumbuhan?

Jawab: Respirasi berpengaruh terhadap pertumbuhan karena proses respirasi menghasilkan energi yang digunakan untuk tumbuh dan berkembang, menambah ukuran dan sebagainya.

3. Bagaimana hubungan antara suhu lingkungan dan terhadap laju respirasi?

Jawab: Semakin tinggi suhu lingungan, semakin cepat laju respirasi pada tumbuhan. 4. Apakah pertumbuhan terkait dengan pembelahan sel meristem?

Jawab: Ya, karena pembelahan sel meristem juga mengalami perubahan ukuran, yang merupakan salah satu contoh nyata dari pertumbuhan.

5. Apakah respirasi terkait dengan pembelahan sel tersebut?

(21)

IX. Daftar Pustaka

Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.

Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta: PT Gramedia.

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.

Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

suhu 28 &#34;C sangat nyata lebih rendah daripada aktivitas enzim diastase madu dehidrasi yang disimpan pada suhu 3 OC serta madu dehumidifikasi yang disimpan. pada suhu

Hal ini sesuai dengan (Rokhani, 1995) dan (Pantastico, l986) bahwa laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan dan penyimpanan dingin

Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum.Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga

Proses penyangra- ian dengan cara vibro-fluidized diharapkan dapat lebih cepat dan berlangsung pada suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan cara konvensional, sehingga

pori-pori pada lapisan buah rambutan sehingga proses respirasi berjalan dengan lambat sehingga mengakibatkan kandungan total asamnya menurun dengan lambat, sedangkan

5etersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun  besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing*masing spesies dan bahkan  berbeda antara organ pada

Frekuensi bernapas per menit dan laju respirasi per satu kali tarikan napas pada induk ikan blackhead seabream Acanthopagrus schlegelii dalam beberapa suhu pemeliharaan yang

Michaelis-Menten kinetika secara luas digunakan untuk menggambarkan hubungan antara O2 konsentrasi dan O2 Tingkat konsumsi : keseluruhan respirasi jalur diasumsikan