• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengatasi Krisis Identitas Bangsa melalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mengatasi Krisis Identitas Bangsa melalu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Mengakhiri Krisis Identitas Bangsa melalui

Manifestasi Pancasila di dalam Pendidikan Karakter

Menyelaraskan Keberagaman, Membangun Integritas

Ravio Patra*

Sebagai bangsa dengan tingkat keberagaman atau diversitas begitu tinggi,

Indonesia seringkali dihadapkan pada isu-isu sensitif yang mengancam persatuan

dan kesatuan nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (Zulkifli 2010), terdapat

sedikitnya 1.128 suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Bukan

hanya dari aspek suku bangsa, tingginya keberagaman juga ditunjukkan oleh

banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di

berbagai daerah, sehingga menciptakan pola interaksi yang begitu kompleks di

dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia.

Dalam rangka membangun suatu negara yang kuat, masyarakat Indonesia

dituntut untuk mampu mengesampingkan berbagai macam keberagaman ini untuk

kemudian mengidentifikasi dirinya sebagai satu identitas bersama (common

identity); satu bangsa Indonesia. Meskipun tidak mudah, hal ini menjadi sangat krusial dalam menjamin keberlangsungan Indonesia sebagai satu negara utuh

karena telah terpatri di dalam karakter asli bangsa Indonesia yang tertuang melalui

nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara.

Sayangnya, tren yang muncul beberapa tahun terakhir menunjukkan

kecenderungan sebaliknya: mulai dari elevasi konflik sosial di berbagai daerah,

ketidakrukunan antarumat beragama, kebijakan yang mengindikasikan adanya

sentiment antarkelompok, hingga toleransi yang semakin langka di dalam karakter

masyarakat secara umum.

Berbagai indikasi mulai runtuhnya persatuan dan kesatuan bangsa di dalam

keberagaman ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang dilanda suatu krisis

identitas; krisis di mana masyarakat mulai lupa akan makna dari Bhinneka

*

(2)

2 Tunggal Ika sebagai filsafat hidup sekaligus semboyan bangsa. Bahkan

keberadaan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) di dalam masyarakat sudah

tidak lagi mampu mengatasi krisis identitas bangsa ini; sehingga muncul urgensi

untuk menumbuhkan kembali rasa bangga akan kesatuan identitas sebagai satu

bangsa Indonesia dengan memperkuat kembali karakter masyarakat sesuai dengan

nilai-nilai yang terkandung di dalam ideologi negara, Pancasila.

Memahami Krisis Identitas Bangsa

Krisis identitas yang melanda Indonesia tidak lagi sekadar berada di tingkatan

individu ataupun kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat. Krisis ini muncul

hingga ke tingkatan birokrasi; merasuki para pemangku kepentingan dan pembuat

kebijakan (policy makers; decision makers). Indikasi dari krisis identitas

kebangsaan ini dapat terlihat dari berbagai hal, seperti merosotnya rasa bangga

akan identitas sebagai bagian dari bangsa Indonesia, ketertarikan terhadap budaya

dan nilai asing yang lebih tinggi dibandingkan terhadap budaya dan

nilai-nilai lokal, keengganan banyak tenaga dengan kompetensi mumpuni untuk

mengabdi di dalam negeri, dan tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap

pemerintah sebagai akibat dari banyaknya carut-marut di lingkungan birokrasi.

Terlepas dari kemirisan yang menyelimutinya, krisis identitas ini semestinya

juga menghentak conscience masyarakat bahwa sekadar memerdekakan diri dari

kungkungan kolonialisme tidaklah cukup untuk membangun Indonesia menjadi

bangsa yang besar dan berwibawa dalam pergaulan antarnegara di tatanan dunia

global saat ini. Tanpa disertai oleh kekuatan fundamental yang memberikan rasa

bangga akan identitasnya sebagai bagian dari bangsa Indonesia, maka masyarakat

akan selalu terbelenggu oleh penjajahan yang dilakukan oleh diri sendiri.

Mengakhiri krisis identitas membutuhkan pondasi karakter yang kuat;

karakter yang bukan hanya bangga pada kemajuan dan keunggulan bangsanya,

namun senantiasa siap sedia ikut memikul tanggung jawab dan sadar akan

kewajibannya untuk berpartisipasi dalam proses pencarian solusi terhadap

berbagai permasalahan bangsa yang hanya berujung pada krisis berkepanjangan.

(3)

3 berkelanjutan menjadi kebutuhan yang begitu mendesak bagi bangsa Indonesia

sebagai solusi terhadap krisis identitas yang sedang terjadi.

Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila

Sebagai ideologi negara, Pancasila sudah semestinya memiliki tempat dan peran

yang begitu istimewa di dalam hidup setiap masyarakat Indonesia. Perumusannya

yang melalui proses begitu panjang menunjukkan betapa krusial dan sakral

keberadaa Pancasila bagi bangsa Indonesia. Pun begitu, kecenderungan di dalam

masyarakat menunjukkan bahwa penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila

semakin sulit ditemukan kian hari.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sudah seyogyanya menjadi

pijakan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam membangun identitasnya.

Bukan hanya sebagai bentuk penghargaan pada para pendiri bangsa, namun juga

karena melalui pengejawantahan Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari dan

kehidupan bernegara, segala permasalahan yang menyebabkan munculnya krisis

identitas di dalam masyarakat dapat ditanggulangi sepanjang penghayatan

terhadap nilai-nilai dari setiap sila dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Indonesia, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, memiliki tingkat diversitas

atau keberagaman yang begitu tinggi. Bukan hanya secara kuantitas, namun juga

tingginya keberagaman nilai-nilai sarat makna di dalam setiap perbedaan dengan

kearifan dan kebijaksanaannya masing-masing. Setiap perbedaan ini, dalam

perjalanannya, kemudian tumbuh menjadi suatu kearifan lokal (local wisdom)

ketika menjadi bagian dari interaksi yang kompleks di dalam masyarakat.

Keberagaman agama, misalnya, tidak dapat disamaratakan dengan

keberagaman suku bangsa ataupun ras. Banyak sekte keagamaan ataupun aliran

kepercayaan baru muncul sebagai hasil dari perbauran antara nilai-nilai aslinya

dengan budaya maupun kearifan lokal dari lingkungan terjadinya interaksi. Proses

inilah yang menyebabkan terdapatnya perbedaan-perbedaan tertentu dalam satu

ajaran agama ataupun aliran kepercayaan yang sama.

Pun halnya dengan keberagaman ras dan suku bangsa di Indonesia yang

sudah tidak bisa lagi diukur melalui patokan-patokan geografis atau kewilayahan.

(4)

4 seiring dengan semakin tingginya tingkat perpindahan dari desa ke kota maupun

sebaliknya, dari kota ke desa dipicu oleh alasannya masing-masing. Dalam tahap

yang lebih kompleks, bahkan budaya dari suku bangsa asing bisa jadi ikut terlibat

dalam proses perbauran ini dikarenakan oleh semakin kencangnya arus globalisasi

dalam tatanan internasional.

Berbagai bentuk keberagaman inilah yang menjadi tantangan bagi segenap

bangsa Indonesia untuk dapat menjadi bangsa yang besar dan kuat. Pancasila,

sejalan dengan kesadaran akan tantangan ini, muncul sebagai solusi bagi setiap

unsur masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai yang dikandungnya. Nilai-nilai ini,

apabila ditanamkan melalui penghayatan yang sungguh-sungguh, sudah

semestinya menjadi unsur-unsur dari karakter ideal yang dimiliki oleh seluruh

masyarakat Indonesia.

Manifestasi Pancasila di dalam Pendidikan Karakter

Kesadaran akan berbagai tantangan yang dimunculkan oleh keberagaman

membuka suatu peluang untuk menganalisis kemampuan Pancasila untuk menjadi

pondasi bagi nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Akan tetapi,

proses ini perlu dikawal oleh suatu metode terstruktur berupa pendidikan karakter

bagi masyarakat. Tanpa harus memiliki label formalitas, pendidikan karakter

berbasis Pancasila dapat diwujudkan melalui manifestasi atau pengejawantahan

setiap nilai yang dikandung oleh Pancasila secara konkrit dan continual dalam

kehidupan sehari-hari melalui tingkah laku dan pola pikir.

Dalam sila pertama, Ketuhanan yang Mahaesa, muncul suatu paradoks

karena meskipun menekankan penghormatan pada nilai-nilai keagamaan dan

ketuhanan (divine values), sila ini juga menyiratkan suatu asas yang value-free

atau bebas nilai karena tidak menempatkan satu agama ataupun kepercayaan

tertentu sebagai superior maupun inferior.

Paradoks ini menunjukkan bahwa, jauh sebelum isu kerukunan antarumat

beragama menjadi masalah yang kronik bagi bangsa ini, Pancasila telah

menekankan betapa pentingnya toleransi dalam kehidupan antarumat beragama.

Toleransi pulalah yang menjadi inti pemikiran dari nilai pluralitas dengan

(5)

5 dalam lingkungan dengan tingkat keberagaman yang begitu kompleks seperti

struktur masyarakat Indonesia.

Nilai-nilai yang ditekankan oleh sila pertama ini bersinergi dengan

nilai-nilai dari sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dengan penekanan

pada karakter yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan secara menyeluruh, sila

ini menawarkan pemahaman bahwa kemanusiaan merupakan hak yang universal

bagi setiap orang, bukan eksklusif bagi agama maupun kelompok tertentu semata.

Dalam dinamika sosial Indonesia saat ini, isu kemanusiaan bukanlah sesuatu

yang baru sama sekali. Beberapa konflik antarkelompok di dalam masyarakat

telah mengapungkan sejumlah permasalahan kemanusiaan, seperti kekerasan

militer terhadap sipil, represi terhadap kelompok minoritas, dan sebagainya.

Isu-isu ini tentu saja berkontradiksi dengan nilai-nilai dari sila kedua yang sebenarnya

menekankan penghargaan pada persamaan hak dan derajat manusia.

Urgensi yang dimunculkan oleh isu-isu kemanusiaan ini membuat

kebutuhan akan perwujudan nilai-nilai dari sila ketiga, Persatuan Indonesia,

menjadi semakin penting dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter dalam

rangka mengakhiri krisis identitas yang melanda bangsa Indonesia. Hal ini

berkaitan erat dengan tingginya keberagaman di dalam masyarakat sehingga

tidaklah mudah sama sekali untuk mewujudkan suatu persatuan dan kesatuan

bangsa sebagaimana diamanatkan oleh sila ini.

Sejalan dengan ide yang disampaikan oleh sila-sila sebelumnya, sila

keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, menekankan pada kebutuhan akan karakter yang selalu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan; nilai-nilai yang mengedepankan

kepentingan kolektif di atas kepentingan individu dengan cara mengutamakan

musyawarah dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan

banyak orang.

Keseluruhan nilai yang terkandung di dalam sila pertama hingga sila

keempat ini kemudian bermuara pada satu tujuan dan kehendak bersama, yaitu

untuk mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; yang

merupakan bunyi dari sila ke-5. Sila ini berorientasi pada karakter manusia yang

(6)

6 tergambarkan suatu cita-cita yang menginginkan terwujudnya persamaan derajat

di antara setiap manusia, penghormatan terhadap hak setiap orang, serta betapa

pentingnya persatuan dan kesatuan di dalam ikatan bangsa Indonesia.

Nilai-nilai yang diajarkan oleh kelima sila ini menunjukkan bahwa bangsa

Indonesia sebenarnya telah memiliki bekal karakter yang begitu kuat semenjak

pendiriannya bertahun-tahun silam. Akan tetapi, manifestasi dari nilai-nilai ini ke

dalam karakter masyarakat masih belum dapat dikatakan telah berhasil

diwujudkan, terutama karena masih rendahnya penghayatan terhadap nilai-nilai

Pancasila di dalam masyarakat. Oleh karena itulah, melalui pendidikan karakter

berbasis Pancasila, dapat dilakukan upaya-upaya nyata yang secara signifikan

dapat mengatasi atau bahkan mengakhiri krisis identitas yang sudah terlalu lama

menggerogoti ibu pertiwi.

Membangun Integritas melalui Penghayatan terhadap Pancasila

Kebutuhan akan pendidikan karakter boleh jadi belum disadari urgensinya oleh

banyak bagian dari masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena banyak

orang belum menyadari bagaimana pendidikan karakter sebenarnya terjadi setiap

hari; terjadi tanpa disadari dalam setiap interaksi dan kegiatan yang berlangsung

di dalam masyarakat itu sendiri.

Saat ini, karakter yang kuat umumnya digambarkan melalui suatu sikap atau

pendirian yang dilabeli sebagai integritas; sebuah konsep yang merujuk pada

suatu konsistensi aksi, nilai, metode, pertimbangan, prinsip, ekspektasi, dan hasil.

Dalam studi etika (Lucaites, h. 92), integritas dipahami sebagai suatu kejujuran

aau kebenaran dari aksi-aksi yang dilakukan oleh seseorang.

Integritas, sebagai suatu bagian dari karakter, dapat menunjukkan sejauh

mana kematangan seseorang dalam bertindak maupun berpikir. Namun, integritas

bukanlah sesuatu yang serta-merta dimiliki oleh setiap orang. Integritas

merupakan karakter yang berakar pada nilai-nilai luhur manusia tanpa

memandang keberagaman sosial di dalam masyarakat. Di samping itu, integritas

juga bisa hadir sebagai suatu perwujudan kebijaksanaan atau kearifan yang

(7)

7 Sejalan dengan hal ini, Pancasila, sebagai ideologi atau cara hidup,

beraspirasi untuk menciptakan masyarakat yang senantiasa menunjukkan

kekuatan integritas di dalam karakternya. Hal ini tergambar melalui bagaimana

Pancasila secara konsisten selalu berupaya memupuk karakter manusia Indonesia

agar mencapai suatu tingkatan yang ideal di mana setiap orang memiliki

kedudukan dan derajat yang setara.

Dari sila pertama hingga sila kelima, Pancasila tidak sekalipun keluar dari

keteguhannya dalam mempertahankan nilai-nilai kejujuran, kesetaraan,

kebersamaan, dan keadilan yang secara nyata merupakan penekanan dari konsep

integritas sebagai suatu produk karakter yang mulia.

Melalui pemahaman ini, maka semestinya tidak ada lagi yang perlu

diragukan bahwa Pancasila haruslah menjadi bagian dari pendidikan karakter

yang saat ini tidak salah apabila dikatakan sebagai kebutuhan utama masyarakat

Indonesia. Tanpa karakter yang kuat dan sejalan dengan ideologi bangsa, maka

masyarakat Indonesia akan terus terjebak dalam suatu persatuan dan kesatuan

nasional yang sebenarnya tidak pernah terwujud dalam kenyataan melainkan

hanya dalam bentuk wacana dan cita-cita semata.

Krisis identitas yang menghantui bangsa Indonesia pun hanya semakin

menegaskan betapa mendesaknya kebutuhan akan pendidikan karakter di dalam

masyarakat saat ini. Melihat berbagai permasalahan bangsa yang telah muncul dan

terus bertambah, tidak ada pilihan lain selain mengindahkan pendidikan karakter

dengan penekanan pada pengejawantahan atau manifestasi dari nilai-nilai

Pancasila di dalam masyarakat; suatu cita-cita yang telah hidup dan akan terus

harum tertulis dengan tinta emas dalam catatan eksistensi bangsa Indonesia.

Pendidikan Karakter sebagai Solusi bagi Krisis Identitas Bangsa

Pendidikan karakter memiliki peranan yang esensial dalam rangka mengatasi

krisis identitas yang tengah menjangkiti bangsa Indonesia. Berbagai permasalahan

yang silih berganti muncul ke permukaan menghantam kepercayaan dan

keyakinan masyarakat terhadap identitas bersama sebagai satu bangsa Indonesia

(8)

8 Hal ini berkaitan erat dengan tingginya tingkat keberagaman atau diversitas

di dalam masyarakat Indonesia. Di satu sisi, keberagaman ini membuat bangsa

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang besar dan kaya akan nilai-nilai kebudayaan

serta nilai-nilai luhur. Namun, di sisi yang lain, keberagaman ini juga menjadi

ancaman bagi persatuan dan kesatuan nasional karena kerap kali menjadi isu yang

begitu sentimental dan sensitif ketika terjadi persinggungan antarkelompok

apapun di dalam masyarakat. Oleh karena itulah, keberadaan identitas bersama

sebagai satu bangsa Indonesia tanpa mengenal perbedaan ras, suku bangsa, status

sosial, agama, ataupun keberagaman nilai-nilai yang diyakini menjadi begitu

krusial bagi keberlangsungan bangsa Indonesia. Sayangnya, saat ini, krisis

identitas inilah yang tengah menggerayangi bangsa Indonesia sehingga wajar

menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap stabilitas bangsa.

Melalui suatu pendidikan atau pembangunan karakter yang bersifat

terus-menerus, krisis identitas ini diharapkan dapat diakhiri sehingga integritas nasional

pun dapat dijaga. Kunci utama dalam menyukseskan pendidikan karakter ini

adalah dengan cara memanifestasikan atau mengejawantahkan nilai-nilai yang

dikandung oleh Pancasila sebagai ideologi atau cara hidup bangsa Indonesia.

Dengan penekanan pada pembangunan integritas sebagai suatu perwujudan

dari karakter ideal masyarakat Indonesia yang berlandaskan pada nilai-nilai

Ketuhanan yang Mahaesa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang termaktub di dalam Pancasila, pendidikan karakter bagi memiliki peluang yang begitu besar dalam mengakhiri krisis identitas di tengah-tengah

masyarakat Indonesia.■

Referensi

Lucaites, John Louis; Condit, Celeste Michelle; dan Caudill, Sally (1999)

Contemporary Rhetorical Theory: A Reader. New York: Guilford Press.

Zulkifli, Afni (2010) Indonesia Miliki 1.128 Suku Bangsa [WWW] Jawa Pos

Referensi

Dokumen terkait

- Penyerahan bendera UIN Walisongo dari Rektor kepada Ketua Panitia.. - Laporan Ketua Panitia OPAK 2016 - Pengarahan Rektor UIN Walisongo - Penabuhan Gong

Wajah mereka seperti anak kembar, potongan rambut mereka pun seperti sengaja disamakan, panjang dan seperti anak kembar, potongan rambut mereka pun seperti sengaja disamakan,

Jumlah perawat pada shift pagi lebih banyak karena pekerjaan yang dilakukan lebih banyak daripada perawat yang bekerja pada shift siang dan malam, seperti membersihkan ruangan

Diskusi akan dikembangkan agar terbentuk persepsi yang sama antara pengelola dan penilai akreditasi dalam menerjemahkan butir-butir yang tercantum dalam

kasus, di sektor perkebunan konflik pertanahan dalam banyak dipicu oleh.. proses pengalihan dan penerbitan HGU (Hak Guna

Pemangkasan untuk membentuk batang pokok dilakukan pada batang

Master of Arts in Malay Language and Linguistics by Coursework (August Intake). Malay 12 months full time 144 Master of Arts in English Language

Pilihlah salah satu kemungkinan jawaban yang mempunyai arti yang berlawanan dengan kata yang dicetak dengan huruf kapital dengan cara menghitamkan bulatan yang sesuai dengan