• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genesis dan sifat sifat gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Genesis dan sifat sifat gambut"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

GENESIS DAN SIFAT-SIFAT TANAH GAMBUT Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pengelolaan Lahan Gambut Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Miseri Ruslan Affany, MP.

Disusun oleh:

M. Arief Soerjakentjana (134150004) Tedi Kurnia Putra (134150023) Dwi Kurnia Sandi (134150029)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya yang memberikan kesehatan dan nikmat kepada tim penyusun sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan

Makalah berjudul “Genesis dan Sifat-Sifat Tanah Gambut” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Lahan Gambut.

Tim Penyusun telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian makalah ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasanya. Untuk itu tim penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya makalah ini. Kiranya isi makalah ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Yogyakarta, September 2017

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat sekitar 424 juta hektar lahan gambut di dunia (Kalmari, 1982; Radjagukguk, 1997) dan sekitar 38 juta hektar terdapat di zona tropika (Friends of the Earth, 1993). Bagian terbesar lahan gambut di zona tropika terdapat di Indonesia (20,1 juta hektar) dan Malaysia (2,7 juta hektar).

Gambut dan lahan gambut merupakan sumberdaya yang sesungguhnya amat penting karena mempunyai potensi pemanfaatan yang beragam. Sampai awal dekade 1970-an, lahan-lahan gambut sebagai bagian dari ekosistem rawa umumnya dipandang sebagai “lahan-lahan tak berguna” (“wastelands”) dan sebagai lingkungan yang tidak mempunyai daya tarik dan tidak menjanjikan. Sesungguhnya, lahan-lahan gambut terutama di Indonesia telah sejak lama diusahakan sebagai lahan pertanian oleh penduduk lokal, dan belakangan ini semakin banyak pula lahan gambut yang dibuka untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Namun demikian, keberhasilan budidaya tanaman pada lahan-lahan gambut tersebut masih sangat beragam dan rata-rata masih rendah karena terdapatnya berbagai kendala yang belum sepenuhnya dapat diatasi termasuk yang bersifat bawaan (inherent) maupun yang bersumber dari tindakan reklamasi.

(4)

langkanya lahan-lahan yang relatif subur, semakin besar pula tekanan untuk memanfaatkan lahan-lahan marjinal termasuk lahan-lahan gambut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembentukan atau genesa lahan gambut? 2. Bagaimana sifat-sifat tanah gambut?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui proses pembentukan atau genesa lahan gambut. 2. Mengetahui sifat-sifat tanah gambut.

(5)

PEMBAHASAN

A. Pembentukan dan Penyebaran Gambut

Gambut terbentuk secara bertahap sehingga menunjukkan berlapis-lapis seiring dengan kejadian lingkungan alamnya. Profil gambut juga tampak diselingi oleh lapisan-lapisan mineral yang menunjukkan terjadinya gejala alam banjir dan sedimentasi dari waktu ke waktu pada lingkungan rawa, khususnya pada rawa pedalaman. Pembentukan gambut terjadi pada periode Holosine antara 5.000 – 10.000 tahun silam, saat kenaikan muka air laut terhenti atau ketika mulai terjadi penurunan muka air laut sehingga terbentuk cekungan yang secara bertahap mengalami pengisian oleh tanaman-tanaman perintis berupa tanaman air dan sejenisnya. Lambat laun dalam ribuan tahun kemudian terbentuk lapisan gambut yang semakin tebal sehingga membentuk kubah gambut (peat dome). Gambut yang semakin tebal kemudian membentuk gambut ombrogen, yaitu gambut yang tidak subur apabila dimanfaatkan dan cepat mengalami penurunan produktivitas (Noor, 2001).

Sejarah pembentukan gambut di Indonesia

(6)

dasar cekungan gambut. Proses deposisi bahan organik sebagai bahan pembentuk gambut dimulai setelah akhir periode Pleistosen sampai awal periode Holosen (10.000 – 5.000 tahun yang lalu), sejalan dengan meningkatnya permukaan air laut (transgresi) secara perlahan sampai sekarang. Peningkatan air laut tersebut diiringi dengan peningkatan suhu dan curah hujan di daerah Sumatera dan Kalimantan, yang menyebabkan batuan di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dan Meratus mengalami pelapukan kimia yang kuat, dan menghasilkan endapan lempung halus pada garis pantai di pesisir timur Sumatera dan selatan Kalimantan. Garis pantai tersebut semakin maju ke arah laut, selanjutnya terbentuklah tanggul-tanggul sungai, meander, dan rawa-rawa yang segera ditumbuhi oleh tanaman rawa seperti nipah dan bakau yang kemudian disusul oleh tumbuhan hutan rawa. Lingkungan pengendapan yang semula fluvial (bagian dari alur sungai) berubah menjadi paralik (terpisah dengan sungai dibatasi tanggul), dimana tumbuhan dan binatang air tawar mulai berkembang. Tumbuhan yang telah mati, roboh dan sebagian besar terendam terawetkan dalam rawa-rawa, yang jenuh air dan tidak teroksidasi. Selanjutnya dengan bantuan bakteri aerobik dan bakteri anaerobik, tumbuhan tersebut terurai menjadi sisa-sisa tumbuhan yang lebih stabil dan terproses menjadi endapan organik yang disebut gambut (peatification). Oleh karena itu, sifat dari endapan gambut ini adalah selalu jenuh air hingga 90% walaupun letaknya di atas permukaan laut.

(7)

6.000-4.000 tahun yang lalu. Setelah permukaan air laut stabil, terjadi proses pelebaran/perluasan pantai secara lateral akibat sedimentasi bahan-bahan halus yang dibawa sungai. Selanjutnya proses akreasi pantai mulai terjadi, diikuti dengan pembentukan tanah gambut. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis umur karbon (carbon dating) contoh-contoh tanah gambut di sekitar sungai Batanghari, Jambi yang menunjukkan umur 4.300 tahun sebelum masehi (SM) (Cameron et al., 1987). Gambut di Bengkalis, dan S. Siak Kanan di Riau, masing-masing berumur 5.730-4.740 dan 5.220-3.620 tahun SM dan gambut di Teluk Keramat, Kalimantan Barat, menunjukkan umur 4.040-2.570 tahun SM (Neuzil, 1997). Gambut di dekat S. Mahakam, Kalimantan Timur, 4.400-3.850 tahun SM (Diemont dan Pons, 1991).

(8)

kesuburan yang lebih rendah dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral.

Gambar 2. Proses pembentukan gambut di Indonesia (Noor, 2001)

Pada proses genesis gambut, dua tipe utama gambut yang dapat diidentifikasi, yaitu (1) gambut topogen yang terbentuk pada wilayah depresi di belakang tanggul dimana gambut ini bersifat eutrofik dan biasanya kaya akan unsur hara dan (2) gambut ombrogen yang terbentuk pada wilayah penggenangan dengan sumber air yang hanya berasal dari air hujan, gambut ini miskin unsur hara (Barchia, 2006).

Menurut klasifikasi FAO - UNESCO, tanah gambut termasuk ordo Histosol dengan kandungan bahan organik > 30% dalam lapisan setebal 40 cm dari bagian 80 cm teratas profil tanah. Berdasarkan tingkat dekomposisinya histosol dibagi menjadi 3 subordo, yaitu fibrik < hemik < saprik. Tanah-tanah gambut di Sumatra termasuk subordo Terric Tropohemist, Terric Sulfihemist, Typic Tropohemist, Terric Troposaprist dan Typic Tropofibrist (Hardjowigeno, 1993).

(9)

seluas 327.932 ha sehingga yang tergolong tanah gambut (ketebalan > 50 cm) luasannya untuk seluruh Sumatera adalah 6.865.370 ha (Wahyunto, dkk. 2003).

B. Sifat-Sifat Tanah Gambut

(10)

Menurut Noor (2001) tingkat kemasaman tanah gambut mempunyai kisaran sangat lebar. Umumnya, tanah gambut tropik terutama gambut ombrogen (oligotrofik) mempunyai kisaran pH 3.0-4.5 kecuali yang mendapatkan pengaruh air laut atau payau. Kemasaman tanah gambut cenderung makin tinggi jika gambut tersebut makin tebal. Gambut dangkal mempunyai pH antara 4.0-5.1, sedangkan gambut dalam pH nya antara 3.1-3.9 dimana sumber keasaman yang berperan pada tanah gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik. Pada pH 3.0-4.5 yang berperan dalam kemasaman adalah Aldd, pada pH 4.5-5.5 dan mendekati pH 5.5 peran ion hidroksida Al dan Hdd makin bertambah, dan pada pH > 5.5 sumber kemasaman terutama dari Hdd dan H+ yang terdisiosasi dari ikatan OH-, H+ pada oksida berair Fe dan Al, gugus AlOH yang berada di tepi mineral lempung silikat serta gugus fenolik dan karboksil dari bahan organik tanah.

Secara umum, kemasaman tanah gambut sangat dipengaruhi oleh keberadaan asam-asam organik. Ion H+ dalam tanah gambut berada dalam bentuk gugus fungsional asam-asam organik terutama dalam bentuk gugus karboksilat (-COOH) dan gugus hidroksil dari fenolat (OH). Gugus tersebut merupakan asam lemah yang dapat terdissosiasi menghasilkan ion H+, dan mampu mempertahankan reaksi tanah terhadap perubahan kemasaman tanah dan mempengaruhi KTK tanah gambut dimana dapat terjadi penurunan KTK tanah gambut jika terbentuk senyawa kompleks organo-kation sehingga kation terikat kuat (sukar dipertukarkan) (Riwandi, 2001).

Gambut tipis yang terbentuk di atas endapan liat atau lempung marin umumnya lebih subur dari gambut dalam dan gambut pantai memiliki kemasaman lebih rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Apabila lapisan tanah di bawah gambut merupakan tanah liat, mungkin cukup subur. Tetapi bila di bawah gambut ada pasir, tanah tersebut kurang subur (Noor, 2001).

(11)

menjadi "mati," seperti pasir semu, arang atau beras yang tidak dapat menyerap air. Gambut yang mati mudah terbawa oleh air hujan, sehingga ketebalannya makin lama makin berkurang. Gambut kering tampak mengkerut dan menyebabkan permukaan tanah menjadi lebih rendah. Akhirnya, lapisan tanah di bawah gambut dapat tersingkap dan permukaan lahan yang terlalu rendah akan menghambat drainasenya dan lahan menjadi tergenang terlalu dalam oleh air pasang (Widjaya, dkk., 1997).

Warna tanah pada umumnya coklat tua atau kelam. Meskipun bahan asalnya mungkin berwarna hitam kelam, coklat atau kemerah-merahan, setelah mengalami dekomposisi, muncul senyawa-senyawa asam humik berwarna gelap. Berat isi histosol bila dibandingkan tanah mineral adalah rendah, berkisar antara 0,08 – 1,67 g/cm3 pada kedalaman 10 – 80 cm. Untuk lapisan atas berkisar antara 0,08 – 0,23 g/cm3. Penciri utama yang penting adalah kapasitas menahan air yang tinggi. Hal ini bukan berarti bahwa histosol mempunyai kemampuan menyediakan air lebih banyak dari tanah mineral, namun jumlah air yang tidak tesedia lebih banyak lagi. Histosol dapat menahan air 2 – 4 kali berat isinya. Jika dilihat dari struktur tanah bahan organik yang telah melapuk, sebagian besar bersifat koloidal dan mempunyai kemampuan absorbsi yang tinggi, kohesi dan plastisitasnya rendah. Dengan demikian histosol akan mudah dilalui air (porous), terbuka dan mudah diolah (Munir, 1996).

(12)

yang rendah menyebabkan terbentuknya larutan penyangga (buffer) (Hakim, dkk, 1986).

Karakteristik tanah gambut yang tidak merata di seluruh Indonesia juga menjadi permasalahan pemanfaatan tanah ini. Setiap daerah memiliki tipe hutan dan kematangan gambut tersendiri. Selain itu, asam-asam organik yang bermuatan negatif hasil pematangan tanah gambut mampu mengkompleks ion-ion logam khususnya logam transisi seperti Al, Fe, Cu, Zn dan Mn yang mempengaruhi laju pelepasan K dan fosfat anorganik jadi bentuk mudah larut.

BAB III

(13)

Pembentukan gambut terjadi pada periode Holosine antara 5.000 – 10.000 tahun silam, saat kenaikan muka air laut terhenti atau ketika mulai terjadi penurunan muka air laut sehingga terbentuk cekungan yang secara bertahap mengalami pengisian oleh tanaman-tanaman perintis berupa tanaman air dan sejenisnya.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Barchia , M.F. 2006. Gambut: Agroekosistem dan Tranformasi Karbon.. Yogyakarta: UGM Press.

Hardjowigeno, S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan: Histosol. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisisus, Yogyakarta

Radjagukguk, Bostang. 1999. Perubahan Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Akibat Reklamasi Lahan Gambut untuk Pertanian. Dalam:

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol (II) Nomor 1 hlm. 1 – 15. Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.

Gambar

Gambar 2. Proses pembentukan gambut di Indonesia (Noor, 2001)

Referensi

Dokumen terkait

diatas, maka Mohd: Ridjal poen diserahkan pada seorang politie boeat dibawak kedalam kota (Sigli), c!an M. politie teroes pergi kedalam terrein Voetbal boeat

Virus lain yang termasuk dalam kelompok yang serupa adalah virus yang menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory

Pada penelitian ini, dilakukan percoba- an berat pengendara dari 60 kg (minimal) hingga 120 kg (maksimal) secara bertahap dengan penambahan nilai 10 Kg pada setiap

Pada saat WBC melakukan aktifitas makan dengan cara menghisap batang tanaman padi, menyebabkan terjadinya penghambatan makan pada tanaman padi serayu yang diduga

Saudara perempuan tunggal yang sekandung dan saudara perempuan tunggal yang sebapak apabila saudara perempuan yang sekandung tidak ada dengan ketentuan si mati

yang sama dengan saat pengakuannya, atau menambah Pendapatan tahun sebelumnya sedangkan laporan keuangan belum diterbitkan, maka berdasarkan bukti memorial/nota

Pada penelitian ini akan dijelaskan hubungan variabel bebas dan variabel terikat guna mencari ada atau tidak pengaruh anatara variabel pendapatan keluarga,

Hal ini terjadi karenaTinggi nya kadar kolesterol dapat menyebabkan aterosklerosis pada pembuluh darah Akibat dari penyempitan pembuluh darah tersebut aliran darah ke