• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi zat warna pd selulosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Identifikasi zat warna pd selulosa"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

I. Maksud dan Tujuan I.1 Maksud

Mengidentifikasi jenis zat warna berdasarkan golongan I-IV yang digunakan pada kain selulosa dengan cara melunturkan zat warna dan melihat sifat-sifat atau karakteristik zat warna yang diuji.

I.2 Tujuan

Mengetahui kandungan zat warna yang digunakan pada kain selulosa. II. Teori Dasar

II.1 Serat Selulosa

Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas termasuk dalam jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah jenis Gossypium hirsutum dan Gossypium barbadense. Kedua tanaman berasal dari Amerika, Gossypium hirsutum kemudian terkenal dengan nama kapas ”Upland” atau kapas Amerika dan Gossypium barbadense kemudian dikenal dengan nama kapas ”Sea Island”. Kapas upland merupakan kapas yang paling banyak diproduksi dan digunakan untuk serat tekstil, sedangkan kapas sea island meskipun produksinya tidak terlalu banyak, tetapi kualitasnya sangat baik karena seratnya halus dan panjang. Oleh karena itu kapas sea island digunakan untuk tekstil kualitas tinggi.

2.1.1 Komposisi Kapas

Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan menyulitkan masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain selulosa dihilangkan dalam proses pemasakan. Komposisi serat kapas dicantumkan pada Tabel 2.1.1.

Tabel 2.1.1 Komposisi Serat Kapas

Senyawa Kandungan (%)

Selulosa 94

Protein 1,3

Pektin 1,2

Lilin 0,6

Abu 1,2

Pigmen dan zat lain 1,7

(2)

Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat kapas termasuk serat selulosa, sehingga sifat kimia serat kapas mirip seperti sifat selulosa. Di dalam larutan alkali kuat serat kapas akan menggembung sedangkan dalam larutan asam sulfat 70% serat kapas akan larut. Proses penggembungan serat kapas dalam larutan NaOH 18% disebut proses merserisasi. Kapas yang telah mengalami proses merserisasi mempunyai sifat kilau lebih tinggi, kekuatan lebih tinggi dan daya serap terhadap zat warna yang tinggi. Oksidator selama terkontrol kondisi pengerjaanya tidak mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada proses pengelantangan yang menggunakan oksidator harus digunakan konsentrasi oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak merusak serat.

Morfologi serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai penampang memanjang seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan lubang ditengah yang disebut lumen.

Gambar 2.1.2 . Morfologi Serat

Beberapa karakteristik serat kapas tercantum dalam Tabel 2.1.2 berikut : Tabel 2.1.2 Karakteristik Serat Kapas

Daya serap : Hidrofilik, Moisture Regain : 8.5 %. Elastisitas : Kurang baik.

Kimia : tidak tahan terhadap asam yang kuat, tidak tahan terhadap alkali, tidak tahan terhadap bahan kimia yang berlebihan.

Pembakaran : terbakar habis, tidak meniggalkan abu.

Stabilitas dimensi : dapat terjadi penyusutan jika dilakukan pencucian yang tidak sesuai.

Kekuatan : 2 – 3 gram/denier, kekuatan akan meningkat 10 % lebih kuat ketika basah.

Mulur : Mulur serat kapas berkisar antara 4-13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.

(3)

2.1.3 Penggunaan Serat Kapas

Serat kapas banyak digunakan untuk tekstil pakaian, tekstil rumah tangga. Serat-serat yang sangat pendek yang disebut linter karena sulit dipintal, umumnya digunakan sebagai bahan baku serta rayon.

II.2 Zat Warna

Zat warna yang ada mungkin digunakan untuk mencelup serat selulosa adalah : zat warna direk, asam, basa, direk dengan penyempurnaan resin, belerang, bejana, anilin, direk dengan pengerjaan iring, naftol, pigmen dan zat warna reaktif.

Pengujian zat warna pada serat kapas dan rayon dilakukan dengan cara yang sama. Identifikasi zat warna pada selulosa digolongkan menjadi empat golongan dan cara pengujian dilakukan berturut-turut. Zat warna yang dipakai untuk mencelup serat selulosa dapat digolongkan sebagai berikut.

2.2.1 Golongan I

Zat warna golongan I merupakan zat warna yang luntur dalam larutan amonia atau asam asetat encer mendidih. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna direk, zat warna asam, zat warna basa, dan zat warna direk dengan resin.

1) Zat Warna Direk

Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna direk relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah dan tahan luntur hasil celupannya kurang baik.

(4)

Kelarutan zat warna direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan karena zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam pemakaiannya, dan pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata, tetapi dilain pihak kelarutan yang tinggi akan mengurangi substantifitas zat warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian hasil celupnya lebih rendah.

Contoh struktur zat warna direk dapat dilihat pada gambar 2.2.1

Gambar 2.2.1 C.I. Direct Blue 95 2) Zat Warna Asam

Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan bantuan asam mineral atau asam organik untuk membantu penyerapan, atau zat warna yang merupakan garam natrium asam organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida. Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga dapat mewarnai serat selulosa.

Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya.

Contoh struktur zat warna asam dapat dilihat pada gambar 2.2.2.

(5)

3) Zat Warna Basa

Zat warna basa dikenal juga sebagai zat warna Mauvin, terutama dipakai untuk mencelup serat protein seperti wol dan sutera. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, akan tetapi dengan pengerjaan pendahuluan (mordanting) memakai asam tanin, dapat juga mencelup serat selulosa. Zat warna basa yang telah dimodifikasi sangat sesuai untuk mencelup serat poliakrilat dengan sifat ketahanan yang cukup baik.

Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat utama dari zat warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek. Ketahanan cuci pada umumnya juga kurang baik beberapa di antaranya mempunyai ketahanan cuci sedang. Warnanya sangat cerah dan intensitas warnanya sangat tinggi. Zat warna basa di dalam larutan celup akan terionisasi dan bagian yang berwarna bermuatan positif. Oleh karena itu zat warna basa disebut juga zat warna kationik.

Contoh struktur zat warna basa dapat dilihat pada gambar 2.2.3.

Gambar 2.2.3 C.I.Basic Brown 5

2.2.2 Golongan II

Zat warna golongan II merupakan zat warna yang berubah warnanya karena reduksi dengan atrium hidrosulfit dalam suasana alkali dan warna kembali ke warna semula oleh oksidasi dengan udara. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna bejana, zat warna belerang, zat warna bejana-belerang dan oksidasi.

1) Zat Warna Bejana

(6)

bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali ke bentuk semula yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna bejana golongan indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zat warna turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang dalam uji hipoklorit dan di dalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.

Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan sekunder seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob maka ketahanan cucinya lebih tinggi daripada zat warna yang berikatan ionik dengan serat.

Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan dalam suasana alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut dalam air dan tidak memerlukan proses pembejanaan.

Zat warna bejana yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal dengan nama dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis antrakuinon dikenal dengan nama dagang antraso.

Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah zat warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas zat warna bejana larut relatif kecil tetapi pencelupannya mudah rata dan tahan luntur warna terhadap pencuciannya tinggi karena pada akhir proses pencelupannya zat warna bejana larut dirubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut.

Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk pencelupan bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat warna bejana larut juga digunakan terutama untuk pencelupan sutra atau wol.

Sifat-sifat umum :

- larut dalam air

- berikatan kovalen dengan serat

Contoh struktur molekul zat warna bejana dapat dilihat pada gambar 2.2.4.

(7)

2) Zat Warna Belerang

Termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya terbatas dan suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya relatf murah, dan warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam. Zat warna belerang banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah kebawah.

Struktur molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan disulfida ( -S-S-), sehingga strukturnya menjadi relatif besar.

Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya. Untuk membentuk zat warna maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya.

Contoh struktur zat warna belerang dapat dilihat pada gambar 2.2.5.

Gambar 2.2.5 C.I. Sulphur Yellow 8 3) Zat Warna Bejana-Belerang (Hidron)

Zat warna bejana mengandung belerang yang disebut zat warna hidron merupakan zat warna belerang yang cara pencelupannya seperti zat warna bejana dengan zat pereduksi natrium hidrosulfit atau natriumsulfida dan soda kostik untuk suasana alkali.

2.2.3 Golongan III

(8)

- Zat Warna Naftol

Zat warna naftol atau zat warna ingrain merupakan zat warna yang terbentuk di dalam serat dari komponen penggandeng, (coupler) yaitu naftol dan garam pembangkit, yaitu senyawa diazonium yang terdiri dari senyawa amina aromatik. Zat warna ini juga disebut zat warna es atau ”ice colours”, karena pada reaksi diazotasi dan kopling diperlukan bantuan es. Penggunaannya terutama untuk pencelupan serat selulosa. Selain itu juga dapat dipergunakan untuk mencelup serat protein (wol, sutera) dan serat poliester. Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam air. Untuk membedakan dengan jenis zat warna azo lainnya sering juga disebut zat warna azoic. Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosa kurang baik dan bervariasi, sehingga dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu yang mempunyai substantivitas rendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang, misalnya Naftol AS – G dan substantivitas tinggi, misalnya Naftol AS – BO.

Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknya yang kurang, terutama tahan gosok basah, sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftol baru mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelah diubah menjadi naftolat, dengan jalan melarutkannya dalam larutan alkali.

Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai afinitas terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selalu dimulai dengan pencelupan memakai larutan naftolat, kemudian baru dibangkitkan dengan garam diazonium.

Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapat memberikan bermacammacam warna, bergantung kepada macam garam diazonium yang dipergunakan dan dapat pula brsifat monogetik, yaitu hanya dapat memberikan warna yang mengarah ke satu warna saja, tidak bergantung kepada macam garam diazoniumnya.

Contoh struktur zat warna naftol dapat dilihat pada gambar 2.2.6.

(9)

2.2.4 Golongan IV

Zat warna golongan IV ini merupakan zat warna yang luntur oleh pelarut organik dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna pigmen dan zat warna reaktif.

1) Zat Warna Pigmen

Zat warna pigmen hanya berupa kromogen zat warna yang tidak mempunyai gugus yang dapat berikatan dengan serat sehingga dalam proses pencapan dan pencelupannya perlu dibantu dengan binder yang berperan sebagai zat pengikat antara serat dan zat warna, sehingga ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder.

Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut binder/penggikat karena tidak dapat berikatan dengan serat. Unsur-unsur yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain, garam-garam organik, oksida organik, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini luntur dalam dimetilformamida pekat dan dimetilformamida 1:1 kecuali untuk zat warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik

Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan tekstil, maka zat warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan, akan tetapi seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan dengan kualitas kasar sampai sedang.

Untuk pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat digunakan untuk mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain digunakan cara padding dan pada umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja. Sifat ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder yang digunakan. Binder ini dapat membentuk lapisan film dengan bantuan asam yang diperoleh dari katalis dan adanya panas pada waktu curing.

(10)

Gambar 2.2.7 C.I. Pigment Green 37 2) Zat Warna Reaktif

Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Zat warna reaktif yang pertama diperdagangkan dikenal dengan nama Procion. Zat warna ini terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti wol dan sutera dapat juga dicelup dengan zat warna ini. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan zat warna reaktif untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan yang baik.

Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Karena mengadakan reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul kecil maka kilapnya baik.

Contoh struktur molekul zat warna reaktif dapat dilihat pada gambar 2.2.8.

Gambar 2.2.8 C.I. Reactive yellow 15 III. Percobaan

III.1 Alat dan Bahan Alat:

- Tabung Reaksi

- Pipet tetes

- Pipet Ukur

- Spatel

- Plat Tetes

- Gelas Kimia

- Batang Pengaduk

- Penangas Air

- Mikroskop

- Kertas lakmus

- Sinar UV

(11)
(12)

i

III.2.1 Identifikasi Zat Warna Golongan I

Pengujian Zat Warna Direk:

- Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi,lalu ditambahkan 4mL amonia 10%, - Larutan didiidihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi,

(13)

- Kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih dimasukkan kemudian tambahkan NaCl,dan didiidihkan selama 2 menit kemudian biarkan dingin, kain diambil lalu dicuci,

- Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan kain wol dan akrilat menunjukkan zat warna direk.

Pengujian Zat warna Asam:

- Apabila dalam uji zat warna direk terjadi pelunturan warna tetapi tidak mencelup kembali kain kapas putih atau hanya menodai warna dengan sangat muda, maka dikerjakan pengujian untuk zat warna asam,

- Larutan ekstraksi yang diperoleh dari pengujian zat warna direk dinetralkan dengan asam asetat 10% (periksa dengan kertas lakmus),

- Asam asetat 10%ditambahkan lagi sebanyak 1mL

- Kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih dimasukkan dan dipanaskan selama 2 menit,

- Kain-kain tersebut diambil dan dicuci dengan air dan amati warnanya,

- Pencelupan kembali kain wol lebih tua dibandingkan dengan kapas dan akrilat menunjukkan zat warna asam.

Pengujian Zat Warna Basa:

- Apabila dalam uji zat warna direk tidak terjadi pelunturan atau hanya luntur sedikit maka dilakukan pengujian untuk zat warna basa,

- Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

- 1 mL asam asetat glasial dan 3-5 mL air ditambahkan, lalu dididihkan sampai terjadi ekstraksi,

- Contoh uji diambil dan bagilah ekstraksi menjadi dua bagian (satu bagian untuk uji zat warna basa, satu bagian lagi untuk uji penentuan),

- Kain kapas putih, wol putih, akrilat putih dimasukkan dan dididihkan selama 2 menit, - Kain diambil lalu dicuci kemudian diamati,

(14)

- Uji penentuan:

- Tambahkan 3 mL NaOH 10% ke dalam larutan ekstaksi zat warna yang panas, - Dinginkan dan kemudian tambahkan 3mL eter,

- Kocok larutan tersebut, biarkan memisah (air di bawah eter di atas),

- Pindahkan lapisan eter ke dalam tabung reaksi lain, lalu tambahkan 3 mL asam asetat 10% kocok lagi,

- Pewarnaan kembali lapisan larutan asam asetat dengan warna yang sama dengan warna asli menunjukkan adanya zat warna basa.

III.2.2 Identifikasi Zat Warna Golongan II

- Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 mL air, NaOH 10% didihkan selama satu menit kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu menit,

- Keluarkan contoh uji kemudian oksidasi dengan udara,

- Warna kembali ke warna semula maka menunjukkan zat warna golongan II.

Pengujian Zat Warna Belerang:

- Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 mL air, natrium karbonat panaskan kemudian masukan Na2S,

- Panaskan sampai mendidih selama 1-2 menit,

- Ambil contoh uji, masukan kapas putih dan NaCl didihkan selama 1-2 menit,

- Ambil kapas tersebut, letakan di atas kertas saring atau cuci dengan air dan biarkan terkena udara,

- Kain kapas putih akan tercelup kembali dengan warna yang sama dengan warna contoh asli tetapi lebih muda.

- Uji Penentuan:

- Didihkan contoh uji dalam 3mL larutan NaOH 10% kemudian cuci bersih, masukan contoh uji, tambahkan 2 mL HCl 16%,

(15)

- Letakan kertas timbak asetat pada mulut tabung, warna coklat atau kehitaman pada kertas timbale asetat menunjukkan zat warna belerang.

- Didihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi,

- Ambil contoh uji dari larutan ekstrak zat warna ( sebaiknya larutan ekstraksi dibagi dua, satu bagian untuk uji zat warna direk dan satu bagian lainnya untuk uji zat warna asam),

- Masukan kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih kemudian tambahkan NaCl,

- Didihkan selama 2 menit kemudian biarkan dingin, ambil kain lalu cuci,

- Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan kain wol dan akrilat menunjukkan zat warna direk.

Pengujian Zat Warna Bejana:

- Masukan contoh uji tambahkan 2 mL air dan 2 mL NaOH 10%, didihkan kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu menit,

- Ambil contoh uji masukan kapas putih dan NaCl didihkan selama dua menit, biarkan dingin,

- Kapas tercelup kembali dengan warna contoh asli tetapi lebih muda menunjukkan zat warna bejana.

- Uji penentuan:

- Masukan contoh uji ke dalam lelehan parafin dalam cawan porselen,

- Apabila padatan parafin pada kertas saring berwarna maka menunjukkan adanya zat warna bejana (zw belerang tidak mewarnai parafin).

Pengujian Zat Warna Bejana-Belerang (Hidron):

- Sama dengan pengujian zat warna belerang dan bejana. III.2.3 Identifikasi Zat Warna Golongan III & IV

Uji Pendahuluan:

- Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan NaOH 10% didihkan selama satu menit kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu menit,

(16)

- Warna tidak kembali ke warna semula maka menunjukkan zat warna golongan III.

Pengujian Zat warna Naftol:

- Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan NaOH 10%, alkohol, didihkan selama satu menit kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu menit,

- Keluarkan contoh uji kemudian oksidasi dengan udara,

- Warna tidak kembali ke warna semula maka menunjukkan zat warna golongan III.

- Uji penenetuan:

- Lunturan ditambahkan dengan NaCl, kapas naftol, panaskan lalu cuci amati di bawah sinar UV, jika kain berpendar menujukan zat warna naftol.

- Masukan contoh uji ke dalam lelehan parafin dalam cawan porselen,

- Apabila padatan parafin pada kertas saring berwarna maka menunjukkan adanya zat warna naftol.

- Pengujian Zat Warna Pigmen:

- Masukan contoh uji dalam larutan DMF 1 : 1, didihkan selama dua menit lalu amati warnanya,

- Ulangi pengerjaan dengan menggunakan larutan DMF 100%,

- Warna Tua pada larutan DMF 1 : 1 dan warna Muda pada DMF 100% menunjukkan zat warna pigmen.

- Uji penentuan:

- Masukan contoh uji ke dalam larutan HCL 1% didihkan selama lima menit, - Cuci bersih, ambil seratnya amati di bawah mikroskop,

- Bila terdapat patikel-partikel zat warna pada permukaan serat menunjukkan zat warna pigmen dengan zat pengikat.

- Khusus untuk zat warna pigmen warna biru:

(17)

Pengujian Zat Warna Reaktif:

- Masukan contoh uji dalam larutan DMF 1 : 1, didihkan selama dua menit lalu amati warnanya,

- Ulangi pengerjaan dengan menggunakan larutan DMF 100%,

- Warna Muda pada larutan DMF 1 : 1 dan warna Tua pada DMF 100% menunjukan zat warna Reaktif.

- Uji Penentuan:

- Contoh uji ditambahkan NaOH 5%, H2SO4 + wol, wol terwarnai menunjukan zat warna reaktif,

- Contoh uji ditambahkan Na2SO4+H2SO4 + wol, wol terwarnai menunjukan zat warna reaktif,

- Contoh uji ditambahkan NaOCl  warna luntur = zat warna reaktif.

(18)

-III.3 Hasil Percobaan

(19)

-IV. Diskusi

- Identifikasi zat warna berdasarkan penggolongannya memiliki skema yang sistematis, sehingga percobaan ini dilakukan secara bertahap. Sebelum mengidentifikasi zat warna, harus dipastikan bahwa kain sampel merupakan kain selulosa. Serat selulosa dapat diketahui dengan mudah dengan uji pembakaran dengan hasil berbau kertas dan menyisakan abu yang rapuh dan halus.

- Zat warna yang biasanya terdapat dalam serat selulosa diantaranya zat warna direk, asam, basa, bejana, belerang, reaktif, naftol dan pigmen. Zat warna tersebut dapat dibagi menjadi empat golongan berdasarkan kelunturan dan karakteristik yang lain dari zat warnanya.

- Zat warna golongan satu merupakan zat warna yang luntur oleh amonia 10% yaitu zat warna direk dan zat warna asam, sedangkan yang luntur dengan asam asetat mendidih merupakan zat warna basa. Pada pengujian zat warna basa harus dilakukan uji penentuan, karena asam asetat yang dididihkan dapat pula merubah warna pada zat warna bejana dan zat warna belerang. Pada asam asetat mendidih zat warna bejana atau zat warna belerang dapat berubah menjadi bentuk leoco-nya.

- Pada pencelupan kembali dengan zat warna direk dilakukan pada suasana alkali, sedangkan pada pencelupan zat warna asam dan basa dibutuhkan suasana asam karena zat warna asam biasa digunakan untuk mencelup serat protein, salah satunya yaitu serat wol yang tidak tahan terhadap alkali.

- Zat warna pada golongan dua merupakan zat warna yang berubah warnanya setelah direduksi dengan Na2S2O4 dalam suasana alkali dan saat dioksidasi warnanya akan kembali ke warna semula. Zat warna yang termasuk golongan dua yaitu St warna bejana, belerang, dan bejana-belerang (hidron).

- Untuk membedakan zat warna bejana dan belerang harus dilakukan uji penentuan pada kedua zat warna tersebut. Pada uji parafin zat warna bejana akan mewarnai parafin, namun parafin pun dapat terwarnai oleh zat warna naftol sehingga uji pendahuluan sangat penting untuk dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan.

(20)

Pb-asetat diletakkan di mulut tabung. Sulphur yang menguap akan bereaksi dengan kertas Pb-asetat menjadi PbS(noda hitam) dan asetat menjadi asam asetat.

- Pada hasil pengujian ketiga zat warna pada golongan tiga ini jangan terkecoh dengan zat warna hidron, karena hasil pada zat warna hidron ini positif pada pengujian penentuan zat warna bejana dan belerang.

- Pada zat warna golongan tiga ini merupakan zat warna yang rusak atau berubah warnanya dengan reduksi Na2S2O4 dalam suasana alkali, sehingga dengan oksidasi warna tidak akan kembali seperti semula. Zat warna yang telah diuji pada golongan ini adalah zat warna naftol. Zat warna naftol ini akan rusak karena ikatan antara naftol dan garang diazonium terputus.

- Uji penentuan zat warna naftol selain dengan parafin, zat warna naftol ini dapat diketahui dengan penggunaan sinar uv yang dipancarkan pada hasil pencelupan kembali dengan kain kapas grey. Pada sinar uv hasil pencelupan kembali pada kain kapas grey itu akan menghasilkan cahaya yang berpendar. Pada pengujian ini menggunakan kain kapas grey karena pada kain kapas putih mengandung OBA sehingga akan menghasilkan perbedaan.

- Zat warna pada golongan empat ini merupakan zat warna yang tidak luntur dalam pelarut-pelarut anorganik tetapi luntur dalam larutan organik dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%. Untuk membedakan zat warna pigmen dengan reaktif dapat dilihat dari lunturannya. Zat warna pigmen merupakan zat warna yang tidak larut pada air sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna muda dan pada dimetilformamida 100% lunturan berwarna tua, sedangkan zat warna reaktif merupakan zat warna yang larut dalam air sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna lebih tua dibandingkan dengan lunturan pada dimetilformamida 100%.

- Untuk uji penentuan dapat dilihat pada mikroskop, karena zat warna pigmen tidak berikatan dengan serat dan hanya menempel pada permukaan serat dengan bantuan binder, maka penampang yang terlihat pada mikroskop hanya sebagian yang terwarnai. Sedangkan zat warna reaktif berikatan dengan serat sehingga pada mikroskop terlihat serat yang terwarnai seluruhnya.

(21)

memberikan efek batokromik, sedangkan dengan penambahan H2SO4 dapat menimbulkan efek hipsokromik sehingga kain berubah warna menjadi Hijau.

- Untuk zat warna reaktif dapat dilakukan uji penentuan dengan menggunakan H2SO4 p, campuran H2SO4-Na2SO4 dan menggunakan Cl2 (klor aktif). Zat warna reaktif merupakan zat warna yang tidak tahan terhadap oksidator kuat, sehingga saat ditambahkan klor aktif gugus Sel-OH akan tergantikan pada ikatannya. Pada penggunaan H2SO4 pekat dapat menyebabkan serat larut sehingga kurang efektif.

V. Kesimpulan

- Zat warna dapat diidentifikasi berdasarkan sifat kimianya dan karakteristik lainnya, sehingga dapat dilakukan secara bertahap dan sistematis.

- Zat warna golongan I luntur dalam larutan amonia 10% atau CH3COOH mendidih. - Zat warna golongan II Berubah warna dengan reduktor Na2S2O4 dalam suasana

alkali, dan kembali ke warna semula dengan oksidasi.

- Zat warna golongan III rusak atau berubah warna dengan reduktor Na2S2O4 dalam suasana alkali, sehingga warna tidak dapat kembali seperti semula.

- Zat warna golongan IV tidak luntur dalam berbagai pelarut an-organik dan luntur pada pelarut organik dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%.

(22)

-- DAFTAR PUSTAKA

-- Dr.Noerati, Gunawan, dkk, Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Teknologi Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 2013.

- Evaluasi Tekstil Bagian Kimia, Moerdoko Wibowo,S.Teks dkk, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 1975

- Modul pengujian dan evaluasi kimia tekstil II, sekolah tinggi teknologi tekstil

Gambar

Gambar 2.1.2 . Morfologi Serat
Gambar 2.2.1 C.I. Direct Blue 95
Gambar 2.2.3 C.I.Basic Brown 5
Gambar 2.2.4 C.I. Vat Green 3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada pencelupan dengan zat warna poliester, yaitu zat warna bejana yang dipilih dan dirancang untuk pencelupan bahan campuran dari serat poliester kapas, bahan direndam peras

PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI

Pada proses pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi (fixer) yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam

Oleh karena itu dapat dipahami bila tahan luntur hasil pencelupan dengan zat warna levelling lebih rendah bila dibanding dengan tahan luntur hasil celup dengan zat warna asam

Serat wol digunakan untuk analisis zat warna karena sifatnya yang dapat mengabsorspsi zat warna baik yang asam maupun yang asam, serat wool mengandung protein amfoter

Zat warna pigmen telah banyak dirasakan manfaatnya dalam dunia pencapan termasuk untuk kain dari bahan baku serat kapas, tetapi pemakaian pasta capnya masih terbatas

Pada pencelupan dengan zat warna poliester, yaitu zat warna bejana yang dipilih dan dirancang untuk pencelupan bahan campuran dari serat poliester kapas, bahan direndam peras

Dalam rangka mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi dari selulosa jerami padi dalam proses penghilangan zat warna RBRF3B dari larutannya, data