• Tidak ada hasil yang ditemukan

TSUNAMI Fenomena atau Bencana Alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TSUNAMI Fenomena atau Bencana Alam"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TSUNAMI : Fenomena atau Bencana Alam?

1

“ ….the devastation is tremendous, and we can’t describe it adequetly…… Capt. Kendall Card – USS Abraham Lincoln”

Tsunami (dibaca: tsoo-NAH-mee) adalah gelombang transien yang disebabkan oleh gempa tektonik ataupun oleh letusan gunung berapi. Tsunami adalah asal kata dari bahasa Jepang dimana artinya gelombang yang sering terjadi di daerah-daerah pelabuhan di pantai Jepang (Tsu = Pelabuhan dan Nami = gelombang) dan bukan apa yang sering diartikan oleh kebanyakan orang sebagai “tidal waves” (Vasily Titov, 2004). Tsunami memiliki perioda gelombang di antara 10 sampai dengan 60 menit. Bila penyebab Tsunami adalah letusan gunung berapi (seperti yang terjadi di gunung Krakatau) maka gangguannya terjadi pada permukaan, dan apabila penyebabnya adalah gempa tektonik (Aceh dan Nias) maka gangguannya terjadi pada dasar laut. Gangguan pada dasar laut inilah yang sering terjadi Tsunami, Indonesia sendiri adalah merupakan alur dari kagiatan tektonik, yang mana dokumentasi terjadi Tsunami sendiri masih langka dan sangat jarang terekam oleh para peneliti, contoh seperti terjadi sekarang ini di Aceh dan Sumatera Utara. Terlululantahkan oleh goncangan Gempa berskala 8,5 pada skala Richter (8.9 moment magnitude), lebih tepat lagi terjadi di pulau Sumatera pada Minggu pagi 26 Desember 2004 jam 06:58:50 AM sungguh dasyat memang Asia Tenggara dan Asia Selatan terguncang oleh gempa ini, sampai goncangan ini terasa di Somalia, Afrika Timur yang jaraknya 6000 Kilometer dari Epicenter Gempa!!. Apakah kita pernah berpikir kehancuran gempa ini samadengan kekuatan tenaga yang dilepaskan oleh 32 megaton peledak trinitrotoluena atau TNT?. Sampai saat ini belum ada teknologi yang “sophisticated” mampu memprediksi gempa yang terjadi.

Akan tetapi, banyak teori yang bercerita dan menguraikan terjadinya Tsunami yang diakibatkan oleh gempa, ironi memang kajian teoritis mengenai Tsunami sudah banyak yang dilakukan dan di Jepang sudah bukan bahan yang baru lagi. Mengapa Tsunami bisa terjadi? Gempa adalah awal sehingga terjadi Tsunami dimana adanya perpindahan energi gempa ke fluida (cairan bergerak), di dalam fluida, energi ini diubah menjadi gerakan fluida berupa gelombang. Gelombang yang terbentuk ini tergantung dari besarnya energi gempa, sehingga dengan penurunan beberapa pendekatan numeris bisa diketahui energi Tsunami yang terjadi. Pendekatan yang sering digunakan adalah dengan skala Imamura (m), dimana dengan mengetahui besar m (imamura scale) maka kita bisa mengetahui tinggi gelombang yang terjadi serta luasan daya hancur yang diakibatkannya. Adalah Fluida apabila kita menganggap fluida itu ideal maka dia akan bersifat inviscid, tidak berotasi dan tidak mampu mampat. Untuk itu, berlakulah apa yang disebut aliran potensial sehingga dapat didefinisikan sebagai kecepatan potensial. Asumsi umum menyebutkan bahwa gempa yang kurang dari 6 skala ritcher tidak akan menimbulkan kerusakan berarti akibat Tsunami. Perlu juga diketahui bahwa epicenter terhadap pantai juga menentukan terhadap tinggi gelombang Tsunami. Besarnya energi Tsunami diperkirakan 10% dari energi gempa. Analisa numerik mengacu pada contoh sebagai berikut; bila diketahui M = 7.0 m (magnitude) maka m (imamura) = 1.83 dan T (period) = 13.8 menit; maka dari tabel imamura diperkirakan tinggi gelombang yang terjadi adalah 3 meter di pusat gempa dan akan menjalar menuju perairan yang lebih dangkal.

1

J.Ch. Kumaat. Staf Pengajar Universitas Negeri Manado

(2)

Sumber: http://geof.bmg.go.id/Tsunami.jsp

Asumsi awal ini tentunya belumlah valid karena perlu diperhitunkan lagi dengan energi terjadinya gempa yang dikonversikan dengan energi Tsunami yang terbentuk serta menjalar untuk mencapai pantai. Tidak mudah memang, akan tetapi ini perlu kita perjelas bahwa dari berbagai macam kejadian, tanda-tanda fenomena alam yang berubah secara tiba-tiba patut kita waspadai, dimana tanda utama akan terjadinya Tsunami adalah gempa yang besar serta air tiba-tiba surut secara tidak normal.

(3)

Sumber: http://www.globalsecurity.org/eye/andaman-pix2.htm.

Gambar di atas merupakan uraian dari beberapa teori yang mencoba memodelkan bagaimana pembentukan gelombang Tsunami menuju pantai. Ada dua teori yang mendukung bahwa kejadian di atas yaitu :

‰ Transformasi akibat perubahan Lebar dan kedalaman suatu perairan (h/ho dan

b/bo), bila Tsunami melintasi alur yang sempit seperti selat, sungai, ataupun teluk yang panjang, amplitudo Tsunami akan mengalami perubahan, seperti energi gelombang (wave energy) akan membesar akibat bathimetri lahan dan gelombang pecah (wave breaking) akan meninggi di daerah pantai.

‰ Run-Up (H/R dan R/H), adalah akumulasi energi yang terjadi pada dinding miring yang mengakibatkan pembesaran tinggi gelombang. Run-Up ini terjadi saat gelombang mencapai pantai. Tinggi gelombang tergantung dari model kemiringan lahan (topografi), tinggi gelombang (H) dan panjang gelombang (L).

Penjabaran dari dua teori tersebut ini adalah umum digunakan di dalam bidang rekayasa pantai untuk menduga dinamika air laut . Mekanisme kerja gelombang Tsunami dapat dimodelkan dengan pendekatan numeris untuk meramalkan terjadinya gelombang di daerah bahaya Tsunami. Oleh karena itu, data-data tentang pasang surut dan topografi pantai sangat penting di dalam mengevaluasi keadaan pesisir disamping dukungan data tentang besaran kekuatan gempa yang terjadi.

(4)

meredam laju erosi pantai dengan memakai skala-skala rekayasa pantai. Adapun pelindung-pelindung pantai yang berada di sepanjang Teluk Manado dirancang sedemikian rupa sebagai peredam gelombang badai, gelombang ini biasa terjadi apabila di laut lepas terjadi badai

(storm) besar, sehingga pembentukan gelombang ini lebih dominan adalah hasil gesekan

angin terhadap permukaan air laut. Untuk kasus terjadinya gelombang Tsunami, yang adalah merupakan akibat dari gempa tektonik berbeda dengan gelombang yang dibangkitkan oleh angin, gelombang Tsunami biasanya mempuyai kecepatan yang sangat tinggi sampai ratusan meter per jam dan panjang gelombang bervariasi mengikuti pola topografi dasar laut, biasanya panjang gelombangnya menjadi pendek apabila sudah dekat dengan daerah pantai dan tinggi gelombang akan membesar. Basis data hasil pencatatan gelombang di Teluk Manado sangatlah minim, biasanya data mengenai gelombang di analisis berdasarkan prediksi dari kecepatan Angin (data olahan BMG) kemudian di konversi menjadi tinggi dan perioda gelombang. Minimnya alat pendeteksian gelombang laut sangatlah memprihatinkan apalagi lembaga-lembaga riset kelautan yang meneliti sifat fisis air laut masih belum ada di Sulawesi Utara, apalagi alat pendeteksi Gelombang Tsunami yang harganya mencapai 18 milliar rupiah per buah dan tentu sangat mahal. Teknologi pendeteksian Tsunami sebenarnya sudah ada yang dikembangkan oleh Pacific Marine Environmental Laboratory (PMEL) yang berpusat di Hawaii, mengembangkan teknologi pendeteksian dini terjadinya Tsunami yang disebut DART (Deep – ocean Assesment and Reporting of Tsunamis), alat ini bekerja secara terus-menerus (real time) malaporkan anomali perubahan dari air laut. Alat ini di letakkan di samudera Pacific yang fungsinya mengontrol semua fenomena fisis serta keanehan dari laut , seperti gempa dan penjalaran gelombang yang terbentuk.

Sumber: Data Network Deep – ocean Assesment and Reporting of Tsunamis (DART).

F.I. Gonzalez et al NOAA / Pacific Marine Environmental Laboratory (2003)

Alat ini sudah diujicobakan dengan simulasi super-komputer oleh Pacific Disaster Center (PDC) dan Maui High Performance Computing Center (MHPCC) yang dapat meramalkan dan memodelkan propagasi Tsunami dari waktu ke waktu. Uji coba sudah dilakukan dengan melakukan pengukuran lapangan berupa maximum wave run-up di pulau Okushiri, Jepang pada saat terjadi gelombang Tsunami Hokaido – Nansei – Oki. Kita (Sulawesi Utara) beruntung sebenarnya dari posisi geografis berada dibibir Pacific yang mana penelitian-penelitian tentang Tsunami sudah maju dan penyiapan peralatan yang lengkap. Jepang dan Amerika Serikat merasa bertanggung jawab di dalam pengembangan berbagai research tentang Tsunami hal ini diimplementasikan dengan dibuatnya sekitar 11 stasiun pengamatan Tsunami di samudera Pacifik (Amerika Serikat 7 buah dan Jepang 4 buah). Dilain pihak, Indonesia adalah wilayah yang rawan Tsunami termasuk Sulawesi Utara belum ada alat pendeteksi Tsunami dan ini sungguh riskan memang, Thailand saja yang sebagian wilayahnya sudah terpasang alat pendeteksi ini masih bisa kecolongan dengan adanya Tsunami di Samudera Hindia. Yang terpenting disini adalah membangun jaringan (network) dengan pusat-pusat penelitian yang sudah ada seperti PacificTsunami Warning Center

yang berada di Hawaii atau dengan memanfaatkan peralatan yang dimiliki oleh BMG.

(5)

gelombang Tsunami, jelas, perlindungan secara fisik terhadap Tsunami hampir tidak mungkin untuk dilakukan karena akan memerlukan biaya sangat besar. Menarik disimak apa yang dikatakan oleh DR. Hamzah Latief, peneliti Tsunami dari ITB Bandung (ITB News, 3 Januari 2005) bahwa, di dalam membangun sistem peringatan dini kita membutuhkan triliunan rupiah, contohnya Jepang dengan teknologinya membangun sistem ini di perairan mereka di dalam mendeteksi keberadaan Tsunami, Indonesia masih sangat riskan di dalam membangun teknologi ini, akan tetapi hal yang terpenting adalah pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Tsunami.

Cara yang efektif adalah dengan melatih penduduk dalam menghadapi Tsunami dan menghindarkan pembangunan konstruksi di daerah yang sering diserang Tsunami. Cara-cara yang dianjurkan untuk menghadapi Tsunami adalah :

1. relokasi daerah pemukiman

2. membuat jalan atau llintasan untuk melarikan diri dari Tsunami 3. melakukan latihan pengungsian

4. menanami daerah pantai dengan tanaman (bakau/mangrove) yang secara efektif dapat menyerap energi gelombang

5. membiarkan lapangan terbuka untuk menyerap energi Tsunami 6. membuat dike ataupun breakwater di daerah yang memungkinkan 7. membuat suatu sistem peringatan dini (early warning sistem)

Gambar

Gambar di atas merupakan uraian dari beberapa teori yang mencoba memodelkan bagaimana pembentukan gelombang Tsunami menuju pantai

Referensi

Dokumen terkait

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membetuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kecamatan Padang Bolak Tenggara, Kecamatan Halongonan Timur dan Kecamatan

of fuel and electricity energy costs for pyro-metallurgy-based mines plotted against mine- depth and ore grade data with values for open-pit mines ( blue ), underground mines ( green

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Garut tahun 2014-2019. yang mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Garut

a) Komponen (Faktor) 1 terdiri dari: Variabel Gaya Hidup pernyataan nomor 3 yaitu Media sosial digunakan untuk mencari informasi (GH3) sebesar (0,579), :Gaya Hidup

Teori sistem mempunyai beberapa manfaat yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah didalam suatu kegiatan lain seperti pembelian barang, penjadwalan mata kuliah,

Sedangkan kelompok pengeluaran yang memberikan andil/sumbangan Inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,1074 persen, kelompok

Perpustakaan merupakan tempat yang dapat memenuhi kebutuhan akan informasi, oleh karena itu perpustakaan dituntut untuk mampu menyimpan, mengolah data serta melayani pemakai

[r]