TANGGUNG JAWAB MASKAPAI MALAYSIA AIRLINES TERHADAP JATUHNYA PESAWAT MH-17 DI WILAYAH UKRAINA MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL
INSAN FERNALDI LUBIS
110110110558
ABSTRAK
Hukum pengangkutan udara adalah sekumpulan kaidah, asas dan regulasi yang mengatur tentang pengangkutan penumpang, bagasi, dan kargo pada pelaksanaan penerbangan pesawat udara sipil komersial. Pada sebuah kegiatan penerbangan, terdapat beberapa risiko yang dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Kecelakaan yang menyebabkan penumpang mengalami luka berat bahkan kematian, tentu akan merugikan berbagai pihak dan menimbulkan masalah tanggung jawab antara maskapai dengan keluarga penumpang.
Penembakan rudal yang dilakukan kepada Malaysia Airlines Flight MH17 (MH17) atas Ukraina pada 17 Juli 2014 adalah salah satu contoh kecelakaan pesawat yang membuat pihak yang mengalami kerugian untuk meminta pertanggung jawaban kepada maskapai. Malaysia Airlines Flight MH17 meninggalkan Amsterdam Kuala Lumpur dengan 283 penumpang dan 15 awak. Pesawat tersebut terbang di wilayah udara dengan ketinggian sekitar 10.000 meter, meledak di udara dan menyebabkan seluruh awak dan penumpang tewas. Reruntuhan pesawat jatuh di dekat Torez, Ukraina, sekitar dua puluh lima kilometer dari perbatasan Rusia. Pemerintah Amerika Serikat percaya bahwa ledakan itu adalah dampak dari rudal permukaan ke udara ditembakkan dari wilayah yang dikuasai oleh separatis pro-Rusia.
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 2166 dan menuntut bahwa pihak dan entitas yang bertanggung jawab atas jatuhnya MH17 dapat dimintai pertanggungjawaban dan semua Negara dapat bekerja sama sepenuhnya dengan upaya membangun akuntabilitas. Resolusi Dewan Kemanan PBB mengutarakan lebih lanjut bahwa kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di Ukraina untuk menyediakan keamanan untuk penyelidikan dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mengganggu integritas dalam lokasi kecelakaan.
Penulisan hukum ini membahas tentang bentuk pertanggung jawaban dari maskapai Malaysia Airlines atas tragedi MH17dan mempertimbangkan kapasitas hukum internasional untuk mencegah terulangnya tragedi ini. Untuk memberikan perlindungan terhadap para pihak yang dirugikan, khususnya penumpang dan pemilik kargo, maka lahirlah Konvensi Warsawa 1929. Pihak pengangkut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul disebabkan oleh suatu kecelakaan.