MENCARI AGEN YANG TEPAT UNTUK KEMAJUAN INDONESIA Oleh GPB Suka Arjawa
Alvin E Roth dan Lloyd S Shappley adalah pemenang Nobel Ekonomi tahun 2012. Keduanya merupakan staf pengajar, masing-masing di Universitas Harvard dan
Universitas California, Amerika Serikat. Dua lembaga pendidikan tinggi ini merupakan yang terkemuka di muka bumi dengan ”tradisi” Nobel yang dipersembahkan. Mereka menghasilkan karya yang disebut dengan“Theory of Stable Allocations and Practice of Market”.Mungkin maksudnya adalah teori tentang pengalokasian yang tepat dan praktik dari pemasaran. Ini tentu menjadi ranah para ekonom untuk membahasnya. Namun demikin, bidang sosiologi dan politik, apalagi bila dimasukkan kondisi Indonesia, teori yang dekemukakan oleh dua guru besar tersebut cukup relevan dan mampu membantu memeberi inspirasi perkembangan sosial di Indonesia.
Berbagai media massa internasional mengutip teori yang mereka temukan yang intinya mengupayakan bagaimana membuat agar agen itu cocok (sesuai dengan bidangnya). Agen tentu saja bisa diterjemahakan dengan berbagai makna. Ia bisa disebut aktor yang menggerakkan sistem perekonomian, sistem sosial atau sistem politik. Agen juga bisa dimaknai sebagai faktor yang mempunyai pengaruh terhadap dinamika sosial. Apabila agen itu ditempatkan sesuai dengan lokasinya yang paling pantas, segala perkembangan masyarakat akan bisa mencapai tujuan dengan baik, memuaskan dan berkontribusi positif terhadap kehidupan sosial.
Dalam beberapa contoh dari media massa, disebutkan bahwa inti teori itu pada bidang ekonomi adalah bagaimana sebuah barang atau jasa terbaik bisa didapatkan dan tidak ada lagi jasa lain yang lebih baik untuk dicari. Atau juga diumpamakan menemukan sekolah yang paling pas, mencari dokter yang paling cocok untuk rumah sakit, menemukan pasien yang paling tepat bagi donor organ manusia atau mencari jodoh yang terbaik untuk pasangan hidup. Apabila itu semuanya berhasil didapatkan, maka semua tujuan itu akan dicapai dengan sempurna. Gagasan dari teori yang ditemukan Roth dan Shapple ini tidaklah utopis, dalam arti sekedar angan-angan belaka akan tetapi telah dibuktikan oleh beberapa lembaga di Amerika Serikat. Misalnya, banyak pasien yang selamat dan berhasil mempertahankan hidup, setelah mendapatkan organ tubuh maanusia yang cocok. Dan banyak rumah sakit perkembangannya menjadi lebih baik karena
mendapatkan dokter yang tepat sesuai dengan kriteria yang mereka tetapkan. (Sebagian besar pemikiran diatas, diambil dari Harian Kompas, 16 Oktober 2012).
Dalam konteks kehidupan manusia dan akademis, hadiah nobel ekonomi 2012 ini
memberikan pesan cukup bagus bagi perkembangan sebuah teori. Awalnya gagasan teori ini dibuat oleh Lloyd S Shappley dekade enampuluhan. Akan tetapi kemudian
memang memerlukan jalinan kerjasama untuk mengembangkan pemikiran sehingga mampu memperkaya pemikiran itu sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi.
*****
Bagaimana apabila konsep dasar dari teori Roth-Shappley ini diterapkan dalam bingkai perkembangan sosial di Indonesia.
Pertama harus dilihat bahwa aktor dalam bentuk Indonesia (Nusantara), sebagai sebuah bangsa, sesungguhnya mempunyai posisi yang sudah tepat untuk mendukung kemajuan dan kemakmuran. Dari sisi sumber daya alam, hampir seluruh kekayaan alam dimiliki oleh Indonesia. Pertambangan, hasil hutan (termasuk plasma nutfah, cikal bakal pembudidayaan tumbuhan dan bahan makanan), hasil laut, hasil bumi dan sebagainya merupakan potensi besar untuk mengembangkan negara. Dari sisi sosial dan
kebuadayaan, tersedia ratusan suku bangsa dengan berbagai kearifan lokalnya yang mampu memberikan sumbangan inspirasi dan pemikiran nasional. Jika berbagai kearifan lokal itu di dialektikakan secara positif, akan memberikan sumbangan sangat besar bagi kemajuan jaman. Musyawarah mufakat (Sumatra Barat) dan gotong royong (Jawa) merupakan sebagian kecil kearifan lokal yang memberikan langkah nyata dalam
bertindak secara sosial di Indonesia. Nilai-nilai seni yang terkandung di dalam berbagai suku bangsa di Indonesia apabila dipadukan dan didialektikkan, bukan tidak mungkin akan mampu mengalahkan Gangnam Style yang kini mewabah di kalangan anak-anak remaja. (Jika diperhatikan secara lebih seksama, bukankah Gangnam Style itu sebagian merupakan petpaduan antara tari breakdance (1984) dan moonwalker nya Michael Jackson yang populer pada dekade akhir delapanpuluhan?). Indonesia mempunyai kekayaan senibudaya yang jauh lebih banyak dari itu.
Dari sisi ketatanegaraan, sistem politik Indoensia sekarang sudah mendukung konteks politik internasional masa kini, yaitu demokrasi. Pilihan sistem politik ini bisa juga dipandang sebagai salah satu agen yang seharusnya mampu memberikan dukungan tujuan kenegaraan. Paling tidak, kerjasama internasional, saling pemahaman tentang sistem ketatanegaraan, hubungan antar negara akan lebih mudah dilakukan Indonesia. Jumlah penduduk juga tidak bisa diremehkan. Penduduk yang banyak merupakan sumber kekayaan nasional. Di jaman sekarang, apabila penduduk ini dimanfaatkan dengan baik, tidak saja ia menjadi kekayaan kecerdasan dan tenaga pemikir yang melimpah, tetapi juga menjadi komponen pemasaran yang baik untuk produk nasional, dan menjadi incaran banyak investor luar untuk melakukan kerjasama.
Akan tetapi dimana letak kekeliruannya, sehingga Indonesia tetap tidak mampu beranjak mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, bahkan dari negara tetangga?
Mungkin jawabannya ada pada agen manusia penggerak sumber daya tersebut. Indonesia tidak mampu membentuk sistem untuk mendapatkan agen-aktor yang mampu
menempati posisi. Mulai dari korupsi yang menggerogoti politisi, peran polisi yang mendapat sorotan, majikan yang mengeksploatasi anak buah, pelajar dan mahasiswa bunuh-bunuhan, hutan digundul, makanan terpapar zat kimia berlebihan, dam banyak lagi lainnya sampai dengan buah-buahan setengah mateng yang dipasarkan di pasar umum. Semuanya mencerminkan bahwa tidak ada agen yang tepat di posisi yang tepat di Indonesia. Silahkan cari contoh-contoh lain di sekitar Anda, pasti banyak contoh yang didapat!. Inilah yang membuat Indonesia sulit sekali beranjak mengejar negara-negara lain.
****