• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengangguran

Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi

manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Jadi, tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2006: 154).

1. Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya

Menurut Sukirno (2006), penganguran dapat digolongkan berdasarkan penyebabnya, yaitu sebagai berikut:

a) Pengangguran normal atau friksional. Apabila dalam suatu ekonomi terdapat pengangguran sebanyak dua atau tiga persen dari jumlah tenaga kerja maka ekonomi itu sudah dipandang sebagai mencapai kesempatan kerja penuh. Pengangguran sebanyak dua atau tiga persen tersebut dinamakan pengangguran normal atau friksional. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja, tetapi karena sedang mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Dalam proses mencari kerja baru

(2)

ini untuk sementara para pekerja tersebut tergolong sebagai penganggur.

b) Pengangguran siklikal. Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh. Terkadang permintaan agregat menurun sangat drastis. Hal ini berdampak kepada perusahaan yang akan mengurangi jumlah produksinya sehingga perusahaan akan mengurangi jumlah pekerjanya maka pengangguran akan bertambah.

c) Pengangguran struktural. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan itu. Hal ini terjadi dalam perekonomian yang telah berkembang pesat.

Makin tinggi dan rumitnya proses produksi atau teknologi produksi yang digunakan, menuntut persyaratan kerja yang semakin tinggi.

dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dari pada pengangguran friksional. Ada dua yang menjadi penyebab terjadinya pengangguran struktural yaitu sebagai akibat kemerosotan permintaan atau semakin canggihnya teknologi produksi dan kemungkinan perusahaan menaikkan produksi dan pada waktu yang sama mengurangi pekerja.

d) Pengangguran teknologi. Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia. Penggunaan teknologi tersebut dapat mempercepat

(3)

dari pembayaran upah bagi karyawan dibanding dengan menggunakan tenaga manusia.

2.2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Simon Kuznets (Jhingan, 2008) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk mnyediakan semakin bnyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional. Oleh karena itu, konsep yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi adalah GDP dengan harga konstan.

GDP adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Penilaian cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi haruslah dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi di masa lalu dengan pertumbuhan yang telah dicapai negara lain. Dengan kata lain, suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan mengalami pertumbuhan yang lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami penurunan atau fluktuatif (Alghofari, 2010).

Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2006) antara lain:

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja 3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi 4. Sistem sosial dan sikap masyarakat

(4)

a. Teori-teori pertumbuhan ahli ekonomi klasik

Beberapa ahli ekonomi klasik yang akan membahas mengenai teori pertumbuhan ekonomi sebagai berikut (Sukirno, 2007):

1) Pandangan Adam Smith

Menurut pandangan Adam Smith, kebijakan laissez-faire atau sistem mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat dicapai oleh suatu masyarakat. Apabila pasar berkembang, pembagian kerja dan spesialisasi akan terjadi dan dapat menimbulkan kenaikan produktivitas.

Spesialisasi yang bertambah tinggi dan pasar yang bertambah luas akan menciptakan teknoligi dan mengadakan inovasi. Hal itu dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat.

2) Pandangan Malthus dan Ricardo

Kedua ahli ekonomi klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka panjan perekonomian akan mencapai stationary state atau suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat akan memperbesar jumlah penduduk hingga menjadi dua kali lipat dalam waktu satu generasi, akan menurun kembali tingkat pembangunan ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang sangat minimal, yaitu upah yang hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence level).

(5)

3) Teori Schumpeter

Teori Schumpeter (Sukirno, 2006) menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi, memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasar yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefesiensian kegiatan perusahaan. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi akan dilakukan dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan kegiatan ekonomi.

4) Teori Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Analisis Harrod-Domar menggunakan pemisalan-pemisalan sebagi berikut: barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio modal- produksi tetap nilainya. Analisis Harrod-Domar merupakan pelengkap analisis keynes mengenai penentuan kegiatan ekonomi.

(6)

b. Teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik

Dalam analisis Neo-Klasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju pertumbuhan. Perkembangan dilihat dari sejauh mana pertambahan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Ahli ekonomi yang menjadi perintis pengembangan teori ini sebagai berikut:

1. Teori J.E. Meade

Profesor J.E. Meade dari Universitas Cambridge membangun suatu model pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana bentuk paling sederhana dari sistem ekonomi klasik akan berperilaku selama proses pertumbuhan ekuilibrium (Jhingan, 2008: 265).

2. Teori Solow

Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw (yang tergantung pada keseimbangan rumah tangga dan perusahaan dalam menabung dan berinvestasi) dan Gn (yang dalam ketiadaan perubahan teknik, tergantung pada kenaikan tenaga buruh) tersebut timbul dari asumsi pokok mengenai proporsi produksi yang dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk mengganti buruh dengan modal. Jika asumsi ini dilepaskan, keseimbangan tajam antara Gw dan Gn juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu, Solow membangun model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi produksi yang tetap seperti itu (Jhingan, 2008: 274).

(7)

2.3 Pengertian Upah

Upah adalah pendapatan yang diterima tenaga kerja dalam bentuk uang, yang mencakup bukan hanya komponen gaji/upah, tetapi juga lembur dan tunjangan-tunjangan yang diterima secara rutin (tunjangan transport, uang makan dan tunjangan lainnya sejauh diterima dalam bentuk uang), tidak termasuk Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan bersifat tahunan, kwartalan, tunjangan- tunjangan lain yang bersifat tidak rutin dalam bentuk natural.

Menurut Gilarso (1994), balas karya untuk faktor-faktor produksi tenaga kerja manusia disebut upah (dalam arti luas, termasuk gaji, honorium, uang lembur, tunjangan, dan sebagainya). Biasanya dibedakan upah nominal yaitu sejumlah uang yang diterima dan upah real yaitu jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan upah itu. Yang disebut tingkat upah adalah taraf balas karya rata-rata yang berlaku umum dalam masyarakat untuk segala macam pekerjaan yang dapat diperhitungkan per jam, hari, minggu, bulan atau tahun.

Ada berbagai cara atau sistem upah untuk memperhitung besarnya upah atau balas karya (Gilarso, 1994) yaitu:

a) Upah menurut prestasi (upah potongan)

Merupakan besarnya balas karya langsung dikaitkan dengan prestasi kerja, karena besarnya upah tergantung dari banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu tertentu. Hal ini diterapkan kalau hasil kerja bisa diukur secara kuantitatif dengan memperhitungkan kecepatan mesin, kualitas bahan yang dipakai dan lain-lain.

(8)

b) Upah waktu

Besar upah ditentukan atas dasar lamanya waktu karyawan melakukan pekerjaan bagi majikan. Bisa dihitung per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Sistem ini dipakai untuk jenis pekerjaan yang hasilnya sukar dihitung per potong. Cara ini memungkinkan mutu pekerjaan yang baik, karena karyawan tidak tergesa-gesa, administrasinya pun dapat sederhana. Tetapi perlu pengawasan apakah si karyawan sungguh- sungguh bekerja selama jam kerja atau hanya duduk-duduk sambil membaca surat kabar dan lain sebagainya.

c) Upah borongan

Upah borongan adalah balas jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan yang diborongkan. Cara memperhitungkan upah ini kerap kali dipakai pada suatu pekerjaan yang diselesaikan oleh suatu kelompok pekerja.

Untuk seluruh pekerjaan yang ditentukan suatu balas karya yang kemudian dibagi-bagi antara para pelaksana.

d) Upah premi

Merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah potongan. Upah dasar untuk prestasi normal bedasarkan waktu atau jumlah hasil. Apabila seseorang karyawan mencapai prestasi yang lebih dari itu, ia diberi premi. Premi dapat juga diberikan misalnya untuk penghematan waktu, penghematan bahan, kualitas yang baik dan sebagainya.

(9)

e) Upah bagi hasil

Bagi hasil merupakan cara yang biasa di bidang pertanian dan dalam usaha keluarga, tetapi juga dikenal di luar kalangan itu. Misalnya karyawan/pelaksana diberi bagian keuntungan bersih, direksi sebuah PT mendapat tantieme bahkan kaum buruh dapat diberi saham dalam PT tempat mereka bekerja sehingga kaum buruh menjadi pemilik perusahaan.

f) Peraturan Gaji Pegawai Negeri

Gaji Pegawai Negeri Sipil (GPNS) berdasarkan dua prinsip yaitu, pendidikan dan masa kerja. Setiap orang yang diangkat sebagai pegawai negeri mendapatkan gaji pokok yang ditentukan oleh golongan dan masa kerja.

2.4 Pengertian Inflasi

Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator suatu negara bagi kestabilan ekonomi yang selalu menjadi pusat perhatian pemerintah. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak hal yang sangat merugikan bagi perekonomian negara. Boediono (2001) menyatakan bahwa defenisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena musiman, menjelang hari raya atau menjelang hari perayaan lainnya yang terjadi hanya sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.

(10)

Inflasi lebih menekankan pada nilai uang, dimana keseluruhan tingkat harga dalam perekonomian dapat dipandang dari dua sisi. Sisi pertama, tingkat harga sebagai harga sejumlah barang dan jasa yang mana ketika tingkat harga naik, orang-orang harus membayar lebih untuk membeli barang dan jasa. Sisi kedua, tingkat harga sebagai ukuran nilai uang dimana kenaikan tingkat harga berarti bahwa nilai uang menjadi lebih rendah karena sekarang satu dolar hanya dapat membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dulu (Mankiw, 2006: 195).

Dari defenisi di atas, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Prathama dan Mandala, 2008: 359), yaitu sebagai berikut:

• Kenaikan harga. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode selanjutnya.

• Bersifat umum. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan harga tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.

• Berlangsung terus-menerus. Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.

(11)

1. Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga ini. Ketiga teori ini adalah: teori kuantitas, teori Keynes dan teori strukturalis (Boediono 2001: 161). Masing-masing akan dibahas sebagai berikut:

a. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations) (Boediono, 2001: 161). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:

1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar misalnya, kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bhan bakar” bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun penyebab awal dari kenaikan harga tersebut.

2. Laju inflasi ditentukan oleh pertambahan jumlah uang yang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.

(12)

b. Teori Keynes

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (timbul apa yang disebut dengan inflationary gap). Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut

berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang.

c. Teori Strukturalis

Teori inflasi “jangka panjang” karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya inflexibilitas penawaran bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab structural pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat disbanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa.

Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain sehingga terjadi inflasi.

Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi dengan misalnya, mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus juga dengan pembangunan sektor bahan makanan dan ekspor.

(13)

2. Macam-Macam Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi (Boediono, 2001:

156), antara lain:

a) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) b) Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun) c) Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun) d) Hiperinflasi (di atas 100% setahun)

Inflasi yang tinggi sangat merugikan bagi perekonomian suatu negara karena dapat menghambat kegiatan produksi terutama produksi barang yang akan di ekspor. Turunnya produksi tersebut diakibatkan harga bahan baku yang naik dan menyebakan harga pokok output yang dihasilkan juga ikut naik. Kita tidak bisa menentukan parah atau tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut inflasi saja, tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut. Kalau seandainya laju inflasi adalah 20% dan semuanya berasal dari kenaikan harga barang-barang yang dibeli oleh golongan yang berpenghasilan rendah, maka seharusnya kita menamakannya inflasi parah.

(14)

3. Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Prathama dan Mandala, 2008: 367). Di antaranya sebagai berikut:

a. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

Indek harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weigthed) berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot yang paling besar.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)

Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu, IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index).

IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.

c. Indeks Harga Implisit (GNP Deflator)

(15)

dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas harga konstan) dan dengan demikian dan diinterpretasikan sebagai bagian dari seluruh komponen GNP (konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto).

4. Inflasi Menurut Faktor Penyebabnya

Dilihat dari faktor penyebabnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam (Prathama dan Mandala, 2008: 365), yaitu:

• Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)

Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.

• Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari

adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisien, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Secara grafik cost-push inflation dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva sebagai berikut:

(16)

5. Dampak Inflasi

Inflasi yang terjadi di dalam perekonomian suatu negara dapat memicu akibat atau dampak, antara lain:

• Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil. Makin buruknya distribusi pendapatan. Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥ 20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil tetapi ada sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil.

• Terganggunya stabilitas ekonomi. Inflasi menganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi.

Inflasi yang kronis membutuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan jasa akan terus naik.

(17)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Purnomo dan Sukardi (2010) melakukan penelitian yang berjudul

“Karakteristik Penganggur Terbuka, Setengah Penganggur dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur”. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis data sekunder dengan menggunakan uji statistik yaitu Korelasi Pearson. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa karakteristik penganggur

terbuka dan setengah penganggur di Jawa Timur tidak terlepas dari kondisi wilayahnya. Salah satunya adalah bahwa penganggur terbuka terkonsentrasi pada wilayah perkotaan atau wilayah yang bergerak di sektor non pertanian.

Penganggur terbuka cenderung terpusat di Kota Surabaya dan sekitarnya serta ditopang 8 kota lainnya. Daerah pesisir selatan seperti Kabupaten Blitar, Trenggalek, Pacitan ditambah daerah timur seperti Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Probolinggo, Sampang dan Sumenep memiliki penganggur yang rendah.

Surya (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran di Kota Semarang”. Variabel penelitian ini yaitu, penagngguran, PDRB, inflasi, angka beban tanggungan penduduk. Metode analisis data yang digunakan adalah Metode Regresi Linear Berganda. Hasil dari penelitian ini bahwa PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di Kota Semarang tahun 1989-2008. Hal ini berarti bahwa tingkat

(18)

pertumbuhan PDRB yang tinggi diikuti oleh terjadinya penurunan tingkat pengangguran di Kota Semarang. Inflasi memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran artinya, semakin tinggi tingkat inflasi maka tingkat pengangguran semakin rendah. Tingkat beban tanggungan penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hal ini berarti bahwa perubahan yang ditimbulkan pada tingkat beban penduduk akan membawa pengaruh terhadap perubahan pada tingkat pengangguran.

Prihanto (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Tren Determinan Pengangguran Terdidik di Provinsi Jambi”. Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel independennya antara lain, tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal sedangkan variabel dependennya pengangguran terdidik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian ini bahwa angka pengangguran terbuka di Provinsi Jambi dalam periode 1990-2009 rata-rata 5,4 persen dari total angkatan kerja. Lebih dari tiga perempatnya (79,5 persen) merupakan pengangguran terdidik yang jumlahnya terus bertambah.

Hubungan antara variabel tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal dengan pengangguran terdidik adalah sangat kuat. Sedangkan berdasarkan uji hipotesis secara serentak menggunakan uji F dengan tingkat kepercayaan 95 persen ternyata tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengangguran

(19)

Sulistiawati (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Indonesia”. Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data berbentuk time-series dari tahun 2006-2010 dan data cross-section yang terdiri atas 33 provinsi. Variabel yang digunakan yaitu upah minimu, penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini bahwa upah memiliki pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya, apabila terjadi kenaikan upah maka berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang produktivitasnya rendah. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal itu berarti bahwa penyerapan tenaga kerja terhadap kesejahteraan masyarakat berjalan searah. Artinya, apabila penyerapan tenaga kerja meningkat, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Yacoub (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Penagngguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat”. Terdapat dua variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu:

tingkat penagngguran dan tingkat kemiskinan dengan teknik analisis regresi.

Hasil penelitian ini bahwa tingkat penagngguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat.

Penagngguran yang ada di rumah tangga tidak secara otomatis menjadi miskin karena ada anggota keluarga yang lain memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga lainnya. Sedangkan pada kelompok

(20)

keluarga yang sangat miskin justru tingkat penagngguran rendah karena sebagian besar anggota keluarga bekerja untuk bisa bertahan hidup. Terkadang anak-anak dilibatkan bekerja dengan alasan penghasilan kepala keluarga tidak mencukupi.

Hajji dan Nugroho (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis PDRB, Inflasi, Upah Minimum Provinsi, dan Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1190-2011”.

Variabel independen penelitian ini meliputi: PDRB harga konstan yang dihitung dengan satuan jutaan rupiah, inflasi tahunandengan satuan persen, UMP yang dilihat dari empat kota besar di Provinsi Jawa Tengah dengan satuan ribu rupiah, AMH usia 15 tahun ke atas. Metode penelitian ini menggunakan analisis Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini bahwa UMP dan AMH

berpengaruh positif terhadap tingkat penagngguran terbuka, sedangkan PDRB tidak berpengaruh pada besar kecilnya tingkat penagngguran terbuka. Inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka berniali positif dan tidak signifikan, artinya inflasi di Jawa Tengah tidak memilihi pengaruh terhadap tingkat pengngguran terbuka. Hubungan variabel UMP dan tingkat pengangguran terbuka adalah positif dan signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa besar kecilnya UMP berpengaruh terhadap jumlah pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Tengah. Kualitas pendidikan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah memiliki hubungan positif terhadap jumlah pengangguran terbuka. Peneliti menganggap dengan semakin tingginya pendidikan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah membuat mereka menuntut upah yang tinggi sesuai dengan apa

(21)

sesuai, merekan akan memilih menunggu pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka.

Kurniawan (2013) meneliti tentang “Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang”. Variabel yang digunakan yaitu produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota, inflasi dan pengangguran terbuka. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif dengan bantuan Metode Regresi Linear Berganda. Penelitian ini menggunakan data sekunder berbentuk time series dari tahun 1980-2011 pada Kota Malang. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mempunyai penagruh negatif terhadap pengangguran terbuka.

Kedua, Upah Minimum Kota (UMK) yang mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengangguran terbuka. Ketiga, inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka.

Wijaya (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Upah Minimum, PDRB, dan Populasi Penduduk Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Gerbangkertasusila Tahun 2007-2012)”. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan dari dara time-series dan cross- section dengan menggunakan Random Effect Model (REM) dengan pendekatan

GLS (Generalized Least Square). Hasil dari penelitian ini bahwa upah minimum mempunyai hubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka mengindikasikan apabila upah minimum meningkat maka tingkat pengangguran terbuka Gerbangkertasusila akan menurun. Kedua, PDRB menpunyai hubungan

(22)

positif terhadap tingkat pengangguran terbuka, jika PDRB meningkat maka tingkat pengangguran tebuka di wilayah Gerbangkertasusila akan meningkat.

Dikarenakan pertumbuhan ekonomi di Gerbangkertasusila berorientasi pada modal sehingga banyak perusahaan yang mengurangi biaya inputnya untuk mendapatkan keuntungan salah satunya dengan mengurangi tenaga kerja manusia dan menggantikannya dengan teknologi. Ketiga, populasi penduduk mempunyai hubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka karena jika populasi penduduk meningkat maka tingkat pengangguran terbuka menurun. Hal ini terjadi karena banyak anak sekolah (15 tahun ke bawah) yang sudah masuk ke dalam pasar kerja untuk dapat membantu keluarganya dan bonus demografi yang terdapat di setiap wilayah sekitar 75% dapat melakukan pekerjaan atau bahkan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengangguran dapat menurun.

2.6 Kerangka Konseptual

Pertumbuhan ekonomi merupaka suatu indikator dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk menganalisis tentang pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan di suatu negara. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya.

Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dapat menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan di suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa kondisi perekonomian negara tersebut baik.

(23)

Tingkat upah yang ditawarkan akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Karena besaran upah dapat memiliki hubungan positif maupun negatif terhadap pengangguran. Jika upah minimum yang akan diterima oleh pencari kerja rendah, hal itu membuat pekerja akan menganggur dalam waktu tertentu sampai pekerja menemukan pekerjaan yang terbaik dan upah yang tinggi.

Namun dipihak perusahaan, penetapan upah minimum yang tinggi akan menyebabkan jumlah pengangguran bertambah. Karena perusahaan menerapkan efisiensi pada biaya produksi dengan mengurangi tenaga kerja.

Meningkatnya inflasi akan berimbas pada bertambahnya jumlah pengangguran. Karena tingginya tingkat inflasi mnyebabkan rendahnya investasi, akibatnya jumlah pengangguran meningkat dengan seiring berkurangnya kesempatan kerja. Menurut A.W. Phillips inflasi memberikan pengaruh positif terhadap jumlah pengangguran. Hal ini terjadi karena didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat.

Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan naik harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut produsen akan meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah jumlah tenaga kerja. Maka akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja dengan naiknya harga-harga (inflasi) mampu mengurangi pengangguran.

(24)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat diperoleh kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah teori semetara yang kebenarannya masih perlu diuji setelah peneliti mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar (Arikunto, 2006). Berdasarkan studi empiris penelitian yang pernah dilakukan dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut:

H1: Terdapat pengaruh negatif antara pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat Pertumbuhan

Ekonomi

Upah

Inflasi

Pengangguran Terbuka

(25)

H2: Terdapat pengaruh negatif antara upah terhadap tingkat pengangguran

terbuka di Indonesia.

H3: Terdapat pengaruh negatif antara inflasi terhadap tingkat pengangguran

terbuka di Indonesia.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

semPat BeRPikiR kenaPa tidak kita Bikin aCaRa BeRsama-sama dalam kegiatan kuCing tanPa adanYa Batasan kaRena PeRBedaan komunitas saJa.” dengan tujuan yang baik maka

Apakah memang penggunaan media sosial di kalangan para pemuda tani dapat menjadi subsitusi atau hanya komplementer bagi saluran komunikasi politik berbasis

Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan

11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, pengampunan pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak

Ayam bekisar, kampung, bangkok, kate, dan G.varius memiliki waveform yang terdiri atas 2 elemen yaitu suara depan (I st waveform) dan suara belakang (2 nd waveform) yang

Selama perioda positif tegangan sumber, dioda emiter dicatu maju shg titik operasi berayun dr titik kerja Q ke penjenuhan (saturasi). Selama perioda negatif tegangan sumber,

NCCC bekerjasama rapat dengan pihak berkuasa yang berkaitan seperti Bahagian Penguatkuasa, Kementerian Perdagangan Dalam negeri dan Hal Ehwal Pengguna, Tribunal Tuntutan

(engan membuat garis lurus, siswa dapat berlatih keseimbangan dengan disiplin. 2ola dari kertas atau bahan lain yang lunak... an'as, kuas, palet, cat air, dan cat minyak