• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. biaya dalam wujud investasi (modal investasi) maupun biaya produksi. Pakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. biaya dalam wujud investasi (modal investasi) maupun biaya produksi. Pakan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha peternakan ayam layer (petelur) tidak terlepas dari biaya, baik itu biaya dalam wujud investasi (modal investasi) maupun biaya produksi. Pakan merupakan komponen biaya produksi yang tinggi dibandingkan biaya produksi yang lain seperti pengobatan dan vaksinasi. Pengelolaan hasil produksi diharapkan dapat memberikan keuntungan yang dapat digunakan untuk menutup sebagian biaya produksi tersebut.

Pada umumnya, kebutuhan masyarakat akan telur ayam ras lebih banyak daripada kebutuhan telur ayam buras. Hal ini terlihat antara lain di pasar lebih banyak tersedia telur ayam ras dari pada telur ayam buras dan harga antara telur ayam ras lebih murah dibandingkan harga telur ayam buras. Naik turunnya harga telur dipengaruhi oleh pasar. Kebutuhan pasar ataupun banyaknya permintaan dapat menyebabkan naiknya harga telur, sedangkan pada saat yang lain dimana permintaan akan telur menurun maka harga telur juga dapat menurun.

Ayam petelur dipelihara untuk diambil telurnya hingga umur afkir atau sekitar 72 minggu. Masa produktif ayam petelur dimulai sejak ayam berumur 16 – 22 minggu. Ayam petelur lebih lama dalam menghasilkan telur yang siap jual.

Untuk itu, masa pengembalian investasinya pun lebih lama, dibandingkan dengan ayam pedaging yang sudah siap jual pada umur 5 – 6 minggu.

Penurunan produksi telur akan terjadi apabila terdapat kesalahan dalam pemeliharaan. Penurunan produksi telur ini bukan saja terjadi karena kesalahan pemeliharaan, tetapi juga karena ayam sudah mencapai puncak produksi. Setelah

(2)

2

puncak produksi tercapai, secara perlahan produksi akan menurun hingga ayam berusia sekitar 1,5 tahun. Biasanya pada usia ini, ayam dapat diafkir (Rasyaf, 1991). Secara normal, seekor ayam dapat berproduksi sekitar 300 butir setahun atau sekitar 0,82 butir sehari. Apabila peternak memelihara sebanyak 100 ekor ayam produktif maka diharapkan dapat menghasilkan telur sebanyak 82 butir per hari atau 574 butir per minggu. Namun, apabila terjadi penurunan produksi telur diatas 3% per minggu (sekitar 18 butir) dan peternak tidak mengetahui penyebabnya, maka keadaan ini harus segera diatasi (Paimin dan Lubis, 2001).

B. Tujuan

Tujuan penyusunan Tugas Akhir adalah untuk mengetahui manajemen hasil produksi telur pada ayam layer di Januputra Farm Srunen, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

(3)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bangsa Ayam Petelur

Indonesia adalah negara yang beriklim tropis atau panas. Oleh karena itu, wilayah Indonesia mempunyai daerah – daerah yang keadaan udaranya tidak sama, ada daerah tertentu mempunyai udara panas dan ada daerah yang tidak panas atau dingin. Adanya perbedaan keadaan udara tersebut membuat peternak harus memperhatikan dan menyesuaikan keadaan udara suatu daerah jika berkeinginan memelihara ayam. Salah satu bangsa ayam yang tidak banyak terganggu oleh perubahan cuaca adalah bangsa ayam petelur (Herman dan Zamrowi, 1992).

Menurut Sudarmono (2003) Strain ayam petelur yang kini beredar di Indonesia yaitu Arbor acres diciptakan di Amerika pada tahun 1972, Dekalb waren diciptakan di Amerika pada tahun 1972, Hyline diciptakan di Amerika pada tahun 1972, Hubbard golden comet diciptakan di Amerika pada tahun 1972, Hisex diciptakan di Belanda pada tahun 1972, Hypeco diciptakan di Belanda pada tahun 1972, Isa Brown diciptakan di Inggris pada tahun 1972, Ross Brown diciptakan di Inggris pada tahun 1972, Lohman diciptakan di jerman 1972, Enya diciptakan di Jepang, Rosella diciptakan di negeri Belanda, Kimber Brown diciptakan di California Amerika pada tahun 1972, Harco diciptakan di Amerika pada tahun 1972 dan Shaver diciptakan di Kanada. Masing – masing strain memiliki keunggulan tersendiri. Namun secara garis besar, keunggulan tersebut meliputi produktivitas bertelur tinggi, bobot telur tinggi, nilai konversi pakan yang rendah, pertumbuhan yang baik, dan masa bertelur yang panjang. Jenis ayam petelur

(4)

4

mimiliki sifat nervous (mudah terkejut), bentuk tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi 200 butir/ekor/tahun.

B. Produksi telur

Produksi telur pada unggas berkaitan dengan waktu. Hal ini berarti seiring dengan bertambahnya waktu, produksi itu tidak selalu naik. Hubungan antara waktu produksi selama masa bereproduksi dengan produksi telur dalam kurun masa produksi tersebut dinamakan lintas produksi. Pada ayam ras, telur pertama dihasilkan pada saat berumur 5 bulan dan akan terus menghasilkan telur sampai umurnya mencapai 10 – 12 bulan. Waktu awal bertelur ini erat sekali kaitannya dengan umur kedewasaannya. Ayam tidak akan bertelur sebelum dewasa atau cukup usia. Pada umur satu hingga dua minggu pertama produksi telur masih belum stabil dan ukuran telur masih kecil karena ayam baru belajar mulai bertelur.

Saat ayam berumur minggu keempat semenjak awal bertelur, produksi sudah mulai banyak. Satu hingga dua bulan setelah itu laju produksi positif dan besar.

Pada saat ayam mencapai puncak produksi, kurang lebih pada umur 1,5 tahun (12 bulan produksi), secara perlahan – lahan produksi telur mulai turun hingga tiba saatnya untuk diafkir. Setelah mencapai puncak produksi itulah, laju produksi negatif (Rasyaf, 1991). Sudarmono (2003) menyebutkan ayam ras dapat menghasilkan telur sebanyak 250 – 280 butir/tahun dan dengan bobot telur antara 50 g – 60 g.

Kualitas telur menjadi titik tolak keberhasilan ternak ayam petelur.

Apabila telur kurang baik atau tidak bermutu, maka telur tidak akan laku di pasaran sehingga keuntungan usaha menjadi berkurang. Kemunduran kualitas

(5)

5

telur dapat terjadi baik pada bagian dalam telur maupun luar telur. Menurut Anggorodi (1994), perubahan kualitas bagian dalam telur antara lain adanya pembesaran kuning telur, kenaikan PH dan kerusakan oleh mikroba. Sedangkan perubahan pada bagian luar telur, pada umumnya lebih mudah dilihat, sebagai contoh penurunan berat telur, timbul bercak pada kerabang, ataupun kerabang menjadi retak. Kemunduran kualitas telur ini dapat diatasi dengan perbaikan status kesehatan ayam dan program pemberian pakan yang bekualitas atau bergizi, karena pakan merupakan bagian terbesar dalam pembentukan sebutir telur (Paimin dan Lubis, 2001).

C. Manajemen Pengambilan Telur

Telur dari kandang dari kandang harus dikeluarkan dengan segera untuk mengurangi kerusakan isi telur oleh bakteri dan mikroba. Setiap hari dapat dilakukan pengumpulan telur sebanyak tiga kali yaitu pengambilan pertama pada pukul 10.00 – 11.00 wib, pengambilan kedua pukul 13.00 – 14.00 wib dan pengambilan ketiga dilakukan pada pukul 15.00 – 16.00 wib ( Rasyaf, 1999).

Semakin cepat telur dikeluarkan dari kandang akan semakin baik untuk mencegah pencemaran oleh bakteri. Pengaruh lama pengambilan telur terhadap kandungan bakteri dapat dilihat pada tabel 2.

D. Klasifikasi Telur

Menurut Sarwono (1994) berat dan ukuran telur berbeda-beda, akan tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan. Sudarmono (2003) menyebutkan bahwa ayam ras dapat menghasilkan telur sebanyak 250 – 280

(6)

6

butir/tahun dengan bobot telur antara 50 g – 60 g. Klasifikasi telur dibagi menjadi empat kelompok yaitu:

a. Kualitas AA

Kulit telur bersih, tidak retak atau berkerut, bentuknya normal dan halus, panjang rongga udara di dalam telur sekitar panjang 0,32 cm, putih telur bersih dan kental, kuning telur juga bersih.

b. Kualitas A

Kulit telur bersih, tidak retak atau berkerut, mulus dan normal, panjang rongga udara 0,48 cm, putih telur bersih, agak encer kuning telur normal dan bersih.

c. Kualitas B

Kulit telur bersih, tidak retak, bentuk telur kurang normal misalnya lonjong, panjang rongga udara 0,95 cm, putih telur bersih dan sudah lebih banyak encer, kuning telur normal tetapi tidak bercak.

d. Kualitas C

Kulit telur bersih, ada bagian yang kotor, kulit tidak retak dan kurang normal bentuknya, panjang rongga udara 0,95 cm, dan putih telur encer (Rasyaf, 1999).

E. Penyimpanan telur

Telur yang disimpan terlalu lama akan rusak atau membusuk dalam penyimpanan dapat menyebabkan produktivitas telur menurun, akibatnya keuntungan usaha dapat berkurang. Namun, telur dapat diperpanjang masa simpannya dengan cara telur memasukkan atau menyimpan telur dalam ruangan

(7)

7

yang bersuhu dingin dibawah 15ºC. Suhu dingin ini juga dapat menghambat terjadinya proses fisiologis yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroba pembusuk (Paimin dan Lubis, 2001).

Dalam konsumsi rumah tangga ada standar penyimpanan telur yang baik menurut Paimin dan Lubis (2001), yaitu sebelum disimpan sebaiknya telur dibersihkan dahulu agar terbebas dari kemungkinan adanya mikroba (telur direndam dalam air detergen atau sodium hidroksida atau dicuci langsung dengan air hangat (60ºC) yang mengalir). Setelah dicuci, telur dapat dikeringkan dengan cara dilap kain bersih dan steril. Selanjutnya, telur disimpan dengan posisi bagian telur yang tumpul menghadap ke atas.

F. Hen Day Production

Hen Day Production (HDP) adalah cara menghitung produksi telur harian.

Tujuan perhitungan HDP adalah untuk mengetahui jumlah telur yang dihasilkan oleh sekelompok ayam pada umur tertentu. Hen Day Production setiap strain ayam petelur berbeda – beda. Standar HDP strain ayam petelur Hisex, Hyline, ISA Brown, Lohman puncak produksi adalah 92% - 93%. Rumus yang digunakan

dalam perhitungan HDP yaitu :

Produksi Telur (butir)

HDP = X 100%

Jumlah Ayam (ekor)

(Sudarmono, 2003) G. Hen House Production

Hen Housed Production (HHP) adalah menghitung produksi telur jumlah ayam yang dikandangkan. Menurut Rasyaf (1999) Hen house Production

(8)

8

merupakan indikasi produksi yang mengukur produksi berdasarkan jumlah ayam pada awal masa produksi hen house production dinyatakan dalam rumus berikut : Total Produksi Telur pada hari tersebut (butir)

HHP = X 100%

Populasi Awal periode produksi (ekor) G. Feed Intake

Feed Intake merupakan jumlah pakan yang dihabiskan oleh ayam atau

unggas pada periode tertentu. Agar konsumsi (Feed Intake) ransum ayam tetap tinggi sesuai standar, maka peternak perlu mempertimbangkan untuk melakukan potong paruh (debeaking) di kisaran umur 8-10 minggu. Dengan kondisi paruh rata bagian depan, maka ayam bisa mengambil ransum dengan jumlah banyak dalam sekali patuk (Anonim, 2014).

H. Feed Conversion Ratio (FCR)

Feed Conversion Ratio (FCR) merupakan perbandingan jumlah pakan

yang dihabiskan dengan kenaikan berat badan pada waktu dan satuan berat yang sama dengan standar FCR 2,3 – 2,4. Menurut Rasyaf (1997), konversi pakan merupakan perbandingan antara pakan yang dihabiskan untuk produksi dengan produksi telur yang dihasilkan. Dinyatakan lebih lanjut oleh Rasyaf (1997) bahwa konversi pakan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah Pakan yang dihabiskan untuk produksi telur (kg)

Konversi Pakan = Produksi telur yang diperoleh (kg)

I. Pemasaran Telur

Menurut Wedastra (1999), efisiensi pemasaran merupakan kemampuan produsen bersama lembaga pemasarannya dalam hal produksi atau komoditi

(9)

9

kepada konsumen dengan harga yang wajar tanpa mengorbankan berbagai pihak yang terlibat dalam pemasaran. Dalam setiap usaha, pemasaran memegang peran yang sangat penting untuk mendapatkan keuntungan yang optimal yang diharapkan. Dalam pengelolaan usaha peternakan ayam petelur, setiap peternak selalu berusaha untuk mendapatkan hasil produksi yang baik dan mengharapkan produksi telur yang tinggi sehingga mendapatkan keuntungan yang diharapkan (Rasyaf, 1991; Paimin dan Lubis 2001).

Menurut Rasyaf (1991), ada beberapa macam jalur yang dihadapi oleh sebuah peternak ayam petelur untuk memasarkan hasil produksi ternaknya yaitu :

1. Pemasaran telur melalui pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menentukan harga berdasarkan harga yang umum terjadi, mereka juga menanggung resiko rugi akibat telur pecah selama transportasi dan juga bila ada telur yang busuk atau rusak akibat sebab lainnya. Peternak memilih memasarkan hasil produksinya melalui pedagang pengumpul, dikarenakan dua alasan yaitu jumlah telur yang dijual tidak banyak dan perlindungan sistem eceran yang ada dipasar.

2. Pemasaran telur melalui agen atau penjual besar. Jalur ini dilakukan dari berbagai arah. Pedagang pengumpul juga menjual telur pada pengumpul, peternak juga dapat langsung menjual telur produksinya kepada penjual besar ini. Mereka yang mendistribusikan kepada pengecer atau konsumen akhir.

3. Pemasaran telur yang langsung ke pengecer dan ke konsumen akhir. Jalur terakhir ini akan memotong biaya yang tidak perlu dikeluarkan.

(10)

10

III. PELAKSANAAN

Kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) di peternakan Januputra Farm Srunen, Glagaharjo Cangkringan Sleman, Yogyakarta. Kegiatan PKL dilaksanakan selama 6 hari pada tanggal 2 – 7 Maret 2015. Waktu yang sangat singkat ini, sebenarnya kurang efisien dalam menimbang ilmu di Januputra Farm Srunen, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan beberapa pihak di peternakan yang meliputi pengelolaan hasil produksi yang berupa telur dengan mengikuti praktek yaitu melakukan pengambilan telur, pembersihan tempat minum dan seleksi telur. Hasil produksi yang berupa telur ini kemudian dianalisis untuk mengetahui pengelolaan hasil produksi dan keuntungan maupun kerugian yang diperoleh di peternakan Januputra Farm.

Praktek kerja yang diikuti oleh mahasiswa di peternakan Januputra Farm adalah membersihkan tempat minum, pengambilan telur dan seleksi telur. Tempat minum di peternakan Januputra sudah menggunakan nipple, sehingga pembersihan tempat minum dapat dilakukan setiap 1 bulan, ini tidak sesuai dengan pernyataan Paimin dan Lubis (2001), tempat minum otomatis (nipple) yang dipasang bagian atas kandang dibersihkan secara rutin dan tidak terlalu lama. Cara pembersihan nipple adalah dengan menggunakan air dan kain, kemudian dilap pada bagian yang kotor. Setelah tempat minum dibersihkan, dilakukan pemberian pakan oleh anak kandang. Pembersihan lantai kandang dilakukan setelah pemberian pakan. Pembersihan lantai kandang ini dilakukan sehari 2 kali sebelum pengambilan telur.

(11)

11

Pengambilan telur dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 10.00 – 11.00 wib dan pukul 14.00 – 15.00 wib, ini tidak sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1999), menyatakan dalam satu hari pengambilan telur dalam kandang dilakukan tiga kali. Pengambilan telur ini dilakukan dengan meletakkan telur di atas egg tray, kemudian dilakukan pengelompokan telur normal dan telur abnormal. Telur

yang kecil, pecah, kotor, kerabang jelek dipisahkan. Telur – telur ini diletakkan di depan kandang yang selanjutnya diambil dan dibawa ke ruang telur untuk diseleksi.

Gambar 1 : Seleksi telur

Telur –telur yang sudah dibawa ke ruang telur kemudian diseleksi dengan cara memisahkan telur yang normal dan telur abnormal. Seleksi ini hanya didasarkan pengamatan luar saja dan tidak dilakukan sampai ke bagian dalam telur. Kerabang telur yang halus, rata, berbentuk oval serta bersih di kelompokan dalam telur normal sedangkan kerabang telur yang kasar atau keriting, bentuknya tidak oval dikelompokkan dalam abnormal. Telur yang kotor karena feses ayam dibersihkan dengan menggunakan kain. Telur – telur yang terseleksi dimasukkan

(12)

12

ke dalam peti (kotak kayu) yang telah dialasi jerami dengan tujuan agar telur tidak mudah pecah dan kemudian dilakukan penimbangan telur, berat setiap satu peti telur (kotak kayu) adalah 15 kg.

Telur yang sudah ditimbang dalam peti telur akan dibeli oleh pedagang yang datang sendiri ke peternakan dengan harga Rp 15.000 – Rp 15.500,-/kg. Ada dua macam pedagang yaitu pedagang besar dan pengumpul, dengan daerah pemasaran di Yogyakarta dan sekitarnya. Sedangkan telur yang abnormal karena kerabangnya yang retak dijual ke toko roti dengan di pecahkan dari kerabangnya dan dimasukkan ke dalam plastik (tiap plastik berisi 10 buah telur ayam) dan harga Rp 3000,-/Plastik.

Di peternakan Januputra Farm mempunyai catatan produksi harian untuk mengetahui perkembangan telur yang dihasilkan setiap hari, contoh sebagai berikut :

(13)

13

Tabel 1. Catatan produksi harian Januputra Farm pada tanggal 31 Maret 2015

Produksi Telur

STOK AWAL PRODUKSIPEN JUALAN STOK AKHIR TELUR BS TELUR RUSAK

Flok Jumlah Pagi Sore Sisa Total Btr Total Mati Afkir Feed Ket Egg Tambahan 15 kg Egg/Btr Sore Egg/

Btr

Kg

D1

68 7+8 7+7 2+5 4 72 2592 149.4 3 385 T.24

P 7+6 7+8 4.8/

4.4

8.8/8

7+8 7+6 1

7+7 2.2/2

7+8 7+9

D2 68 7+6 7+6 3+12 4 72 2592 149.9 1 380 T.20

P 7+7 7+6 7.5/

6.9

8.8/8 7+6 7+5

7+8 7+8 7+8

E1 66 7+8 7+1

0

0+35 4 70 2520 144.9 2 375 L.19

7+7 7+7 2.2/2 8.7/7

.9 7+7 7+1

0 7+9 7+8 7+7

E2 60 7+8 7+8 2+8 5 65 2340 134.6 3 375 L.19

7+8 7+9 5.1/4 .7

10.9/

9.9 7+7

7+8 7+1

0 7+6

PT PT/15 kg PT/15kg KG BS TOTAL KG 8,4 578, 8 1 8,5

576,6 2

5,5

Susut 2,1 kg

(14)

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bangsa ayam layer yang digunakan di Januputra Farm adalah jenis ayam layer Lohman. Ayam ini mempunyai ciri-ciri : Berat tubuh pada umur 20 minggu

sekitar 1,5 – 1,7 kg dan akhir produksi 1,8 – 2,1 kg, mulai produksi pada umur 19 – 20 minggu. Ciri – ciri ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (2005), yang menyebutkan bahwa ayam Lohman memiliki umur awal produksi pada 19 - 20 minggu dan pada umur 22 minggu produksi telur mencapai 50 %. Berat tubuh strain Lohman pada umur 20 minggu sekitar 1,6-- 1,7 kg dan akhir produksi 1,9 - 2,1 kg.

Gambar 2 : Strain ayam Lohman Januputra Farm

Produksi telur dalam pengelolaan usaha peternakan ayam petelur harus diperhatikan agar mendapatkan hasil produksi yang optimal, sehingga menguntungkan baik dari segi waktu, tenaga dan nilai ekonomi. Menurut North dan Bell (1990), jumlah telur yang dihasilkan selama fase produksi sangat ditentukan oleh perlakuan yang diterima termasuk pada fase starter dan grower khususnya imbangan nilai gizi pakan yang diberikan sedangkan Anonim (2015) menyatakan berat masa grower yang kurang dari standar akan berpengaruh pada

(15)

15

puncak produksi, berat telur dan kualitas kerabang. Produksi telur di Januputra Farm sudah sangat bagus dan mendapatkan hasil produksi yang optimal.

Pengambilan telur di peternakan Januputra Farm dimulai pada pukul 10.00 wib dan pengambilan akhir pada pukul 14.00 wib, ini tidak sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1999), menyatakan dalam satu hari pengambilan telur dalam kandang dilakukan tiga kali. Pengambilan yang dilakukan pada waktu – waktu tersebut kemungkinan adanya bakteri pada kerabang telur dapat terjadi dan semakin bertambah apabila pengambilan semakin lama dilakukan. Menurut Rasyaf (1999), pengaruh lama pengambilan telur terhadap kandungan bakteri sebagai pada tabel berikut :

Tabel 2. Pengaruh lama pengambilan telur terhadap kandungan bakteri

Pengambilan telur Kandungan bakteri dalam kerabang Segera diambil

Setelah 15 menit Setelah 1 jam

300 – 500 bakteri per telur 1500 – 3000 bakteri per telur 20000 – 30000 bakteri per telur

dibandingkan dengan tabel di atas, cara pengambilan telur di Januputra Farm belum sesuai karena pengambilan telur dilakukan setelah satu jam sehingga kandungan bakteri dalam kerabang cukup banyak. Banyaknya lalat di dalam kandang dapat menjadi perantara menempelnya bakteri maupun mikroorganisme yang lain pada kerabang telur. Menurut Herman dan Zamrowi (1992), feses yang terkumpul di bawah kandang juga dapat sebagai tempat berkembangbiaknya bakteri maupun mikroorganisme akibat perawatan kandang yang kurang diperhatikan.

(16)

16

Pada peternakan Januputra Farm dilakukan pengelompokan telur yang normal dan abnormal. Pengelompokan telur ini dilakukan dengan cara memisahkan telur yang normal dengan telur yang abnormal diletakkan pada egg tray yang berbeda. Ciri – ciri telur yang abnormal yaitu, telur yang lunak,

ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar, kerabang telur tidak rata atau keriting.

Telur abnormal ini nantinya akan dijual dengan cara dipecahkan dari kerabangnya kemudian dimasukkan ke dalam plastik (tiap plastik berisi 10 buah telur ayam), dan dijual ke toko roti dengan harga Rp 3.000/plastik. Sedangkan telur yang normal dijual ke pengumpul dengan harga Rp 15.000 – Rp 15.500,-/kg. Apabila dibandingkan antara telur abnormal dengan telur normal yang diproduksi dalam satu hari, maka jumlah telur abnormal masih sangat sedikit sekitar 0,04% setiap hari. Telur yang abnormal ini kemungkinan dihasilkan dari ayam yang stres oleh suasana yang tidak tenang dan juga kemungkinan karena kandungan bahan dalam pakan yang kurang misalnya, phosphor, vitamin D dan kalsium. Ayam yang masih dalam produksi dini dapat juga menghasilkan telur yang abnormal dengan ukuran telur terlalu kecil.Menurut D.L Satie (1996), terdapat bermacam-macam bentuk abnormalitas telur yang dapat dikelompokkan berdasarkan penyebabnya, yaitu: telur dengan kerabang keriput, telur dengan kerabang tebal di bagian tengah, telur terkontaminasi darah dan kotoran, telur dengan kerabang lunak, telur tanpa kerabang, telur dengan darah atau daging di dalamnya, telur dengan butir- butir kalsium, telur dengan dua atau lebih kuning telur, telur di dalam telur dan cacing di dalam telur.

(17)

17

Telur yang tidak dijual disimpan dalam kotak kayu yang sudah dialasi oleh jerami. Telur – telur ini tidak disimpan didalam lemari pendingin karena suhu lingkungan di Januputra Farm sudah cukup dingin, dan telur tersebut akan dijual pada hari berikutnya.

Gambar 3 : telur abnormal karena kerabangnya yang tidak rata

Di peternakan Januputra Farm mempunyai catatan produksi harian untuk mengetahui perkembangan telur yang dihasilkan setiap harinya. Pengambilan data produksi harian ini dilakukan selama satu bulan mulai dari tanggal 01 maret – 31 maret 2015. Satu kandang terdiri dari beberapa flok, yaitu flok D1, D2, E1, dan E2.

Pengambilan telur di Januputra Farm dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 10.00 wib dan 14.00 wib. Misalnya pada tanggal 31 maret 2015 di Flok D1 dapat menghasilkan telur sebanyak 68 Eggs tray pada pagi hari dan 4 eggs tray pada sore hari, sehingga dalam satu hari ayam yang berada di Flok D1 menghasilkan 72 eggs tray dengan jumlah telur 2592 butir dan berat total telur

(18)

18

149, 4 kg. Populasi ayam pada kandang D1 sebanyak 3.507 ekor dengan umur 24 minggu. Hen day (HD) pada flok D1 dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Produksi Telur (butir)

HDP = X 100%

Jumlah Ayam (ekor) 2592 butir

HDP = X 100%

3507 ekor HDP = 73, 9 %

Berdasarkan dengan hasil pada Flok D1 HDP adalah 73, 9%. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Sudarmono (2003) yang menyebutkan bahwa puncak produksi strain ayam Lohman 94 % - 96 %. Sesuai data yang diambil di Januputra Farm, Pada flok D1 ayam dapat menghabiskan pakan sebanyak 385 kg. Konversi pakan (FCR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah Pakan yang dihabiskan untuk produksi telur (kg)

Koversi Pakan = Produksi telur yang diperoleh (kg)

385 kg =

149,4 kg = 2,6

Dari perhitungan diperoleh FCR 2,6. Artinya pada flok D1 untuk memperoleh 1 kg telur dibutuhkan pakan sebanyak 2,6. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997)) yang menyebutkan bahwa Konversi pakan (FCR) strain ayam Lohman 2,3 – 2,4.

Pada Flok D2 ayam dapat menghasilkan telur sebanyak 68 eggs tray pada pagi hari dan 4 eggs tray pada sore hari, dalam satu hari ayam yang berada di Flok

(19)

19

D2 menghasilkan 72 eggs tray dengan jumlah telur 2592 butir dan berat total telur 149, 4 kg. Populasi ayam pada kandang D2 sebanyak 3.470 ekor dengan umur 24 minggu. Hen day (HD) pada flok D2 dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Produksi Telur (butir)

HDP = X 100%

Jumlah Ayam (ekor) 2592 butir

HDP = X 100%

3507 ekor HDP = 73, 9 %

Berdasarkan dengan hasil pada Flok D2 HDP adalah 73, 9%. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Sudarmono (2003) yang menyebutkan bahwa puncak produksi strain ayam Lohman 94 % - 96 %. Pada flok D2 ayam dapat menghabiskan pakan sebanyak 380 kg. Konversi pakan (FCR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah Pakan yang dihabiskan untuk produksi telur (kg) Koversi Pakan = Produksi telur yang diperoleh (kg)

380 kg

= 149,4 kg = 2,5

Dari perhitungan diperoleh FCR 2,5. Artinya pada flok D2 untuk memperoleh 1 kg telur dibutuhkan pakan sebanyak 2,5. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997)) yang menyebutkan bahwa Konversi pakan (FCR) strain ayam Lohman 2,3 – 2,4.

Pada Flok E1 mengasilkan telur 66 eggs tray pada pagi hari dan pada sore hari menghasilkan 4 eggs tray saja, dalam satu hari ayam yang berada di Flok E1

(20)

20

mengasilkan 70 eggs tray dengan jumlah telur 2520 butir dan berat total telur 144,9 kg. Populasi ayam pada kandang E1 sebanyak 3.417 ekor dengan umur 24 minggu. Hen day (HD) pada flok E1 dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Produksi Telur (butir)

HDP = X 100%

Jumlah Ayam (ekor) 2520 butir

HDP = X 100%

3417 ekor HDP = 73, 7 %

Berdasarkan dengan hasil pada Flok E1 HDP adalah 73, 7%. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Sudarmono (2003) yang menyebutkan bahwa puncak produksi strain ayam Lohman 94 % - 96 %. Pada flok E1 ayam dapat menghabiskan pakan sebanyak 375 kg. Konversi pakan (FCR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah Pakan yang dihabiskan untuk produksi telur (kg) Koversi Pakan = Produksi telur yang diperoleh (kg)

375 kg =

144,9 kg = 2,6

Dari perhitungan diperoleh FCR 2,6. Artinya pada flok E1 untuk memperoleh 1 kg telur dibutuhkan pakan sebanyak 2,6. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997)) yang menyebutkan bahwa Konversi pakan (FCR) strain ayam Lohman 2,3 – 2,4.

Pada Flok E2 ayam dapat menghasilkan telur sebanyak 60 eggs tray pada pagi hari dan 5 eggs tray pada sore hari, dalam satu hari ayam yang berada di Flok

(21)

21

E2 menghasilkan 65 eggs tray dengan jumlah telur 2340 butir dan berat total telur 134,6 kg. Populasi ayam pada kandang E2 sebanyak 3.417 ekor dengan umur 24 minggu. Hen day (HD) pada flok E2 dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Produksi Telur (butir)

HDP = X 100%

Jumlah Ayam (ekor) 2340 butir

HDP = X 100%

3422 ekor HDP = 68,4 %

Berdasarkan dengan hasil pada Flok E2 HDP adalah 68, 4%. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Sudarmono (2003) yang menyebutkan bahwa puncak produksi strain ayam Lohman 94 % - 96 %. Pada flok E2 ayam dapat menghabiskan pakan sebanyak 375 kg. Konversi pakan (FCR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah Pakan yang dihabiskan untuk produksi telur (kg) Koversi Pakan = Produksi telur yang diperoleh (kg)

375 kg =

134,6 kg = 2,8

Dari perhitungan diperoleh FCR 2,8. Artinya pada flok E2 untuk memperoleh 1 kg telur dibutuhkan pakan sebanyak 2,8. Kondisi ini kurang sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1997)) yang menyebutkan bahwa Konversi pakan (FCR) strain ayam Lohman 2,3 – 2,4.

(22)

22

Di setiap flok terdapat ayam yang sudah mati dalam satu harinya dengan jumlah yang berbeda, misalnya pada Flok D1 ayam yang mati tiga ekor, pada Flok D2 terdapat satu ekor, pada E1 terdapat dua ekor dan pada Flok E2 terdapat tiga ekor. Ayam yang mati ini disebabkan karena kanibalisme. Menurut Anonim (2012), faktor-faktor penyebab terjadinya kanibalisme yaitu udara di dalam kandang terlalu panas atau kelembaban tinggi, jumlah ayam dalam satu kandang terlalu banyak, ayam kekurangan kandang. Selain kanibalisme, kematian ayam diduga disebabkan adanya ayam yang prolapsus dengan gejala awalnya ditandai dengan adanya lumuran darah pada kerabang telur karena adanya pendarahan pada saluran reproduksi dan keluarnya usus melalui kloaka. Kematian ayam juga diduga disebabkan dipatuk oleh ayam yang lain dengan ciri – ciri, ayam akan merasa kesakitan pada waktu pendarahan di bagian yang dipatuk dan ayam akan diam atau pasif sehingga akan mati secara cepat (Tamalluddin, 2014).

Di peternakan Januputra Farm populasi ayam sebanyak 13.816 terdiri dari 4 flok. Kematian ayam setiap minggunya terdapat dengan jumlah yang berbeda – beda, misalnya kematian ayam pada tanggal 24 maret – 31 maret 2015 sebanyak 54 ekor, jumlah kematian ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah ayam mati (ekor)

= X 100%

Populasi Ayam (ekor) 54 ekor

= X 100%

13.816 ekor = 0,4 %

(23)

23

Berdasarkan hasil di atas kematian ayam ini cukup banyak maka keadaan ini harus segera diatasi agar tidak terjadi penurunan produksi pada ayam. Kematian ayam dalam satu minggu maksimal adalah 0,2% ( Personal Communication, 2015).

Gambar

Gambar 1 : Seleksi telur
Tabel 1. Catatan produksi harian Januputra Farm pada tanggal 31 Maret 2015
Gambar 2 : Strain ayam Lohman Januputra Farm
Tabel 2. Pengaruh lama pengambilan telur terhadap kandungan bakteri
+2

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dikemudian hari terbukti dan atau dapat dibuktikan bahwa skripsi hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima san ksi apapun dari Fakultas Ekonomi dan

Sebelum dilaksanakan tahap siklus ini, perlu dilakukan studi kelayakan sebagai penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan ide yang tepat dalam

Beberapa tanaman yang pernah digunakan sebagai bahan percobaan untuk menguji pengaruh mikroba pelarut P antara lain adalah: gandum, bit gula, kubis, tomat, barlei, jagung,

Renstra Disdikpora Kabupaten Gianyar Tahun 2013-2018 17 pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan yang bedaku;menngevaluasi dan menilai hasil

diatas lapisan ikan yang telah tersusun rapi, penggaraman basah dilakukan dengan perendaman ikan dalam larutan garam pekat dan pelumuran garam dilakukan dengan melumuri ikan

studi lapangan untuk mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam sistem perencanaan proyek yang dilakukan CV Lantera Kembar dalam proyek TK Kabupaten Pemalang, tahapan

Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.dari tabel 4.7

sering dipakai untuk menunjuk pada bahan atau materi yang digunakan oleh para perupa (seniman seni rupa). Misalnya, seorang pematung menggunakan bahan batu, kayu,