• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH: M. KHAIDIR AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH: M. KHAIDIR AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

M. KHAIDIR 150301030 AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(2)

SKRIPSI

OLEH:

M. KHAIDIR 150301030 AGRONOMI

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(3)
(4)

Moench) and Soybean (Glycine Max (L.) Merill) at Various Spacing with the Intercropping System guided by LISA MAWARNI and T. IRMANSYAH.

One of the polyculture planting systems is intercropping. Intercropping has several advantages, namely reducing the risk of crop failure, improving soil fertility, reducing erosion, and increasing the efficiency of environmental factors.

This study aims to determine the effect of growth and production of sorghum and soybeans with various plant spacing on intercropping systems carried out in residents' land in Lalang village, Tanjung Pura sub-district, Langkat in July to October 2019, using a non-factorial randomized block design consisting of Sorghum Monocultures (75 x 25 cm); Soybean Monoculture (40 x 15 cm);

Sorghum intercropping (65 x 25 cm) and soybeans (40 x 15cm); Sorghum intercropping (75 x 25 cm) and soybeans (40 x 15 cm); Sorghum intercropping (85 x 25 cm) and soybeans (40 x 15 cm). The results of variance indicate that the spacing in the intercropping system of sorghum and soybean significantly affected the height of soybean plants (4.5 and 6 WEP), dry weight of soybean seed samples, dry weight of soybean seeds per plot, weight of 100 soybean seeds, height of sorghum plants (2 and 3 WEP), sorghum leaf area, sorghum stem diameter, and plump panicle weights. Sorghum intercropping (65 x 25 cm) + soybean (40 x 15 cm) significantly affected the height parameters of soybean plants 4, 5 and 6 wep, the weight of panicle panicles and the height of sorghum plants 2 mst. Sorghum intercropping (75 x 25 cm) + soybeans (40 x 15 cm) significantly affect the height of soybean plants 3 mst. The highest land equality ratio (NKL) is found in sorghum intercropping (65 x 25 cm) and soybeans (40 x15).

Keywords: intercropping,soybean, sorghum, spacing.

(5)

Moench) dan Kedelai (Glycine Max (L.) Merill) pada Berbagai Jarak Tanam dengan Sistem Tumpang Sari di bimbing oleh LISA MAWARNI dan T. IRMANSYAH.

Salah satu sistem pertanaman polikultur adalah tumpang sari. Tumpang sari mempunyai beberapa keuntungan, yaitu mengurangi resiko kegagalan panen, memperbaiki kesuburan tanah, mengurangi terjadinya erosi, mampu meningkatkan efisiensi penggunaan faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan produksi sorgum dan kedelai dengan berbagai jarak tanam pada sistem tumpang sari yang dilaksanakan di lahan penduduk Di Desa Lalang Kecamatan Tanjung Pura, Langkat pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2019, menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial terdiri dari Monokultur Sorgum (75 x 25cm); Monokultur Kedelai (40 x 15cm); Tumpang sari sorgum (65 x 25 cm) dan kedelai (40 cm x 15 cm);

Tumpang sari sorgum (75 x 25 cm) dan kedelai (40 x 15 cm); Tumpang sari sorgum (85 x 25 cm) dan kedelai (40 x 15 cm). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam pada sistem tumpang sari sorgum dan kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai (4,5 dan 6 MST), bobot kering biji kedelai persampel, bobot kering biji kedelai per plot, bobot 100 biji kedelai, tinggi tanaman sorgum (2 dan 3 MST), luas daun sorgum, diameter batang sorgum,dan bobot malai perplot. Tumpang sari sorgum (65 x 25 cm) + kedelai (40 x 15 cm) berpengaruh nyata parameter tinggi tanaman kedelai 4, 5 dan 6 mst ,bobot malai perplot dan tinggi tanaman sorgum 2 mst. Tumpang sari sorgum (75 x 25 cm) + kedelai (40 x 15 cm) berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kedelai 3 mst.

Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) yang tertinggi terdapat pada tumpang sari sorgum (65 x 25 cm) dan kedelai (40 x15).

Kata kunci : jarak tanam, kedelai, sorgum, tumpang sari.

(6)

Manirin dan Ibunda Siti Aisyah, penulis merupakan putra keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2015 penulis lulus dari SMA Swasta Dharma Patra Pangkalan Brandan dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN pada program studi Agroteknologi, minat Agronomi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Agrotekologi dan Organisasi UKM Badminton USU. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bakrie Sumatera Plantation. Kwala Piasa. Kisaran dan penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Suka Damai Timur, Kecamatan Hinai. Kabupaten Langkat.

(7)

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Judul skripsi ini adalah “Pertumbuhan dan Produksi Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada Berbagai Jarak

Tanam dengan Sistem Tumpang Sari” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ibu Dr. Ir. Lisa Mawarni, MP., selaku ketua dan kepada Bapak Ir. T. Irmansyah. MP.,

selaku anggota yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada kedua orang tua atas dukungan moral dan materil , Bapak Syahril yang telah menyedikan lahan penelitian serta kepada teman-teman atas semangat dan bantuannya.

Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan . Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2020

Penulis

(8)

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sorgum ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 6

Botani Tanaman kedelai ... 7

Syarat Tumbuh ... 10

Iklim ... 10

Tanah ... 10

Tumpangsari ... 11

Jarak Tanam ... 14

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 20

Penanaman ... 20

Pemeliharaan Tanaman ... 20

(9)

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Panen ... 22

Pengamatan Parameter Kedelai ... 22

Tinggi Tanaman ... 22

Diameter Batang ... 22

Luas daun ... 23

Jumlah Cabang Produksi ... 23

Bobot Biji per Plot ... 23

Bobot Biji per Sampel ... 23

Bobot 100 biji ... 23

Indek Panen Kedelai ... 23

Pengamatan Parameter Sorgum... 24

Tinggi Tanaman ... 24

Diameter Batang ... 24

Luas Daun ... 24

Bobot Malai per Plot ... 24

Bobot Biji per Sampel ... 25

Bobot 1000 biji ... 25

Indek Panen ... 25

Nisbah Kesetaraan Lahan ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pembahasan ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 45

(10)

1. Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai 2-9 MST pada Perlakuan Jarak Tanam dengan Sistem Tumapng Sari ... 27 2. Diameter Batang Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Jarak Tanam dengan

Sistem Tumpang Sari ... 28 3. Jumlah Cabang Produktif Kedelai pada Perlakuan Jarak Tanam dengan

Sistem Tumpang Sari ... 29 4. Luas Daun Sorgum dan Kedelai Pada Perlakuan Jarak Tanam dengan Sistem

Tumpang Sari ... 29 5. Bobot Malai Per Plot Sorgum dan Bobot Biji Per Plot Kedelai pada Perlakuan

Jarak Tanam dengan Sistem Tumpang Sari ... 30 6. Bobot Biji Per Sampel Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Jarak Tanam

dengan Sistem Tumpang Sari ... 31 7. Bobot 1000 Biji Sorgum dan Bobot 100 Biji Kedelai pada Perlakuan Jarak

Tanam dengan Sistem Tumpang Sari ... 32 8. Indeks Panen Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Jarak Tanam dengan

Sistem Tumpang Sari ... 33 9. Nisbah Kesetaraan Lahan Sorgum dan Kedelai pada Perlakuan Jarak Tanam

dengan Sistem Tumpang Sari. ... 34

(11)

1. Deskripsi Kedelai Varietas DENA 1 ... 45

2. Deskripsi Sorgum Varietas Kawali ... 46

3. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ... 47

4. Denah lahan ... 48

5. Denah Penanaman ... 49

6. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Dasar Tanaman Sorgum dan Kedelai... 52

7. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 2 MST. ... 53

8. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 2 MST. ... 53

9. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 2 MST ... 54

10. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 2 MST. ... 54

11. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 3 MST. ... 55

12. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 3 MST. ... 55

13. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 3 MST. ... 56

14. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 3 MST. ... 56

15. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 4 MST. ... 57

16. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 4 MST. ... 57

17. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 4 MST. ... 58

18. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 4 MST. ... 58

19. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 5 MST. ... 59

20. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 5 MST. ... 59

21. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 5 MST. ... 60

22. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 5 MST. ... 60

23. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 6 MST. ... 61

24. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 6 MST. ... 61

25. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 6 MST. ... 62

26. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Kedelai 6 MST. ... 62

27. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST. ... 63

28. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 7 MST ... 63

29. Data Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 8 MST. ... 64

(12)

32. Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Sorgum 9 MST. ... 65

33. Data Diameter Tanaman Sorgum. ... 66

34. Sidik Ragam Diameter Tanaman Sorgum... 66

35. Data Diameter Tanaman Kedelai. ... 67

36. Sidik Ragam Diameter Tanaman Kedelai. ... 67

37. Data Luas Daun Tanaman Sorgum. ... 68

38. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Sorgum. ... 68

39. Data Luas Daun Tanaman Kedelai. ... 69

40. Sidik Ragam Luas Daun Tanaman Kedelai. ... 69

41. Data Cabang Produksi Tanaman Kedelai. ... 70

42. Sidik Ragam Cabang Produksi Tanaman Kedelai. ... 70

43. Data Bobot Biji Per Sampel Tanaman Sorgum... 72

44. Sidik Ragam Bobot Biji Per Sampel Tanaman Sorgum. ... 72

45. Data Bobot Biji Per Sampel Tanaman Kedelai. ... 73

46. Sidik Ragam Bobot Biji Per Sampel Tanaman Kedelai... 73

47. Data Bobot Malai Per Plot Tanaman Sorgum. ... 74

48. Sidik Ragam Bobot Malai Per Plot Tanaman Sorgum. ... 74

49. Data Bobot Biji Per Plot Tanaman Kedelai. ... 75

50. Sidik Ragam Bobot Biji Per Plot Tanaman Kedelai. ... 75

51. Data Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai. ... 76

52. Sidik Ragam Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai. ... 76

53. Data Bobot 1000 Biji Tanaman Sorgum. ... 77

54. Sidik Ragam Bobot 1000 Biji Tanaman Sorgum.. ... 77

55. Data Indeks Panen Tanaman Sorgum. ... 78

56. Sidik Ragam Indeks Panen Tanaman Sorgum. ... 78

57. Data Indeks Panen Tanaman Kedelai. ... 79

58. Sidik Ragam Indeks Panen Tanaman Kedelai. ... 79

59. Data Nisbah Kesetaraan Lahan ... 80

60. Analisis Tanah ... 81

61. Kegiatan Penelitian ... 82

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sorgum adalah tumbuhan yang mempunyai daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, tumbuh tegak, produksi tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain. Sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, 332 kal kalori dan 11,0 g protein/100 g biji. Pada bagian vegetatifnya 12,8% protein kasar, sehingga dapat dibudidayakan secara intensif. Batang sorgum dapat menghasilkan nira yang dapat dimanfaatkan sebagai gula dan sumber pakan hijauan bagi ternak (OISAT, 2011). Data statistik Direktorat Budidaya Serealia (2012), memperlihatkan rata-rata produktivitas dan produksi tanaman sorgum mulai tahun 2005 hingga 2011 menunjukkan peningkatan setiap tahun sebesar 6,5 dan 6,2 %. Peningkatan produktivitas dan produksi sorgum tertinggi terjadi pada tahun 2009 dengan potensi hasil mencapai 6 t/ha.

Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan komoditas pangan utama di Indonesia setelah komoditas padi dan jagung dan sebagai sumber protein untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kedelai memiliki kadungan protein nabati yang paling tinggi dari ada kacang-kacangan lainnya. Kedelai mengandung 35%

protein, 18% lemak, 32 % karbohidrat dan 15 % air. Namun produksi tanaman kedelai mengalami penurunan pada tahun 2017. Pada tahun 2016 produksi kedelai mencapai 859.653 ton/tahun sedangkan pada tahun 2017 produksi kedelai yaitu 542.446 ton/tahun, sehingga persentase produksi 2016-2017 yaitu -36,90%

(Badan Pusat Statistika dan Kementerian Pangan, 2017).

(14)

Sistem pertanaman tanaman ada dua yaitu pola tanam monokultur dan polikultur. Pertanaman monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis dalam suatu luasan lahan. Pola tanam polikultur ialah pola pertanaman dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan. Salah satunya sistem pertanaman polikultur yaitu tumpang sari. Tumpang sari mempunyai keuntungan, yaitu mengurangi resiko kegagalan panen, memperbaiki kesuburan tanah, mengurangi terjadinya erosi, mampu meningkatkan efisiensi penggunaan faktor lingkungan. Berdasarkan tingkat produktivitas tanaman tumpangsari lebih baik dengan keuntungan panen antara 20-60% dibandingkan pola tanam monokultur (Prasetyo et al., 2009).

Sistem pertanaman tumpang sari juga mempunyai kelemahan, diantaranya terjadi persaingan antara dua atau lebih species tanaman, yang menyangkut persaingan air, hara, cahaya, dan ruang. Dampak dari persaingan tersebut adalah penurunan pertumbuhan dan hasil, baik tanaman utama maupun tanaman sela, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil sistem tanam monokultur spesies tanaman tersebut (Zuchri, 2007).

Penerapan pola tanam tumpang sari sorgum – kedelai dengan berbagai jarak tanam yang berbeda merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas guna memenuhi kebutuhan pangan. Melalui perbaikan biologi tanah oleh mikoriza yang bersimbiosis dengan sorgum dan Rhizobium sp yang bersimbiosis dengan kedelai (Watkins et al., 2012). Adanya mikoriza mengakibatkan kandungan fosfor (P) yang tersedia di dalam rhizosfer tanaman sorgum akan meningkat kareana adanya infeksi akar (Sawers et al., 2008).

Dengan demikian kedua komoditas tersebut turut berperan dalam membantu

(15)

menyediakan unsur hara penting yaitu fosfor (P) dan nitrogen (N). Sumbangan unsur hara tersebut ke tanah dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia.

Menurut Balai Penelitian Tanaman Serealia (2013) menyatakan bahwa jarak tanam yang dianjurkan untuk tanaman sorgum adalah 75 cm × 25 cm. Jarak tanam sorgum yang cukup lebar yaitu antara 70–75 cm tersebut masih memungkinkan untuk dioptimalkan produktivitas lahannya, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pola tanam tumpangsari. Pada tanaman kedelai jarak tanam ideal pada lahan kering yaitu 40 x15 (cm) pada sistem monokultur (Balitkabi, 2015).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pertumbuhan dan produksi sorgum dan kedelai dengan berbagai jarak tanam pada sistem tumpang sari.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh jarak tanam dalam sistem tumpang sari terhadap pertumbuhan dan produksi sorgum dan kedelai

Hipotesis

Adanya pengaruh nyata jarak tanam dalam sistem tumpang sari terhadap pertumbuhan dan produksi sorgum dan kedelai

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh data dalam penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)

Sorgum diklasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisio Spermatophyta,

subdivisio Angiospermae, class Monocotyledonae, ordo Poales, family Poaceae, genus Sorgum, dan species Sorghum bicolor (L.) Moench

(Stennis, 2010).

Sorgum adalah tanaman biji berkeping satu dan tidak membentuk akar tunggang melainkan hanya akar lateral. Sistem perakaran terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh di permukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat lebih banyak dibanding tanaman jagung (Rismunandar, 2006).

Sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas (internodus) dan berbuku-buku (nodus). Setiap ruas memiliki alur yang berselang-seling.

Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya. Tinggi batang sorgum yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula. Selain itu batang sorgum dapat diratoon (tumbuh kembali setelah dipangkas saat panen) (FAO, 2002).

Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah, lapisan lilin

(17)

tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan (Kusuma, et al., 2008).

Bunga sorgum yang berbentuk malai terdapat pada ujung batang dan memiliki tangkai yang panjang. Umumnya bunga akan tumbuh sekitar 60-70 hari setelah masa tanam. Malai buah sorgum ada yang berbentuk padat, setengah padat, dan terbuka atau rembyak. Bagian dari malai yang dijadikan bahan baku sapu adalah cabang malai. Malai yang berisi biji umumnya masak setelah tanam berumur 90-120 hari (Rismunandar, 2006).

Rangkaian bunga sorgum terdapat di ujung tanaman, tampak pada pucuk batang dan bertangkai panjang tegak lurus. Bunga tersusun dalam malai. Tiap malai terdiri atas banyak bunga yang dapat menyerbuk sendiri atau silang.

Rangkaian bunga sorgum nantinya akan menjadi bulir-bulir sorgum. Biji sorgum ada yang tertutup rapat oleh sekam yang liat, ada pula yang tertutup sebagian atau hampir-hampir telanjang. Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuning- kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas (Jayanegara, 2011).

Secara umum biji sorgum tersusun dari 3 komponen utama yaitu 6 % seed coat (pericarp), 10 % germ (embrio), dan 84 % endosperm (jaringan cadangan makanan). Komposisi nutrisi biji sorgum mirip dengan biji jagung. Secara umum kandungan lemaknya 1 % lebih rendah dibanding biji jagung dan kandungan lilinnya lebih tinggi. Kandungan protein biji sorgum lebih bervariasi dibandingkan biji jagung dan biasanya selalu 1-2 % lebih tinggi dibandingkan biji jagung (Anas, 2011).

(18)

Syarat Tumbuh Iklim

Curah hujan yang dibutuhkan tanaman ini adalah 600 mm/tahun. Tanaman sorgum akan tumbuh baik di Indonesia pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini umur panennya lebih lama ketika ditanam lebih dari 500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini hidup pada suhu optimum 8,3 °C.

Kondisi tekstur tanah yang dikehendaki tanaman sorgum adalah berteksur tanah sedang. Tanaman sorgum mampu hidup hampir di seluruh kondisi lahan karena tanaman sorgum dapat hidup pada tanah dengan pH berkisar 5,50 sampai 7,50 (Jayanegara, 2011).

Sorgum merupakan tanaman pangan yang adaptif dan sesuai dikembangkan di wilayah tropis. Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 21-35° C dengan kisaran suhu tanah antara 15-18° C. Kebutuhan air per musim adalah 4.000 m3 (Dajue dan Guangwei, 2000).

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan di lahan kurang subur, air yang terbatas dan masukan (input) yang rendah, bahkan di lahan berpasir sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang (Dinas pertanian, 2011).

Tanah

Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. Suhu optimum untuk pertumbuhan

(19)

sorgum berkisar antara 21-35° C dengan kisaran suhu tanah antara 15-18° C.

(Dajue dan Guangwei, 2000).

Kondisi tekstur tanah yang dikehendaki tanaman sorgum adalah berteksur tanah sedang. Tanaman sorgum mampu hidup hampir di seluruh kondisi lahan karena tanaman sorgum dapat hidup pada tanah dengan kemasaman tanah berkisar 5,50 sampai 7,50 (Kusuma et al., 2008).

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan di lahan yang kurang subur, air yang terbatas dan masukkan (input) yang rendah, bahkan di lahan yang berpasir sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 mdpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang. Sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) yang masam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup (Yanuwar, 2002).

Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).

Kedelai di klasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, class Dicotyledonae, ordo Polypetales, famili Leguminoceae, sub-famili Papilionoidae, genus Glycine, spesies Glycine max (L) Merrill (Adie dan Krisnawati, 2007).

Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang yang membentuk cabang- cabang akar. Akar tumbuh ke arah bawah, sedangkan cabang akar berkembang menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembaban tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap air dan unsur hara. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman

(20)

hingga 120 cm. Selain itu berfungsi sebagai tempat bertumbuhnya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara. Pada akar-akar cabang berisi bakteri Rizobium javanicam. Akar ini mempunyai kemampuan mengikat N2 dari udara, yang kemudian dipergunakan untuk menyuburka tanah (Suhani, 2008).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm), memiliki 3-6 percabangan.

Cabang akan muncul di batang tanaman dan jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Jenabiyan et al., 2014).

Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan tiga buah anak daun.

Bentuknya oval dengan ujung lancip. Daun-daun ini akan menguning jika sudahtua, dan berguguran mulai bagian bawah. Pada tipe determinate daun bagian bawah tengah batang seragam. Sedangkan pada tipe indeterminate daun atas lebih kecil (Irwan, 2006).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna (hermaphrodite), yakni setiap kuntum bunga terdapat putik dan benang sari, dan bertipe penyerbukan sendiri.

Bunga mekar pada pagi hari sekitar pukul 08.00-09.00. Faktor yang mempengaruhi umur keluarnya bunga adalah varietas, suhu, dan lama penyinaran.

Periode berbunga berlangsung selama 3 hingga 5 minggu. Bunga pertama muncul pada buku ke-5 atau buku di atasnya. Bunga muncul berkelompok yang terdiri

(21)

dari 2 sampai 35 kuntum bunga. Tidak semua bunga berhasil membentuk polong, sekitar 20-80% bunga gugur (Adie dan Krisnawati, 2007).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Irwan, 2006).

Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji) dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah prosespembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13% (Jenabiyan et al., 2014).

(22)

Syarat Tumbuh Iklim

Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungisi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis, karena kekurangan suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbs air oleh tanaman. Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generative, akan menurunkan produksi. Kekeringan juga menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan pada musim tanam (Agung dan Rahayu, 2004).

Kedelai akan tumbuh subur pada wilayah yang curah hujan optimalnya 100 - 200 mm/bulan dengan hujan yang merata. Temperatur antara 25 - 270C dengan penyinaran penuh atau minimal 10 jam per hari. Kelembaban suhu rata- rata yang baik bagi tanaman kedelai adalah 50%. Tanaman kedelai pada umumnya bisa tumbuh pada daerah yang berada antara 0 - 900 meter diatas permukaan laut. Pertumbuhan optimal tanaman kedelai terjadi pada daerah dengan ketinggian 650 meter diatas permukaan laut (Murniati, 2010).

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat- tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanah

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada tanah yang hampir jenuh (kapasitas lapang) asal tidak terjadi penggenangan, terutama pada awal stadia vegetatif. Pada

(23)

dasarnya kedelai adalah tanaman aerobik, yang lebih sesuai pada tanah yang agak lembab dengan kadar kelembaban 70-80% kapasitas lapang, tanah berdrainase baik tetapi memiliki daya pengikat air yang baik, oleh karena itu, tanah dengan tekstur berliat dan berdrainase baik, atau tanah lempung berpasir yang kaya bahan organik, sangat sesuai untuk tanaman kedelai (Sumarno dan Manshuri, 2007).

Kedelai membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.

Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar.

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Prihatman, 2000).

Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah – tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tumpangsari

Tumpangsari adalah kegiatan penanaman dua jenis tanaman atau lebih di lahan dan waktu yang bersamaan dengan alasan utama adalah untuk

(24)

meningkatkan produktivitas per satuan luas. Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama (cooperation) dan meminumkan kompetisi (competition). Oleh karena itu, dalam tumpangsari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu (1) pengaturan jarak tanam, (2) populasi tanaman, (3) umur panen tiap-tiap tanaman (Sullivan, 2003).

Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja dan pemanfaatan lahan), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal, 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009 ).

Menurut (Prasetyo et al., 2009) bahwa tingkat produktivitas tanaman tumpangsari lebih tinggi dengan keuntungan panen antara 20-60% dibandingkan pola tanam monokultur. Disamping peningkatan produktivitas tanaman yang lebih tinggi, sistem tumpangsari bermanfaat untuk menjaga kesuburan tanah.

Pola tanam tumpangsari juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya terjadi persaingan antara dua atau lebih spesies tanaman, yang menyangkut persaingan air, hara, cahaya, dan ruang. Dampak dari persaingan tersebut adalah penurunan pertumbuhan dan hasil, baik tanaman utama maupun

(25)

tanaman sela, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil sistem tanam monokultur species tanaman tersebut (Zuchri, 2007).

Tumpangsari tanaman sorgum dan kedelai merupakan suatu praktek budidaya tanaman yang dinilai memiliki banyak keuntungan. Salah satunya ialah bahwa sorgum merupakan tanaman tipe C4 yang memiliki sifat sukar jenuh terhadap penyinaran, sedangkan kedelai merupakan tanaman C3 yang memiliki sifat relatif tahan terhadap naungan ( Helen, 2000).

Menurut Helen (2000) kajian tumpang sari sorgum dengan kedelai pada parameter tinggi tanaman sorgum, hal ini disebabkan karena bagi tanaman sorgum aktivitas auksin pada tanaman yang ditumpangsarikan dapat dikatakan relatif sama, karena dalam tumpang sari sorgum merupakan tanaman penaung, jadi besar cahaya yang diterimanya sama. Ini menjelaskan bahwa tumpang sari sorgum dan kedelai tidak berpengaruh pada tinggi tanaman sorgum.

Daun diketahui sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis tanaman, dengan demikian berarti bahwa dengan semakin banyaknya jumlah daun, maka semakin luas pula tempat berlangsungnya proses fotosintesis tanaman. Sedangkan luas daun menggambarkan kapasitas tanaman untuk melakukan proses fotosintesis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk tanaman yang menghasilkan jumlah daun maupun luas daun yang lebih sempit, maka asimilat yang dihasilkannya pun juga rendah. Asimilat merupakan karbohidrat sederhana, karena hanya tersusun dari tiga ikatan molekul, yaitu C, H dan O, dan bersama-sama dengan molekul lainnya, seperti N,S,P,K dan beberapa unsur mikro seperti Mg akan membentuk suatu karbohidrat (Retno, 2016).

(26)

Persaingan terhadap cahaya merupakan salah satu rendahnya hasil pada sistim tumpangsari. Keragaan hasil kacang hijau dipengaruhi oleh tingkat penaungan. Semakin tinggi tingkat penaungan, keragaan hasil semakin rendah.

Keragaan hasil genotipe kacang hijau pada tingkat penaungan 75% lebih rendah dari penaungan 50% dan 25%, masing-masing sebesar 34,01% dan 65,21%

(Anwari dan Suhendi, 1997).

Keadaan tajuk dan umur panen tersebut berkaitan dengan kompetisi antarspesies yang terjadi. Semakin tinggi dan lebar tajuk jagung akan memberikan penaungan yang semakin besar sehingga ubikayu yang sampai dengan umur 4 BST mengalami persaingan yang lebih berat dalam mendapatkan cahaya.

Semakin lama umur jagung, semakin lama periode waktu ubikayu harus berkompetisi dengan jagung (Suwarto et al., 2005).

Respon tanaman pada lingkungan ternaungi ditentukan oleh toleransi tanaman terhadap pengurangan intensitas cahaya. Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang ditanam dalam kondisi tanpa naungan.

Perubahan tinggi batang tanaman pada beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami etiolasi pada naungan lebih dari 25%. Salah satu pengaruh naungan terhadap morfologi tanaman adalah batang tanaman menjadi lebih tinggi karena batang tanaman mengalami etiolasi yang disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin yang tinggi, (Uchimiya, 2001).

Jarak Tanam

Pada sistem pertanian monokultur, jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi akan air dan hara. Bila jarak tanamnya diperlebar maka

(27)

tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Pada sistem tumpang sari, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain (Catharina, 2009).

Jarak tanam terlalu sempit akan menyebabkan terjadinya kompetisi air, unsur hara dan cahaya matahari yang semakin tinggi, sehingga pertumbuhan dan hasil kedelai maupun jagung tidak optimal. Jarak ideal tanaman kedelai adalah 40 cm x 15 cm dan jarak ideal tanaman jagung adalah 75 cm x 40 cm. Jarak tanam tersebut akan menentukan jumlah baris tanaman kedelai dalam jarak tanam jagung yang ditumpang sarikan. Misalnya jika jarak tanam jagung tumpang sari 150 cm x 40 cm, maka akan terdapat tiga baris tanaman kedelai dalam satu jarak tanam jagung. Penanaman kedelai 6 baris dalam satu kolom (jarak tanam) jagung dapat memberikan hasil lebih banyak dibanding jumlah baris kedelai kurang dari 6.

Pengaturan jarak tanam juga bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih antara kedelai dengan tanaman lain yang menyebabkan tanaman kedelai ternaungi dan kurang mendapat sinar matahari (Mawazin dan Hendi, 2008).

Menurut penelitian Safitri et al. (2010), jarak tanam yang lebih renggang membuat waktu pembungaan sorgum menjadi lebih cepat. menyebutkan bahwa kadar serat kasar dan daya cerna hijauan sorgum akan meningkatkan seiring perkembangan tanaman. Potensi hijauan sorgum tidak akan maksimal karena waktu pembungaan yang lebih cepat.

Bila ditanam secara monokultur populasi tanaman per/hektar sekitar 100.000 - 150.000 tanaman. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 75 x 25 cm atau

(28)

75 x 20 cm dengan masing-masing 2 tanaman per lubang. Penelitian yang dilakukan oleh Dicu et al. (2016) menyebutkan bahwa jarak tanam 37.5 cm menghasilkan bobot biomassa segar dan biomassa kering yang lebih besar dari jarak 75 cm. kerapatan tanaman 80,000-90,000 tanaman ha-1 menghasilkan bobot biomassa yang lebih besar pada jarak tanam 75 cm dibandingkan kerapatan tanaman 100,000-120,000 tanaman ha-1 , sebaliknya kerapatan tanaman 100,000- 120,000 tanaman ha-1 menghasilkan bobot biomassa yang lebih besar pada jarak tanam 37.5 cm dibandingkan kerapatan tanaman 80,000-90,000 tanaman ha-1.

Pada saat tingginya intensitas naungan akan mengakibatkan jumlah polong isi dan hasil biji lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa naungan.

Intensitas naungan memiliki peran penting dalam proses pengisian biji. Penurunan polong isi dan hasil biji ini akibat menurunnya karbohidrat daun hasil proses fotosintesis tanaman (Karamoy, 2009).

Pada pola tanam tumpang sari atau Multiple cropping merupakan sistem budidaya tanaman yang dapat meningkatkan produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Jika Nisbah kesetaraan lahan (NKL) lebih besar dari 1,0 pada pola tanam tumpang sari menunjukkan bahwa pola tanam tumpang sari tersebut dapat dikatakan memiliki produktivitas lahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam monokultur (Wijaya et al., 2015).

Berbagai pola pengaturan jarak tanam telah dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal. Penggunaan jarak tanam pada tanaman sorgum dipandang perlu, karena untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan lahan, memudahkan

(29)

pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan pada saat penanaman.

Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi akibatnya pertumbuhan tanaman akan tinggi memanjang karena bersaing dalam mendapatkan cahaya sehingga akan menghambat proses fotosentesis dan produksi tanaman tidak optimal (Nurlaili, 2010).

Menurut (Galuh et al., 2012) berdasarkan analisis ILD tanaman sorgum menunjukkan bahwa tanaman dengan perlakuan jarak tanam 60 cm x 25 cm dan 70 cm x 20 cm tidak berpengaruh nyata terhadap indeks luas daun pada 4-8 mst sedangkan luas daun pada 8-12 mst menunjukkan adanya perbedaan yang nyata yaitu jarak tanam 70 cm x 20 berpengaruh nyata terhadap jarak tanam 60 cm x 25 cm. Pada kondisi jarak tanam yang lebih rapat menyebabkan terjadinya kondisi saling menaungi antar tanaman dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih lebar.

(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan dengan luas 13 x 13 m, di Desa Lalang Jl Pembangunan Gg Berkah Kecamatan Tanjung Pura, Langkat

dengan ketinggian ± 10 meter diatas permukaan laut pada koordinat N: 03054.276’ E: 098025.729’. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai

dengan Oktober 2019.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman sorgum varietas Kawali dan benih tanaman kedelai varietas Dena 1 sebagai bahan tanam, pestisida bahan aktif karbaril sebagai pengendali serangan hama, Dithane M-45 sebagai pengendali penyakit, pupuk Urea, SP-36 dan KCL sebagai pupuk dasar untuk tanaman, pacak bambu sebagai penanda sampel, amplop coklat sebagai wadah malai sorgum dan polong kedelai serta tali plastik sebagai penanda plot.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk membuat plot, parang untuk memotong pacak bambu, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur tinggi tanaman sorgum dan kedali, timbangan analitik untuk menimbang bobot kering tanaman dan bobot biji,dan alat lainnya yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan :

A1 : Sorgum (75cm x 25cm) A2 : Kedelai (40cm x 15cm)

(31)

A3 : Tumpang sari sorgum (65 cm x 25 cm) dan kedelai (40 cm x 15 cm) A4 : Tumpang sari sorgum(75 x 25 cm) dan kedelai(40 x 15 cm)

A5 : Tumpang sari sorgum(85 x 25 cm) dan kedelai (40 x 15 cm)

Jumlah ulangan : 4 ulangan

Jumlah plot : 20 plot

Ukuran plot : 275 cm x 225 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jumlah sampel sorgum seluruhnya : 160 tanaman Jumlah sampel kedelai seluruhnya : 160 tanaman Jumlah tanaman sorgum seluruhnya : 544 tanaman Jumlah tanaman kedelai seluruhnya : 1.404 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linear sebagai berikut :

Yij = μ + ρi + αj + εij i = 1, 2, 3,4 j = 1,2,3,4,5.

dimana :

Yij : Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j μ : Nilai tengah

ρi : Pengaruh dari blok ke-i

αj : Pengaruh perlakuan jarak tanam pada taraf ke-j

εij : Galat dari blok ke-i, perlakuan jarak tanam pada taraf ke-j

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan berdasarkan Duncan Multiple Range

(32)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Sebelum areal diolah, terlebih dahulu areal dibersihkan dari rerumputan, sisa-sisa tanaman, dan batu-batuan yang dapat mengganggu pertumbuhan

tanaman dengan menggunakan cangkul. Lahan dibuat plot dengan ukuran 275 x 225 cm dilakukan 1 minggu sebelum penanaman dan dibuat saluran

drainase dengan ukuran 30 cm antar plot dan 50 cm antar blok.

Penanaman

Sebelum penanaman benih sorgum dan kedelai di rendam air selama 1 jam guna mempercepat perkecambahan. Penanaman kedelai dilakukan 1 minggu sebelum penanam sorgum yang bertujuan menghindari kedelai berkompetisi pada awal penanaman dan mengharapkan akar tanaman kedelai bersimbiosis dengan rhizobium terlebih dahulu sehingga pada saat penanaman sorgum diharapkan bintil akar sudah aktif mengikat N . Penanaman dilakukan dengan menugal sedalam ± 3 cm sebanyak 2 benih per lubang tanam kemudian lubang ditutup dengan tanah secukupnya. Jarak tanam yang digunakan untuk sesuai dengan perlakuan.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi kelembaban lahan.

Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari bila tidak ada hujan dengan menggunakan gembor.

(33)

Penyulaman

Dilakukan penyulaman pada tanaman sorgum dan kedelai yang mati ataupun yang pertumbuhannya abnormal dengan menggunakan bibit yang sehat.

Penyulaman pada saat 7-10 Hari Setelah Tanam (HST) di lapangan.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma dan menggunakan cangkul pada gulma yang berada di plot atau di parit drainase.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 Hari Setelah Tanam (HST) dengan cara memotong tanaman menggunakan pisau cutter dan meninggalkan satu tanaman yang sehat.

Pemupukan

Pemupukan secara tugal disamping lubang masing-masing tanaman.

Berdasarkan rekomendasi pemupukan dari Deptan (2013) dosis pemupukan untuk tanaman sorgum yaitu 50 kg Urea/ha, 31,25 kg TSP/ha dan 12,5 kg KCl/ha.

Sedangakan tanaman kedelai 12,5 kg/ha Urea, 50 kg/ha TSP dan 37,5 kg/ha KCl diberikan seluruhnya pada saat penanaman pada kedelai.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan menggunakan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 g/liter air. Pengendalian penyakit dilakukan dua kali pada saat tanaman berumur 4 dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan menggunakan knapsack dan disemprotkan ke daun dan batang tanaman secara merata. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif karbaril. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman

(34)

umur 5 dan 7 MST yang terkena serangan hama dengan menggunakan knapsack dan disemprotkan kedaun dan batang yang terserang hama.

Panen

Tanaman sorgum dipanen sekitar 100-110 Hari Setelah Tanaam (HST) telah matang secara visual, yaitu pada saat biji-biji telah bernas dan keras, daun menguning dan mengering. Panen dilakukan pada sore hari dengan menggunakan gunting, dipotong sekitar 10-15 cm dibawah tangkai malai dan dilakukan pemungutan biji yang jatuh di areal pertanaman sesuai dengan plot. Kemudian dijemur di bawah sinar matahari dan kemudian dirontokkan untuk mengambil biji nya. Tanaman kedelai di panen sekitar 76 HST , kriteria panen kedelai yaitu polong masak fisiologis dengan tanda polong berwarna kuning kecoklatan dan daunnya mulai menguning kemudian mengering (75% dari populasi). Panen dilakukan sekali dengan cara memotong 5 cm diatas pangkal batang utama dengan menggunakan pisau. Kemudian polong dijemur dibawah sinar matahari dan biji diambil dari polongnya.

Pengamatan Parameter Tanaman Kedelai Tinggi tanaman.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh, dilakukan mulai 2 MST dan diulangi setiap mingggu hingga 6 MST sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga.

Pengukuran Diameter Batang

Pengukuran diameter batang menggunakan jangka sorong, tepat pada pangkal batang. Pengamatan dilakukan satu kali pada saat akhir vegetatif (6MST).

(35)

Luas daun

Pengukuran luas daun (cm2) dengan prinsip ditaksir melalui perbandingan berat (gravimetri). Ini dapat dilakukan dengan menggambar daun yang ditaksir luasnya pada sehelai kertas yang menghasilkan replika daun yang kemudian di gunting. Luas daun kemudian ditaksir berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan total kertas

Jumlah Cabang Produktif

Cabang produktif adalah cabang yang menghasilkan polong Bobot Biji per Plot

Berat biji kedelai per Plot diambil dengan cara menimbang seluruh biji tanaman per plot dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Biji per Sampel

Bobot biji total diambil dengan cara menimbang biji setiap sampel pada tiap plot setelah biji dipisahkan dari polong dan dibersihkan dari kotoran-kotoran.

Bobot 100 Biji Kering

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang 100 biji kedelai dari setiap masing-masing plot, dengan kadar air 14%, pengeringn dilakukan dengan cara penjemuran di bawah terik matahari selama 2-3 hari.

Indeks Panen

Indeks panen diukur pada akhir penelitian, dengan menggunakan rumus : Indeks Panen =

Bobot Kering Tanaman diperoleh dari bobot kering batang, akar, daun dan klobot polong yang dikeringkan pada oven dengan suhu 800C selama 24 jam.

Bobot biji per sampel

Bobot kering tanaman per sampel + Bobot biji per sampel

(36)

Pengamatan Parameter Tanaman Sorgum.

Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan dari batas tanah sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran pertama dilakukan 2 MST dengan interval 1 minggu sekali sampai masuk masa generatif (9 MST).

Diameter Batang

Pengukuran diameter batang menggunakan jangka sorong, tepat pada pangkal batang secara 2 kali dengan arah yang berbeda kemudian diambil nilai rata-ratanya. Pengamatan dilakukan satu kali pada saat akhir vegetatif (9 MST).

Luas daun

Pengukuran luas daun (cm2) sorgum dengan prinsip p x l x k, konstanta daun sorgum yaitu 0,731 (Susilo, 2015). Dimana Perhitungan luas daun yang diukur adalah daun bendera yang terletak di bawah tangkai malai pada sorgum.

P : panjang daun L : lebar daun

K : konstanta daun sorgum yaitu 0,731 Bobot Malai per Plot

Berat biji malai per plot diambil dengan cara menimbang biji beserta malai tiap plot perlakuan. Berat biji malai per plot ditimbang setelah tanaman dipanen dan dikeringkan sampai kadar airnya 12-14%.

(37)

Bobot Biji per Sampel

Bobot biji total diambil dengan cara menimbang biji setiap sampel pada tiap plot setelah biji dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari kotoran-kotoran.

Bobot 1000 Biji

Ditimbang sebanyak 1000 biji yang telah dijemur dengan acak 3 sampel per plot. Penimbangan dilakukan pada kadar air 15% menggunakan timbangan analitik.

Indeks Panen

Indek panen diukur pada akhir penelitian, dengan menggunakan rumus : Indeks Panen =

Bobot Kering Tanaman diperoleh dari bobot kering batang, akar, daun dan malai sorgum yang dikeringkan pada oven dengan suhu 800C selama 48 jam.

Nisbah Kesetaraan Lahan

Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengetahui keuntungan sistem bertanam secara tumpang sari menurut Mead dan Willey (1980) dengan menggunakan persamaan berikut:

NKL =

(

) (

)

Keterangan :

Yjk = Produksi Sorgum secara tumpang sari dengan kedelai Yjj = Produksi Sorgum Monokultur

Ykj = Produksi Kedelai secara tumpang sari dengan Sorgum Ykk = Produksi Kedelai Monokultur

Bobot biji per sampel

Bobot kering tanaman per sampel + Bobot biji per sampel

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil sidik ragam menunjukkan jarak tanam pada sistem tumpang sari sorgum dan kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai pada 4,5 dan 6 Minggu Setelah Tanam (MST), bobot kering biji kedelai persampel, bobot kering biji kedelai perplot, bobot 100 biji kedelai, tinggi tanaman sorgum pada 2 dan 3 MST, luas daun sorgum, diameter batang sorgum,dan bobot malai perplot.

Tinggi Tanaman Sorgum dan Kedelai

Data pengamatan tinggi tanaman kedelai dan sorgum mulai pengamatan 2- 9 MST dan hasil sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada (Lampiran 7-31). Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa jarak tanam pada sistem tumpang sari berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai 4,5 dan 6 MST (Lampiran 18, 22 dan 26) dan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman sorgum 2 dan 3 MST (Lampiran 8 dan 12).

Tabel 1 menunjukkan perlakuan jarak tanam menghasilkan tanaman

kedelai tertinggi pada perlakuan tumpang sari sorgum (65 x 25 cm) + kedelai (40 x 15 cm) yaitu 50,99 cm. dan tinggi tanaman terendah pada perlakuan

monokultur kedelai (40 x 15 cm). Sedangkan tinggi tanaman sorgum tertinggi pada perlakuan tumpang sari sorgum (75 x 25 cm) + kedelai (40 x 15 cm) yaitu 201,29 cm dan terendah pada perlakuan monokultur sorgum (75 x 25 cm) yaitu 196,02 cm.

Gambar

Foto Lahan  Pengaturan Jarak Tanam  Mengukur Tinggi       Tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran SQ3R (Survey, Question, Read, Recited, Review) dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi karena

Abstrak ditulis dalamjarak 1 spasi dengan jumlah kata tidak lebih dari 150 kata yang dilengkapi dengan 3 – 5 kata kunci, yaitu istilah-istilah yang mewakili

Disebut juga aquifer terkekang/artesian aquifer/nonleaky aquifer merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya merupakan

berlandaskan perilaku religius dari pada pembiasaan yang lain, yang. kurang membantu siswa dalam berkembang, baik di lingkungan

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14, PAUD adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan

Teori yang digunakan untuk menganalisis pola adaptasi yang dilakukan oleh perempuan muda pasca bercerai di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah adalah teori

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang Pajak Reklame, Pajak Hiburan dan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya pada penggunaan sampel perusahaan yaitu perusahaan yang konsisten terdaftar di LQ45 Bursa Efek