• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WADUK MALAHAYU KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WADUK MALAHAYU KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 | 1Mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi, FKIP Universitas Siliwangi 2

Dosen Jurusan Pendidikan Geografi, FKIP Universitas Siliwangi PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODE USLE DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WADUK MALAHAYU

KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES PROVINSI JAWA TENGAH

(Suatu Kajian Geografi)

Ristiani1 (ristiani42@gmail.com) Nedi Sunaedi2 (nedi-pdil@yahoo.com)

Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi Tasikmalaya

Jl. Siliwangi no.24 Tasikmalaya 46115 Telp. (0265) 323537

ABSTRACT

This research is motivated by problem of Malahayu Reservoir condition that since it’s construction time in 1934 and finished in 1937 then used until now, the carrying capacity of reservoir decreases as the result of the higher sedimentation’s level in the bottom of the reservoir. The main purpose of this research were (1) to determine the rate of erosion and (2) to determine the characteristics of the distribution condition of the rate erosion in Watershed of Malahayu Reservoir using USLE (Universal Soil Loss Equation) method.

The method of the research was using descriptive quantitative method. The instruments of the research were observation guidelines, interview guidelines and guidelines for field measurements. Sample areas in this research were Cimandala Sub-basins, Cigoel Sub-basins, Cibuni Sub-basins, and Dadablangan Hill ecotourism area. While the population sample in this research were informant from Central River Region Cimanuk-Cisanggarung and Department of Water Resources Management Kabuyutan-Cisanggarung Region. The sample was taken using cluster sampling and purposive sampling. Technique of analyze the data was using descriptive analyze.

The result of research on all four unit sample area showed erosion rate level based on the Classification Level of Erosion Hazard belong to the class of very low erosion in Cimandala and Cigoel Sub-basins, medium erosion in Cibuni Sub-basins, and heavy erosion in Dadablangan Hill ecotourism area. Characteristic of erosion rate condition distribution in watershed of Malahayu Reservoir showed value of rain erosivity (R) and soil erodibility (K) value at each sample unit were the same except slope value (LS) and land cover (CP) value. Slope in Cimandala basins was 5%, Cigoel basins was 8%, Cibuni Sub-basins was 15% and Dadablangan Hill ecotourism area was 25%. In the meantime, C value in Cimandala and Cigoel basins were 0,01, Cibuni Sub-basins and Dadablangan Hill ecotourism area were 0,2. While for P value in Cimandala Sub-basins was 0,50, Cigoel Sub-basins was 0,20, Cibuni Sub-basins was 0,75 and Dadablangan Hill ecotourism area was 0,90.

(2)

2 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan kondisi Waduk Malahayu yang sejak masa pembangunannya pada tahun 1934 dan selesai pada tahun 1937 kemudian digunakan sampai sekarang, daya dukung waduk semakin berkurang akibat semakin tingginya tingkat sedimentasi di dasar waduk. Tujuan utama penelitian ini yaitu (1) untuk mengetahui tingkat laju erosi dan (2) untuk mengetahui karakteristik kondisi sebaran laju erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss

Equation).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman pengukuran di lapangan. Sampel area pada penelitian ini yaitu sub DAS Cimandala, sub DAS Cigoel, sub DAS Cibuni dan kawasan wanawisata Bukit Dadablangan. Sedangkan sampel penduduk dalam penelitian ini yaitu narasumber dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) wilayah Kabuyutan-Cisanggarung. Pengambilan sampel menggunakan cluster

sampling dan purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan analisis

deskriptif.

Hasil penelitian pada keempat unit sampel area menunjukkan tingkat laju erosi berdasarkan klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) tergolong kelas erosi sangat rendah di Sub DAS Cimandala dan Cigoel, erosi sedang di Sub DAS Cibuni, dan erosi berat di kawasan wanawisata Bukit Dadablangan. Karakteristik kondisi sebaran laju erosi di DAS Waduk Malahayu menunjukkan nilai erosivitas hujan (R) dan nilai erodibilitas tanah (K) pada tiap unit sampel sama kecuali nilai kemiringan lereng (LS) dan nilai tutupan lahan (CP). Kemiringan lereng di Sub DAS Cimandala 5%, sub DAS Cigoel 8%, sub DAS Cibuni 15% dan kawasan wanawisata Bukit Dadablangan 25%. Sementara itu, nilai C di Sub DAS Cimandala dan Cigoel senilai 0,01, sub DAS Cibuni dan kawasan wanawisata Bukit Dadablangan senilai 0,2. Sedangkan untuk nilai P sub DAS Cimandala 0,50, sub DAS Cigoel 0,20, sub DAS Cibuni 0,75 dan kawasan wanawisata Bukit Dadablangan senilai 0,90.

Kata Kunci: Metode USLE, Tingkat Laju Erosi, Waduk Malahayu 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Penelitian ini membahas mengenai salah satu gaya eksogen yaitu erosi. Erosi adalah proses penguraian dan proses pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga geomorfologi, seperti air dan angin (Arsyad, 2000 dalam Suwaji, 2010: 1). Erosi dapat menyebabkan kerusakan lahan. Kerusakan lahan karena erosi yang terjadi di Indonesia, khususnya di Jawa, cukup kritis. Secara geologis,

(3)

3 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

Kabupaten Brebes termasuk pada zone tengah pada klasifikasi geologi Jawa Tengah. Pada tepi Dataran Tinggi Brebes terdapat tiga deretan gunung yang arahnya melintang, memotong zone tengah dari timur ke barat. Deretan pertama memisahkan Dataran Tinggi Brebes dan Dataran Tinggi Dieng yang terdiri dari Gunung Dieng, Gunung Merapi dan Gunung Slamet. Deretan ketiga gunung tersebut memisahkan Dataran Tinggi Brebes (Siswantoro, 2014: 85).

Topografi Desa Malahayu berupa dataran tinggi yang berbukit-bukit dan bergelombang dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Daerah perbukitan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai daerah pertanian dan kebun dengan tanaman yang bervariasi, diantaranya tanaman kayu yang sangat bermanfaat untuk bahan bangunan. Sementara di daerah yang lebih rendah dan dekat dengan Waduk Malahayu dimanfaatkan oleh penduduk sebagai lahan pertanian, irigasi, perikanan dan pariwisata (Siswantoro, 2014: 86). Kondisi topografi Waduk Malahayu yang berbukit-bukit menyebabkan kurangnya pasokan air sehingga Waduk Malahayu menjadi tumpuan utama penduduk dalam memenuhi kebutuhan akan air terutama sebagai sarana irigasi lahan pertanian wilayah Desa Malahayu sampai Banjarharjo bahkan sampai wilayah sekitarnya (Siswantoro, 2014: 116). Waduk Malahayu berfungsi untuk mensuplai daerah irigasi 12.372 Ha (Jengkelok: 6.349 Ha, Kabuyutan: 3.876 Ha, dan Babakan: 2.147 Ha) (Dokumen Bathimetri Waduk Malahayu BBWS Cimanuk-Cisanggarung, 2017). Menurut informasi yang didapatkan dari pihak pengelola, selain dimanfaatkan airnya, terdapat wacana akan dimanfaatkannya area sekitar Waduk Malahayu sebagai area wanawisata.

Permasalahan lain yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu, kondisi Waduk Malahayu yang sejak masa pembangunannya pada tahun 1934 dan selesai pada tahun 1937 kemudian digunakan sampai sekarang, daya dukung waduk semakin berkurang akibat semakin tingginya tingkat sedimentasi di dasar waduk. Data pengukuran Waduk Malahayu sebelum adanya pengendapan (pada saat waduk beroperasi) pada tahun 1937 menunjukkan volume air efektif sekitar 68.982.000 m3, kemudian data pengukuran pada tahun 1977 menunjukkan volume air efektif sekitar 46.375.000 m3 atau berkurang sekitar 22.607.000 m3 selama

(4)

4 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

kurun waktu 40 tahun dari tahun 1937-1977. Jika dirata-ratakan, volume air efektif berkurang sekitar 565.175 m3 tiap tahunnya (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, 2009). Oleh karena itu, untuk mengetahui data mengenai seberapa besar kemungkinan erosi yang terjadi di sekitar Waduk Malahayu dan untuk menentukan teknik konservasi yang digunakan untuk mengurangi tingkat erosi perlu dilakukannya prediksi erosi. Adapun metode yang akan digunakan dalam prediksi erosi ini yaitu metode USLE (The Universal Soil Loss Equation). Alasan yang melatarbelakangi peneliti menggunakan metode USLE (The Universal Soil

Loss Equation) adalah teknik pengelolaan lahan yang berpengaruh terhadap

kondisi lahan dan tutupan lahan di sekitar DAS Waduk Malahayu yang menyebabkan terjadinya erosi lembar dan erosi alur.

1.2. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan, antara lain:

a. Untuk mengetahui tingkat laju erosi yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah;

b. Untuk mengetahui karakteristik kondisi sebaran laju erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

2. Lokasi dan Deskripsi Area Penelitian

Secara astronomis, Waduk Malahayu terletak pada koordinat 7o725’LS– 108o50’28”BT (Dokumen Bathimetri Waduk Malahayu BBWS Cimanuk-Cisanggarung, 2017). Secara administratif, Waduk Malahayu terletak di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Waduk Malahayu dibangun mulai tahun 1934 sampai tahun 1937 dan diperbaiki oleh Prosida tahun 1974 (Sub proyek Pemali-Comal) yang memanjang aliran sungai Kabupaten dan beberapa sungai kecil lainnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabuyutan di Malahayu di sebelah kanan dibatasi Gunung Sindanglungu

(5)

5 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

dan di sebelah kiri dibatasi oleh Gunung Muncul. Sungai Kabuyutan bermata air dari Gunung Kumbang dan bermuara di Laut Jawa (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, 2009).

Waduk Malahayu memiliki luas area 6,20 km2 atau 620 Ha tergolong waduk kecil dengan volume air normal 31.000.000 m³ pada elevasi 55,75 mdpl, volume waduk maksimal 32.805.888 m³ pada elevasi 56,00 mdpl dengan luas genangan maksimal 628,5 Ha, sedangkan volume waduk pada saat waduk mati atau surut pada musim kemarau mencapai 1.560.000 pada elevasi 46,50 mdpl. Waduk Malahayu merupakan wadah buatan untuk menampung air dari sungai-sungai yang mengalir dari daerah sekitar, antara lain: Sungai Ciomas, Cigora, Cikalapa, Cibodas, Kabuyutan, Cibuni, Cigoel, dan Cimandala yang tergabung dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Kabuyutan dengan luas daerah irigasi 12.372 Ha (Jengkelok: 6.349 Ha, Kabuyutan: 3.876 Ha, dan Babakan: 2.147 Ha) (Dokumen Bathimetri Waduk Malahayu BBWS Cimanuk-Cisanggarung, 2017). Waduk Malahayu memiliki satu outlet yang mengalirkan air Waduk Malahayu menuju Susukan Koperan (sungai kecil buatan/terusan/saluran irigasi yang keluar dari Waduk Malahayu di daerah Karacak) dan Sungai Kabuyutan yang bermuara di Laut Jawa.

Secara morfologi, Waduk Malahayu berada pada ketinggian kurang lebih 55,75 meter di atas permukaan laut dikelilingi oleh bukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara ± 78-100 meter berdekatan pula dengan Gunung Kumbang ± 1.219 meter. Waduk Malahayu mengairi sawah-sawah dan perkebunan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabuyutan yang mempunyai iklim tropis sama seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) lainnya di Indonesia yang terbagi atas dua musim dalam tiap tahunnya yaitu musim hujan dan kemarau (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, 2009).

Berdasarkan data yang terdapat pada dokumen Waduk Malahayu tahun 2009, diperoleh data mengenai curah hujan tahunan yaitu berkisar antara 1.508– 3.913 mm di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabuyutan pada ketinggian

(6)

6 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

± 56 meter. Sedangkan pada bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabuyutan berkisar antara 1.753–4.288 mm pada ketinggian ± 90 meter di atas permukaan laut (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, 2009). Data tersebut menunjukkan angka curah hujan yang tidak jauh berbeda dengan data perhitungan curah hujan tahunan selama 10 tahun terakhir dari tahun 2007-2016 yaitu berkisar antara 2.127-3.140 mm. Kondisi iklim di sekitar Waduk Malahayu berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson tergolong ke dalam iklim C dengan nilai Q = 33,3-60%, yang memiliki ciri-ciri sifat daerah agak basah dengan vegetasi hutan hujan tropis karena memiliki nilai Q sebesar 34% dengan rata-rata curah hujan 2.604,6 mm/tahun atau 217,05 mm/bulan selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2007-2016.

Tinggi sedimentasi di dasar Waduk Malahayu mencapai sekitar 35 meter dari mulai pengoperasiannya pada tahun 1937-2016. Sementara itu, kedalaman yang tersisa kurang lebih 15 meter. Data pengukuran Waduk Malahayu sebelum adanya pengendapan (pada saat waduk beroperasi) pada tahun 1937 menunjukkan volume air efektif sekitar 68.982.000 m3, kemudian data pengukuran pada tahun 1977 menunjukkan volume air efektif sekitar 46.375.000 m3 atau berkurang sekitar 22.607.000 m3 selama kurun waktu 40 tahun dari tahun 1937-1977. Jika dirata-ratakan, volume air efektif berkurang sekitar 565.175 m3 tiap tahunnya. Data terbaru mengenai volume air Waduk Malahayu dari tahun 2010-2016 menunjukkan angka 26.406.774 m3 tahun 2010, 19.215.243 m3 tahun 2011, 16.716.517 m3 tahun 2012, 22.023.549 m3 tahun 2013, 18.901.600 m3 tahun 2014, 16.211.821 m3 tahun 2015 dan 26.158.670 m3 tahun 2016, sehingga rata-rata volume air tiap tahunnya dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun adalah 20.804.882 m3 (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, 2009).

Kapasitas Waduk Malahayu dalam menampung volume air tidak lepas dari pengaruh kondisi di sekitar waduk. Waduk Malahayu dikelilingi oleh hutan jati yang diselingi oleh tegalan dan huma di bagian barat, barat laut dan utara, objek wisata Dadablangan di sebelah utara, persawahan dan permukiman penduduk di

(7)

7 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

bagian timurlaut, tenggara, selatan dan baratdaya. Sementara itu, di bagian timur terdapat dam atau bendungan yang mengalirkan air Waduk Malahayu menuju Susukan Koperan.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, observasi, wawancara dan pengukuran serta studi dokumentasi. Penarikan sampel menggunakan teknik

probability sampling. Dalam penelitian ini wilayah populasi memiliki cakupan

yang luas, maka peneliti menggunakan teknik cluster sampling. Sedangkan penarikan sampel penduduk untuk mendapatkan data mengenai pengelolaan lahan yang berpengaruh terhadap kondisi tutupan lahan menggunakan purposive

sampling sesuai unit-unit lahan yang dipilih dan kebutuhan data. Area di sekitar

Waduk Malahayu yang dijadikan sampel pada penelitian ini yaitu sub DAS Cimandala, sub DAS Cigoel, sub DAS Cibuni dan kawasan wanawisata Bukit Dadablangan.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Tingkat Laju Erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu 4.1.1. Titik Sampel

Titik sampel pada penelitian ini terdiri dari 4 (empat) titik sampel. Adapun beberapa area yang dijadikan sampel unit adalah area tutupan lahan sebelah utara Waduk Malahayu yaitu Dadablangan dengan luas area 212 Ha atau mencapai 70,20% dari total luas area penelitian, yang termasuk pada wilayah administrasi Desa Malahayu, area tutupan lahan sebelah tenggara tepatnya perbatasan antara Desa Malahayu dan Desa Cipajang yaitu di sekitar sub DAS Cimandala dengan luas area 31 Ha atau mencapai 10,26% dari total luas area penelitian, sub DAS Cigoel seluas 22 Ha atau mencapai 7,28% dari total luas area penelitian, dan sub DAS Cibuni yang termasuk wilayah administrasi Desa Cipajang seluas 37 Ha atau mencapai 12,25% dari total luas area penelitian. Luas sampel area penelitian

(8)

8 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

diperoleh dengan menghitung luasan polygon area penelitian pada google earth. Sebaran lokasi sampel area dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Sampel Area Penelitian di DAS Waduk Malahayu Sumber: Perhitungan Polygon Area Google Earth

Tahun Pembuatan: 2017

4.1.2. Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE (The Universal Soil Loss Equation)

Rumus perhitungan prediksi erosi menggunakan metode USLE (The

Universal Soil Loss Equation) adalah sebagai berikut (Arsyad, 2012: 361):

Dimana:

A = Banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun)

R = Nilai erosivitas hujan (kj/ha/tahun)

K = Nilai erodibilitas tanah (ton/kj)

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

a. Erosivitas hujan (R) adalah kemampuan air hujan untuk menghancurkan dan menghanyutkan partikel tanah (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005: 101). Pada

(9)

9 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

Penelitian ini, penulis menggunakan rumus Lenvain dengan sumber data curah hujan bulanan sebagai berikut Lenvain (DHV, 1989 dalam Asdak, 2007: 359):

Dimana:

R = indeks erosivitas

P = curah hujan bulanan (cm)

b. Erodibilitas tanah (K) menunjukkan nilai kepekaan suatu jenis tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan air hujan (Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005: 107). Nilai erodibilitas tanah pada penelitian ini didasarkan pada peta jenis tanah lokasi penelitian.

c. Kemiringan lereng (LS) merupakan rasio antara tanah yang hilang dari suatu petak dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baku (Hardjowigeno, 2003: 178). Data kemiringan lereng pada penelitian ini didapatkan dengan pengukuran langsung di lapangan.

d. Faktor pengelolaan tanaman (C) menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah yang hilang (erosi) (Asdak, 2007: 367). Nilai pengelolaan tanaman (C) didapatkan berdasarkan pengamatan di lapangan dan disesuaikan dengan peta tutupan lahan Kabupaten Brebes. e. Faktor pengelolaan dan konservasi tanah (P) adalah nisbah besarnya erosi

dari tanah dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah menurut arah lereng (Arsyad, 2012: 369). Nilai pengelolaan dan konservasi tanah (P) didapatkan berdasarkan pengamatan di lapangan, kemudian diklasifikasikan berdasarkan tabel nilai pengelolaan dan konservasi tanah (P) pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Jawa.

Perhitungan mengenai laju erosi pada keempat sampel area dan jumlah perkiraan total erosi selama 10 tahun dari tahun 2007-2016 serta rata-rata laju erosi per tahun selama 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

(10)

10 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

Tabel 1. Hasil Perhitungan Laju Erosi (A) di DAS Waduk Malahayu Tahun 2007 – 2016

Tahun Nilai R x K

Nilai LS Lokasi Penelitian Nilai C x P Lokasi Penelitian Laju Erosi (A) (ton/ha/tahun) Lokasi Penelitian (R x K x LS x C x P)

Cimandala Cigoel Cibuni Dadablangan Cimandala Cigoel Cibuni Dadablangan Cimandala Cigoel Cibuni Dadablangan 2007 477,43 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,60 1,15 85,94 365,23 2008 590,48 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,74 1,42 106,29 451,72 2009 618,77 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,77 1,49 111,38 473,36 2010 859,39 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 1,07 2,06 154,69 657,43 2011 605,04 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,76 1,45 108,91 462,86 2012 484,03 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,61 1,16 87,13 370,28 2013 763,41 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,95 1,83 137,41 584,01 2014 516,97 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,65 1,24 93,05 395,48 2015 516,97 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,65 1,24 93,05 395,48 2016 720,62 0,25 1,20 1,20 4,25 0,005 0,002 0,15 0,18 0,90 1,73 129,71 551,27

Jumlah Total Erosi (10 Tahun) 7,7 14,77 1.107,56 4.707,12

Rata-rata Kehilangan Tanah (1 Tahun/Per Tahun) 0,77 1,48 110,76 470,71

Sumber: Hasil Pengolahan Data Peneliti Tahun 2017 Keterangan:

A = Banyaknya tanah tererosi (ton/ha/th)

R = Faktor erosivitas curah hujan (kj/ha/th)

K = Faktor erodibilitas tanah (ton/kj)

L = Faktor panjang lereng (m)

S = Faktor kemiringan lereng (%)

C = Vegetasi penutup lahan

(11)

11 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

4.1.3. Tingkat Laju Erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Tingkat laju erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu diklasifikasikan berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi (TBE), dengan mempertimbangkan tebal solum tanah dan jumlah erosi maksimum. Klasifikasi tingkat bahaya erosi pada keempat sampel area dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi di DAS Waduk Malahayu

Lokasi Tebal Solum (cm) Luas (Ha) Laju Erosi (Ton/Ha/Tahun) Kelas Erosi Sub DAS Cimandala > 90 31 0,77 SR

Sub DAS Cigoel > 90 22 1,48 SR

Sub DAS Cibuni > 90 37 110,76 S

Dadablangan > 90 212 470,71 B

Sumber: Hasil Pengolahan Data Peneliti Tahun 2017 Keterangan:

SR = sangat rendah S = sedang B = berat

Sebaran laju erosi di keempat sampel area dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 4.15 Peta Sebaran Laju Erosi di DAS Waduk Malahayu Sumber: Google Earth

(12)

12 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

4.2. Karaktersitik Kondisi Sebaran Laju Erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu

Karakteristik kondisi sebaran laju erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah dilihat dari kondisi biogeofisiknya yaitu: Nilai erosivitas hujan (R), kondisi tipe jenis tanah (K), dan kondisi kelas kemiringan lereng (LS) serta faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (CP) di sekitar DAS Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Nilai erosivitas hujan (R) dan erodibilitas tanah (K) adalah sama pada setiap unit sampel. Nilai erosivitas hujan (kj/ha/tahun) tiap tahunnya adalah sebagai berikut: Tahun 2007 sebesar 1.540,1, tahun 2008 sebesar 1.904,77, tahun 2009 sebesar 1.996,03, tahun 2010 sebesar 2.772,22, tahun 2011 sebesar 1.951,75, tahun 2012 sebesar 1.561,38, tahun 2013 sebesar 2.462,62, tahun 2014 sebesar 1.667,65, tahun 2015 sebesar 1.667,65 dan tahun 2016 sebesar 2.324,59. Sementara itu nilai erodibilitas tanah (K) pada setiap unit area penelitian adalah 0,31 ton/kj dengan solum tanah > 90 cm (tanah Latosol), tergolong agak peka terhadap erosi. Erosivitas hujan dan erodibilitas tanah, kedua faktor tersebut dampaknya relatif kurang terlihat terhadap keberagaman nilai laju erosi. Faktor yang dominan pengaruhnya adalah faktor kemiringan lereng yang dikaitkan dengan penggunaan lahan. Adapun deskripsi kedua faktor di keempat unit sampel tersebut adalah sebagai berikut: a. Sub DAS Cimandala yang berlokasi sebelah tenggara Waduk Malahayu

termasuk wilayah administrasi Desa Cipajang dipengaruhi oleh kemiringan lereng sebesar 5% dengan nilai LS 0,25 tergolong morfologi datar. Sementara itu penggunaan lahan di lokasi ini didominasi oleh sawah (nilai C = 0,01). Sebagian kecil lahan digunakan untuk tanaman palawija seperti jagung, tanaman semusim seperti tomat, dan rerumputan serta sedikit tanah terbuka. Teknik konservasi tanah yang digunakan yaitu penanaman dalam kontur kemiringan 0-8% (nilai P = 0,50). Laju erosi yang terjadi di lokasi ini sangat rendah yaitu sebesar 0,77 ton/ha/tahun.

b. Sub DAS Cigoel berada di sebelah tenggara Waduk Malahayu termasuk pada wilayah administrasi Desa Cipajang memiliki kemiringan lereng 8% dengan

(13)

13 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

nilai LS sebesar 1,20 tergolong relatif datar. Penggunaan lahan di lokasi ini yaitu sawah (nilai C = 0,01). Beberapa petak ditanami palawija seperti jagung dan singkong serta tanaman leguminosa seperti kacang tanah. Teknik konservasi tanah yang digunakan berupa teras bangku berkonstruksi baik (nilai P = 0,20). Laju erosi di lokasi ini menunjukkan angka 1,48 ton/ha/tahun tergolong sangat rendah.

c. Sub DAS Cibuni, sebelah tenggara Waduk Malahayu termasuk wilayah administrasi Desa Cipajang memiliki kemiringan lereng 15% dengan nilai LS sebesar 1,20 tergolong landai. Penggunaan lahan aktual di lokasi ini berupa hutan produksi (hutan jati) dengan sistem tebang pilih (nilai C = 0,2). Sebagian kecil lahan berupa tegalan yang ditanami jagung dan singkong, sedikit rerumputan dan seresah di antara pohon jati. Teknik konservasi tanah yang digunakan berupa penanaman dalam kontur kemiringan 9-20% (nilai P = 0,75). Laju erosi di lokasi ini sebesar 110,76 ton/ha/tahun tergolong sedang. d. Lokasi penelitian yang terakhir yaitu kawasan wanawisata Bukit Dadablangan sebelah utara Waduk Malahayu termasuk wilayah administrasi wilayah Desa Malahayu, memiliki kemiringan lereng 25% dengan nilai LS 4,25 dengan morfologi agak curam, miring atau berbukit. Penggunaan lahan aktual di lokasi ini berupa hutan produksi (hutan jati) dengan sistem tebang pilih (nilai C = 0,2) dan diselingi oleh huma serta rerumputan dengan kerapatan sedang. Teknik konservasi tanah yang digunakan berupa penanaman dalam kontur kemiringan > 20% (nilai P = 0,90). Laju erosi di lokasi ini sebesar 470,71 ton/ha/tahun tergolong erosi berat.

5. Simpulan dan Saran 5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data tentang penelitian “Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah (Suatu Kajian Geografi)” penulis dapat menyimpulkan bahwa:

(14)

14 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

a. Tingkat laju erosi yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah diklasifikasikan berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dengan dasar pertimbangan ketebalan solum tanah dan jumlah erosi maksimum di keempat unit sampel. Ketebalan solum tanah pada lokasi penelitian sama nilainya menurut jenis tanah yaitu Latosol dengan ketebalan solum > 90 cm dan nilai erodibilitas tanah (K) 0,31 ton/kj, artinya tanah tersebut agak peka terhadap erosi. Adapun tingkat laju erosi di keempat lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

 Sub DAS Cimandala memiliki laju erosi sebesar 0,77 ton/ha/tahun tergolong kelas erosi sangat rendah dan meliputi luas wilayah 31 Ha atau mencapai 10,26% dari total luas area penelitian.

 Sub DAS Cigoel memiliki laju erosi sebesar 1,48 ton/ha/tahun tergolong kelas erosi sangat rendah meliputi luas area 22 Ha atau mencapai 7,28% dari total luas area penelitian.

 Sub DAS Cibuni memiliki laju erosi sebesar 110,76 ton/ha/tahun tergolong kelas erosi sedang meliputi luas area 37 Ha atau mencapai 12,25% dari total luas area penelitian.

 Kawasan wanawisata Bukit Dadablangan memiliki laju erosi sebesar 470,71 ton/ha/tahun tergolong erosi berat meliputi luas area 212 Ha atau mencapai 70,20% dari total luas area penelitian.

b. Karakteristik kondisi sebaran laju erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah dilihat dari kondisi biogeofisiknya yaitu: Nilai erosivitas hujan (R), kondisi tipe jenis tanah (K), dan kondisi kelas kemiringan lereng (LS) serta faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (CP) di sekitar DAS Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Nilai erosivitas hujan (R) dan erodibilitas tanah (K) adalah sama pada setiap unit sampel. Nilai erosivitas hujan (kj/ha/tahun) tiap tahunnya adalah sebagai berikut: Tahun 2007 sebesar 1.540,1, tahun 2008 sebesar 1.904,77, tahun 2009 sebesar 1.996,03, tahun 2010 sebesar 2.772,22, tahun 2011 sebesar

(15)

15 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

1.951,75, tahun 2012 sebesar 1.561,38, tahun 2013 sebesar 2.462,62, tahun 2014 sebesar 1.667,65, tahun 2015 sebesar 1.667,65 dan tahun 2016 sebesar 2.324,59. Sementara itu nilai erodibilitas tanah (K) pada setiap unit area penelitian adalah 0,31 ton/kj dengan solum tanah > 90 cm (tanah Latosol), tergolong agak peka terhadap erosi. Erosivitas hujan dan erodibilitas tanah, kedua faktor tersebut dampaknya relatif kurang terlihat terhadap keberagaman nilai laju erosi. Faktor yang dominan pengaruhnya adalah faktor kemiringan lereng yang dikaitkan dengan penggunaan lahan. Adapun deskripsi kedua faktor di keempat unit sampel tersebut adalah sebagai berikut:

 Sub DAS Cimandala yang berlokasi sebelah tenggara Waduk Malahayu termasuk wilayah administrasi Desa Cipajang dipengaruhi oleh kemiringan lereng sebesar 5% dengan nilai LS 0,25 tergolong morfologi datar. Sementara itu penggunaan lahan di lokasi ini didominasi oleh sawah (nilai C = 0,01). Sebagian kecil lahan digunakan untuk tanaman palawija seperti jagung, tanaman semusim seperti tomat, dan rerumputan serta sedikit tanah terbuka. Teknik konservasi tanah yang digunakan yaitu penanaman dalam kontur kemiringan 0-8% (nilai P = 0,50). Laju erosi yang terjadi di lokasi ini sangat rendah yaitu sebesar 0,77 ton/ha/tahun.

 Sub DAS Cigoel berada di sebelah tenggara Waduk Malahayu termasuk pada wilayah administrasi Desa Cipajang memiliki kemiringan lereng 8% dengan nilai LS sebesar 1,20 tergolong relatif datar. Penggunaan lahan di lokasi ini yaitu sawah (nilai C = 0,01). Beberapa petak ditanami palawija seperti jagung dan singkong serta tanaman leguminosa seperti kacang tanah. Teknik konservasi tanah yang digunakan berupa teras bangku berkonstruksi baik (nilai P = 0,20). Laju erosi di lokasi ini menunjukkan angka 1,48 ton/ha/tahun tergolong sangat rendah.

 Sub DAS Cibuni, sebelah tenggara Waduk Malahayu termasuk wilayah administrasi Desa Cipajang memiliki kemiringan lereng 15% dengan nilai LS sebesar 1,20 tergolong landai. Penggunaan lahan aktual di lokasi

(16)

16 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

ini berupa hutan produksi (hutan jati) dengan sistem tebang pilih (nilai C = 0,2). Sebagian kecil lahan berupa tegalan yang ditanami jagung dan singkong, sedikit rerumputan dan seresah di antara pohon jati. Teknik konservasi tanah yang digunakan berupa penanaman dalam kontur kemiringan 9-20% (nilai P = 0,75). Laju erosi di lokasi ini sebesar 110,76 ton/ha/tahun tergolong sedang.

 Lokasi penelitian yang terakhir yaitu kawasan wanawisata Bukit Dadablangan sebelah utara Waduk Malahayu termasuk wilayah administrasi wilayah Desa Malahayu, memiliki kemiringan lereng 25% dengan nilai LS 4,25 dengan morfologi agak curam, miring atau berbukit. Penggunaan lahan aktual di lokasi ini berupa hutan produksi (hutan jati) dengan sistem tebang pilih (nilai C = 0,2) dan diselingi oleh huma serta rerumputan dengan kerapatan sedang. Teknik konservasi tanah yang digunakan berupa penanaman dalam kontur kemiringan > 20% (nilai P = 0,90). Laju erosi di lokasi ini sebesar 470,71 ton/ha/tahun tergolong erosi berat.

5.2. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE di Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah (Suatu Kajian Geografi)”, maka penulis mengemukakan saran bagi kelangsungan daya dukung Waduk Malahayu sebagai berikut:

a. Diperlukan adanya kerjasama antar berbagai pihak terkait seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, Perhutani, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), pemerintah Desa Malahayu beserta masyarakat sekitar dalam mengupayakan kelestarian daerah tangkapan air Waduk Malahayu, misalnya dengan sosialisasi melalui seminar-seminar, penyuluhan-penyuluhan mengenai penggunaan lahan dan pembagian bibit tanaman agar masyarakat bersikap kritis terhadap kelestarian waduk dan

(17)

17 | Ristiani dan Nedi Sunaedi, Prediksi Erosi Metode USLE

menyadari pentingnya fungsi waduk bagi kelangsungan aktivitas masyarakat terutama dalam bidang pertanian.

b. Peneliti menyarankan perencanaan penggunaan lahan melalui rekomendasi tutupan lahan yang dianjurkan dan dibahas pada bab iv untuk mengoptimalkan usaha pencegahan erosi di sekitar DAS Waduk Malahayu. Semoga karya tulis ilmiah berupa skripsi ini menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan lahan.

c. Saran bagi peneliti selanjutnya, semoga penelitian ini dapat dijadikan rujukan sebagai penyempurna penelitian di Waduk Malahayu berikutnya.

Daftar Pustaka

Arsyad, S. 2012. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Cetakan Ketiga. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung. 2017. Dokumen

Bathimetri Waduk Malahayu Tahun 2017.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung. 2009. Waduk Malahayu.

Google Earth

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Edisi Baru. Cetakan Ketujuh. Akademika Pressindo. Jakarta.

Siswantoro, H. 2014. Pemanfaatan Waduk Malahayu Sebagai Sumber Air untuk Pertanian di Desa Malahayu Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes.

Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi.

Tasikmalaya.

Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah

Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Edisi Baru. Cetakan Keempat.

Rineka Cipta. Jakarta.

Suwaji, I. 2010. Persebaran Tingkat Erosi Tanah di Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/.

Gambar

Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Sampel Area Penelitian di DAS Waduk Malahayu  Sumber: Perhitungan Polygon Area Google Earth
Tabel 1. Hasil Perhitungan Laju Erosi (A) di DAS Waduk Malahayu Tahun 2007 – 2016  Tahun  Nilai
Gambar 4.15 Peta Sebaran Laju Erosi di DAS Waduk Malahayu  Sumber: Google Earth

Referensi

Dokumen terkait

PENGENDALIAN SEDIMENTASI AKIBAT EROSI LAHAN (STUDI KASUS SEDIMENTASI WADUK KEDUNGOMBO,JAWA TENGAH), Agni Oktarina, NPM 03 02 11475,tahun 2008, Bidang Keahlian Hidro,

Untuk mengetahui besaran erosi di permukaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Poboya dapat dianalisis dengan metode deskriptif kuantitatif dengan beberapa cara, salah

Analisis spasial tingkat bahaya erosi di daerah aliran sungai (DAS) Moramo dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS). Konservasi Tanah

Dalam rangka mendukung pengembangan program tersebut, maka dilakukan kegiatan “Pemasyarakatan IPTEK (IPTEKMAS) Pendederan Ikan Patin di Waduk Malahayu, Brebes,

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di DAS (Daerah Aliran Sungai) Paneki, Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi tentang prediksi erosi pada tiap unit- unit

Tingkat bahaya erosi di DAS Bengawan Solo yang mengalir ke Waduk Gajah Mungkur dengan metode USLE adalah sebagai berikut

xiii KAJIAN EROSI DENGAN METODE USLE DAN METODE PETAK KECIL DI SUB-SUB DAS TELENG, KECAMATAN GIRIWOYO, KABUPATEN WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH INTISARI Oleh: Asty Setyawanti

ANALISIS TINGKAT BAHAYA EROSI PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI DAS JENELATA KABUPATEN GOWA 1Prodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Unismuh Makassar E_mail :ruslansipil@gmail.com 2Prodi Teknik