• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh. RODIATUN ADAWIYAH /M.Kn. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh. RODIATUN ADAWIYAH /M.Kn. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PENGAMBILAN KEMBALI ANAK YANG TELAH DIANGKAT DALAM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT BATAK

TOBA (STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR)

TESIS

Oleh

RODIATUN ADAWIYAH 157011196/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

ANALISIS YURIDIS PENGAMBILAN KEMBALI ANAK YANG TELAH DIANGKAT DALAM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT BATAK

TOBA (STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RODIATUN ADAWIYAH 157011196/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENGAMBILAN KEMBALI ANAK YANG TELAH DIANGKAT DALAM LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA (STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR)

Nama Mahasiswa : RODIATUN ADAWIYAH Nomor Pokok : 157011196

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Edy Ikhsa, SH., MA)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum) (Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH., M.Hum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. T. Kheizerina Devi A. SH., CN, MHum) (Prof. DR. Budiman Ginting, SH, MHum)

Tanggal lulus : Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2017___________________________________________

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Eddy Ikhsan, SH, MA

Anggota : 1. Dr.T. Keizerina Devi Azwar, SH, MHum 2. Dr. Idha Aprilyana, SH, MHum

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin , SH, CN, MHum 4. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, Mhum

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang tertanda tangan di bawah ini :

Nama : RODIATUN ADAWIYAH

Nim : 157011196

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENGAMBILAN KEMBALI ANAK YANG TELAH DIANGKAT DALAM

LINGKUNGAN MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA (STUDI DI KECAMATAN SIMANINDO, KABUPATEN SAMOSIR)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : RODIATUN ADAWIYAH Nim : 157011196

(6)

Setiap keluarga pasti sangat mengharapkan kehadiran seorang anak sebagai penerus keturunan dan penerus harta kekayaan orang tua. Namun terkadang keinginan untuk memiliki anak tidak dapat terwujud, maka jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mengangkat anak orang lain (adopsi) untuk dipelihara dan diperlakukan seperti anak kandung. Dalam hukum adat terdapat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang berbagai masalah, termasuk mengenai pengangkatan anak. Namun pengangkatan anak pada masyarakat adat Batak Toba menggunakan hukum adat setempat yang tidak memiliki bukti cukup kuat. Seiring berjalannya waktu, anak tersebut telah tumbuh dan dibesarkan oleh orang tua angkatnya, dan timbullah niat orang tua kandung untuk mengambil anak tersebut dari orang tua angkatnya.

Penelitian ini menggunakan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan yang ditujukan pada peraturan-peraturan atau bahan hukum lain yang menekankan pada bahan data yang bersifat sekunder. Penelitian ini bersifat deskriptis analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis masalah-masalah yang berkenaan dengan peraturan hukum mengenai kedudukan anak angkat yang ingin dimabil kembali oleh orang tua kandungnya.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan pengangkatananak pada masyarakat Batak Toba di Desa Geroga Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir adalah Mekanisme pengangkatan anak pada masyarakat batak toba di Kecamatan Simanindo cendrung menggunakan tata cara adat batak toba atau secara bawah tangan. Adapun tatanan adat pengangkatan anak menurut masyarakat batak toba di Kecamatan Simanindo biasanya dilakukan dengan 2(dua) cara. Yaitu secara terang tunai dan tunai saja. Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat jika terjadi pengangkatan anak secara dibawah tangan yang terjadi di masyarakat Batak Toba di Desa Garoga Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, yaitu orang tua angkat akan memiliki kewajiban dan bertanggungjawab terhadap tumbuh kembang anank, dan dalam hal klingkungan keluarga angkat, anak angkat memiliki kedudukan yang sama seperti anak kandung dan juga akan meneruskan marga orang tua angkatnya, dan terhadp orang tua kandung yang telah menyerahkan anaknya untuk diangkat orang lain, maka akan menghapus kedudukannya sebagai orang tua, baik kewarisan dan marga terhadap anak kandungnya. Upaya hukum orang tua angkat jika terjadi pengambilan anak yang diangkat secara dibawah tangan dimasyarakat Batak Toba di desa Garoga, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dengan cara adat, dimana peran ketua adat sangat penting dalam menyelesaikan sengketa ini dengan cara musyawarah mufakat antara orang tua angkat, orang tua kandung, dan ketua adat setempat.

Kata Kunci : Pengambilan Anak, Anak Angkat, Batak Toba.

(7)

community uses local adat law which does not have any strong evidence. As time goes by, the child becomes an adult, raised by his adoptive parents. Then, his biological parents intend to take him from his adoptive parents. The research problems are as follows: how about the mechanism of adopting a child in the Batak Toba community in Simanindo Subdistrict, Samosir Regency, how about the position of an adopted child, adoptive parents, and biological parents in adopting a child underhandedly in Batak Toba community in Simanindo Subdistrict, Samosir Regency, how about the legal remedy of the adoptive parents when the adopted child is taken again by his biological parents underhandedly in Batak Toba community in Simanindo Subdistrict, Samosir Regency.

The research used analytical perspective in order to get complete description of legal condition in a certain place and at certain time. This empirical research was conducted in Simanindo Subdistrict, Samosir tegecy. The samples were village heads, adat leaders, heads of village association, and public figures. The research used primary and secondary data which were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials, and the conclusion was drawn deductively.

The result of the research shows that the mechanism of adopting a child in the Batak Toba community in Simanindo Subdistrict, Samosir Regency, tends to use the Batak Toba adat law by buying a child underhandedly in cash. Adoptive parents take the responsibility for the growth and development of an adopted child. In his new family, an adopted child has the same position as a biological child, and will continue using his adoptive parents’ clan. He has no connection with his biological parents anymore, either in inheritance or in clan. Adat leaders play an important role in settling the dispute on child adoption in adat by negotiation among adoptive parents, biological parents, and local adat leaders.

Keywords: Adopting a Child, Adopted Child, Batak Toba Adat Law

(8)

sholawat dan salam disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul “Analisis Yuridis Pengambilan Kemabali Anak Yang Telah Diangkat Dalam Lingkungan Masyarakat Adat Batak Toba ( Studi Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman di masa yang akan datang.

Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Dr. Eddy Ikhsan, SH, MA, Ibu Dr. T. Keizerina, SH, CN, MHum dan Ibu Dr.Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum., selaku Komisi Pembimbing, yang telah membimbing dan memotivasi penulis untuk melakukan yang terbaik dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum Uiversitas Sumatera Utara.

(9)

5. Bapak Prof. Dr. Eddy Ikhsan, SH, MA, sekertaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum, selaku Penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Ayahanda Alm. Drs. Hasanuddin Pasaribu dan Marta Ritonga, kedua orang tua saya yang telah memberikan semangat dan doa kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Abang Edy, Abang Iwan, Abang Hasmar, Abang Ito Roles, Adik Rizky, dan Anggi, saudara kandung saya yang telah memberikan semangat kepada penulis selama ini.

9. Seluruh Staf/Pegawai di MKn Fakultas Hukum USU.

10. Sahabat-sahabat penulis di MKn Fakultas Hukum USU yaitu Arif, Rizki, Hariadi, Luri, Nia, Yayan, Mahmuddin dan teman-teman sekelas Grup D MKn 2015.

Besar harapan Penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan masyarakat yang membutuhkan, serta memberikan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.

Medan, Agustus 2017 (Rodiatun Adawiyah)

(10)

Nama : Rodiatun Adawiyah Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 28 Oktober 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

II. IDENTITAS KELUARGA

Ayah : Drs Hasanuddin Pasaribu

Ibu : Marta Ritonga

III. PENDIDIKAN FORMAL

SD Pesantren Guppi : Tamat Tahun 2000 SMP Mts Ali Imron : Tamat Tahun 2003

SMK Yapim : Tamat Tahun 2016

S-1 Fakultas Hukum Al- Hikmah : Tamat Tahun 2014 S-2 Magister Kenotariatan USU : Tamat Tahun 2017

(11)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SEKEMA ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian... 19

1. Sifat Penelitian ... 19

2. Jenis Penelitian ... 20

3. Lokasi Penelitian ... 21

4. Populasi dan Sampel ... 21

5. Responden dan Informan ... 21

6. Sumber Data ... 22

(12)

BAB II. MEKANISME PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK YANG BIASA TERJADI MASYARAKAT

BATAK TOBA DI KECAMATAN SIMANINDO ... 25 A. Pengertian pengangkatan anak ... 25 B. Syarat-syarat pengangkatan anak ... 31 C. Tujuan dan alasan pengangkatan anak dalam

Pandangan Hukum Adat ... 35 D. Mekanisme pengangkatan anak dari sudut pandang

Hukum Adat ... 44 E. Pelaksanaan pengangkatan anak di Masyarkat Batak Toba

Di Kecamatan Simanindo ... 49 F. Akibat Hukum dari pengangkatan anak ... 62 BAB III. KEDUDUKAN ANAK ANGKAT, ORANGTUA

ANGKAT, ORANGTUA KANDUNG JIKA TERJADI PENGANGKATAN ANAK SECARA DIBAWAH TANGAN YANG ERJADI DI MASYARAKAT

BATAK TOBADI KECAMATAN SIMANINDO ... 69 A. Kedudukan orangtua kandung dan orangtua angkat

Dalam pengangkatan anak secara dibawah tangan ... 69 B. Kedudukan anak angkat yang diangkat secara dibawah

Tangan dalam Hukum Adat Batak Toba di Kecamatan

Simanindo, Kabupaten Samosir ... 76

(13)

BAB IV. UPAYA HUKUM ORANGTUA ANGKAT JIKA TERJADI PENGAMBILAN ANAK YANG DIANGKAT SECARA BAWAH TANGAN DI MASYARAKAT BATAK TOBA

DI KECAMATAN SIMANINDO ... 83

A. Faktor-faktor penyebab pengambilan kemabali anak Angkat oleh ornagtua kandungnya... 83

B. Upaya perlindungan Hukum terhadap orangtua angkat Yang melakukan pengangkatan anak dibawah tangan ... 95

C. Perlindungan Hukum terhadap anak angkat yang ingin Diambil oleh orangtua kandungnya ... 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. KESIMPULAN ... 98

B. SARAN ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(14)

Halaman

1 : Alasan Pengangkatan Pada Masyarakat Batak Toba di

Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. ... 60 2 : Usia Anak Angkat di dalam lingkungan masyarakat batak toba

di kecamatan simanindo, kabupaten samosir. ... 61 3 : Usia orang tua angkat dalam melakukan pengangkatan

anak di lingkungan masyarakat batak toba, di Kecamatan

Simanindo, Kabupaten Samosir. ... 62 4 : Asal usul anak angkat batak toba di Kecamatan Simanindo, ... 66 5 : Kedudukan anak angkat dalam lingkungan keluarga angkat

Di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. ... 73 6 : Faktor-Faktor penyebab anak angkat di ambil kembali oleh

orang tua kandung. ... 84

(15)

Angkat dangan Orang Tua Kandung di

Kecamatan Simanindo ……….. 54 2 Alur Pengangkatan Anak Secara Tunai di

Kecamatan Simanindo ……….. 57

(16)

Raja ni Dongan Tubu : pemuka-pemuka dari barisan semarga

Raja ni Hula-hula : pemuka dari barisan marga Hula-hula atau marga istri.

Raja naginokhon : para pemuka dari kelompok undangan yang tidak termasuk (di luar) Dalihan Na Tolu.

Tonggo raja : mengundang para pemuka adat seperti:

Hula-hula, Dongan tubu, boru, dan dongan sahut untuk pememusyawarahkan sesuatu pekerjaan/ pesta adat

Maranak Sampulu Pitu : Memiliki Anak Laki-Laki Sebanyak 17 Orang

Marpulu Sampulu Onom : Memiliki Anak Perempuan Sebanyak 16 Orang

Namarmiak-miak : Hewan Babi

Sigagat Duhut : Hewan Kerbau

Natua-tua ni Huta : Memberikan Makan Kepada Orang Tua

Anak Nanian : Anak Angkat

Mengain : Mengangkat Anak

Dalihan Na tolu : Tungku Nan Tiga

Umpasa : Pantun

Hulahula : Pemberi Istri

Dongan Sabutuha/Dongan tubu : Kerabat Semarga

Boru : Pihak Penerima Isteri

Dongan Sahuta : Kawan Sekampung

Raja ni Hulahula/Tulang : Paman Pemberi Isteri Raja ni Hulahula Boru/Tulang : Paman penerima Isteri

(17)

Rapat Adat : Memusyawarahkan Uang Emas

Hata : Perkataan

Anggi Doli Boru : Kerabat Semarga (adik penerima isteri) Haha Doli Boru : Kerabat Semarga (abang penerima isteri) Anggi Doli Hulahula : Kerabat Semarga (adik pemberi isteri) Haha Doli Hulahula : Kerabat Semarga (abang pemberi isteri)

Suhut : Tuan Rumah

Marhata Sigabegabe : Menyampaikan Kata-Kata Petuh

Mangampu : Memberi Ucapan Terimakasih

Tuhor Boru : Uang Emas Kawin

(18)

Adat merupakan pencerminan daripada kepribadian seorang bangsa, adat merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Justru oleh dengan ketidaksamaan inilah dapat dikatakan, bahwa adat itu merupakan unsur yang terpenting yang memberikan identitas kepada bangsa yang bersangkutan, tingkatan peradaban, maupun cara penghidupan yang modern, yang tidak mampu menghilangkan adat-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.1

Istilah “hukum adat” adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda yaitu Adatrecht, Snouck Hurgronjeadalah orang pertama yang memakai istilah adatrecht. Istilah adatrecht kemudian dikutip dan dipakai selanjutnya oleh van

Vollenhoven sebagai istilah teknis-juridis. Sebelum hukum adat itu dinyatakan dengan berbagai istilah seperti dalam perundang-undangan.2

Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang

1 M. Yahya Harahap, Kedudukan janda, duda dan anak angkat dalam hukum adat ,Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 89.

2 Soerojo Wignjodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 1983, hal. 127.

(19)

dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat. yaitu di hadapan “ dalihan na tolu”.3 Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya.

Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak.4 Pengangkatan anak adalah merupakan suatu peristiwa penting yang harus dilakukan secara khusus dan terus terang.

Secara umum disadari, bahwa yang terpenting dalam soal pengangkatan anak ini adalah demi kepentingan yang terbaik bagi si anak.5 Pengangkatan anak selalu mengutamakan kepentingan anak daripada kepentingan orang tua. Pengangkatan anak melarang pemanfaatan anak untuk kepentingan orang lain. Pengangkatan anak meliputi usaha mendapatkan kasih sayang, pengertian dari orang tua angkatnya, serta menikmati hak-haknya tanpa mempersoalkan ras, warna, kebangsaan atau sosial.

3 B.Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat Hukumnya Dikemudian Hari, Penerbit Rajawali, Jakarta, 1983, hlm 105.

4 R. Supomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Universitas, 1963, hal 6.

5 Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(20)

Pengangkatan anak atau adopsi bukanlah merupakan suatu hal yang baru. Di Indonesia sendiri, masalah pengangkatan anak ada diatur dalam Pasal 39 – 41 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.6 Untuk memenuhi kebutuhan hukum mengenai pengangkatan anak dapat berpedoman kepada :

1. Hukum tertulis

a. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak.

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

c. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979

d. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Pengangkatan Anak.

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Pelindungan Anak.

f. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Anak.

g. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

6 Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2008, hal 5.

(21)

h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

i. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

j. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 110/HUK/2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.i.7

2. Hukum tidak tertulis: adalah Hukum adat.8

Menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa “Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.9

Didalam perlindungan anak, komitmen pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap anak, agar ditindak lanjuti sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengatur tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan anak. Salah satu solusi untuk menangani permasalahan anak dimaksud yaitu dengan memberi kesempatan bagi orang tua yang mampu untuk melaksanakan pengangkatan anak. Tujuan

7 Hotmariani Simbolon, Pengangkatan Anak dan Akibat Hukumnya Terhadap Harta Benda Perkawinan Orang Tua Angkat (Kajian Pada Masyarakat Batak Toba di Medan), Tesis Program Pasca Sarjana USU, Medan, 2001, hlm. 1.

8 Pasal 19 PP No. 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.

9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 39 ayat 1.

(22)

pengangkatan anak hanya dapat dilakukan bagi kepentingan terbaik anak dan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan adat kebiasaan setempat.10

Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.11

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing masing daerah walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak belum diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri.

Pengangkatan anak dapat dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau dengan suatu akta notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat. Dimaksudkan untuk kemajuan kearah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup

10 Ibid, Pasal 39 ayat 2.

11Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak diIndonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2008, hal 46.

(23)

ditengah-tengah masyarakat. Agar peristiwa pengangkatan anak itu dikemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat.12

Selain itu peranan penting keluarga dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil didalam masyarakat luas, yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak.Namun tidak selalu ketiga unsur tersebut terpenuhi, sehingga kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak mempunyai anak atau keturunan.Keturunan dalam perkawinan dapat berasal dari darah dagingnya sendiri atau anak kandung yang disebut anak sah dalam undang- undang nomor 1 tahun 1974. Pengertian anak sah yang terdapat didalam pasal 42 menyebutkan bahwa anak yng sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan sah. Apabila dalam suatu perkawinan pasangan suami dan istri tersebut tidak mempunyai keturunan, maka mereka juga dapat meneruskan keturunan agar suku tidak punah dengan cara mengangkat anak atau yang biasa disebut adopsi.13

Potensi terjadinya pengangkatan anak adalah untuk meneruskan keturunan, jika dalam sebuah perkawinan tidak memiliki keturunan. Motivasi ini sangat diharapkan bagi pasangan suami istri yang ingin memiliki keturunan. Ada juga pengangkatan anak dilakukan karena tidak memiliki keturunan anak laki-laki, maupun anak perempuan. Ada juga fakta lain untuk melakukan pengangkatan anak, yaitu karena faktor kasihan, dimana anak tersebut adalah korban bencana alam

12 Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2001), hlm. 53.

13 Ali afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 93.

(24)

gempa bumi dan tsunami, akibat bencana tersebut meninggalkan anak-anak yang kehilangan orang tuanya sehingga beberapa pasangan suami istri dengan itikad baik untuk mengasuh dan mendidik anak-anak korban gempa tersebut. Secara yuridis hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.14

Tujuan dari lembaga pengangkatan anak antara lain untuk meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak ada anak. Hal ini merupakan motivasi yang dapat dibenarkan dan salah satu jalan keluar dan alternatif yang positif dan manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang anak dalam pelukan keluarga, setelah bertahun-tahun belum dikaruniai seorang anak.15 Namun hal penting yang harus disadari bagi calon orangtua angkat dan orangtua kandung bahwa calon orang tua angkat haruslah seagama dengan agama yang di anut oleh calon anak angkat karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arah dari orang tua angkat dengan anak angkatnya dan jika hal ini terjadi maka sangat melukai hati nurani serta akidah orang tua kandung dari anak angkat tersebut.16

Secara umum pengangkatan anak menurut hukum merupakan pengalihan anak terhadap orangtua angkat dari orangtua kandung secara keseluruhan dan dilakukan menurut aturan setempat agar sah. Dalam hukum islam pun pada

14 Irma Setyawati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, h. 40.

15 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tiinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,2002, hal 1.

16 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,39 ayat 3.

(25)

prinsipnya membenarkan dan mengakui bahwa pengangkatan anak dengan ketentuan tidak boleh membawa perubahan hukum dibidang nasab, wali mawali dan mewaris.

Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat atas pelaksanaan pengangkatan anak yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak bahkan telah terjadi jual beli organ tubuh anak. Untuk itu perlu pengaturan tentang pelaksanaan pengangkatan anak baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh masyarakat yang dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah. Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini dimaksudkan agar pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi kepentingan terbaik bagi anak.

Pengangkatan anak dalam prakteknya terkadang menimbulkan konflik, salah satunya seperti yang terjadi di Kecamatan Simanindo, Pengangkatan anak ini tidak melalui proses penetapan pengadilan, hanya melakukan pengangkatan anak secara adat Batak Toba. Adapun hal menarik berkaitan dengan pengangkatan anak yang terjadi di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir adalah ketika ibu kandung yang telah menyerahkan bayinya yang baru lahir kepada seorang wanita yang menginginkan anak. Pada saat melakukan pengangkatan anak, mereka tidak melengkapi dengan suatu perjanjian yang mengikat. Seiring berjalannya waktu, orang tua kandung dari anak tersebut melihat pertumbuhan si anak begitu cepat dan sehat, sehingga timbullah niat untuk mengambil anak tersebut dari orang tua angkatnya. Hal

(26)

ini yang mendorong niat kedua orang tua kandung untuk mengubah keputusan awalnya yang telah menyerahkan anaknya kepada orang lain, maka di putuskanlah untuk mengambil anaknya dari orang tua angkatnya. Tapi dalam hal ini sang anak angkat ingin tetap tinggal dengan orang tua angkatnya.17

Berdasarkan uraian diatas maka, perlu diteliti dikarenakan pengangkatan anak melalui hukum adat dibenarkan oleh undang-undang, maka disusun penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Pengambilan Kembali Anak Yang Telah Di Angkat Dalam Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir )”

penting untuk di teliti.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme pengangkatan anak yang biasa terjadi di masyarakat Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir ?

2. Bagaimana kedudukan anak angkat, orang tua angkat dan orangtua kandung jika terjadi pengangkatan anak secara dibawah tangan yang terjadi di masyarakat Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir ?

3. Bagaimana upaya hukum orang tua angkat jika terjadi pengambilan kembali anak yang diangkat secara bawah tangan di masyarakat Batak di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir ?

17 Ibid, Pasal 39 ayat 2.

(27)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang berkaitan erat dengan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain:

1. Untuk mengetahui mekanisme pengangkatan anak yang biasa terjadi di masyarakat Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

2. Untuk mengetahui kedudukan anak angkat, orang tua angkat dan orang tua kandung terjadi pengangkatan anak secara dibawah tangan pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

3. Untuk mengetahui upaya hukum orang tua angkat jika terjadi pengambilan kembali anak diangkat secara bawah tangan di masyarakat Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat baik secara Teoritis maupun Praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan Ilmu hukum dan dapat menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan kedudukan anak yang ingin diambil kembali oleh orang tua kandungnya menurut hukum adat Batak Toba dikehidupan masyarakat, dan sebagai referensi sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang apabila melakukan penelitian dibidang yang sama dengan bahan yang diteliti.

(28)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, tesis diharapkan bermanfaat bagi para mahasiswa dan masyarakat sebagai pengangan dan rujukan bagi yang akan melaksanakan Pengembangan terhadap kedudukan anak angkat yang ingin diambil kembali oleh orang tua kandungnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa tesis dengan judul “Pengambilan Kembali Anak Yang Telah Di Angkat Dalam Lingkungan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir)” karena ada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu :

1. Pita Christin Suzanne Aritonang (Nim: 067011065), dengan Judul “Kedudukan Anak Angkat dalam hukum adat Batak Toba setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (studi di Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara), Dengan perumusan masalah antara lain :

a. Apakah motivasi masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung melakukan pengangkatan anak?

b. Bagaimanakah syarat-syarat dan proses pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Tarutung?

(29)

c. Bagaimanakah kedudukan anak angkat dalam hukum adat Batak Toba di Kecamatan Tarutung setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?

2. Prilmon (Nim: 040905032), dengan judul “Kedudukan Anak Angkat Pada Masyarakat Batak Toba (Studi Antropologi Tentang Pembagian Warisan Pada Anak Angkat Pada Masyarakat Batak Toba di Bagan Batu, Kec. Bagan Sinembah, Riau), dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Posisi anak angkat dalam masyarakat Batak Toba di Desa Bagan Batu?

b. Bagaimana pembagian hak waris dan apa saja kewajiban anak angkat pada masyarakat Batak Toba di Bagan Sinembah ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang diteliti. Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposal- proposal yang telah diuji kebenarannya, berpedoman kepada teori, maka akan tetapi menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga mungkin

(30)

memberikan pengarahan pada efektifitas penelitian yang dijelaskan dan memberikan pemahaman.18

Teori juga merupakan tolak ukur dalam menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan konsep-konsep.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan predikasi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan penelitian.19

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permastalahan yang menjadi bahan pegangan

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukuerjadim, UII Press, Jakarta, 1991, hal 6.

19 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada umumnya, Alumni, Bandung, 1993, hal 254.

(31)

teoritis, yang mungkin disetujuinya.20 Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis dari pada penulis ilmu hukum di bidang hukum perkawinan yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis.

Teori yang dipakai dalam tesis ini yang pertama adalah teori perlindungan hukum, yaitu tindakan untuk melindungi masyarakat dari kesewenangan penguasa yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum agar mewujudkan perlindungan terhadap anak. Teori perlindungan ini digunakan untuk mengetahui perlindungan terhadap anak yang merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Hakikat pembangunan nasional adalah membangun manusia seutuhnya. Melindungi anak adalah melindungi manusia, yang adalah membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial, yang dapat mengganggu ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional. Maka ini berarti bahwa perlindungan anak yang salah satu upayanya melalui pengangkatan anak harus diusahakan apabila kita ingin mensukseskan pembangunan nasional kita.

Dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan

“Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh , memelihara, mendidik dan melindungi anak”. Demikian juga dalam Pasal 9 Undang-Undang Kesejahteraan Anak disebutkan “Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung

20 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, PT. Sofmedia, Medan, 2012, hal 129.

(32)

jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial”. Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa tanggungjawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita- cita bangsa yang berdasarkan Pancasila.

Teori yang kedua yang digunakan untuk mendukung teori pertama yaitu teori responsibility atau Teori Tanggung Jawab. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah menanggung segala sesuatunya (jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Pengertian Tanggung Jawab dapat diartikan sebagai perbuatan bertanggung jawab (pertanggung jawaban) atas perbuatan yang telah dilakukan. Mengenai Tanggung Jawab dari orang tua kandung yang telah menyerahkan anaknya kepada orang lain yang disebut orang tua angkat.21

Seseorang dikatakan secara hukum bertanggung jawab untuk suatu perbuatan hukum tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Menurut teori tradisional, terdapat dua macam

pertanggung jawaban yang dibedakan atas pertanggung jawaban atas kesalahan (based on fault) dan pertanggung jawaban mutlak (absolute responsibility).

Pertanggung jawaban atas kesalahan (based on fault) adalah prinsip yang Cukup

21 Jimly asshidiqie dan ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Huku, (Sekretariat Pustaka, Jakarta, 2002), Hal 139.

(33)

umum berlaku dalam Hukum. Dalam KUHPerdata, khususnya pada Pasal 1365, Pasal 1366 danPasal 1367, prinsip ini Dipegang teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan untuk Bertanggung jawab secara hukum apabila terdapat kesalahan yang dilakukannya.22

Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal perbuatan melawan hukum yang memiliki empat unsur pokok yang harus dipenuhi. yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan antara kesalahan dan kerugian. Pertanggung jawaban mutlak (absolute responsibility), prinsip tanggung jawab mutlak adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada Pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan atau tidak.

Hubungan antara teori pertanggung jawaban ini dengan permasalahan yang diangkat adalah pengangkatan anak menimbulkan adanya tangggungjawab orang tua angkat terhadap anak yang diangkat. Teori Pertanggungjawaban ini digunakan untuk menganalisis pertanggungjawaban apa saja yang dapat dibebankan kepada para pihak dalam melakukan pengangkatan anak dan penyerahan anak agar tidak menyimpang agar anak angkat akan memperoleh hak-haknya sebagai seorang anak.

22 Ibid, hal 16.

(34)

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan diuraikan dalam karya ilmiah.23 Dalam bahasa Latin, kata conceptio (didalam bahasa Belanda : begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan ”definisi” yang didalam bahasa Latin adalah definitio. Defenisi tersebut berarti perumusan (didalam bahasa Belanda : “omschrijving”) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epistemologi atau teori ilmu pengetahuan.24

Dalam tesis ini, yang menjadi kerangka konsep adalah :

a. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.25

b. Anak Angkat Menurut UU Perlindungan Anak adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan pembesaran anak tersebut, kelingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. 26

23 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hal 96.

24 Ibid, , hal 6.

25 Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

26 Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta 2012, hal 106.

(35)

c. Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum pengalihan seorang anak dari suatu lingkungan (semula) ke lingkungan keluarga orang tua angkatnya.27

d. Perlindungan Hukum terhadap anak ditegaskan dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak.28 e. Orang Tua Kandung adalah komponen keluarga yang terdiridari ayah dan ibu,

dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggungjawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertantu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.29 f. Orang tua angkat adalah Orang yang diberikan kekuasaan untuk merawat,

mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan.30

g. Pengambilankembali adalah mengambil anak angkat oleh orang tua kandung dari orang tua angkat.

h. Masyarakat adat Batak Toba adalah suatu perkumpulan atau komunitas yang berasal dari suku Batak Toba yang bermukim di Sumatera Utara.

27 Ibid, hal 105.

28 Ahmad, Kamil, M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2008, hal . 77.

29 Andayani & Koentjoro, Psikologi Keluarga, Peran Ayah Menuju Coperenting, Citra Media, Yogyakarta, 2004, hal 8.

30 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaaan Pengangkatan Anak.

(36)

i. Kecamatan Simanindo, adalah suatu Kabupaten yang terletak di daerah Samosir,

j. Pengangkatan anak dibawah tangan adalah pengangkatan yang dilakukan tidak resmi oleh ibu kandung, dan orang tua angkat.31

G. Metode Penelitian

Menurut Sunaryati Hartono, metode penelitian adalah cara atau jalan proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis-analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu untuk menguji kebenaran (mengadakan verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa hukum tertentu.32

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.33

31 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, Hal 8.

32 Sunartyati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni,Bandung, 1994, hal 105.

33 Zainudin Ali, Op.Cit, hal14.

(37)

1. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian ini adalah perskriptif analitas, penelitian hukum preskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk menambahkan solusi atau suatu keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti biasanya sudah memperoleh data awal atau mempunyai pengetahuan awal tentang masalah yang akan diteliti.34 Penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti.

Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dan menyimpulkan suatu sosial sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.35

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum empiris.36 yaitu penelitian yang bermula dari ketentuan-ketentuan yang berlaku pada peristiwa hukum dimasyarakat Batak Toba. Penelitian ini membutuhkan data primer dan data sekunder. Pengkajian tersebut bertujuan untuk memastikan ketentuan dalam Batak Toba telah dilaksanakan sebagaimana patutnya atau tidak, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan mencapai tujuannya atau tidak, yakni

34 Ibid, Hal 50.

35 Ibid, Hal 30

36 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2005, hal 240.

(38)

dengan menelusuri bagaimana kedudukan anak angkat dalam masyarakat Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena : a. Penduduk banyak bersuku Batak Toba.

b. Penduduk yang bersuku Batak Toba banyak yang melakukan perbuatan Pengangkatan Anak dengan tata cara adat.

c. Masyarakatnya masih menjunjung tinggi hukum adat Batak Toba.

d. Terjadi perbuatan pengambilan kembali anak angkat dari orang tua angkatnya.

4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Batak Toba yang terjadi di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Oleh karena pengangkatan anak mempunyai karakteristik tersendiri, maka teknik pengambilan sampel yang paling mendekati adalah dengan teknik Purposive sampling.37Dalam penelitian ini sampel adalah pasangan suami istri yang melakukan pengangkatan anak.

37 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 92.

(39)

5. Responden dan Informan

Responden adalah pasangan suami istri Batak Toba yang melakukan pengangkatan anak yang terjadi di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

Informan dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala Desa, sebanyak 2 (dua) Orang.

b. Kepala adat/Pengetua Adat, sebanya 2 (dua) Orang c. Kepala Lingkungan, Sebanyak 2 (dua) Orang

d. Tokoh Masyarakat, sebanyak 10 (sepuluh) pasangan suami istri

6. Sumber Data

Sumber data penelitian ini meliputi:

a. Data Primer, data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui wawancara, maupun kuesioner.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi:38

1) Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

38 Ibid, hal 30.

(40)

tentang perlindungan anak, Peraturan Pemerintah tentang pelaksanakan pengangkatan anak.

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berhubungan dengan perlindungan hukum anak angkat.

3) Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

7. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, teknik dan pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian kepustakaan bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan jurnal ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Penelitian Lapangan bertujuan untuk mengumpulkan data yang didapatkan di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir melalui wawancara langsung kepada informan dan kuesioner kepada responden.39

39 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal 53.

(41)

8. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan dari nara sumber sehingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta di evaluasi kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis. Sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu, data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.40

40 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 106.

(42)

KABUPATEN SAMOSIR

A. Pengertian Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari kata “adoptie” dalam bahasa Belanda atau “adoption” dalam bahasa Inggris.

Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak yaitu“adoption of child.”41

Menurut Soerjono Soekanto adopsi adalah suatu perbuatan mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri atau mengangkat seseorang dalam kedudukan tertentu yang menyebabkan timbulnya hubungan yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah.42

Anak angkat atau dalam bahasa batak disebut (anak nanianin). Anak naniain berasal dari kata dasar “ain” artinya “angkat”, yang menurut kamus Batak Toba Indonesia karangan J. Warneck, anak niain berarti anak angkat sedangkan mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri misal keluarga yang tidak

mempunyai anak. “Nain” ditambah kata depan “na” dalam bahasa Indonesia artinya

“yang”, jadi “anak naniain” artinya anak yang diangkat. “Dirajahon” berarti

41 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily., Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta , 1981, hal 13

42 Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, Alumni Bandung, 1980, hal. 52

(43)

diresmikan dengan upacara adat Batak Toba. “Dalihan Natolu” yang juga disebut

“Dalihan Nan Tungku Tiga” (artinya Tungku Nan Tiga) adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di dalam Dalihan Natolu terdapat 3 unsur hubungan kekeluargaa, yang sama dengan tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari 3 buah batu.

Ketiga unsur hubungan kekeluargaan itu ialah:

1. Dongan Sabutuha (teman semarga) 2. Hulahula (keluarga dari pihak isteri)

3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).

Pengertian anak menurut sudut pandang ilmu hukum yaitu menurut Undang- undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan43. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan pembesaran anak tersebut, ke lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. (Pasal 1 butir 9)44. Istilah pengangkatan anak bila ditinjau dari segi etimologis (kebahasaan) diambil dari bahasa Belanda Yakni adoptie dan adopt istilah dalam bahasa Inggris yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak.

43 Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 1.

44 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 1 butir 9.

(44)

Selanjutnya adoptie dalam bahasa Belanda mengalami penyerapan istilah kedalam bahasa Indonesia menjadi adopsi dengan pengertian yang sama.

Pengertian anak angkat juga tertuang dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanan Pengangkatan Anak (selanjutnya disebut PP No. 54/2007). Pada pasal 1 ayat (1) PP No.54/2007 menyebutkan anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.

Pengertian anak angkat dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu pengertian secara etimologi atau pengertian secara terminologi.45

1. Secara Etimologi

Dari sudut pengertian ini, anak angkat sebenarnya berasal dari terjemahan Bahasa Belanda yaitu dari kata Adoptie atau dalam terjemahan Bahasa Inggris berasal dari kata Adopt. Yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak. Di Indonesia selain kata anak angkat dikenal juga dengan kata Adopsi. Dalam Bahasa Arab disebut Tabanni yang menurut Mahmud Yunus diartikan „mengambil anak angkat‟.

Pengertian Adoptie dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum berarti

“pengangkatan seorang anaksebagai anak kandungnya sendiri”.46Jadi di sini

45 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum (Jakarta; Sinar Grafika, 1999) hal. 4.

46 Mahmud Yunus, H. Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsiran Al Quran, 1973), hal 53.

(45)

penekanannya pada persamaan status anak angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung.

2. Secara Terminologi

Istilah adopsi atau pengangkatan anak telah banyak di definisikan oleh para ahli. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu “anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri”.47

Dalam Ensiklopedia Umum disebutkan: adopsi adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diaturdalam pengaturan perundang-undangan. Biasanya adopsi dilakukan untuk mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak beranak. Akibat dari adopsi yang demikian itu ialah bahwa anak yang diadopsi kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu calon orang tua harus memenuhi syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan bagi anak”.

Selanjutnya pengertian mengenai anak angkat dan pengangkatan anak menurut pendapat para sarjana, sebagai berikut:

a. Menurut Hilman Hadikusuma: Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum

47 wadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1952), hal. 6.

(46)

adat setempat, dikarenakan tujuan untuk melangsungkan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.48

b. Menurut Wirjono Prodjodikoro Anak angkat adalah seorang bukan turunan dua orang suamiistri, yang diambil, dipelihara dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak turunannya sendiri.49

c. Menurut R. Soepomo Pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak itu dari pertalian keluarga dengan orang tuanya sendiri dan memasukkan anak itu kedalam keluarga bapak angkat, sehingga anak tersebut berkedudukan sebagai anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya.50

d. Menurut Surojo Awignjodipuro Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain yang dimasukkan ke dalam keluarganya sedemikian rupa sehingga antara yang mengangkat dan anak yang diangkat itu menimbulkan suatu hubungan keluarga yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri. 51

e. Menurut Sudikno Mertokusumo Bahwa pengangkatan anak merupakan suatu rangkaian kejadian hubungan keluarga yang menunjukkan kesungguhan, cinta kasih, dan kesadaran yang penuh untuk akibat-akibat

48 Hilman Adikusuma, Hukum Waris Adat, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 79

49 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, Bandung, 1991, hal 37.

50 R-Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Penerbit Padnya, Paramita, Jakarta, 1986, hal 10.

51 Suryo Awignonjodipuro, Pengantar Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hal 117.

(47)

selanjutnya dari pengangkatan anak tersebut bagi semua pihakpihak yang sudah berlangsung untuk beberapa waktu lamanya.52

Dari pendapat para sarjana tersebut terlihat bahwa pengangkatan anak mengandung empat unsur, antara lain:53

a. Mengambil anak orang lain

b. Memasukkan ke dalam keluarganya sendiri

c. Dilakukan dengan cara yang ada di dalam hukum adat atau dengan upacara tertentu.

d. Memperlakukan sedemikian rupa (mendidik, merawat, membesarkan, dan sebagainya), sehingga itu baik secara lahir batin merupakan anak sendiri.

Menurut Djojodigoeno, keturunan adalah ketunggalan leluhur, artinya ada perhubungan darah antara orang yang seorang dengan orang lain. Dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah. Jadi yang tunggal leluhur adalah keturunan yang seorang jadi orang lain. Pendapat tersebut memberikan kesimpulan bahwa keturunan merupakan unsur yang mutlak bagi suatu keluarga, clan, suku, dan kerabat bila mereka menginginkan generasi penerus leluhur-leluhur sebelumnya.54

Pada hakekatnya, anak merupakan generasi muda dari suatu keluarga yang mempunyai tujuan secara umum untuk meneruskan keturunan keluarganya. Dalam

52 Sudikno Mertokusumo, Pengantar dan asas-asas hukum adat, Alumni, Bandung 1982, hal 42.

53 Ibid

54 Soerojo Wignjodipero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Bandung: Alumni, 1973), hlm.125.

(48)

sebuah keluarga, anak kandung mempunyai peran dan kedudukan penting dalam sebuah keluarga, antara lain sebagai penerus silsilah keluarga, meneruskan keturunan, dan melestarikan harta kekayaan keluarganya. Tetapi tidak semua keluarga, khususnya dalam kehidupan masyarakat adat, yang dapat menikmati karunia mengandung dan membesarkan seorang anak sampai besar. Keadaan-keadaan seperti itu memaksa keluarga bila ingin mempunyai penerus untuk mengangkat seorang anak.55

Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum dalam rangka hukum kesanaksaudaraan dan kekeluargaan. Oleh karena itu sangat penting mempelajari syarat-syarat dan tata cara pengangakatan anak dalam sistem hukum adat, sehingga dengan dipenuhinya syarat-syarat dan tata cara pengangkatan anak maka suatu tindakan pengangakatan anak menjadi sah. Keabsahan pengangkatan anak ini merupakan titik tolak dalam menentukan atau menegaskan status hukum seseorang yang angkat anak.56

B. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak

Berbagai usaha dilakukan oleh setiap pasangan suami isteri untuk memperoleh anak, baik melalui teknologi yang paling mutakhir seperti bayi tabung yang tentunya menguras begitu banyak biaya tetapi ada pula cara praktis yang paling sering digunakan adalah pengangkatan anak atau dikenal dengan adopsi, beragam

55 Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, hlm. 33.

56 Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitan Hukum Normatif Bayumedia Publishing, Cetakan ketiga, Malang, 2007, hal. 7

(49)

motivasi yang dimiliki oleh setiap pasangan suami isteri misalnya untuk melanjutkan keturunan tetapi ada pula sebagai “pancingan” bagi hadirnya seorang anak kandung.

Pengetahuan masyarakat awam yang masih kurang mengenai prosedur adopsi yang benar seringkali menyebabkan status anak adopsi tidak sah di hadapan hukum.

Pengangkatan anak atau adopsi anak menurut E.E.A. Lujiten “Adopsi harus dilakukan di muka Hakim dan berakibat bahwa hubungan-hubungan hukum antara anak dengan keluarga yang lama menjadi putus”.57

1. Menurut PP No. 54/2007

Syarat-syarat pengangkatan anak ada diatur dalam Pasal 12-18 Bab III tentang Syarat-Syarat Pengangkatan Anak Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.Dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan :

a. Syarat anak yang akan diangkat, meliputi : 1) Belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

2) Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan.

3) Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak.

4) Memerlukan perlindungan khusus.

b. Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : 1) Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama

2) Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak.

57 R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata , Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hal. 20.

(50)

3) Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

c. Dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan :

1) Syarat-syarat calon orang tua angkat, antara lain : 2) Sehat jasmani dan rohani.

3) Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun

4) Beragama sama dengan agama calon anak angkat.

5) Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan.

6) Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun.

7) Tidak merupakan pasangan sejenis.

8) Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak.

9) Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial.

10) Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak.

11) Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaikbagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak.

12) Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat.

Gambar

Tabel  I:  Alasan  Pengangkatan  Pada  Masyarakat  Batak  Toba  di  Kecamatan
Tabel  IV.  Asal  usul  anak  angkat    Batak  Toba  di  Kecamatan  Simanindo,
Tabel VI faktor-faktor penyebab anak angkat di ambil kembali oleh orang tua  angkat

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Anak d a n Fertilitas pada Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus di Kampung Lumban Batu, Desa Aeksiansimun, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi

Walaupun menurut hukum Adat Batak Toba yang menganut sistem patrilineal mengutamakan anak laki-laki dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada wanita, tetapi

Dalam masyarakat Batak Toba di kecamatan Medan Denai Kota Medan kedudukan seorang anak yang lahir dari orangtua yang melakukan kawin lari (mangalua) adalah

maka orang tua kandung dari anak perempuan itu akan turut hadir untuk menyatakan persetujuannya bahwa anaknya telah diangkat/diain oleh sebuah keluarga Batak

Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul : “STATUS KEPEMILIKAN HARTA BENDA PEMBERIAN ORANG TUA SEMASA HIDUPNYA KEPADA ANAK DALAM HUKUM WARIS ADAT

Pengangkatan ini akan mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara anak yang telah diangkat dengan orang tua kandung, dan kedudukan anak angkat disamakan dengan kedudukan

Berbagai faktor yang membuat sebuah keluarga Batak Toba Kristen memutuskan untuk bercerai diantaranya : terjadinya konflik dimana dalam sebuah keluarga tersebut tidak dikaruniai

Penulis hanya membahas tentang martonun pada masyarakat Batak Toba Desa Lumban Suhi-suhi Toruan Kecamatan Pangururan.. 1.4