HUBUNGAN JENIS HASIL TANGKAPAN BERDASARKAN WAKTU PENGOPRASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI KENDARI
SULAWESI TENGGARA
TUGAS AKHIR
OLEH :
RISAL ANSARI 1322020005
JURUSAN PENANGKAPAN IKAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP 2017
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN JENIS HASIL TANGKAPAN BERDASARKAN WAKTU PENGOPRASIAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI KENDARI
SULAWESI TENGGARA
TUGAS AKHIR
OLEH :
RISAL ANSARI NIM. 1322020005
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Telah diperiksa dan disetujui :
St.Muslimah Bachrum S.Pi,M.P Erna S.Pi.,M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Dr. Ir. H. Darmawan, MP Salman , S. Pi. M.Si
Direktur Ketua Jurusan
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Tugas Akhir :Hubungan Jenis Hasil Tangkapan Berdasarkan Waktu Pengoprasian Alat Tangkap Purse Seine Di KM. Kurnia Ilahi 04, Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Nama Mahasiswa : RISAL ANSARI Nim : 1322020005
Jurusan : Penangkapan Ikan
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Tim Penguji :
1. St.Muslimah Bachrum S.Pi, M.P (...)
2. Erna S.Pi.,M.Si (...)
3. Adam Rachman, S.Pi, M.Si (...)
4. Lendri, S.St.Pi, M.Si (...)
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis dan perikanan demersal, tersebar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia. Wilayah perairan Indonesia terdiri dari perairan laut teritorial seluas 0,3 juta km², perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km², dan perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 km², dengan keanekaragaman sumberdaya ikan laut yang melimpah, menyimpan potensi perikanan laut yang sangat besar.
Produksi ikan pelagis besar secara nasional termasuk di dalamnya cakalang dan tongkol pada tahun 2011 sebesar 955.520 ton (KKP, 2012).
Purse seine adalah alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan-ikan
pelagis yang bersifat bergerombol dan hidup di dekat permukaan laut. Alat tangkap ini bersifat aktif karena pengoperasiannya bersifat menghalangi, mengurung serta mempersempit ruang gerak dari ikan sehingga ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap.
Pengoperasian purse seine dilakukan dengan 2 (dua) tahap yaitu setting dan hauling. Keberhasilan proses setting dan hauling sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kecepatan melingkar jaring, kecepatan tenggelam pemberat serta kecepatan penarikan tali kolor. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat efisiensi serta keberhasilan pengoperasian purse seine.
2 Daerah penangkapan purse seine masih tergantung pada keberadaan rumpon yang dipasang sebelumnya di perairan yang menjadi target operasi penangkapan dan lampu untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian dilakukan operasi penangkapan. Penangkapan dengan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya lampu terbias sempurna ke dalam air.
1.2 Tujuan dan Kegunaan.
a. Tujuan
- Mengetahui jenis hasil tangkapan dominan, berdasarkan waktu pengoprasian purse seine di KM. Kurnia Ilahi 04.
- Mengetahui jenis hasil tangkapan purse seine, berdasarkan waktu pengoprasian purse seine di KM. Kurnia Ilahi 04.
b. Kegunaan
Adapun kegunaan penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai bahan informasi bagi masyarakat nelayan yang bergerak dalam bidang perikanan purse seine pada umumnya, serta bagi mahasiswa Jurusan Penangkapan Ikan pada
khususnya sebagai pedoman untuk pengembangan perikanan tangkap yang akan datang serta menambah wawasan dan keterampilan khususnya yang berkaitan erat dengan dunia perikanan tangkap demi pengembangan prospek perikanan yang akan datang.
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Purse seine
Purse seine biasa juga disebut jaring kantong karena bentuk jaring tersebut
mempunyai kantong. Purse seine kadang-kadang juga disebut dengan jaring tali kolor, karena pada bagian bawah jaring (tali ris bawah) dilengkapi dengan tali kolor yang gunanya untuk menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kolor tersebut. Jaring purse seine secara garis besar terbagi menjadi: bagian badan, tubuh jaring, kantong dan bagian selvedge. Bagian tubuh jaring terbuat dari bahan halus sehingga dapat mengurangi pengaruh daya tahanan terhadap arus. Sebaliknya pada bagian kantong bahan harus lebih kuat agar dapat menahan gaya tegang atau goncangan yang disebabkan oleh ikan-ikan yang terkumpul dibagian kantong (Ayodhyoa, 1981). Selanjutnya dikatakan pula bahwa prinsip menangkap ikan dengan purse seine ialah melingkari gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring pada bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul pada bagian kantong.
Menurut Tomasila dan Usemahu (2004), purse seine digunakan untuk menangkap ikan yang bergerombol (schooling) dipermukaan laut, oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan pelagis yang hidupnya bergerombol seperti layang, lemuru, kembung dan tuna. Ikan-ikan yang tertangkap dengan purse seine tersebut dikurung oleh jaring sehingga pergerakannya terhalang oleh jaring dari dua arah, baik pergerakannya kesamping (horizontal) maupun pergerakan kearah dalam (vertical).
4 2.2 Jenis Ikan Hasil Tangkapan
Purse seine (pukat cincin) digunakan untuk menangkap ikan yang
bergerombol (schooling) di permukaan laut. Ikan yang tertangkap dengan alat penangkapan purse seine adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil yang hidupnya bergerombol antara lain : layang (Decapterus sp), selar (Caranx sp), lemuru (Sardinela sp), kembung (Rastrelliger sp), tongkol (Auxis thazard), dan tembang (Sardinella fibriata). Ikan tersebut tertangkap oleh purse seine karena gerombolan ikan tersebut dikurung oleh jaring yang telah membentuk kantong.
Jenis ikan tersebut dapat ditangkap di perairan Indonesia. Daerah-daerah penangkapan yang terpenting adalah di perairan Maluku-Papua, Utara Jawa, Selat Malaka, Selat Makassar, Laut Cina Selatan (Perairan Natuna) dan Selatan Sulawesi yang total produksinya mencapai sekitar 40-60 % total produksi seluruh perairan (Hermanto dan Baharsyah, 2014).
a. Ikan Layang (Decapterus russelli)
Sesuai Pendapat Widodo (1998), bahwa ikan layang umumnya memiliki dua kali periode pemijahan setiap tahun. Puncak musim pemijahan jenis ikan ini biasanya terjadi pada bulan Maret-April dan Agustus-September. Namun , musim pemijahan ini terkadang mengalami pergeseran sesuai dengan dinamika parameter lingkungan.
Musim penangkapan ikan layang tergantung dari pola migrasinya. Pola migrasi ikan layang adalah musiman, karena kebiasaan hidupnya sangat peka terhadap salinitas rendah, juga ikan layang melakukan migrasi setiap hari yaitu migrasi harian. Migrasi ikan layang, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
5 yaitu yang secara tidak langsung jenis pakannya itu dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Ikan layang tinggal di lautan luas atau juga tersebar di perairan teluk. Puncak produksi ikan layang di perairan Indonesia terjadi dua kali dalam setahun yang kurang lebih jatuh pada bulan Januari-Maret dan Juli-September (Prihatini, 2006).
Berkumpulnya ikan akibat pengaruh cahaya dapat dibedakan atas dua macam yaitu secara langsung ikan-ikan tertarik oleh adanya cahaya lalu berkumpul dan secara tidak langsung dengan adanya cahaya maka plankton- plankton dan ikan-ikan kecil berkumpul lalu ikan yang menjadi tujuan penangkapan datang untuk memakan plankton dan ikan-ikan kecil tersebut. Hal tersebut merupakan cerminan proses rantai makanan yang terjadi di perairan dimana banyak faktor yang menyebabkan biota tertarik untuk mencari makan dimulai tertariknya zooplankton kemudian diikuti ikan-ikan kecil selanjutnya ikan-ikan besar dan seterusnya. (Ayodhya (1981).
Ikan layang hidup di perairan lepas pantai dengan kadar garam yang tinggi, ikan layang bersifat stenohalin, artinya hidup pada perairan dengan variasi salinitas yang sempit, biasanya sekitar 31 - 32 ppt (Nontji, 1987). Di Laut sering terjadi perubahan pola arus dan pola sebaran salinitas yang tergantung dari Musim, maka dari itu ikan layang itu juga akan melakukan migrasi (Nontji, 1987).
6 b. Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) bersifat epipelagis dan neritik, menjelajahi perairan-perairan terbuka bersuhu 18°-29°C. Sebagaimana tuna yang lain, jenis ini biasanya menggerombol dalam campuran berbagai jenis ikan dengan ukuran tubuh yang sama. Misalnya dengan Thunnus albacares yang kecil, Katsuwonus pelamis, Auxis sp., dan Megalaspis cordyla, dalam kumpulan yang
terdiri dari 100 hingga lebih dari 5.000 ekor ikan (Nontji, A. 1987).
Sesuai pendapat Collette dan Nauen (1983), menyatakan bahwa pemijahan tongkol di perairan Philiphina terjadi pada bulan Maret-Mei, di Afrika pada bulan Januari dan Juli, di perairan indonesia pada bulan Agustus dan Oktober.
Daerah penyebaran ikan tongkol sangat luas bahkan hampir di seluruh daerah pantai dan laut lepas pantai Indonesia serta seluruh perairan Indo-Pasifik.
Umumnya ikan tngkol hidup di lapisan permukaan pada daerah pantai dan lepas pantai berkadar garam rendah,bersuhu 26-28°C (Murniyati, 2004)
Direktorat Jendral Perikanan (1987), mengungkapkan bahwa tongkol tersebar di seluruh perairan Indonesia. Daerah penangkapanya terdapat di sekitar pantai, sehingga sering disebut dengan istilah tuna pantai
c. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Menurut Gunarso (1996 ,dalam Jungjunan 2009), cakalang atau skipjack tuna merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Ikan cakalang menyebar di sekitar daerah tropis, yaitu pada suhu antara 260C-320C.
Penyebarannya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau
7 penyebaran menurut letak geografis dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan (Nakamura 1969 diacu dalam Jungjunan 2009).
Menurut Uktolseja et al (1989), penyebaran cakalang di perairan indonesia meliputi Samudra Hindia (perairan Barat Sumatra, Selatan jawa, Bali, Nusa Tenggara), perairan Indonesia bagian Timur (laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan selat Makassar) dan Samudra Pasifik (perairan Utara Irian Jaya).
Ikan cakalang akan bermigrasi menghindari perairan yang bergelombang dan mencari perairan yang lebih tenang untuk menghindari tekanan (Laevastu dan Hayes 1981). Dugaan ini diperkuat oleh pengamatan dalam operasi penangkapan cakalang dalam kondisi perairan yang bergelombang cukup besar di perairan Sorong oleh Simbolon dan Halim (2006) dan di perairan Sulawesi Tenggara oleh Syahdan et al. (2007).
Beaufort dan Chapman (1981), menyatakan bahwa daerah penyebaran ikan cakalang adalah pada bagian selatan dan barat daya Sumatera, laut Timor, laut Sulawesi, laut maluku, perairan pulau bacan, laut Banda, laut Flores dan laut Arafuru.
Daerah penyebaran ikan cakalang membentang disekitar 40º LU - 30º LS.
Sebagian dari perairan Indonesia merupakan lintasan ikan cakalang yang bergerak menuju kepulauan Philipina dan Jepang. Itulah sebabnya ikan cakalang dijumpai hampir sepanjang tahun di perairan kita, kelompok padat disekitar Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Kepulauan Maluku dan sekitar perairan Irian Jaya (Gunarso, 1985).
8 Tuna dan Cakalang menyebar luas di seluruh perairan tropis dan subtropis.
Penyebaran jenis-jenis tuna dan cakalang tidak dipengaruhi oleh perbedaan garis bujur (longitude) tetapi dipengaruhi oleh perbedaan garis lintang (latitude) (Nakamura, 1969). Di Samudera Hindia dan Samudera Atlantik menyebar di antara 40ºLU dan 40ºLS (Collete dan Nauen, 1983).
d. Ikan Madidihang (Thunnus albacares)
Menurut Nakamura (1969), Penyebaran ikan tuna dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman perairan. Secara horizontal, daerah penyebaran ikan tuna di indonesia meliputi perairan barat dan selatan Sumatra,perairan selat Jawa,Balidan Nusa Tenggara,Laut Flores,Laut Banda,Laut Sulawesi dan perairan utara Papua,sedangkan cara vertikal, penyebaran tuna di pengaruhi oleh suhu dan kedalaman perairan(swimming layer).
Ikan tuna sirip kuning merupakan ikan epipelagis yang menghuni lapisan atas perairan samudra, menyebar ke dalam kolam air sampai di bagian atas termoklin.ikan tuna sirip kuning kebanyakan mengarungi lapisan kolam air 100 m teratas,dan relatif jarang menembus lapisan termoklin,namun ikan ini mampu menyelam jauh ke dalam laut. Ikan tuna sirip kuning di samudra hindia menghabiskan 85% waktunya di kedalaman 75 m (Sumadhiharga, 2009)
Menurut Sumadhiharga (2009) , tuna sirip kuning tersebar luas di perairan dunia,yaitu di perairan tropis dan subtropis . pada dasarnya sebaran Ikan Tuna
9 sirip kuning sangat luas dan tersebar di tiga samudra , yaitu Atlantik,Pasifik, dan Hindia
Menurut Sumadhiharga (2009) menyatakan tiga stok Ikan Tuna sirip kuning di samudra hindia yaitu stok timur,stok tengah,dan stok barat
a) Wilayah IPFC (Indo Pasific Fisheries Commision) tampaknya di anggap sebagai zona pertemuan ikan tuna sirip kuning di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Tempat pertemuan ini di sekitar Laut Flores dan Laut Banda.
b) Samudra Hindia mempunyai dua stok ikan tuna sirip kuning, yaitu stok barat dan timur. Stok timur berpusat di bagian timur termasuk juga Laut Banda dan Laut Flores, dan berbaur di 100 BT.
c) Ikan Tuna sirip kuning di wilayah IPFC terdiri dari stok timur dari Samudra Hindia dan stok Samudra Pasifik Barat.
10 BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pengumpulan data dilakukan di KM. Kurnia Ilahi 04, selama tiga bulan yaitu dari Tanggal 23 Januari sampai dengan Tanggal 29 Maret 2017, bertempat di Kendari, Sulawesi Tenggara. Fishing base purse seine Kendari terletak di kelurahan Kudai, kec Abeli,Kota Kendari pada posisi geografis diantara 03°58´48" LS - 122◦34´17" BT dan fishing ground berada di perairan laut Banda.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan selama mengikuti kegiatan di KM. Kurnia Ilahi 04 , yang meliputi:
1. Interview atau wawancara langsung dengan Nakhoda dan ABK KM.
Kurnia Ilahi 04
2. Observasi atau pengamatan langsung dengan cara berperan aktif selama kegiatan PKPM berlangsung.
3. Dokumentasi berupa foto-foto dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan materi kajian.
4. Data sekunder melalui bahan-bahan literatur.