• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA HARVESTING DI KEBUN BAGERPANG ESTATE TAHUN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA HARVESTING DI KEBUN BAGERPANG ESTATE TAHUN 2018"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

RIZKI VADLIN NIM : 141000657

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

TAHUN 2018

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKI VADLIN NIM : 141000657

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA HARVESTING DI KEBUN BAGERPANG ESTATE TAHUN 2018” beserta

seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak etika keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2019

Rizki Vadlin

(4)

Nama Mahasiswa : Rizki Vadlin Nomor Induk Mahasiswa : 141000657

Departemen : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua

(Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi.) NIP. 198203012008122002

Tanggal Lulus : 16 Januari 2019

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi.

Anggota : 1. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes.

2. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes.

(6)

pengendalian kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Meskipun demikian, penggunaan APD akan menjadi sangat penting apabila pengendalian secara teknis dan administratif telah dilakukan secara maksimal namun potensi risiko masih tergolong tinggi. Besarnya manfaat dari penggunaan APD ini pada saat bekerja, tidak menjamin semua pekerja menggunakannya. Keefektifan penggunaan APD terbentur dari para tenaga kerja sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam

penelitian ini berjumlah 105 orang dengan sampel 51 orang. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat berupa uji chi-square dengan alpha 0,05. Hasil penelitian di Kebun Bagerpang Estate PT. PP. London Sumatera Indonesia menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap dan pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APD dimana dari masing-masing variabel didapatkan nilai p = 0,001 dan p = 0,039 (p<0,05). Sementara

pengetahuan, masa kerja, dan pelatihan K3 tidak ada hubungan dengan kepatuhan penggunaan APD dimana masing-masing variabel didapatkan nilai p = 0,296, p = 0,318 dan p = 0,756 (p>0.05). Peneliti menyarankan agar perusahaan menjalin hubungan yang lebih akrab dengan karyawan, khususnya antara mandor atau pengawas pekerja dengan pemanen kelapa sawit. Hal ini bertujuan agar timbul sikap yang lebih baik pada karyawan untuk saling peduli satu sama lain.

Perusahaan mengadakan penyuluhan bagi pekerja pemanen akan pentingnya penggunaan APD yang lengkap untuk menghindari kecelakaan kerja yang mungkin terjadi. Perusahaan memberi sanksi yang tegas pada pekerja yang tidak menggunakan APD lengkap pada saat bekerja.

Kata kunci : Kepatuhan, APD, Pemanen Kelapa Sawit

(7)

of controlling accidents and occupational diseases. Even so, the use of PPE will be very important if the technical and administrative controls have been carried out optimally but the potential risks are still relatively high. There are lot of benefits from using this PPE while working, does not guarantee that all workers use it. The effectiveness of using PPE collides with the workers. The research method is an analytical survey with a cross sectional study approach. The population are 105 people with 51 samples of people. Data analysis used was univariate analysis and bivariate analysis in the form of chi-square test with α=0.05. The results of the research at Kebun Bagerpang Estate PT. PP. London Sumatra Indonesia shows that there is a relationship between attitude and supervision with compliance with the use of PPE where from each variable p = 0.001 and p = 0.039 (p <0.05). While the knowledge, length of working and OHS training had no correlation with the adherence to the use of PPE where each variable obtained a value of p = 0.296, p = 0.318 and p = 0.756 (p> 0.05). The researcher suggested that the company tied up a deep relationship with workers, especially between foremen or supervisors of workers with oil palm harvesters.

This aims to create a better attitude for workers to care for each other. The company conducts counseling for harvest workers on the importance of using complete PPE to avoid possible workplace accidents. The company gives strict sanctions to workers who do not use complete PPE at work.

Keywords: Compliance, PPE, Palm Oil Harvesters

(8)

atas berkat rahmat dan karunia-Nya sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA HARVESTING DI KEBUN BAGERPANG ESTATE TAHUN 2018”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta, Ayahanda Drs.

Ahd Sulaiman Sitompul dan Ibunda Elvida Adlin yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasihat, semangat serta segala dukungan dalam bentuk apapun yang telah Ayahanda dan Ibunda berikan kepada penulis setiap saat.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan juga dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk apapun. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keseahatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Penguji I Skripsi yang telah banyak meluangkan

(9)

4. Dr. Juanita, S.E, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keshatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi., M.Psi., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

6. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penguji II skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaiaan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khusunya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah memberikan ilmu dan wawasan serta membantu penulis menyelesaikan kepentingan administrasi selama masa perkuliahan.

8. Adi Sumantri selaku Kepala HR Departemen Lonsum yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk melakukan penelitian di Kebun Bagerpang Estate serta seluruh pegawai perusahaan PT. PP. London Sumatera Indonesia Tbk yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

9. Terkhusus dan teristimewa untuk orang tua tercinta Ayahanda Drs. Ahd Sulaiman Sitompul dan Ibunda Elvida Adlin serta saudara kandung penulis Ayub Vadlin, S.P., dan seluruh keluarga besar yang senantiasa selalu

(10)

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat terutama dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2019 Penulis,

Rizki Vadlin

(11)

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi...i

Halaman Pengesahan...ii

Abstrak...iv

Abstract...v

Kata Pengantar...vi

Daftar Isi...ix

Daftar Tabel...xii

Daftar Gambar...xiv

Daftar Lampiran...xv

Daftar Istilah...xvi

Riwayat Hidup...xvii

Pendahuluan...1

Latar Belakang...1

Perumusan Masalah...7

Tujuan penelitian...7

Tujuan umum...7

Tujuan khusus...7

Manfaat Penelitian...8

Tinjauan Pustaka...9

2.1Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja...9

2.2 Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja...10

2.2.1 Pengertian kecelakaan kerja...10

2.2.2 Klasifikasi kecelakaan kerja...12

2.2.3 Usaha-usaha pencegahan...16

2.3 Alat Pelindung Diri (APD)...18

2.3.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)...18

2.3.2 Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)...18

2.3.3 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)...19

2.3.4 Alat pelindung diri (APD) pada pemanen di Kebun Bagerpang PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk...21

2.3.5 Standard Operating Procedure (SOP) tentang Alat Pelindung Diri (APD) pada PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk...23

2.4 Syarat-syarat Alat Pelindung Diri (APD)...25

2.5 Masalah Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)...26

2.6 Perundang-undangan...27

(12)

Hipotesis Penelitian...38

Metode Penelitian...39

3.1 Jenis Penelitian...39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...39

3.2.1Lokasi penelitian...39

3.2.2Waktu penelitian...39

3.3 Populasi dan Sampel...39

3.3.1Populasi...39

3.3.2Sampel...39

Variabel dan Definisi Operasional...41

3.5.1Variabel...41

3.5.2Definisi operasional...42

3.4 Metode Pengumpulan Data...43

3.4.1Data primer...43

3.4.2Data sekunder...45

Metode Pengukuran...45

3.6.1Metode pengukuran faktor predisposisi...45

3.6.2Metode pengukuran faktor pendukung...47

3.6.3Metode pengukuran faktor pendorong...47

3.6.4Metode pengukuran kepatuhan penggunaan APD...48

3.8Metode Analisis Data...49

3.7.1Identifikasi gambaran distribusi frekuensi variabel...49

3.7.2Identifikasi hubungan variabel...49

Hasil Penelitian...51

Gambaran Umum Perusahaan...51

Sejarah perusahaan...51

Pembagian divisi pada Kebun Bagerpang...54

Ruang lingkup bidang usaha...54

Daerah pemasaran...55

Delapan perilaku utama Lonsum...55

Tanggung jawab pengawasan keselamatan kerja Bagerpang POM...56

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja Bagerpang POM...58

Gambaran Distribusi Frekuensi Variabel...59

Distribusi responden berdasarkan umur...60

Distribusi responden berdasarkan pengetahuan...60

(13)

Distribusi responden berdasarkan kepatuhan penggunaan APD...72

Hubungan Variabel...74

Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD...74

Hubungan sikap dengan kepatuhan penggunaan APD...74

Hubungan masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD...75

Hubungan pelatihan K3 dengan kepatuhan penggunaan APD...76

Hubungan pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APD...77

Pembahasan...78

Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan APD...78

Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Penggunaan APD...79

Hubungan Masa Kerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD...80

Hubungan Pelatihan K3 dengan Kepatuhan Penggunaan APD...81

Hubungan Pengawasan dengan Kepatuhan Penggunaan APD...83

Kesimpulan dan Saran...85

Kesimpulan...85

Saran...85

Daftar Pustaka...87 Daftar Lampiran

(14)

1 Proporsi Sampel per Divisi 41

2 Variabel Terikat 43

3 Variabel Bebas 43

4 Pelaksanaan Kegiatan Pengisian Kuisioner dan Observasi

48

5 Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur pada Pekerja

Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018 60 6 Distribusi Pekerja Berdasarkan Jawaban Pengetahuan

pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

60

7 Distribusi Pekerja Berdasarkan Pengetahuan pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

62

8 Pengetahuan pada Pekerja Harvesting Berdasarkan

Masing-Masing Divisi 63

9 Distribusi Pekerja Berdasarkan Jawaban Pengetahuan pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

64

10 Distribusi Pekerja Berdasarkan Sikap pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

66

11 Sikap pada Pekerja Harvesting Berdasarkan Masing- Masing Divisi

66

12 Distribusi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

67

13 Masa Kerja pada Pekerja Harvesting Berdasarkan Masing-Masing Divisi

68

14 Distribusi Pekerja Berdasarkan Pelatihan K3 pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

69

(15)

Tahun 2018

17 Distribusi Pekerja Berdasarkan Pengawasan pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

71

18 Pengawasan pada Pekerja Harvesting Berdasarkan Masing-Masing Divisi

71

19 Distribusi Pekerja Berdasarkan Jawaban Kepatuhan Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

72

20 Distribusi Pekerja Berdasarkan Observasi Kelengkapan Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

73

21 Distribusi Pekerja Berdasarkan Kepatuhan

Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

73

22 Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

74

23 Hubungan Sikap Pekerja dengan Kepatuhan

Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

75

24 Hubungan Masa Kerja Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

76

25 Hubungan Pelatihan K3 Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

76

26 Hubungan Pengawasan Pekerja dengan Kepatuhan Penggunaan APD pada Pekerja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018

77

(16)

1 Kacamata Harvesting...21

2 Helm Harvesting...22

3 Sarung Tangan Harvesting...22

4 Sepatu Safety Harvesting...23

5 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi...31

6 Kerangka Konsep...37

7 Lokasi Penelitian...127

8 Proses Kerja Pemotongan Buah Menggunakan Egrek...127

9 Proses Kerja Merapikan Buah...128

10 Pengisian Kuesioner...128

11 Pengisian Kuesioner...129

12 Pengisian Kuesioner...129

13 Pekerja dengan APD Tidak Lengkap...130

14 Pekerja dengan APD Lengkap...130

(17)

1 Surat Permohonan Menjadi Responden...515151515190

2 Kuisioner Penelitian...91

3 Lembar Observasi...95

4 Surat Izin Penelitian...97

5 Surat Izin Riset...98

6 Surat Selesai Penelitian...99

7 Output Penelitian...100

8 Master Data...115

9 Dokumentasi...127

(18)

CPO Crude Palm Oil HGU Hak Guna Usaha

ILO International Labour Organization K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

P2K3 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja PKO Palm Kernel Oil

PKS Pabrik Kelapa Sawit POM Palm Oil Mill

SDM Sumber Daya Manusia SNI Standard Nasional Indonesia SOP Standard Operasional Procedure TBS Tandan Buah Segar

(19)

pada tanggal 26 Agustus 1996. Penulis beragama Islam, anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Ahd Sulaiman Sitompul dan Ibu Elvida Adlin.

Pendidikan Formal penulis dimulai di Pendidikan SD Percobaan Negri (SDPN) Medan tahun 2002-2008, sekolah menengah pertama di SMP Kemala Bhayangkari Medan tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Medan tahun 2011-2014, dan selanjutnya penulis melanjutkan Pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2014- 2019.

Medan, Januari 2019

Rizki Vadlin

(20)

Industri perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor pertanian (agro-based-industry) yang banyak berkembang di negara tropis seperti Indonesia. Kehadiran perkebunan kelapa sawit secara ekonomis telah memberikan harapan yang besar bagi para pemilik modal. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit terus meningkat. Perluasan tanpa kontrol dimana hutan, lahan pertanian, bahkan pantai pun di eksploitasi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia banyak terdapat di Pulau Sumatera dan salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara. Di Sumatera Utara saat ini tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 600.000 hektar dengan jumlah buruh sekitar 132,000 buruh (Kementrian Perindustrian, 2007).

Persaingan industri kelapa sawit di Indonesia yang semakin ketat, menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kualitas produk yang dihasilkan tidak terlepas dari peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki tiap perusahaan. SDM sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya selama bekerja. Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin, dan bahan serta melalui tahap-tahap proses, memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda di tiap bagian yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akan merugikan berbagai pihak dari segi ekonomi negara, kerugian yang diterima oleh

(21)

pekerja sehingga akan meningkatkan angka ketergantungan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menjelaskan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja.

Sebelumnya peraturan mengenai keselamatan kerja sudah lebih dulu diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 yang mencakup keselamatan disemua tempat kerja, di darat, tanah, permukaan air maupun di udara. Undang-Undang ini juga mengatur tentang pemberian pertolongan, pencegahan, dan mengendalikan timbulnya penyakit, pemeriksaan kesehatan secara berkala, pemberian alat atau perlengkapan untuk menunjang pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012).

Menurut ILO, di Indonesia rata-rata per tahun terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70% berakibat fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup. Dari data BPJS Ketenagakerjaan akhir tahun 2015 menunjukkan telah terjadi kecelakaan kerja sejumlah 105.182 kasus dengan korban meninggal dunia sebanyak 2.375 orang. Tahun 2014 yaitu 24.910 kasus kecelakaan kerja dan Tahun 2013 yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja.

Mengingat kecelakan kerja terus terjadi dan ancaman kecelakaan kerja masih tetap sering terjadi maka Pemerintah Republik Indonesia telah

memperlakukan beberapa Perundang-undangan maupun Peraturan mengenai ketenagakerjaan yang salah satunya dalam “Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 120 Tahun 1964 mengenai Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor”. Pada pasal 17 konvensi ILO menyatakan bahwa “Para pekerja harus dilindungi dengan tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan terhadap

(22)

bahan, proses, dan teknik yang berbahaya, tidak sehat atau beracun atau untuk suatu alasan penguasa yang berwenang harus memerintahkan penggunaan alat pelindung diri (Suma’mur, 2013).

Cara yang terbaik untuk mencegah kecelakaan kerja adalah dengan menghilangkan risikonya atau mengendalikan sumber bahayanya secara teknis dan apabila mungkin perusahaan perlu menyediakan Alat Pelindung Diri yang sesuai bagi pekerja yang berisiko dan mewajibkan penggunaannya, sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Bab IX pasal 13 yang

menyatakan “Barangsiapa akan memasuki suatu tempat kerja diwajibkan menaati semua petunjuk Keselamatan Kerja dan memakai alat pelindung diri yang

diwajibkan” (Wibowo, 2010)

Penerapan APD merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.08/Men/VII/2010. Pasal 1 dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Perlindungan yang memadai terhadap risiko kecelakaan atau cedera pada kesehatan, termasuk paparan kondisi buruk, dengan memperhatikan jenis pekerjaan dan risiko.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tahap akhir dari metode pengendalian kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Meskipun demikian, penggunaan APD akan menjadi sangat penting apabila pengendalian secara teknis dan administratif telah dilakukan secara maksimal namun potensi risiko masih tergolong tinggi. Besarnya manfaat dari penggunaan APD ini pada

(23)

saat bekerja tidak menjamin semua pekerja akan memakainya, karena ternyata masih banyak juga pekerja yang tidak menggunakannya. Keefektifan penggunaan APD terbentuk dari tenaga kerja sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja dalam kepatuhan penggunaan APD yang telah disediakan oleh perusahaan yaitu pengetahuan, sikap, kondisi APD, pengawasan dan lingkungan sosial (Sinaga, 2017). Pada akhirnya, pelaksanaan K3 terletak di tangan masing- masing individu dalam organisasi.

Bagaimanapun baiknya sistem manajemen K3, lengkap dengan

dokumentasi dan prosedur kerja, namun jika tidak dijalankan oleh masing-masing individu, K3 tidak akan berhasil (Ramli, 2010).

Kebun Bagerpang Estate adalah salah satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk yang terletak di Bagepang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Pabrik ini didirikan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi pada tanggal 9 juli 2003. Bagerpang POM (Palm Oil Mill) mengolah buah kelapa sawit dai Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak

sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti biji sawit atau Palm Kernel. Kebun Bagerpang Estate memiliki 7 divisi diantaranya Batu Lokong (BL), Naga Timbul (NT), Namorambe (NR), Kongsi Two (KT), Kongsi Four (KF), Timbang Serdang (TS), dan Batu Gingging (BG).

Proses pemanenan tandan buah kelapa sawit di PT. PP London Sumatera Indonesia ini meliputi kegiatan pemotongan tandan buah matang, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, dan pengangkutan hasil. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan panen adalah dodos kecil dan besar, pisau egrek,

(24)

tangkai dodos, tangkai egrek, angkong, gala, kapak, ganco, batu gosok. Apabila terjadi kerusakan pada alat panen, pekerja harvesting dapat langsung

menggantinya di kantor divisi masing-masing.

Dodos digunakan untuk memotong tandan buah dari pohon yang masih muda dengan tinggi sekitar dua meter. Sedangkan pisau egrek untuk pohon yang sudah tua dan tinggi tiga meter. Setelah buah jatuh ketanah, ganco digunakan untuk menyusun tandan buah kelapa sawit. Lalu pekerja menggunakan kapak untuk mengikis batang yang berlebihan atau tidak diperlukan pada buah. Setelah tandan buah dirapikan, setiap buah diberi tanda atau nomor menggunakan pensil untuk mengetahui berapa banyak buah yang dipanen oleh setiap satu orang pekerja. Kemudian dengan menggunakan ganco, buah dinaikkan keatas angkong untuk dibawa ke truk pengangkutan dan dipindahkan menggunakan tajok.

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan, perusahaan telah

menyediakan APD yang diperlukan pada pekerja harvesting, yaitu berupa helm, kaca mata pelindung, sarung tangan dan sepatu boot. Setiap karyawan

mendapatkan jatah APD 2 kali dalam setahun dan semua bersertifikasi SNI.

Dalam melindungi keselamatan tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan di tempat kerja dan memastikan bahwa tenaga kerja memakai Alat Pelindung Diri yang diwajibkan oleh perusahaan, PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk memiliki SOP dalam penggunaan APD. Mandor dan Assistant dari masing- masing factory juga melakukan pengawasan kepada pekerja untuk memastikan pelaksanaan panen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mandor pada setiap divisi berjumlah 5 orang, dan pada saat proses panen 2 sampai 3 orang mandor

(25)

turun ke lapangan untuk mengawasi proses panen. Pengawasan dilakukan setiap hari pada pukul 10.00 WIB.

Pada saat melakukan pekerjaannya, masih ditemukan para pekerja

harvesting yang tidak lengkap dalam penggunaan APD. Masih ditemukan pekerja

yang tidak menggunakan kaca mata pelindung. Tidak sedikit pula pekerja di lapangan mengalami kecelakaan kerja, salah satunya adalah mata yang terkena serpihan buah kelapa sawit karena tidak memakai kaca mata pelindung yang telah disediakan oleh perusahaan. Salah satu kecelakaan kerja yang pernah terjadi adalah pekerja yang sedang mengutip berondolan buah sawit dan melihat keatas, tiba-tiba berondolan buah sawit jatuh dan mengenai mata sebelah kanan sehingga mengakibatkan mata merah dan berair. Beberapa pekerja juga mengatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman dan mengganggu pekerjaan pada saat bekerja, padahal APD yang disediakan sudah tepat dengan kondisi lapangan mereka dan APD juga sudah berstandar SNI.

Meskipun masih ditemukan peristiwa kecelakaan kerja di lapangan, tetapi masih banyak pekerja yang tidak mengindahkan penggunaan APD walaupun sudah disediakan oleh perusahaan. Agar tujuan dari kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat tercapai dengan baik maka pekerja haruslah dapat mematuhi kebijakan K3 yang ada khususnya dalam hal pemakaian APD. Dengan demikian, risiko untuk terkena kecelakaan kerja akan menurun.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Penggunaan

(26)

Alat Pelindung Diri Pada Peker ja Harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate Tahun 2018.

Tujuan Penelitan

Tujuan umum. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

Tujuan khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini terbagi menjadi 5, yaitu :

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan kepatuhan penggunaan APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate .

3. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

4. Untuk mengetahui hubungan pelatihan K3 dengan kepatuhan penggunaan APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

5. Untuk mengetahui hubungan pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APD pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

(27)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi 3, yaitu :

1. Bagi penulis, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan APD pada pekerja harvesting.

2. Bagi Perusahaan, untuk memberikan informasi pada pekerja harvesting akan pentingnya penggunaan APD dalam melakukan pekerjaan sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan aman.

3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

(28)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Bab I pasal 1, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 2013).

Perkembangan pesat industri mendorong penggunaan mesin, peralatan kerja dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi semakin meningkat.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemudahan dalam proses produksi, meningkatnya produktivitas kerja, dan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Dengan demikian, banyak pula masalah-masalah K3 seperti, meningkatnya jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat

(29)

kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Sumar’mur, 2013).

Tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja tersebut.

3. Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien.

Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pengertian kecelakaan kerja. Menurut Notoatmodjo (2007) perkembangan pesat industri mendorong penggunaan mesin, peralatan kerja dalam proses produksi semakin meningkat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemudahan dalam proses produksi, meningkatnya produktivitas kerja, dan meningkatnya jumlah tenaga kerja. Dengan demikian, banyak pula masalah ketenagakerjaan yang timbul termasuk adanya masalah- masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Seperti meningkatnya jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran lingkungan.

(30)

Kesehatan kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat

lingkungannya. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan atau organisasi melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap gangguan kesehatan akibat kerja atau

lingkungannya.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan kerja, serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Sekarang ini teknologi sudah lebih maju maka keselamatan kerja menjadi salah satu aspek yang sangat penting, mengingat risiko bahayanya dalam penerapan teknologi. Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang bekerja dan juga masyarakat pada umumnya.

Tujuannya adalah sebagai berikut (Daryanto, 2007) :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Manajemen keamanan (safety management), langsung atau tidak langsung, menaruh perhatian terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Pada saat ini, perhatian terhadap masalah kecelakaan kerja di perguruan-perguruan tinggi modern telah tumbuh sampai suatu titik yang menunjukkan bahwa kurikulum manajemen perlu mencakup bidang kecelakaan kerja, ini sebagai salah satu program

(31)

instruksionalnya. Oleh karena itu, untuk memastikannya, kita memerlukan definisi mengenai kecelakaan (accident) tersebut. Para ahli telah menyodorkan sejumlah definisi kecelakaan, diantaranya :

1. Kecelakaan adalah suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan (by chance) atau akibat dari penyebab yang tidak diketahui (unknown causes) yang berkaitan dengan pekerjaan.

2. Kecelakaan adalah peristiwa yang tidak diharapkan dan biasanya tiba-tiba atau peluang yang terjadi karena ketidakhati-hatian atau kelalaian atau penyebab yang tidak dapat dihindari yang berhubungan dengan pekerjaan.

3. Kecelakaan adalah setiap peristiwa yang tidak biasa dan tidak diharapkan yang mengganggu kemajuan kegiatan yang tetap, biasa dan teratur.

Klasifikasi kecelakaan kerja. Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh d. Terjepit oleh benda

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

(32)

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab a. Mesin

1. Pembangkit tenaga, kecuali motor-motor listrik 2. Mesin penyalur (transmisi)

3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam 4. Mesin-mesin pengolahan kayu

5. Mesin pertanian 6. Mesin pertambangan

7. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b. Alat angkut dan alat angkat 1. Mesin angkat dan peralatannya 2. Alat angkutan di atas rel

3. Alat angkut lain yang beroda, terkecuali kereta api 4. Alat angkutan udara

5. Alat angkutan air 6. Alat-alat angkutan lain.

c. Peralatan lain 1. Bejana tekanan

2. Dapur, pembakar dan pemanas 3. Instalasi pendingin

(33)

4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan)

5. Alat-alat listrik (tangan)

6. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik 7. Tangga

8. Perancah

9. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi 1. Bahan peledak

2. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak 3. Benda-benda melayang

4. Radiasi

5. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.

e. Lingkungan kerja 1. Di luar bangunan 2. Di dalam bangunan 3. Di bawah tanah

f. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut.

1. Hewan

2. Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

(34)

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : a. Patah tulang

b. Dislokasi/keseleo c. Regang otot/urat

d. Memar dan luka dalam yang lain e. Amputasi

f. Luka-luka lain g. Luka di permukaan h. Gegar dan remuk i. Luka bakar

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut) k. Akibat cuaca dan lain-lain

l. Mati lemas

m. Pengaruh arus listrik n. Pengaruh radiasi

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh : a. Kepala

b. Leher c. Badan d. Anggota atas e. Anggota bawah

(35)

f. Banyak tempat g. Kelainan umum

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut.

Klasifikasi kecelakaan berguna untuk menemukan sebab-sebab kecelakaan. Upaya untuk mencari sebab kecelakaan dapat dilakukan dengan analisa kecelakaan. Analisa kecelakaan tidak mudah, oleh karena penentuan sebab-sebab kecelakaan secara tepat adalah pekerjaan sulit. Klasifikasi kecelakaan yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh sesuatu, melainkan berbagai faktor.

Usaha-usaha pencegahan. Suma’mur (1996) menjelaskan bahwa kecelakaan yang terjadi dapat dicegah dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, perawatan, pengawasan,

pengujian, dan cara kerja peralatan.

2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, atau tidak resmi misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai instruksi Alat Pelindung Diri (APD).

3. Pengawasan, agar ketentuan undang-undang wajib dipenuhi.

(36)

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan.

5. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.

6. Pendidikan meliputi subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah dagang ataupun kursus magang.

7. Pelatihan yaitu pemberian instruksi-instruksi praktis bagi pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja.

8. Asuransi yaitu insentif untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dan usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Usaha pengendalian kecelakaan kerja pokok menurut Tarwaka (2008) ada 5 usaha, yaitu :

1. Eliminasi

Suatu upaya atau usaha yang bertujuan untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan.

2. Substitusi

Mengganti bahan, material atau proses yang berisiko tinggi terhadap bahan, material atau proses kerja yang berpotensi risiko rendah.

3. Pengendalian rekayasa

Mengubah struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk menghambat atau menutup jalannya transisi antara pekerja dan bahaya.

(37)

4. Pengendalian administrasi

Mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.

5. Alat pelindung diri

Pemakaian alat pelindung diri adalah sebagai upaya pengendalian terakhir yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan.

Alat Pelindung Diri (APD)

Pengertian alat pelindung diri (APD). Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun, kadang-kadang risiko terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri (personal protective equipment). Jadi, penggunaan APD adalah alternatif terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan.

Manfaat alat pelindung diri (APD). Alat Pelindung Diri (APD) digunakan sebagai cara terakhir untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya yang ada apabila pengendalian engineering dan administratif telah dilakukan tidak mungkin dilakukan dalam keadaan darurat. APD tidak dapat menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada, APD hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya.

Sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif

(38)

terhadap bahaya. Menurut Budiono (2008), APD yang telah dipilih hendaknya memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh pekerja, beratnya harus seringan mungkin dan tidak

menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan, harus dapat dipakai secara fleksibel, bentuknya harus cukup menarik, tidak mudah rusak, tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya, suku cadangnya harus mudah

diperoleh sehingga pemeliharaan alat pelindung diri dapat dilakukan dengan mudah, memenuhi ketentuan dari standard yang ada, pemeliharaannya mudah, tidak membatasi gerak, dan rasa tidak nyaman tidak berlebihan (rasa tidak nyaman tidak mungkin hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi). Oleh sebab itu pemeliharaan dan pengendalian APD penting karena alat pelindung diri sensitif terhadap perubahan tertentu, punya masa kerja tertentu dan APD dapat menularkan beberapa jenis penyakit jika secara bergantian.

Jenis-jenis alat pelindung diri (APD). Penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce kikelihood) namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences). Sebagai contoh, seseorang yang menggunakan topi keselamatan

bukan berarti bebas dari bahaya tertimpa benda. Namun jika ada benda jatuh, kepalanya akan terlindungi sehingga keparahan dapat dikurangi. Akan tetapi, jika benda yang jatuh sangat berat atau dari tempat yang tinggi, topi tersebut mungkin akan pecah karena tidak mampu menahan beban.

(39)

Alat keselamatan ada berbagai jenis dan fungsi yang dapat dikategorikan sebagai berikut.

1. Alat pelindung kepala, untuk melindungi bagian kepala dari benda yang jatuh atau benturan misalnya topi keselamatan baik dari plastik, aluminium, atau fiber.

2. Alat pelindung muka, untuk melindungi percikan benda cair, benda padat atau radiasi sinar dan panas misalnya pelindung muka (face shield) dan topeng las.

3. Alat pelindung mata, untuk melindungi dari percikan benda, bahan cair, dan radiasi panas, misalnya kacamata keselamatan dan kacamata las.

4. Alat pelindung pernafasan, untuk melindungi dari bahan kimia, debu uap dan asap yang berbahaya dan beracun. Alat pelindung pernafasan sangat beragam seperti masker debu, masker kimia, respirator dan breathing apparatus (BA).

5. Alat pelindung pendengaran, untuk melindungi organ pendengaran dari suara yang bising misalnya sumbat telinga (ear plug) dan katup telinga (ear muff).

6. Alat pelindung badan, untuk melindungi bagian tubuh khususnya dada dari percikan benda cair, padar, radiasi sinar dan panas misalnya appron dari kulit, plastik, dan asbes.

7. Alat pelindung tangan, untuk melindungi bagian jari dan lengan dari bahan kimia, panas, atau benda tajam misalnya sarung tangan kulit, PBC, asbes, dan metal.

8. Alat pelindung jatuh untuk melindungi ketika terjatuh dari ketinggian misalnya ikat pinggang keselamatan(safety belt), harness, dan jaring.

(40)

9. Alat pencegah tenggelam melindungi jika jatuh kedalam air misalnya baju pelampung, pelampung, dan jaring pengaman.

10. Alat pelindung kaki, untuk melindungi bagian telapak kaki, tumit, atau betis dari benda panas, cair, kejatuhan benda, tertusuk benda tajam dan lainnya misalnya sepatu karet, sepatu kulit, sepatu asbes, pelindung kaki dan betis.

Untuk melindungi dari kejatuhan benda, sepatu keselamatan dilengkapi dengan pelindung logam dibagian ujungnya (steel to cap) (Rejeki, 2015).

Sesuai dengan ketentuan pasal 14c Undang-Undang RI Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, pengusaha wajib menyediakan alat keselamatan secara cuma- cuma sesuai dengan sifat bahayanya. Oleh karena itu, pemilihan alat keselamatan harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan jenis bahaya serta diperlakukan sebagai pilihan terakhir (Ramli, 2010).

Alat pelindung diri (APD) pada pekerja harvesting di Kebun

Bagerpang PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk. Adapun jenis-jenis APD yang dipakai tenaga kerja harvesting di Kebun Bagerpang PT. London Sumatera Indonesia adalah :

1. Kacamata harvesting.

Kaca mata berperan membuat perlindungan mata dari serpihan benda-benda kecil eperti abu, bunga kelapa sawit, dan serpihan potongan benda lain.

Gambar 1. Kacamata harvesting

(41)

2. Helm.

Helm berperan membuat perlindungan kepala dari semua jenis benturan sehingga dapat meminimalkan cedera pada otak.

Gambar 2. Helm harvesting

3. Sarung tangan kain.

Sarung tangan kain berperan untuk menyerap keringat dan menghindari rusaknya tangan (kapalan) karena bekerja dengan benda keras.

Gambar 3. Sarung tangan harvesting

(42)

4. Sepatu safety / rubber boot.

Sepatu safety berperan untuk melindungi bagian kaki dari terkena duri, terjepit, dan kejatuhan benda tumpul lainnya.

Gambar 4. Sepatu safety harvesting

Pada PT. London Sumatera Indonesia, APD sudah disediakan dengan lengkap. Kriteria yang lengkap dan tidak lengkap dalam penggunaan APD adalah apabila pekerja tidak menggunakan salah satu APD yang telah disediakan

perusahaan maka dikatakan pekerja tidak menggunakan APD dengan lengkap dan apabila pekerja menggunakan semua APD yang telah disediakan perusahaan maka dikatakan pekerja memakai APD dengan lengkap.

Standard operating procedure (SOP) tentang alat pelindung diri (APD)

pada PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk . Dalam melindungi keselamatan tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan di tempat kerja dan memastikan bahwa tenaga kerja memakai APD yang diwajibkan oleh perusahaan, PT. PP London Sumatera memiliki Standard Operating Procedure (SOP).

Prosedur ini mencakup pemakaian alat pelindung diri (pakaian kerja dan

(43)

perlengkapan kerja), yang didesain untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya bahan kimia atau bahaya fisik di tempat kerja. Pakaian kerja dan perlengkapan kerja harus diseleksi, di uji, disahkan kelayakannya dan disediakan oleh pimpinan perusahaan. Sehingga dapat dipastikan bahwa tenaga kerja mendapat

perlindungan atas keselamatan pekerjaannya. Referensi PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk dalam menyusun SOP terkait APD berasal dari :

1. UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja

2. Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 3. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 4. Standard OHSAS 18001:2007

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 08/Men/2010 tentang APD

Berikut uraian tentang SOP tentang APD pada PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk :

1. Mandor dan Assistant dari masing-masing kebun dan factory harus mengkaji ulang, menguji dan memastikan seluruh Alat Pelindung Diri telah digunakan di tempat kerja. Daftar ketersediaan Alat Pelindung Diri harus dipelihara sebaik-baiknya.

2. Penyeleksian Alat Pelindung Diri yang dipakai oleh tenaga kerja, harus disesuaikan dengan kondisi bahaya di tempat kerja dan disesuaikan dengan peraturan tentang keselamatan kerja yang berlaku.

3. Perusahaan harus memastikan bahwa Alat Pelindung Diri telah tersedia di tempat kerja.

(44)

4. Health and Safety Departemen harus memberikan informasi tentang Alat Pelindung Diri yang disesuaikan dengan tempat kerja, melatih tenaga kerja untuk dapat menggunakan Alat Pelindung Diri secara baik dan benar.

5. Jika terjadi kecacatan atau kerusakan pada Alat Pelindung Diri, yang mengakibatkan bahwa Alat Pelindung Diri tersebut tidak dapat digunakan dengan baik, maka wajib dicatat dan bila perlu diganti dengan Alat Pelindung Diri yang layak dipakai sesuai dengan standard yang berlaku.

Syarat-syarat alat pelindung diri (APD)

Dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang atasan adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan ketimbang secara individu. APD perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi ketentuan yang disyaratkan, yaitu :

1. Memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang dihadapi tenaga kerja.

2. Beratnya seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan.

3. Dapat dipakai secara fleksibel (enak dipakai).

4. Bentuknya cukup menarik.

5. Tahan untuk pemakaian yang lama (awet).

6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya karena bentuk atau salah dalam pemakaiannya.

7. Memenuhi standard yang ditentukan.

8. Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.

(45)

9. Suku cadang mudah didapat untuk mempermudah pemeliharaannya. (Silaban, 2015)

Masalah pemakaian alat pelindung diri (APD)

Masalah dalam pemakaian alat pelindung diri (APD), yaitu : 1. Pekerja, yaitu :

a. Tidak cocok/pas untuk dipakai.

b. Tidak nyaman digunakan untuk waktu yang lama karena menahan panas/uap air dan sesak.

c. Tidak praktis (fleksibell) untuk dipakai.

d. Tidak enak dipakai dan dipandang.

e. Menghambat/membatasi gerakan dalam bekerja.

f. Mengganggu komunikasi dan penglihatan.

g. Cepat lelah karena berat dan mengurangi efisiensi kerja.

h. APD tidak dipakai karena alasan kesehatan (penderita penyakit jantung, paru/emphisema)

i. Tidak sadar atau tidak mengerti manfaat pemakaiannya.

j. Tidak sesuai dengan bahaya yang ada.

k. Tidak ada sanksi jika tidak menggunakannya.

l. Mengikuti sikap atasan yang tidak memakai juga APD yang disediakan.

2. Perusahaan

a. Ketidakmengertian dari perusahaan tentang APD yang sesuai dengan jenis resiko yang ada.

b. Sikap dari perusahaan yang mengabaikan APD

(46)

c. Dianggap hanya pekerjaan yang sia-sia karena tidak adanya pekerja yang mau memakainya.

d. Pengadaan APD yang asal beli dan tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang beresiko kecelakaan kerja. (Silaban, 2015)

Perundang-undangan

Ketentuan mengenai alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanaan UU RI No. 1 tahun 1970 yaitu Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.

2/M/BW/BK/1984 tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri; Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins. 05/M/BW/97 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE 06/BW/97 tentang Pendaftaran Alat

Pelindung Diri. Instruksi dan Surat Edaran tersebut mengatur ketentuan tentang pengesahan, pengawasan dan penggunaan alat pelindung diri. Jenis APD menurut ketentuan tentang pengesahan, pengawasan, dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki, sabuk pengaman, dan lain-lain (Suma’mur, 2013)

Kebijakan tentang APD, yaitu :

1. Diupayakan untuk menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja.

2. Apabila tidak memungkinkan untuk menghilangkan semua sumber bahaya, APD akan disediakan bagi seluruh pekerja yang melindungi, baik dari cedera maupun bahaya terhadap kesehatan.

3. Perlindungan dengan APD ini akan diberikan juga kepada para pekerja kontraktor dan tamu, sama seperti yang diberikan kepada pekerja perusahaan.

(47)

4. Semua APD yang disediakan harus dibuat sesuai standard yang berlaku, sesuai oleh perusahaan.

5. APD akan diberikan kepada pekerja berdasarkan kebutuhan, dengan pengertian bahwa beberapa pekerjaan mungkin memerlukan standard yang berbeda dengan lainnya, dan beberapa pekerjaan mungkin memerlukan penggantian yang lebih sering dari yang lainnya.

6. Penggunaan APD didalam operasi perusahaan secara terus-menerus dimonitor oleh atasannya, didata dan dilaporkan kepada pimpinan (Rijanto, 2010).

Teori Kepatuhan

Definisi kepatuhan. Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.

Menurut Sarwono, sikap kepatuhan (compliance) akan menghasilkan perubahan tingkah laku (behavior change) yang bersifat sementara dan individu yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke perilaku atau pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai mengendur dan perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya (Amalia, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan APD.

Menurut Lawrence Green (dalam Notoatmodjo, 2012) perilaku dapat terbentuk dari tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.

Dalam hal ini perilaku kepatuhan penggunaan APD.

(48)

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan sesuatu yang ada didalam diri individu, keluarga, kelompok.

A. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepretasikansecara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

(49)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan anatara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintetis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikatsi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma- norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Noviandry (2013), pekerja yang memiliki pengetahuan yang baik tentang APD sebanyak 24 orang dan yang tidak mengetahui penggunaan APD sebanyak 10 orang, maka terdapat hubungan pengetahuan dengan penggunaan APD.

B. Sikap

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2012) mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard

(50)

to object”. Jadi jelas di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau

kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesedian untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2012).

Gambar 5. Proses terbentuknyaa sikap dan reaksi

a. Komponen pokok sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) yang mengutip pendapat Allport, sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yakni

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

b. Berbagai tingkatan sikap STIMULUS

(rangsangan) PROSES

STIMULUS

REAKSI TERBUKA (tindakan)

REAKSI TERTUTUP (pengetahuan

dan sikap)

(51)

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasassrkan intensitasnya, sebagai berikut.

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartkan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bukan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.

Sebanyak 24 orang (58,5%) setuju dalam hal penggunaan APD, sedangkan terdapat 7 orang yang tidak setuju menggunakan APD, dalam hal ini terdapat hubungan antara sikap dengan penggunaan APD (Noviandry, 2013).

C. Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat (Tulus, 1992). Masa kerja seorang tenaga kerja berhubungan dengan pengalaman kerja, pengetahuan dan keterampilan kerja yang dimilikinya.

(52)

Semakin lama seseorang bekerja, maka akan semakin banyak pengalaman kerja, pengetahuan dan keterampilan kerja yang didapatnya (Harlan & Paskarini, 2014).

Masa kerja dapat mempengaruhi tenaga kerja baik positif maupun negatif.

Akan memberikan pengaruh positif kepada tenaga kerja bila dengan lamanya seseorang bekerja maka dia akan semakin berpengalaman dalam melakukan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lamanya seseorang bekerja maka akan menimbulkan kebosanan (Tulus, 1992).

Menurut Tulus (1992) masa kerja dikategorikan menjadi 3 yaitu : 1. Masa kerja baru : < 6 tahun

2. Masa kerja sedang : 6-10 tahun 3. Masa kerja lama : > 10 tahun

2. Faktor pendukung (enabling factor) mencakup lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana.

A. Pelatihan K3

Suatu pelatihan yang dilaksanakan, pada hakikatnya berorientasi atau memberikan penekanan pada tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang karyawan, selain itu juga menekankan kepada kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawana. Pelatihan merupakan upaya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu (Notoatmodjo, 2009).

Terdapat dua macam tujuan pelatihan, yakni tujuan umum merupakan rumusan tentang kemampuan untuk yang akan dicapai oleh pelatihan tersebut dan tujuan khusus merupakan rincian kemampuan yang dirumuskan dalam

(53)

kemampuan khusus. Metode pelatihan terbagi menjadi dua yaitu pelatihan di luar pekerjaan (off the job training) dan pelatihan di dalam pekerjaan (on the job training)

1. Pelatihan di luar tugas (Off the job training)

Pelatihan dengan menggunakan metode off the job training ini berarti karyawan mengikuti pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan

keterampilannya dengan menggunakan teknik-teknik belajar mengajar sebagaimana lazimnya.

2. Pelatihan di dalam tugas (on the job training)

Pelatihan ini berbentuk penugasan-penugasan pegawai-pegawai di bawah bimbingan supervisor yang telah berpengalaman (pegawai senior). Para pegawa senior yang bertugas untuk membimbing pegawai baru diharapkan

memperlihatkan contoh-contoh pekerjaan yang baik dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret, yang akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut setelah pelatihan berakhir (Notoatmodjo, 2009).

Pelatihan merupakan bagian dari pembinaan sumber daya manusia. Setiap individu memerlukan latihan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Pelatihan juga berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Fungsi dari suatu sistem pelatihan adalah memproses individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan (Wibowo, 2010).

(54)

3. Faktor pendorong (reinforcing factor)

Faktor pendorong merupakan faktor yang menguatkan seseorang dalam berperilaku, dalam hal ini pengawasan yang diadakan oleh mandor dan assistant dari masing-masing kebun dan factory.

A. Pengawasan

Hasil penelitian yang dilkukan oleh Sudarmo, dkk (2016) yang dilakukan kepada perawat bedah di Instalasi Bedah Sentral (IBS) terkait dengan faktor yang mempengaruhi terhadap kepatuhan penggunaan APD didapati bahwa hasil uji r nilai regresi logistika pengawasan terhadap kepatuhan diperoleh nilai P value (0,016) < 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel pengawasan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan perawat bedah dalam menggunakan APD di IBS RSUD Ulin. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu Aripin (2006) yang menyatakan bahwa responden yang mendapatkan dukungan pengawasan dari pimpinannya berpeluang lebih patuh sebesar 21 kali dibandingkan dengan responden yang kurang mendapat dukungan pengawasan dari pimpinannya. Penelitian lain yang sependapat Madyanti (2011) menyebutkan dari hasil penelitiannya terhadap kepatuhan bidan menggunakan APD pada waktu menolong persalinan terdapat pengaruh yang bermakna antara dukungan/komitmen pimpinan terhadap kepatuhan menerapkan SOP. Pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana.

Tujuan dilaksanakannya pengawasan adalah (Aditama dan Hasnuti, 2002):

1. Pencapaian tujuan agar target unit dapat tercapai.

(55)

2. Untuk meningkatkan disiplin pekerja, khususnya dalam penggunaan APD.

Pengawasan penyakit akibat kerja. Berupa pengamatanan dan evaluasi secara kualitatif dan kuantitatif :

1. Pengamatan semua bahan/material keadaan serta keadaan lingkungan kerja yang mungkin sebagai pentebab penyakit akibat kerja.

2. Mengamati proses produksi dan alat-alat produksi yang dipergunakan.

3. Pengamatan semua sistem pengawasan itu sendiri :

a. Pemakaian alat pelindung diri/pengaman : Jenis, kualitas, kuantitas, ukuran dan komposisi bahan alat pelindung.

b. Pemubangan sisa produksi (debu, asap, gas, larutan).

c. Jenis konsenstrasi/unsur-unsur bahan baku, pengolahan dan penyimpanan bahan baku.

d. Keadaan lingkungan fisik (suhu, kelembaban, tekanan pencahayaan, ventilasi, intensitas suara/bising, getaran).

(56)

Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 6. Kerangka konsep

1. Faktor Predisposisi

a. Pengetahuan : Segala informasi yang telah diketahui para tenaga kerja harvesting tentang pentingnya penggunaan APD.

b. Sikap : Respon atau tanggapan dari pengetahuan yang diterima pekerja tenaga kerja harvesting terhadap penggunaan APD pada saat bekerja.

c. Masa kerja : Lamanya pekerja harvesting menjalankan pekerjaannnya mulai masuk bekerja sampai dengan penelitian berlangsung.

2. Faktor Pendukung

a. Pelatihan K3 : Pekerja yang pernah mengikuti pelatihan K3 Faktor Predisposisi

Pengetahuan Sikap Masa Kerja

Faktor Pendukung Pelatihan K3

Faktor Pendorong Pengawasan

Kepatuhan Penggunaan Alat

Pelindung Diri Variabel Bebas

Variabel Terikat

(57)

3. Faktor Pendorong

a. Pengawasan : Kegiatan atau peranan perusahaan untuk memantau para tenaga kerja harvesting dalam penggunaan APD selama bekerja, baik kelengkapannya maupun keadaan APD tersebut.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian pada penelitian ini terbagi menjadi lima, yaitu : 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD.

2. Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan penggunaan APD.

3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan APD.

4. Ada hubungan antara pelatihan K3 dengan kepatuhan penggunaan APD.

5. Ada hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APD.

(58)

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variabel secara observasional.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional study. Pada penelitian ini variabel dependen dan independen diobservasi secara bersamaan dan

dilakukan satu kali pengukuran tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengukuran ulang pada saat penelitian dilakukan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2018 sampai selesai.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan pekerja harvesting di Kebun Bagerpang Estate yang berjumlah 105 pekerja.

Sampel. Sampel adalah bagian yang mewakili populasi. Dalam penelitian ini sampel ditarik secara sampling insidental pada pekerja harvesting di kebun Bagerpang Estate yaitu sampel sebanyak 51 orang dengan menggunakan metode Slovin.

n = N 1+Ne2

(59)

n = 105 1+105(10%)2

n = 105 1+105 (0,1)2

n = 105 2.05 n = 51,21 ≈ 51 Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi pekerja harvesting

e = Batas toleransi (error tolerance) yaitu 10%

Dalam hal pengambilan sampel pada penelitian ini, karena pekerja

harvesting terdiri dari 7 divisi. Maka untuk menghindari penyebaran sampel yang

tidak merata setiap divisi ditetapkan anggota sampel secara quota atau jatah dari setiap divisi, maka diperoleh jumlah quota disetiap divisi dengan rumus sebagai berikut :

Proporsi Per Divisi = Karyawan Per Divisi

Populasi ×Sampel

Dengan pembagian quota setiap divisi sebagai berikut : Tabel 1

Proporsi Sampel per Divisi

Divisi Populasi

per divisi

Proporsi sampel per

divisi Jumlah

Batu Lokong (BL) 17 17

105×51 8

Naga Timbul (NT) 14 14

105×51 7

(60)

Tabel 1

Proporsi Sampel per Divisi

Divisi Populasi

per divisi

Proporsi sampel per

divisi Jumlah

Namorambe (NR) 15 15

105×51 7

Kongsi Two (KT) 15 15

105×51 7

Kongsi Four (KF) 13 13

105×51 7

Timbang Serdang (TS) 16 16

105×51 8

Batu Gingging (BG) 15 15

105×51 7

Jumlah 105 51

Prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling insidental yaitu teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, artinya siapapun orangnya yang bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dengan catatan bahwa peneliti melihat orang tersebut layak digunakan sebagai sumber data.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Adapun yang menjadi variabel bebas (Independent Variable) dari penelitian ini adalah : Pengetahuan, Sikap, Masa Kerja, Pelatihan K3, Pengawasan.

b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Adapun yang menjadi variabel terikat (Dependent Variable) dari penelitian ini adalah : Kepatuhan Penggunaan APD

(61)

Definisi operasional. Definisi operasional dalam penelitian ini terbagi menjadi 6, yaitu pengetahuan, sikap, masa kerja, pelatihan K3, pengawasan, dan kepatuhan.

1. Pengetahuan adalah segala informasi yang telah diketahui para tenaga kerja harvesting di PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk tentang pentingnya

penggunaan alat pelindung diri.

2. Sikap adalah respon atau tanggapan dari pengetahuan yang diterima pekerja harvesting terhadap penggunaan APD pada saat bekerja.

3. Masa Kerja adalah lamanya pekerja harvesting menjalankan pekerjaannya di PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk mulai masuk bekerja sampai dengan penelitian ini berlangsung.

4. Pelatihan K3 adalah Pekerja yang pernah mengikuti pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja utamanya tentang penggunaan Alat Pelindung Diri selama bekerja di PT. PP London Sumatera Indonesia

5. Pengawasan adalah kegiatan atau peranan perusahaan untuk memantau para tenaga kerja harvesting dalam penggunaan APD selama bekerja, baik kelengkapannya maupun keadaan alat pelindung diri tersebut.

6. Kepatuhan terhadap penggunaanAPD adalah ketaatan pada kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya penggunaan APD yang dapat melindungi tenaga kerja dan mencegah bahaya atau kecelakaan yang mungkin terjadi saat memanen kelapa sawit.

Gambar

Gambar 2. Helm harvesting
Gambar 4. Sepatu safety harvesting
Gambar 5. Proses terbentuknyaa sikap dan reaksi
Gambar 6. Kerangka konsep
+5

Referensi

Dokumen terkait

Waktu untuk menempatkan alat bor pada titik yang akan dibor lebih lama, karena ukuran burden tidak sama dengan ukuran spacing dan lubang bor yang akan dibuat

agar sedikit demi sedikit menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut. Agar subjek kasus dapat membentuk tingkah laku barunya yang lebih baik dimulai dari tidak

Tetapi kalau konsepsi siswa bertentangan dengan konsepsi para fisikawan, maka kita menggunakan istilah miskonsepsi ( misconception ). Banyak konsepsi dan miskonsepsi

semua elemen yang dibutuhkan seperti gambar, teks dan icon. –

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

speaking sections in the English course book entitled Bahasa Inggris untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. How is the language function delivered as reflected by

[r]

Pada hari ini, Senin tanggal Dua bulan Mei tahun Dua Ribu Enam Belas (02-05-2016) dimulai pukul 09.00 WIB, Kami yang bertanda tangan di bawah ini Kelompok Kerja