• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN UTANG PIUTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM LIKUIDASI TESIS OLEH AZIARNI /HK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN UTANG PIUTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM LIKUIDASI TESIS OLEH AZIARNI /HK"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

i TESIS

OLEH

AZIARNI 087005044/HK

PR0GRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magiter Hukum Dalam Program Studi Magister

Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

AZIARNI 087005044/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

(3)

PIUTANG PERSEROAN TERBATAS DALAM LIKUIDASI

NAMA : AZIARNI NIM : 087005044 PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution.,SH.,MH Ketua

)

(Prof. Dr. Sunarmi.,SH.,M. Hum) (Dr. Mahmul Siregar.,SH.,M. Hum Anggota Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi.,SH.,MH) (Prof. Dr. Runtung.,SH.,M. Hum)

Lulus Tanggal : 20 Januari 2012

(4)

PANITIA KOMISI PEMBIMBING

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution.,SH.,MH AGGOTA : 1. Prof. Dr. Sunarmi.,Sh.,M. Hum 2. Dr. Mahmul Siregar.,SH.,M. Hum

3. Prof. Dr. Budiman Ginting.,SH.,M. Hum 4. Dr. T. Keizerina Devi. A .,SH.,CN.,M. Hum

(5)

Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur tentang pembubaran perseroan, mempunyai arti : 1. Penghentian kegiatan usaha Perseroan; 2. Penghentian status usaha itu, tidak menyebabkan status hukumnya hilang; dan 3. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai selesai likuidasi, dan pertanggungjawaban likuidator pada saat proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim Pengawas.

Kesulitan likuidator dalam hal melikuidasi perseroan adalah mengenai kapan likuidator harus diangkat. Pasal 142 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak menentukan kapan likuidator tersebut harus ditunjuk sehingga yang terjadi adalah perseroan yang sudah dibubarkan tetapi likuidator belum ditetapkan. Pada saat rentang waktu ini terjadi penggelapan asset perseroan yang merugikan perseroan. Sebenarnya menurut ketentuan hukum, pada saat perseroan dibubarkan maka pada saat itu juga harus ditunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. Namun inilah yang sering terjadi di dunia usaha. Penggelapan asset itu menjadi hambatan bagi likuidator untuk melakukan pembayaran hutang kepada pihak ketiga/kreditur.

Pada penelitian ini, contoh kasusnya pada proses likuidasi PT. Schutter Indonesia pada tahun 2006. Setelah perseroan mengadakan RUPS untuk membubarkan perseroan, dan dilanjutkan untuk menentukan likuidator. Selanjutnya likuidator bekerja untuk melikuidasi perusahaan, dan dalam melaksanakan likuidasi pada waktu itu likuidator masih berpedoman pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dalam proses likuidasi PT. Schutter Indonesia. Terdapat beberapa masalah dalam penyelesaian hutang-piutang perseroan, salah satu penyebabnya adalah karena penentuan likuidator yang tidak diangkat pada waktu pembubaran perseroan tetapi beberapa bulan setelah perseroan dibubarkan barulah likuidator ditunjuk.

Selanjutnya dalam likuidasi ini, likuidator juga kesulitan membayar hutang-hutang perseroan, disamping asset perusahaan yang tidak mencukupi, juga terdapatnya piutang pada pemegang saham yang disebut dengan piutang istimewa, yang tidak tertagih, sehingga sampai RUPS terakhir hal ini tidak dapat diselesaikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sebaiknya Likuidator berupaya untuk menyelesaikan hutang-piutang dengan cara luar pengadilan. Tidak terdapatnya penetapan jangka waktu penentuan likuidator dalam melikuidasi perseroan di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 maka sebaiknya hal ini dimasukkan bagi legislator dalam merevisi ketentuan hukum perseroan. Hambatan yang muncul pada saat penyelesaian sengketa hutang-piutang perseroan dalam likuidasi sebenarnya bisa dianulir melalui penegakan hukum yang baik berdasarkan peraturan perundang- undangan yang ada. Mengenai penagihan hutang sementara perusahaan sudah tutup atau tidak beroperasi lagi (sudah dilikuidasi terlebih dahulu), dapat dilakukan berdasarkan Pasal 150 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Oleh karena itu, penyelesaian hutang dilakukan di pengadilan. Pihak yang mempertanggungjawabkan hutang tersebut adalah Pemegang Saham secara tanggung renteng.

Kata Kunci : - Analisis Hukum Penyelesaian Utang-Piutang Perseroan Terbatas - Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi

i

(6)

Article 142 Paragraph (1) of Act No. 40 of 2007 regarding Limited Liability Company set about the dissolution of the corporation, shall have the meanings : 1.

Cessation of business activities of the Company; 2. Cessation of busniess status, it does not cause lost its legal status; and 3. The Company had been dissolved recently lost its legal entity status, until the completion of liquidation, the liquidator and accountability during the process of final liquidation received by the General Meeting of Shareholders, the District Court, or Judge of Trustees.

The difficulty of the liquidator in the case of liquidation of the company is on when the liquidator should be appointed. Article 142 Paragraph (2) Letter a., Act No.

40 of 2007 regarding Limited Liability Company does not determine when the liquidator should be appointed so that there is a company that has been dissolved but the liquidator has not been established. At this time span occurs embezzlement adverse asset liability corporation. Actually, according to the provisions of law, when the company was dissolved by the time it should also be appointed a liquidator to conduct the liquidation. But this is what often happens in the corporate world. Embezzlement of assets that becomes an obstacle to the liquidator to make payments owed to a third party/creditors.

In this study, a case in point in the process of liquidation of PT. Schutter Indonesia in 2006. after the company General Meeting of Shareholders held to dissolve the company, and proceed to determine the liquidator. Further work to liquidate the company’s liquidator, and in carrying out the liquidation the liquidator at the time was based on Act. No. 1 of 1995 regarding Limited Liability Company in the process of liquidation of PT. Schutter Indonesia. There are some problems in completion of the lending company, one reason is because the determination of the liquidator is not appointed at the time of the dissolution of the corporation but a few months after the company was dissolved before the liquidator was appointed.

Furthermore, in liquidation, the liquidator is also difficult to pay the debts of the company, in addition to the company’s assets are not sufficient, nor the presence of accounts receivable on shareholders called special accounts which are not collectible so until the last General Meeting of Shareholders this can not be resolved.

The results showed that : Should Liquidator seeks to resolve the debt-claim in way out of court. Absence of long-time determination of a liquidator in the liquidation of the company’s determination in Act No. 40 of 2007 then this should be included for legislators in revising the company law provisions. Barriers that arise the time of dispute resolution, accounts payable liability company in liquidation could have disallowed the enforcement of existing regulations both under existing legislation.

Regarding debt collection while the company has closed or no longer in operation (already liquidated first), can be carried out pursuant to Article 150 Paragraph (2) of Act No. 40 of 2007. Therefore, the debt settlement made in court. Parties that account for such debts are the Shareholders jointly and severally.

Key Words : - Legal Analysis of Debt Settlement and Claims Company Limited - Limited Liability Company in Liquidation

ii

(7)

Alhamdulilah, Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis serta panjatan doa dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh dan tauladan, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan penelitian ini.

Pada penelitian ini, penulis dengan ketulusan hati, mengucapkan terima kasih sebesaar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc.(C.T.M.), Sp.A.(K.), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dalam hal penelitian;

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Magister (S2) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan merangkap sebagai Dosen Pembimbing III yang telah memberikan arahan mengenai penulisan penelitian yang benar;

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan ide-ide dalam hal penulisan penelitian ini sampai dengan selesai;

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang bersabar dalam penyelesaian penelitian ini;

7. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., sebagai Dosen Penguji I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Ibu Dr. T. Keizerina Devi, SH., CN., M.Hum., sebagai Dosen Penguji II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi

iii

(8)

9. Para Dosen dan Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani studi di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

10. Terima kasih yang sangat besar kepada kedua orang tua saya Ayahanda Almarhum H.Abdul Aziz Hasibuan dan Ibunda Hj.Rosni Aziz, yang selalu mendoakan, mencurahkan segenap kasih sayangnya dan segala pengorbanannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

11. Terima kasih penulis kepada Suami saya OK. Iskandar, SH., dan anak-anakku Kania Syafiza, M.Ibnu Hidayah dan M.Faqih Akbar, yang sangat memberikan motivasi kepada penulis dan doanya sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

12. Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku rekan mahasiswa, sudah membantu selama penyelesaian penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Wassalamualaikum Wr. Wb., Medan, Januari 2012

Penulis

Aziarni

iv

(9)

I. DATA PRIBADI

Nama : Aziarni

Tmpt /Tgl Lahir : Medan, 20 Oktober 1962

Alamat : Jl.Jermal V Ujung no.100 Medan Pekerjaan : Advokat

Agama : Islam.

Nama Ayah : Alm. H.Abdul Aziz Hasibuan Nama Ibu : Hj.Rosni Aziz

Suami : OK.Iskandar SH Anak : 1.Kania Syafiza

2.M.Ibnu Hidayah.

3.M.Faqih Akbar

Suku / Bangsa : Mandailing / INDONESIA E-Mail : azie_62@ymail.com II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1. Pendidikan Dasar dan Menengah Umum

a. SD : SD Negeri nomor 21 Medan lulus tahun 1974

b. SMP : Swasta Sutini Medan lulus tahun 1977 c. SMA : SMA Negeri 6 Medan

lulus tahun 1981 2. Pendidikan Tinggi

a. S1 : Fakultas Hukum USU lulus tahun 1987

b. S2 : Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, (2008 – 2011) 3. Pendidikan Khusus Profesi Advokat

a. PERADI, lulus tahun 1998

v

(10)

Halaman ABSTRAK

i ABSTRACT

iii KATA PENGANTAR

v DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii DAFTAR ISI

ix

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 13

C. Tujuan Penelitian 14

D. Manfaat Penelitian 15

E. Keaslian Penelitian 15

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi 17

1. Kerangka Teori 17

2. Kerangka Konsep 24

G. Metode Penelitian 27

1. Jenis dan Sifat Penelitian 29

2. Sumber Bahan Hukum 29

3. Teknik Pengumpulan Data 31

4. Analisis Data 31

BAB II : PENGATURAN PENYELESAIAN UTANG PIUTANG PADA PERSEROAN TERBATAS YANG DILIKUIDASI

33 A. Likuidasi Perseroan Terbatas di Amerika Serikat 34

1. Pilihan Alternatif Perseroan Untuk Menempuh Chapter 7 – Likuidasi (Alternatives to Chapter 7)

36

2. Latar Belakang Likuidasi 38

3. Studi Kelayakan Bagi Perseroan Dalam Chapter 7 - Likuidasi (Chapter 7 Eligibility)

39 4. Cara Kerja Chapter 7 (How Chapter 7 Works) 41

vi

(11)

6. Penetapan Pengadilan Terhadap Chapter 7 – Likuidasi (The Chapter 7 Discharge)

50 B. Pengaturan Mengenai Likuidasi dalam Undang-Undang

No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

55

1. Pengertian Likuidasi 55

2. Pembubaran dan Likuidasi Perseroan Terbatas 61 a. Proses Pembubaran Berdasarkan Keputusan

RUPS

62 b. Proses Pembubaran Perseroan Berdasarkan

Jangka Waktu Berdirinya Berakhir

63 c. Proses Pembubaran Berdasarkan Penetapan

Pengadilan

64 d. Proses Pembubaran Karena Harta Pailit Perseroan

Tidak Cukup Untuk Membayar Biaya Kepailitan

64 e. Proses Pembubaran Karena Harta Pailit yang

Telah Dinyatakan Pailit Dalam Keadaan Insolvensi

66

f. Proses Pembubaran Karena Izin Usaha Dicabut 66 3. Perkembangan Likuidasi dalam Kegiatan Bisnis 68 C. Pertimbangan Likuidasi Perseroan Terbatas 71 D. Pengaturan Penyelesaian Hutang Piutang Perseroan

Terbatas Dalam Likuidasi

74 1. Jalur Pengadilan (Gugatan Perdata Biasa) 77 2. Jalur Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution

– ADR)

81

a. Negosiasi 83

b. Mediasi 84

c. Konsiliasi 86

BAB III : PENENTUAN LIKUIDATOR TERHADAP LIKUIDASI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

91

A. Kewajiban DanTanggung Jawab Likuidator 91

B. Tanggung Jawab Likuidator 95

vii

(12)

C. Penentuan Likuidator Pada Likuidasi Perseroan Terbatas 99 D. Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan 105 BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN PENYELESAIAN HUTANG

PIUTANG PADA PERUSAHAAN YANG DI LIKUIDASI

109 A. Pembagian Sisa Hasil Likuidasi Perseroan 109

B. Aset Perseroan Adalah Aset Bersama dari Pemegang Saham Sesuai Dengan Proporsi Kepemilikan Saham Masing-Masing Pemegang Saham Dalam Perseroan

113

C. Jangka Waktu Pengangkatan Likuidator 119 D. Pungutan Liar Dalam Laporan Pencabutan Izin Usaha 121 E. Penggelapan Aset oleh Pengurus Perusahaan 125

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 128

A. Kesimpulan 128

B. Saran 130

DAFTAR PUSTAKA 133

viii

(13)

Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur tentang pembubaran perseroan, mempunyai arti : 1. Penghentian kegiatan usaha Perseroan; 2. Penghentian status usaha itu, tidak menyebabkan status hukumnya hilang; dan 3. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai selesai likuidasi, dan pertanggungjawaban likuidator pada saat proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim Pengawas.

Kesulitan likuidator dalam hal melikuidasi perseroan adalah mengenai kapan likuidator harus diangkat. Pasal 142 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak menentukan kapan likuidator tersebut harus ditunjuk sehingga yang terjadi adalah perseroan yang sudah dibubarkan tetapi likuidator belum ditetapkan. Pada saat rentang waktu ini terjadi penggelapan asset perseroan yang merugikan perseroan. Sebenarnya menurut ketentuan hukum, pada saat perseroan dibubarkan maka pada saat itu juga harus ditunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. Namun inilah yang sering terjadi di dunia usaha. Penggelapan asset itu menjadi hambatan bagi likuidator untuk melakukan pembayaran hutang kepada pihak ketiga/kreditur.

Pada penelitian ini, contoh kasusnya pada proses likuidasi PT. Schutter Indonesia pada tahun 2006. Setelah perseroan mengadakan RUPS untuk membubarkan perseroan, dan dilanjutkan untuk menentukan likuidator. Selanjutnya likuidator bekerja untuk melikuidasi perusahaan, dan dalam melaksanakan likuidasi pada waktu itu likuidator masih berpedoman pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dalam proses likuidasi PT. Schutter Indonesia. Terdapat beberapa masalah dalam penyelesaian hutang-piutang perseroan, salah satu penyebabnya adalah karena penentuan likuidator yang tidak diangkat pada waktu pembubaran perseroan tetapi beberapa bulan setelah perseroan dibubarkan barulah likuidator ditunjuk.

Selanjutnya dalam likuidasi ini, likuidator juga kesulitan membayar hutang-hutang perseroan, disamping asset perusahaan yang tidak mencukupi, juga terdapatnya piutang pada pemegang saham yang disebut dengan piutang istimewa, yang tidak tertagih, sehingga sampai RUPS terakhir hal ini tidak dapat diselesaikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sebaiknya Likuidator berupaya untuk menyelesaikan hutang-piutang dengan cara luar pengadilan. Tidak terdapatnya penetapan jangka waktu penentuan likuidator dalam melikuidasi perseroan di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 maka sebaiknya hal ini dimasukkan bagi legislator dalam merevisi ketentuan hukum perseroan. Hambatan yang muncul pada saat penyelesaian sengketa hutang-piutang perseroan dalam likuidasi sebenarnya bisa dianulir melalui penegakan hukum yang baik berdasarkan peraturan perundang- undangan yang ada. Mengenai penagihan hutang sementara perusahaan sudah tutup atau tidak beroperasi lagi (sudah dilikuidasi terlebih dahulu), dapat dilakukan berdasarkan Pasal 150 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Oleh karena itu, penyelesaian hutang dilakukan di pengadilan. Pihak yang mempertanggungjawabkan hutang tersebut adalah Pemegang Saham secara tanggung renteng.

Kata Kunci : - Analisis Hukum Penyelesaian Utang-Piutang Perseroan Terbatas - Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi

i

(14)

Article 142 Paragraph (1) of Act No. 40 of 2007 regarding Limited Liability Company set about the dissolution of the corporation, shall have the meanings : 1.

Cessation of business activities of the Company; 2. Cessation of busniess status, it does not cause lost its legal status; and 3. The Company had been dissolved recently lost its legal entity status, until the completion of liquidation, the liquidator and accountability during the process of final liquidation received by the General Meeting of Shareholders, the District Court, or Judge of Trustees.

The difficulty of the liquidator in the case of liquidation of the company is on when the liquidator should be appointed. Article 142 Paragraph (2) Letter a., Act No.

40 of 2007 regarding Limited Liability Company does not determine when the liquidator should be appointed so that there is a company that has been dissolved but the liquidator has not been established. At this time span occurs embezzlement adverse asset liability corporation. Actually, according to the provisions of law, when the company was dissolved by the time it should also be appointed a liquidator to conduct the liquidation. But this is what often happens in the corporate world. Embezzlement of assets that becomes an obstacle to the liquidator to make payments owed to a third party/creditors.

In this study, a case in point in the process of liquidation of PT. Schutter Indonesia in 2006. after the company General Meeting of Shareholders held to dissolve the company, and proceed to determine the liquidator. Further work to liquidate the company’s liquidator, and in carrying out the liquidation the liquidator at the time was based on Act. No. 1 of 1995 regarding Limited Liability Company in the process of liquidation of PT. Schutter Indonesia. There are some problems in completion of the lending company, one reason is because the determination of the liquidator is not appointed at the time of the dissolution of the corporation but a few months after the company was dissolved before the liquidator was appointed.

Furthermore, in liquidation, the liquidator is also difficult to pay the debts of the company, in addition to the company’s assets are not sufficient, nor the presence of accounts receivable on shareholders called special accounts which are not collectible so until the last General Meeting of Shareholders this can not be resolved.

The results showed that : Should Liquidator seeks to resolve the debt-claim in way out of court. Absence of long-time determination of a liquidator in the liquidation of the company’s determination in Act No. 40 of 2007 then this should be included for legislators in revising the company law provisions. Barriers that arise the time of dispute resolution, accounts payable liability company in liquidation could have disallowed the enforcement of existing regulations both under existing legislation.

Regarding debt collection while the company has closed or no longer in operation (already liquidated first), can be carried out pursuant to Article 150 Paragraph (2) of Act No. 40 of 2007. Therefore, the debt settlement made in court. Parties that account for such debts are the Shareholders jointly and severally.

Key Words : - Legal Analysis of Debt Settlement and Claims Company Limited - Limited Liability Company in Liquidation

ii

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, dan acapkali keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Hal demikian dapat pula terjadi terhadap perorangan yang melakukan suatu usaha.1

Kegagalan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, terutama dalam memenuhi kewajibannya kepada pihak lain, dapat disebabkan oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal biasanya diakibatkan mismanagement dan fraud yang Kehidupan suatu perusahaan dapat saja dalam kondisi untung atau keadaan rugi. Kalau keadaan untung, perusahaan berkembang dan berkembang terus, sehingga menjadi perusahaan besar.

Sebaliknya, apabila kondisi perusahaan menderita kerugian, maka garis hidupnya menurun. Jadi, garis hidup suatu perusahaan pada suatu saat naik dan pada saat lain menurun, begitu seterusnya, sehingga garis hidup perusahaan itu merupakan garis yang menaik dan menurun seperti grafik. Sebagian perusahaan dapat mempertahankan hidupnya, tetapi sebagian tidak dapat mempertahankan lagi hidupnya, akhirnya perusahaan tersebut terpaksa gulung tikar.

1 Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),hal. 1., sebagaimana dikutip Elvira Dewi Ginting, ”Analisis Hukum Mengenai Pengaturan Reorganisasi Perusahaan Dalam Kaitannya Dengan Hukum Kepalitan”, (Medan:

Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 1.

(16)

dilakukan oleh kalangan internal perusahaan, dimulai dari pemegang saham, komisaris, direksi, karyawan maupun pihak terkait yang dapat mengendalikan perusahaan secara tidak langsung.2

Dalam rangka pengembangan suatu perusahaan mungkin atau pasti mempunyai utang. Bagi suatu perusahaan, utang bukanlah merupakan sesuatu yang buruk, asal perusahaan itu masih dapat membayar kembali. Perusahaan yang seperti ini disebut perusahaan yang solvable artinya perusahaan yang mampu membayar utang- utangnya. Sebaliknya, jika suatu perusahaan yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya lagi disebut insolvensi, artinya tidak mampu membayar. Istilah hukumnya insolvensi menunjukkan pada suatu kumpulan dari aturan-aturan yang mengatur hubungan debitor (yang berada dalam kesulitan pembayaran akibat ketidakmampuan finansial) dengan para kreditornya.

Kondisi eksternal adalah kondisi di luar jangkauan pihak perusahaan yang berdampak kepada kinerja perusahaan, antara lain kebijakan pemerintah atau publik dan kondisi makro ekonomi di suatu negara maupun global.

3

Dalam meningkatkan pendapatan perusahaan dibutuhkan cash flow yang baik.

Cash flow adalah arus kas yang masuk dan keluar dari rekening perusahaan. Apakah pemasukan lebih sedikit dari pengeluaran ataukah pemasukan lebih besar dari pengeluaran. Pendapatan perusahaan adalah hal yang penting untuk ditingkatkan,

2 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007) hal. 149.

3 J. B. Huizink, Insolventie, Alih Bahasa Linus Doludjawa, (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 21., sebagaimana dikutip Elvira Dewi Ginting, Loc.cit., hal. 1-2.

(17)

begitu juga dengan pengeluaran perusahaan yang harus ditekan (cut spending). Dalam dunia perbankan harus memperhatikan cara menyimpan pendapatan, bukan hanya meningkatkan pendapatan. Maka, sebelum mendirikan sebuah perusahaan sebaiknya diperhatikan perusahaan tersebut bergerak dalam bidang usaha apa, bagaimana kinerjanya, bagaimana manajemennya, dan lain sebagainya.

Krisis moneter yang melanda hampir seluruh belahan dunia di pertengahan tahun 1997 telah memporak-porandakan sendi-sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang tengah melanda. Hal ini juga dirasakan oleh Indonesia, yang mengakibatkan Indonesia telah mengalami krisis kepercayaan khususnya terhadap perbankan. Kondisi perbankan di Indonesia telah mengalami masalah-masalah yang menuju suatu kehancuran akibat krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar. Krisis tersebut telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun tajam, dan kemudian berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang usaha. Proses penyebaran krisis berkembang cepat mengingat tingginya keterbukaan perekonomian Indonesia dan ketergantungan pada sektor luar negeri yang sangat besar.4

Dalam dunia bisnis, masalah di perusahaan sudah pasti berbagai macam ragam.

Setiap perusahaan pastinya menghadapi masalah, jika ada masalah berarti perusahaan tersebut berkembang ke arah yang lebih baik. Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya diukur dengan besar kecil perusahaan melainkan seberapa baik perusahaan itu

4 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah : Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002) hal. 2., sebagaimana dikutip Ibid., hal. 2.

(18)

keluar dari masalah tersebut.5

Pada umumnya dalam transaksi jual beli untuk penyerahan dan pembayaran atas barang yang dibeli terjadi pada waktu yang sama. Hal ini berarti modal kerja atau modal usaha si penjual cepat diperolehnya kembali dan langsung dipakai untuk perputaran bisnis selanjutnya. Namun, dalam hal ini tidak jarang pelaksanaan pembayaran dari pembeli itu baru dapat ditunaikan berdasarkan kesepakatan di antara mereka dalam tenggang waktu tertentu, misalnya sekitar dua sampai empat bulan berikutnya. Kondisi sebelum dilaksanakan konsekuensi timbulnya hak tagih dari pihak penjual sehingga keadaan ini disebut masa penagihan (collection period). Hak tagih atas piutang ini dalam dunia ekonomi dikenal sebagai piutang dagang (account receivable).

Adapun masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan, antara lain : hutang-piutang; karyawan; investasi; perpajakan; dan lain sebagainya.

6

Dalam hal perusahaan sudah tidak beroperasi lagi diakibatkan oleh kemunduran pendapatan perusahaan, maka pemegang saham dapat mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membubarkan perusahaan tersebut. Namun, oleh karena perseroan merupakan badan hukum yang lahir dan diciptakan berdasarkan proses hukum (created by a legal process), maka pembubaran perseroan juga harus melalui proses hukum pula. Pembubaran perseroan tidak mempunyai arti identik dengan ”berakhirnya” eksistensi perseroan. Perseroan adalah subjek hukum, memiliki aktiva dan passiva. Setelah pembubarannya diucapkan, eksistensinya tetap ada

5 Bismar Nasution, “Catatan Perkuliahan : Hukum Perusahaan”, (Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009).

6 Rinus Pantouw, Hak Tagih Factor Atas Piutang Dagang, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 1.

(19)

dengan catatan bahwa posisinya itu dalam stadium likuidasi (pemberesan). Hak yang dimilikinya harus direalisasikan dan kewajiban yang dipikul wajib dipenuhi.

Perusahaan tidak boleh lagi melakukan hak dan kewajibannya itu. Perusahaan itu ada sepanjang diperlukan untuk pemberesan.7

Berdasarkan Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan, pembubaran perseroan terjadi :8

a. “Berdasarkan keputusan RUPS;

b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;

c. Berdasarkan penetapan pengadilan;

d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;

e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan Pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ; atau

f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan pembubaran Perseroan menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mempunyai arti :

a. Penghentian kegiatan usaha Perseroan

b. Namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status hukumnya hilang

7 Mariam Darus Badrulzaman dalam Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 168.

8 Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(20)

c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai selesainya likuidasi, dan pertanggung jawaban likuidator proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim Pengawas.

Likuidasi (vereffening, winding-up) mengandung arti pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan, apakah itu berdasar keputusan RUPS, atau berdasar Penetapan Pengadilan yang menghentikan atau membubarkan Perseroan. Selama penyelesaian pembubaran atau pemberesan berjalan, Perseroan itu berstatus “Perseroan dalam Penyelesaian” yang oleh pasal 143 ayat (2) disebut Perseroan “Dalam Likuidasi”. Kata tersebut harus dicantumkan dibelakang nama Perseroan pada setiap surat keluar Perseroan.9

Pengertian likuidasi yang disebutkan di atas, tidak jauh berbeda dengan apa yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank.10

9 Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Disebutkan dalam Pasal 1 angka 4, bahwa yang dimaksud dengan likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Ini berarti, likuidasi bank merupakan kelanjutan dari tindakan pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, begitu juga dengan Perseroan Terbatas. Pada akhirnya akan ditunjuk suatu tim yang bertugas melakukan pemberesan Perseroan Terbatas yang telah dicabut izin usahanya oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

10 Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank.

(21)

Apabila terjadi pembubaran Perseroan baik berdasarkan keputusan RUPS, karena jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, maka pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi.

Pihak yang melakukan likuidasi dalam pembubaran Perseroan adalah Likuidator.

Salah satu tugas terberat dari likuidator dalam proses likuidasi perusahaan ini adalah penyelesaian utang dan penagihan piutang perusahaan pada pihak ketiga.

Sebagaimana diketahui Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam hal pengaturan tentang pembubaran dan likuidasi perusahaan diatur dalam Bab X, jika dilihat pasal-pasal mengenai pembubaran dan likuidasi ini ternyata masih dirasa kurang pengaturannya yang dalam praktek terkadang menjadi masalah dalam penyelesaian Perseroan yang dilikuidasi. Seperti halnya dalam pasal 147 ayat (3) Undang-undang ini hanya mengatur jangka waktu pengajuan untuk melakukan penagihan kepada likuidator adalah selama 60 hari terhitung sejak tanggal diberitahukan kepada kreditur, sedangkan dalam pasal 150 ayat (2), menentukan kreditor yang belum mengajukan tagihannya, dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran diumumkan.

dari ketentuan kedua pasal tersebut diatas dapat dilihat bahwa yang diatur oleh Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 mengenai penyelesaian utang piutang pada Perseroan yang dilikuidasi hanyalah sebatas tenggang waktu penagihannya saja, sedangkan bagaimana jika asset perusahaan tidak mencukupi untuk membayar seluruh utang-utangnya, kemudian dalam melakukan penyelesaian utang piutang

(22)

apakah likuidator juga memperhatikan utang yang manakah yang harus didahulukan pembayarannya, hal ini sama sekali tidak ada diatur didalam undang-undang ini.

Kesulitan selanjutnya adalah mengenai kapan likuidator harus diangkat. Pasal 142 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tidak ada ditentukan kapan likuidator tersebut harus ditunjuk sehingga yang terjadi adalah Perseroan Terbatas sudah dibubarkan namun likuidator belum diangkat, baru beberapa bulan kemudian melalui RUPS likuidator ditetapkan.11

Ada perbedaan signifikan antara kondisi kesulitan keuangan, kebangkrutan (pailit) dan likuidasi. Perusahaan dikatakan mengalami kesulitan keuangan jika perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya sesuai dengan tenggang waktu yang telah disepakati. Pada umumnya, kesulitan keuangan diawali dengan tertundanya pembayaran utang pemasok, kemudian diikuti dengan terlambatnya pembayaran bunga pinjaman dan diakhiri dengan katidakmampuan perusahaan membayar pokok pinjaman pada bank atau kreditor lainnya. Restrukturisasi utang dapat menjadi solusi untuk kondisi ini. Pihak perusahaan dapat melakukan negosiasi Pada saat rentang waktu ini sering terjadi penggelapan asset perusahan yang sangat merugikan perusahaan. Sebenarnya menurut ketentuan hukum pada saat perseroan dibubarkan, maka pada saat itu juga harus ditunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. Namun inilah yang sering terjadi di dunia usaha. Penggelapan aset itu menjadi hambatan bagi likuidator untuk melakukan pembayaran utang kepada pihak ketiga/kreditur.

11 Pasal 142 ayat (2) huruf a., Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan bahwa :”Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) : a. Wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau curator”.

(23)

dengan para kreditor untuk memberikan kemudahan dengan cara menurunkan suku bunga kredit, memperpanjang jangka waktu pinjaman, atau bahkan sampai disetujuinya tidak dibebankan bunga pinjaman selama periode tertentu. Pada dasarnya, masa-masa kesulitan keuangan menyebabkan para kreditor menjadi disibukkan untuk mencari cara agar pinjaman yang telah diberikan nantinya tetap dapat dikembalikan oleh peminjam.12

Istilah kebangkrutan (kapailitan) sering dirancukan dengan istilah likuidasi.

Hati-hati dengan istilah bangkrut. Kondisi kebangkrutan bisa berarti bahwa perusahaan sedang melakukan proses reorganisasi di bawah pengawasan pengadilan.

Dalam literatur dari Amerika Serikat terkenal dengan istilah Chapter 11.13 berbeda dengan literatur dari Inggris, istilah bangkrut hanya diterapkan untuk individu, bukan perusahaan. Untuk perusahaan, mereka mengenal istilah insolvensi.14

Jadi apabila manajer mengatakan bahwa perusahaannya mengalami kebangkrutan (Chapter 11), berarti perusahaan masih memiliki 2 (dua) pilihan.

Pertama, perusahaan akan membaik. Perusahaan dapat melewati krisis keuangan dan keluar dari kebangkrutan sebagai perusahaan yang sehat. Istilahnya, perusahaan

12 Candra Dermawan, “Kesulitan Kuangan, Kebangkrutan, dan Likuidasi”, http://candra.us/ log/

p=91., diakses pada 14 Maret 2011.

13 Chapter 11 adalah Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat atau populer dengan sebutan Chapter 11 adalah satu peraturan tentang Reorganisasi sesuai dengan hukum kepailitan Amerika Serikat. Bidang usaha berbentuk apapun bisa meminta perlindungan Chapter 11 Undang-Undang Kepailitan termasuk perseroan, perusahaan perseorangan, atau perorangan yang memiliki utang tanpa jaminan paling sedikit US$. 336.900,- atau utang beragun paling sedikit US$. 1.010.650,-. Walaupun demikian, perlindungan Chapter 11 ini sebagian besar hanya diajukan oleh badan perseroan. Dalam Wikipedia, ”Chapter 11 Undang-Undang Kepailitan Amerika Serikat”, http://id.wikipedia.org/wiki/

ab_11_Undang-Undang_Kepailitan_Amerika_Serikat., diakses pada 14 Maret 2011.

14 Candra Dermawan, Loc.cit.

(24)

mengalami turn around. Kedua, perusahaan harus dilikuidasi atau perusahaan mengalami kondisi upside down. Istilah likuidasi (Chapter 7)15 berarti proses penjualan harta dibawah pengawasan pengadilan. Teori keuangan mengatakan bahwa likuidasi terjadi karena 2 (dua) hal. Pertama, memang karena perusahaan dalam kesulitan keuangan. Kedua, likuidasi dilakukan karena untuk memaksimumkan kekayaan pemilik. Meskipun perusahaan dalam keadaan sehat, tetapi jika nilai jual harta sekarang melebihi going concern-nya, maka pemilik bisa melikuidasi perusahaan.16

Pada tulisan ini, penulis juga mengambil contoh kasus pada proses likuidasi PT.Schutter Indonesia.Likuidasi ditempuh oleh PT. Schutter Indonesia pada tahun 2006. Setelah Perusahaan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membubarkan Perusahaan, dan dilanjutkan RUPS untuk menentukan likuidator. Selanjutnya likuidator bekerja untuk melikuidasi perusahaan, dan dalam melaksanakan likuidasi pada waktu itu, likuidator masih berpedoman pada Undang- Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dalam proses likuidasi PT.

Schutter Indonesia terdapat beberapa masalah dalam penyelesaian utang dan penagihan piutang perusahaan, salah satu penyebabnya adalah karena penentuan likuidator yang tidak diangkat pada waktu pembubaran perusahaan tetapi beberapa bulan setelah perusahaan dibubarkan. Selanjutnya dalam likuidasi PT.Schutter ini,

15 Chapter 7 adalah suatu proses kebangkrutan dimana perusahaan memberhentikan semua operasi dan keluar dari bisnis atau bidang usaha tersebut. Seorang likuidator ditunjuk untuk melikuidasi (menjual) aset perusahaan, dan uang tersebut digunakan untuk melunasi utang perusahaan.

Dalam Investopedia, “Chapter 7”, http://www.investopedia.com/terms/c/chapter7.asp., diakses pada 14 Maret 2011.

16 Ibid.

(25)

likuidator juga kesulitan membayar utang-utang perusahaan, disamping asset perusahaan yang tidak mencukupi, juga terdapatnya piutang pada pemegang saham yang disebut dengan piutang istimewa, yang tidak tertagih, sehingga sampai RUPS terakhir hal ini tidak dapat diselesaikan.17

Proses likuidasi dapat diselesaikan dengan penyelesaian melalui pengadilan (formal) atau penyelesaian melalui jalur di luar pengadilan (informal). Sebagian besar perusahaan Indonesia memilih penyelesaian informal. Dalam resolusi informal, perusahaan dapat merestrukturisasi harta atau kewajibannya tanpa harus mengikuti hukum kepailitan. Sebagai contoh : perusahaan dapat menjual beberapa hartanya untuk melunasi kewajiban-kewajibannya. Dalam restrukturisasi kewajiban, perusahaan mencoba untuk mencari investor baru atau melakukan debt to equity swap. Pilihan yang terakhir menyebabkan pemberi utang berubah status menjadi pemilik perusahaan.18

Masalah utama pada penjualan harta adalah pasar yang tidak likuid. Perusahaan menghadapi kesulitan menjual harta pada harga yang layak. Pembeli potensial yang ingin membeli dengan harga terbaik adalah perusahaan-perusahaan di industri yang sama. Jika perusahaan pesaing juga terkena dampak penurunan industri sehingga mereka juga dalam kesulitan likuiditas, maka harga jual harta bisa tertekan.

19

17 Iskandar, Aziarni Hasibuan & Partners, “Laporan Pertanggungjawaban Likuidator PT.

Schutter Indonesia (Dalam Likuidasi)”, (Medan: 18 Feburari 2008).

18 Candra Dermawan, Op.cit.

19 Ibid.

(26)

Resolusi formal melibatkan pengadilan sebagai pengawas proses resolusi.

Pengadilan mencoba untuk membagi wewenang dan tanggung jawab setiap kreditor dengan tujuan tercapainya penyelesaian yang cepat dan terbaik. Negara-negara yang mengadopsi hukum (common law) seperti, Amerika Serikat, Inggris dan negara- negara bekas jajahannya lebih memilih menggunakan pendekatan formal. Pada umumnya negara yang menganut common law lebih memberikan kepastian hukum sehingga penyelesaian lewat hukum mampu memberi resolusi yang efisien. Alasan yang sebaliknya terjadi mengapa negara-negara yang akar hukumnya berasal dari civil law (hukum sipil), termasuk Indonesia, lebih memilih menggunakan penyelesaian informal.20

Pemilihan penyelesaian masalah keuangan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (1999). Dibanding 5 negara di Asia (Indonesia, Korea, Philipina, Malaysia, dan Thailand), perusahaan Indonesia memiliki persentase terkecil dalam hal memanfaatkan resolusi formal. Dari 66 perusahaan kesulitan keuangan yang menjadi subjek observasi yang dilakukan oleh Bank Dunia, hanya 2 (3.03%) perusahaan Indonesia yang melakukan reorganisasi formal. Sebagai bandingan, perusahaan di Korea (22.41%), Malaysia (7.09%), Philipina (5%), dan Thailand (22.6%) memiliki angka yang lebih tinggi. Sekali lagi, alasan utama yang mendasari pemilihan itu adalah sistem hukum yang tidak berjalan dengan baik, sehingga perusahaan ‘enggan’ memilih berurusan dengan pengadilan. Padahal, penegakan hukum akan sangat membantu kreditor untuk menyelesaikan masalah

20 Ibid.

(27)

kebangkrutan perusahaan. Dengan penyelesaian yang efisien, nilai perusahaan diharapkan tidak terdistorsi percuma. Untuk itu, pemerintah perlu terus memperbaiki sistem dan penegakan hukum di Indonesia.21

Likuidasi mungkin tampak seperti proses yang ideal bagi direksi perusahaan yang ingin menutup atau mengakhiri perusahaan. Prosedur likuidasi dapat mempengaruhi masa depan semua yang terlibat terutama jika perusahaan mengalami masalah selama dalam masa likuidasi. Jika dapat ditemukan prosedur yang salah selama masa likuidasi maka dapat memiliki efek negatif bagi masa depan untuk semua pihak yang terkait.22

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tesis yang mengangkat judul ”Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas Dalam Likuidasi.”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pada tulisan ini didapat 3 (tiga) permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan mengenai penyelesaian utang-piutang terhadap perseroan terbatas yang dilikuidasi ?

21 Ibid.

22 “Perusahaan – Company Profil – Setelah sebuah Perusahaan Likuidasi Sukarela”, http://www.

companyprofil.com/perusahaan-company-profil-setelah-sebuah-perusahaan-likuidasi-sukarela.html., diakses pada 14 Maret 2011.

(28)

2. Kapan Likuidator harus ditunjuk pada Perusahaan yang sedang Likuidasi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 3. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai Likuidator dalam penyelesaian

utang piutang pada Perusahaan Terbatas yang dilikuidasi ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis hukum penyelesaian utang piutang perseoan terbatas dalam likuidasi. Dari rumusan masalah yang disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian utang-piutang terhadap perseroan terbatas yang dilikuidasi.

2. Untuk mengetahui waktu penentuan Likuidator pada Perusahaan yang dilikuidasi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang sering dijumpai Likuidator pada penyelesaian utang piutang terhadap likuidasi perseroan terbatas.

(29)

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini memberikan manfaat kepada Perseroan Terbatas, Praktisi Hukum, akademisi, dan dapat memperkaya literatur di perpustakaan. Ada dua manfaat yang tersirat, yaitu manfaat :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan masukan bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

b. Memperkaya literatur di perpustakaan.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam melakukan likuidasi terhadap perusahaan.

b. Sebagai bahan masukan bagi Praktisi Hukum yang menjadi likuidator, dalam hal melakukan likuidasi suatu perusahaan agar sistem hukum dapat berjalan dengan baik.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang didapat melalui penelusuran kepustakaan pada http://repository.usu.ac.id., bahwa penelitian dengan judul : ”Analisis Hukum Penyelesaian Utang Piutang Perseroan Terbatas dalam Likuidasi” tidak pernah dilakukan. Namun, apabila digunakan kata kunci ”Utang piutang + likuidasi perusahaan” sebagai pencarian, maka hasil yang didapat antara lain :

(30)

1. Elvira Dewi Ginting, ”Analisis Hukum Mengenai Pengaturan Reorganisasi Perusahaan Dalam Kaitannya dengan Hukum Kepailitan”, (Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005). Tesis ini membahas mengenai manfaat reorganisasi perusahaan dan pengaturan reorganisasi perusahaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dibimbing oleh Bismar Nasution, Keizerina Devi, dan Sunarmi.

2. Manahan M. P. Sitompul, ”Penyelesaian Sengketa Utang Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi : Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009). Disertasi ini membahas mengenai kinerja lembaga mediasi, sebab-sebab kegagalan upaya penyelesaian sengketa utang-piutang perusahaan dengan perdamaian melalui Kepailitan dan PKPU, perbandingan pengaturan reorganisasi perusahaan di Amerika. Dibimbing oleh Mariam Darus Badrulzaman, Amiruddin Abdul Wahab, dan Bismar Nasution.

Penulisan penelitian ini memiliki rumusan masalah dan tujuan penelitian yang berbeda. Begitu juga dengan kajiannya berupa penyelesaian utang-piutang perseroan terbatas dalam hal perusahaan likuidasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pertanggungjawaban tersebut dapat berupa isi dan contoh kasus yang dipaparkan dalam tesis ini.

(31)

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori atau teori yang digunakan adalah untuk menjawab permasalahan yang disebutkan di atas, yaitu : mengenai pengaturan penyelesaian utang-piutang pada perseroan terbatas yang dilikuidasi; pelaksanaan penentuan likuidator;

hambatan-hambatan yang ditemukan oleh likuidator. Perkembangan ilmu selalu dipengaruhi oleh penemuan baru dalam hal metodologi, kontinuitas penelitian dan kesinambungan eksistensi ilmu itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu teori yang menjelaskan hubungan di antara data dan fakta walaupun tidak begitu sempurna tetapi memberi pedoman tentang cara penelitian, tujuan penelitian serta pengumpulan data.23

Teori akan berfungsi untuk memberikan petunjuk atas gejala-gejala yang timbul dalam penelitian. Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

24

23 Manahan M. P. Sitompul, “Penyelesaian Sengketa Utang-Piutang Perusahaan Dengan Perdamaian Di Dalam Atau Di Luar Proses Kepailitan (Studi Mengenai Lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)”, (Disertasi : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 42.

Teori sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup faktor yang sangat luas. Kadang-kadang dikatakan orang, bahwa teori itu sebenarnya merupakan ”an elaborate hypothesis”, suatu hukum akan terbentuk apabila suatu teori telah diuji dan diterima oleh ilmuwan,

24 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 27., sebagaimana dikutip Ibid.

(32)

sebagai suatu keadaan yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.25 Seperti yang dikemukakan oleh James E. Mauch, Jack W. Birch, sebagai berikut : 26

”Theory explains the relations among facts, though not completely. In turn, they guide research procedures, objectives and data collection. In (this) general sense, every thesis or disertation proposal should be based on theory”.

Kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori yang dapat memberikan pedoman dan arahan untuk tercapainya tujuan penelitian ini yang berasal dari pendapat para ilmuwan dan selanjutnya disusun beberapa konsep yang bersumber dari berbagai peraturan dan perundang-undangan yang menunjang tercapainya tujuan penelitian ini. Teori hukum dimaksud adalah teori kepastian hukum dan teori manfaat hukum.

Kepastian hukum (rule of law) secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian kepastian hukum menjadi sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk konstelasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Menurut David M. Trubek, rule of law merupakan :27

25 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press., 1996), hal. 126-127.

26 James E. Maruch, Jack W. Birch, Guide To The Succesful Thesis and Disertation, Books in Library and Information Science, (New York: Marcel Dekker Inc., 1993), hal. 102., sebagaimana dikutip Ibid.

27 Bismar Nasution, “Modul Perkuliahan : Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi”, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 7.

(33)

”Hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi di seluruh dunia yang berdasarkan pada teori apa yang dibutuhkan untuk pembangunan dan bagaimana peranan hukum dalam perubahan ekonomi.”

Selanjutnya Adam Smith, sebagai bapak perekonomian modern telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice) mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (”the end of justice is to secure from injury”).28

Salah satu unsur rule of law yang dapat mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi adalah kepastian hukum yaitu kepastian berusaha. Lamanya prosedur dalam berusaha mengakibatkan sulitnya pertumbuhan ekonomi. Banyak aturan yang tumpang tindih mengakibatkan prosedur yang lama, berbelit-belit dan ekonomi biaya tinggi. Data yang terkait dengan korupsi, belum berjalan, e-governement dan transparansi. Aspek certainty dan predicttbiliy belum dilaksanakan secara

Setiap perusahaan yang akan dilikuidasi sudah pasti ingin menghindari kerugian yang akan dialaminya di kemudian hari. Jadi, dengan begitu akan tercapai keadilan bagi pengurus, pengawas, maupun pemegang saham perusahaan.

Penyelesaian utang piutang juga tidak luput dari teori hukum ini, bahwa utang yang harus dibayar tercapai kesepakatan yang bersifat win-win solution. Piutang yang ditagih juga harus berkeadilan bagi debitor dan kreditornya. Tata cara penagihan piutang dan pembayaran utang tersebut dilakukan agar terhindar dari kerugian (potential losses).

28 Ibid, hal. 7.

(34)

menyeluruh. Kepastian berusaha serta aturan-aturan yang akan ditetapkan harus melalui proses keterbukaan dan terutama tidak berlaku surut tanpa alasan yang jelas serta tidak diubah dari waktu ke waktu (predictable), sehingga pengusaha dapat menyesuaikan kegiatan usahanya berdasarkan aturan dan kebijakan yang sudah ada.29

Dengan terselesaikannya utang piutang dari perseroan terbatas yang dilikuidasi, selanjutnya akan tercipta kemanfaatan hukum bagi pihak yang terkait di dalamnya.

Adapun teori manfaat hukum disebut juga dengan teori utilitarian yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham (”greatest amount of happiness for the greatest number of people”). Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan.30

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan dari berbagai kegiatan manusia, dimana hukum itu harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi berbagai pelanggaran terhadap hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan. Penegakan hukum atau yang dikenal dengan law enforcement merupakan suatu keharusan untuk mewujudkan

Dalam hal penyelesaian utang piutang perseroan terbatas yang dilikuidasi haruslah memperoleh hasil yang baik. Maksudnya adalah menekan pihak-pihak yang menderita kerugian, demi kelancaran proses likuidasi dan orang-orang yang terkait di dalamnya.

29 Ibid.

30 Bryan Magee, The Story Of Philosophy : Kisah Tentang Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hal. 182.

(35)

suatu perlindungan dan kepastian hukum. Melalui penegakan hukum itu menjadi suatu kenyataan yang hidup di dalam masyarakat.31

Terkait dengan penyelesaian utang piutang perseroan terbatas dalam likuidasi adalah untuk menegakkan hukum yaitu ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a, bahwa setiap terjadi pembubaran Perseroan harus diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator. Walaupun sudah ditentukan hal tersebut oleh ketentuan perundang-undangan namun perseroan terbatas yang ada tetap melakukan penunjukan Pelaksana Tugas Direksi. Hal ini terjadi karena tidak adanya bagian hukum, atau orang yang mengerti hukum yang bekerja di perusahaan tersebut. Jadi, karena kebiasaan memberikan tugas kepada karyawan dengan cara membuat surat kuasa maka sering disalahgunakan oleh Pelaksana Tugas Direktur tersebut.

Di dalam menegakkan hukum ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, di antaranya :32

31 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogjakarta: Liberty, 1995), hal. 14., sebagaimana dikutip Budi Satrio, “Penegakan Hukum Pidana di Bidang Pasar Modal”, (Tesis:

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009).

kepastian hukum (rectssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigheit), dan keadilan (gerechtigheit). Kepastian hukum merupakan suatu perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, dimana dengan kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya juga masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah diciptakan untuk mengatur

32 Ibid.

(36)

manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat.

Jika kepastian hukum sudah tercapai maka kemanfaatan hukum, dan keadilan hukum juga akan tercapai. Kaitannya dengan penyelesaian utang piutang perseroan terbatas yang dilikuidasi adalah apabila ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a., sudah ditegakkan dari awal pembubaran perseroan maka akan tidak ada masalah kedepannya seperti penyalahgunaan wewenang Pelaksana Tugas Direksi dan penggelapan aset perusahaan. Hal ini akan meminimalisir kerugian yang diderita oleh Perseroan. Oleh karena perseroan tidak menegakkannya maka akibat hukum yang dialami adalah adanya hambatan-hambatan likuidator pada saat melikuidasi perseroan terbatas.

Pada akhirnya keadilan juga sangat berperan penting di dalam pelaksanaan dan penegakan hukum di masyarakat. Jangan ada keberpihakan hukum terhadap salah satu kepentingan selain kepentingan-kepentingan bersama yang hidup di dalam masyarakat. Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardjo penegakan hukum adalah ”suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang

(37)

yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan.”33 Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolok ukur dari efektivitas penegakaan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain34

1. ”Hukum (undang-undang);

:

2. Penegakan Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

3. Semua atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup”.

Setelah mengetahui pengaturan dan pelaksanaan penyelesaian utang piutang pada perseroan terbatas yang dilikuidasi selanjutnya apa yang tertulis (das sollen)35

33 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1988), hal. 24, sebagaimana dikutip Budi Satrio, Op.cit.

34 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983), hal. 5.

35 Das Sollen adalah sesuatu yang mengharuskan kita untuk berfikir dan bersikap. Contoh : norma, kaidah, dan sebagainya. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.

(38)

akan dipelajari untuk dilakukan pendekatan dengan contoh kasus yang dibahas pada penelitian ini (das sein).36

2. Kerangka Konsep

Selanjutnya, untuk menghindari kesalahan dalam memaknai konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan diberikan definisi operasional dari konsep-konsep yang digunakan, yaitu :

1. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.37

2. Utang adalah kewajiban-kewajiban yang dibuat oleh perusahaan atau perseroan terbatas dalam hal perdagangannya ataupun perikatan kontrak yang dilakukan.

3. Piutang adalah hak-hak dari perseroan terbatas yang dibuat oleh perusahaan karena adanya wanprestasi atau melanggar ketentuan dari kontrak kerja yang sudah diperbuat.

4. Kreditor adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau

36 Das Sein adalah sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.

37 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(39)

layanan jasa yang diberikan (biasanya dalam bentuk kontrak atau perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang. Secara singkat dapat dikatakan pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lainnya. Dalam Black’s Law Dictionary, kreditor (inggris: creditor) adalah ”One to whom a debt is owed;

one who gives credit for money or goods,- Also termeed debtee". Pada kasus likuidasi, kreditor adalah ”A person or entity with a definite claim against another, especially a claim that is capable of adjustment and liquidation”.

Pada kasus kepailitan, kreditor adalah ”A person or entity having a claim against the debtor predating the orther for relief concerning the debtor”.38 5. Debitor adalah pihak yang berutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima

sesuatu dari kreditor yang dijanjikan debitor untuk dibayar kembali pada masa yang akan datang. Pemberian pinjaman kadang memerlukan juga jaminan atau agunan dari pihak debitor. Jika seorang debitor gagal membayar pada tenggat waktu yang dijanjikan, suatu proses koleksi formal dapat dilakukan yang kadang mengizinkan penyitaan harta milik debitor untuk memaksa pembayaran. Dalam Black’s law Dictionary, debitor (inggris: debtor) adalah

”One who owes an obligation to an obligation to another, especially an obligation to pay money”. Pada kasus kepailitan, debitor adalah ” A person

38 Henry Campbell Black, Richard A. Garner (Editor), Black’s law Dictionary, Edisi kedelapan, (Minnesota: West Group,2004), hal. 1114.

(40)

who files a voluntary petition or against whom an involuntary petition is filed – also termed bankrupt”.39

6. Aktiva adalah sarana atau sumber daya ekonomik yang dimiliki oleh suatu kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya atau nilai wajarnya harus diukur secara objektif.40

7. Passiva adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan pada masa yang akan datang, pengorbanan untuk masa yang akan datang ini terjadi akibat kegiatan usaha kewajiban ini dibedakan menjadi utang lancar dan utang jangka panjang.41

8. Likuidasi adalah pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham. Likuidasi dilakukan dalam rangka pembubaran badan hukum.42

9. Likuidator adalah orang atau badan yang berwenang untuk menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan pembubaran perusahaan. Likuidator dapat ditunjuk oleh pengadilan atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).43

39 Ibid, hal. 1219.

40 Jopie Jusuf, Analisis Kredit Untuk Account Officer, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995), hal. 6-7.

41 Ralona M., Kamus Istilah Ekonomi Populer,(Jakarta:Niaga Swadaya,2006),hal.221.

42 Likuidasi, menurut Black’s Law Dictionary 8th Edition, yaitu : “with respect with winding up of affairs of corporation, is process of reducing assets to cash, discharging liabilities and dividing surplus or loss. Occurs when a corporation distributes its net assets to its shareholders and ceases its legal existence”.

43 Pasal 152 ayat (1), Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(41)

10. Perusahaan Dalam Likuidasi adalah setelah suatu perusahaan dinyatakan dalam dalam likuidasi oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau oleh pihak-pihak lain maka selanjutnya perusahaan tersebut ditulis kata ”Dalam Likuidasi” di belakang nama perusahaan tersebut.44

Kerangka konsep digunakan untuk mengabstraksikan gejala atau fenomena yang akan diteliti. Penyelesaian utang-piutang misalnya, adalah suatu konsep yang dipakai untuk menggambarkan cidera janji atau ”wanprestasi”. Dengan kata lain, konsep merupakan generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Atau dapat pula dikatakan bahwa konsep adalah suatu kata atau lambang yang menggambarkan kesamaan-kesamaan dalam berbagai gejala walaupun berbeda.45

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian dilakukan untuk mencari kegunaan atau mencari jawaban dari keingintahuan.

Pengetahuan dan teknologi diperoleh saat ini dipastikan melalui kegiatan penelitian termasuk ilmu-ilmu sosial yang di dalamnya termasuk ilmu hukum.46

Penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui sebagai syarat dalam penelitian. Metode dilaksanakan pada setiap kegiatan penelitian didasarkan

44 Pasal 143 ayat (2), Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

45 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hal. 27.

46 Muhamad Muhdar, “Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum : Sub Pokok Bahasan Penulisan Hukum”, (Balikpapan: Universitas Balikpapan, 2010), hal. 2.

Referensi

Dokumen terkait

Kharisma Gamaba Jaya yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kebersihan berusaha untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik karena diharapkan hal tersebut akan

Sejarah arsitektur cina boleh jadi mengikuti asalnya pada ribuan tahun yang lalu, lebih dari berabad-abad yang silam, melalui waktu yang panjang dan juga banyak proyek-proyek

Kabupaten Kebumen adalah penyedia barang/jasa yang telah ditetapkan oleh pejabat pengadaan melalui proses pengadaan langsung berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

Motif ragam hias yang digunakan pada bangunan Keraton Surakarta yaitu kaligrafi, motif tumbuhan / sulur (pola lengkung-lengkung tanaman, batang, daun dan buah) dan geometri

Dapat dikatakan bahwa multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, audio dan video dengan alat bantu

DER dapat menunjukkan tingkat risiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi risikonya karena pendanaan dari unsure hutang lebih

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi sejarah dengan menggunakan media pengembangan komik pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN Sawojajar 3

Sebagai seorang pengajar, para volunteer ini seperti sudah paham betul situasi pendidikan di Desa ini, karakteristik anak-anaknya, cara mereka harus memberikan