• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) DENGAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) DENGAN ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SKRIPSI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN

SKRIPSI

YONAS AFRIANTO TARIGAN 140302068

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN

SKRIPSI

YONAS AFRIANTO TARIGAN 140302068

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat Untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Serdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)
(4)

YONAS ARIANTO TARIGAN.

Analisis Tingkat Pemanfaatan Ikan Layang (Decapterus spp) dengan Alat Tangkap Purse Seine Di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. Dibimbing oleh AMANATUL FADHILAH

Permintaan pasar terhadap Ikan Layang cukup besar dan semakin meningkat sehingga berperan dalam meningkatkan sumber pendapatan bagi nelayan. Hal tersebut akan merangsang nelayan untuk meningkatkan upaya penangkapannya. Usaha penangkapan yang tidak optimal dikhawatirkan akan mempengaruhi kelestarian sumber daya Ikan Layang. Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2018, yang bertujuan untuk mengkaji nilai CPUE dan status pendugaan potensi serta tingkat pemanfaatan ikan Layang (Decapterus spp). Data primer adalah berupa kuisioner terhadap nelayan dan mengetahui tentang kondisi umum PPS Belawan, sedangkan data sekunder adalah Daerah penangkapan, data hasil tangkapan dan upaya tangkap ikan Layang 5 tahun terakhir. pengolahan data dengan analisis tangkapan berupa CPUE, MSY, TPF, TPC dan TAC. Potensi lestari ikan Layang (Decapterus spp) yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan tergolong dalam keadaan Overfishing.

Karena nilai upaya penangkapannya melebihi nilai effort optimum sehingga pemanfaatan sumberdaya Ikan Layang mengalami penurunan secara berkelanjutan Perhitungan hasil dari Total Allowble Catch yaitu sebesar 14.265.955,3 Kg. Potensi ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap (Total Allowable Catch/TAC) sebesar 80% dari potensi lestari (MSY), apabila pemanfaatan potensi sumber daya ikan lebih dari 80% maka menunjukkan indikasi terjadinya overfishing. Kegiatan produksi perikanan tangkap laut berdasarkan data PPS Belawan tahun 2013-2017 menunjukkan di tahun 2013 terjadi tangkapan melebihi TAC, namun di tahun 2014-2017 terjadi tangkapan di bawah nilai TAC . Sehingga Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya ikan Layang pada tahun 2013- 2017 nilai tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebesar 135,98%, sehingga dapat di golongkan kedalam Overfishing.

Kata kunci : Ikan Layang, Purse Seine, Kondisi Umum, CPUE, MSY, TPF, TPC dan TAC

(5)

YONAS ARIANTO TARIGAN.

Analysis of the level of utilization of kite fish (Decapterus spp) with Purse Seine fishing gear at the Belawan Ocean Fishery Port. Under academic supervised by AMANATUL FADHILAH

Market demand for Fly Fish is quite large and is increasing so that it plays a role in increasing the source of income for fishermen. This will stimulate fishermen to increase their fishing efforts. The fishing business that is not optimal is feared to affect the sustainability of the Layang Fish resources. This research was conducted from November to December 2018, which aims to assess the value of CPUE and the status of potential estimates and the level of utilization of Layang fish (Decapterus spp). Primary data are in the form of questionnaires to fishermen and know about the general conditions of Belawan PPS, while secondary data are fishing areas, catch data and fly fishing efforts in the last 5 years. processing data with capture analysis in the form of CPUE, MSY, TPF, TPC and TAC. The sustainable potential of Layang fish (Decapterus spp) found in the Belawan Ocean Fisheries Port (PPS) is classified as overfishing. Because the value of the fishing effort exceeds the optimum effort value so that the utilization of Fly Fish resources decreases continuously. Calculation of the results of Total Allowble Catch is equal to 14,265,955.3 Kg. The potential of fish that is allowed to be caught (Total Allowable Catch / TAC) is 80% of sustainable potential (MSY), if the utilization of the potential of fish resources is more than 80% it indicates an indication of overfishing.

Marine capture fisheries production activities based on data from the Belawan PPS in 2013-2017 show that in 2013 catches exceeded the TAC, but in 2014-2017 there were catches below the TAC value. So that the highest utilization rate of kite fish resource potential in 2013-2017 was in 2013 at 135.98%, so it can be classified into Overfishing.

Keywords : Flying Fish, Purse Seine, General Conditions, CPUE, MSY, TPF, TPC and TAC

(6)

Penulis bernama lengkap Yonas Afrianto Tarigan dilahirkan di Namo Puli pada tanggal 26 April 1996 dari pasangan : ayah Ngatur Tarigan dan ibu Helty Kemit. Penulis merupakan anak Pertama dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) RK Namo Puli pada tahun 2002 - 2008, Sekolah Menengah Pertama SMP RK Deli Murni Delitua pada tahun 2008 - 2011 dan Sekolah Menengah Atas (SMA RK Deli Murni Delitua pada tahun 2011 - 2014. Penulis diterima di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi diantaranya sebagai Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Sumatera Utara (IMASPERA) pada periode 2017 - 2018, Badan Pengurus Harian UKM St. Albertus Magnus USU pada periode 2015-2016, Badan Pengurus Harian (BPH) Ikatan Mahasiswa Katolik FP USU (IMK FP USU) pada periode 2016-2017, Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) FP USU dan Anggota Ikatan Mahasiwa Karo (IMKA) FP USU. Penulis juga pernah menjadi asisten laboratorium dalam Praktikum Mikrobiologi (T.A 2015/2017) dan asisten laboratorium dalam Praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan (T.A 2017/2018). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BBI Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Tapanuli Tengah pada tahun 2017.

Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

(7)

oleh Amanatul Fadhilah, S.Pi, M.Si

(8)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian dengan judul“Analisis Tingkat Pemanfaatan Ikan Layang (Decapterus spp) dengan Alat Tangkap Purse Seine Di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan”. Hasil Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ngatur Tarigan dan ibu Helty Kemit yang telah member dukungan doa, moril dan material kepada penulis.

2. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

3. Amanatul Fadhillah, S.Pi, M.Si., selaku komisi pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Yoes Soemaryono, MH., M.Sc selaku komisi penguji I, Ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku komisi penguji II

5. Bapak dan Ibu staff pengajar di Program Studi manajemen Sumberdaya Perairan.

6. Saudara/I penulis, Yanto Gregorius Tarigan, Putra Cosmos Tarigan dan Putri D.

Tarigan yang telah memberikan dukungan doa serta semangat kepada penulis.

7. Teman-teman yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk membantu penelitian penulis, Siska Sitohang S.Pi, Bernas Siregar S.Pi, Edward Pranata Barus, Alfi Lukmana, Arif Rahman Hakim, dan Krisna Zai.

8. Teman-teman seperjuangan MSP stambuk 2014 yang telah membantu penulis selama

(9)

membutuhkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kelautan dan perikanan.

Medan, Januari 2018

Penulis

(10)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Pemikiran ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Layang (Decapterus spp) ... 7

Distribusi Ikan Layang (Decapterus spp) ... 10

Purse Seine ... 11

CPUE (Catch Per Unit Effort) ... 13

MSY (Maximum Sustainable Yield) ... 14

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Alat dan Bahan Penelitian ... 18

Prosedur Penelitian ... 19

Pengumpulan Data ... 19

Analisis Data ... 20

a. Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan CPUE... 20

b. Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt) .... 21

c. Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan ... 23

d. Total Alowble Catch (TAC) ... 24

(11)

Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan ... 26

Daerah Penangkapan ... 27

Jumlah Kapal Purse seine ... 28

Produksi Ikan Layang (Hasil Tangkapan) ... 28

Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang ... 29

Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt) ... 30

Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan ... 34

Total Alowble Catch (TAC) ... 34

Pembahasan Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan ... 35

Hasil Tangkapan ... 36

Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang ... 37

Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt) ... 38

Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan ... 40

Total Alowble Catch (TAC) ... 41

Rekomendasi Pengelolaan Ikan Layang (Decapterus spp) ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA

(12)

No. Teks Halaman

1. . Kerangka Pemikiran ... 5

2. Ikan Layang (Decapterus spp) ... 7

3. Pola pergerakan arus musim barat... 11

4. Pola pergerkan arus musim timur ... 11

5. Alat Tangkap Purse seine ... 13

6. Peta Lokasi Penelitian ... 18

7. Daerah Penangkapan Ikan Layang ... 28

8. Grafik Produksi Ikan Layang dengan alat tangkap Purse seine ... 29

9. Grafik Effort Purse seine sumberdaya Ikan Layang ... 30

10. Regresi linier antara Effort dengan CPUE Ikan Layang... . 31

11. Regresi Linier antara Effort dengan CPUE Ikan Layang... . 32

12. Maximum Sustainable Yield dan Effort optimum Ikan Layang... . 33

13. Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan Ikan Layang... . 34

(13)

No. Teks Halaman

1. Jumlah kapal pada tahun 2013 - 2017 ... 28

2. Pendugaan potensi lestari dengan metode surplus produksi ... 32

3. Kondisi Ikan Layang tahun 2013 - 2017 ... 33

4. Total Allowable Catch Ikan Layang (Decapterus spp)... 34

(14)

No. Teks Halaman

1. Kuisioner Survei Keadaan Nelayan Purse seine di PPs Belawan ... 50

2. Data Kapal, Jumlah Kapal, Produksi dan Effort tahun 2013 – 2017 ... 52

3. Data Fishing Ground Kapal Purse seine di PPS Belawan 2013-2017 ... 52

4. Tabel Perhitungan MSY Ikan Layang tahun 2013 – 2017 ... 53

5. Alat Penelitian ... 54

6. Bahan Penelitian ... 55

7. Peralatan Operasi Penangkapan Ikan Layang (Decapterus spp) ... 56

8. Kondisi Kegiatan di PPS Belawan ... 57

9. Wawancara Bersama Nelayan ... 59

10. Data Kuisioner Nelayan ... 60

11. Grafik Pendapatan Rata-rata Nelayan ... 61

12. Grafik Tingkat Pendidikan Nelayan di PPS Belawan ... 61

13. Tabel Data Rating Taggapan Nelayan ... 62

(15)

Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPS) merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Sumatera Utara. PPS Belawan mempunyai peran penting dalam kegiatan perikanan tangkap dan pemasarannya. PPS Belawan terletak pada posisi yang cukup strategis, yakni terletak diantara Perairan Pantai Timur Sumatera (Selat Malaka), Perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) dan Laut Cina Selatan, serta merupakan pintu masuk bagi kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia (Siahaan et al., 2016).

Purse seine atau pukat cincin merupakan alat tangkap yang efektif untuk

menangkap ikan pelagis yang memiliki tingkah laku hidup berkelompok dalam ukuran besar, baik di daerah perairan pantai maupun lepas pantai. Pukat cincin adalah alat tangkap berbentuk empat persegi panjang, yang keseluruhan bagian utamanya terbuat dari bahan jaring, di mana terbentuknya kantong terjadi pada saat dioperasikan. Pengoperasian alat tangkap ini dengan cara melingkarkan gerombolan ikan dengan jaring dan setelah ikan terkurung jaring kemudian ditarik. Dalam operasinya posisi pelampung dan tali ris atas berada di permukaan, sementara pemberat, cincin menggantung di bagian bawah jaring, dan berada di dalam laut. Melalui cincin-cincin ini terpasang tali kolor (purse line) yang bila ditarik menjadikan bagian bawah jaring menutup, sehingga bentuk jaring secara keseluruhan menyerupai mangkuk besar. Rancang bangun dan konstruksi dari pukat cincin secara teknis mempengaruhi kecepatan tenggelam badan jaring,

(16)

kecepatan melingkarkan jaring serta kecepatan penarikan tali kolor (Ismy et al., 2014).

Populasi ikan bersifat dinamis baik dalam jumlah biomassa maupun jumlah individunya sebagai reaksi terhadap tekanan penangkapan maupun terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu, kegiatan pengkajian stok ikan (fish stock assessment) pada dasarnya ditujukan untuk mengetahui dinamika populasi ikan sebagai respon terhadap kegiatan penangkapan dan terhadap faktor- faktor lingkungan. Selanjutnya hasil pengkajian tersebut dapat digunakan sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan dan pengelolaan perikanan misalnya terhadap penambahan armada penangkapan, penentuan besarnya kuota hasil tangkapan (catch quota), peningkatan produksi, peningkatan pendapat nelayan dan/atau devisa negara (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1997).

Pendugaan potensi ikan dimaksudkan untuk menghasilkan informasi tentang kelimpahan stok ikan di suatu perairan, rekomendasi jumlah upaya penangkapan optimum, dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan. Ikan Layang (Decapterus spp) merupakan sumberdaya ikan pelagis kecil yang berperan besar dalam sektor perekonomian nelayan di PPS Belawan karena memiliki potensi dan nilai ekonomis tinggi (Latukonsina, 2010).

Penerapan aturan kegiatan penangkapan ikan layang di PPS Belawan yang belum dilaksanakan secara maksimal, disebabkan oleh informasi mengenai tingkat pemanfaatan ikan layang belum tersedia. Apabila kondisi ini tidak mendapat perhatian dan pengelolaan secara bijak, maka dapat memicu eksploitasi

penangkapan yang melebihi potensi maksimum lestari ikan layang

(17)

Pemanfaatan sumberdaya perikanan di PPS Belawan sebagian besar dilakukan oleh nelayan. Alat tangkap pukat cincin adalah alat tangkap yang paling dominan di PPS Belawan dengan jumlah nelayan terbesar di PPS Belawan. Dari tahun (2007-2012) alat tangkap Purse seine merupakan alat tangkap yang paling dominan digunakan nelayan Belawan. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dengan menggunakan alat tangkap Purse seine selama periode 2007-2012 mengalami fluktuasi. Hasil tangkapan yang paling dominan pada tahun 2007 yaitu ikan layang sebesar 3.724 ton (Ismy et al., 2014).

Berdasarkan data hasil penangkapan ikan pelagis pada tahun 2016 di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, Ikan Layang merupakan tangkapan yang paling banyak ditangkap sebesar 63,16%. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sumberdaya ikan layang dan penerapan pemakaian alat tangkap pukat cincin yang tepat, khususnya di PPS Belawan agar sumberdaya ikan layang tersebut tetap lestari.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Nilai Catch Per Unit Effort (CPUE) Ikan Layang (Decapterus spp) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan?

2. Bagaimana status tingkat pemanfaatan dan pengupayaan ikan Layang (Decapterus spp) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan?

(18)

Kerangka Pemikiran

Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Sumatera Utara yang dapat menampung ratusan kapal penangkapan ikan. Dari sekian banyaknya nelayan, beragam jenis alat penangkapan ikan juga mewarnai aktivitas nelayan. Diantaranya Pancing, Bouke Ami, Purse Seine, Gill net dan Cash Net. Alat Penangkapan Ikan yang paling mendominan adalah Purse Seine dengan hasil tangkapan ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan Pelagis kecil yang tertangkap seperti ikan kembung, selar kuning, layang, dan tembang.

Ikan layang merupakan ikan pelagis kecil yang cukup populer di kalangan masyarakat yang memiliki pasar yang luas dalam domestik maupun internasional.

Berdasarkan data hasil penangkapan ikan di PPS Belawan pada tahun 2016, ikan layang mendominasi tangkapan sebesar 63,16% sehingga diperlukan Pendugaan Potensi dan Tingkat Pemanfaatan yang menunjukkan apakah penangkapan ikan layang berada pada status Overfishing atau Underfishing. Dari hasil tangkapan ikan layang yang telah diperoleh, dapat diolah dengan menggunakan data Primer dan Sekunder untuk mengetahui apakah penagkapan ikan layang di PPS Belawan berstatus Overfishing atau Underfishing. Data Primer yaitu berupa Kondisi umum PPS Belawan, usaha perikanan Purse Seine yang berpangkalan di PPS Belawan.

Sedangkan Data Sekundernya berupa daerah penangkapan, jumlah kapal Purse seine, hasil tangkapan Ikan Layang (Decapterus spp), upaya penangkapan (effort) Ikan Layang (Decapterus spp). Kemudian dilakukan analisis penangkapan berupa CPUE, MSY, TPF, TPC dan TAC. Dari hasil analisis tangkapan yang diperoleh,

(19)

dapat dijadikan suatu rekomendasi pengelolahan yang nantinya dapat dipergunakan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Patin di Indonesia masih kurang, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan Patin.Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Alat Penangkapan Ikan

Purse seine

Ikan Layang

Rekomendasi Data Primer

• Kondisi Umum PPS Belawan

• Usaha Perikanan Purse Seine yang Berpangkalan di PPS Belawan

Data Sekuner

• Daerah Penangkapan

• Jumlah Kapal Purse seine

• Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus spp)

• Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang (Decapterus spp)

Analisis Hasil Tangkapan

 CPUE

 MSY

 TPF

 TPC

 TAC

(20)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Nilai CPUE ikan Layang (Decapterus spp) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan

2. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan dan pengupayaan Ikan Layang (Decapterus spp) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai rekomendasi pengelolahan penangkapan Ikan Layang (Decapterus spp) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) belawan serta memberikan informasi bagi yang membutuhkan.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Layang (Decapterus spp)

Ikan Layang (Decapterus spp) adalah salah satu diantara beberapa jenis ikan yang tertangkap di PPS Belawan. Ikan Layang merupakan ikan pelagis yang tertangkap dengan alat tangkap pukat cincin (Purse seine), dan termasuk hasil tangkapan dominan diantara keseluruhan hasil tangkapan pukat cincin. Ikan Layang merupakan ikan ekonomis yang diminati oleh masyarakat dan harganya yang terjangkau. Permintaan pasar terhadap Ikan Layang cukup besar dan semakin meningkat sehingga berperan dalam meningkatkan sumber pendapatan bagi nelayan. Hal tersebut akan merangsang nelayan untuk meningkatkan upaya penangkapannya. Usaha penangkapan yang tidak optimal dikhawatirkan akan mempengaruhi kelestarian sumberdaya Ikan Layang. Sehingga perlu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pemanfaatan yang telah dilakukan

sampai dengan saat ini terhadap sumber daya ikan yang tertangkap (Liestiana et al., 2015).

Gambar 2.Ikan Layang (Decapterus spp)

(22)

Pada saat ini penangkapan Ikan Layang dengan alat tangkap Purse seine cenderung mengabaikan kaidah-kaidah kelestarian sumberdaya ikan yang menjamin kelangsungan usaha perikanan, sehingga terdapat kecenderungan

penangkapan ikan berukuran kecil dan muda terus dilakukan (Atmaja dan Haluan, 2003).

Menurut klasifikasi Bleker dalam Saanin (1968) sistematika Ikan Layang adalah sebagai berikut :

Phyllum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Sub divisi : Carangi Familia : Carangidae Genus : Decapterus Spesies : Decapterus spp

Ikan Layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis, tidak menetap dan suka bergerombol. Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan Layang banyak tertangkap diperairan yang berjarak 20 – 30 mil dari pantai. Sedikit informasi yang diketahui tentang migrasi ikan, tetapi ada

kecenderungan bahwa pada siang hari gerombolan ikan bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari kelapisan atas perairan. Dilaporkan

bahwa ikan ini banyak dijumpai pada kedalaman 45–100 meter (Hardenberg dalam Sunarjo ,1990).

(23)

Menurut Shaw dalam Gunarso (1985) pengelompokan atau schoal merupakan gejala biososial yang elemen–elemen penyebabnya merupakan suatu pendekatan yang bersifat timbal balik. Bagi ikan, hidup bergerombol dapat memberikan kesempatan yang lebih besar untuk menyelamatkan diri dari predator dan bagi beberapa jenis ikan bergerombol dapat memberikan stress yang lebih kecil daripada yang hidup sendiri.

Secara biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau pemakan plankton kasar yang terdiri dari organisme pelagis meskipun komposisinya berbeda masing-masing spesies copepoda, diatomae, larva ikan. Sumberdaya tersebut bersifat „multispecies‟ yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara biologis ataupun secara teknologis melalui persaingan (competition) dan atau antar hubungan pemangsaan (predator prey relationship). Secara ekologis sebagian besar populasi ikan pelagis kecil termasuk Ikan Layang menghuni habitat yang relatif sama, yaitu dipermukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas pantai, daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi dan sering tertangkap secara bersama (Royce,1972).

Ruaya Ikan Layang di perairan Indonesia mempunyai hubungan dengan pergerakan. Pada umumnya ruaya Ikan Layang berkaitan erat dengan pergerakan massa air laut walaupun secara tidak langsung. Dalam hal pola pergerakan arus sangat mempengaruhi ruaya Ikan Layang, karena Ikan Layang cenderung melakukan ruaya mengikuti massa air, sebaran salinitas yang tinggi, serta ketersediaan makanan. Ikan Layang sangat peka terhadap perubahan lingkungan.

Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan dan kesediaan

(24)

Ikan Layang adalah arus. Karena Ikan Layang biasanya melakukan ruaya mengikuti kadar garam dan ketersediaan makanan (Irham, 2009).

Distribusi Ikan Layang (Decapterus spp)

lkan Layang adalah jenis ikan yang hidup dalam air laut yang jernih dengan salinitas tinggi. Ikan ini berasal dari perairan bebas dan bersifat pelagis.

Ikan Layang bersifat "stenohalina" hidup di air Laut yang bersalinitas tertentu yaitu antara 32-33‰, sehingga dalam kehidupannya dipengaruhi oleh musim dan ikan ini selalu bermigarasi musiman. Ikan Layang muncul di permukaan karena di pengaruhi oleh migrasi harian dari organisme lain yang terdapat di suatu perairan.

Pada siang hari gerombolan-gerombolan ikan bergerak kelapisan atas.

Perpindahan tersebut disebabkan oleh adanya perpindahan masal dari plankton nabati yang diikuti oleh plankton hewani dan binatang-binatang yang lebih besar termasuk ikan (Genisa, 1998).

Menurut Priatna dan Natsir (2008), sistem angin musim sangat mempengaruhi kondisi musim perairan di Indonesia. Di Indonesia terdapat empat musim yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan, yaitu Musim Barat (Desember, Januari, Februari), Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), Musim Timur (Juni, Juli, Agustus), dan Musim Peralihan II (September, Oktober, November). Pada Musim Barat yang merupakan perata-rataan bulan Desember, Januari dan Februari pola angin diperlihatkan pada (Gambar 3). Sedangkan pada Musim Timur yang merupakan perata-rataan bulan Juni, Juli dan Agustus pola angin diperlihatkan pada (Gambar 4).

(25)

Gambar 3. Pola pergerakan arus Musim Barat (Wyrtki, 1961)

Gambar 4. Pola pergerakan arus Musim Timur (Wyrtki, 1961)

Purse Seine

Purse seine merupakan alat tangkap yang bersifat multi species, yaitu

menangkap lebih dari satu jenis ikan. Dalam banyak kasus sering ditemukan ukuran mesh size alat tangkap Purse seine yang sangat kecil, hal ini dapat berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang didapatkan. Hal yang mungkin saja akan dipengaruhi adalah ukuran ikan dan komposisi jenis hasil tangkapan antara

(26)

jumlah hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (Rambun et al., 2016).

Purse seine atau pukat cincin merupakan alat tangkap yang efektif untuk

menangkap ikan pelagis yang memiliki tingkah laku hidup berkelompok dalam ukuran besar, baik di daerah perairan pantai maupun lepas pantai. Pukat cincin adalah alat tangkap berbentuk empat persegi panjang, yang keseluruhan bagian utamanya terbuat dari bahan jaring, di mana terbentuknya kantong terjadi pada saat dioperasikan. Pengoperasian alat tangkap ini dengan cara melingkarkan gerombolan ikan dengan jaring dan setelah ikan terkurung jaring kemudian ditarik. Dalam operasinya posisi pelampung dan tali ris atas berada di permukaan, sementara pemberat, cincin menggantung di bagian bawah jaring, dan berada di dalam laut. Melalui cincin-cincin ini terpasang tali kolor (Purse line) yang bila ditarik menjadikan bagian bawah jaring menutup, sehingga bentuk jaring secara keseluruhan menyerupai mangkuk besar (Sainsbury diacu oleh Wijopriono dan Mahiswara, 1995).

Pukat cincin termasuk alat tangkap yang produktif khususnya untuk menangkap ikan-ikan pelagis baik yang terdapat di perairan pantai maupun lepas pantai. Penangkapan ikan dengan menggunakan pukat cincin merupakan salah satu metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan ikan pelagis. Alat tangkap ini dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikan-ikan kecil hingga ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Semakin kecil ukuran mata jaring semakin banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap karena tidak dapat meloloskan diri dari mata

(27)

Gambar 5. Alat Tangkap Purse seine (Dirjen KKP, 2015)

Aktivitas perikanan di daerah Belawan tergolong tinggi. Hasil tangkapan purse seine mendominasi jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan

Perikanan Samudera (PPS) Belawan. Secara umum, hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Belawan masih cukup baik dan layak dikonsumsi. Hal ini disebabkan operasi penangkapan kapal Purse seine umumnya cukup lama.

Berdasarkan data dari PPSB, alat tangkap Purse seine berjumlah sekitar 5.000 unit. Karena banyaknya alat tangkap ini digunakan oleh nelayan di PPS Belawan sehingga membutuhkan kajian lebih jauh lagi mengenai alat tangkap purse seine tersebut (Ismy et al., 2014).

CPUE (Catch per Unit Effort)

Catch per Unit Effort (CPUE) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan hasil jumlah produksi perikanan laut yang dirata-ratakan dalam tahunan. Produksi perikanan di suatu daerah mengalami kenaikan atau penurunan

(28)

produksi dapat diketahui dari hasil CPUE. Untuk menentukan CPUE dari Ikan Layang menggunakan rumus yaitu hasil tangkapan Ikan Layang (catch) dibagi dengan upaya penangkapan Ikan Layang (effort). CPUE adalah total hasil tangkapan per upaya tangkap (kg/trip). Metode ini digunakan untuk menduga besarnya populasi pada kondisi yang situasinya tidak praktis untuk mendapatkan jumlah yang pasti dari individu ikan dalam suatu area (Hamka dan Rais, 2016).

Hasil tangkapan per unit upaya atau Catch Per Unit Effort (CPUE) merupakan angka yang menggambarkan perbandingan antara hasil tangkapan per unit upaya atau usaha. Nilai ini biasa digunakan untuk melihat kemampuan sumberdaya apabila dieksploitasi terus-menerus. Nilai CPUE yang menurun dapat menandakan bahwa potensi sumberdaya sudah tidak mampu menghasilkan lebih banyak walaupun upaya ditingkatkan. Pendekatan model Schaefer menggunakan data hasil tangkapan tahunan dan usaha penangkapan dalam jangka lama dan berasumsi berada dalam kondisi seimbang dengan usaha penangkapan menunjukkan kurva parabola yang simetris (King, 1995).

CPUE adalah rata-rata hasil tangkapan per unit usaha. Dengan mengetahui nilai CPUE setiap tahun maka akan dapat dilihat gambaran kegiatan penangkapan ikan di suatu daerah penangkapan (Gemaputri, 2013).

MSY (Maximum Sustainable Yield)

Merupakan nilai maksimum penangkapan ikan di suatu perairan dalam kapasitas lestari maksimum atau sering disebut tangkapan maksimum ataupun populasi organisme tumbuh dan menggantikan diri sendiri, dalam pengertian

(29)

diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan tingkat reproduksi akan meningkat ketika pemanenan mengurangi kepadatan, sehingga akan menghasilkan surplus biomassa yang dapat dipanen. Jika tidak, maka pemanenan lestari tidak memungkinkan (Hertini dan Gusriani, 2013).

Dari aspek ekologi dan ekonomi Maximum Sustainable Yield (MSY) secara teoritis memiliki pengertian sebagai jumlah tangkapan ikan (predator) terbesar yang dapat diambil dari persediaan suatu jenis ikan (prey) dalam jangka waktu yang tak terbatas. Sedangkan konsep Maximum Sustainable Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan ukuran populasi ikan pada titik maksimum yaitu saat tingkat pertumbuhan ikan yang maksimum (tingkat tangkapan maksimum yang memberikan manfaat bersih ekonomi atau keuntungan bagi masyarakat), dengan memanen individu dan menambahkannya ke dalam populasi ini memungkinkan populasi tersebut tetap produktif (Rosalina et al., 2011).

Berdasarkan gagasan utama, konsep tangkapan lestari atau Maximum Sustainability Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan ukuran populasi

pada titik maksimum dimana tingkat pertumbuhan dengan pemanenan yang biasanya akan ditambahkan ke dalam populasi,dan memungkinkan populasitersebut menjadi produktif selamanya (Hertini dan Gusriani, 2013).

Konsep yang mendasari upaya pengelolaan adalah pemanfaatan sumberdaya yang didasarkan pada sistem dan kapasitas daya dukung (carrying capacity) alamiahnya. Besar kecilnya hasil tangkapan tergantung pada jumlah

stok alami yang tersedia di perairan dan kemampuan alamiah dari habitat untuk menghasilkan biomassa ikan. Oleh karena itu, upaya pengelolaan diawali dengan pengkajian stok agar potensi stok alaminya dapat diketahui. Analisis diawali

(30)

dengan pengkajian stok sumberdaya yang hendak dikelola. Pada saat yang sama juga dilakukan pemantauan terhadap upaya penangkapan, terutama untuk memantau apakah sudah terjadi eksploitasi yang berlebih, dengan melihat hasil tangkapan per upaya (CPUE) dan ukuran yang tertangkap (Hariyanto et al., 2008).

Over exploited mengakibatkan waktu melaut menjadi lebih panjang, lokasi

penangkapan lebih jauh, produktivitas (hasil tangkap per satuan upaya atau Catch Per Unit Effort (CPUE) menurun, dan biaya penangkapan yang menjadi besar

sehingga menyebabkan menurunnya keuntungan nelayan. Hal-hal di atas adalah indikasi terjadinya overfishing (Purwaningsih et al., 2012).

Perencanaan yang akurat dalam pengembangan sumberdaya perikanan tangkap sangat diperlukan agar sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara rasional dan berkelanjutan. Untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dibutuhkan data dan informasi tentang tingkat eksploitasi sumberdaya serta besaran upaya tangkap (Catch Per Unit Effort) yang telah dilakukan selama ini oleh nelayan dan pengusaha di bidang perikanan tangkap.

Hasil maksimum lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah salah satu acuan biologi yang digunakan untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan (Ali, 2005).

MSY bertujuan untuk melindungi stok pada tingkat yang aman agar tetap berada pada level yang seimbang sehingga tidak terjadi penurunan produksi pada berikutnya. MSY ini dapat berlangsung secara terus-menerus jika segala faktor lingkungan lainnya berjalan dengan baik. Konsep MSY bertujuan untuk menjaga stok pada level yang aman sebagai standar pemanfaatan sumberdaya. Konsep ini

(31)

tetap pada level yang tinggi sehingga tidak terjadi penurunan produksi walaupun lingkungan berada dalam kondisi tidak menguntungkan (King, 1995).

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember tahun 2018 di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan, Jl.

Gabion, Bagan Deli, Medan Kota Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Kuisioner,laptop, kamera digital, printer, alat tulis dan unit penangkapan Purse seine.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi kawasan Medan Belawan, data primer berupa kuisioner, data time series hasil

(33)

tangkapan, upaya penangkapan dan jumlah kapal Purse seine Ikan Layang (Decapterus spp) tahun 2013-2017, Ms. Excel, ArcView.

Prosedur Penelitian Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung ke nelayan dengan melakukan pengisian kuisioner. Sampel nelayan diambil dengan menggunakan accidental sampling. Menurut Saebani (2008), accidental sampling merupakan teknik sampling dengan nonrandom sampling. Dalam sampling ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel. Dalam accidental sampling, hanya individu atau grup yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang dijadikan sebagai sampel. Sampel yang diambil yaitu beberapa orang nelayan dari kapal Purse seine yang ada pada saat kegiatan penelitian. Dari beberapa sampel tersebut dianggap sudah cukup mewakili populasi karena informasi yang didapat dan beberapa data yang ditulis dan dicatat terdiri dari jumlah tangkapan ikan khususnya Ikan Layang (Decapterus spp). Banyaknya responden atau sampel yang diambil adalah 40 orang nelayan. Hal ini sesuai dengan peryataan Roscoe dalam Sugiono (2008), yang memberikan saran saran tentang ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampaidengan 500.

Data sekunder meliputi data dari buku statistik perikanan dan kelautan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Sumatera Utara yaitu data hasil tangkapan dan upaya tangkap Ikan Layang (Decapterus spp.) 5 tahun terakhir dari

(34)

hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan.Data sekunder diolah dengan menggunakan Microsoft Excel.

Analisis Data

Metode produksi surplus digunakan dalam perhitungan potensi maksimun lestari (MSY) dan upaya penangkapan optimum (fopt) dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan dengan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE).

a. Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan (Catch per Unit Effort)

Produktivitas suatu alat tangkap dapat diduga dengan melihat hubungan antara hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort) disebut dengan Catch Per Unit Effort (CPUE). Dalam penelitian ini data catch adalah data hasil tangkapan ikan layang dari alat tangkap purse seine dan upaya penangkapan (effort) berupa jumlah trip. Persamaan untuk mencari nilai CPUE adalah sebagai berikut (Gulland, 1983).

Keterangan :

CPUE = Catch per Unit Effort

Ct = Hasil tangkapan pada tahun ke-t (ton) ft = Upaya penangkapan pada tahun ke-t (trip)

(35)

Selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui pendekatan Model Schaefer dan Fox. Model ini merupakan model analisis regresi linier sederhana

dari CPUE terhadap jumlah effort. Untuk mengetahui potensi maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) dan Effort Optimum (fopt) terhadap sumberdaya ikan layang (Decapterus spp) yang didaratkan di PPS Belawan.

Analisa dilakukan menggunakan Microsoft Exel 2007. Secara umum tahapan pengolahan data metode Produksi Surplus, sebagai berikut:

1. Membuat tabulasi hasil tangkapan (catch = C) beserta upaya penangkapan (effort = f), kemudian dihitung nilai hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE = Catch Per Unit Effort).

2. Memplotkan nilai f terhadap nilai c/f dan menduga nilai intercept (a) dan slope (b) dengan regresi linier.

3. Menghitung pendugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) dan upaya optimum (effort optimum = fopt).

Besarnya parameter adan bsecara matematik dapat dicari dengan menggunakan persamaan regresi linier sederhana dengan rumus Y = a + bx.

Persamaan Produksi Surplus hanya berlaku bila parameter b bernilai (-), artinya penambahan upaya penangkapan akan menyebabkan penurunan CPUE (Sparre dan Venema, 1989).

b. Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (fopt)

Menurut Gulland (1983), data yang digunakan dalam metode Produksi Surplus berupa hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) dan kemudian dilakukan pengolahan data melalui pendekatan Model Schaefer dan

(36)

Model Fox. Model Schaefer dan Fox merupakan model analisis regresi dari CPUE terhadap jumlah effort.

Model Schaefer :

Hubungan antara C (hasil tangkapan) dan f (upaya penangkapan) adalah :

Nilai Upaya Optimum (fopt) adalah :

Nilai Potensi Maksimum Lestari (MSY) adalah :

Model Fox

Hubungan antara C (hasil tangkapan) dan f (upaya penangkapan) adalah :

Nilai Upaya Optimum (fopt) adalah :

Nilai Potensi Maksimum Lestari (MSY) adalah :

(37)

C = Jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (ton/trip) a = Intercept

b = Slope

f = Upaya penangkapan (trip) pada periode ke-i.

fopt= Upaya penangkapan optimal (trip)

MSY= Nilai potensi maksimum lestari (Kg/tahun)

c. Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan

Pendugaan tingkat pemanfaatan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan layang di yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Belawan. Pendugaan dilakukan dengan cara mempresentasikan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu dengan nilai potensi maksimum lestari (MSY) (Sparre dan Venema, 1989).

Persamaan dari tingkat pemanfaatan adalah :

Keterangan :

TPc = Tingkat pemanfaatan pada tahun ke-i (%) Ci = Hasil tangkapan ikan pada tahun ke-i (ton) MSY = Maximum Sustainable Yield (ton)

Pendugaan tingkat pengupayaan dilakukan untuk mengetahui tingkat upaya tangkap sumberdaya ikan layang yang didaratkan di PPS Belawan.

Pendugaan dilakukan dengan mempresentasekan effort standar pada tahun terterntu dengan nilai effort optimal (fopt).

(38)

Persamaan dari Tingkat Pengupayaan adalah :

Keterangan :

TPf = Tingkat Pengupayaan pada tahun ke-i (%)

fs = Upaya Penangkapan (Effort Standar) pada tahun ke-i (trip) fopt = Upaya Penangkapan Optimum (ton/thn)

d. Total Allowble Catch (TAC)

Jumlah tangkapan yang diperbolehkanatau Total Alowable Catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip pendekatan kehati-hatian. Total Allowable Catch (TAC) di gunakan sebagai landasan dalam menentukan seberapa

besar tangkapan yang diperbolehkan. Agar kegiatan perikanan dapat dilakukan secara berkelanjutan maka jumlah hasil tangkapan sebaiknya tidak melebihi nilai TAC (Puspita et al., 2017).

Menurut Budiasih dan Dewi (2015), Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilihat dari jumlah produksi ikan pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai TAC (Total Allowable Catch)atau jumlah tangkapan yang diperbolehkan. TAC (Total Allowable Catch) tersebut adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya (CMSY). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau TAC (Total Allowable Catch) menurut kelompok jenis sumberdaya alam hayati di

(39)

Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan menurut kelompok jenis di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

1. Jenis Sumber Pelagis, potensi 1.285.900 ton per tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 1.115.731 ton per tahun

2. Jenis Sumber Tuna, potensi 83.435 ton per tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 75.915 ton per tahun

3. Jenis Sumber Cakalang, potensi 93.760 ton per tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 88.884 ton per tahun

Keterangan :

TAC = Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (kg/thn) MSY = Maximum Sustainable Yield (kg)

TAC= 80% x MSY

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan telah dirintis sejak tahun 1975 melalui “Proyek Pembinaan Kenelayanan (PK) Gabion Belawan”

yang dilaksanakan oleh Departemen Perhubungan melalui ADPEL Belawan guna mengelola aktifitas perikanan di Gabion, Belawan. Namun dalam perkembangannya pelaksanaan kegiatan tersebut kurang berjalan lancar sehingga pada tanggal 16 Januari 1978 terjadi serah selar kuningma pengelolaan PK Gabion dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kepada Direktorat Jenderal Perikanan.

Atas dasar penyerahan tersebut, pada tanggal 22 Mei 1978 Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan diresmikan oleh Menselar kuning Pertanian melalui Surat Keputusan No. 310 tahun 1978, namun pada saat itu statusnya masih Pelabuhan Perikanan Nusantara. Kemudian pada tanggal 1 Mei 2001 melalui Keputusan Menselar kuning Kelautan dan Perikanan yang sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 26/I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, status pelabuhan yang semula nusantara berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPS Belawan). PPS Belawan merupakan salah satu kawasan percontohan Minapolitan Perikanan Tangkap tahun 2011. Sebagai zona inti kawasan Minapolitan Kota Medan, PPS Belawan memiliki letak strategis yang menjadi daya dukung dalam pengembangan kawasan Minapolitan.

(41)

dan WPP-RI 711 (Laut Natuna). Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) memiliki luas lahan sekitar 58,14 Ha yang terdiri atas 54,94 Ha lahan untuk peruntukan dan 3,2 Ha lahan kosong. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan di sebelah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka; sebelah selatan berbatasan dengan Kecamataan Medan Labuhan; sebelah barat dan timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) merupakan satu dari dua PPS yang terletak di wilayah Sumatera selain PPS Bungus yang ada di Kota Padang, PPS Belawan terletak di daerah Medan Belawan yang termasuk wilayah administrasi Kota Medan, Sumatera Utara. Kota Medan merupakan salah satu daerah penghasil perikanan tangkap laut terbesar di Provinsi Sumatera Utara.

Daerah Penangkapan

Daerah Penangkapan (Fishing Ground) Ikan Layang yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Berada di Pantai Timur Sumatera dan Selat Malaka berasal dari di WPP 571. Lebih Jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Daerah Penangkapan Ikan Layang (Sumber: Dirjen KKP, 2018)

(42)

Jumlah Kapal Purse Seine

Jumlah Kapal Purse seine dalam kurun waktu 5 tahun (2013 – 2017) yang berdomisili di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah kapal, alat tangkap Purse seine dan kisaran Gross Tonnage pada tahun 2013-2017 (Sumber: Data statistik PPS Belawan, 2013 - 2017) Tahun Jumlah Kapal (Unit) Alat Tangkap Purse

seine (Unit)

Kisaran Gross Tonnage (GT)

2013 314 314 5 – 171

2014 167 167 4 – 171

2015 211 211 5 – 171

2016 169 169 4 – 171

2017 181 181 4 – 450

Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus spp)

Pendugaan potensi sumberdaya ikan diolah dengan menggunakan data produksi dan upaya penangkapan yang dilakukan setiap tahunnya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2017 - 2013). Produksi Ikan Layang dengan alat tangkap Purse seine pada tahun 2013 – 2017 yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dapat dilihat pada Gambar 8.

(43)

Berdasarkan jumlah produksi Ikan Layang dengan alat tangkap Purse seine tahun 2013 - 2017 diperoleh produksi tertinggi terdapat pada tahun 2013

sebanyak 19.399.282 Kg sedangkan nilai terendah terdapat pada tahun 2014 dengan nilai 2.603.754 Kg.

Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang

Upaya penangkapan (effort) alat tangkap Purse seine dalam kurun waktu 5 tahun (2013 – 2017) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Effort Purse seine Sumberdaya Ikan Layang Tahun 2013 – 2017 yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Upaya Penangkapan Alat tangkap Purse seine mengalami peningkatan dan penurunan jumlah effort setiap tahunnya. Data grafik pada Gambar 5, yang memiliki nilai effort tertinggi terdapat pada tahun 2016 dengan nilai 4.378 trip/tahun. Nilai terendah terdapat pada tahun 2013 dengan nilai 3.837 trip/tahun.

Sedangkan pada tahun 2014, 2015 dan 2017 memiliki perbandingan nilai effort yang tidak terlalu jauh.

(44)

Analisis CPUE (Catch Per Unit effort)

Hasil tangkapan per satuan upaya (Catch Per Unit Effort/CPUE) adalah salah satu indikator bagi status sumberdaya ikan yang merupakan ukuran dari kelimpahan relatif.CPUE dapat dianggap sebagai indeks kelimpahan ikan dan sebagai indikator apakah kelimpahan ikan masih baik, atau seberapa jauh telah menipis. Berikut disajikan hasil perhitungan CPUE Ikan Layang 2013 – 2017.

Tabel 2. Perhitungan CPUE Ikan Layang (Decapterus spp) Tahun 2013 – 2017.

Tahun Hasil Tangkapan (Kg)

Upaya Penangkapan

(Trip) CPUE (Kg/trip)

2013 19.399.282 3837 5055,846

2014 2.603.754 3974 655,197

2015 10.135.945 4060 2496,538

2016 8.226.602 4378 1879,077

2017 5.401.827 3965 1362,377

Jumlah 45.767.411 20.214 11.449

Rata-rata 9.153.482 4.043 2.290

Data pada Tabel 2. di atas, menunjukan bahwa nilai CPUE mengalami peningkatan dan penurunan yang berfluktuasi. Pada tahun 2013 nilai CPUE mencapai 5.055,846 Kg/trip, dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi sebesar 655,197 Kg/trip. Pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi sebesar 2.496,538 Kg/trip. Pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 1.879,077 Kg/trip. Namun pada tahun 2017, nilai CPUE mengalami penurunan sebesar 1.362,377 Kg/trip.

Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt)

Pendugaan potensi lestari dengan metode surplus produksi yang terdiri dari model Schaefer dan model Fox. Berdasarkan analisis potensi sumberdaya

(45)

Schaefer, regresi linear antara effort dengan CPUE Ikan Layang (model Schaefer)

pada Gambar 10. diperoleh konstanta (a) sebesar 14.939,3509 dan koefisien regresi (b) sebesar – 3,1289. Hasil dugaan potensi lestari (MSY) sumberdaya Ikan Layang sebesar 17,832.444,12 Kg/tahun dengan effort optimum 2.387,312 trip/tahun. Berdasarkan analisis regresi nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,142.

Gambar 10. Regresi Linear antara Effort dengan CPUE Ikan Layang (Model Schaefer)

Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya tangkapan (f) sumberdaya Ikan Layang ditunjukkan dengan menggunakan model Schaefer dalam persamaan C = 14.939,3509 – 3,1289 f2. Hubungan CPUE dengan effort dari persamaan regresi linear model Schaefer adalah y = -3,1289x + 14.939,3509 dengan R2 = 0,142 artinya setiap peningkatan effort 1 trip maka CPUE akan berkurang sebesar 3,1289 Kg/trip.

Berdasarkan analisis potensi sumberdaya Ikan Layang dengan metode surplus produksi menggunakan formula model Fox, regresi linear antara effort

(46)

dengan ln CPUE Ikan Layang (model Fox) pada Gambar 11, diperoleh konstanta (a) sebesar 9,9884 dan koefisien regresi (b) sebesar -0,00061. Hasil dugaan potensi lestari (MSY) sumberdaya Ikan Layang sebesar 13.109.831 kg/tahun dengan effort optimum 1.636,6339 trip/tahun. Berdasarkan analisis regresi nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,027.

Gambar 11. Regresi Linear antara Effort dengan CPUE Ikan Layang (Model Fox)

Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya tangkapan (f) sumberdaya Ikan Layang ditunjukkan dengan menggunakan model Fox dalam persamaan C = = f exp 9,9884 – 0,00061 f. Hubungan CPUE dengan effort dari persamaan regresi linear model Fox adalah y = -0,00061x + 9,9884 dengan R2 = 0,027 artinya setiap peningkatan effort 1 trip maka CPUE akan berkurang sebesar 0,00061 kg/trip. Pendugaan potensi lestari dengan metode surplus produksi dengan model Shaefer dan model Fox dapat dilihat pada Tabel 3.

(47)

Tabel 3. Pendugaan Potensi Lestari dengan Metode Surplus Produksi

Nilai Schaefer Fox Satuan

A 14.939,3509 9,9884

B -3,1289 -0,00061

MSY 17.832.444,12 13.109.831 kg/tahun

F optimum 2.387,31176 1.636,6339 trip/tahun

R2 0,142 0,027

Grafik Maximum Sustainable Yield dan effort optimum Ikan Layang (Model Schaefer) dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Maximum Sustainable Yield dan Effort Optimum Ikan Layang (Model Schaefer)

Pada tahun 2013 – 2017 sumberdaya ikan Layang mengalami overfishing karena telah melampaui effort optimum. Sedangkan pada tahun 2013 sumberdaya Ikan Layang mengalami overfishing karena telah melampaui nilai MSY dan nilai effort optimum. Kondisi ikan Layang tahun 2013 – 2017 dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :

(48)

Tabel 4. Kondisi Ikan Layang tahun 2013 - 2017

Tahun Produksi (kg) MSY (Fox) TAC

2013 19.399.282,4

17.832.444,12 14.265.955,3 2014 2.603.754,427

2015 10.135.944,96 2016 8.226.602 2017 5.401.827

Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan

Tingkat pemanfaatan ikan Layang tertinggi yaitu pada tahun 2013, yang mengalami penurunan ke tahun 2014 terjadi penurunan secara drastis. Tingkat pemanfaatan ikan Layang lebih rendah daripada tingkat pengupayaan dapat dilihat pada Gambar 13 dibawah ini.

Gambar 13. Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan Ikan Layang (Model Schaefer)

Total Allowble Catch (TAC)

Hasil dari Total Allowble Catch diperoleh dari perkalian antara nilai 80%

dengan nilai MSY dapat di lihat pada Tabel 5.

(49)

Tabel 5. Total Allowble Catch Ikan Layang (Decapterus spp)

Tahun Produksi (Kg) TAC (Kg) Pemanfaatan (%)

2013 19.399.282,40

14.265.955,30

135,983

2014 2.603.754,43 18,252

2015 10.135.944,96 71,05

2016 8.226.602 57,666

2017 5.401.827 37,865

Pembahasan

Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Dari hasil kuisioner yang didapatkan, tingkat pendidikan nelayan belawan adalah tidak sekolah 2 %, SD 18 %, SMP 45%, dan 35%. Dari data tingkat pendidikan ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan nelayan belawan tergolong rendah yang menyebabkan kinerja penangkapan kurang optimal. Hal ini sesuai dengan Soekidjo (2003), yang menyatakan bahwa tigkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan dalam mencapai kinerja secara optimal.

Pendapatan rata-rata nelayan belawan yang didapatkan dari hasil kuisinoer adalah penghasilan lebih kecil dari 1 juta sebanyak 2 %, penghasilan nelayan antara 1 sampai 2 juta sebanyak 83 %, dan penghasilan antara 2 sampai 3 juta sebanyak 15 %. Hal ini menunjukkan pendapatan rata-rata nelayan belawan berada di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara.Hal ini sesuai dngan SK Gubsu No 188.44/1365/KPTS/2018 menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara sebesar Rp. 2.303.403.

Nelayan Purse seine di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Merasakan sangat mudah dalam permintaan izin administrasi kapal. Namun bantuan pemerintah terhadap nelayan belum pernah dirasakan sebagian besar nelayan PPS Belawan seperti pengadaan apal penangkapan, alat tangkap dan

(50)

ABPI. Hasil Tangkapan Ikan Layang mulai menurun dari tahun 2013 – 2017.

Namun harga jual ikan Layang termasuk stabil dipasar. Kondisi sarana dan prasarana PPS Belawan sangat memprihatinkan dan kurang mendukung penangkpan ikan. Nelayan PPS Belawan Mengharapkan sarana dan prasarana dilengkapi dan diperbaiki seperti tempat sandaran kapal mendarat, pemberian letak Fishing ground dan lain lain

Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus spp)

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa penggunaan alat tangkap yang dominan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan yaitu Purse Seine.

Alat tangkap ini merupakan jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap

berbagai jenis ikan pelagis kecil salah satunya yaitu ikan Layang (Decapterus spp). Hal ini sesuai dengan Winugroho (2006) yang menyatakan

bahwa Purse seine atau pukat cincin merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan di dunia. Hal ini dikarenakan dalam satu kali pengangkatan hasil tangkapan mampu mendapatkan jumlah yang banyak. Di Indonesia, jenis alat tangkap yang memiliki konstruksi hampir sama antara lain : pukat langgar, pukat senangin, gae dan giob.

Hasil dari jumlah produksi ikan Layang yang di peroleh dari tahun 2013-2017 yaitu nilai tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebanyak 19.399.282 Kg sedangkan nilai terendah terdapat pada tahun 2014 dengan nilai 2.603.754 Kg.

Perbedaan nilai produksi ikan Layang dapat disebabkan oleh jumlah upaya penangkapan. Hal ini sesuai dengan Nugraha et al. (2012), fluktuasi hasil

(51)

tangkapan ikan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, keberadaan ikan, jumlah upaya penangkapan, dan tingkat keberhasilan operasi penangkapan

Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang

Upaya penangkapan Ikan Layang di perairan Belawan cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan upaya tangkap lebih (overfishing). Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap penurunan populasi Ikan Layang adalah pertambahan jumlah upaya penangkapan (trip). Hal ini sesuai dengan Ali (2005), bahwa penurunan upaya penangkapan pada tahun yang sama tidak selalu diikuti dengan peningkatan produksi begitu pula sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah upaya penangkapan bukan satu-satunya faktor penyebab penurunan hasil tangkapan, tetapi mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kelimpahan ikan .

Berdasarkan tabel dan grafik pada data Effort dari alat tangkap Purse Seine untuk sumberdaya ikan Layang (Decapterus spp), nilai tertinggi terdapat

pada tahun 2016 sebanyak 4691 trip/tahun. Sedangkan nilai terendah terdapat pada tahun 2013 sebanyak 3837 trip/tahun. Dimana pada tahun 2013-2016 mengalami kenaikan sementara pada tahun 2017 mengalami penurunan yang cukup jauh. Hal ini sesuai dengan Saputra et al. (2004) yang menyatakan bahwa secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada periode 2013-2016, upaya penangkapan kapal Purse seine cenderung mengalami kenaikan. Kenaikan upaya penangkapan tersebut diduga disebabkan karena kelimpahan stok ikan layang di daerah penangkapan yang luas masih cukup besar untuk dilakukan operasi penangkapan. Luasnya daerah penangkapan ikan Layang tersebut menyebabkan

(52)

semakin bartambahnya upaya penangkapan, dimana jika salah satu kapal kembali ke fishing base dan telah berhasil melakukan operasi penangkapan dengan hasil tangkapan melimpah, menyebabkan meningkatnya operasi penangkapan didaerah penangkapan yang ada.

CPUE (Catch Per Unit Effort) Ikan Layang (Decapterus spp)

Salah satu tujuan pokok sektor pembangunan perikanan adalah untuk meningkatkan produksi seiring dengan peningkatan pendapatan, kesejahteraan nelayan dan sebagai penyedia lapangan kerja. Akibat dari upaya pemanfaatan sumberdaya yang terus meningkat, diperlukan perhatian salam pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada. Menurut May (2007), dengan mengetahui nilai upaya pemanfaatan Catch Per Unit effort (CPUE) setiap tahunnya, pengelolaan perikanan bisa mengetahui gambaran penangkapan ikan yang aman atau berbahaya sehingga perlu adanya kegiatan pengelolaan kearah yang lebih baik.

Selama periode 5 tahun (2013 - 2017) nilai CPUE mengalami peningkatan dan penurunan yang berfluktuasi. Pada tahun 2013 nilai CPUE mencapai 5.055,846 Kg/trip, dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi sebesar 655,197 Kg/trip. Pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi sebesar 2.496,538 Kg/trip. Pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 1.879,077 Kg/trip. Namun pada tahun 2017, nilai CPUE mengalami penurunan sebesar 1.362,377 Kg/trip. Rata-rata nilai CPUE selama 5 tahun sebesar 2.290 Kg/trip dengan nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 5.055,846 Kg/trip dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar

(53)

Menurunnya nilai CPUE pada tahun 2014 dibandingkan dengan nilai CPUE 2013 menunjukan hubungan timbal balik dengan Upaya Penangkapan di tahun tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil regresi linier yang didapatkan antara Effort dengan CPUE Ikan Layang Model Schaefer yaitu setiap penambahan effort 1 trip maka CPUE akanBerkurang sebesar 3,1289 Kg/trip.

Kecenderungan (ternd) nilai CPUE Ikan Layang yang menurun di Perairan Selat Malaka merupakan indikasi bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya Ikan Layang apabila terus dibiarkan akan mengarah kepada suatu keadaan yang disebut (Overfishing). Upaya dalam mengatur hasil tangkapan dan CPUE tidak sekedar melalui peningkatan efisiensi upaya atau pengurangan input usaha, karena CPUE sering terikat dengan peningkatan keterampilan operasi penangkapan, sementara ketersediaan ikan di alam tanpa disadari menurun, sehingga tindakan pengelolaan dalam hal mengurangi usaha penangkapan hanya nampak berhasil sebagian.

Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt)

Pendugaan potensi sumberdaya Ikan Layang setelah dianalisis dengan menggunakan model Schaefer dan model Fox, bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dengan menggunakan model Schaefer lebih besar atau mendekati angka 1, menunjukkan bahwa hubungan keeratan antara produksi dengan effort lebih kuat dibandingkan nilai koefisien determinasi model Fox. Model Schaefer lebih sesuai untuk pendugaan potensi sumberdaya Ikan Layang di perairan Belawan. Hal ini sesuai dengan Walpole (1992), bahwa model yang memiliki nilai koefisien

(54)

determinasi (R2) lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model sebenarnya.

Potensi lestari (MSY) sumberdaya Ikan Layang di perairan Belawan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sebesar 17.832.444,12 kg/tahun yang artinya tangkapan maksimum ikan Layang yang dapat ditangkap sebesar 17.832.444,12 kg/tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo dan Suadi (2006), bahwa MSY adalah hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu perikanan. Konsep MSY didasarkan atas suatu model yang sangat sederhana dari suatu populasi ikan yang dianggap sebagai unit tunggal.

Berdasarkan potensi lestari ikan Layang maka diperoleh jumlah tangkapan ikan Layang yang diperbolehkan yaitu sebesar 14.265.955,30 kg/tahun. Nilai tersebut didapat dari 80% dari potensi lestari maksimum.

Pada tahun 2013 – 2017 sumberdaya Ikan Layang mengalami overfishing karena upaya penangkapan yang tinggi sehingga produksinya melebihi MSY.

Tahun 2014 upaya penangkapan dinaikkan sehingga produksi rendah. Nilai CPUE tangkapan Ikan Layang menurun dikarenakan peningkatan upaya penangkapan.

Hal ini juga dipengaruhi oleh nilai Effort yang berbanding terbalik dengan CPUE.

Hal ini sesuai dengan Nabunome (2007), bahwa jika dihubungkan antara CPUE dan effort, maka semakin besar effort, CPUE akan semakin berkurang sehingga produksi semakin berkurang. Artinya bahwa CPUE berbanding terbalik dengan effort dimana dengan setiap penambahan effort maka makin rendah CPUE .

Potensi lestari ikan Layang (Decapterus spp) yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan tergolong dalam keadaan Overfishing.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian           Alat Penangkapan Ikan
Gambar 2.Ikan Layang (Decapterus spp)
Gambar 3. Pola pergerakan arus Musim Barat (Wyrtki, 1961)
Gambar 5. Alat Tangkap Purse seine (Dirjen KKP, 2015)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya banyak dari nasabah perbankan adalah rationale market yaitu nasabah yang berfikir secara rasional akan sebuah tindakan perbankan

Mereka mengatakan, ini terbagi menjadi tiga macam; (1) kemungkinan mensyaratkan manfaat untuk dirinya pada barang yang dijualnya, (2) kemungkinan mensyaratkan kepada si

Komposisi Hasil Tangkapan Purse Seine Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dengan menggunakan alat tangkap purse seine selama periode 2007-2012 mengalami

Konstruksi alat tangkap purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga memiliki komponen yang sama dengan komponen purse seine pada umumnya yaitu

Berdasarkan data pada Gambar 8 diatas dapat dilihat bahwa jenis ikan yang paling banyak tertangkap dari ketiga ukuran alat tangkap adalah ikan cakalang

Skripsi dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Menurut Harrel (2004;144) yang dikutip dalam modul praktikum simulasi Universitas Brawijaya mengartikan model merupakan representasi dari suatu sistem nyatta, dimana dalam