ANALISIS TATANIAGA JERUK SIAM DI NAGARI ALAM
PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO
KABUPATEN SOLOK SELATAN
SKRIPSI
Oleh
DWI OKTAVIA YOLANDA
0910222040
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
ANALISIS TATANIAGA JERUK SIAM DI NAGARI ALAM
PAUH DUO KECAMATAN PAUH DUO
KABUPATEN SOLOK SELATAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo yang meliputi saluran tataniaga, dan fungsi – fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing – masing lembaga serta menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani dan efisiensi saluran tataniaga jeruk siam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan analisis data deskriptif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo. Lembaga tataniaga yang terlibat pada tataniaga jeruk siam meliputi petani, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Masing – masing lembaga tataniaga melaksanakan fungsi – fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, dan penyimpanan) dan fungsi fasilitas (sortasi/grading, penanggungan risiko, informasi pasar, dan modal). Margin terbesar pada tataniaga jeruk siam terdapat pada pola saluran III yaitu sebesar Rp5.584,53/kg sedangkan pada pola saluran I tidak terdapatnya margin tataniaga karena tidak adanya perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Bagian yang diterima petani pada pola saluran I sebesar 100% dari harga yang dibayarkan konsumen akhir karena petani menjual langsung jeruk siam ke konsumen akhir tanpa adanya pedagang perantara, bagian petani pada pola saluran II sebesar 65,40% dan bagian petani pada saluran III sebesar 51,79%. Nilai Efisiensi Pemasaran (EP) yang paling kecil adalah pada pola saluran I sebesar 4,08% karena pada pola saluran I ini petani menjual jeruk siam langsung ke konsumen akhir yang ada di sekitar Nagari Alam Pauh Duo. Berdasarkan hasil penelitian, adapun saran yang dapat diberikan yaitu: diperlukan upaya untuk memfasilitasi petani dengan cara membentuk lembaga penampung hasil produksi jeruk siam sebelum disalurkan ke lokasi pemasaran agar dapat mempermudah petani untuk menyalurkan jeruk siam dan dapat pula memperluas pasar jeruk siam. Dengan adanya lembaga tersebut diharapkan dapat merangsang petani untuk lebih meningkatkan produkstifitas jeruk siam.
THE MARKETING ANALYSIS OF ORANGE SIAM IN
NAGARI ALAM PAUH DUO, SUB DISTRICT OF PAUH DUO,
SOUTH SOLOK
ABSTRACT
The aim of this research was to describe the marketing system of orange siam in Nagari Alam Pauh Duo including the marketing channels and the marketing functions of each channel, and to analyze the marketing margin, the share obtained by the farmers, and to analyze the efficiency of the marketing channel. This research was conducted from September to October 2013. The method used in this research was survey method with descriptive and quantitative analysis. The result of this research showed that there are 3 marketing channel of orange siam in the research site. The involved marketing institutions in this research site are farmers, local assembler, and retailer. Each marketing institution undergo the marketing functions namely exchange function (purchasing and selling), physical function (carriage and storage), and facility function (grading, risk responsibility, market information and asset). The largest margin at marketing of orange siam are in the third channel, wich was Rp. 5.584,53/kg. While in the first channel, there was no marketing margin because there was no price difference between farmers and final consumers. The price share obtained by the farmer in the first channel was 100% of the price paid by the final consumers because the farmers sell directly orange siam to final consumers without agent. The farmers in the second channel obtained 65,40% of share and in the third channel obtained 51,79% of share. Based on marketing efficiency analysis, the firstchannel is the most efficiency channel with the EP value of 4,08% because the farmers sell orange siam directly to final consumers within the village. Based on the findings, it is suggested to government to provide the marketing facilitation such as STA (Sub Terminal Agribisnis) for farmers in order to they can easily distribute their product.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan
yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di
sektor pertanian. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, serta tanaman hortikultura
(Yayuk, dkk, 2004 : 2).
Pertanian mempunyai arti penting dalam pembangunan perekonomian
bangsa. Pemerintah telah menetapkan sektor pertanian sebagai prioritas utama
pembangunan dimasa mendatang. Pertanian tidak hanya sebagai penyedia
kebutuhan pangan bagi penduduknya, tetapi juga sumber kehidupan bagi sebagian
penduduk. Pertanian juga merupakan sumber pendapatan ekspor serta pendorong
dan penarik bagi tumbuhnya sektor-sektor lainnya (Nainggolan, 2005).
Sektor pertanian terdiri atas sub-sektor tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan (Rahim dan Hastuti, 2007).
Hortikultura sebagai salah satu produk sub-sektor pertanian dipandang sebagai
sumber pertumbuhan baru yang potensial untuk dikembangkan dalam sistem
agribisnis karena mempunyai keterkaitan yang kuat baik ke hulu maupun ke hilir.
Kegiatan tersebut mencakup keseluruhan aktifitas sektor pertanian, mulai dari
penyediaan input produksi sampai dengan pengolahan dan pemasaran (Jayaputra,
2008).
Menurut Antara (2004), salah satu upaya untuk terus meningkatkan
kontribusi sektor pertanian adalah dengan pengembangan produksi tanaman
hortikultura. Pengembangan hortikultura haruslah dilakukan secara profesional
yaitu dengan adanya pembangunan seimbang antara aspek pertanian, bisnis dan
jasa penunjang. Pembangunan pertanian yang tidak disertai dengan sarana
pendukung yang memadai serta kurang sinkronnya antara industri hulu dan hilir
sehingga kurang memberikan kontribusi yang menggembirakan.
Jeruk (Citrus sp) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang
mempunyai peranan penting di pasar dunia maupun dalam negeri, baik dalam
pemerintah tidak hanya mengarahkan pengelolaan jeruk bagi petani kecil, tetapi
juga mengorientasikan kepada pola pengembangan industri jeruk yang
komprehensif (Dirjen Hortikultura, 2006). Jeruk juga memiliki rasa buah yang
manis dan merupakan bahan pelengkap utama dalam menunjang gizi masyarakat.
Kandungan gizi yang terdapat dalam buah jeruk berupa vitamin C dan A,
antioksidan, kalium dan kandungan gizi lainnya.
Jeruk merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sedang
dikembangkan di Indonesia. Dimana dalam enam tahun terakhir (1998-2005),
luas panen, produksi dan produktivitas tanaman jeruk nasional mengalami
peningkatan yang cukup pesat yaitu masing-masing sebesar 15,7 persen,
23,94 persen, dan 8,5 persen (lampiran 2). Beberapa jenis jeruk lokal yang
banyak diusahakan di Indonesia diantaranya adalah jeruk keprok, jeruk siam,
jeruk besar, jeruk nipis, jeruk manis dan jeruk lemon. Diantara beberapa
jenis jeruk tersebut, tanaman hortikultura yang mempunyai prospek baik dan
termasuk tanaman unggulan nasional adalah jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var.
microcorpa Hassk). Jeruk siam ini paling banyak dikembangkan karena
perawatannya relatif mudah, hasilnya banyak dan laku dijual dipasaran sebagai
buah segar.
Daerah sentra produksi jeruk di Sumatera Barat ada di Kabupaten 50 Kota,
Kabupaten Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah
Datar, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pesisir Selatan (BPTP Sumbar,
2012). Perkembangan total produksi untuk komoditas jeruk di Provinsi Sumatera
Barat mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Dimana pada
tahun 2008 total produksi jeruk Sumbar adalah 20.449 ton, tahun 2009 (24.555
ha), tahun 2010 (24.780 ha), tahun 2011 (31.615 ha) dan tahun 2012 (35.461 ha),
(lampiran 3).
Pengembangan suatu komoditas pertanian dari aspek ekonomi sangat
tergantung pada tingkat pendapatan dan kelayakan usaha. Dukungan sistem
pemasaran yang lancar dan dengan margin tataniaga yang bagus, akan sangat
memacu petani untuk berusaha lebih baik. Usaha perbaikan dibidang tataniaga
memegang peranan penting karena usaha peningkatan produksi saja tidak mampu
dengan situasi pasar. Tingginya biaya tataniaga akan berpengaruh terhadap harga
eceran/harga konsumen dan harga ditingkat petani (Eysa, 2011).
Tataniaga adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang
ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa kepada kelompok pembeli. Semua unsur, baik ia
perorangan, perusahaan, atau lembaga yang secara langsung terlibat dalam proses
pengaliran barang dari produsen ke konsumen disebut lembaga tataniaga (Hamid,
1994 : 12, 127).
Kegiatan pemasaran disalurkan melalui lembaga-lembaga perantara atau
lembaga distribusi. Semakin panjang saluran distribusi yang dilalui suatu produk
maka semakin tinggi harga yang harus dibayarkan konsumen akhir. Kondisi ini
terkadang mendatangkan dampak dimana, petani biasanya mendapatkan
keuntungan yang kecil dibandingkan pedagang. Perbedaan harga yang dibayar
konsumen akhir untuk satu produk dan harga yang diterima oleh petani untuk
produk yang sama disebut dengan margin tataniaga (Hamid, 1994 : 139).
Sistem tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat: (1)
mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen dengan harga
yang murah dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan
harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut didalam
kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut. Sistem tataniaga yang tidak
efisien akan mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diterima oleh produsen,
jadi harga yang diterima produsen dapat juga dijadikan ukuran efisiensi sistem
tataniaga (Mubyarto, 1989 : 166).
Tataniaga adalah salah satu syarat mutlak pembangunan pertanian. Tanpa
adanya pemasaran hasil pertanian maka pertanian tidak akan berkembang, sama
halnya dengan jeruk siam yang merupakan salah satu komoditi unggulan di
Kabupaten Solok Selatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis tataniaga jeruk
siam untuk mengetahui saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo,
B. Perumusan Masalah
Kawasan pertanian hortikultura tersebar di seluruh kecamatan di
Kabupaten Solok Selatan dengan komoditi sayuran dan buah-buahan. Komoditi
pertanian pada subsektor hortikultura mengalami peningkatan produksi pada dua
tahun terakhir (2010-2011) yaitu masing-masing sebesar 4.927 ton dan 7.125 ton.
Dengan jeruk sebagai komoditi hortikultura unggulan yang ada di Kabupaten
Solok Selatan (lampiran 4).
Dalam pengembangan usahatani jeruk, Kabupaten Solok Selatan
merupakan salah satu daerah pengembangan jeruk selain daerah Kabupaten 50
Kota dan Kabupaten Agam. Dimana pada Kabupaten Solok Selatan, Kecamatan
Pauh Duo, Nagari Alam Pauh Duo merupakan salah satu daerah pengembangan
jeruk dan daerah produksi jeruk yang paling banyak dibandingkan kecamatan
lainnya yang ada di Kabupaten Solok Selatan (lampiran 5).
Produksi pertanian bersifat musiman, maka hasil akan diperoleh pada
waktu-waktu tertentu, sesuai dengan umur tanaman yang dibudidayakan. Untuk
jeruk siam mulai berproduksi setelah umur 2,5 tahun dan mengalami puncak
produksi pada saat tanaman berumur 9 tahun. Tanaman jeruk siam dapat bertahan
lebih dari 20 tahun jika berasal dari biji, sedangkan jika berasal dari perbanyakan
vegetatif hanya mampu bertahan paling lama 15 tahun (Aini, 2012).
Penelitian oleh Putra (2013) memperlihatkan bahwa sistem tataniaga jeruk
siam di Nagari Koto Tinggi, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki 3 saluran
tataniaga, yaitu pola saluran I: petani pedagang pengumpul pedagang
pengecer konsumen. Pola saluran II: petani pedagang pengumpul
konsumen. Pola saluran III: petani pedagang pengecer konsumen. Saluran
tataniaga yang paling efisien adalah pola saluran III dengan nilai EP yang terkecil
sebesar 3,88% hal ini dikarenakan pada saluran III, petani langsung menjual jeruk
siam ke pedagang pengecer yang menjual di pasar-pasar kecamatan ataupun yang
menjual dipinggir jalan. Sedangkan pola saluran tataniaga yang tidak efisien
terdapat pada pola saluran II, karena petani menjual jeruk ke pedagang pengumpul
dan kemudian dijual ke konsumen akhir di Pekanbaru yang memiliki biaya
tataniaga lebih besar dari pola saluran lainnya.
Penelitian oleh Putri (2012) memperlihatkan bahwa sistem tataniaga buah
yaitu pola saluran I: petani langsung ke konsumen akhir, pola saluran II: petani ke
pedagang pengumpul kemudian ke pedagang pengecer, pola saluran III: petani ke
pedagang pengumpul kemudian ke pedagang besar. Margin tataniaga pada saluran
II adalah sebesar Rp 6.200,25/kg. Bagian yang diterima petani yang paling besar
terdapat pada saluran tataniaga I yaitu 100% dari harga yang dibayarkan
konsumen akhir karena petani menjual langsung buah alpokat ke konsumen akhir
tanpa adanya pedagang perantara. Sedangkan untuk saluran tataniaga yang paling
efisien terdapat pada pola saluran I karena nilai efisiensi tataniaga saluran I lebih
kecil dibanding pola saluran lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya pedagang
perantara yang terlibat dalam pola saluran I.
Dalam tataniaga pertanian, masalah-masalah yang sering dihadapi oleh
lembaga-lembaga tataniaga adalah komoditas yang dihasilkan mudah rusak
karena belum adanya tempat penyimpanan yang baik untuk komoditas yang telah
dipanen. Dari sisi kelembagaan, petani masih sangat lemah sehingga dalam
memasarkan komoditasnya petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat dan
cenderung sering dirugikan karena bentuk struktur pasar cenderung mengarah
kepasar oligopsoni dimana jumlah pedagang lebih sedikit dari petani. Adanya
margin tataniaga yang lebar dalam proses tataniaga pertanian sehingga dapat
berdampak kepada produsen ataupun konsumen akhir. Dicurigai bahwa tataniaga
jeruk siam yang ada di Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten
Solok Selatan juga memiliki masalah tataniaga yang sama. Penelitian ini
dilakukan untuk dapat menyumbang ilmu pengetahuan mengenai gambaran
tataniaga jeruk di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka timbul beberapa pertanyaan:
1. Bagaimana sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo,
Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan?
2. Berapakah besar margin tataniaga, bagian yang diterima petani dan
efisiensi saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo,
Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Tataniaga Jeruk Siam Di Nagari Alam Pauh Duo,
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo,
Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan yang meliputi saluran
tataniaga, dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing
lembaga.
2. Menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, dan
efisiensi saluran tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo,
Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi petani dan lembaga tataniaga untuk dapat
meningkatkan kerjasama dan pendapatan petani dalam proses tataniaga
jeruk siam ini.
2. Untuk membangun ilmu pengetahuan tentang tataniaga sehingga ilmu
pengetahuan ini dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah
tataniaga pada umumnya dan tataniaga jeruk siam di daerah Solok Selatan