PERBANDINGAN DETEKTOR TEPI PREWITT DAN DETEKTOR TEPI
LAPLACIAN BERDASARKAN KOMPLEKSITAS WAKTU DAN
CITRA HASIL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Oleh
Ulfah Nur Azizah
0900249
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Perbandingan Detektor Tepi Prewitt dan
Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan
Kompleksitas Waktu dan Citra Hasil
Oleh Ulfah Nur Azizah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Ulfah Nur Azizah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ULFAH NUR AZIZAH
PERBANDINGAN DETEKTOR TEPI PREWITT DAN DETEKTOR TEPI LAPLACIAN BERDASARKAN KOMPLEKSITAS WAKTU DAN
CITRA HASIL
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Utari Wijayanti, S.Kom., M.Si. NIP. 197608202010122003
Pembimbing II
Ririn Sispiyati, S.Si., M.Si. NIP. 198106282005012001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PERBANDINGAN DETEKTOR TEPI PREWITT DAN DETEKTOR TEPI
LAPLACIAN BERDASARKAN KOMPLEKSITAS WAKTU DAN
CITRA HASIL
ABSTRAK
Deteksi tepi merupakan salah satu operasi dalam pengolahan citra digital. Dengan menggunakan operasi ini, tepi objek pada suatu citra digital dapat terdeteksi, sehingga bentuk objek dapat dikenali. Selain itu, adanya operasi thresholding yang dapat memisahkan objek pada citra digital dengan background dari citra tersebut, membuat operasi deteksi tepi bekerja lebih optimal. Beberapa operator pendeteksi tepi di antaranya, operator Prewitt, yang merupakan operator turunan pertama, dan operator Laplacian, yang merupakan operator turunan pertama. Kedua operator ini dibandingkan berdasarkan kompleksitas waktu algoritmanya serta berdasarkan hasil pendeteksian tepi keduanya secara visual. Hasil yang diperoleh adalah operator Prewitt memiliki kompleksitas waktu berbentuk atau kuadratik, dan operator Laplacian memiliki kompeksitas waktu berbentuk atau linier. Hal ini berarti seiring dengan meningkatnya nilai masukan , maka operator Prewitt akan menghabiskan waktu lebih banyak daripada operator Laplacian dalam mendeteksi tepi citra yang sama. Sedangkan berdasarkan hasil deteksi tepi secara visual, citra deteksi tepi yang dihasilkan oleh operator Prewitt lebih baik daripada citra deteksi tepi yang dihasilkan oleh operator Laplacian, terutama pada citra yang mengandung noise.
Kata Kunci : Deteksi Tepi, Citra Digital, Pengolahan Citra Digital, Operator
Ulfah Nur Azizah, 2013
ABTRACT
Edge detection is one of the operations in digital image processing. By using this
operation, the edges of objects in a digital image can be detected, so that the
shape of the object can be recognized. There are some edge detectors. For
example, Prewitt operator, which is a first derivative operator, and Laplacian
operator, which is a second derivative operator. both the operators are compared
based on the time complexity of the algorithm and based on result of edge
detection visually. Time complexity of Prewitt operator is a quadratic functionof n
or , and time complexity of Laplacian operator is a linear function of n or
. It means that when value of the input n is increasing, Prewitt operator will spend more time than Laplacian operator to detect the edge of an image. But
based on result of edge detection visually, edge detection images produced by
Prewitt operator are better than edge detection images produced by Laplacian
operator, especially in image with noise.
Key words: edge detection, digital image,digital image processing, Prewitt,
vii Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 2.1 Citra ... 5
2.1.1 Model Citra ... 5
2.1.2 Digitalisasi Citra ... 6
2.1.3 Elemen-elemen Citra Digital ... 7
2.2 Pengolahan Citra Digital ... 8
2.2.1 Prinsip Dasar dalam Pengolahan Citra ... 9
2.2.2 Operasi Pengolahan Citra ... 9
2.3 Tepi Objek ... 10
2.4 Deteksi Tepi ... 12
viii Ulfah Nur Azizah, 2013
2.4.2 Pendeteksian Tepi Menggunakan Operator Laplacian ... 24
2.5 Thresholding ... 28
2.5.1 Thresholding Global ... 29
2.5.2 Thresholding Lokal ... 30
BAB III ANALISIS KOMPLEKSITAS ALGORITMA ... 31
3.1 Kompleksitas Algoritma ... 31
3.2 Notasi Asimptotik ... 32
3.2.1 Notasi Big-O ... 34
3.3 Kompleksitas Waktu Algoritma ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1 Penerapan Program Deteksi Tepi ... 39
4.2 Penerapan Thresholding pada Hasil Deteksi Tepi ... 47
4.3 Analisis Kompleksitas Waktu Operator Prewitt ... 60
4.4. Analisis Kompleksitas Waktu Operator Laplacian ... 62
4.5 Analisis Kompleksitas Waktu Thresholding ... 63
4.6 Perbandingan Kompleksitas Waktu Operator Prewitt ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
ix Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Turunan Orde Pertama dan Kedua pada Bentuk Kontinu dan Diskrit ... 12 4.1 Perbandingan Algoritma Operator Deteksi Tepi Prewitt dan
x Ulfah Nur Azizah, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Jenis-jenis tepi: (a) Tepi Curam, (b) Tepi Landai, (c) Tepi Atap ... 11
2.2 Deteksi Tepi Menggunakan Turunan Pertama danTurunan Kedua ... 13
2.3 Titik-titik yang Dilibatkan dalam Penghitungan Gradien ... 14
2.4 Deteksi Tepi Menggunakan Operator Turunan Kedua ... 20
3.1 Contoh Grafik dari Notasi Asimptotik ... 28
3.2 Contoh Grafik dari Notasi Asimptotik ... 29
3.3 Contoh Grafik dari Notasi Asimptotik ... 29
4.1 Citra contoh.bmp ... 36
4.2 Hasil Deteksi Tepi Citra contoh.bmp Menggunakan Operator Prewitt 36 4.3 Hasil Deteksi Tepi Citra contoh.bmp Menggunakan Operator Laplacian ... 37
4.4 Citra contoh.bmp yang Mengandung Blur ... 38
4.5 Hasil Deteksi Tepi Citra contoh.bmp yang Mengandung Blur Menggunakan Operator Prewitt ... 38
4.6 Hasil Deteksi Tepi Citra contoh.bmp yang Mengandung Blur Menggunakan Operator Laplacian ... 39
4.7 Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise ... 39
4.8 Hasil Deteksi Tepi Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise Menggunakan Operator Prewitt ... 40
4.9 Hasil Deteksi Tepi Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise Menggunakan Operator Laplacian ... 40
4.10 Hasil Deteksi Tepi Prewitt dengan Threshold 1... ... 41
4.11 Hasil Deteksi Tepi Prewitt dengan Threshold 160 ... 42
4.12 Hasil Deteksi Tepi Prewitt dengan Threshold 255 ... 42
4.13 Hasil Deteksi Tepi Prewitt dengan Threshold 113 ... 44
xi Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.15 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung Blur dengan Threshold 10 ... 44 4.16 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung
Blur dengan Threshold 20 ... 45 4.17 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung
Blur dengan Threshold 130 ... 46
4.18 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise dengan Threshold 1 ... 46
4.19 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise dengan Threshold 10 ... 47
4.20 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise dengan Threshold 100 ... 47 4.21 Hasil Deteksi Tepi Prewitt pada Citra contoh.bmp yang Mengandung
Noise dengan Threshold 115 ... 48
4.22 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp dengan Mengandung Blur dengan Threshold 0,1 ... 50 4.27 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp yang
Mengandung Blur dengan Threshold 1 ... 51 4.28 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp yang
xii Ulfah Nur Azizah, 2013
Mengandung Blur dengan Threshold 127 ...
4.30 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp yang Mengandung Noise dengan Threshold 1 ... 52 4.31 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp yang
Mengandung Noise dengan Threshold 100 ... 53 4.32 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp yang
Mengandung Noise dengan Threshold 200 ... 53 4.33 Hasil Deteksi Tepi Laplacian pada Citra contoh.bmp yang
1
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan kemajuan teknologi saat ini, data atau informasi tidak hanya dapat disajikan dalam bentuk teks, namun juga dapat berupa gambar, audio dan video. Keempat macam data atau informasi tersebut dikenal sebagai multimedia. Citra atau image merupakan salah satu komponen multimedia yang memiliki peran penting sebagai informasi dalam bentuk visual.
Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dua dimensi, sedangkan ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Ada dua jenis citra, yaitu citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Citra diskrit disebut juga citra digital. Citra digital merupakan suatu citra dengan kondisi ketika x, y dan nilai intensitas dari f adalah terbatas. Citra digital terdiri dari sejumlah elemen dan setiap elemen mempunyai lokasi dan nilai tertentu. Elemen-elemen ini disebut picture elements, image elements, pels atau pixels. Istilah untuk menyatakan
elemen citra digital yang paling banyak digunakan saat ini adalah piksel.
Meskipun kaya informasi, seringkali citra digital mengalami penurunan mutu sehingga citra tersebut sulit diinterpretasikan dan informasi yang disampaikan menjadi berkurang. Sehingga lahirlah suatu bidang ilmu yang membahas mengenai citra digital yang dikenal sebagai Pengolahan Citra (Image Processing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan
2
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Salah satu teknik yang sering digunakan dalam pengolahan citra adalah pendeteksian tepi (edge detection). Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi menjadi ciri dari batas-batas objek sehingga berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek dalam citra. Tujuan pendeteksian tepi adalah meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra.
Dalam penerapannya, deteksi tepi menggunakan operator berbasis turunan pertama (differential gradient), operator turunan kedua (Laplacian) serta operator kompas (compass operator). Ada beberapa operator yang dapat digunakan untuk mendeteksi tepi, misalnya operator Roberts, Sobel, Prewitt, Laplacian, dan Laplacian of Gaussian (LoG). Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas dua buah detektor tepi, yaitu operator Prewitt dan operator Laplacian.
Dalam bidang kesehatan, pendeteksian tepi dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi tepi citra USG janin, menentukan stadium kanker serta mendeteksi karies gigi. Selain itu, pendeteksian tepi juga dapat digunakan untuk aplikasi pengenalan plat kendaraan, pengenalan sidik jari, dan untuk membedakan uang asli dengan uang palsu (Amelia, 2012: 3).
Dalam skripsi ini akan dibahas bagaimana penerapan kedua operator pendeteksi tepi tersebut dalam mendeteksi tepi suatu citra digital. Kemudian, akan dibandingkan algoritma keduanya dan hasil citra yang diperoleh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip kerja dan analisis algoritma operator Prewitt dalam mendeteksi tepi suatu citra digital?
3
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Operator mana dari kedua detektor tepi tersebut yang lebih baik dalam mendeksi tepi suatu citra digital secara visual dan berdasarkan analisis kompleksitas algoritma?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Operator yang digunakan adalah detektor tepi Prewitt dan operator Laplacian. 2. Citra digital yang dideteksi tepinya adalah citra grayscale (skala keabuan). 3. Citra yang digunakan berformat BMP (ekstensi *.bmp), JPEG (ekstensi *.jpg)
dan PNG (ekstensi *.png).
4. Parameter perbandingan yang digunakan adalah menggunakan analisis kompleksitas algoritma.
5. Perangkat lunak yang digunakan adalah Matlab R2007b.
1.4 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memahami prinsip kerja dan analisis algoritma operator Prewitt dalam mendeteksi tepi suatu citra digital.
2. Untuk memahami prinsip kerja dan analisis algoritma operator Laplacian dalam mendeteksi tepi suatu citra digital.
3. Untuk membandingkan beberapa aspek dari kedua operator tersebut dan mengetahui operator mana dari kedua operator tersebut yang lebih baik dalam mendeteksi tepi suatu citra digital secara visual dan berdasarkan analisis kompleksitas algoritma.
4
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Dengan penulisan skripsi ini diharapkan akan memberikan manfaat, di antaranya sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat memperdalam kajian ilmu dalam bidang matematika terapan, khususnya komputasi dengan melibatkan pemanfaatan teknologi komputer untuk pengolahan citra.
2. Memotivasi mahasiswa lainnya untuk melakukan penelitian khususnya dalam bidang pendeteksian tepi, umumnya dalam bidang pengolahan citra digital, serta manfaatnya.
3. Sebagai penelitian dasar yang suatu bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi penelitian terapan dalam bidang pengolahan citra
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memberikan penjelasan umum pengenai penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan berbagai teori dan konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.
BAB III ANALISIS KOMPLEKSITAS ALGORITMA
Bab ini membahas mengenai metodologi penelitian serta langkah-langkah yang dilakukan.
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan tahapan penelitian dan hasil yang diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
31 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
ANALISIS KOMPLEKSITAS ALGORITMA
3.1 Kompleksitas Algoritma
Suatu masalah dapat mempunyai banyak algoritma penyelesaian. Algoritma yang digunakan tidak saja harus benar, namun juga harus efisien. Efisiensi suatu algoritma dapat diukur dari waktu eksekusi algoritma dan kebutuhan ruang memori. Algoritma yang efisien adalah algoritma yang meminimumkan kebutuhan waktu dan ruang. Dengan menganalisis beberapa algoritma untuk suatu masalah, dapat diidentifikasi satu algoritma yang paling efisien. Besaran yang digunakan untuk menjelaskan model pengukuran waktu dan ruang ini adalah kompleksitas algoritma.
Kompleksitas dari suatu algoritma merupakan ukuran seberapa banyak komputasi yang dibutuhkan algoritma tersebut untuk menyelesaikan masalah. Secara informal, algoritma yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan dalam waktu yang singkat memiliki kompleksitas yang rendah, sementara algoritma yang membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan masalahnya mempunyai kompleksitas yang tinggi. Kompleksitas algoritma terdiri dari dua macam yaitu kompleksitas waktu dan kompleksitas ruang.
Kompleksitas waktu, dinyatakan oleh , diukur dari jumlah tahapan komputasi yang dibutuhkan untuk menjalankan algoritma sebagai fungsi dari ukuran masukan , di mana ukuran masukan ( ) merupakan jumlah data yang diproses oleh sebuat algoritma. Sedangkan kompleksitas ruang, , diukur dari memori yang digunakan oleh struktur data yang terdapat di dalam algoritma sebagai fungsi dari masukan . Dengan menggunakan kompleksitas waktu atau kompleksitas ruang, dapat ditentukan laju peningkatan waktu atau ruang yang diperlukan algoritma, seiring dengan meningkatnya ukuran masukan ( ).
32 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
waktu yang diperlukan untuk menjalankan suatu algoritma harus semakin cepat. Karena kompleksitas waktu menjadi hal yang sangat penting, maka analisis kompleksitas algoritma deteksi tepi akan dilakukan terhadap running time algoritma tersebut.
3.2 Notasi Asimptotik
Untuk nilai cukup besar, bahkan tidak terbatas, dilakukan analisis efisiensi asimptotik dari suatu algoritma untuk menentukan kompleksitas waktu yang sesuai atau disebut juga kompleksitas waktu asimptotik. Notasi yang digunakan untuk menentukan kompleksitas waktu asimptotik dengan melihat waktu tempuh (running time) algoritma adalah notasi asimptotik (asimptotic notation). Notasi asimptotik didefinisikan sebagai fungsi dengan domain
himpunan bilangan asli { } (Cormen et al., 2009: 43).
Kompleksitas waktu asimptotik terdiri dari tiga macam. Pertama, keadaan
terbaik (best case) dinotasikan dengan ( ) (Big-Omega), keadaan rata-rata
(average case) dilambangkan dengan notasi ( ) (Big-Theta) dan keadaan
terburuk (worst case) dilambangkan dengan ( ) (Big-O).
33 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1 menunjukkan notasi menjadi batas bawah dari suatu fungsi agar berada dalam suatu faktor konstan. Dinyatakan ( ) jika terdapat konstanta positif dan sedemikian sehingga pada dan di kanan , nilai selalu berada tepat pada atau di atas .
Gambar 3.2 Contoh Grafik dari Notasi Asimptotik
Pada gambar 3.2, merupakan nilai minimum yang mungkin. Gambar 3.1 menunjukkan notasi membatasi suatu fungsi agar berada dalam faktor
konstan. Dinyatakan ( ) jika terdapat konstanta positif , , dan
34 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Gambar 3.3 Contoh Grafik dari Notasi Asimptotik
Gambar 3.3 menunjukkan notasi menjadi batas atas dari suatu fungsi agar berada dalam suatu faktor konstan. Dinyatakan ( ) jika terdapat konstanta positif dan sedemikian sehingga pada dan di kanan , nilai selalu berada tepat pada atau di bawah . Kompleksitas
waktu algoritma biasanya dihitung dengan menggunakan notasi ( ), dibaca “big-O dari ”.
3.2.1 Notasi O (Big-O)
Notasi asimptotik digunakan ketika hanya diketahui batas atas
asimptotik. ( ) didefinisikan:
( ) { terdapat konstanta positif dan sehingga untuk setiap } (Cormen et al., 2009: 47).
35 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Notasi menyatakan running time dari duatu algoritma untuk kemungkinan kasus terburuk. Notasi memiliki dari beberapa bentuk. Notasi dapat berupa salah satu bentuk maupun kombinasi dari bentuk-bentuk tersebut.
Bentuk memiliki arti bahwa algoritma yang sedang dianalisis merupakan algoritma konstan. Hal ini mengindikasikan bahwa running time algoritma tersebut tetap, tidak bergantung pada .
berarti bahwa algoritma tersebut merupakan algoritma linier. Artinya, bila menjadi maka running time algoritma akan menjadi dua kali running time semula.
berarti bahwa algoritma tersebut merupakan algoritma kuadratik. Algoritma kuadratik biasanya hanya digunakan untuk kasus dengan yang berukuran kecil. Sebab, bila dinaikkan menjadi dua kali semula, maka running time algoritma akan menjadi empat kali semula.
berarti bahwa algoritma tersebut merupakan algoritma kubik. pada algoritma kubik, bila dinaikkan menjadi dua kali semula, maka running time algoritma akan menjadi delapan kali semula.
Bentuk berarti bahwa algoritma tersebut merupakan algoritma eksponensial. Pada kasus ini, bila dinaikkan menjadi dua kali semula, maka running time algoritma akan menjadi kuadrat kali semula.
berarti algoritma tersebut merupakan algoritma logaritmik. Pada kasus ini, laju pertumbuhan waktu lebih lambat dari pada pertumbuhan . Algoritma yang termasuk algoritma logaritmik adalah algoritma yang memecahkan persoalan besar dengan mentransformasikannya menjadi beberapa persoalan yang lebih kecil dengan ukuran sama. Basis algoritma tidak terlalu penting, sebab bila misalkan dinaikkan menjadi dua kali semula, meningkat sebesar jumlah tetapan.
36 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Sedangkan berarti bahwa algoritma tersebut merupakan algoritma faktorial. Algoritma jenis ini akan memproses setiap masukan dan menghubungkannya dengan masukan lainnya. Bila menjadi dua kali semula, maka running time algoritma akan menjadi faktorial dari .
3.3 Kompleksitas Waktu Algoritma
Untuk menentukan kompleksitas waktu suatu algoritma, diperlukan ukuran masukan serta running time algoritma tersebut. Pada umumnya, running time algoritma meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran . Sehingga, running time suatu algoritma dapat dinyatakan sebagai fungsi dari .
Ukuran masukan untuk suatu algoritma bergantung pada masalah yang diselesaikan oleh algoritma tersebut. Pada banyak kasus, seperti pengurutan, ukuran yang paling alami adalah jumlah item dalam masukan. Dalam kasus lain, seperti mengalikan dua bilangan bulat, ukuran input terbaik adalah jumlah bit yang diperlukan untuk mewakili masukan dalam notasi biner biasa.
Running time algoritma pada masukan tertentu merupakan jumlah operasi atau langkah yang dieksekusi. Selanjutnya, jumlah waktu yang konstan diperlukan untuk mengeksekusi setiap baris pseudocode (kode semu). Satu baris dapat memiliki jumlah waktu yang berbeda dari baris lain. Namun asumsikan bahwa setiap pelaksanaan baris ke- membutuhkan waktu sebesar , di mana adalah konstanta.
Dalam menentukan running time suatu baris pada pseudocode (kode semu), kalikan konstanta dengan jumlah waktu yang diperlukan untuk mengeksekusi baris tersebut. Untuk kasus di mana terdapat perintah loop while atau for dengan panjang , maka perintah tersebut dieksekusi dengan waktu
. Sedangkan untuk baris berisi komentar, dinyatakan sebagai baris yang tidak dieksekusi, sehingga jumlah waktu untuk baris tersebut adalah nol.
37 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
waktu untuk dieksekusi akan memiliki pengaruh sebesar pada running time total ( ).
Setelah diperoleh bentuk fungsi , dapat ditentukan bentuk dari algoritma tersebut dengan menggunkan notasi asimptotik O. Dengan ditentukannya bentuk algoritma, maka dapat diramalkan berapa besar peningkatan running time jika ukuran masukan ditingkatkan.
Contohnya, untuk suatu prosedur algoritma pengurutan A berikut, dimulai dengan menghitung nilai waktu yang digunakan oleh suatu perintah dan jumlah pengulangan perintah tersebut dieksekusi. Untuk setiap , di mana adalah panjang dari A (A.length). merupakan notasi dari jumlah banyaknya loop
while yang dieksekusi untuk nilai pada baris 5.
PENGURUTAN(A) nilai waktu
Untuk menghitung , running time dari algoritma pengurutan dengan nilai masukan , jumlahkan hasil kali nilai dengan waktu. Diperoleh,
38 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Kasus terbaik untuk algoritma ini adalah jika array sudah berurutan. Untuk setiap , diperoleh pada baris ke 5 ketika menjadi nilai awal dari . Maka untuk , dan running time untuk
kasus pengurutan terbaik adalah
Running time ini dapat dinyatakan sebagai untuk dan konstanta yang bergantung pada nilai , artinya running time ini merupakan fungsi linier dari , atau dinyatakan sebagai.
Jika array berada pada kondisi susuanan yang terbalik, maka algoritma tersebut melakukan pengurutan untuk kasus terburuk. Setiap elemen harus dibandingkan dengan semua elemen lain yang sudah tersusun dalam , dan untuk setiap . Perhatikan bahwa
∑
dan
∑
Pada kasus terburuk diperoleh running time untuk algoritma pengurutan adalah
Running time untuk kasus terburuk ini dapat dinyatakan sebagai
39 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
66
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendeteksian tepi menggunakan operator Prewitt memerlukan masukan berupa citra grayscale. Kemudian citra tersebut dikorelasi menggunakan mask, yaitu
Selanjutnya magnitudo dari gradien operator Prewitt dihampiri dengan
√
Pendeteksian tepi menggunakan kedua mask tersebut menghasilkan citra deteksi tepi yang sama.
2. Pendeteksian tepi menggunakan operator Laplacian memerlukan masukan berupa citra grayscale. Citra tersebut dikonvolusi menggunakan mask
[
]
67
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
[ ] atau
[
]
3. Setelah dilakukan pendeteksian tepi menggunakan kedua operator tersebut, diperoleh hasil yang berbeda. Secara visual, citra hasil deteksi tepi menggunakan operator Prewitt memiliki tepi yang lebih jelas dibandingkan dengan citra hasil deteksi tepi menggunakan operator Laplacian. Demikian pula untuk hasil deteksi tepi yang disertai dengan thresholding. Pada kasus pendeteksian tepi pada citra yang mengandung blur, tepi yang dideteksi oleh operator Prewitt lebih jelas jika dibandingkan dengan tepi yang dideteksi oleh operator Laplacian. Selain itu, thresholding tidak mampu mereduksi noise yang dideksi sebagai tepi oleh operator Laplacian. Hal ini disebabkan operator Laplacian sesitif terhadap noise.
Namun berdasarkan kompleksitas algoritma dari kedua operator tersebut, operator Laplacian memiliki bentuk kompleksitas yang lebih efisien daripada operator Prewitt. Kompleksitas algoritma operator Laplacian berbentuk atau linier, sedangkan kompleksitas algoritma operator Pewitt berbentuk atau kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa untuk ukuran citra yang sangat besar, operator Laplacian akan melakukan pendeteksian tepi lebih cepat daripada pendeteksian tepi yang dilakukan oleh operator Prewitt.
Tabel 5.1 Perbandingan Operator Prewitt dan Operator Laplacian
Operator Kompleksitas Algoritma
Sensitifitas Terhadap Tepi Thresholding
68
Ulfah Nur Azizah, 2013
69
Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
69 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, L. (2012). Perbandingan Metode Roberts dan Sobel dalam Mendeteksi Tepi Suatu Citra Digital. Tugas Akhir Mahasiswa Matematika Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.
Cormen, T.H. et al. (2009). Introduction to Algorithms Third Edition. Massachusets, London: The MIT Press.
Gonzalez, R.C. dan Woods, R.E. (2002). Digital Image Processing Second Edition. New Jersey: Prentise Hall, Inc.
Gonzalez, R.C. dan Woods, R.E. (2008). Digital Image Processing Third Edition. New Jersey: Pearson Prentise Hall.
Gonzalez, R.C., Woods, R.E., Eddins, S.L. (2004). Digital Image Processing Using MATLAB. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Kadir, A. dan Susanto, A. (2013). Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Yogyakarta: Penerbit Andi.
McAndrew, A. (2004). An Introduction to Digital Image Processing with MATLAB. School of Science and Mathematics, Victoria University of Technology.
Muller, J.M. (2005). Elementary Function Algorithms and Implementation Second Edition. New York: Birkhäuser Boston.
Munir, R. (2004). Pengantar Pengolahan Citra [Online]. Tersedia:
http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.munir/Buku/Pengolahan%20Citra%20D igital/ [9 April 2013].
70 Ulfah Nur Azizah, 2013
Perbandingan Detektor Tepi Prewit Dan Detektor Tepi Laplacian Berdasarkan Kompleksitas Waktu Dan Citra Hasil
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Shih, F.Y. (2010). Image Processing and Pattern Recognition. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.