CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI DALAM TUTURAN LISAN BAHASA INDONESIA SISWA
SERTA RANCANGAN PEMBELAJARANNYA
(Studi Deskriptif Analitis Terhadap Tuturan Lisan Siswa Kelas VII
SMP Negeri I Caringin, Garut)
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
oleh
Asep Oop NIM 1204640
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA
CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI DALAM TUTURAN LISAN BAHASA INDONESIA SISWA
SERTA RANCANGAN PEMBELAJARANNYA
(Studi Deskriptif Analitis Terhadap Tuturan Lisan Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Caringin, Garut)
oleh Asep Oop, S.Pd. UPI Bandung, 2014
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Sekolah Pascasarjana
© Asep Oop 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Februari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Dr. H. Andoyo Sastomiharjo, M.Pd.
NIP 196109101986031004
Pembimbing II,
Dr. Dadang S. Anshori, M.Si.
NIP 197204031999031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia,
Dr. Sumiyadi, M. Hum.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………. i
PERNYATAAN ……… ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………. iii
ABSTRAK ……… v
DAFTAR ISI ………. vi
DAFTAR TABEL ……….. ix
DAFTAR BAGAN ………. x
DAFTAR LAMPIRAN ……… xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ………... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ………. 7
C. Tujuan Penelitian ……….. 8
D. Manfaat Penelitian ……… 8
BAB II CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI, DAN RANCANGAN PEMBELAJARANNYA A. Pengantar ……….. 10
B. Kedwibahasaan, Campur Kode, Alih Kode, dan Interferensi ……… 11
1. Kedwibahasaan ……….. 11
a. Pengertian Kedwibahasaan ……… 11
b. Tipe-tipe Kedwibahasaan ……… 15
c. Faktor-faktor Penyebab Kedwibahasaan ……… 16
d. Ekabahasawan, Dwibahasawan, dan Multibahasawan …… 18
e. Kedwibahasaan pada Anak ……… 20
f. Teknik Pengukuran Kedwibahasaan ……… 22
2. Campur Kode, Alih Kode, dan Interferensi ……… 26
a. Campur Kode ……… 26
b. Alih Kode ………. 28
C. Berbicara dan Peristiwa Tutur dalam Bahasa Indonesia ..………... 35
1. Ikhwal Bebicara dalam Bahasa Indonesia ……..……… 35
a. Tujuan Berbicara ………... 41
b. Gaya Berbicara ………. 43
c. Berbicara dalam Situasi Interaktif ……… 44
2. Peristiwa Tutur dalam Bahasa Indonesia ……….. 46
D. Bahasa Baku ……… 48
1. Pengertian Bahasa Baku ……… 48
2. Fungsi Bahasa Baku ……… 49
E. Rancangan Pembelajaran ……….. 50
1. Pengertian Rancangan Pembelajaran ………. 50
2. Dasar-dasar Pertimbangan Pemilihan Rancangan Pembelajaran.. 51
F. Kajian Penelitian yang Relevan ………. 52
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ………. 54
B. Sumber Data dan Data ……….. 55
C. Teknik Pengumpulan Data ……… 56
D. Definisi Operasional ……….. 57
E. Instrumen Penelitian ………. 58
F. Teknik Analisis Data ………. 58
G. Langka-langkah Pelaksanaan Penelitian ……… 61
1. Tahap Perencanaan ………. 61
2. Tahap Pelaksanaan ………. 62
BAB IV ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ………. 63
1. Pengunaan Campur Kode ……… 63
2. Penggunaan Alih Kode ………. 83
3. Penggunaan Interferensi dan Jenisnya ……….. 99
B. Pembahasan Hasil Analisis ……… 109
2. Penggunaan Alih Kode ………. 112
3. Penggunaan Interferensi dan Jenisnya ………. 115
A.Deskripsi Model Group Investigation ……… 118
B.Langkah-langkah Kegiatan (Syntax) ………. 121
1. Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan Siswa ………. 122
2. Tahap Merencanakan Tugas yang Akan Dipelajari ………. 123
3. Tahap Melaksanakan Investigasi ……… 123
4. Menyiapkan Laporan Akhir ……….. 123
5. Tahap Mempresentasikan Laporan Akhir ……… 124
6. Tahap Evaluasi ……… 124
C.Sistem Sosial (Social System) ……… 125
D.Prinsip Reaksi (Principle of Reaction) ……….. 125
E. Sistem Penunjang (Support System) ………. 125
F. Dampak Instruksional dan Pengiring (Instructional and nurturant Effect) ……… 126
G.Penerapan Model ……… 126
1. Silabus ………. 126
2. RPP ……….. 128
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ……… 135
B. Saran ………. 138
DAFTAR PUSTAKA ………. 140
ABSTRAK
Penelitian ini membahas campur kode, alih kode, dan inteferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa. Campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan siswa sangat penting diteliti, karena hal itu akan memengaruhi terhadap kemapuan berbicara siswa secara formal. Objek penelitian ini adalah tuturan lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin, Garut dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, PKn, IPS, dan Seni Budaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu cara ilmiah bagi setiap peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu atau cara peneliti memandang suatu realitas atau fenomena secara holistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alih kode, campur kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa dan menyusun rancangan pembelajaran berbicara untuk meminimalisasi gejala campur kode, alih kode, dan interferensi.
Dalam penelitian ini, peneliti melihat secara deskriptif analitis tentang bilingualisme terutama campur kode, alih kode, dan interferensi pada keterampilan siswa dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa. Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan teknik observasi dan perekaman terhadap tuturan lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin.
Berdasarkan analisis terhadap tuturan lisan siswa SMP Negeri 1 Caringin Kelas VII pada proses pembelajaran ditemukan campur kode, alih kode, dan interferensi. Campur kode yang terjadi pada tuturan lisan siswa adalah pencampuran kode bahasa B1 yaitu bahasa daerah (bahasa Sunda), ke dalam bahasa B2 (bahasa Indonesia) seperti tuturan siswa berikut, ”Pak Yusuf mah orangnya sangat baik”. Begitu pula dengan alih kode yang terdapat pada tuturan siswa hampir keseluruhannya alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sunda misalnya Heueuh saha nu bageur teh? Gejala interferensi pada tuturan lisan siswa secara umum dapat dikatakan bahwa interferensi terjadi pada tararan morfologis, leksikal, dan sintaksis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Indonesia adalah bangsa yang plural yang ditandai oleh berbagai aspek
seperti agama, budaya, suku bangsa, adat istiadat, dan bahasa. Selain itu,
Indonesia dikenal juga sebagai negara kepulauan dan kesukuan yang sangat
banyak. Setiap kepulauan ditandai oleh budaya dan bahasa yang menghasilkan
ragam kreativitas, seperti kreativitas pada seni, budaya, dan norma-norma lainnya
yang mengikat. Dalam wilayah Republik Indonesia sudah umum diketahui bahwa
terdapat beratus-ratus bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu bagi penduduk
yang bersangkutan; misalnya bahasa Aceh, Bugis, Batak, Jawa , Sunda, Madura,
dan Bali. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa
nasional, dan bahasa resmi menjangkau daerah yang lebih luas daripada bahasa
daerah, dan meliputi seluruh wilayah negara kita. Akibatnya ialah tiap daerah di
samping menggunakan bahasa Indonesia bagi situasi-situasi tertentu, tetap
mengunakan bahasa daerah, bahasa ibunya dalam situasi-situasi lain.
Burhan ( 1980: 73) mengatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara telah menjalankan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa resmi,
bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, bahasa ilmu dan kebudayaan nasional,
dan sebagai bahasa pergaulan. Akan tetapi sebagai bahasa resmi, sebagai bahasa
pengantar, sebagai bahasa ilmu dan kebudayaan, serta sebagai bahasa pergaulan
nasional, masih banyak peranannya yang
dilakukan oleh bahasa lain, baik bahasa-bahasa daerah maupun bahasa-bahasa
asing. Oleh karena itu, untuk pembinaan bahasa Indonesia pemerintah
menetapkan bahwa bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa
dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal tersebut dikemukakan
Burhan (Politik Bahasa Nasional, 1980: 73) bahwa bahasa-bahasa yang harus
diajarkan di sekolah-sekolah adalah bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah, dan
bahasa-bahasa asing tertentu. Selaian itu menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi bahwa dalam struktur kurikulum KTSP terdapat mata
Suku bangsa Indonesia termasuk ke dalam masyarakat yang bilingual atau
dwibahasawan. Kenyataan tersebut hampir terjadi pada semua suku yang ada di
Indonesia. Suku-suku bangsa di Indonesia, lazimnya menguasai dua bahasa, yaitu
bahasa ibu (daerah) sebagai bahasa pertama (B1) dan bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua (B2), bahkan untuk golongan terpelajar mengusai lebih dari dua
bahasa. Akibat penguasaan dua atau lebih bahasa tersebut masyarakat
menggunakan dua bahasa secara bergantian atau bilingual dalam berkomunikasi.
Tanpa kita sadari, bahwa bilingual sering terjadi dalam kegiatan berbahasa
yang kita lakukan setiap saat. Karena kita selalu berhadapan dengan tipe dan latar
belakang sosial masyarakat yang berbeda-beda yang menjadikan kita turut aktif
berinteraksi dengan menggunakan tingkatan-tingkatan bahasa yang harus
disesuaikan dengan konteks yang kita hadapi. Kegiatan berbahasa dalam
pembicaraan selalu mengandalkan fungsi dari struktur dengan memperhatikan
situasi dan kondisi atau konteks pembicaraan. Jadi, pada saat pembicaraan
berlangsung seorang pembicara sering terbawa oleh suasana konteks sehingga
pesan yang disampaikan tidak dapat dipahami oleh lawan bicara. Bahkan,
penggunaaan bahasa yang dipakai oleh siswa pada saat berbicara berupa kata-kata
dan kalimat yang dituangkan lewat bunyi-bunyi bahasa yang bersifat suka ria,
bebas, serta tidak terikat oleh aturan. Kelihatan sekali adanya gejala bilingual
apabila mereka berkumpul atau pada situasi santai atau bermain.Variasi itu selalu
muncul bersamaan dengan suasana atau konteks yang ada. Dalam pembicaraan
mereka sering terjadi campur kode, alih kode, dan interferensi, baik dalam tataran
fonologis, morfologis, sintaksis, maupun semantik.
Penguasaan terhadap dua bahasa atau lebih akan memungkinkan terjadinya
kontak bahasa sebab antara bahasa satu terhadap bahasa lain akan saling
memengaruhi dalam kehidupan berbahasa. Terlebih-lebih jika kedua bahasa yang
digunakan itu telah lama bertemu dan secara bergantian digunakan ketika
berkomunikasi. Akibat kontak bahasa akan terjadi campur kode, alih kode, dan
interferensi bahasa atau pencampuradukan dua sistem bahasa ketika komunikasi
Kontak bahasa merupakan salah satu faktor terjadinya campur kode, alih
kode, dan interferensi bahasa dalam satu kesatuan tuturan, baik tuturan lisan
maupun tulis. Istilah kontak bahasa tidak bisa dilepaskan dari istilah
kedwibahasaan sebab keduanya saling berkaitan bahkan Weinreich tidak
membedakan istilah kontak bahasa dan kedwibahasaan secara jelas. Weinreich
(Bahri, 2008: 15) menjelaskan bahwa kontak bahasa akan terjadi apabila penutur
yang sama menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian ketika
komunikasi berlangsung. Orang atau individu yang menggunakan dua bahasa atau
lebih disebut dwibahasawan.
Two or more languages will be said to be in contact it they are used alternatively by the same person. The language used by individuals are thus focus of the contact. The practice of alternatively using two languages will be called bilingualism and the persons involved, bilinguals
(Weinreich, 1968: 1).
Dua bahasa atau lebih yang akan dikatakan dalam komunikasi yang mereka gunakan secara alternatif dengan orang yang sama. Bahasa yang digunakan oleh individu merupakan hasil dari komunikasi yang fokus. Latihan secara alternatif menggunakan dua bahasa yang disebut bilingualism dan orangnya disebut, bilingual (Weinreich, 1968: 1).
Perihal kontak bahasa yang diuraikan Weinreich berbeda dengan pendapat
para pakar bahasa lainnya. Mackey (Rusyana, 1989: 4) membedakan istilah
kontak bahasa dan kedwibahasaan. Menurut Mackey kedwibahasaan adalah
penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang, sedangkan kontak bahasa
adalah pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lain dalam langue, dan menjadi
milik tetap, bukan saja oleh dwibahasawan tetapi juga oleh ekabahasawan.
Pendapat Mackey tentang kontak bahasa dan kedwibahasaan memiliki kesamaan
dengan pendapat Rusyana. Rusyana menjelaskan pengertian kedwibahasaan dan
kontak bahasa sebagai sesuatu yang berbeda meskipun di antara keduanya saling
berkaitan. Menurut pendapat Rusyana, kedwibahasaan adalah praktik penggunaan
dua bahasa atau lebih oleh seseorang, sedangkan kontak bahasa adalah pengaruh
bahasa yang satu terhadap bahasa yang lain yang menimbulkan perubahan dalam
sistem bahasa dan menjadi milik tetap pembicara ekabahasawan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, pengertian kedwibahasaan
keduanya saling berkaitan. Kedwibahasaan berkaitan dengan penggunaan atau
praktik penggunaan dua bahasa oleh penutur dalam berkomunikasi, sedangkan
kontak bahasa berkaitan dengan pengaruh sistem bahasa yang satu terhadap
sisitem bahasa yang lain dan kontak bahasa biasanya terjadai pada diri penutur,
baik ekabahasawan, dwibahasawan, maupun multibahasawan.
Pandangan yang berbeda tentang kontak bahasa dan kedwibahasaan dari
para pakar bahasa tersebut ditengahi oleh Suwito. Menurut pandangan Suwito
(1983: 39) kontak bahasa terjadi pada diri penutur secara individu dalan situasi
konteks sosial. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara individu.
Individu-individu tempat terjadinya kontak bahasa disebut dwibahasawan-dwibahasawan.
Pernyataan Suwito tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang jelas antara
kontak bahasa dan kedwibahasaan. Suwito hanya menggaris bawahi bahwa
kontak bahasa terjadi pada diri penutur dwibahasawan-dwibahasawan secara
individu atau perseorangan. Dalam situasi konteks sosial kontak bahasa dapat
terjadi diri penutur bahasa sehingga kontak antara bahasa yang satu terhadap
bahasa yang lain tak terelakan.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kontak
bahasa dan kedwibahasaan merupakan dua hal yang saling berkaitan sebab
keduanya tidak bisa dipisahkan dalam peristiwa berbahasa. Pembahasan tentang
kedwibahasaan tidak akan terlepas dari kontak bahasa. Penguasaan terhadap dua
bahasa atau lebih akan mengakibatkan saling pengaruh sehingga terjadilah kontak
bahasa dalam peristiwa berbahasa atau bisa juga terjadi sebaliknya. Praktik
pengunaan dua bahasa atau lebih bisa saja diawali oleh persinggungan dua bahasa
atau lebih yang dilakukan dwibahasawan atau multibahasawan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat mengasumsikan bahwa siswa SMP telah
mempunyai kemampuan dua bahasa yakni bahasa ibu (daerah) dan bahasa
Indonesia. Asumsi ini diperoleh dari dua hal. Pertama, karena mereka telah
menempuh pembelajaran bahasa Indonesia selama enam tahun di sekolah dasar,
rentang waktu yang cukup lama untuk menguasai bahasa Indonesia. Siswa SMP
adalah siswa pertengahan dalam pendidikan yakni setelah pendidikan dasar
sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Kedua, situasi pendukung
pembelajaran nonformal yang terdapat di lingkungan masyarakat. Penguasaan
bahasa dapat diperoleh dari lingkungan keluarga, berinteraksi dengan masyakat,
dan pengaruh media masa. Di lingkungan keluarga sudah barang tentu mereka
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah, begitu pun di lingkungan
masayarakat mereka berkomunikasi dengan bahasa daerah, tetapi tidak menutup
kemungkinan menggunakan bahasa Indonesia. Pengaruh media masa, terutama
televisi terhadap kemampuan berbahasa siswa cukup tinggi, mereka sehari-hari
menyaksikan tayangan televisi. Hal ini barang tentu sangat berpengaruh dalam
pemerolehan bahasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak usia SMP telah
menjadi seorang bilingual atau dwibahasawan. Bagaimana atau apa ukurannya
seseorang disebut bilingual? Kalau menyimak kepustakaan yang ada akan terlihat
pengertian mengenai bilingual atau dwibahasawan ini. Dwibahasawan adalah
orang yang dapat mendemontrasikan penguasaan penuh dua bahasa yang berbeda
tanpa interferensi antara kedua proses linguistik itu (Cummins & Swain, 1986:7).
Siswa SMP Negeri I Caringin hampir seratus persen bahasa ibunya adalah
bahasa Sunda. Di lingkungan keluarga mereka menggunakan bahasa Sunda begitu
pun di lingkungan masyarakat. Latar belakang ini tentu akan memengaruhi
terhadap kemampuan pemerolehan bahasa sehingga sangat mungkin pada waktu
mereka berbahasa terutama berbicara menggunakan dua bahasa (bilingual) dan
terjadi campur kode, alih kode, dan interferensi.
Campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa
Indonesia siswa merupakan materi yang akan diuraikan secara panjang lebar.
Siswa sekolah menengah pertama dalam berbahasa Indonesia, kosakata yang
digunakan masih terbatas. Hal ini potensi campur kode, alih kode, dan interferensi
akan merambah ke dalam penggunaan bahasa Indonesia mereka. Campur kode,
alih kode, dan interferensi bukan hanya terjadi pada tuturan lisan siswa melainkan
terjadi juga pada pendidik dan tenaga kependidikan. Guru pada saat memberikan
materi kadang-kadang menggabungkan berbagai ragam bahasa dengan variasi
yang ada. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat menangkap dan mengerti
kode, alih kode, dan interferensi bukanlah suatu kesengajaan yang dibuat oleh
guru ketika menyampaikan materi pelajaran kepada siswa tetapi, yang dinginkan
guru adalah ketercapaian tujuan pembelajaran.
Bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa di dalam ruang lingkup
formal, kadang-kadang kurang memperhatikan masalah ketatabahasaan karena
kondisi masyarakat kita yang konservatif sehingga kebanggaan akan nilai
etniknya dapat terlihat dalam berbahasa. Kondisi seperti ini bukan hanya terjadi
dalam lingkungan komunitas kita melainkan, terjadi dalam di dalam dunia
pendidikan.
Tingkat campur kode, alih kode, dan interferensi yang terjadi pada siswa
SMP Negeri I Caringin belum diketahui secara terukur. Mereka melakukan itu
karena ketiadaan ungkapan, keterbatasan penguasaan kosakata, atau sebab-sebab
lain. Interferensi pada siswa dapat terjadi pada tataran fonologis, morfologis,
leksikal, dan sintaksis. Oleh karena itulah, peneliti ingin melakukan penelitian
tentang kedwibahasaan, terutama campur kode, alih kode, dan interferensi dalam
pembicaraan bahasa Indonesia dengan melakukan observasi dan wawancara
terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin Kabupaten Garut. Alasan
pengambilan sumber data penelitian ini adalah siswa tersebut diasumsikan
penguasaan kosakata bahasa Indonesia masih terbatas sehingga sangat besar
peluang terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi terhadap bahasa
Indonesia dalam tuturan lisannya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa tuturan lisan siswa Kelas
VII SMP Negeri 1 Caringin terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi.
Campur kode yang terjadi dalam tuturan lisan siswa misalnya terjadi pada tuturan seorang siswa, ”Pak Yusuf mah orangnya sangat baik.” Begitu pula dengan alih kode, sering peneliti mendengar tuturan siswa yang beralih kode misalnya dalam
percakapan berikut ini.
Siswa G : Kamu tulis pertanyaannya!
Siswa H : Iya.
Sedangkan interferensi yang terjadi dalam tuturan lisan siswa misalnya, ”Bajunya
nyangkut pada ranting pohon”.
Campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan siswa sangat
penting diteliti, karena hal itu akan memengaruhi terhadap kemapuan berbicara
siswa secara formal. Pada saat dewasa, mereka akan dihadapkan pada setuasi yang
mengharuskan mereka berbicara di depan umum secara formal. Misalnya pada
acara peringatan hari-hari besar keagamaan atau hari-hari besar nasional. Bahkan
mungkin di anatara mereka ada yang menjadi pejabat pemerintah. Keadaan seperti
itu, mengharuskan mereka memerlukan keterampilan berbicara dengan
menggunakan bahasa Indonesia baku. Oleh sebab itu, penelitian terhadap ”Campur Kode, Alih Kode, dan Interferensi Dalam Tuturan Lisan Bahasa Indonesia Siswa dan Model Pembelajarannya” perlu dilakukan.
Hasil penelitian akan menjadi dasar bagi peneliti untuk menyusun
rancangan pembelajaran berbicara. Rancangan pembelajaran biasanya disusun
berdasarkan prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun rancangan
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis,
sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung Joyce & Weil
(Rusman, 2012: 1-2). Joyce dan Weil berpendapat bahwa rancangan
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan
pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Dari uraian latar belakang masalah rencana penelitian di atas,
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimanakah terjadinya campur kode, alih kode, dan interferensi dalam
tuturan lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri I Caringin, Garut?
2) Jenis interferensi manakah yang sering dilakukan siswa kelas VII SMP
3) Bagaimanakah gambaran rancangan pembelajaran berbicara untuk mengatasi
campur kode, alih kode, dan interferensi bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1
Caringin, Garut?
C. Tujuan Penelitian
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, penelitian ini menguraikan
persoalan-persoalan kebahasaan yang muncul dari sebuah gejala sosial yang
nantinya berdampak pada pengaruh bilingualisme. Kejelasan sebuah perencanaan
pengajaran harus benar-benar dikondisikan dengan konteks pembelajaran,
sehingga tipe perubahan yang dirancang oleh guru untuk mengubah kesalahan
pembicaraan siswa dapat dilaksanakan dengan tidak melepaskan kultur lokal yang
telah ada.
Campur kode, alih kode, dan interferensi yang terjadi pada siswa
merupakan suatu kewajaran, karena faktor pembawaan dari lingkungan keluarga
yang mempunyai latar belakang bahasa yang berbeda, dan kenyataan ini terlihat
ketika seorang siswa sering kali masih mengucapkan kata-kata daerah, serta dialek
daerah tertentu dengan daerah setempat (alih kode dan campur kode). Penelitian
ini bertujuan untuk mencari tahu, mengidentifikasi serta menyusun secara
terstruktur hal yang menyangkut dengan beberapa hal di bawah ini.
1) Mengidentifikasi campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan
lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin Kabupaten
Garut.
2) Mengidentifikasi jenis interferensi dalam tuturan bahasa Indonesia siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Caringin Kabupaten Garut.
3) Menyusun rancangan pembelajaran berbicara untuk mengatasi campur kode,
alih kode, dan interferensi bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin.
D. Manfaat Penelitian
Dalam proses penelitian diharapkan dapat membantu serta memberikan
manfaat. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk dijadikan rujukan
selanjutnya bagi para intelektual atau peneliti lain sebagaimana diuraikan seperti
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini dapat menambah khasanah tentang campur
kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
a. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya pembelajaran berbicara.
b. Penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya peningkatan
kualitas pendidikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya
BAB III
METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian fungsi dan kegunaan metode adalah cara
ilmiah bagi setiap peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu atau cara peneliti memandang suatu realitas atau fenomena atau gejala
secara holistik. Dari landasan teori ini, dalam melakukan penelitian
menggunakan metode yang bersifat kualitatif. Penelitian ini melihat secara
deskriptif analitis tentang bilingualisme terutama campur kode, alih kode, dan
interferensi pada keterampilan siswa dalam berbicara bahasa Indonesia.
Sugiyono (2012: 15) memaknai metode kualitatif sebagai berikut ini.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses
penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu
dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat
gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan
pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian
dalam situasi alamiah. Situasi alamiah adalah situasi yang berkembang apa
adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif
instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri.
Untuk menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan
wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan
mengonstruksi situasi sosial yang diteliti.
Penelitian kualitatif menurut Sugiyono disebut juga dengan penelitian
naturalistik. Disebut naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi
alamiah (natural setting), situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar,
Oleh karena data yang hendak diperoleh dari penelitian bersifat kualitatif
berupa deskripsi analitik tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi yang
wajar, maka dibutuhkan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat
mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat di sini bahwa peranan
peneliti sangat menentukan sebagai alat penelitian utama (key instrumen) yang
mengadakan sendiri pengamatan. Dalam kaitan ini Nasution (Muharam,
2011:140) berpendapat bahwa:
"Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antara manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian."
Demikian pula dalam penelitian ini, penulis sebagai instrumen utama yang
berusaha mengungkapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa
teknik pengumpulan data. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong
(2005:9) bahwa ,
Bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama, karena ia menjadi segala dari keseluruhan penelitian.Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitiannya.
Di samping menekankan pada faktor peneliti sebagai alat penelitian utama,
penelitian ini memperhatikan pula metode yang digunakan agar hasilnya sesuai
dengan yang diharapkan.
Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik observasi dan perekaman terhadap pembicaraan siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Caringin. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi
yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kualitatif, yang meliputi
observasi dan dokumentasi dengan bantuan alat rekaman.
B. Sumber Data dan Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan (Leofland dalam Moleong. 1994).
Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri I Caringin yaitu tuturan di dalam
kegiatan pembelajaran di kelas. Sebagaimana dikemukakan Sugiyono (2012: 53)
bahwa dalam menentukan sumber data dapat menggunakan teknik purposive
sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Pendapat Sugiyono tersebut dipertegas oleh pendapat Sangaji (2010:
181) bahwa purposive sample harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat
tersebut di antaranya bahwa pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri,
sifat-sifat, atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri populasi.
Karakteristik tertentu, dalam penelitian ini diasumsikan sekelompok siswa
sebagai penutur bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Data penelitian ini adalah campur kode, alih kode, dan interferensi yang
terdapat dalam tuturan lisan siswa kelas VII SMP Negeri I Caringin, Garut tahun
ajaran 2012-2013.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data mengacu pada penelitian
kualitatif bahwa dalam pengumpulan data ada empat teknik yang dapat
digunakan yakni (1) pengamatan, (2) wawancara, (3) catatan lapangan, dan
penggunaan dokumen (Moleong, 1994: 111). Penggunaan keempat teknik
pengumpulan data tersebut menurut Moleong digunakan secara proporsional.
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi dan catatan lapangan. Di dalam mengobservasi, peneliti
merekam untuk mendokumentasikan campur kode, alih kode, dan interferensi
tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.
Menurut Sugiyono (2012: 67) teknik pengamatan atau observasi
digunakan untuk memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi
akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. Teknik
wawancara digunakan untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang
partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di
mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi (Susan Stainback dalam
D. Defenisi Operasional
Dalam judul penelitian ini, terdapat tiga konsep yang di anggap paling
utama, yakni: bilingualism atau kedwibahasawan (campur kode, alih kode, dan
interferensi), keterampilan berbicara, dan model pembelajaan. Supaya tidak
terjadis kesalahpahaman dalam memahami istilah-istilah yang dipakai dalam
rencana penelitian ini, berikut penulis jelaskan istilah-istilah tersebut.
1. Campur Kode
Campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa
lain, satuan bahasa itu dapat dalam tataran kata atau frasa yang terjadi dalam
tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.
2. Alih Kode
Peristiwa peralihan pergantian kode bahasa dari kode bahasa yang satu ke kode
bahasa yang lain, peralihan kode yang dimaksud terdapat dalam tataran kalimat
yang terjadi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.
3. Interferensi
Interferensi adalah gejala terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam
bahasa yang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari
bahasa yang sedang digunakan baik dalam tataran fonologis, morfologid,
leksikal, dan sintaksis dalam tuturan lisan bahasa Indonesia.
4. Tuturan
Tuturan adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan
tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
5. Rancangan pembelajaran
Rancangan pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
6. Bilingualism /kedwibahasaan
Kedwibahasaan mengacu pada kemampuan “menghasilkan ucapan-ucapan
bermakna yang sempurna” dalam bahasa lisan (Hangen, 1956:6; Mc Langhlin,
1984: 8), sedangkan dwibahasawan adalah orang yang dapat berperan serta dan
turut berpartisipasi dalam komunikasi dalam lebih dari satu bahasa (Fishman,
1966).
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus
"divalidasi" seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun ke lapangan (Sugiyono, 2008). Peneliti sebagai instrumen
utama dalam melaksanakan penelitian ditunjang olen instrumen lain yaitu alat
rekaman yang menyimpan tuturan lisan siswa.
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan
berperan serta, namun peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan
skenarionya (Moleong, 2 0 0 4 ) . Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus
melakukan persiapan-persiapan khusus. Persiapan dengan cara mengumpulkan
berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sekaligus
berbagai teori-teori yang ada keterkaitannya dengan masalah penelitian.
Dalam penelitian ini, tidak asal saja memilih daerah atau lokasi
penelitian yang akan digeneralisasi. Namun, lokasi penelitian tersebut tidak
asing lagi bagi peneliti. Dengan maksud, bahwa wilayah-wilayah atau
lokasi-lokasi tertentu yangakan dijadikan lokasi-lokasi penelitian, peneliti sangat mengenal
karakteristiknya.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:16-18). Analisis data
kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah
kegiatan analisis yang susul menyusul. Peneliti akan menggunakan urutan-urutan
yang telah ditentukan pada susunan analisis kualitatif dengan memperhatikan
empat komponen yang telah diuraikan di atas. Adapun keempat komponen
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Komponen-komponen Analisis Data (Miles dan Huberman, 1992:20)
Bagan 3.1
Sesuai dengan bentuk bagan di atas, terlihat adanya tiga jenis kegiatan
utama analisis data merupakan proses siklus yang saling berhubungan. Jadi
peniliti harus mengikuti panduan yang termaktub pada penjabaran
lingkaran-lingkaran yang berkait, selama pengumpulan data itu berlangsung.selanjutnya
data diuraikan bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Analisis data itu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut ini.
a. Mentranskripsi tuturan lisan bahasa Indonesia siswa ke dalam ragam tulis.
b. Membaca transkripsi itu kemudian menandai yang akan dianalisis.
c. Mengutip berbagai keterangan pendukung yang membantu terungkapnya
masalah penelitian.
d. Menyusun data yang telah terkumpul.
e. Menyusun kesimpulan.
Sebagai pedoman dalam menganalisis data perlu ditentukan parameter seperti
Tabel 3.2
Parameter Analisis Campur Kode
Aspek-aspek yang dianalisis
Setting/konteks Asal kata Jenis kata/frasa Tujuan
Perbaikan data
Digubah dari Chaer (2010: 114-118)
Tabel 3.3
Parameter Analisis Alih Kode
Aspek-aspek yang dianalisis
Setting/konteks Asal bahasa Jenis kalimat Tujuan
Penyabab alih kode Perbaikan data
Tabel 3.4
Parameter Analisis Interferensi
Aspek-aspek yang dianalisis
Asal bahasa Jenis interferensi Penyabab interferensi Perbaikan data
Selain parameter analisis, perlu pula ditentukan instrumen analisis
campur kode, alih kode, dan interferensi sebagaimana tertdapat dalam tabel 3.5 di
[image:24.595.113.506.586.732.2]bawah ini.
Tabel 3.5
Instrumen Analisis Campur Kode
Data Data
Campur Kode
Kata Frasa
1
2
3
Tabel 3.6
Instrumen Analisis Alih Kode
Data Data Alih Kode
1
2
3
Dst.
Tabel 3.7
Instrumen Analisis Interferensi
Data Data Interferensi
Fonologis Morfologis Leksikal Sintaksis
1
2
3
Dst.
Tabel 3.5 s.d 3.7 ini peneliti akan gunakan untuk mengidentifikasi campur
kode, alih kode, dan interferensi yang terdapat dalam data. Cara pengisiannya
adalah dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan dengan
data apabila dalam data terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi.
G. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Perencanaan
a. Mencari informasi tentang pokok permasalahan yang akan dijadikan
kajian penelitian.
b. Mencari informasi tentang pokok permasalahan yang akan dijadikan
kajian dalam penelitian berupa penelusuran terhadap bukti-bukti fisik
hasil penelitian (tesis) yang berkenaan dengan sudah atau belum
c. Menentukan sumber data yang akan membantu peneliti dalam
menggunakan data berdasarkan masalah penelitian.
d. Menentukan alat atau instrumen penelitian yang tepat untuk
digunakan dalam pengumpulan data.
e. Melakuakan studi pustaka sesuai dengan masalah penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Merekam pembicaraan siswa dalam kegiatan pembelajaran maupun pembicaraan siswa di luar kelas.
b. Mentranskripsikan pembicaraan siswa ke dalam ragam tulis.
c. Menganalisis data berdasarkan campur kode, alih kode, dan interferensi yang terdapat dalam data.
d. Menyusun laporan hasil penelitian berdasarkan sistematika penulisan laporan ilmiah.
BAB V
RANCANGAN PEMBELAJARAN MENCERITAKAN TOKOH IDOLA DENGAN MODEL INVESTIGASI KELOMPOK (GROUP
INVESTIGATION)
Banayak model pemebelajaran yang dapat digunakan guru dalam
pembelajaran berbicara, baik menceritakan tokoh idola, menceritakan pengalaman
yang paling mengesankan dll. Guru dapat memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dasar pertimbangan
memilih model pembelajaran menurut Rusman (2012 : 133-134) adalah tujuan
yang hendak dicapai, bahan atau materi pembelajaran, peserta didik, dan
pertimbangan yang bersifat nonteknis.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam
pembelajaran berbicara terutama menceritakan tokoh idola di antaranya adalah
model investigasi kelompok (group investigation).
A. Deskripsi Model Group Investigation
Materi berbicara dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau
Kurikulum 2006 kelas VII semester 1 terdapat dua standar kompetensi dan
semester 2 sebanyak dua standar kompetensi. Standar kompetensi itu adalah
sebagai berikut ini.
1) 2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan
bercerita dan menyampaikan pengumuman
2) 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita
3) 10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon
4) 14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen
Materi menceritakan tokoh idola termasuk ke dalam aspek keterampilan
berbicara. Menceritaan tokoh idola merupakan kopetensi dasar merupakan KD
dari “mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui
kegiatan menanggapi cerita dan telepon”. Menceritakan tokoh idola dipilih
sebagai contoh dalam merancang model pemebelajaran berbicara. Lebih jelasnya
Standar Kompetensi
Berbicara:
10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman
melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon.
Kompetensi Dasar
10.1 Mencerita-kan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh,
keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang
se-suai.
Rancangan (model) pembelajaran investigasi kelompok (goup
investigation) selanjutnya disingkat GI dipilih sebagai upaya untuk
meiminimalisasi gejala campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan
lisan siswa SMPN 1 Caringin Kelas VII. Model GI dipilih untuk menyampaikan
materi pembelajaran menceritakan tokoh idola. Materi ini menuntut kegiatan
pembelajaran siswa diisi dengan berbicara sehingga sangat dimungkinkan dalam
pembicaraan siswa tersebut terdapat gejala campur kode, alih kode, dan
interferensi.
Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun dalam bukunya Models of
Teaching (2011) semua model pembelajaran terdiri dari unsur-unsur model
berikut: (1) orientasi model, (2) langkah-langkah kegiatan (syntax), (3) sistem
sosial (social system), (4) prinsip reaksi (principle of reaction), (5) sistem
penunjang (support system), dan (6) dampak instruksional dan pengiring
(instructional and nurturant effect). Oleh karena itu, untuk menguraikan
bagaimana pembelajaran menceritakan tokoh idola dengan model pembelajaran
GI pembahasan akan mengacu kepada unsur-unsur model di atas.
GI adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh
Shlomo Sharan dan Yael Sharan di universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum
perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan model GI adalah
kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2 sampai 6
orang. Tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi
(pokok bahasan) yang kan diajarkan, dan kemudian menghasilkan laporan
laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan
mereka, Burns (Rusman, 2012: 220).
Pengemabangan belajar kooperatif tipe GI didasarkan atas suatu premis
bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan domain sosial dan
intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua
domain tersebut (Slavin, 1995a). Oleh karena itu, belajar kooperatif tipe GI tidak
dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa
mendukung dialog interpersonal. Aspek sosial, apektif, pertukaran intelektualnya,
dan materi yang bermakna, merupakan sumber primer yang cukup penting dalam
memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan
komunikasi yang bersifat kooperatif di antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai
dengan baik, jika pembelajaran dilakukan melalui kelompok-kelompok belajar
kecil.
Belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian
yang memerlukan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a), yang mengrah pada
kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecah
suatu masalah. Oleh karena itu, kesuksesan implementasi teknik kooperatif GI
sangat tergantung dari pelatihan awal dalam penguasaan keterampilan komunikasi
dan sosial. Tugas-tugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan
bagi anggota kelompok untuk memeberikan berbagai macam kontribusinya,
bukan hanya desain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat
faktual (apa, siapa, di mana, atau sejenisnya).
Menurut Slavin (Rusman, 2012: 220) model pembelajaran GI sebenarnya
dilandasi oleh filosofi belajar kooperatif John Dewey. Sementara itu, teori yang
melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori belajar konstruktivisme. Pada
dasarnya pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang
mengharuskan siswa secara individual menemukan dan mentranspormasikan
informasi yang kompleks, memerikas informasi dengan aturan yang ada dan
merevisinya bila perlu, Soejadi (Rusman, 2012: 201).
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
yang anggotanya terdiri atas 4 sampai 6 orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi
(Nurulhayati dalam Rusman, 2012: 203). Dalam sistem belajar kooperatif, siswa
belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memilki dua
tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama
anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok
kecil dan mereka dapat melakukannya sendiri.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Terdapat empat hal yang penting
dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam
kelompok, (2) adanya aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar
dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.
Berkenaan dengan pengelompokkkan siswa dapat ditentukan berdasarkan
atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, perpaduan
antara minat dan bakat siswa, dan latar kemampuan siswa.
Sementara itu, Nurulhayati (Rusman, 2012: 204) mengemukakan lima
unsur dasar model pembelajaran kooperatif yaitu: (1) ketergantungan yang positif,
(2) pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka,
dan (5) evaluasi proses kelompok.
B. Langkah-langkah Kegiatan (Syntax)
Tahap pertama yang dilakukan siswa dalam pembelajaran GI adalah
mengidentfikasi topik dan membagi para siswa ke dalam bebebrapa kelompok.
Tahap dilakukan guru dan siswa seminngu sebelum proses belajar berlangsung.
Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
pertemuan yang akan datang dengan mengajukan beberpa topik permasalahan,
misalnya identitas tokoh idola. Topik pembelajaran tersebut diidentifikasi dari
siswa meperhatikan topik permasalahan yang diajukan guru dan harus
mempelajari topik yang telah ditentukan tersebut dalam sebuah kelompok. dalam
kelompok belajar para siswa dituntut aktif untuk mengolah topik permasalahan
yang telah ditentukan.
Unsur kegiatan atau sintaksis merujuk pada rincian atau tahapan kegiatan
model sehingga fase-fase kegiatan model tersebut teridentifikasi dengan jelas.
Unsur kedua pembangun model GI ini adalah proses belajar mengajar sebagai
struktur model pembelajaran. Implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam
pembelajaran, secara umum dibagi enam langkah sebagaimana terdapat dalam
uraian di bawah ini.
1. Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan Siswa
Tahap pertama yang dilakukan siswa dalam pembelajaran GI adalah
mengidentifikasi topik dan guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar. Para
siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama dan
heterogen, guru membantu atau memfasilitasi dalam memeproleh informasi. Guru
berusaha membantu para siswa dengan memberikan informasi yang diperlukan
dan para siswa memperhatikan dengan seksama. Selanjutnya, guru membagi
siswa ke dalam beberapa kelompok belajar. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5
siswa dan penentuan kelompok di dasarkan pada hasil belajar dan jenis kelamin
sehingga komposisi kelompok bersifat heterogen. Setiap kelompok bertugas untuk
membahas topik yang telah ditentukan.
Dalam menyiapkan dan mengidentifikasi topik belajar harus
memperhatikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat
ini. Dalam KTSP terdapat komponen-komponen, seperti kompetensi dasar, hasil
atau indikator belajar, pengalaman belajar, alat dan sumber belajar dan penilaian.
Kompetensi dasar merupakan penguasaan dasar yang harus dimiliki siswa dalam
proses belajar mengajar. Kompetensi dasar untuk pembelajaran leksikal, misalnya
mengungkapkan gagasan secara tertulis atau menuliskan berbagai pengalaman,
kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa setelah proses belajar mengajar
berlangsung.
2. Tahap Merencanakan Tugas yang Akan Dipelajari
Pada tahapan ini guru memberikan penjelasan tentang apa yang harus
dilakukan masing-masing kelompok di kelas ketika proses pembelajaran
menceritakan tokoh idola berlangsung. Masing-masing kelompok harus
mengidentifikasi tokoh idola. Tiap siswa diberi tugas untuk mengidentifikasi
tokoh idola seperti identitas keunggulan tokoh.
3. Tahap Merlaksanakan Investigasi
Pada tahap ini para siswa melakukan investigasi dengan cara melakukan
penyelidikan atau mencari identitas dan keunggulan tokoh idola. Setiap siswa
mengumpulkan data, berdiskusi, saling bertukar pikiran terhadap hasil temuannya
dengan berbagai alasan dalam kelompok masing-masing sehingga masing-masing
siswa berkontribusi terhadap kelompoknya. Kelompok dapat melakukan
klarifikasi terhadap tugas masing-masing siswa sebelum sampai pada suatu
simpulan sehingga para siswa betul-betul dapat menggunakan kemampuan
bahasanya dan dapat berinteraksi sosia di dalam kelas.
4. Menyiapkan Laporan Akhir
Pada tahap ini masing-masing kelompok menyiapkan hasil investigasi
yang telah dilakukan. Hasil investigasi yang akan disampikan kepada kelompok
lain betul-betul hasil kerja kelompok yang telah disepakati bersama sehingga
masing-masing siswa memiliki persepsi yang sama terhadap hasil kerja kelompok.
Masing-masing kelompok dapat menentukan wakil-wakil dalam
mempresentasikan hasil investigasi yang telah dilakukan. Namun, setiap siswa
harus mendukung gagasan atau argumentasi yang dikemukakan oleh para
wakilnya. Dengan demikian, setiap hasil investigasi yang dilakukan oleh
5. Tahap Mempresentasikan Laporan Akhir
Tahap ini menggambarkan interaksi belajar mengajar siswa di kelas
berdasarkan kriteria atau aturan yang telah ditetapkan oleh guru dan siswa. Pada
tahap ini guru berfungsi sebagai fasilitator, pengarah, dan pengelola kelas dalam
interaksi belajar mengajar. Guru harus berupaya membangkitkan kreativitas dan
mendorong partisipasi para siswa dalam setiap permasalahan yang disampaikan
masing-masing kelompok. Karena itu, guru dapat menghampiri setiap kelompok
dan membantu setiap kesulitan yang mereka rasakan.
Pada tahap ini masing-masing kelompok mempresentasikan laporan akhir
atau hasil investigasi terhadap tokoh idola sampai selesai dengan melibatkan para
siswa secara aktif. Setiap akhir pembahasan guru dan siswa menyimpulkan hasil
presentasi masing-masing kelompok dan menunjukkan penggunaan bahasa yang
kurang tepat, di antaranya penggunaan campur kode, alih kode, dan interferensi.
Dengan cara seperti ini para siswa dapat memperhatikan penggunaan campur
kode, alih kode, dan interferensi sehingga gejala tersebut dapat dihindari.
6. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi atau penilian hasil belajar didasarkan pada indikator
pembelajaran yang ditetapkan. Dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola
penilaian dapat didasarkan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan
bahasa lisan. Penentuan jenis evaluasi yang digunakan bertitik tolak dari tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola
evaluasi dapat dilakukan dengan cara tes unjuk kerja.
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran
kelompok investigasi (grup investigation) mencakup enam tahapan dan keenam
tahapan tersebut harus dilakukan secara berurutan,mulai dari tahapan satu sampai
dengan tahapan enam. Hal ini berarti urutan tahapan model pembelajaran
investigasi tidak bisa diacak-acak. Penggunaan model pembelajaran investigasi
dilakukan secara berurutan, mulai dari tahap satu sampai dengan tahap enam.
Tahapan-tahapan model pembelajaran investigasi dapat dilihap pada bagan
Bagan Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Kelompok Investigasian Bagan 5.2
C. Sistem Sosial (Social System)
Sistem sosial menandakan hubungan yang terjalin antara guru dan siswa,
siswa dan siswa, termasuk norma atau prinsip yang harus dianut dan
dikembangkan untuk pelaksanaan model. Model ini menuntut agar antara guru
dan siswa terdapat hubungan yang kooperatif. Di dalamnya, guru menjalankan
fungsi sebagai penggagas dan pengendali kegiatan siswa pada setiap tahap. Selain
itu guru menjadi fasilitator bagi kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar.
D. Prinsip Reaksi (Principle of Reaction)
Prinsip reaksi bermakna sikap dan perilaku guru untuk menanggapi dan
merespon bagaimana siswa memproses informasi, menggunakannya sesuai
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tugas penting yang diemban guru dalam hal
ini adalah menangkap kesiapan siswa untuk menerima informasi baru untuk
dipahami dan diterapkan. Reaksi guru dalam proses pembelajaran dapat
mempengaruhi kemampuan siswa dalam merespon materi pelajaran. Guru dapat
melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang berkaitan dengan kognitif, kemudian mendukung serta
mengarahkan mereka bagaimana mengklasifikasikan pengetahuan tersebut secara
produktif.
E.Sistem Penunjang (Support System)
Unsur-unsur penunjang yang berada dalam sistem pembelajaran secara
otomatis menjadi unsur penunjang pelaksanaan model. Unsur-unsur penunjang
pembelajaran seperti buku sumber, buku pengayaan, media pembelajran, dan alat
peraga sekaligus menjadi unsur penunjang pelaksaan model. Materi utama
pelajaran adalah keterampilan menceritakan tokoh idola. Keterampilan ini dapat
dikuasai siswa bila dalam pembelajaran siswa bisa bebas berkreasi dan ditunjang
oleh contoh-contoh yang sesuai dengan tema pembelajaran.
F. Dampak Instruksional dan Pengiring (Instructional and nurturant
Effect)
Ada dua dampak pembelajaran yang dapat terjadi dalam pembelajaran
dengan model GI, yaitu dampak langsung pembelajaran (instructional effects),
dan dampak pengiring pembelajaran (nurturant effects). Dampak langsung
pembelajaran berupa peningkatkan kemampuan kreativitas secara umum dan
dalam mata pelajaran. Dampak pengiring pembelajaran berupa peningkatkan
penguasaan materi pembelajaran dan kualitas kelompok semakin produktif dan
kohesif (Joyce dkk, 2011: 271). Dampak instruksional dari model ini adalah
memfasilitasi siswa dalam pembentukan konsep sehingga tema pembelajaran
siswa dapat berkembang. Hal ini dapat terjadi karena sinektik menekankan pada
proses. Dampak penyerta model GI adalah siswa dapat berpikir logis,
menyertakan perasaannya, menghubungkan pengalaman baru dengan pribadi,
mengemukakan respon dan bekerja sama.
G. Penerapan Model 1. Silabus
Nama Sekolah : SMPN 1 Caringin
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VII/2
Standar Kompetensi :
Berbicara
10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman
melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon
10.1 Mencerita-kan tokoh idola dengan mengemu-kakan identitas tokoh, keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai
Materi Pembelajaran
Penceritaan Tokoh Idola
Kegiatan Pembelajaran
o Membaca artikel tentang tokoh yang diidolakan
o Tanya jawab yang berhubungan dengan identitas tokoh
o Menentukan keunggulan tokoh dengan alasan yang argumentatif
o Berlatih menceritakan tokoh
o Mencermati model
o Bertanya jawab tentang penampilan model
o Menceritakan tokoh dengan berpedoman kelengkapan identitas tokoh.
Indikator
Mampu mengemukakan identitas tokoh
Mampu menentukan keunggulan tokoh dengan argumen yang tepat Mampu menceritakan tokoh dengan pedoman kelengkapan
identitas tokoh.
Penilaian
Teknik penilaian : Tes
Bentuk Instrumen : Uji petik kerja
Alokasi Waktu
4 x 40 menit
Sumber/Bahan
Media cetak (artikel tentang tokoh)
Buku teks
2. RPP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : SMP Negeri 1 Caringin
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : VII / 2
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 kali pertemuan)
Standar Kompetensi Berbicara
10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui
kegiatan menanggapi cerita dan telepon
Kompetensi Dasar
10.1. Menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh,
ke-unggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai
A. Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional
1. Siswa dapat mengemukakan identitas tokoh
2. Siswa dapat menentukan keunggulan tokoh dengan argumen yang tepat
3. Siswa dapat menceritakan tokoh dengan pedoman kelengkapan identitas
tokoh
Tujuan Pengiring
1. Siswa dapat mengambil keputusan pribadi
2. Siswa dapat menghargai pendapat orang lain
3. Siswa dapat tampil percaya diri
B. Materi Pembelajaran : Menceritakan tokoh idola C. Metode Pembelajaran : Group investigation D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan awal 5’
1) Guru mengucapkan salam, menyapa siswa, membaca doa bersama
siswa, dan mengecek kehadiran siswa.
2) Guru menanyakan idola siswa disertai alasan mengidolakannya
3) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, agar siswa
termotivasi mengikuti kegiatan.
b. Kegiatan inti 70’
1) Siswa membaca teks tuturan siswa yang di dalamnya terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi, terutama kata mah, teh, ieu, dll. Guru
menjelaskan kata-kata yang termasuk campur kode, alih kode, dan
interferensi yang terdapat dalam teks.
2) Siswa mengidenftifikasi tokoh idola yang akan dipelajari. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal yang
belum diketahuinya.
3) Guru membentuk kelompok belajar, setiap kelompok terdiri atas 4 sampai 5 orang per kelompok
4) Guru menjelaskan apa yang harus dilakukan masing-masing kelompok.
5) Siswa menginvestigasi terhadap identitas tokoh idola.
6) Siswa berdiskusi tentang temuan anggota kelompok mengenai identitas tokoh idola. Kemudian siswa menyiapkan laporan akhir.
7) Setiap kelompok mempresentasikan laporan akhir.
8) Guru menyampaikan tanggapan terhadap presentasi siswa, termasuk
bahasa yang digunakan siswa; apakah terdapat campur kode, alih kode,
dan interferensi dan mengingatkan siswa untuk menghindari gejala
tersebut. Apabila terjadi gejala tersebut pada tuturan mereka guru
menunjukkannya.
c. Kegiatan akhir 5’
Guru menugaskan siswa menuliskan manfaat dan kesan yang dirasakan
Pertemuan Kedua a. Kegiatan awal 5’
1) Guru menanyakan kepada siswa apakah ada yang berminat mengikuti
jejak tokoh yang mereka ceritakan.
2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, agar siswa
termotivasi mengikuti kegiatan
b. Kegiatan inti 70’
1) Siswa membaca teks tuturan siswa yang di dalamnya terdapat campur
kode, alih kode, dan interferensi, terutama kata mah, teh, ieu, aya, naon
dll. Guru menjelaskan kata-kata yang termasuk campur kode, alih kode,
dan interferensi yang terdapat dalam teks.
2) Siswa menginvestigasi terhadap keunggulan tokoh idola.
1) Siswa berdiskusi tentang temuan anggota kelompok mengenai
keunggulan tokoh idola. Kemudian siswa menyiapkan laporan akhir.
2) Setiap kelompok mempresentasikan laporan akhir.
3) Guru menyampaikan tanggapan terhadap presentasi siswa, termasuk
bahasa yang digunakan siswa; apakah terdapat campur kode, alih kode,
dan interferensi, terutama kata mah, teh, ieu, aya, naon, ketemu,
ngobrol dll. Apabila gejala tersebut, guru menunjukkannya.
c. Kegiatan akhir 5’
Guru menugaskan siswa menuliskan manfaat dan kesan yang dirasakan
setelah mengikuti pelajaran dan saran untuk kegiatan selanjutnya.
Pertemuan Ketiga b. Kegiatan awal 5’
1) Guru menanyakan kepada siswa apakah ada yang berminat mengikuti
jejak tokoh yang mereka ceritakan.
2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, agar siswa
b. Kegiatan inti 70’
1) Sebelum berdiskusi, guru mengingatkan siswa agar menghindari campur
kode, alih kode, dan interferensi seperti kata , teh, ieu, aya, naon, ketemu,
ngobrol, dll.
2) Siswa berdiskusi tentang identitas dan keunggulan tokoh idola. Kemudian
siswa menyiapkan laporan akhir.
3) Setiap kelompok mempresentasikan identitas dan keunggulan tokoh idola.
4) Guru menyampaikan tanggapan terhadap presentasi siswa, termasuk
bahasa yang digunakan siswa; apakah terdapat campur kode, alih kode,
dan interferensi.
5) Guru menyampaikan tuturan siswa yang terdapat gejala campur kode, alih
kode, dan interferensi.
6) Siswa melaksanakan uji kompetensi.
c. Kegiatan akhir 5’
Guru menugaskan siswa menuliskan manfaat dan kesan yang dirasakan
setelah mengikuti pelajaran dan saran untuk kegiatan selanjutnya.
C. Media dan Sumber Pembelajaran
1. Buku biografi, Koran, dan majalah
2. LKS Bahasa Indonesia kelas VII oleh MGMP Bahasa Indonesia
3. Buku teks Bahasa Indonesia kelas VII
[image:40.595.109.505.590.745.2]D. Indikator dan Penilaian
Table 5.11 Indikator dan Penilaian
Indikator Teknik Bentuk Instrumen
Mampu
mengemukakan
identitas tokoh
Lisan Uraian Sampaikanlah identitas tokoh
dengan bahasa yang
komunikatif!
Mampu menentukan
keunggulan tokoh
Sampaikanlah keunggulan tokoh
dengan argumen yang
tepat
Mampu menceritakan
tokoh dengan
pedoman kelengkapan
identitas tokoh
Ceritakanlah tokoh dengan
pedoman kelengkapan identitas
tokoh!
Uji kompetensi
Bacalah teks berikut kemudian kerjakan nomor 1 dan 2!
Nama lengkapnya W.S. Rendra, lahir di Solo tanggal 7 November 1935. Kegitan
tulis-menulis yang digelutinya adalah menulis sajak, cerpen, drama, dan esai
dalam berbagai majalah antara lain Kisah, Budaya, Basis, dan lain-lain.
Sedangkan dalam bidang seni beliau mahir membaca puisi, bermain drama, dan
pernah menjadi sutradara film.
1. Hal yang pantas diteladani dari tokoh dalam teks dia atas adalah ....
B. kegiatan di kota Solo
C. pemain film
D. kemahiran dalam menulis
E. kelahiarannya di kota Solo
2. Kegiatan seni yang digeluti tokoh dalam teks di atas adalah ....
A. menulis puisi
B. bermain drama
C. menulis teks drama
D. menulis sajak
3. Cara memahami teks profil tokoh adalah dengan memperhatikan....
A. Pikiran penjelas dan kalimat penjelas setiap paragraf.
B. Pikiran utama dan kalimat penjelas setiap paragraf.
C. Kalimat utama dan kalimat penjelas setiap paragraf.
D. Kalimat utama dan pikiran utama setiap paragraf.
4. Hal yang dapat diteladani dari tokoh adalah ....
B. keragu-raguannya D. kedisiplinannya
5. Salah satu di antara langkah-langkah untuk menentukan karakteristik tokoh
dalam buku biografi adalah....
A. mengumpulkan kecenderungan pola sikap tokoh
B. menentukan bahasa yang digunakan tokoh
C. mencari identitas pendamping tokoh
D. menguasai karakter yang diperankan
Kunci Jawaban
1, 2, dan 3 tergantung cara siswa menceritakan tokoh
4. (1) C (2) B (3) C (4) D (5) A
[image:42.595.111.503.371.677.2]Format Penilaian
Tabel 5.12 Penilaian Proses
No. Kegiatan Kompetensi Skor Keterangan
Maksimal Perolehan
1. Menyampaikan identitas tokoh 15 Setiap penilai- an selalu memeperha- tikan campur kode, alih kode, dan interferensi
2. Menyampaikan keunggulan tokoh
20
3. Menceritakan tokoh 5
4. Uji kompetensi 5
Jumlah skor 40
Jumlah skor perolehan ( )
Nilai KD = x 100 =
Jumlah skor maksimal ( )
[image:42.595.118.510.660.750.2]Format Pengamatan Tujuan Pengiring
Tabel 5.13
No Nama Siswa Aspek Jumlah Keterangan
1 2 3
Tabel 5.14
Keterangan Aspek Rentang Nilai
1. Mengambil keputusan pribadi
2. Menghargai pendapat orang lain
3. Tampil percaya diri
(A) sangat baik = 85-100
(B) baik = 70-84
(C) cukup = 55-69
(D) kurang = 40-54
(E) sangat kurang = 0-39
Mengetahui: Caringin, Mei 2013
Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran,
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan
Tuturan lisan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin, Garut dalam
kegiatan pembelajaran di kelas terdapat campur kode, alih kode, dan inteferensi.
Campur kode, alih kode, dan interferensi yang terjadi dalam tuturan lisan siswa
tersebut digambarkan secara singkat di bawah ini.
Berdasarkan analisis terhadap tuturan lisan siswa SMP Negeri 1 Caringin
Kelas VII pada proses pembelajaran ditemukan campur kode dengan kode dasar
bahasa Indonesia. Campur kode yang terjadi pada tuturan lisan siswa adalah
pencampuran kode bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan
k