• Tidak ada hasil yang ditemukan

CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI DALAM TUTURAN LISAN BAHASA INDONESIA SISWA SERTA RANCANGAN PEMBELAJARANNYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI DALAM TUTURAN LISAN BAHASA INDONESIA SISWA SERTA RANCANGAN PEMBELAJARANNYA."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI DALAM TUTURAN LISAN BAHASA INDONESIA SISWA

SERTA RANCANGAN PEMBELAJARANNYA

(Studi Deskriptif Analitis Terhadap Tuturan Lisan Siswa Kelas VII

SMP Negeri I Caringin, Garut)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh

Asep Oop NIM 1204640

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI DALAM TUTURAN LISAN BAHASA INDONESIA SISWA

SERTA RANCANGAN PEMBELAJARANNYA

(Studi Deskriptif Analitis Terhadap Tuturan Lisan Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Caringin, Garut)

oleh Asep Oop, S.Pd. UPI Bandung, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Sekolah Pascasarjana

© Asep Oop 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. H. Andoyo Sastomiharjo, M.Pd.

NIP 196109101986031004

Pembimbing II,

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si.

NIP 197204031999031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia,

Dr. Sumiyadi, M. Hum.

(4)
(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

PERNYATAAN ……… ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. iii

ABSTRAK ……… v

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR BAGAN ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ………... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ………. 7

C. Tujuan Penelitian ……….. 8

D. Manfaat Penelitian ……… 8

BAB II CAMPUR KODE, ALIH KODE, DAN INTERFERENSI, DAN RANCANGAN PEMBELAJARANNYA A. Pengantar ……….. 10

B. Kedwibahasaan, Campur Kode, Alih Kode, dan Interferensi ……… 11

1. Kedwibahasaan ……….. 11

a. Pengertian Kedwibahasaan ……… 11

b. Tipe-tipe Kedwibahasaan ……… 15

c. Faktor-faktor Penyebab Kedwibahasaan ……… 16

d. Ekabahasawan, Dwibahasawan, dan Multibahasawan …… 18

e. Kedwibahasaan pada Anak ……… 20

f. Teknik Pengukuran Kedwibahasaan ……… 22

2. Campur Kode, Alih Kode, dan Interferensi ……… 26

a. Campur Kode ……… 26

b. Alih Kode ………. 28

(6)

C. Berbicara dan Peristiwa Tutur dalam Bahasa Indonesia ..………... 35

1. Ikhwal Bebicara dalam Bahasa Indonesia ……..……… 35

a. Tujuan Berbicara ………... 41

b. Gaya Berbicara ………. 43

c. Berbicara dalam Situasi Interaktif ……… 44

2. Peristiwa Tutur dalam Bahasa Indonesia ……….. 46

D. Bahasa Baku ……… 48

1. Pengertian Bahasa Baku ……… 48

2. Fungsi Bahasa Baku ……… 49

E. Rancangan Pembelajaran ……….. 50

1. Pengertian Rancangan Pembelajaran ………. 50

2. Dasar-dasar Pertimbangan Pemilihan Rancangan Pembelajaran.. 51

F. Kajian Penelitian yang Relevan ………. 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ………. 54

B. Sumber Data dan Data ……….. 55

C. Teknik Pengumpulan Data ……… 56

D. Definisi Operasional ……….. 57

E. Instrumen Penelitian ………. 58

F. Teknik Analisis Data ………. 58

G. Langka-langkah Pelaksanaan Penelitian ……… 61

1. Tahap Perencanaan ………. 61

2. Tahap Pelaksanaan ………. 62

BAB IV ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ………. 63

1. Pengunaan Campur Kode ……… 63

2. Penggunaan Alih Kode ………. 83

3. Penggunaan Interferensi dan Jenisnya ……….. 99

B. Pembahasan Hasil Analisis ……… 109

(7)

2. Penggunaan Alih Kode ………. 112

3. Penggunaan Interferensi dan Jenisnya ………. 115

A.Deskripsi Model Group Investigation ……… 118

B.Langkah-langkah Kegiatan (Syntax) ………. 121

1. Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan Siswa ………. 122

2. Tahap Merencanakan Tugas yang Akan Dipelajari ………. 123

3. Tahap Melaksanakan Investigasi ……… 123

4. Menyiapkan Laporan Akhir ……….. 123

5. Tahap Mempresentasikan Laporan Akhir ……… 124

6. Tahap Evaluasi ……… 124

C.Sistem Sosial (Social System) ……… 125

D.Prinsip Reaksi (Principle of Reaction) ……….. 125

E. Sistem Penunjang (Support System) ………. 125

F. Dampak Instruksional dan Pengiring (Instructional and nurturant Effect) ……… 126

G.Penerapan Model ……… 126

1. Silabus ………. 126

2. RPP ……….. 128

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ……… 135

B. Saran ………. 138

DAFTAR PUSTAKA ………. 140

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas campur kode, alih kode, dan inteferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa. Campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan siswa sangat penting diteliti, karena hal itu akan memengaruhi terhadap kemapuan berbicara siswa secara formal. Objek penelitian ini adalah tuturan lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin, Garut dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, PKn, IPS, dan Seni Budaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu cara ilmiah bagi setiap peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu atau cara peneliti memandang suatu realitas atau fenomena secara holistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alih kode, campur kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa dan menyusun rancangan pembelajaran berbicara untuk meminimalisasi gejala campur kode, alih kode, dan interferensi.

Dalam penelitian ini, peneliti melihat secara deskriptif analitis tentang bilingualisme terutama campur kode, alih kode, dan interferensi pada keterampilan siswa dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa. Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan teknik observasi dan perekaman terhadap tuturan lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin.

Berdasarkan analisis terhadap tuturan lisan siswa SMP Negeri 1 Caringin Kelas VII pada proses pembelajaran ditemukan campur kode, alih kode, dan interferensi. Campur kode yang terjadi pada tuturan lisan siswa adalah pencampuran kode bahasa B1 yaitu bahasa daerah (bahasa Sunda), ke dalam bahasa B2 (bahasa Indonesia) seperti tuturan siswa berikut, ”Pak Yusuf mah orangnya sangat baik”. Begitu pula dengan alih kode yang terdapat pada tuturan siswa hampir keseluruhannya alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sunda misalnya Heueuh saha nu bageur teh? Gejala interferensi pada tuturan lisan siswa secara umum dapat dikatakan bahwa interferensi terjadi pada tararan morfologis, leksikal, dan sintaksis.

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Indonesia adalah bangsa yang plural yang ditandai oleh berbagai aspek

seperti agama, budaya, suku bangsa, adat istiadat, dan bahasa. Selain itu,

Indonesia dikenal juga sebagai negara kepulauan dan kesukuan yang sangat

banyak. Setiap kepulauan ditandai oleh budaya dan bahasa yang menghasilkan

ragam kreativitas, seperti kreativitas pada seni, budaya, dan norma-norma lainnya

yang mengikat. Dalam wilayah Republik Indonesia sudah umum diketahui bahwa

terdapat beratus-ratus bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu bagi penduduk

yang bersangkutan; misalnya bahasa Aceh, Bugis, Batak, Jawa , Sunda, Madura,

dan Bali. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa

nasional, dan bahasa resmi menjangkau daerah yang lebih luas daripada bahasa

daerah, dan meliputi seluruh wilayah negara kita. Akibatnya ialah tiap daerah di

samping menggunakan bahasa Indonesia bagi situasi-situasi tertentu, tetap

mengunakan bahasa daerah, bahasa ibunya dalam situasi-situasi lain.

Burhan ( 1980: 73) mengatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa

negara telah menjalankan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa resmi,

bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, bahasa ilmu dan kebudayaan nasional,

dan sebagai bahasa pergaulan. Akan tetapi sebagai bahasa resmi, sebagai bahasa

pengantar, sebagai bahasa ilmu dan kebudayaan, serta sebagai bahasa pergaulan

nasional, masih banyak peranannya yang

dilakukan oleh bahasa lain, baik bahasa-bahasa daerah maupun bahasa-bahasa

asing. Oleh karena itu, untuk pembinaan bahasa Indonesia pemerintah

menetapkan bahwa bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa

dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal tersebut dikemukakan

Burhan (Politik Bahasa Nasional, 1980: 73) bahwa bahasa-bahasa yang harus

diajarkan di sekolah-sekolah adalah bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah, dan

bahasa-bahasa asing tertentu. Selaian itu menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun

2006 tentang Standar Isi bahwa dalam struktur kurikulum KTSP terdapat mata

(10)

Suku bangsa Indonesia termasuk ke dalam masyarakat yang bilingual atau

dwibahasawan. Kenyataan tersebut hampir terjadi pada semua suku yang ada di

Indonesia. Suku-suku bangsa di Indonesia, lazimnya menguasai dua bahasa, yaitu

bahasa ibu (daerah) sebagai bahasa pertama (B1) dan bahasa Indonesia sebagai

bahasa kedua (B2), bahkan untuk golongan terpelajar mengusai lebih dari dua

bahasa. Akibat penguasaan dua atau lebih bahasa tersebut masyarakat

menggunakan dua bahasa secara bergantian atau bilingual dalam berkomunikasi.

Tanpa kita sadari, bahwa bilingual sering terjadi dalam kegiatan berbahasa

yang kita lakukan setiap saat. Karena kita selalu berhadapan dengan tipe dan latar

belakang sosial masyarakat yang berbeda-beda yang menjadikan kita turut aktif

berinteraksi dengan menggunakan tingkatan-tingkatan bahasa yang harus

disesuaikan dengan konteks yang kita hadapi. Kegiatan berbahasa dalam

pembicaraan selalu mengandalkan fungsi dari struktur dengan memperhatikan

situasi dan kondisi atau konteks pembicaraan. Jadi, pada saat pembicaraan

berlangsung seorang pembicara sering terbawa oleh suasana konteks sehingga

pesan yang disampaikan tidak dapat dipahami oleh lawan bicara. Bahkan,

penggunaaan bahasa yang dipakai oleh siswa pada saat berbicara berupa kata-kata

dan kalimat yang dituangkan lewat bunyi-bunyi bahasa yang bersifat suka ria,

bebas, serta tidak terikat oleh aturan. Kelihatan sekali adanya gejala bilingual

apabila mereka berkumpul atau pada situasi santai atau bermain.Variasi itu selalu

muncul bersamaan dengan suasana atau konteks yang ada. Dalam pembicaraan

mereka sering terjadi campur kode, alih kode, dan interferensi, baik dalam tataran

fonologis, morfologis, sintaksis, maupun semantik.

Penguasaan terhadap dua bahasa atau lebih akan memungkinkan terjadinya

kontak bahasa sebab antara bahasa satu terhadap bahasa lain akan saling

memengaruhi dalam kehidupan berbahasa. Terlebih-lebih jika kedua bahasa yang

digunakan itu telah lama bertemu dan secara bergantian digunakan ketika

berkomunikasi. Akibat kontak bahasa akan terjadi campur kode, alih kode, dan

interferensi bahasa atau pencampuradukan dua sistem bahasa ketika komunikasi

(11)

Kontak bahasa merupakan salah satu faktor terjadinya campur kode, alih

kode, dan interferensi bahasa dalam satu kesatuan tuturan, baik tuturan lisan

maupun tulis. Istilah kontak bahasa tidak bisa dilepaskan dari istilah

kedwibahasaan sebab keduanya saling berkaitan bahkan Weinreich tidak

membedakan istilah kontak bahasa dan kedwibahasaan secara jelas. Weinreich

(Bahri, 2008: 15) menjelaskan bahwa kontak bahasa akan terjadi apabila penutur

yang sama menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian ketika

komunikasi berlangsung. Orang atau individu yang menggunakan dua bahasa atau

lebih disebut dwibahasawan.

Two or more languages will be said to be in contact it they are used alternatively by the same person. The language used by individuals are thus focus of the contact. The practice of alternatively using two languages will be called bilingualism and the persons involved, bilinguals

(Weinreich, 1968: 1).

Dua bahasa atau lebih yang akan dikatakan dalam komunikasi yang mereka gunakan secara alternatif dengan orang yang sama. Bahasa yang digunakan oleh individu merupakan hasil dari komunikasi yang fokus. Latihan secara alternatif menggunakan dua bahasa yang disebut bilingualism dan orangnya disebut, bilingual (Weinreich, 1968: 1).

Perihal kontak bahasa yang diuraikan Weinreich berbeda dengan pendapat

para pakar bahasa lainnya. Mackey (Rusyana, 1989: 4) membedakan istilah

kontak bahasa dan kedwibahasaan. Menurut Mackey kedwibahasaan adalah

penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang, sedangkan kontak bahasa

adalah pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lain dalam langue, dan menjadi

milik tetap, bukan saja oleh dwibahasawan tetapi juga oleh ekabahasawan.

Pendapat Mackey tentang kontak bahasa dan kedwibahasaan memiliki kesamaan

dengan pendapat Rusyana. Rusyana menjelaskan pengertian kedwibahasaan dan

kontak bahasa sebagai sesuatu yang berbeda meskipun di antara keduanya saling

berkaitan. Menurut pendapat Rusyana, kedwibahasaan adalah praktik penggunaan

dua bahasa atau lebih oleh seseorang, sedangkan kontak bahasa adalah pengaruh

bahasa yang satu terhadap bahasa yang lain yang menimbulkan perubahan dalam

sistem bahasa dan menjadi milik tetap pembicara ekabahasawan, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, pengertian kedwibahasaan

(12)

keduanya saling berkaitan. Kedwibahasaan berkaitan dengan penggunaan atau

praktik penggunaan dua bahasa oleh penutur dalam berkomunikasi, sedangkan

kontak bahasa berkaitan dengan pengaruh sistem bahasa yang satu terhadap

sisitem bahasa yang lain dan kontak bahasa biasanya terjadai pada diri penutur,

baik ekabahasawan, dwibahasawan, maupun multibahasawan.

Pandangan yang berbeda tentang kontak bahasa dan kedwibahasaan dari

para pakar bahasa tersebut ditengahi oleh Suwito. Menurut pandangan Suwito

(1983: 39) kontak bahasa terjadi pada diri penutur secara individu dalan situasi

konteks sosial. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara individu.

Individu-individu tempat terjadinya kontak bahasa disebut dwibahasawan-dwibahasawan.

Pernyataan Suwito tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang jelas antara

kontak bahasa dan kedwibahasaan. Suwito hanya menggaris bawahi bahwa

kontak bahasa terjadi pada diri penutur dwibahasawan-dwibahasawan secara

individu atau perseorangan. Dalam situasi konteks sosial kontak bahasa dapat

terjadi diri penutur bahasa sehingga kontak antara bahasa yang satu terhadap

bahasa yang lain tak terelakan.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kontak

bahasa dan kedwibahasaan merupakan dua hal yang saling berkaitan sebab

keduanya tidak bisa dipisahkan dalam peristiwa berbahasa. Pembahasan tentang

kedwibahasaan tidak akan terlepas dari kontak bahasa. Penguasaan terhadap dua

bahasa atau lebih akan mengakibatkan saling pengaruh sehingga terjadilah kontak

bahasa dalam peristiwa berbahasa atau bisa juga terjadi sebaliknya. Praktik

pengunaan dua bahasa atau lebih bisa saja diawali oleh persinggungan dua bahasa

atau lebih yang dilakukan dwibahasawan atau multibahasawan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat mengasumsikan bahwa siswa SMP telah

mempunyai kemampuan dua bahasa yakni bahasa ibu (daerah) dan bahasa

Indonesia. Asumsi ini diperoleh dari dua hal. Pertama, karena mereka telah

menempuh pembelajaran bahasa Indonesia selama enam tahun di sekolah dasar,

rentang waktu yang cukup lama untuk menguasai bahasa Indonesia. Siswa SMP

adalah siswa pertengahan dalam pendidikan yakni setelah pendidikan dasar

(13)

sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Kedua, situasi pendukung

pembelajaran nonformal yang terdapat di lingkungan masyarakat. Penguasaan

bahasa dapat diperoleh dari lingkungan keluarga, berinteraksi dengan masyakat,

dan pengaruh media masa. Di lingkungan keluarga sudah barang tentu mereka

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah, begitu pun di lingkungan

masayarakat mereka berkomunikasi dengan bahasa daerah, tetapi tidak menutup

kemungkinan menggunakan bahasa Indonesia. Pengaruh media masa, terutama

televisi terhadap kemampuan berbahasa siswa cukup tinggi, mereka sehari-hari

menyaksikan tayangan televisi. Hal ini barang tentu sangat berpengaruh dalam

pemerolehan bahasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak usia SMP telah

menjadi seorang bilingual atau dwibahasawan. Bagaimana atau apa ukurannya

seseorang disebut bilingual? Kalau menyimak kepustakaan yang ada akan terlihat

pengertian mengenai bilingual atau dwibahasawan ini. Dwibahasawan adalah

orang yang dapat mendemontrasikan penguasaan penuh dua bahasa yang berbeda

tanpa interferensi antara kedua proses linguistik itu (Cummins & Swain, 1986:7).

Siswa SMP Negeri I Caringin hampir seratus persen bahasa ibunya adalah

bahasa Sunda. Di lingkungan keluarga mereka menggunakan bahasa Sunda begitu

pun di lingkungan masyarakat. Latar belakang ini tentu akan memengaruhi

terhadap kemampuan pemerolehan bahasa sehingga sangat mungkin pada waktu

mereka berbahasa terutama berbicara menggunakan dua bahasa (bilingual) dan

terjadi campur kode, alih kode, dan interferensi.

Campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa

Indonesia siswa merupakan materi yang akan diuraikan secara panjang lebar.

Siswa sekolah menengah pertama dalam berbahasa Indonesia, kosakata yang

digunakan masih terbatas. Hal ini potensi campur kode, alih kode, dan interferensi

akan merambah ke dalam penggunaan bahasa Indonesia mereka. Campur kode,

alih kode, dan interferensi bukan hanya terjadi pada tuturan lisan siswa melainkan

terjadi juga pada pendidik dan tenaga kependidikan. Guru pada saat memberikan

materi kadang-kadang menggabungkan berbagai ragam bahasa dengan variasi

yang ada. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat menangkap dan mengerti

(14)

kode, alih kode, dan interferensi bukanlah suatu kesengajaan yang dibuat oleh

guru ketika menyampaikan materi pelajaran kepada siswa tetapi, yang dinginkan

guru adalah ketercapaian tujuan pembelajaran.

Bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa di dalam ruang lingkup

formal, kadang-kadang kurang memperhatikan masalah ketatabahasaan karena

kondisi masyarakat kita yang konservatif sehingga kebanggaan akan nilai

etniknya dapat terlihat dalam berbahasa. Kondisi seperti ini bukan hanya terjadi

dalam lingkungan komunitas kita melainkan, terjadi dalam di dalam dunia

pendidikan.

Tingkat campur kode, alih kode, dan interferensi yang terjadi pada siswa

SMP Negeri I Caringin belum diketahui secara terukur. Mereka melakukan itu

karena ketiadaan ungkapan, keterbatasan penguasaan kosakata, atau sebab-sebab

lain. Interferensi pada siswa dapat terjadi pada tataran fonologis, morfologis,

leksikal, dan sintaksis. Oleh karena itulah, peneliti ingin melakukan penelitian

tentang kedwibahasaan, terutama campur kode, alih kode, dan interferensi dalam

pembicaraan bahasa Indonesia dengan melakukan observasi dan wawancara

terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin Kabupaten Garut. Alasan

pengambilan sumber data penelitian ini adalah siswa tersebut diasumsikan

penguasaan kosakata bahasa Indonesia masih terbatas sehingga sangat besar

peluang terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi terhadap bahasa

Indonesia dalam tuturan lisannya.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa tuturan lisan siswa Kelas

VII SMP Negeri 1 Caringin terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi.

Campur kode yang terjadi dalam tuturan lisan siswa misalnya terjadi pada tuturan seorang siswa, ”Pak Yusuf mah orangnya sangat baik.” Begitu pula dengan alih kode, sering peneliti mendengar tuturan siswa yang beralih kode misalnya dalam

percakapan berikut ini.

Siswa G : Kamu tulis pertanyaannya!

Siswa H : Iya.

(15)

Sedangkan interferensi yang terjadi dalam tuturan lisan siswa misalnya, ”Bajunya

nyangkut pada ranting pohon”.

Campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan siswa sangat

penting diteliti, karena hal itu akan memengaruhi terhadap kemapuan berbicara

siswa secara formal. Pada saat dewasa, mereka akan dihadapkan pada setuasi yang

mengharuskan mereka berbicara di depan umum secara formal. Misalnya pada

acara peringatan hari-hari besar keagamaan atau hari-hari besar nasional. Bahkan

mungkin di anatara mereka ada yang menjadi pejabat pemerintah. Keadaan seperti

itu, mengharuskan mereka memerlukan keterampilan berbicara dengan

menggunakan bahasa Indonesia baku. Oleh sebab itu, penelitian terhadap ”Campur Kode, Alih Kode, dan Interferensi Dalam Tuturan Lisan Bahasa Indonesia Siswa dan Model Pembelajarannya” perlu dilakukan.

Hasil penelitian akan menjadi dasar bagi peneliti untuk menyusun

rancangan pembelajaran berbicara. Rancangan pembelajaran biasanya disusun

berdasarkan prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun rancangan

pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis,

sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung Joyce & Weil

(Rusman, 2012: 1-2). Joyce dan Weil berpendapat bahwa rancangan

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Dari uraian latar belakang masalah rencana penelitian di atas,

pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimanakah terjadinya campur kode, alih kode, dan interferensi dalam

tuturan lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri I Caringin, Garut?

2) Jenis interferensi manakah yang sering dilakukan siswa kelas VII SMP

(16)

3) Bagaimanakah gambaran rancangan pembelajaran berbicara untuk mengatasi

campur kode, alih kode, dan interferensi bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1

Caringin, Garut?

C. Tujuan Penelitian

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, penelitian ini menguraikan

persoalan-persoalan kebahasaan yang muncul dari sebuah gejala sosial yang

nantinya berdampak pada pengaruh bilingualisme. Kejelasan sebuah perencanaan

pengajaran harus benar-benar dikondisikan dengan konteks pembelajaran,

sehingga tipe perubahan yang dirancang oleh guru untuk mengubah kesalahan

pembicaraan siswa dapat dilaksanakan dengan tidak melepaskan kultur lokal yang

telah ada.

Campur kode, alih kode, dan interferensi yang terjadi pada siswa

merupakan suatu kewajaran, karena faktor pembawaan dari lingkungan keluarga

yang mempunyai latar belakang bahasa yang berbeda, dan kenyataan ini terlihat

ketika seorang siswa sering kali masih mengucapkan kata-kata daerah, serta dialek

daerah tertentu dengan daerah setempat (alih kode dan campur kode). Penelitian

ini bertujuan untuk mencari tahu, mengidentifikasi serta menyusun secara

terstruktur hal yang menyangkut dengan beberapa hal di bawah ini.

1) Mengidentifikasi campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan

lisan bahasa Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin Kabupaten

Garut.

2) Mengidentifikasi jenis interferensi dalam tuturan bahasa Indonesia siswa

kelas VII SMP Negeri 1 Caringin Kabupaten Garut.

3) Menyusun rancangan pembelajaran berbicara untuk mengatasi campur kode,

alih kode, dan interferensi bagi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin.

D. Manfaat Penelitian

Dalam proses penelitian diharapkan dapat membantu serta memberikan

manfaat. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk dijadikan rujukan

selanjutnya bagi para intelektual atau peneliti lain sebagaimana diuraikan seperti

(17)

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat menambah khasanah tentang campur

kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

a. Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia khususnya pembelajaran berbicara.

b. Penelitian ini sebagai masukan pemikiran dalam upaya peningkatan

kualitas pendidikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian fungsi dan kegunaan metode adalah cara

ilmiah bagi setiap peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

tertentu atau cara peneliti memandang suatu realitas atau fenomena atau gejala

secara holistik. Dari landasan teori ini, dalam melakukan penelitian

menggunakan metode yang bersifat kualitatif. Penelitian ini melihat secara

deskriptif analitis tentang bilingualisme terutama campur kode, alih kode, dan

interferensi pada keterampilan siswa dalam berbicara bahasa Indonesia.

Sugiyono (2012: 15) memaknai metode kualitatif sebagai berikut ini.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses

penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu

dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat

gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan

pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian

dalam situasi alamiah. Situasi alamiah adalah situasi yang berkembang apa

adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif

instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri.

Untuk menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan

wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan

mengonstruksi situasi sosial yang diteliti.

Penelitian kualitatif menurut Sugiyono disebut juga dengan penelitian

naturalistik. Disebut naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi

alamiah (natural setting), situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar,

(19)

Oleh karena data yang hendak diperoleh dari penelitian bersifat kualitatif

berupa deskripsi analitik tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi yang

wajar, maka dibutuhkan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat

mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat di sini bahwa peranan

peneliti sangat menentukan sebagai alat penelitian utama (key instrumen) yang

mengadakan sendiri pengamatan. Dalam kaitan ini Nasution (Muharam,

2011:140) berpendapat bahwa:

"Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antara manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian."

Demikian pula dalam penelitian ini, penulis sebagai instrumen utama yang

berusaha mengungkapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa

teknik pengumpulan data. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong

(2005:9) bahwa ,

Bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama, karena ia menjadi segala dari keseluruhan penelitian.Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitiannya.

Di samping menekankan pada faktor peneliti sebagai alat penelitian utama,

penelitian ini memperhatikan pula metode yang digunakan agar hasilnya sesuai

dengan yang diharapkan.

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan

teknik observasi dan perekaman terhadap pembicaraan siswa kelas VII SMP

Negeri 1 Caringin. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi

yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kualitatif, yang meliputi

observasi dan dokumentasi dengan bantuan alat rekaman.

B. Sumber Data dan Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan (Leofland dalam Moleong. 1994).

(20)

Indonesia siswa kelas VII SMP Negeri I Caringin yaitu tuturan di dalam

kegiatan pembelajaran di kelas. Sebagaimana dikemukakan Sugiyono (2012: 53)

bahwa dalam menentukan sumber data dapat menggunakan teknik purposive

sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. Pendapat Sugiyono tersebut dipertegas oleh pendapat Sangaji (2010:

181) bahwa purposive sample harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat

tersebut di antaranya bahwa pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri,

sifat-sifat, atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri populasi.

Karakteristik tertentu, dalam penelitian ini diasumsikan sekelompok siswa

sebagai penutur bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Data penelitian ini adalah campur kode, alih kode, dan interferensi yang

terdapat dalam tuturan lisan siswa kelas VII SMP Negeri I Caringin, Garut tahun

ajaran 2012-2013.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data mengacu pada penelitian

kualitatif bahwa dalam pengumpulan data ada empat teknik yang dapat

digunakan yakni (1) pengamatan, (2) wawancara, (3) catatan lapangan, dan

penggunaan dokumen (Moleong, 1994: 111). Penggunaan keempat teknik

pengumpulan data tersebut menurut Moleong digunakan secara proporsional.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi dan catatan lapangan. Di dalam mengobservasi, peneliti

merekam untuk mendokumentasikan campur kode, alih kode, dan interferensi

tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.

Menurut Sugiyono (2012: 67) teknik pengamatan atau observasi

digunakan untuk memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi

akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. Teknik

wawancara digunakan untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang

partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di

mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi (Susan Stainback dalam

(21)

D. Defenisi Operasional

Dalam judul penelitian ini, terdapat tiga konsep yang di anggap paling

utama, yakni: bilingualism atau kedwibahasawan (campur kode, alih kode, dan

interferensi), keterampilan berbicara, dan model pembelajaan. Supaya tidak

terjadis kesalahpahaman dalam memahami istilah-istilah yang dipakai dalam

rencana penelitian ini, berikut penulis jelaskan istilah-istilah tersebut.

1. Campur Kode

Campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa

lain, satuan bahasa itu dapat dalam tataran kata atau frasa yang terjadi dalam

tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.

2. Alih Kode

Peristiwa peralihan pergantian kode bahasa dari kode bahasa yang satu ke kode

bahasa yang lain, peralihan kode yang dimaksud terdapat dalam tataran kalimat

yang terjadi dalam tuturan lisan bahasa Indonesia siswa.

3. Interferensi

Interferensi adalah gejala terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam

bahasa yang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari

bahasa yang sedang digunakan baik dalam tataran fonologis, morfologid,

leksikal, dan sintaksis dalam tuturan lisan bahasa Indonesia.

4. Tuturan

Tuturan adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu

bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan

tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

5. Rancangan pembelajaran

Rancangan pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan

untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),

merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau

(22)

6. Bilingualism /kedwibahasaan

Kedwibahasaan mengacu pada kemampuan “menghasilkan ucapan-ucapan

bermakna yang sempurna” dalam bahasa lisan (Hangen, 1956:6; Mc Langhlin,

1984: 8), sedangkan dwibahasawan adalah orang yang dapat berperan serta dan

turut berpartisipasi dalam komunikasi dalam lebih dari satu bahasa (Fishman,

1966).

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

"divalidasi" seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun ke lapangan (Sugiyono, 2008). Peneliti sebagai instrumen

utama dalam melaksanakan penelitian ditunjang olen instrumen lain yaitu alat

rekaman yang menyimpan tuturan lisan siswa.

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan

berperan serta, namun peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan

skenarionya (Moleong, 2 0 0 4 ) . Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus

melakukan persiapan-persiapan khusus. Persiapan dengan cara mengumpulkan

berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sekaligus

berbagai teori-teori yang ada keterkaitannya dengan masalah penelitian.

Dalam penelitian ini, tidak asal saja memilih daerah atau lokasi

penelitian yang akan digeneralisasi. Namun, lokasi penelitian tersebut tidak

asing lagi bagi peneliti. Dengan maksud, bahwa wilayah-wilayah atau

lokasi-lokasi tertentu yangakan dijadikan lokasi-lokasi penelitian, peneliti sangat mengenal

karakteristiknya.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga

alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data,

penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992:16-18). Analisis data

kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah

(23)

kegiatan analisis yang susul menyusul. Peneliti akan menggunakan urutan-urutan

yang telah ditentukan pada susunan analisis kualitatif dengan memperhatikan

empat komponen yang telah diuraikan di atas. Adapun keempat komponen

tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Komponen-komponen Analisis Data (Miles dan Huberman, 1992:20)

Bagan 3.1

Sesuai dengan bentuk bagan di atas, terlihat adanya tiga jenis kegiatan

utama analisis data merupakan proses siklus yang saling berhubungan. Jadi

peniliti harus mengikuti panduan yang termaktub pada penjabaran

lingkaran-lingkaran yang berkait, selama pengumpulan data itu berlangsung.selanjutnya

data diuraikan bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi.

Analisis data itu melalui tahapan-tahapan sebagai berikut ini.

a. Mentranskripsi tuturan lisan bahasa Indonesia siswa ke dalam ragam tulis.

b. Membaca transkripsi itu kemudian menandai yang akan dianalisis.

c. Mengutip berbagai keterangan pendukung yang membantu terungkapnya

masalah penelitian.

d. Menyusun data yang telah terkumpul.

e. Menyusun kesimpulan.

Sebagai pedoman dalam menganalisis data perlu ditentukan parameter seperti

(24)
[image:24.595.119.518.103.493.2]

Tabel 3.2

Parameter Analisis Campur Kode

Aspek-aspek yang dianalisis

Setting/konteks Asal kata Jenis kata/frasa Tujuan

Perbaikan data

Digubah dari Chaer (2010: 114-118)

Tabel 3.3

Parameter Analisis Alih Kode

Aspek-aspek yang dianalisis

Setting/konteks Asal bahasa Jenis kalimat Tujuan

Penyabab alih kode Perbaikan data

Tabel 3.4

Parameter Analisis Interferensi

Aspek-aspek yang dianalisis

Asal bahasa Jenis interferensi Penyabab interferensi Perbaikan data

Selain parameter analisis, perlu pula ditentukan instrumen analisis

campur kode, alih kode, dan interferensi sebagaimana tertdapat dalam tabel 3.5 di

[image:24.595.113.506.586.732.2]

bawah ini.

Tabel 3.5

Instrumen Analisis Campur Kode

Data Data

Campur Kode

Kata Frasa

1

2

3

(25)

Tabel 3.6

Instrumen Analisis Alih Kode

Data Data Alih Kode

1

2

3

Dst.

Tabel 3.7

Instrumen Analisis Interferensi

Data Data Interferensi

Fonologis Morfologis Leksikal Sintaksis

1

2

3

Dst.

Tabel 3.5 s.d 3.7 ini peneliti akan gunakan untuk mengidentifikasi campur

kode, alih kode, dan interferensi yang terdapat dalam data. Cara pengisiannya

adalah dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan dengan

data apabila dalam data terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi.

G. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian 1. Tahap Perencanaan

a. Mencari informasi tentang pokok permasalahan yang akan dijadikan

kajian penelitian.

b. Mencari informasi tentang pokok permasalahan yang akan dijadikan

kajian dalam penelitian berupa penelusuran terhadap bukti-bukti fisik

hasil penelitian (tesis) yang berkenaan dengan sudah atau belum

(26)

c. Menentukan sumber data yang akan membantu peneliti dalam

menggunakan data berdasarkan masalah penelitian.

d. Menentukan alat atau instrumen penelitian yang tepat untuk

digunakan dalam pengumpulan data.

e. Melakuakan studi pustaka sesuai dengan masalah penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Merekam pembicaraan siswa dalam kegiatan pembelajaran maupun pembicaraan siswa di luar kelas.

b. Mentranskripsikan pembicaraan siswa ke dalam ragam tulis.

c. Menganalisis data berdasarkan campur kode, alih kode, dan interferensi yang terdapat dalam data.

d. Menyusun laporan hasil penelitian berdasarkan sistematika penulisan laporan ilmiah.

(27)

BAB V

RANCANGAN PEMBELAJARAN MENCERITAKAN TOKOH IDOLA DENGAN MODEL INVESTIGASI KELOMPOK (GROUP

INVESTIGATION)

Banayak model pemebelajaran yang dapat digunakan guru dalam

pembelajaran berbicara, baik menceritakan tokoh idola, menceritakan pengalaman

yang paling mengesankan dll. Guru dapat memilih model pembelajaran yang

sesuai dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dasar pertimbangan

memilih model pembelajaran menurut Rusman (2012 : 133-134) adalah tujuan

yang hendak dicapai, bahan atau materi pembelajaran, peserta didik, dan

pertimbangan yang bersifat nonteknis.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam

pembelajaran berbicara terutama menceritakan tokoh idola di antaranya adalah

model investigasi kelompok (group investigation).

A. Deskripsi Model Group Investigation

Materi berbicara dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau

Kurikulum 2006 kelas VII semester 1 terdapat dua standar kompetensi dan

semester 2 sebanyak dua standar kompetensi. Standar kompetensi itu adalah

sebagai berikut ini.

1) 2. Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan

bercerita dan menyampaikan pengumuman

2) 6. Mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita

3) 10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon

4) 14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen

Materi menceritakan tokoh idola termasuk ke dalam aspek keterampilan

berbicara. Menceritaan tokoh idola merupakan kopetensi dasar merupakan KD

dari “mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui

kegiatan menanggapi cerita dan telepon”. Menceritakan tokoh idola dipilih

sebagai contoh dalam merancang model pemebelajaran berbicara. Lebih jelasnya

(28)

Standar Kompetensi

Berbicara:

10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman

melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon.

Kompetensi Dasar

10.1 Mencerita-kan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh,

keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang

se-suai.

Rancangan (model) pembelajaran investigasi kelompok (goup

investigation) selanjutnya disingkat GI dipilih sebagai upaya untuk

meiminimalisasi gejala campur kode, alih kode, dan interferensi dalam tuturan

lisan siswa SMPN 1 Caringin Kelas VII. Model GI dipilih untuk menyampaikan

materi pembelajaran menceritakan tokoh idola. Materi ini menuntut kegiatan

pembelajaran siswa diisi dengan berbicara sehingga sangat dimungkinkan dalam

pembicaraan siswa tersebut terdapat gejala campur kode, alih kode, dan

interferensi.

Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun dalam bukunya Models of

Teaching (2011) semua model pembelajaran terdiri dari unsur-unsur model

berikut: (1) orientasi model, (2) langkah-langkah kegiatan (syntax), (3) sistem

sosial (social system), (4) prinsip reaksi (principle of reaction), (5) sistem

penunjang (support system), dan (6) dampak instruksional dan pengiring

(instructional and nurturant effect). Oleh karena itu, untuk menguraikan

bagaimana pembelajaran menceritakan tokoh idola dengan model pembelajaran

GI pembahasan akan mengacu kepada unsur-unsur model di atas.

GI adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh

Shlomo Sharan dan Yael Sharan di universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum

perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan model GI adalah

kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2 sampai 6

orang. Tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi

(pokok bahasan) yang kan diajarkan, dan kemudian menghasilkan laporan

(29)

laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan

mereka, Burns (Rusman, 2012: 220).

Pengemabangan belajar kooperatif tipe GI didasarkan atas suatu premis

bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan domain sosial dan

intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua

domain tersebut (Slavin, 1995a). Oleh karena itu, belajar kooperatif tipe GI tidak

dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa

mendukung dialog interpersonal. Aspek sosial, apektif, pertukaran intelektualnya,

dan materi yang bermakna, merupakan sumber primer yang cukup penting dalam

memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan

komunikasi yang bersifat kooperatif di antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai

dengan baik, jika pembelajaran dilakukan melalui kelompok-kelompok belajar

kecil.

Belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian

yang memerlukan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a), yang mengrah pada

kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecah

suatu masalah. Oleh karena itu, kesuksesan implementasi teknik kooperatif GI

sangat tergantung dari pelatihan awal dalam penguasaan keterampilan komunikasi

dan sosial. Tugas-tugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan

bagi anggota kelompok untuk memeberikan berbagai macam kontribusinya,

bukan hanya desain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat

faktual (apa, siapa, di mana, atau sejenisnya).

Menurut Slavin (Rusman, 2012: 220) model pembelajaran GI sebenarnya

dilandasi oleh filosofi belajar kooperatif John Dewey. Sementara itu, teori yang

melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori belajar konstruktivisme. Pada

dasarnya pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan yang

mengharuskan siswa secara individual menemukan dan mentranspormasikan

informasi yang kompleks, memerikas informasi dengan aturan yang ada dan

merevisinya bila perlu, Soejadi (Rusman, 2012: 201).

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara

(30)

yang anggotanya terdiri atas 4 sampai 6 orang dengan struktur kelompok yang

bersifat heterogen.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan

partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi

(Nurulhayati dalam Rusman, 2012: 203). Dalam sistem belajar kooperatif, siswa

belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memilki dua

tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama

anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok

kecil dan mereka dapat melakukannya sendiri.

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Terdapat empat hal yang penting

dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam

kelompok, (2) adanya aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar

dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.

Berkenaan dengan pengelompokkkan siswa dapat ditentukan berdasarkan

atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, perpaduan

antara minat dan bakat siswa, dan latar kemampuan siswa.

Sementara itu, Nurulhayati (Rusman, 2012: 204) mengemukakan lima

unsur dasar model pembelajaran kooperatif yaitu: (1) ketergantungan yang positif,

(2) pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka,

dan (5) evaluasi proses kelompok.

B. Langkah-langkah Kegiatan (Syntax)

Tahap pertama yang dilakukan siswa dalam pembelajaran GI adalah

mengidentfikasi topik dan membagi para siswa ke dalam bebebrapa kelompok.

Tahap dilakukan guru dan siswa seminngu sebelum proses belajar berlangsung.

Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan pada

pertemuan yang akan datang dengan mengajukan beberpa topik permasalahan,

misalnya identitas tokoh idola. Topik pembelajaran tersebut diidentifikasi dari

(31)

siswa meperhatikan topik permasalahan yang diajukan guru dan harus

mempelajari topik yang telah ditentukan tersebut dalam sebuah kelompok. dalam

kelompok belajar para siswa dituntut aktif untuk mengolah topik permasalahan

yang telah ditentukan.

Unsur kegiatan atau sintaksis merujuk pada rincian atau tahapan kegiatan

model sehingga fase-fase kegiatan model tersebut teridentifikasi dengan jelas.

Unsur kedua pembangun model GI ini adalah proses belajar mengajar sebagai

struktur model pembelajaran. Implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam

pembelajaran, secara umum dibagi enam langkah sebagaimana terdapat dalam

uraian di bawah ini.

1. Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan Siswa

Tahap pertama yang dilakukan siswa dalam pembelajaran GI adalah

mengidentifikasi topik dan guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar. Para

siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama dan

heterogen, guru membantu atau memfasilitasi dalam memeproleh informasi. Guru

berusaha membantu para siswa dengan memberikan informasi yang diperlukan

dan para siswa memperhatikan dengan seksama. Selanjutnya, guru membagi

siswa ke dalam beberapa kelompok belajar. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5

siswa dan penentuan kelompok di dasarkan pada hasil belajar dan jenis kelamin

sehingga komposisi kelompok bersifat heterogen. Setiap kelompok bertugas untuk

membahas topik yang telah ditentukan.

Dalam menyiapkan dan mengidentifikasi topik belajar harus

memperhatikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku saat

ini. Dalam KTSP terdapat komponen-komponen, seperti kompetensi dasar, hasil

atau indikator belajar, pengalaman belajar, alat dan sumber belajar dan penilaian.

Kompetensi dasar merupakan penguasaan dasar yang harus dimiliki siswa dalam

proses belajar mengajar. Kompetensi dasar untuk pembelajaran leksikal, misalnya

mengungkapkan gagasan secara tertulis atau menuliskan berbagai pengalaman,

(32)

kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa setelah proses belajar mengajar

berlangsung.

2. Tahap Merencanakan Tugas yang Akan Dipelajari

Pada tahapan ini guru memberikan penjelasan tentang apa yang harus

dilakukan masing-masing kelompok di kelas ketika proses pembelajaran

menceritakan tokoh idola berlangsung. Masing-masing kelompok harus

mengidentifikasi tokoh idola. Tiap siswa diberi tugas untuk mengidentifikasi

tokoh idola seperti identitas keunggulan tokoh.

3. Tahap Merlaksanakan Investigasi

Pada tahap ini para siswa melakukan investigasi dengan cara melakukan

penyelidikan atau mencari identitas dan keunggulan tokoh idola. Setiap siswa

mengumpulkan data, berdiskusi, saling bertukar pikiran terhadap hasil temuannya

dengan berbagai alasan dalam kelompok masing-masing sehingga masing-masing

siswa berkontribusi terhadap kelompoknya. Kelompok dapat melakukan

klarifikasi terhadap tugas masing-masing siswa sebelum sampai pada suatu

simpulan sehingga para siswa betul-betul dapat menggunakan kemampuan

bahasanya dan dapat berinteraksi sosia di dalam kelas.

4. Menyiapkan Laporan Akhir

Pada tahap ini masing-masing kelompok menyiapkan hasil investigasi

yang telah dilakukan. Hasil investigasi yang akan disampikan kepada kelompok

lain betul-betul hasil kerja kelompok yang telah disepakati bersama sehingga

masing-masing siswa memiliki persepsi yang sama terhadap hasil kerja kelompok.

Masing-masing kelompok dapat menentukan wakil-wakil dalam

mempresentasikan hasil investigasi yang telah dilakukan. Namun, setiap siswa

harus mendukung gagasan atau argumentasi yang dikemukakan oleh para

wakilnya. Dengan demikian, setiap hasil investigasi yang dilakukan oleh

(33)

5. Tahap Mempresentasikan Laporan Akhir

Tahap ini menggambarkan interaksi belajar mengajar siswa di kelas

berdasarkan kriteria atau aturan yang telah ditetapkan oleh guru dan siswa. Pada

tahap ini guru berfungsi sebagai fasilitator, pengarah, dan pengelola kelas dalam

interaksi belajar mengajar. Guru harus berupaya membangkitkan kreativitas dan

mendorong partisipasi para siswa dalam setiap permasalahan yang disampaikan

masing-masing kelompok. Karena itu, guru dapat menghampiri setiap kelompok

dan membantu setiap kesulitan yang mereka rasakan.

Pada tahap ini masing-masing kelompok mempresentasikan laporan akhir

atau hasil investigasi terhadap tokoh idola sampai selesai dengan melibatkan para

siswa secara aktif. Setiap akhir pembahasan guru dan siswa menyimpulkan hasil

presentasi masing-masing kelompok dan menunjukkan penggunaan bahasa yang

kurang tepat, di antaranya penggunaan campur kode, alih kode, dan interferensi.

Dengan cara seperti ini para siswa dapat memperhatikan penggunaan campur

kode, alih kode, dan interferensi sehingga gejala tersebut dapat dihindari.

6. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi atau penilian hasil belajar didasarkan pada indikator

pembelajaran yang ditetapkan. Dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola

penilaian dapat didasarkan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan

bahasa lisan. Penentuan jenis evaluasi yang digunakan bertitik tolak dari tujuan

pembelajaran yang diharapkan. Dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola

evaluasi dapat dilakukan dengan cara tes unjuk kerja.

Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran

kelompok investigasi (grup investigation) mencakup enam tahapan dan keenam

tahapan tersebut harus dilakukan secara berurutan,mulai dari tahapan satu sampai

dengan tahapan enam. Hal ini berarti urutan tahapan model pembelajaran

investigasi tidak bisa diacak-acak. Penggunaan model pembelajaran investigasi

dilakukan secara berurutan, mulai dari tahap satu sampai dengan tahap enam.

Tahapan-tahapan model pembelajaran investigasi dapat dilihap pada bagan

(34)

Bagan Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Kelompok Investigasian Bagan 5.2

C. Sistem Sosial (Social System)

Sistem sosial menandakan hubungan yang terjalin antara guru dan siswa,

siswa dan siswa, termasuk norma atau prinsip yang harus dianut dan

dikembangkan untuk pelaksanaan model. Model ini menuntut agar antara guru

dan siswa terdapat hubungan yang kooperatif. Di dalamnya, guru menjalankan

fungsi sebagai penggagas dan pengendali kegiatan siswa pada setiap tahap. Selain

itu guru menjadi fasilitator bagi kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar.

D. Prinsip Reaksi (Principle of Reaction)

Prinsip reaksi bermakna sikap dan perilaku guru untuk menanggapi dan

merespon bagaimana siswa memproses informasi, menggunakannya sesuai

pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tugas penting yang diemban guru dalam hal

ini adalah menangkap kesiapan siswa untuk menerima informasi baru untuk

dipahami dan diterapkan. Reaksi guru dalam proses pembelajaran dapat

mempengaruhi kemampuan siswa dalam merespon materi pelajaran. Guru dapat

melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran untuk menyelesaikan

tugas-tugas yang berkaitan dengan kognitif, kemudian mendukung serta

mengarahkan mereka bagaimana mengklasifikasikan pengetahuan tersebut secara

produktif.

E.Sistem Penunjang (Support System)

Unsur-unsur penunjang yang berada dalam sistem pembelajaran secara

otomatis menjadi unsur penunjang pelaksanaan model. Unsur-unsur penunjang

pembelajaran seperti buku sumber, buku pengayaan, media pembelajran, dan alat

(35)

peraga sekaligus menjadi unsur penunjang pelaksaan model. Materi utama

pelajaran adalah keterampilan menceritakan tokoh idola. Keterampilan ini dapat

dikuasai siswa bila dalam pembelajaran siswa bisa bebas berkreasi dan ditunjang

oleh contoh-contoh yang sesuai dengan tema pembelajaran.

F. Dampak Instruksional dan Pengiring (Instructional and nurturant

Effect)

Ada dua dampak pembelajaran yang dapat terjadi dalam pembelajaran

dengan model GI, yaitu dampak langsung pembelajaran (instructional effects),

dan dampak pengiring pembelajaran (nurturant effects). Dampak langsung

pembelajaran berupa peningkatkan kemampuan kreativitas secara umum dan

dalam mata pelajaran. Dampak pengiring pembelajaran berupa peningkatkan

penguasaan materi pembelajaran dan kualitas kelompok semakin produktif dan

kohesif (Joyce dkk, 2011: 271). Dampak instruksional dari model ini adalah

memfasilitasi siswa dalam pembentukan konsep sehingga tema pembelajaran

siswa dapat berkembang. Hal ini dapat terjadi karena sinektik menekankan pada

proses. Dampak penyerta model GI adalah siswa dapat berpikir logis,

menyertakan perasaannya, menghubungkan pengalaman baru dengan pribadi,

mengemukakan respon dan bekerja sama.

G. Penerapan Model 1. Silabus

Nama Sekolah : SMPN 1 Caringin

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : VII/2

Standar Kompetensi :

Berbicara

10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman

melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon

(36)

10.1 Mencerita-kan tokoh idola dengan mengemu-kakan identitas tokoh, keunggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai

Materi Pembelajaran

Penceritaan Tokoh Idola

Kegiatan Pembelajaran

o Membaca artikel tentang tokoh yang diidolakan

o Tanya jawab yang berhubungan dengan identitas tokoh

o Menentukan keunggulan tokoh dengan alasan yang argumentatif

o Berlatih menceritakan tokoh

o Mencermati model

o Bertanya jawab tentang penampilan model

o Menceritakan tokoh dengan berpedoman kelengkapan identitas tokoh.

Indikator

 Mampu mengemukakan identitas tokoh

 Mampu menentukan keunggulan tokoh dengan argumen yang tepat  Mampu menceritakan tokoh dengan pedoman kelengkapan

identitas tokoh.

Penilaian

Teknik penilaian : Tes

Bentuk Instrumen : Uji petik kerja

Alokasi Waktu

4 x 40 menit

Sumber/Bahan

Media cetak (artikel tentang tokoh)

Buku teks

(37)

2. RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP Negeri 1 Caringin

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas / Semester : VII / 2

Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 kali pertemuan)

Standar Kompetensi Berbicara

10. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman melalui

kegiatan menanggapi cerita dan telepon

Kompetensi Dasar

10.1. Menceritakan tokoh idola dengan mengemukakan identitas tokoh,

ke-unggulan, dan alasan mengidolakannya dengan pilihan kata yang sesuai

A. Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional

1. Siswa dapat mengemukakan identitas tokoh

2. Siswa dapat menentukan keunggulan tokoh dengan argumen yang tepat

3. Siswa dapat menceritakan tokoh dengan pedoman kelengkapan identitas

tokoh

Tujuan Pengiring

1. Siswa dapat mengambil keputusan pribadi

2. Siswa dapat menghargai pendapat orang lain

3. Siswa dapat tampil percaya diri

B. Materi Pembelajaran : Menceritakan tokoh idola C. Metode Pembelajaran : Group investigation D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

(38)

a. Kegiatan awal 5’

1) Guru mengucapkan salam, menyapa siswa, membaca doa bersama

siswa, dan mengecek kehadiran siswa.

2) Guru menanyakan idola siswa disertai alasan mengidolakannya

3) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, agar siswa

termotivasi mengikuti kegiatan.

b. Kegiatan inti 70’

1) Siswa membaca teks tuturan siswa yang di dalamnya terdapat campur kode, alih kode, dan interferensi, terutama kata mah, teh, ieu, dll. Guru

menjelaskan kata-kata yang termasuk campur kode, alih kode, dan

interferensi yang terdapat dalam teks.

2) Siswa mengidenftifikasi tokoh idola yang akan dipelajari. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal yang

belum diketahuinya.

3) Guru membentuk kelompok belajar, setiap kelompok terdiri atas 4 sampai 5 orang per kelompok

4) Guru menjelaskan apa yang harus dilakukan masing-masing kelompok.

5) Siswa menginvestigasi terhadap identitas tokoh idola.

6) Siswa berdiskusi tentang temuan anggota kelompok mengenai identitas tokoh idola. Kemudian siswa menyiapkan laporan akhir.

7) Setiap kelompok mempresentasikan laporan akhir.

8) Guru menyampaikan tanggapan terhadap presentasi siswa, termasuk

bahasa yang digunakan siswa; apakah terdapat campur kode, alih kode,

dan interferensi dan mengingatkan siswa untuk menghindari gejala

tersebut. Apabila terjadi gejala tersebut pada tuturan mereka guru

menunjukkannya.

c. Kegiatan akhir 5’

Guru menugaskan siswa menuliskan manfaat dan kesan yang dirasakan

(39)

Pertemuan Kedua a. Kegiatan awal 5’

1) Guru menanyakan kepada siswa apakah ada yang berminat mengikuti

jejak tokoh yang mereka ceritakan.

2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, agar siswa

termotivasi mengikuti kegiatan

b. Kegiatan inti 70’

1) Siswa membaca teks tuturan siswa yang di dalamnya terdapat campur

kode, alih kode, dan interferensi, terutama kata mah, teh, ieu, aya, naon

dll. Guru menjelaskan kata-kata yang termasuk campur kode, alih kode,

dan interferensi yang terdapat dalam teks.

2) Siswa menginvestigasi terhadap keunggulan tokoh idola.

1) Siswa berdiskusi tentang temuan anggota kelompok mengenai

keunggulan tokoh idola. Kemudian siswa menyiapkan laporan akhir.

2) Setiap kelompok mempresentasikan laporan akhir.

3) Guru menyampaikan tanggapan terhadap presentasi siswa, termasuk

bahasa yang digunakan siswa; apakah terdapat campur kode, alih kode,

dan interferensi, terutama kata mah, teh, ieu, aya, naon, ketemu,

ngobrol dll. Apabila gejala tersebut, guru menunjukkannya.

c. Kegiatan akhir 5’

Guru menugaskan siswa menuliskan manfaat dan kesan yang dirasakan

setelah mengikuti pelajaran dan saran untuk kegiatan selanjutnya.

Pertemuan Ketiga b. Kegiatan awal 5’

1) Guru menanyakan kepada siswa apakah ada yang berminat mengikuti

jejak tokoh yang mereka ceritakan.

2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, agar siswa

(40)

b. Kegiatan inti 70’

1) Sebelum berdiskusi, guru mengingatkan siswa agar menghindari campur

kode, alih kode, dan interferensi seperti kata , teh, ieu, aya, naon, ketemu,

ngobrol, dll.

2) Siswa berdiskusi tentang identitas dan keunggulan tokoh idola. Kemudian

siswa menyiapkan laporan akhir.

3) Setiap kelompok mempresentasikan identitas dan keunggulan tokoh idola.

4) Guru menyampaikan tanggapan terhadap presentasi siswa, termasuk

bahasa yang digunakan siswa; apakah terdapat campur kode, alih kode,

dan interferensi.

5) Guru menyampaikan tuturan siswa yang terdapat gejala campur kode, alih

kode, dan interferensi.

6) Siswa melaksanakan uji kompetensi.

c. Kegiatan akhir 5’

Guru menugaskan siswa menuliskan manfaat dan kesan yang dirasakan

setelah mengikuti pelajaran dan saran untuk kegiatan selanjutnya.

C. Media dan Sumber Pembelajaran

1. Buku biografi, Koran, dan majalah

2. LKS Bahasa Indonesia kelas VII oleh MGMP Bahasa Indonesia

3. Buku teks Bahasa Indonesia kelas VII

[image:40.595.109.505.590.745.2]

D. Indikator dan Penilaian

Table 5.11 Indikator dan Penilaian

Indikator Teknik Bentuk Instrumen

Mampu

mengemukakan

identitas tokoh

Lisan Uraian Sampaikanlah identitas tokoh

dengan bahasa yang

komunikatif!

Mampu menentukan

keunggulan tokoh

Sampaikanlah keunggulan tokoh

(41)

dengan argumen yang

tepat

Mampu menceritakan

tokoh dengan

pedoman kelengkapan

identitas tokoh

Ceritakanlah tokoh dengan

pedoman kelengkapan identitas

tokoh!

Uji kompetensi

Bacalah teks berikut kemudian kerjakan nomor 1 dan 2!

Nama lengkapnya W.S. Rendra, lahir di Solo tanggal 7 November 1935. Kegitan

tulis-menulis yang digelutinya adalah menulis sajak, cerpen, drama, dan esai

dalam berbagai majalah antara lain Kisah, Budaya, Basis, dan lain-lain.

Sedangkan dalam bidang seni beliau mahir membaca puisi, bermain drama, dan

pernah menjadi sutradara film.

1. Hal yang pantas diteladani dari tokoh dalam teks dia atas adalah ....

B. kegiatan di kota Solo

C. pemain film

D. kemahiran dalam menulis

E. kelahiarannya di kota Solo

2. Kegiatan seni yang digeluti tokoh dalam teks di atas adalah ....

A. menulis puisi

B. bermain drama

C. menulis teks drama

D. menulis sajak

3. Cara memahami teks profil tokoh adalah dengan memperhatikan....

A. Pikiran penjelas dan kalimat penjelas setiap paragraf.

B. Pikiran utama dan kalimat penjelas setiap paragraf.

C. Kalimat utama dan kalimat penjelas setiap paragraf.

D. Kalimat utama dan pikiran utama setiap paragraf.

4. Hal yang dapat diteladani dari tokoh adalah ....

(42)

B. keragu-raguannya D. kedisiplinannya

5. Salah satu di antara langkah-langkah untuk menentukan karakteristik tokoh

dalam buku biografi adalah....

A. mengumpulkan kecenderungan pola sikap tokoh

B. menentukan bahasa yang digunakan tokoh

C. mencari identitas pendamping tokoh

D. menguasai karakter yang diperankan

Kunci Jawaban

1, 2, dan 3 tergantung cara siswa menceritakan tokoh

4. (1) C (2) B (3) C (4) D (5) A

[image:42.595.111.503.371.677.2]

Format Penilaian

Tabel 5.12 Penilaian Proses

No. Kegiatan Kompetensi Skor Keterangan

Maksimal Perolehan

1. Menyampaikan identitas tokoh 15 Setiap penilai- an selalu memeperha- tikan campur kode, alih kode, dan interferensi

2. Menyampaikan keunggulan tokoh

20

3. Menceritakan tokoh 5

4. Uji kompetensi 5

Jumlah skor 40

Jumlah skor perolehan ( )

Nilai KD = x 100 =

Jumlah skor maksimal ( )

[image:42.595.118.510.660.750.2]

Format Pengamatan Tujuan Pengiring

Tabel 5.13

No Nama Siswa Aspek Jumlah Keterangan

1 2 3

(43)
[image:43.595.123.507.132.260.2]

Tabel 5.14

Keterangan Aspek Rentang Nilai

1. Mengambil keputusan pribadi

2. Menghargai pendapat orang lain

3. Tampil percaya diri

(A) sangat baik = 85-100

(B) baik = 70-84

(C) cukup = 55-69

(D) kurang = 40-54

(E) sangat kurang = 0-39

Mengetahui: Caringin, Mei 2013

Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran,

(44)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Tuturan lisan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Caringin, Garut dalam

kegiatan pembelajaran di kelas terdapat campur kode, alih kode, dan inteferensi.

Campur kode, alih kode, dan interferensi yang terjadi dalam tuturan lisan siswa

tersebut digambarkan secara singkat di bawah ini.

Berdasarkan analisis terhadap tuturan lisan siswa SMP Negeri 1 Caringin

Kelas VII pada proses pembelajaran ditemukan campur kode dengan kode dasar

bahasa Indonesia. Campur kode yang terjadi pada tuturan lisan siswa adalah

pencampuran kode bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan

k

Gambar

Tabel 3.2 Parameter Analisis Campur Kode
Tabel 3.6 Instrumen Analisis Alih Kode
Table 5.11 Indikator dan Penilaian
Tabel 5.12 Penilaian Proses
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen penawaran dan kualifikasi yang Saudara ajukan pada pekerjaan Renovasi dan Perluasan Lanjutan Gedung Kantor Finishing

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) struktur novel Megamendung Kembar (MK); (2) latar belakang sosial budaya ditulisnya novel MK; (3) sosial

Diketahui oleh umum bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia tersebar di semua wilayah republik Indonesia, tetapi etnis Tionghoa yang tinggal di Jawa Timur

Dari basil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan diperoleh kesimpulan berikut, yaitu bahwa secara umum dapat dikatakan bah',a setelah beroperasi selama 10 tahun temyata

H0 adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pada kadar profil lipid pada pasien penyakit ginjal diabetik dan penyakit ginjal non-diabetik

Kontribusi langsung yang diberikan fokus pada konsumen terhadap kepuasan kerja karyawan ini menjelaskan bahwa perubahan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh

A) Pengaruh Kualiatas Pelayanan dan Penetapan Harga terhadap Loyalitas pelanggan BNI Card Center LNC Jakarta.. Pengujian pengaruh secara bersama-sama dilakukan dengan uji

Musim tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dalam usaha budidaya tanaman padi, penggunaan varietas unggul baru yang adaptif merupakan salah satu