• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPERTIROIDISME PADA PENDERITA GESTATIONAL TROPHOBLASTIC DISEASE (MOLA HIDATIDOSA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HIPERTIROIDISME PADA PENDERITA GESTATIONAL TROPHOBLASTIC DISEASE (MOLA HIDATIDOSA)."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

HIPERTIROIDISME PADA PENDERITA GESTATIONAL TROPHOBLASTIC DISEASE (MOLA HIDATIDOSA)

I Gusti Ngurah Arika Fermiawan, I Made Pande Dwipayana, Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Insiden gestational trophoblastic disease (GTD) cukup luas dan tergantung pada usia maternal, riwayat kehamilan tropoblastik sebelumnya dan faktor diet. Insiden GTD di Amerika dan Eropa diperkirakan 1 per 1000 kehamilan, Inggris sekitar 1,5 per 1000 kelahiran, Jepang memiliki insiden dua kali lebih tinggi dan Cina mungkin tujuh kali lebih tinggi, sedangkan di Indonesia 10 dari 1000 kehamilan (1-4). Peningkatan insiden GTD ditemukan pada usia maternal lanjut. Studi menunjukkan kemungkinan GTD terjadi pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Riwayat sebelumnya mengalami GTD merupakan faktor resiko yang kuat. Kehamilan mola hidatidosa merupakan salah satu bentuk kehamilan GTD. Pasien dengan riwayat mola hidatidosa sebelumnya diperkirakan memiliki resiko 10 kali untuk dapat kembali berulang (1,2).

(2)

England Trophoblastic Disease Centre memperkirakan 20% wanita dengan mola komplit mengalami hipertiroidisme (2,7).

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus perempuan dewasa dengan hipertiroidisme pada kehamilan gestational trophoblastic disease mola hidatidosa. Kasus ini diangkat karena selain termasuk kasus yang jarang juga untuk mempelajari deteksi dini serta penatalaksanaan yang tepat pada kasus seperti ini.

Kasus

Seorang perempuan 43 tahun Suku Flores datang ke Poliklinik Obstetri Ginekologi RSUP Sanglah pada tanggal 13 Oktober 2015 dengan keluhan utama muncul benjolan di perut bawah sejak dua minggu yang lalu. Bersamaan dengan munculnya benjolan di perut bawah penderita juga mengeluh muncul flek merah kehitaman pervaginam. Penderita sempat mengira dirinya sedang hamil dengan benjolan di perut bawah tersebut yang disertai keluhan mual dan muntah. Dikatakan keluhan mual dan muntah sekitar ± 2-3 kali sehari. Riwayat abortus disangkal. Riwayat haid satu bulan yang lalu dikatakan siklus tidak teratur, lama haid 3-4 hari. Penderita menggunakan alat kontrasepsi berupa pil KB namun diminum tidak teratur. Penderita sudah memiliki tiga orang anak lahir normal.

Selain keluhan diatas semenjak kehamilan ini, penderita juga merasakan jantungnya sering berdebar sejak satu bulan yang lalu. Kedua tangan penderita juga dikatakan sering gemetar. Riwayat penurunan berat badan disangkal penderita. Penderita mengatakan tidak pernah mengalami keluhan seperti ini saat hamil sebelumnya. Riwayat penyakit gondok, hipertensi, kencing manis, alergi, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker disangkal penderita. Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.

(3)

pembesaran kelenjar getah bening di leher, tidak ditemukan nodul atau pembesaran pada area tiroid, tidak ditemukan bruit. Pada pemeriksaan dada, pemeriksaan fisik paru dan jantung ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik abdomen tidak didapatkan distensi, bising usus dalam batas normal, hepar dan lien tidak teraba, tidak ditemukan ballotement, perkusi didapatkan suara timpani. Ekstrimitas ditemukan dalam batas normal.

Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan tinggi fundus uteri 2 jari diatas pusat. Tidak ditemukan denyut jantung janin. Tidak ditemukan ballotement. Pada inspeksi vulva vagina ditemukan porsio licin, ostium tertutup, tidak ditemukan fluksus dan fluor. Pada pemeriksaan vaginal toucher tidak ditemukan nyeri goyang porsio, corpus uteri antefleksi, pada adneksa, parametrium, cavum douglas tidak ditemukan kelainan.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium awal tanggal 13 Oktober 2015 didapatkan WBC 7,10 x 103/µL, RBC 3,17 x 106/µL, HGB 8,2 g/dL, MCV 79,4 fL, MCH 25,9 pg, MCHC 32,6 g/dL, HCT 25,2 %, PLT 68 x 103/µ L, SGOT 50,9 U/L, SGPT 45,2 U/L, Albumin 2,73 g/dL, GDS 96 mg/dL, BUN 21 mg/dL, Kreatinin Serum 1,01 mg/dL, Natrium 134 mmol/L, Kalium 4,66 mmol/L, β -hCG# > 225.000,00 mIU/mL (Nilai normal level β-hCG minggu pertama sampai ketiga usia kehamilan berkisar 10 mIU/mL – 1000 mIU/mL; bulan kedua sampai ketiga usia kehamilan 30.000 mIU/mL – 100.000 mIU/mL; dan pada trimester kedua sampai ketiga, mulai menurun dan stabil antara 5000 mIU/mL sampai 30.000 mIU/mL). Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan Spesific gravity 1,015. pH 5, Leukosit 100 (++), Nitrite negatif, Protein urine 150 (+++), Glukosa urine normal, Keton negatif, Urobilinogen 4 (++), Bilirubin urine 1 (+), Erytrosit 250 (5+), Colour brown, sedimen leukosit 3-5, eritrosit 8-10, silinder granula ++.

(4)

Gambar 1. USG Ginekologi penderita menunjukkan gambaran snow storm appearance

Penderita akan direncanakan tindakan suction curretage namun karena mengalami kelainan pada hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap serta pada tekanan darah maka penderita dikonsulkan ke poliklinik penyakit dalam pada tanggal 13 Oktober 2015 untuk mendapatkan penanganan di bidang penyakit dalam. Dari bidang penyakit dalam disimpulkan pasien dengan anemia ringan hipokromik mikrositer karena dicurigai anemia defisiensi besi dengan diagnosis banding anemia karena penyakit kronik disertai trombositopenia dicurigai karena reaktif, hipertensi stage II, hipoalbuminemia curiga karena inflamasi kronik. Penderita mendapatkan terapi awal berupa tranfusi PRC sampai dengan Hb 10 gr/dL sesuai sejawat obgyn, tablet besi 3 x 200 mg per oral, vitamin C 3 x 100 mg per oral, captopril 2 x 25 mg per oral. Penderira direncanakan pemeriksaan hapusan darah tepi, serum iron (SI), TIBC, feritin, rontgen dada di ruangan.

Hari pertama perawatan di ruangan Cempaka Ginekologi (15 Oktober 2015) tekanan darah penderita didapatkan 180/100 mmHg dan penderita mengeluh batuk-batuk kering sehingga terapi anti hipertensi captopril diganti dengan ramipril 1 x 5 mg dan ditambahkan amlodipin 1 x 5 mg. Penderita masih mengeluhkan flek pervaginam. Dari sejawat kebidanan penderita mendapatkan terapi tranfusi PRC sampai dengan Hb 10 mg/dL, sulfas ferosus 3 x 200 mg per oral, vitamin c 3 x 100 mg per oral, ondansentron 3 x 1 ampul.

(5)

pemeriksaan fisik dihitung indeks Wayne pada penderita dan didapatkan hasil 22, yang menandakan pasien dicurigai mengalami hipertiroidisme. Sehingga direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid, TSH dan FT4.

Hari kedua perawatan (16 Oktober 2015) hasil pemeriksaan fungsi tiroid didapatkan TSH < 0.005 µIU/mL (normal: 0,5-5,5 µIU/mL), FT4 2,67 ng/dL (normal: 0,7-2,0 ng/dL) menunjukkan penderita mengalami tanda hipertiroidisme. Hasil pemeriksaan serum iron (SI) 83,8 µg/dL (normal: 40–155 µg/dL); TIBC 271 µg/dL (normal: 240-450 µg/dL); ferritin 97,35 ng/mL (normal: 11-307 ng/mL) masih dalam batas normal sehingga anemia akibat defisiensi besi dapat disingkirkan. Hasil pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran eritrosit hipokromik mikrositer, leukosit kesan normal tidak ditemukan sel muda, trombosit jumlah menurun sehingga disimpulkan gambaran bisitopenia. Hasil rontgen dada didapatkan dalam batas normal. Sehingga penderita didiagnosis dengan mola hidatidosa disertai hipertiroidisme curiga diakibatkan oleh β-hCG, anemia hipokromik mikrositer curiga akibat penyakit kronik dan flek pervaginam, trombositopenia curiga akibat reaktif, hipoalbuminemia curiga akibat inflamasi kronik, hipertensi stage II. Dari penyakit dalam menambahkan terapi PTU 2 x 100 mg per oral, propanolol 1 x 10 mg per oral, dan terapi antihipertensi dilanjutkan sedangkan pemberian tablet besi dan vitamin c dihentikan. Penderita direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan USG regio colli dan dikonsulkan ke divisi endokrin ilmu penyakit dalam.

Gambar 2. Foto rontgen dada penderita pada hari pertama MRS (15/10/2015)

(6)

ditunda. Hari keempat perawatan (18 Oktober 2015) pasien telah melakukan USG regio colli dengan hasil tidak ditemukan kelainan pada regio colli. Penderita mendapatkan tranfusi PRC sampai dengan target Hb 10 gr/dL sampai hari kedelapan perawatan sebelum dilakukan tindakan kuretase. Sedangkan untuk terapi farmakologi lainnya dilanjutkan.

Gambar 3. Foto USG Colli (18/10/2015)

Hari ke sembilan perawatan (23 Oktober 2015) penderita direncanakan untuk dilakukan tindakan evakuasi mola di ruang operasi oleh sejawat kandungan karena dirasa penderita telah optimal untuk dilakukan tindakan. Setelah tindakan evakuasi mola penderita dikirim kembali ke ruangan cempaka ginekologi untuk evaluasi pasca tindakan. Hari kesepuluh perawatan (24 Oktober 2015), satu hari setelah evakuasi mola, penderita direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid ulang, dengan hasil TSH < 0,005 µIU/mL dan FT4 2,72 ng/dL. Untuk terapi hipertiroidisme dan antihipertensi dilanjutkan. Hari keduabelas perawatan (26 Oktober 2015) penderita direncanakan untuk pulang dan kontrol kembali ke poliklinik kandungan dan endokrin interna.

Gambar 4. Jaringan hasil kuretase.

(7)

33,0 g/dL, HCT 26,7%, PLT 50 x 103/µ L, Albumin 2,91 g/dL, SGOT 36 U/L, SGPT 34 U/L, BUN 20,8 mg/dL, SC 0,80 mg/dL, Na 135 mmol/L, K 3,1 mmol/L, GDS 90 mg/dL, B-hCG# 74.867,51 mIU/mL. Penderita datang kontrol dengan membawa hasil pemeriksaan patologi anatomi uterus didapatkan hasil mola hidatidosa tipe parsial. Keluhan yang sebelumnya saat rawat inap seperti berdebar, tremor, keringat berlebih sudah dirasakan berkurang. Terapi hipertensi dan hipertiroid dilanjutkan.

Gambar 5. Hasil histopatologi mola-endometrium

Pemeriksaan ulangan β-hCG# (19 November 2015) didapatkan 3374,0 mIU/mL. Hasil pemeriksaan fungsi tiroid (5 Desember 2015) didapatkan TSH 1,44 µIU/mL, FT4 0,748 ng/dL. Kontrol selanjutnya ke poliklinik endokrin interna (23 Desember 2015) tidak ada keluhan dari penderita serta membawa hasil pemeriksaan fungsi tiroid (21 Desember 2015) TSH 1,59 µIU/mL, FT4 1,01 ng/dL. Terapi PTU diturunkan menjadi 1x10 mg per oral, terapi hipertensi dilanjutkan.

Pembahasan

A. Gestational trophoblastic disease (GTD)

(8)

CHM muncul dari fertilisasi pada ovum yang kosong. Sperma haploid paternal kemudian menduplikasikan kromosomnya sendiri. Fenomena ini disebut dengan androgenesis, dengan pola kromosom menjadi 46 XX. Pada CHM tidak ada jaringan embrionik yang muncul (1). Plasenta mengalami edema sekunder sampai terbentuk villi korionik hidropik yang membesar dan pada sebagian besar kasus, tidak ditemukan fetus, cord dan membran amnion (2,10,11). PHM merupakan bentuk GTD yang jarang terjadi, menghasilkan konseptus triploid. Pada tipe mola hidatiforme ini, dapat teridentifikasi struktur abnormal fetus atau embrio. Pola kromosom tersering adalah 69 XXX, 69 XXY, dan 69 XYY, semua jenis tersebut berasal dari paternal (1,2,10).

Tabel 1. Klasifikasi gestational trophoblastic disease (GTD) (1,2,9). Kehamilan Mola Neoplasma tropoblastik gestasional

- Mola komplit - Mola parsial

- Histologically benign - Invasive mole

- Placental-site tumor - Choriocarcinoma - Metastatic neoplasm

Tanda yang paling mudah untuk dilihat adalah ketidaksesuaian ukuran uterus dan usia kehamilan. Pada GTD uterus membesar lebih cepat dibandingkan dengan kehamilan intrauterin normal (1,2,8,10,11). Gejala klinis tersering dari GTD biasanya perdarahan pervaginam, yang terjadi pada sekitar 97% pasien. Perdarahan simptomatis bervariasi antar pasien mulai dari hanya berupa flek sampai perdarahan masif dan dari bersifat intermiten sampai terus-menerus (1). Pada pasien ditemukan keluhan berupa perut yang membesar dengan cepat dalam dua minggu disertai flek pervaginam.

(9)

keluhan mual muntah yang hebat namun didapatkan tekanan darah pasien yang tinggi dibandingkan dengan sebelum kehamilannya saat ini. Pasien sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi.

Pemeriksaan ultrasound dapat membantu dalam menegakkan diagnosis GTD. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara transabdominal, namun pemeriksaan ultrasound melalui transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis kehamilan molar. Pemeriksaan ini noninvasif, mudah dan terpercaya (1,8). Karakteristik “snow pattern” dapat terlihat pada GTD dengan menggunakan pencitraan ultrasound. Pola ini dsebabkan oleh echo multipel yang dibentuk pada pertemuan antara villi molar dan jaringan disekitar, biasanya tanpa disertai fetus (1,2,11). Pada pemeriksaan ultrasound Obstetri Ginekologi tanggal 13 Oktober 2015 didapatkan gambaran snow pattern.

Setiap GTD menghasilkan kuantitas β-hCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang berbeda dengan progresitas konsentrasi dari mola hidatidosa (paling sedikit) sampai PSTT (paling banyak) (8). Tidak ditemukan perbedaan antara kehamilan normal dengan GTD pada stadium awal dari perkembangan penyakit ini. Sebagian besar gejala dan tanda akan mucul pada akhir trimester pertama dan selama trimester kedua (1).

Klinisi mungkin akan terkecoh dengan kehamilan multipel yang juga menghasilkan β-hCG yang tinggi pada awal kehamilan. Untuk itu tidak disarankan membuat diagnosis hanya menggunakan pemeriksaan β-hCG. Hasil terbaik akan diperoleh melalui kombinasi pemeriksaan level β-hCG dan ultrasound. Misalnya diagnosis GTD didukung kuat jika level β-hCG melebihi 80.000 mIU/mL dan pencitraan ultrasound menunjukkan material echogenik intrauterine dan tidak ada denyut jantung bayi. Setelah diagnosis kehamilan molar tegak maka harus segera dilakukan terminasi (1). Pada pasien saat pertama kali kontrol ke poliklinik obstetri ginekologi didapatkan hasil β-hCG# >225.000 mIU/mL (normal < 5 mIU/mL).

(10)

berbentuk seperti “grape-like clusters”. Semua jaringan tersebut harus dikirim ke bagian patologi anatomi untuk evaluasi dan konfirmasi diagnosis (1,11). Pada pasien setelah dilakukan prosedur dilatasi dan kuretase, didapatkan jaringan berbentuk seperti anggur (Gambar 4) dan hasil pemeriksaan sitologi patologi anatomi jaringan hasil kuretase didapatkan gambaran mola hidatidosa cenderung tipe parsial.

B. Hubungan GTD dan Hipertiroid

(11)

Gambar 6. Pola perubahan TSH dan hCG sesuai dengan usia kehamilan normal. (2).

Pada 10% GTD, dapat ditemukan hipertiroidisme. Hipertiroidisme (yang didefinisikan sebagai supresi TSH dengan peningkatan FT3 atau FT4) umumnya terjadi pada penyakit tropoblastik dibandingkan dengan kehamilan normal (4,14). Hal ini dipercaya disebabkan oleh produksi hCG oleh jaringan molar. Manifestasi hipertiroidisme akan menghilang setelah dilakukan evakuasi mola (1,12,13). hCG merupakan glikoprotein yang tersusun dari sub unit α dan hormon spesifik sub unit β. Subunit α memiliki kemiripan dengan yang ditemukan hormon pituitari, tyroid stimulating hormone (TSH), luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Subunit hCG keseluruhannya memiliki target satu atau lebih reseptor G-protein coupled seven transmembrane dan memiliki derajat homologi pada domain transmembrannya. Reseptor LH/hCG memiliki 45% homologi dengan reseptor TSH (2,4,5,6,15).

(12)

plasma LH kira-kira 1 jam sedangkan hCG sekitar 24 jam karena tingginya muatan asam sialik yang mencegah pengambilan dan degradasi oleh hati. hCG komplit disintesis terutama di syncytiotropoblast. Sejumlah kecil subunit α dan β juga disekresikan (6).

hCG dapat menyebabkan hipertiroid melalui reaksi silang dengan reseptor TSH. Bentuk hipertiroidisme berkaitan dengan neoplasma tropoblast seperti mola hidatiform, choriocarcinoma, karsinoma sel embrional, teratokarsinoma dan karsinoma testikular (15). Hiperfungsi tiroid pada kehamilan molar berkaitan dengan berlebihnya produksi hCG, yang memiliki aktifitas stimulasi tiroid intrinsik yang bersifat lemah dan tirotropin molar, yang berbeda dari hCG dimana memiliki ukuran molekul yang lebih besar dan durasi aksi yang lebih panjang (12).

(13)

Level sirkulasi hCG yang tinggi dengan kemampuan aktivitas seperti TSH pada trimester pertama mungkin akan menyebabkan penurunan yang rendah pada TSH dan peningkatan konsentrasi FT4. Braunstein dan Hersman melaporkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara TSH dan hCG pada minggu ke 10-12 kehamilan, waktu puncak level hCG. Harada menunjukkan peningkatan FT4 dan FT3 berkaitan dengan puncak hCG. Level TSH serum terutama antara minggu ke 7 dan 12 kehamilan jatuh pada titik nadir dan muncul sebagai bayangan cerminan dari nilai puncak hCG. Studi kasus menunjukkan level serum hCG > 100.000 mIU/L biasanya menimbulkan gejala tiroksikosis (2,4). Hal ini berkaitan dengan kesatuan klinis yang dikenal sebagai transient non autoimune hypertyroidism in early pregnancy dimana hCG menjadi mediator utama pada hipertiroidisme (2).

(14)

C. Penanganan Hipertiroid pada GTD

Hipertiroidisme klinis akibat penyakit tropoblastik ditangani dengan evakuasi dan kuretase suction jaringan molar. Direkomendasikan untuk menggunakan infus oksitosin saat awal prosedur operasi dan dilanjutkan beberapa jam setelah operasi untuk mempertahankan kontraktilitas uterus (11). Tujuan dari pengobatan hipertiroid adalah mencegah pelepasan T4 dan menghambat konversi menjadi T3, menghambat aksi perifer dari hormon tiroid dan mengatasi faktor pencetus. Obat yang digunakan untuk menangani kondisi ini adalah penghambat sintesis hormon tiroid, seperti propylthiouracil dan metimazole, penghambat pelepasan hormon tiroid, seperti iodine lugol atau litium. Penting untuk tidak memberikan terapi iodine sampai satu jam setelah pemberian PTU, karena iodine akan menyebabkan refleks pelepasan hormon tiroid. Efek perifer akibat hormon tiroid dapat dihentikan dengan mengurangi laju konversi T4 menjadi T3 aktif. Pemberian PTU, labetolol, dan glukokortiroid dapat mempengaruhi koversi ini. Efek perifer hormon tiroid dapat dikurangi dengan pemberian penghambat-β, misalnya propanolol dan esmolol (2,7-10,12,14,15). Pasien dengan bukti klinis hipertiroidisme, seperti takikardi, kulit hangat, dan tremor harus ditangani dengan β-adrenergik bloker sebelum operasi dilatasi dan evakuasi karena tindakan anestesi dapat memicu thyroid strom (1,2,10). Setelah terbukti menderita hipertiroidisme berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium maka penderita diberikan terapi berupa PTU 3 x 100 mg per oral, propanolol 3 x 10 mg per oral dan pemberian lugol 4 tetes setiap 6 jam, namun persedian lugol di depo obat kosong maka pemberian ditunda.

D. Pemantauan Setelah Tindakan

(15)

Insiden malignansi atau mola invasif sekitar 15%. Perkembangan penyakit persisten setelah evakuasi mola komplit meningkat dengan bukti penanda pertumbuhan tropoblastik seperti level hCG pre-evakuasi > 100.000 mIU/mL, pertumbuhan uterine yang berlebih (ukuran >20 minggu), dan kista lutein teka diameter > 6 cm. Pasien dengan ≥ 1 dari tanda tersebut memiliki 40% insiden postmolar GTN dibandingkan dengan 4% pada pasien tanpa gejala tersebut (1,3,11).

Jika terbukti terjadi keganasan GTD pada pasien maka modalitas terapi selanjutnya berupa kemoterapi kombinasi menggunakan etoposide, methotrexate dosis tinggi, actinomycin D, cyclophosphamide dan vincristine. Dikatakan tingkat penyembuhannya 80-90% pada pasien dengan GTD resiko tinggi metastase (12).

Ringkasan

Telah dilaporkan seorang perempuan 43 tahun, Suku Flores dengan hipertiroidisme yang diakibatkan oleh gestational trophoblastic disease mola hidatidosa. Diagnosis ini dibuat berdasarkan anamnesis, riwayat, gejala dan tanda klinis penderita serta hasil pemeriksaan penunjang. Kasus ini menarik untuk diangkat karena selain termasuk kejadian yang jarang, penting untuk melakukan deteksi dini dengan pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan penyakit kehamilan tropoblastik serta penatalaksanaan yang tepat dan pemantauan fungsi tiroid secara berkala untuk mencegah terjadinya komplikasi dapat diakibatkan oleh hipertiroidisme.

Daftar Pustaka

1. Hubbard JL, Hosmer SB. Hydatidiform mole. JAOA 1997;97(5):296-298. 2. Kurdi MS. Trophoblastic Hyperthyroidism and Its Perioperative Concerns.

In: Tyroid Disorders-Focus on Hypertyroidism. India. Intech. 2014;9:243-268.

3. Hindumathi M, Saritha, Tejeswani, Ramamani. Hydati-form Mole with Hyperthyroidism. Indian Journal of Mednodent and Allied Sciences. 2015;3(1):50-51.

(16)

gestational trophoblastic disease. British Journal of Cancer 2011;104:1665– 1669.

5. Ogueh O, Hawkins AP, Abbas A, Carter GD, Nicolaides KH, Johnson MR. Maternal thyroid function in multifetal pregnancies before and after fetal reduction. Journal of Endocrinology 2000;164:7-11.

6. Hershman JM. Physiological and pathological aspects of the effect of human chorionic gonadotropin on the thyroid. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism 2004;18(2):249–265.

7. Padmanabhan LD, Mhaskar R, Mhaskar A, Vallikad E. Trophoblastic Hyperthyroidism. JAPI 2003;51:1011-1013.

8. Moskovitz JB, Bond MC. Molar Pregnancy-Induced Thyroid Storm. The Journal of Emergency Medicine 2010;38(5):e71–e76.

9. Kofinas JD, Kruczek A, Sample J, Eglinton GS. Thyroid Storm-Induced Multi-Organ Failure In The Setting Of Gestational Trophoblastic Disease. The Journal of Emergency Medicine 2015;48(1):35–38.

10. Almeida CED, Curi EF, Almeida CRD, Vieira DF. Thyrotoxic Crisis Associated with Gestational Trophoblastic Disease. Rev Bras Anestesiol 2011;61(5):604-609.

11. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of hydatidiform mole. Am J Obstet Gynecol 2010;531-539. 12. Khanna P, Kumar A, Dehran M. Gestational trophoblastic disease with

hyperthyroidism: Anesthetic management. J Obstet Anaesth Crit Care 2012;2:31-3.

13. Bhat S, Maletkovic J. A Hydatidiform Mole Can Cause Severe Gestational Hyperthyroidism. Clin Thyroidol 2013;25:298–300.

14. Kushtagi P, Adiga P. Thyroid Disorders in Pregnancy. Indian Journal of Clinical Practice 2009;20(6):475-514.

Gambar

Gambar 1. USG Ginekologi penderita menunjukkan gambaran snow storm appearance
Gambar 2. Foto rontgen dada penderita pada hari pertama MRS (15/10/2015)
Gambar 3. Foto USG Colli (18/10/2015)
Gambar 5. Hasil histopatologi mola-endometrium
+3

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menganalisis tindak tutur persuasif dalam bahasa Jepang dari korpus data video kampanye Shinzo Abe, penulis menemukan beberapa strategi persuasif yang berwujud dalam

Secara umum, Pengendalian OPT cabai dan bawang merah merupakan satu kesatuan kegiatan pengendalian OPT di lapang sebagai stimulan atau pengungkit untuk

Pada motor tanpa kertas isolasi fasa atau penguatan isolasi lainnya yang sesuai untuk pengoperasian dengan catu tegangan (seperti konverter frekuensi), lebih cocok menggunakan LC

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada tanggal 13 Agustus 2015 dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya

evolusi mulai dari konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran hingga konsep pemasaran sosial... Konsep Produksi

Menimbang, bahwa dengan adanya Pengakuan dari para Tergugat tersebut cukup bukti untuk menyatakan bahwa telah terjadi hubungan hukum yang sah berupa hutang

Menindak lanjuti dari tugas mata kuliah sebelumnya dimana waktu magang di Dinas Kesehatan peneliti di tempatkan di bagian Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML)

Abstrak : Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini berkembang dengan begitu pesatnya. Semua itu dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi