• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model conservation scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A

SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Adelia Surya Putri

NIM: 131134084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN

MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A

SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Adelia Surya Putri

NIM: 131134084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulis berupa skripsi ini kupersembahkan untuk:

Allah SWT, penuntun jalan hidupku

Orang tuaku, Benny Suryadi dan Bekti Lestari

Teman istimewaku, Edo Faisal Ridlo

Keponakanku, Danendra Gerald Abrizan

Kakaku, Methalia Ari Listiani dan Tri Joko Suprihatin

Keluarga besarku, penyemangatku

Sahabat terhebatku, Adiktia, Riska, dan Paul

Para sahabatku yang tak bisa kusebutkan satu per satu

(6)

v MOTTO

“Akan dikabulkan doa diantara kamu selama ia tidak terburu-buru berkata „aku sudah berdoa, tetapi doaku belum terkabulkan‟”

(HR Muslim)

“Do not close the book when bad things happen in your life. Just turn the next page and being a new chapter”

(Annonymous)

“When you focus on problems, you will have more problems. But, when you focus on possibilities, you will have more opportunities”

(Annonymous)

“Life is about people we meet and the things we creat with them”

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL

CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA

Adelia Surya Putri Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi mengenai sikap sadar dan peduli lingkungan siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti bersama kepala sekolah, guru, dan siswa kelas III A menunjukkan adanya kebutuhan akan materi eksperimen. Peneliti terdorong untuk mengembangkan “Materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta” sebagai sarana membantu siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta memiliki persepsi tentang pentingnya lingkungan bagi kehidupan dan mahkluk hidup lainnya. Materi ini merupakan gabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari Pertama dan Hari Kedua, Materi Eksperimen, dan Panduan Eksperimen karya peneliti dan rekan peneliti.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan dan mengetahui kualitas penggunaannya. Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan langkah pengembangan materi menurut Tomlinson yang meliputi (1) analisis kebutuhan, (2) desain, (3) implementasi, (4) evaluasi, dan (5) revisi. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta sebanyak 26 siswa.

Materi yang dikembangkan melalui proses validasi untuk mengetahui kualitas produk. Validasi ahli dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan dua guru dengan perolehan skor rata-rata sebesar 3,54 dan termasuk dalam kategori “sangat layak” digunakan untuk implementasi lebih lanjut. Materi tersebut juga divalidasi oleh 5 siswa kelas III A melalui kegiatan wawancara dan mendapatkan kategori “layak” digunakan. Sebanyak 21 siswa bisa melakukan eksperimen “Penyebab Banjir” dan 25 siswa bisa melakukan eksperimen “Fungsi Akar” dengan bantuan panduan eksperimen. Peneliti meyakini bahwa sebanyak 24 siswa tertarik dengan panduan eksperimen dan merasa senang dapat melakukan eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout sangat layak digunakan dan dapat membantu siswa dalam memperoleh pendidikan lingkungan.

(10)

ix ABSTRACT

DEVELOPMENT OF EDUCATIONAL MATERIAL OF AWARENESS AND CARE ABOUT THE ENVIRONMENTAL BY USING CONSERVATION

SCOUT MODEL FOR GRADE III A STUDENTS SD N JETIS, YOGYAKARTA 1

Adelia Surya Putri Sanata Dharma University

2017

This research based on observation awareness and care about the environment of Grade A Students SD N Jetis 1 Yogyakarta. The interview results with the headmaster, the teacher, and the students indicated experiment materials was needed in learning process. Researcher was encouraged to develop "Educational Materials of Awareness and Care about The Environment by Using Conservation Scout Model for Grade III A Students SD N Jetis 1 Yogyakarta " to help the students have perception about the importance of the environment for life and others living things. This material consists of Merger of Lesson Day One and Day Two, Experiment Materials, and Experiment Guidelines written by the researcher et al.

This research aimed to determine how to develop educational materials of awareness and care about the environment and know the quality of the use. The type of this research is a research and development (R & D). This study used material development steps by Tomlinson that consists of (1) needs analysis, (2) design, (3) implementation, (4) evaluation, and (5) revision. The subjects in this study were 26 students of grade III A students SD N Jetis 1 Yogyakarta.

The material was developed through a validation process to determine the quality of the product. The validation was conducted by Science Experts, Linguists, and Two Teachers with the acquisition of an average score of 3.54 and included in the category of " very proper” to be implemented further.This material was validated by a grade III A students through interviews and got the category of "proper". There were 21 students who have done the experiments "Cause of Flood" and 25 students have done the experiments "Root Function" to help in using experiment guidelines. Researcher believed that 24 students interested in the experiment guidelines and were happy to do the experiment "Cause of Flood” and "Root Function". Thus, it could be concluded that the development of educational materials awareness and environmental awareness using Conservation Scout model was very proper to use and helped students in acquiring environmental education.

Keywords : materials development, educational of awareness and care about the

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah

Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini telah mendapat

banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Allah SWT

yang senantiasa memberikan rahmat kesehatan dan kelancaran dalam proses

penyusunan skripsi ini.

Tanpa mengurasi rasa hormat, peneliti menyampaikan terima kasih kepada

Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ibu

Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Bapak Apri Damai Sagita Krissandi,

S.S., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

(12)

xi

Biotech dosen pembimbing skripsi yang mendampingi dan memotivasi peneliti

selama proses penyusunan dan penelitian skripsi.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Kepala Sekolah SD

N Jetis 1 Yogyakarta, guru kelas I hingga kelas VI SD N Jetis 1 Yogyakarta, yang

senantiasa memberikan bantuan dan bimbingan selama melaksanakan penelitian.

Terima kasih untuk seluruh dosen dan staff karyawan PGSD USD yang telah

memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh siswa kelas III A

tahun ajaran 2016/2017 yang telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam

penelitian yang dilakukan peneliti, kedua orang tua peneliti, Pak Sur dan Bu Bekti

yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi untuk peneliti, Eral, yang

selalu menebarkan senyum bahagia sebagai penyemangat untuk peneliti, Kakaku,

Metha dan Jack yang selalu meberikan semangat dan dukungan, Yobo, yang

selalu memberi dukungan, waktu, tenaga, pikiran, dan perhatian untuk peneliti.

Tak lupa peneliti sampaikan terima kasih juga untuk sahabat terhebat,

Cikgu, Bunda, Pauling, Rahma, Itrek, Marta, dan Titin yang saling mendukung,

memberikan perhatian, dan menjadi penglipur lara, teman Kos Pak Dukuh, Vita

Anggi, Maria, Rani, dan Mbak Dewi yang selalu menghibur peneliti, teman-teman

Payung Emansipatoris yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan dalam

penyelesaian skripsi ini, segenap pihak, sahabat dan teman yang telah membantu

(13)
(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... .iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ... .ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ... ..xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Batasan Masalah... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 12

1.7 Definisi Operasional ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

2.1 Kajian Pustaka ... 14

(15)

xiv

2.1.2 Pendidikan ... 19

2.1.3 Lingkungan ... 24

2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian ... 26

2.1.5 Model Conservation Scout ... 30

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

2.2.1 Penelitian tentang Kesadaran Lingkungan ... 34

2.2.2 Penelitian tentang Kepedulian Lingkungan ... 35

2.2.3 Penelitian tentang Model Conservation Scout ... 36

2.3 Kerangka Berpikir ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Setting Penelitian ... 40

3.2.1 Subjek Penelitian ... 40

3.2.2 Objek Penelitian ... 41

3.2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3 Prosedur Penegmbangan ... 41

3.3.1 Analisis Kebutuhan ... 43

3.3.2 Desain ... 43

3.3.3 Implementasi ... 45

3.3.4 Evaluasi ... 45

3.3.5 Revisi ... 46

3.4 Instrumen Penelitian ... 46

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

3.6.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 50

3.6.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 54

(16)

xv

4.1.2 Desain ... 72

4.1.2.1 Desain Materi Sebelum Divalidasi ... 72

4.1.2.2 Desain Materi Setelah Divalidasi ... 84

4.1.3 Impelmentasi ... 95

4.1.3.1 Implementasi Hari Pertama ... 95

4.1.3.2 Implementasi Hari Kedua ...103

4.1.4 Evaluasi ...114

4.1.5 Revisi ...117

4.2 Deskripsi Kualitas Materi ...121

BAB V PENUTUP ...124

5.1 Kesimpulan ...124

5.2 Keterbatasan Penelitian ...126

5.3 Saran ...126

DAFTAR PUSTAKA ...128

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 37

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Piaget ... 32

Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa Kelas III A ... 46

Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ... 46

Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Guru Kelas ... 47

Tabel 3.4 Kisi-kisi Wawancara Validasi Materi Eksperimen oleh Siswa ... 47

Tabel 3.5 Komponen Penilaian Validasi Isntrumen Wawancara ... 47

Tabel 3.6 Hasil Validasi Instrumen Wawancara dari Ahli IPA dan Ahli Bahasa ... 48

Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Ideal ... 50

Tabel 3.8 Kriteria Skor Skala Empat ... 53

Tabel 4.1 Komentar dan Saran dari Ahli IPA serta Revisi ... 85

Tabel 4.2 Komentar dan Saran dari Guru Kelas III A serta Revisi ... 91

Tabel 4.3 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen “Penyebab Banjir” Siswa kelas III A ...121

Tabel 4.4 Kualitas Panduan Eksperimen Berdasarkan Lembar Refleksi Siswa 121 Tabel 4.5 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen “Fungsi Akar” Siswa kelas III A ...122

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Sampul Materi Pendidikan Kesadaran dan KepedulianLingkungan . 75

Gambar 4.2 Isi Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan ... 80

Gambar 4.3 Poin F pada RPP H1 dan H2 (sebelum dirvisi) ... 85

Gambar 4.4 Poin F pada RPP H1 dan H2 (setelah dirvisi) ... 86

Gambar 4.5 Poin g pada Rincian Media Pembelajaran RPP H1

(sebelum direvisi) ... 86

Gambar 4.6 Poin g pada Rincian Media Pembelajaran RPP H1

(setelah direvisi) ... 87

Gambar 4.7 Lampiran gambar kebun penuh dengan bunga pada RPP H2

(sebelum direvisi) ... 87

Gambar 4.8 Lampiran gambar kebun penuh dengan bunga pada RPP H2

(setelah direvisi) ... 87

Gambar 4.9 Langkah Kegiatan Eskperimen “Fungsi Akar”

(sebelum direvisi) ... 88

Gambar 4.10 Langkah Kegiatan Eskperimen “Fungsi Akar”

(sebelum direvisi) ... 89

Gambar 4.11 Layout Lampiran Materi dan Lagu (sebelum direvisi) ... 89

Gambar 4.12 Layout Lampiran Materi dan Lagu (setelah direvisi)... 89

Gambar 4.13 Langkah Kegiatan Eksperimen “Fungsi Akar” nomor 4

(sebelum direvisi) ... 90

Gambar 4.14 Langkah Kegiatan Eksperimen “Fungsi Akar” nomor 4

(setelah direvisi) ... 91

Gambar 4.15 Proses Pelaksanaan Penelitian Hari Pertama ...102

Gambar 4.16 Proses Pelaksanaan Penelitian Hari Kedua ...109

Gambar 4.17 Rincian Kegiatan Inti RPP H1 no 9 dan 10

(20)

xix

Gambar 4.18 Rincian Kegiatan Inti RPP H1 no 9 dan 10

(setelah direvisi) ...118

Gambar 4.19 Rincian Kegiatan RPP H1 no 15 dan 16

(sebelum direvisi) ...119

Gambar 4.20 Rincian Kegiatan RPP H1 no 15 dan 16

(setelah direvisi) ...119

Gambar 4.21 Langkah Kegiatan no 14 dan 15 (sebelum direvisi) ...120

(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian. ...132

Lampiran 2. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...133

Lampiran 3. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...134

Lampiran 4. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...136

Lampiran 5. Lembar Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...137

Lampiran 6. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...138

Lampiran 7. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...145

Lampiran 8. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...148

Lampiran 9. Hasil Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...150

Lampiran 10. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ...154

Lampiran 11. Instrumen Validasi Materi Eksperimen ...157

Lampiran 12. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli IPA ...160

Lampiran 13. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli IPA ...161

Lampiran 14. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli Bahasa ...162

Lampiran 15. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli Bahasa ...163

Lampiran 16. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas III A ...164

Lampiran 17. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas III A ...165

Lampiran 18. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas III B ...166

(22)

xxi

Lampiran 20. Hasil Pekerjaan Siswa ...168

(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi

operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup menurut UU no 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan

perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan adalah keadaan

sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku makhluk hidup

(KBBI, 2008). Gustavo (dalam Hamzah, 2013) juga berpendapat bahwa

lingkungan merupakan semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi,

pertumbuhan dan kesejahteraan suatu organisme yang ada di bumi. Soemarwoto

(dalam Hamzah, 2013: 14) menjelaskan bahwa segala yang ada pada lingkungan

dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lingkungan bersifat sirkuler, yaitu apapun yang dilakukan manusia terhadap

lingkungan dampaknya akan kembali kepada manusia.

Manusia memiliki peranan penting dalam lingkungan karena manusia

merupakan makhluk dominan di muka bumi, sehingga segala aktivitas manusia

mengakibatkan perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan lingkungan ini

berpengaruh baik secara positif maupun negatif bagi keberlangsungan makhluk

(24)

mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut dan berpengaruh negatif karena

dapat mendatangkan kerugian bagi keberlangsungan manusia dan makhluk hidup

lainnya. Salah satu hal konkret perubahan lingkungan yang mendatangkan kerugian

adalah kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan

perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan atau hayati sehingga

lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menjunjung pembangunan

berkelanjutan. Kerusakan lingkungan yang menjadi isu global berupa kerusakan

hutan, kerusakan tanah, penurunan keanekaragaman hayati, banjir, bahkan timbulnya

berbagai penyakit akibat pencemaran lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat

disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Perubahan kondisi udara, air, tanah

dan berbagai faktor abiotik lainnya bisa menyebabkan kerusakan lingkungan.

Peristiwa gunung berapi karena aktivitas vulkanik dari dalam bumi, gempa bumi

karena adanya gesekan lempeng tektonik bumi, merupakan contoh kerusakan

lingkungan yang disebabkan oleh alam.

Kerusakan lingkungan yang berlangsung terus menerus, semakin lama semakin

besar pula kerusakan yang ditimbulkan. Di tahun 2016 ini, banyak terjadi kerusakan

lingkungan yang disebabkan oleh faktor alam. Pada bulan Maret 2016, terjadi banjir

di Bantul karena meluapnya air Sungai Winongo dan Bedog yang disebabkan oleh

menumpuknya sampah di jalur pintu air utama Bantul. Sampah yang menyumbat

pintu air tersebut terdiri dari rumpun bambu, sisa-sisa bagian rumah, sampah plastik,

(25)

di bendungan Klegen, Mejing, dan Sikluih Bantul. Banjir yang terjadi di daerah ini

menyebabkan menumpuknya sampah yang mencapai ribuan kubik. Jenis sampah

yang menumpuk bervariatif, didominasi limbah rumah tangga, ranting pepohonan,

plastik, dan styrofoam. Pak Yitno selaku Kasi Operasi Jaringan Irigasi, Dinas Sumber

Daya Air (SDA) Bantul menjelaskan pemicu utama banjir adalah budaya masyarakat

dalam membuang sampah di sungai (Mubarok, 2016)

Kedua peristiwa tersebut merupakan fakta terjadinya kerusakan lingkungan

karena ulah manusia. Perilaku manusia membuang sampah tidak pada tempatnya

masih sering terjadi, bahkan sungai menjadi sarana praktis untuk membuang sampah.

Fakta tersebut berakibat buruk bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup

lain seperti ikan yang ada di sungai juga kehilangan tempat tinggalnya. Kerusakan

lingkungan mematahkan ekosistem yang terjadi pada lingkungan tersebut.

Tindakan-tindakan yang dapat merusak lingkungan harus segera dihentikan agar lingkungan

tidak menjadi semakin buruk. Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya kerusakan

lingkungan adalah dengan menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menanamkan sikap sadar

dan peduli terhadap lingkungan. Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si‟ (no. 105/2015: 80) menyatakan bahwa manusia belum menerima pendidikan dan

menggunakan kekuasaannya terhadap alam dengan baik, kemajuan teknologi belum

disertai pengembangan tanggung jawab, nilai dan hati nurani manusia terhadap alam.

Hamzah (2013: 14) menjelaskan bahwa melalui pendidikan yang intensif sangat

(26)

lingkungan. Penyebaran informasi tentang lingkungan kepada masyarakat menjadi

penting dilakukan untuk mengubah presepsi dan sikap masyarakat terhadap

lingkungan.

Pendidikan lingkungan diarahkan untuk perubahan gaya dan perilaku manusia

yang ramah terhadap lingkungan (Hamzah, 2013: 35). Dalam konferensi UNESCO

(dalam Hamzah, 2013: 39) menekankan bahwa pendidikan lingkungan adalah proses

mengenal dan menjelaskan nilai maupun konsep guna mengembangkan keterampilan

dan sikap yang diperlukan untuk memahami hubungan timbal balik antar manusia,

budaya, dan lingkungan biofisiknya. Melalui pendidikan lingkungan memberikan

pengajaran berupa pengelolaan lingkungan sebagai sarana penting mewujudkan

manusia yang memiliki prinsip kepekaan terhadap lingkungan. Paus Fransiskus

dalam Ensiklik Laudato Si‟ (no. 211/2015: 157-158), pendidikan lingkungan mendorong perilaku manusia untuk melestarikan lingkungan. Beliau juga

menekankan bahwa pendidikan lingkungan dapat dilakukan di berbagai konteks

seperti sekolah, keluarga, media komunikasi, dan sebagainya.

Sekolah dasar menjadi sarana untuk menanamkan pendidikan lingkungan sejak

dini. Sesuai dengan misinya yaitu „melaksanakan PAKEM sehingga berpotensi siswa

berkembang secara optimal‟, SD N Jetis I Yogyakarta melaksanakan pembelajaran

yang aktif, kreatif, efisien, dan menyenangkan demi tercapainya perkembangan siswa

secara optimal. Perkembangan yang dicapai berupa perkembangan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan. Kepala sekolah SD N Jetis I Yogyakarta menjelaskan bahwa

(27)

siswa untuk menciptakan siswa yang unggul dalam prestasi, teladan dalam budi

pekerti berlandaskan IMTAQ dan IPTEK sesuai dengan visi sekolah.

SD N Jetis I Yogyakarta merupakan sekolah yang berada di daerah kota di

Yogyakarta. Sekolah ini beralamat di Jl. Pasiraman No 2, Cokrodiningratan,

Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini

termasuk wilayah kota yang cukup ramai dan dikelilingi gedung-gedung kantor, toko,

maupun hotel. Jarang sekali ditemukan pohon-pohon rindang di daerah ini. Di

samping sekolah juga terdapat pemukiman penduduk yang cukup padat dan sedikit

terlihat kumuh ditunjukkan dengan berserakannya sampah pada tempat-tempat

tertentu di daerah ini. Salah satu tempat yang dijadikan tempat favorit oleh warga

untuk membuang sampah adalah bantaran sungai Code. Menumpuknya sampah di

bantaran sungai Code ini menyebabkan aliran air sungai menjadi tidak lancar. Ketika

debit air naik, akibatnya air meluap dan terjadilah banjir. Siswa di sekolah ini

mayoritas bertempat tinggal di pemukiman tersebut. Para siswa mayoritas berasal dari

keluarga menengah ke bawah. Pekerjaan orang tua siswa sebagian menjadi

wiraswasta, yakni menjadi pedagang, karyawan kantor, maupun buruh.

Di SD N Jetis 1 Yogyakarta ini terdapat beberapa tanaman rindang yang

dijadikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat mengingat minimnya

tanaman rindang di daerah ini. Sekolah ini menerapkan sebuah program

“SEMUTLIS”yang merupakan kependekan dari “Sepuluh Menit untuk Tanaman dan

Lingkungan Sekolah”. Program ini mengarahkan siswa untuk meluangkan waktu 10

(28)

peneliti selama melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD N Jetis I

Yogyakarta, program “SEMUTLIS” ini belum terlaksana dengan baik. Tulisan

“SEMUTLIS” dipajang disetiap kelas dan setiap ruang di sekolah ini. Siswa

melakukan perawatan tanaman di lingkungan sekolah jika ada perintah dari guru.

Tanaman di lingkungan sekolah memang terlihat segar, namun tanaman tersebut

bukan dirawat oleh para siswa melainkan oleh istri dari penjaga di sekolah ini.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas III A dan III B,

siswa senang dan antusias dengan kegiatan yang berhubungan dengan tanaman. Guru

kelas III A dan III B pernah mengajak siswa menanaman biji kacang hijau pada

pembelajaran IPA untuk membuktikan bahwa tanaman melakukan pertumbuhan. Biji

kacang hijau tersebut ditanam di gelas air mineral bekas dan disimpan di dalam kelas.

Setiap hari siswa menyirami biji kacang hijau dan mengamati perubahan yang

dialami biji kacang hijau. Namun, dari hari ke hari setelah biji kacang hijau tumbuh

menjadi kecambah para siswa terlihat tidak lagi menyiram atau merawat biji kacang

hijau tersebut. Siswa membiarkan biji kacang hijau tersebut layu dan mati. Begitu

juga dengan tanaman yang ada di depan kelas III juga layu, namun tanaman tersebut

mendapat perawatan dari istri penjaga sekolah setiap harinya.

Guru kelas III A dan III B sudah mengupayakan pendidikan lingkungan, namun

dalam pelaksanaannya belum mendalam. Siswa belum mempunyai keinginan yang

timbul dari dalam diri sendiri untuk merawat tanaman di sekitar lingkungan sekolah.

Selain itu, siswa juga belum pada tahap sadar akan pentingnya tanaman bagi

(29)

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, peneliti mengembangkan materi

eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan pada siswa kelas III A SD N

Jetis 1 Yogyakarta. Materi eksperimen yang disusun untuk siswa yaitu eksperimen

tentang “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Pemilihan topik eksperimen ini

didasarkan pada hasil analisis kebutuhan yang menunjukkan bahwa mayoritas siswa

kelas III A berasal dari daerah Bantaran Sungai Code. Di daerah ini sering terjadi

banjir dan jarang ditemukan pepohonan. Peneliti mengembangkan eksperimen

“Penyebab Banjir” untuk mengajak siswa mengidentifikasi faktor “Penyebab Banjir”.

Melalui eksperimen “Fungsi Akar”, peneliti juga mengajak siswa mengidentifikasi

“Fungsi Akar” serta menganalisis hubungan “Fungsi Akar” dengan “Penyebab

Banjir”. Kedua materi eksperimen tersebut akan membantu siswa dalam

mengembangkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Melalui eksperimen siswa akan lebih paham dengan suatu topik materi karena

dapat membuktikan dan melakukan sendiri topik materi tersebut. Eksperimen akan

membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan tanpa membuat bosan dan malas. Hasil

wawancara peneliti dengan siswa menjelaskan bahwa kegiatan eksperimen lebih

mudah diingat dari pada pembelajaran biasa di dalam kelas. Penggunaan materi atau

panduan eksperimen membantu dalam melakukan eksperimen. Guru kelas III A, juga

memperkuat bahwa dengan eksperimen siswa menjadi lebih aktif dan mudah

memahami materi. Penggunaan materi atau panduan ekperimen juga membantu

dalam melakukan eksperimen, sehingga eksperimen bisa berhasil sesuai dengan

(30)

bahwa panduan eksperimen harus disesuaikan dengan Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar, Indikator, dan materi pelajaran sehingga mempermudah dalam

memahami konteks pelajaran secara lebih nyata.

Materi eksperimen yang peneliti kembangankan menggunakan model

pembelajaran Conservation Scout (CS) dengan metode eksperimen sederhana pada

pembelajaran IPA dengan materi “Kerusakan Alam dan Cara Menjaga Kelestarian

Alam serta Perilaku Manusia Yang Peduli Lingkungan”. Penggunaan teknik peer

tutoring membantu siswa memahami dan menggali pengalaman belajarnya dengan

menyampaikan pesan maupun berbagi pengalaman dengan orang lain. Model

Conservation Scout tersebut merupakan model pembelajaran inovatif untuk

memberikan pendidikan lingkungan yang dapat membuat pembelajaran menjadi

menyenangkan (Suseno, 2016).

Pengembangan materi menggunakan model Conservation Scout merupakan

peruwujudan pendidikan emansipatoris. Pendidikan emansipatoris merupakan

pendidikan yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa

(Suprijono, 2016). Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) juga menjadi dasar dalam

pengembangan materi ini. PPR merupakan pendekatan pembelajaran yang menekan

pada lima konsep utama yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi

(Subagya, 2010).

Dalam pengembangan materi ini peneliti melandaskan pada teori

pengembangan materi menurut Tomlinson. Ada 16 prinsip Tomlinson yang relevan

(31)

prinsip yaitu material harus memiliki pengaruh, menyenangkan, mengembangkan

kepercayaan diri, relevan untuk siswa, mempertimbangkan gaya belajar setiap siswa,

menarik perhatian siswa, memberikan penjelasan atau informasi, mempertimbangkan

sikap afektif setiap siswa, mampu menstimulasikan kinerja otak kanan dan otak kiri,

serta materi hendaknya memberikan kesempatan terwujudnya proses timbal balik

antar guru dan siswa.

Pengembangan materi tersebut merupakan penggabungan dari Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H1 dan Materi Eksperimen “Penyebab Banjir”

karya peneliti serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H2 dan Materi

eksperimen “Fungsi Akar” karya rekan peneliti yaitu Paulus Yuli Suseno.

Berdasarkan analisis kebutuhan siswa kelas III A dan III B yang sama, maka peneliti

dan rekan peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul

“Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Materi tersebut saling

berkaitan dan dapat digunakan untuk melengkapi karya masing-masing.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah, sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana proses pengembangan “Materi Pendidikan Kesadaran dan

Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa

(32)

1.2.2 Bagaimana kualitas “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan

Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1

Yogyakarta”?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan supaya penelitian tidak

menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Adapun batasan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Materi yang disajikan berupa panduan eksperimen sederhana sesuai Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 pada materi kerusakan alam dan cara

menjaga kelestarian alam serta perilaku manusia yang peduli lingkungan

menggunakan model Conservation Scout.

1.3.2 Produk yang dikembangkan untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi

siswa kelas III A SD N Jetis I Yogyakarta.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam

penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Mengetahui proses pengembangan “Materi Pendidikan Kesadaran dan

Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk

(33)

1.4.2 Mengetahui kualitas “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian

Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III

A SD N Jetis 1 Yogyakarta”.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian dan pengembangan ini dapat bermanfaat untuk:

1.5.1 Bagi peneliti

Peneliti dapat mengembangkan materi pembelajaran untuk memberikan

pendidikan lingkungan serta menambah pengalaman untuk kreatif dalam

menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

1.5.2 Bagi guru

Guru dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang materi eksperimen

yang dapat digunakan sebagai panduan dalam eksperimen untuk memberikan

pendidikan lingkungan bagi siswa.

1.5.3 Bagi Sekolah

Melalui materi eksperimen, guru dapat menambah sumber belajar khususnya

dalam pelaksanaan eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi

siswa.

1.5.4 Bagi Siswa

Membantu siswa mempermudah dalam memahami materi, memberikan

pendidikan lingkungan dan melatih kerjasama, komunikasi, serta tanggung

(34)

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini

adalah sebagai berikut:

1.6.1 Produk yang dikembangkan berupa materi eksperimen sesuai dengan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan menggunakan model

Conservatioan Scout (CS).

1.6.2 Materi berisi pengembangan langkah-langkah eksperimen kelas III semester 2

materi kerusakan alam dan cara menjaga kelestarian alam serta perilaku

manusia yang peduli lingkungan.

1.6.3 Mater merupakan penggabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) H1 dan Materi Eksperimen “Penyebab Banjir” karya peneliti serta

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H2 dan Materi eksperimen “Fungsi

Akar” karya rekan peneliti yaitu Paulus Yuli Suseno. Berdasarkan analisis

kebutuhan siswa kelas III A dan III B yang sama, maka peneliti dan rekan

peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul

“Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”.

1.6.4 Materi menggunakan tata tulis yang menarik.

1.6.5 Materi dilengkapi gambar yang menarik untuk memperjelas langkah-langkah

eksperimen serta untuk menarik perhatian siswa.

1.6.6 Materi yang dikembangkan berdasarkan 10 prinsip pengembangan materi

menurut Brian Tomlinson.

(35)

1.6.8 Materi dikembangkan berdasarkan tiga kunci utama dalam Pendidikan

Emansipatoris.

1.7 Definisi Operasional

1.7.1 Lingkungan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

1.7.2 Pendidikan lingkungan adalah proses pembentukan sikap dan perilaku manusia

dalam memahami dan melestarikan lingkungan.

1.7.3 Kesadaran lingkungan adalah keadaan tergeraknya jiwa seseorang terhadap

lingkungannya sehingga mampu mengendalikan diri di lingkungannya.

1.7.4 Kepedulian lingkungan adalah keadaan seseorang dalam memperhatikan

lingkungan dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah

pencemaran lingkungan

1.7.5 Model Conservation Scout adalah model pembelajaran inovatif yang dapat

(36)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dipaparkan (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan,

dan (3) kerangka berpikir.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/R&D)

Penelitian pengembangan atau yang lebih dikenal dengan R & D merupakan

suatu penelitian yang diarahkan untuk menghasilkan suatu produk, desain maupun

proses. Penelitian dan pengembangan ini merupakan jenis penelitian yang banyak

diminati oleh para peneliti. Menurut Borg (dalam Sanjaya, 2013) R & D pada

awalnya dilakukan pada dunia industri untuk menemukan produk baru yang sesuai

kebutuhan masyarakat. Penggunaan R & D dalam dunia pendidikan dipelopori oleh

United States Office of Education, sebuah lembaga pendidikan di Amerika pada

tahun 1965 untuk mengembangkan produk, bahan ajar dan prosedur dalam bidang

pendidikan.

Borg & Gall (1983) berpendapat bahwa penelitian dan pengembangan

digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Pendapat ini

sejalan dengan Soenarto (dalam Tegeh, 2014: xii) yang menyatakan bahwa penelitian

dan pengembangan bertujuan untuk menghasilkan produk dalam berbagai aspek

pembelajaran dan pendidikan. Produk tersebut dapat berupa media pembelajaran

(37)

seperti CD, video dan audio. Selain itu, berbagai strategi pembelajaran, desain sistem

pembelajaran, metode pembelajaran, sistem perencanaan pembelajaran, sistem

evaluasi pembelajaran maupun prosedur dalam penggunaan fasilitas pendidikan juga

bisa menjadi produk akhir dari proses penelitian dan pengembangan (Sanjaya, 2013:

131-132).

Direktorat Tenaga Kependidikan dan Direktorat Jendral Peningkatan Mutu

Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (dalam Tegeh, 2014: xiii) memaparkan bahwa

penelitian dan pengembangan merupakan proses dalam mengembangkan suatu

produk baru atau memperbaiki produk yang telah ada. Dalam rangka meningkatkan

kualitas produk pendidikan, Santyasa (dalam Tegeh, 2014: xiii) merinci karakteristik

penelitian dan pengembangan. Pertama, masalah yang dipecahkan dalam penelitian

dan pengembangan merupakan masalah nyata yang berkaitan dengan upaya

pembaharuan atau penerapan teknologi baru dalam pembelajaran yang bisa

dipertanggungjawabkan. Kedua, pengembangan yang dilakukan berfokus pada

pendidikan berupa pengembangan model, pendekatan, metode, dan media

pembelajaran yang menunjang keefektifan pembelajaran.

Karakteristik yang ketiga, yaitu proses pengembangan produk dilakukan

melalui uji ahli dan uji lapangan untuk menghasilkan produk yang dapat

dipertanggungjawabkan. Keempat, proses pengembangan perlu didokumentasikan

dan dilaporkan secara sistematis. Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan

bahwa penelitian dan pengembangan merupakan penelitian yang digunakan untuk

(38)

Terdapat beberapa model dan desain yang digunakan dalam penelitian dan

pengembangan. Suatu model menyajikan informasi yang kompleks menjadi sesuatu

yang lebih sederhana (Setyosari, 2013: 228). Model dalam penelitian dan

pengembangan dihadirkan dalam berbagai prosedur pengembangan sesuai dengan

model pengembangan yang dianut peneliti. Dalam penelitian ini peneliti berfokus

pada pengembangan materi, sehingga peneliti menggunakan desain model penelitian

dan pengembangan menurut Brian Tomlinson. Tomlinson dianggap sebagai ahli

terkemuka pada pengembangan materi khususnya berkaitan dengan bahasa (Aneheim

University, 2016).

Terdapat 5 langkah utama dalam pengembangan materi menurut Tomlinson

(dalam Harsono, 2015). Pertama, analisi kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan

untuk mengetahui dan mengidentifikasi hal yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan

oleh subjek penelitian. Pengembangan materi yang sesuai dengan analisi kebutuhan

tentunya akan memberikan pengaruh positif bagi subjek penelitian. Tahap kedua

adalah desain penelitian. Desain penelitian merupakan kegiatan dalam merinci hal-hal

pokok yang diperlukan dalam mengembangkan materi. Perincian hal pokok

pengembangan materi didasarkan pada hasil analisis kebutuhan. Tahap ketiga adalah

implementasi. Hasil perincian hal pokok dalam pengembangan materi kemudian

diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Tahap keempat yaitu evaluasi.

Hasil implementasi materi kemudian dievaluasi untuk dianalisis kelebihan dan

(39)

evaluasi implementasi materi. Tahap revisi ini merupakan tahap akhir pengembangan

materi yang memungkinkan terbentuknya materi yang layak digunakan.

Pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (2005) merupakan segala

sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menunjang proses

pembelajaran bahasa. Materi atau bahan yang digunakan dapat berupa buku teks,

lembar kerja siswa, kaset, CD-ROM, video, koran, artikel dari internet, dan apa pun

yang menyajikan suatu informasi (Tomlinson, 2005: 2). Terdapat 16 prinsip yang

harus dicapai dalam pengembangan materi ini untuk menunjang proses pembelajaran

bahasa (Tomlinson, 2005: 7-22). Peneliti kemudian berfokus pada 10 prinsip dari

Tomlinson yang sesuai dengan penelitian ini.

Prinsip pertama, materi harus memiliki pengaruh. Materi diharapkan dapat

memicu perhatian, rasa ingin tahu, dan ketertarikan siswa. Oleh karena itu, materi

yang dikembangkan hendaknya bervariasi, baru, dan disajikan secara menarik.

Kedua, materi membantu siswa merasa senang, nyaman dan bahagia. Kenyamanan

ini dapat diperoleh dari materi pembelajaran yang berisi gambar atau ilustrasi

menarik, terdapat contoh yang memperjelas isi materi, dan bahasa yang mudah

dipahami oleh siswa. Prinsip ketiga yaitu materi diharapkan menumbuhkan rasa

percaya diri siswa. Siswa akan lebih mudah mengembangkan rasa percaya diri jika

menerima materi yang tidak begitu sulit bagi mereka. Tomlinson (2005: 9)

menjelaskan bahwa kenyamanan dan kepercayaan diri siswa berkembang lebih cepat.

(40)

menyesuaikan dengan kondisi siswa dalam segala aspek termasuk aspek

pengetahuan, sikap, keterampilan, bahkan latar belakang sosial siswa.

Prinsip kelima, materi hendaknya membuat siswa tertarik untuk mempelajari

sendiri materi tersebut. Prinsip keenam, materi harus bisa memberikan penjelasan dan

pencerahan mengenai informasi yang terkandung dalam materi tersebut. Prinsip

ketujuh, materi seharusnya mempertimbangkan gaya belajar yang dimiliki

masing-masing siswa. Materi diharapkan berisi berbagai kegiatan yang menunjang

perkembangan siswa secara menyeluruh. Prinsip kedelapan, materi seharusnya

memperhatikan sikap afektif yang dimiliki setiap siswa untuk menemukan tingkat

perkembangan siswa. Prinsip kesembilan yaitu materi hendaknya mampu

memberdayakan kemampuan intelektual, estetika, emosional, dan menstimulasi otak

kanan dan kiri siswa. Prinsip yang terakhir yaitu materi diharapkan memberikan

kesempatan terwujudnya proses timbal balik antar guru dan siswa. Melalui materi

tersebut membantu siswa merespon baik secara positif maupun negatif isi materi

tersebut.

Sepuluh prinsip pengembangan materi tersebut akan dicapai dalam penelitian

ini. Pengembangan materi tersebut merupakan jembatan untuk menghasilkan suatu

produk yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran maupun

(41)

2.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah hal yang penting bagi kehidupan. Pendidikan merupakan

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara (UU No. 20 tahun 2003). Sesuai dengan pasal 31 ayat 2 UUD 1945

menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan setiap orang.

Seorang harus memiliki pendidikan yang tinggi untuk menghadapi persaingan global.

Driyarkara (dalam Yunus, 2007: 16) menjelaskan bahwa pendidikan dapat

dicapai melalui berbagai cara. Peranan orang tua, sekolah maupun masyarakat sangat

diperlukan dalam proses pendidikan. Freire (dalam Yunus, 2007: 7) mengungkapkan

bahwa pendidikan merupakan hak dasar manusia untuk mempertahankan hidup.

Melalui pendidikan manusia akan mengolah segala informasi yang diterima untuk

memenuhi segala hasrat dan kebutuhannya. Sastrapratedja (dalam Winarti dan

Trianggadewi, 2015) menjelaskan empat sudut pandangan dalam pendidikan.

Pertama, menurut aliran fungsionalis. Pendidikan merupakan proses enkulturasi dan

akulturasi. Proses enkulturasi berarti mengadopsi budaya yang sudah ada sebelumnya

untuk proses pendidikan. Sedangkan proses akulturasi berarti proses pencampuran

budaya yang sudah ada dengan budaya yang baru untuk terwujudnya berbagai

(42)

Aliran yang kedua yaitu konflik. Aliran ini membantu kepentingan kelompok

dominan untuk mempertahankan adanya kesenjangan sosio ekonomi. Ketiga,

menurut aliran kritis membantu para pembelajar untuk berpikir kritis dan menyadari

keberadaannya terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya. Pandangan Sastrapratedja

yang terakhir adalah interpretif yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu

wilayah untuk mempelajari hal baru. Pendidikan selanjutnya merupakan proses

humanisasi yaitu usaha untuk memanusiakan manusia agar menjadi manusia

seutuhnya (Freire, dalam Yunus 2007: 1). Prinsip humanisasi ini dikembangkan

dalam pendidikan emansipatoris.

Pendidikan emansipatoris menempatkan guru dan siswa sebagai pembelajar.

Artinya, guru dan siswa sama-sama menjadi subjek dalam pembelajaran. Winarti dan

Trianggadewi (2015: 53) berpendapat bahwa pendidikan emansipatoris membantu

seseorang menyadari keberadaannya dalam lingkungan dan kemudian membantunya

mengambil keputusan dengan menyatukan hati, kehendak, dan budi. Pendidikan

emansipatoris ini setidaknya memiliki tiga kunci utama yaitu humanisasi, kesadaran

kritis dan mempertanyakan sistem.

Humanisasi berarti memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan

terbentuknya kesadaran kritis yang membantu terwujudnya relasi antara guru dan

siswa. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tinggi pada level

yang lebih kompleks (Gunawan, dalam Suprijono 2016). Kemampuan berpikir kritis

mengarahkan seseorang untuk membuat suatu keputusan. Terwujudnya kesadaran

(43)

seseorang baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Diperlukan dialog yang

nyata dalam mempertanyakan sistem untuk terwujudnya suatu realitas.

Mengutip pendapat Suprijono (2016) bahwa pendidikan emansipatoris

merupakan pendidikan yang menekankan aktivitas utama pada siswa. Kegiatan

pembelajaran berfokus pada perhatian siswa sebagai subjek pembelajaran dan

melandaskan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran

yang berpusat pada siswa mendorong berkembangnya kesadaran reflektif yang

dimiliki siswa (Sartre, dalam Suprijono, 2016). Model pembelajaran yang berpusat

pada siswa ini membantu siswa membentuk pembiasaan yaitu membuat kesadaran

yang tidak disadari menjadi kesadaran yang disadari.

Salah satu bentuk pendidikan emansipatoris adalah Paradigma Pedagogi

Reflektif atau yang sering dikenal dengan PPR (Winarti dan Trianggadewi, 2015:

54). Peterson dan Nielsen (dalam Winarti dan Trianggadewi, 2015: 55) menjelaskan

lima hal yang berkaitan dengan siklus dalam PPR yaitu konteks, pengalaman, aksi,

refleksi, dan evaluasi.

Dalam konteks, guru perlu mengidentifikasi dunia yang dimiliki siswa

termasuk kehidupan sosial, politik, ekonomi dan hal lain yang dapat mempengaruhi

dunia siswa tersebut. Para guru juga perlu memperhatikan pemahaman awal siswa.

Pemahaman ini diperoleh dari lingkungan atau dari pembelajaran sebelumnya untuk

(44)

Pengalaman merupakan titik tolak dari PPR. Pengalaman yang dialami siswa

menunjuk pada kegiatan yang memuat ranah kognitif dan afektif. Keterkaitan antara

perasaan batin dan pemahaman intelektual mendorong siswa untuk melakukan suatu

tindakan. Selain itu, konfrontasi pengalaman baru dengan pengalaman yang lalu

mendorong siswa untuk mencari pemahaman lebih lanjut dan membantu siswa

memahami kenyataan lebih luas dan lebih mendalam. Pengalaman dapat dilakukan

secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk pengalaman langsung bisa melalui

kegiatan diskusi, eksperimen, olahraga, maupun proyek lainnya. Dalam pengalaman

tidak langsung guru dituntut untuk merangsang imajinasi dan penggunaan panca

indera yang dimiliki siswa, sehingga siswa bisa memasuki kondisi nyata yang sedang

dipelajari.

Kegiatan refleksi merupakan proses untuk menemukan makna dengan

memahami kebenaran secara lebih baik, dengan mengerti reaksi dalam mempelajari

sesuatu, dengan memperdalam pemahaman tentang dampak yang telah dimengerti,

dengan berusaha menemukan makna dari kebenaran yang dipelajari, dengan mulai

mempelajari sikap apa yang harus ditunjukan kepada orang lain. Dalam kegiatan

refleksi ini para guru ditantang untuk merumuskan pertanyaan yang meluaskan

kesadaran siswa serta membuka kepekaan siswa terhadap dampak dari suatu hal yang

telah dipelajari untuk mengembangkan pengalaman ke arah yang lebih nyata dan

(45)

mendorong dan memberi kepastian tindakan yang akan dilakukan setelah

mempelajari suatu hal.

Aksi menunjuk pada pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman

yang telah direfleksikan. Dalam kegiatan ini, siswa mempertimbangkan pengalaman

yang telah diperoleh dari sudut pandangnya. Setelah seorang siswa dapat memahami

pengalaman tersebut dalam segi pengetahuan maupun sikap, maka ia akan mulai

tergerak untuk melakukan suatu tindakan. Pilihan yang dilakukan siswa atas tindakan

tersebut dapat positif maupun negatif sesuai dengan pemahaman siswa.

Selanjutnya, para guru perlu melakukan evaluasi untuk mengetahui

keberhasilan maupun kekurangannya dalam melakukan proses pembelajaran. Tes,

ulangan, ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai kemampuan dan keterampilan

yang telah dikuasai oleh siswa. Kegiatan evaluasi ini mendorong guru maupun siswa

dalam memperhatikan perkembangan intelektual dan mengidentifikasi kekurangan

dalam pembelajaran untuk kemudian diperbaiki demi terciptanya pembelajaran yang

lebih kondusif dan efisien.

Penelitian ini berlandaskan pada konsep pendidikan emansipatoris yang

terwujud dalam Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Konsep-konsep dasar tersebut

dikembangkan melalui proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada

siswa untuk berpendapat, mendorong terjalinnya kerja sama dalam menemukan

pengetahuan, mengembangkan sikap tanggung jawab, refleksi diri, dan berbagai

kegiatan yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu,

(46)

bermakna (Suprijono, 2016: 40). Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari

lingkungan tempat tinggal siswa.

2.1.3 Lingkungan

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan

(Sastrosupeno, 1984) (Tilaar, 2011) (Hamzah, 2013) menyatakan bahwa lingkungan

merupakan kondisi yang mempengaruhi kesejahteraan mahluk hidup. Lingkungan

hidup menurut UU No 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda,

daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain.

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi kelangsungan

hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Suatu lingkungan

disebut dengan ekosistem dimana adanya interaksi antar makhluk hidup maupun

benda tak hidup yang kemudian diolah menjadi kebudayaan maupun peradaban.

Interaksi yang seimbang dan harmonis antar makhluk hidup maupun benda tak hidup

ini kemudian menciptakan keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem

berdampak pada keselarasan dan kesejahteraan hidup manusia. Sebagian dari kondisi

seimbang ini dikendalikan oleh manusia.

Dalam pelaksanaannya, keseimbangan ekosistem ini dapat terganggu oleh ulah

manusia itu sendiri dengan akibat terjadinya kerusakan lingkungan yang

(47)

menyebakan terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran air, tanah, udara,

perubahan iklim dan suhu, bahkan juga berkurangnya kemampuan regulasi dan

regenarasi makhluk hidup karena interaksi yang terganggu. Salah satu penyebab

terjadinya kerusakan lingkungan ini adalah rendahnya kesadaran perilaku manusia

dalam menjaga kelestarian alam.

Perubahan gaya dan perilaku masyarakat yang ramah terhadap lingkungan bisa

diciptakan melalui pendidikan lingkungan. Melalui pendidikan lingkungan ini

seseorang memiliki bekal untuk memelihara lingkungan guna memenuhi kebutuhan

hidup (Hamzah, 2013). Dalam konferensi UNESCO tahun 1978 (dalam Hamzah

2013: 39) dijelaskan bahwa pendidikan lingkungan merupakan proses mengenali nilai

dan konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk

kelangsungan hidup manusia.

Pendidikan lingkungan memiliki tujuan sebagai misi untuk terbentuknya suatu

sikap dan perilaku manusia yang kaitannya dengan lingkungan. Tujuan pendidikan

lingkungan tercantum dalam konferensi Tibilis pada tahun 1977 (dalam Hamzah,

2013: 39). (1) Pendidikan lingkungan membantu menyelesaikan masalah kepedulian

yang berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, politik dan ekologi, (2) membantu

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan komitmen untuk memelihara lingkungan,

(3) menciptakan perilaku masyarakat yang peduli terhadap lingkungan. Yusuf (dalam

Hamzah, 2013: 49) menekankan bahwa pendidikan lingkungan harus didasarkan pada

empat hal, yaitu learning to do, learning to live together, learning to be, dan learning

(48)

Pendidikan lingkungan hidup harus berdasarkan learning to do, artinya

pendidikan lingkungan harus mampu menanamkan sikap, kemampuan dan

keterampilan dalam melestarikan lingkungan hidup. Learning to live together, bahwa

pendidikan lingkungan juga harus bisa untuk menanamkan cara hidup bersama di

bumi serta cara memelihara kelestariannya. Learning to be, pendidikan lingkungan

hendaknya bisa membangun keyakinan manusia akan alam sehingga mampu

memperlakukan alam dengan bijaksana. Learning to know, pendidikan lingkungan

diarahkan agar para siswa mengetahui dan memahami lingkungan dengan segala

aspek yang ada di dalamnya.

Pendidikan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku manusia dalam

memahami dan melestarikan lingkungan. Pendidikan lingkungan memupuk sikap

terampil dalam melestarikan lingkungan. Melalui pendidikan lingkungan individu

akan terbantu dalam proses mengembangkan sikap kesadaran dan kepedulian untuk

memecahkan masalah yang berkaitan dengan lingkungan.

2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian

Kesadaran berasal dari kata sadar yang berarti keadaan mengenali dirinya

(Wojowasito, 1999). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sadar berarti

insaf, merasa tahu, dan mengerti. Pius dan Sonia (2014) berpendapat bahwa

kesadaran berarti keadaan seseorang dalam mengenali dirinya untuk menentukan

(49)

juga disetujui Solso (2008) yang menyatakan bahwa kesadaran merupakan kesiagaan

terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan.

Soekanto (dalam Jamanti, 2014) menyatakan bahwa kesadaran terdiri dari

empat domain yaitu pengetahuan, sikap, pemahaman, dan pola perilaku. Pendapat ini

disederhanakan oleh ahli psikologi pendidikan yaitu Benyamin S. Bloom yang

membagi kesadaran menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor

(Jamanti, 2014). Ketiga bagian tersebut dijelaskan oleh Notoatmodjo (dalam Jamanti,

2014). Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan tersebut berasal dari indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, perasa, dan peraba. Pengetahuan ini kemudian dibagi lagi menjadi enam

tingkatatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sikap merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus maupun objek

(Jamanti, 2014). Jamanti juga membagi sikap menjadi beberapa tingkatan, yaitu

menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan

bertanggungjawab (responsible). Seseorang dikatakan menerima apabila mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan suatu objek. Merespon berarti memberikan

jawaban, mengerjakan suatu tindakan, ataupun menunjukkan bahwa orang tersebut

mengerti apa yang dimaksudkan oleh objek. Seseorang yang menghargai berarti ia

berani mengajak orang lain untuk mengerjakan sesuatu atau mendiskusikan suatu

masalah. Seorang yang bertanggung jawab berarti ia berani mengambil risiko atas

(50)

Domain selanjutnya adalah perilaku atau tindakan. Jamanti (2014) membagi

perilaku menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan pertama yaitu persepsi (perception).

Persepsi berarti mengenal objek yang sehubungan dengan tindakan yang akan

dilakukan. Tingkatan kedua yaitu respon terpimpin (guided response). Respon

terpimpin dimaksudkan mengurutkan sesuatu atau objek dengan benar sesuai dengan

contoh. Ketiga, mekanisme (mecanism). Jika seseorang telah melakukan sesuatu

dengan benar, maka secara otomatis sudah merupakan kebiasaan. Keempat, adopsi

(adoption) yang merupakan tindakan modifikasi dari keadaan sebelumnya dan sudah

berkembang dengan baik.

Kesadaran merupakan hasil dari berpikir masyarakat. Jika seseorang mampu

mengenal dirinya sendiri berarti ia mampu meningkatkan kualitas kehidupannya

sehingga mampu menimbulkan kesadaran. Begitu halnya ketika seseorang mampu

berkomunikasi, artinya ia mampu mendapatkan dan menyampaikan informasi.

Sedangkan bertanggung jawab akan menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya

suatu hal. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa kesadaran adalah

tergeraknya jiwa seseorang terhadap keadaan dirinya sendiri maupun terhadap

keadaan lingkungan sekitarnya. Jika seseorang sudah tergerak jiwanya maka ia akan

mulai memiliki kepedulian terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya.

Kepedulian berasal dari kata peduli yang berarti mengindahkan atau

memperhatikan (KBBI, 2003). Tronto (1993) menjelaskan bahwa kepedulian berarti

pencapaian terhadap sesuatu. Nodding (2002) berpendapat bahwa kepedulian berarti

(51)

menjadikan kita terkait dengan sesuatu di luar diri kita dengan usaha menghargai

maupun berbuat baik terhadapnya. Swanson (dalam Sihombing, 2014) menjelaskan

lima dimensi dalam kepedulian yaitu mengetahui, turut hadir, melakukan,

memungkinkan, dan mempertahankan keyakinan.

Mengetahui berarti usaha untuk memahami kejadian yang ada di sekitarnya

melalui pencarian isyarat verbal maupun non verbal dan berusaha terlibat di

keduanya. Turut hadir merupakan upaya menyampaikan ketersediaan dan perasaan

terkait dengan emosi. Melakukan berarti tindakan yang dilakukan untuk sesuatu di

sekitarnya seperti menjaga, melestarikan, merawat, melindungi, dan mendahulukan.

Memungkinkan merupakan sebuah usaha memberi peluang tercapainya sesuatu

dengan memberikan informasi, penjelasan, dukungan, perhatian dan memberikan

alternatif. Sedangkan mempertahankan keyakinan merupakan usaha mendukung dan

mendorong untuk memaknai dan memelihara sikap dengan penuh harapan.

Kepedulian memiliki beberapa tujuan. Leininger (dalam Sihombing, 2014)

menyatakan tujuan kepedulian, yaitu (1) membantu mencapai aktualisasi diri, yaitu

untuk mengembangkan potensi diri, mengembangkan kemampuan fisik, maupun

mengembangkan kemampuan kognitif, (2) memperbaiki perhatian maupun

pengalaman seseorang yang kemudian dilanjutkan dengan mengekspresikan perasaan

melalui suatu hubungan.

Kesadaran lingkungan adalah keadaan tergeraknya jiwa seseorang terhadap

lingkungannya sehingga mampu mengendalikan diri di lingkungannya. Sedangkan

(52)

dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah pencemaran lingkungan.

Kesadaran dan kepedulian lingkungan dapat dilaksanakan melalui pendidikan

lingkungan. Model Conservation Scout menjadi salah satu model yang digunakan

sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran berkaitan dengan

pendidikan lingkungan.

2.1.5 Model Conservation Scout

Davis (dalam Widodo, 2014) menjelaskan pembelajaran berbasis lingkungan

adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, guru, dan masyarakat yang bekerja sama

dan secara demokratis terbuka terhadap masalah yang berkaitan dengan pertanyaan

lingkungan, isu, dan masalah lainnya. Pembelajaran berbasis lingkungan menjadikan

lingkungan sebagai sarana dalam belajar. Dalam hal ini, siswa dan guru menyadari,

mengetahui, menyikapi, terampil, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang

berhubungan dengan lingkungan (Widodo, 2014).

Model Conservation Scout merupakan model pembelajaran yang dapat

digunakan untuk menanamkan pendidikan lingkungan melalui sebuah konservasi

sederhana yang menyenangkan (Suseno, 2016). Seperti halnya model pembelajaran

lainnya, model Conservation Scout juga memiliki metode. Metode dari model CS

tersebut antara lain kebun konservasi, area konservasi di dalam ruangan, minitrip

(perjalanan ke alam terbuka), dan eksperimen sederhana (Suseno, 2016: 4).

Metode kebun konservasi merupakan cara menanam tanaman dengan

(53)

memelihara dan membudidayakan tanaman maupun hewan yang terdapat dalam

ruangan. Siswa bisa menyediakan akuarium untuk memelihara hewan-hewan yang

tidak berbahaya seperi ikan, kura-kura, dan hamster. Siswa juga dapat memelihara

tanaman dalam wadah yang diletakkan di dalam ruangan. Tanaman mini yang

dibudidayakan dalam wadah disebut dengan Terarium. Salah satu contohnya adalah

tanaman kaktus (Suseno, 2016:4).

Metode selanjutnya adalah minitrip, yaitu perjalanan siswa mengunjungi kebun

binatang atau cagar alam untuk mengetahui keanekaragamannya. Metode yang

terakhir adalah eksperimen sederhana. Eksperimen sederhana merupakan kegiatan

untuk mengetahui atau mengidentifikasi suatu topik, misalnya mengidentiikasi

terjadinya banjir dan mengidentifikasi kerusakan lingkungan hidup. Siswa terlibat

langsung dalam eksperimen sederhana ini, sehingga siswa dapat mudah memahami

isi dan maksud dari topik pembelajaran yang disampaikan melalui sebuah

eksperimen.

Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen sederhana dengan

teknik kampanye dan peer tutoring atau tutor sebaya. Siswa akan menyampaikan

pengalaman yang didapatkan selama pembelajaran kepada orang lain. Siswa belajar

langsung tentang lingkungan melalui eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi

Akar”. Model Conservation Scout diharapkan mampu menciptakan generasi yang

mampu mewujudkan kesadaran dan kepedulian lingkungan sehingga mampu

(54)

Pembelajaran melalui model Conservation Scout untuk menanamkan

pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jean

Piaget (dalam Crain, 2007) meneliti mengenai tahapan perkembangan kognitif pada

anak. Berikut adalah tabel tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget.

Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Usia Karakteristik/Perilaku

Sensori-Motorik

Lahir-2 tahun

Mampu mengorganisasikan skema tindakan fisik seperti menghisap, memukul, dan menggenggam untuk menghadapi dunia.

Pra-Operasional 2-7 tahun

Anak belajar berpikir menggunakan simbol dan pencitraan batiniah, pikirannya belum begitu logis dan masih belum sistematis, menyamaratakan sesuatu berdasarkan pengalaman bebas.

Operasional Konkret

7-11 tahun

Mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, mengacu pada objek dan aktivitas konkret.

Operasional Formal

11 tahun-dewasa

Mampu berpikir secara konseptual dan berpikir secara hipotesis.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa siswa sekolah dasar termasuk dalam

tahap operasional konkret (7-11 tahun). Siswa sekolah dasar pada umumnya mampu

mengembangkan berpikir secara sistematis yang mengacu pada objek dan aktivitas

konkret. Dengan mengalami langsung kegiatan atau pembelajaran (learning by doing)

dapat menciptakan pengalaman dan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Maria Montessori, doktor wanita pertama di dunia yang terkenal berkat

karyanya “Metode Montessori” juga memiliki pandangan tentang anak. Montessori

(Montessori, 2002) meyakini bahwa anak menyukai permainan karena melalui

(55)

mudah menerima stimulus atau informasi baru. Dalam usia ini anak sedang

memasuki tahap kepekaan (sensitive periode).

Montessori juga menjelaskan bahwa perkembangan anak tidak lepas dari peran

lingkungan. Stimulus dan berbagai infomasi dari lingkungan dapat menentukan

perkembangan intelektual, emosial, dan spiritual anak. Dalam mengolah

pengetahuannya, anak juga memerlukan bantuan orang dewasa. Anak akan menyerap

berbagai informasi dan pengalaman yang dialami di lingkungannya. Anak kemudian

akan mengadaptasi informasi dan pengalaman tersebut untuk diterapkan dalam

kehidupan pribadinya. Dalam tahap ini dikenal dengan konsep ingatan yang meresap

(absorbment minds).

Sejalan dengan Montessori, ahli konstruktivisme Vygotsky juga menyatakan

bahwa anak akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam

Zone of Proximal Development (ZPD). Anak bekerja dalam ZPD jika anak tidak

dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah

mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Vygotsky percaya bahwa anak akan

jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Vygotsky membedakan

antara zone of actual development dan zone of potential development pada anak.

Zo

Gambar

Gambar 4.21 Langkah Kegiatan no 14 dan 15 (sebelum direvisi) ......................120
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa Kelas III A Topik Pertanyaan No Pertanyaan
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Guru Kelas Topik Pertanyaan No Pertanyaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Petani meman- dang dukungan pemerintah dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan sebagai suatu kebutuhan yang sangat penting, terutama dalam hal ketersediaan modal

Jika mengutip dari artikel yang tidak ada nama penulisnya, 1 atau 2 kata pertama dari judul artikel dituliskan sebagai sumber dengan diberi tanpa kutip di awal dan di akhir judul.. In

2. Bulanan untuk kategori suku cadang dan aksesoris; bahan bakar kendaraan; peralatan informasi dan komunikasi; perlengkapan rumah tangga lainnya; barang budaya dan

Kalau backlink dilakukan secara manual dan sendiri tidak jadi masalah, karena ada kemampuan terbatas dari seseorang untuk melakukan backlink dalam sehari.. Yang jadi masalah

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Hidayah dan Inayah-Nya, melalui ilmu-Nya yang Maha Luas dan tak terkira, sehingga Skripsi dengan judul

Jika dilihat dari model permintaan, apel memiliki nilai elastisitas yang tinggi dan dapat diartikan konsumsi komoditas tersebut lebih banyak dikonsumsi oleh rumah

Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan yang masih berlaku, untuk bidang usaha: alat/peralatan laboratorium2. Fotocopy N.P.W.P dan PKP ( Pengusaha Kena