PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN
MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A
SD N JETIS 1 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Adelia Surya Putri
NIM: 131134084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN
MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A
SD N JETIS 1 YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Adelia Surya Putri
NIM: 131134084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Karya tulis berupa skripsi ini kupersembahkan untuk:
Allah SWT, penuntun jalan hidupku
Orang tuaku, Benny Suryadi dan Bekti Lestari
Teman istimewaku, Edo Faisal Ridlo
Keponakanku, Danendra Gerald Abrizan
Kakaku, Methalia Ari Listiani dan Tri Joko Suprihatin
Keluarga besarku, penyemangatku
Sahabat terhebatku, Adiktia, Riska, dan Paul
Para sahabatku yang tak bisa kusebutkan satu per satu
v MOTTO
“Akan dikabulkan doa diantara kamu selama ia tidak terburu-buru berkata „aku sudah berdoa, tetapi doaku belum terkabulkan‟”
(HR Muslim)
“Do not close the book when bad things happen in your life. Just turn the next page and being a new chapter”
(Annonymous)
“When you focus on problems, you will have more problems. But, when you focus on possibilities, you will have more opportunities”
(Annonymous)
“Life is about people we meet and the things we creat with them”
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL
CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA
Adelia Surya Putri Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi mengenai sikap sadar dan peduli lingkungan siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti bersama kepala sekolah, guru, dan siswa kelas III A menunjukkan adanya kebutuhan akan materi eksperimen. Peneliti terdorong untuk mengembangkan “Materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta” sebagai sarana membantu siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta memiliki persepsi tentang pentingnya lingkungan bagi kehidupan dan mahkluk hidup lainnya. Materi ini merupakan gabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Hari Pertama dan Hari Kedua, Materi Eksperimen, dan Panduan Eksperimen karya peneliti dan rekan peneliti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan dan mengetahui kualitas penggunaannya. Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan langkah pengembangan materi menurut Tomlinson yang meliputi (1) analisis kebutuhan, (2) desain, (3) implementasi, (4) evaluasi, dan (5) revisi. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta sebanyak 26 siswa.
Materi yang dikembangkan melalui proses validasi untuk mengetahui kualitas produk. Validasi ahli dilakukan oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan dua guru dengan perolehan skor rata-rata sebesar 3,54 dan termasuk dalam kategori “sangat layak” digunakan untuk implementasi lebih lanjut. Materi tersebut juga divalidasi oleh 5 siswa kelas III A melalui kegiatan wawancara dan mendapatkan kategori “layak” digunakan. Sebanyak 21 siswa bisa melakukan eksperimen “Penyebab Banjir” dan 25 siswa bisa melakukan eksperimen “Fungsi Akar” dengan bantuan panduan eksperimen. Peneliti meyakini bahwa sebanyak 24 siswa tertarik dengan panduan eksperimen dan merasa senang dapat melakukan eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengembangan materi pendidikan kesadaran dan kepedulian lingkungan menggunakan model Conservation Scout sangat layak digunakan dan dapat membantu siswa dalam memperoleh pendidikan lingkungan.
ix ABSTRACT
DEVELOPMENT OF EDUCATIONAL MATERIAL OF AWARENESS AND CARE ABOUT THE ENVIRONMENTAL BY USING CONSERVATION
SCOUT MODEL FOR GRADE III A STUDENTS SD N JETIS, YOGYAKARTA 1
Adelia Surya Putri Sanata Dharma University
2017
This research based on observation awareness and care about the environment of Grade A Students SD N Jetis 1 Yogyakarta. The interview results with the headmaster, the teacher, and the students indicated experiment materials was needed in learning process. Researcher was encouraged to develop "Educational Materials of Awareness and Care about The Environment by Using Conservation Scout Model for Grade III A Students SD N Jetis 1 Yogyakarta " to help the students have perception about the importance of the environment for life and others living things. This material consists of Merger of Lesson Day One and Day Two, Experiment Materials, and Experiment Guidelines written by the researcher et al.
This research aimed to determine how to develop educational materials of awareness and care about the environment and know the quality of the use. The type of this research is a research and development (R & D). This study used material development steps by Tomlinson that consists of (1) needs analysis, (2) design, (3) implementation, (4) evaluation, and (5) revision. The subjects in this study were 26 students of grade III A students SD N Jetis 1 Yogyakarta.
The material was developed through a validation process to determine the quality of the product. The validation was conducted by Science Experts, Linguists, and Two Teachers with the acquisition of an average score of 3.54 and included in the category of " very proper” to be implemented further.This material was validated by a grade III A students through interviews and got the category of "proper". There were 21 students who have done the experiments "Cause of Flood" and 25 students have done the experiments "Root Function" to help in using experiment guidelines. Researcher believed that 24 students interested in the experiment guidelines and were happy to do the experiment "Cause of Flood” and "Root Function". Thus, it could be concluded that the development of educational materials awareness and environmental awareness using Conservation Scout model was very proper to use and helped students in acquiring environmental education.
Keywords : materials development, educational of awareness and care about the
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN MATERI PENDIDIKAN KESADARAN DAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN MODEL CONSERVATION SCOUT UNTUK SISWA KELAS III A SD N JETIS 1 YOGYAKARTA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini telah mendapat
banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik. Oleh karena itu, ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Allah SWT
yang senantiasa memberikan rahmat kesehatan dan kelancaran dalam proses
penyusunan skripsi ini.
Tanpa mengurasi rasa hormat, peneliti menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Ibu
Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Bapak Apri Damai Sagita Krissandi,
S.S., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
xi
Biotech dosen pembimbing skripsi yang mendampingi dan memotivasi peneliti
selama proses penyusunan dan penelitian skripsi.
Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Kepala Sekolah SD
N Jetis 1 Yogyakarta, guru kelas I hingga kelas VI SD N Jetis 1 Yogyakarta, yang
senantiasa memberikan bantuan dan bimbingan selama melaksanakan penelitian.
Terima kasih untuk seluruh dosen dan staff karyawan PGSD USD yang telah
memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.
Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh siswa kelas III A
tahun ajaran 2016/2017 yang telah meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam
penelitian yang dilakukan peneliti, kedua orang tua peneliti, Pak Sur dan Bu Bekti
yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi untuk peneliti, Eral, yang
selalu menebarkan senyum bahagia sebagai penyemangat untuk peneliti, Kakaku,
Metha dan Jack yang selalu meberikan semangat dan dukungan, Yobo, yang
selalu memberi dukungan, waktu, tenaga, pikiran, dan perhatian untuk peneliti.
Tak lupa peneliti sampaikan terima kasih juga untuk sahabat terhebat,
Cikgu, Bunda, Pauling, Rahma, Itrek, Marta, dan Titin yang saling mendukung,
memberikan perhatian, dan menjadi penglipur lara, teman Kos Pak Dukuh, Vita
Anggi, Maria, Rani, dan Mbak Dewi yang selalu menghibur peneliti, teman-teman
Payung Emansipatoris yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan dalam
penyelesaian skripsi ini, segenap pihak, sahabat dan teman yang telah membantu
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... .iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... .iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ... .ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR BAGAN ...xvi
DAFTAR TABEL ...xvii
DAFTAR GAMBAR ... ..xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Batasan Masalah... 10
1.4 Tujuan Penelitian ... 10
1.5 Manfaat Penelitian ... 11
1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 12
1.7 Definisi Operasional ... 13
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
2.1 Kajian Pustaka ... 14
xiv
2.1.2 Pendidikan ... 19
2.1.3 Lingkungan ... 24
2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian ... 26
2.1.5 Model Conservation Scout ... 30
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 34
2.2.1 Penelitian tentang Kesadaran Lingkungan ... 34
2.2.2 Penelitian tentang Kepedulian Lingkungan ... 35
2.2.3 Penelitian tentang Model Conservation Scout ... 36
2.3 Kerangka Berpikir ... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
3.1 Jenis Penelitian ... 40
3.2 Setting Penelitian ... 40
3.2.1 Subjek Penelitian ... 40
3.2.2 Objek Penelitian ... 41
3.2.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
3.3 Prosedur Penegmbangan ... 41
3.3.1 Analisis Kebutuhan ... 43
3.3.2 Desain ... 43
3.3.3 Implementasi ... 45
3.3.4 Evaluasi ... 45
3.3.5 Revisi ... 46
3.4 Instrumen Penelitian ... 46
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48
3.6 Teknik Analisis Data ... 50
3.6.1 Teknik Analisis Data Kualitatif ... 50
3.6.2 Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 54
xv
4.1.2 Desain ... 72
4.1.2.1 Desain Materi Sebelum Divalidasi ... 72
4.1.2.2 Desain Materi Setelah Divalidasi ... 84
4.1.3 Impelmentasi ... 95
4.1.3.1 Implementasi Hari Pertama ... 95
4.1.3.2 Implementasi Hari Kedua ...103
4.1.4 Evaluasi ...114
4.1.5 Revisi ...117
4.2 Deskripsi Kualitas Materi ...121
BAB V PENUTUP ...124
5.1 Kesimpulan ...124
5.2 Keterbatasan Penelitian ...126
5.3 Saran ...126
DAFTAR PUSTAKA ...128
xvi
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Literatur Map Penelitian yang Relevan ... 37
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Piaget ... 32
Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa Kelas III A ... 46
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ... 46
Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Guru Kelas ... 47
Tabel 3.4 Kisi-kisi Wawancara Validasi Materi Eksperimen oleh Siswa ... 47
Tabel 3.5 Komponen Penilaian Validasi Isntrumen Wawancara ... 47
Tabel 3.6 Hasil Validasi Instrumen Wawancara dari Ahli IPA dan Ahli Bahasa ... 48
Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Ideal ... 50
Tabel 3.8 Kriteria Skor Skala Empat ... 53
Tabel 4.1 Komentar dan Saran dari Ahli IPA serta Revisi ... 85
Tabel 4.2 Komentar dan Saran dari Guru Kelas III A serta Revisi ... 91
Tabel 4.3 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen “Penyebab Banjir” Siswa kelas III A ...121
Tabel 4.4 Kualitas Panduan Eksperimen Berdasarkan Lembar Refleksi Siswa 121 Tabel 4.5 Hasil Wawancara Validasi Panduan Eksperimen “Fungsi Akar” Siswa kelas III A ...122
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Sampul Materi Pendidikan Kesadaran dan KepedulianLingkungan . 75
Gambar 4.2 Isi Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan ... 80
Gambar 4.3 Poin F pada RPP H1 dan H2 (sebelum dirvisi) ... 85
Gambar 4.4 Poin F pada RPP H1 dan H2 (setelah dirvisi) ... 86
Gambar 4.5 Poin g pada Rincian Media Pembelajaran RPP H1
(sebelum direvisi) ... 86
Gambar 4.6 Poin g pada Rincian Media Pembelajaran RPP H1
(setelah direvisi) ... 87
Gambar 4.7 Lampiran gambar kebun penuh dengan bunga pada RPP H2
(sebelum direvisi) ... 87
Gambar 4.8 Lampiran gambar kebun penuh dengan bunga pada RPP H2
(setelah direvisi) ... 87
Gambar 4.9 Langkah Kegiatan Eskperimen “Fungsi Akar”
(sebelum direvisi) ... 88
Gambar 4.10 Langkah Kegiatan Eskperimen “Fungsi Akar”
(sebelum direvisi) ... 89
Gambar 4.11 Layout Lampiran Materi dan Lagu (sebelum direvisi) ... 89
Gambar 4.12 Layout Lampiran Materi dan Lagu (setelah direvisi)... 89
Gambar 4.13 Langkah Kegiatan Eksperimen “Fungsi Akar” nomor 4
(sebelum direvisi) ... 90
Gambar 4.14 Langkah Kegiatan Eksperimen “Fungsi Akar” nomor 4
(setelah direvisi) ... 91
Gambar 4.15 Proses Pelaksanaan Penelitian Hari Pertama ...102
Gambar 4.16 Proses Pelaksanaan Penelitian Hari Kedua ...109
Gambar 4.17 Rincian Kegiatan Inti RPP H1 no 9 dan 10
xix
Gambar 4.18 Rincian Kegiatan Inti RPP H1 no 9 dan 10
(setelah direvisi) ...118
Gambar 4.19 Rincian Kegiatan RPP H1 no 15 dan 16
(sebelum direvisi) ...119
Gambar 4.20 Rincian Kegiatan RPP H1 no 15 dan 16
(setelah direvisi) ...119
Gambar 4.21 Langkah Kegiatan no 14 dan 15 (sebelum direvisi) ...120
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian. ...132
Lampiran 2. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...133
Lampiran 3. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...134
Lampiran 4. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...136
Lampiran 5. Lembar Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...137
Lampiran 6. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ...138
Lampiran 7. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ...145
Lampiran 8. Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan Kepala Sekolah ...148
Lampiran 9. Hasil Wawancara Validasi Materi oleh Siswa ...150
Lampiran 10. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ...154
Lampiran 11. Instrumen Validasi Materi Eksperimen ...157
Lampiran 12. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli IPA ...160
Lampiran 13. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli IPA ...161
Lampiran 14. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Ahli Bahasa ...162
Lampiran 15. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Ahli Bahasa ...163
Lampiran 16. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas III A ...164
Lampiran 17. Hasil Validasi Kualitas Materi Eksperimen oleh Guru Kelas III A ...165
Lampiran 18. Hasil Validasi Kualitas Perangkat Pembelajaran oleh Guru Kelas III B ...166
xxi
Lampiran 20. Hasil Pekerjaan Siswa ...168
1 BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi
operasional.
1.1 Latar Belakang Masalah
Lingkungan hidup menurut UU no 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan adalah keadaan
sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku makhluk hidup
(KBBI, 2008). Gustavo (dalam Hamzah, 2013) juga berpendapat bahwa
lingkungan merupakan semua kondisi yang mempengaruhi eksistensi,
pertumbuhan dan kesejahteraan suatu organisme yang ada di bumi. Soemarwoto
(dalam Hamzah, 2013: 14) menjelaskan bahwa segala yang ada pada lingkungan
dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lingkungan bersifat sirkuler, yaitu apapun yang dilakukan manusia terhadap
lingkungan dampaknya akan kembali kepada manusia.
Manusia memiliki peranan penting dalam lingkungan karena manusia
merupakan makhluk dominan di muka bumi, sehingga segala aktivitas manusia
mengakibatkan perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan lingkungan ini
berpengaruh baik secara positif maupun negatif bagi keberlangsungan makhluk
mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut dan berpengaruh negatif karena
dapat mendatangkan kerugian bagi keberlangsungan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Salah satu hal konkret perubahan lingkungan yang mendatangkan kerugian
adalah kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan terjadi karena adanya tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik dan atau hayati sehingga
lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menjunjung pembangunan
berkelanjutan. Kerusakan lingkungan yang menjadi isu global berupa kerusakan
hutan, kerusakan tanah, penurunan keanekaragaman hayati, banjir, bahkan timbulnya
berbagai penyakit akibat pencemaran lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat
disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Perubahan kondisi udara, air, tanah
dan berbagai faktor abiotik lainnya bisa menyebabkan kerusakan lingkungan.
Peristiwa gunung berapi karena aktivitas vulkanik dari dalam bumi, gempa bumi
karena adanya gesekan lempeng tektonik bumi, merupakan contoh kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh alam.
Kerusakan lingkungan yang berlangsung terus menerus, semakin lama semakin
besar pula kerusakan yang ditimbulkan. Di tahun 2016 ini, banyak terjadi kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh faktor alam. Pada bulan Maret 2016, terjadi banjir
di Bantul karena meluapnya air Sungai Winongo dan Bedog yang disebabkan oleh
menumpuknya sampah di jalur pintu air utama Bantul. Sampah yang menyumbat
pintu air tersebut terdiri dari rumpun bambu, sisa-sisa bagian rumah, sampah plastik,
di bendungan Klegen, Mejing, dan Sikluih Bantul. Banjir yang terjadi di daerah ini
menyebabkan menumpuknya sampah yang mencapai ribuan kubik. Jenis sampah
yang menumpuk bervariatif, didominasi limbah rumah tangga, ranting pepohonan,
plastik, dan styrofoam. Pak Yitno selaku Kasi Operasi Jaringan Irigasi, Dinas Sumber
Daya Air (SDA) Bantul menjelaskan pemicu utama banjir adalah budaya masyarakat
dalam membuang sampah di sungai (Mubarok, 2016)
Kedua peristiwa tersebut merupakan fakta terjadinya kerusakan lingkungan
karena ulah manusia. Perilaku manusia membuang sampah tidak pada tempatnya
masih sering terjadi, bahkan sungai menjadi sarana praktis untuk membuang sampah.
Fakta tersebut berakibat buruk bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lain seperti ikan yang ada di sungai juga kehilangan tempat tinggalnya. Kerusakan
lingkungan mematahkan ekosistem yang terjadi pada lingkungan tersebut.
Tindakan-tindakan yang dapat merusak lingkungan harus segera dihentikan agar lingkungan
tidak menjadi semakin buruk. Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya kerusakan
lingkungan adalah dengan menanamkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.
Pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menanamkan sikap sadar
dan peduli terhadap lingkungan. Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si‟ (no. 105/2015: 80) menyatakan bahwa manusia belum menerima pendidikan dan
menggunakan kekuasaannya terhadap alam dengan baik, kemajuan teknologi belum
disertai pengembangan tanggung jawab, nilai dan hati nurani manusia terhadap alam.
Hamzah (2013: 14) menjelaskan bahwa melalui pendidikan yang intensif sangat
lingkungan. Penyebaran informasi tentang lingkungan kepada masyarakat menjadi
penting dilakukan untuk mengubah presepsi dan sikap masyarakat terhadap
lingkungan.
Pendidikan lingkungan diarahkan untuk perubahan gaya dan perilaku manusia
yang ramah terhadap lingkungan (Hamzah, 2013: 35). Dalam konferensi UNESCO
(dalam Hamzah, 2013: 39) menekankan bahwa pendidikan lingkungan adalah proses
mengenal dan menjelaskan nilai maupun konsep guna mengembangkan keterampilan
dan sikap yang diperlukan untuk memahami hubungan timbal balik antar manusia,
budaya, dan lingkungan biofisiknya. Melalui pendidikan lingkungan memberikan
pengajaran berupa pengelolaan lingkungan sebagai sarana penting mewujudkan
manusia yang memiliki prinsip kepekaan terhadap lingkungan. Paus Fransiskus
dalam Ensiklik Laudato Si‟ (no. 211/2015: 157-158), pendidikan lingkungan mendorong perilaku manusia untuk melestarikan lingkungan. Beliau juga
menekankan bahwa pendidikan lingkungan dapat dilakukan di berbagai konteks
seperti sekolah, keluarga, media komunikasi, dan sebagainya.
Sekolah dasar menjadi sarana untuk menanamkan pendidikan lingkungan sejak
dini. Sesuai dengan misinya yaitu „melaksanakan PAKEM sehingga berpotensi siswa
berkembang secara optimal‟, SD N Jetis I Yogyakarta melaksanakan pembelajaran
yang aktif, kreatif, efisien, dan menyenangkan demi tercapainya perkembangan siswa
secara optimal. Perkembangan yang dicapai berupa perkembangan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Kepala sekolah SD N Jetis I Yogyakarta menjelaskan bahwa
siswa untuk menciptakan siswa yang unggul dalam prestasi, teladan dalam budi
pekerti berlandaskan IMTAQ dan IPTEK sesuai dengan visi sekolah.
SD N Jetis I Yogyakarta merupakan sekolah yang berada di daerah kota di
Yogyakarta. Sekolah ini beralamat di Jl. Pasiraman No 2, Cokrodiningratan,
Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini
termasuk wilayah kota yang cukup ramai dan dikelilingi gedung-gedung kantor, toko,
maupun hotel. Jarang sekali ditemukan pohon-pohon rindang di daerah ini. Di
samping sekolah juga terdapat pemukiman penduduk yang cukup padat dan sedikit
terlihat kumuh ditunjukkan dengan berserakannya sampah pada tempat-tempat
tertentu di daerah ini. Salah satu tempat yang dijadikan tempat favorit oleh warga
untuk membuang sampah adalah bantaran sungai Code. Menumpuknya sampah di
bantaran sungai Code ini menyebabkan aliran air sungai menjadi tidak lancar. Ketika
debit air naik, akibatnya air meluap dan terjadilah banjir. Siswa di sekolah ini
mayoritas bertempat tinggal di pemukiman tersebut. Para siswa mayoritas berasal dari
keluarga menengah ke bawah. Pekerjaan orang tua siswa sebagian menjadi
wiraswasta, yakni menjadi pedagang, karyawan kantor, maupun buruh.
Di SD N Jetis 1 Yogyakarta ini terdapat beberapa tanaman rindang yang
dijadikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat mengingat minimnya
tanaman rindang di daerah ini. Sekolah ini menerapkan sebuah program
“SEMUTLIS”yang merupakan kependekan dari “Sepuluh Menit untuk Tanaman dan
Lingkungan Sekolah”. Program ini mengarahkan siswa untuk meluangkan waktu 10
peneliti selama melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD N Jetis I
Yogyakarta, program “SEMUTLIS” ini belum terlaksana dengan baik. Tulisan
“SEMUTLIS” dipajang disetiap kelas dan setiap ruang di sekolah ini. Siswa
melakukan perawatan tanaman di lingkungan sekolah jika ada perintah dari guru.
Tanaman di lingkungan sekolah memang terlihat segar, namun tanaman tersebut
bukan dirawat oleh para siswa melainkan oleh istri dari penjaga di sekolah ini.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas III A dan III B,
siswa senang dan antusias dengan kegiatan yang berhubungan dengan tanaman. Guru
kelas III A dan III B pernah mengajak siswa menanaman biji kacang hijau pada
pembelajaran IPA untuk membuktikan bahwa tanaman melakukan pertumbuhan. Biji
kacang hijau tersebut ditanam di gelas air mineral bekas dan disimpan di dalam kelas.
Setiap hari siswa menyirami biji kacang hijau dan mengamati perubahan yang
dialami biji kacang hijau. Namun, dari hari ke hari setelah biji kacang hijau tumbuh
menjadi kecambah para siswa terlihat tidak lagi menyiram atau merawat biji kacang
hijau tersebut. Siswa membiarkan biji kacang hijau tersebut layu dan mati. Begitu
juga dengan tanaman yang ada di depan kelas III juga layu, namun tanaman tersebut
mendapat perawatan dari istri penjaga sekolah setiap harinya.
Guru kelas III A dan III B sudah mengupayakan pendidikan lingkungan, namun
dalam pelaksanaannya belum mendalam. Siswa belum mempunyai keinginan yang
timbul dari dalam diri sendiri untuk merawat tanaman di sekitar lingkungan sekolah.
Selain itu, siswa juga belum pada tahap sadar akan pentingnya tanaman bagi
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, peneliti mengembangkan materi
eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan pada siswa kelas III A SD N
Jetis 1 Yogyakarta. Materi eksperimen yang disusun untuk siswa yaitu eksperimen
tentang “Penyebab Banjir” dan “Fungsi Akar”. Pemilihan topik eksperimen ini
didasarkan pada hasil analisis kebutuhan yang menunjukkan bahwa mayoritas siswa
kelas III A berasal dari daerah Bantaran Sungai Code. Di daerah ini sering terjadi
banjir dan jarang ditemukan pepohonan. Peneliti mengembangkan eksperimen
“Penyebab Banjir” untuk mengajak siswa mengidentifikasi faktor “Penyebab Banjir”.
Melalui eksperimen “Fungsi Akar”, peneliti juga mengajak siswa mengidentifikasi
“Fungsi Akar” serta menganalisis hubungan “Fungsi Akar” dengan “Penyebab
Banjir”. Kedua materi eksperimen tersebut akan membantu siswa dalam
mengembangkan sikap sadar dan peduli terhadap lingkungan.
Melalui eksperimen siswa akan lebih paham dengan suatu topik materi karena
dapat membuktikan dan melakukan sendiri topik materi tersebut. Eksperimen akan
membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan tanpa membuat bosan dan malas. Hasil
wawancara peneliti dengan siswa menjelaskan bahwa kegiatan eksperimen lebih
mudah diingat dari pada pembelajaran biasa di dalam kelas. Penggunaan materi atau
panduan eksperimen membantu dalam melakukan eksperimen. Guru kelas III A, juga
memperkuat bahwa dengan eksperimen siswa menjadi lebih aktif dan mudah
memahami materi. Penggunaan materi atau panduan ekperimen juga membantu
dalam melakukan eksperimen, sehingga eksperimen bisa berhasil sesuai dengan
bahwa panduan eksperimen harus disesuaikan dengan Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, Indikator, dan materi pelajaran sehingga mempermudah dalam
memahami konteks pelajaran secara lebih nyata.
Materi eksperimen yang peneliti kembangankan menggunakan model
pembelajaran Conservation Scout (CS) dengan metode eksperimen sederhana pada
pembelajaran IPA dengan materi “Kerusakan Alam dan Cara Menjaga Kelestarian
Alam serta Perilaku Manusia Yang Peduli Lingkungan”. Penggunaan teknik peer
tutoring membantu siswa memahami dan menggali pengalaman belajarnya dengan
menyampaikan pesan maupun berbagi pengalaman dengan orang lain. Model
Conservation Scout tersebut merupakan model pembelajaran inovatif untuk
memberikan pendidikan lingkungan yang dapat membuat pembelajaran menjadi
menyenangkan (Suseno, 2016).
Pengembangan materi menggunakan model Conservation Scout merupakan
peruwujudan pendidikan emansipatoris. Pendidikan emansipatoris merupakan
pendidikan yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa
(Suprijono, 2016). Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) juga menjadi dasar dalam
pengembangan materi ini. PPR merupakan pendekatan pembelajaran yang menekan
pada lima konsep utama yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi
(Subagya, 2010).
Dalam pengembangan materi ini peneliti melandaskan pada teori
pengembangan materi menurut Tomlinson. Ada 16 prinsip Tomlinson yang relevan
prinsip yaitu material harus memiliki pengaruh, menyenangkan, mengembangkan
kepercayaan diri, relevan untuk siswa, mempertimbangkan gaya belajar setiap siswa,
menarik perhatian siswa, memberikan penjelasan atau informasi, mempertimbangkan
sikap afektif setiap siswa, mampu menstimulasikan kinerja otak kanan dan otak kiri,
serta materi hendaknya memberikan kesempatan terwujudnya proses timbal balik
antar guru dan siswa.
Pengembangan materi tersebut merupakan penggabungan dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H1 dan Materi Eksperimen “Penyebab Banjir”
karya peneliti serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H2 dan Materi
eksperimen “Fungsi Akar” karya rekan peneliti yaitu Paulus Yuli Suseno.
Berdasarkan analisis kebutuhan siswa kelas III A dan III B yang sama, maka peneliti
dan rekan peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul
“Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”. Materi tersebut saling
berkaitan dan dapat digunakan untuk melengkapi karya masing-masing.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah, sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana proses pengembangan “Materi Pendidikan Kesadaran dan
Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa
1.2.2 Bagaimana kualitas “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan
Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1
Yogyakarta”?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan supaya penelitian tidak
menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Adapun batasan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Materi yang disajikan berupa panduan eksperimen sederhana sesuai Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 pada materi kerusakan alam dan cara
menjaga kelestarian alam serta perilaku manusia yang peduli lingkungan
menggunakan model Conservation Scout.
1.3.2 Produk yang dikembangkan untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi
siswa kelas III A SD N Jetis I Yogyakarta.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Mengetahui proses pengembangan “Materi Pendidikan Kesadaran dan
Kepedulian Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk
1.4.2 Mengetahui kualitas “Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian
Lingkungan Menggunakan Model Conservation Scout untuk siswa kelas III
A SD N Jetis 1 Yogyakarta”.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian dan pengembangan ini dapat bermanfaat untuk:
1.5.1 Bagi peneliti
Peneliti dapat mengembangkan materi pembelajaran untuk memberikan
pendidikan lingkungan serta menambah pengalaman untuk kreatif dalam
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
1.5.2 Bagi guru
Guru dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang materi eksperimen
yang dapat digunakan sebagai panduan dalam eksperimen untuk memberikan
pendidikan lingkungan bagi siswa.
1.5.3 Bagi Sekolah
Melalui materi eksperimen, guru dapat menambah sumber belajar khususnya
dalam pelaksanaan eksperimen untuk memberikan pendidikan lingkungan bagi
siswa.
1.5.4 Bagi Siswa
Membantu siswa mempermudah dalam memahami materi, memberikan
pendidikan lingkungan dan melatih kerjasama, komunikasi, serta tanggung
1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini
adalah sebagai berikut:
1.6.1 Produk yang dikembangkan berupa materi eksperimen sesuai dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan menggunakan model
Conservatioan Scout (CS).
1.6.2 Materi berisi pengembangan langkah-langkah eksperimen kelas III semester 2
materi kerusakan alam dan cara menjaga kelestarian alam serta perilaku
manusia yang peduli lingkungan.
1.6.3 Mater merupakan penggabungan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) H1 dan Materi Eksperimen “Penyebab Banjir” karya peneliti serta
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) H2 dan Materi eksperimen “Fungsi
Akar” karya rekan peneliti yaitu Paulus Yuli Suseno. Berdasarkan analisis
kebutuhan siswa kelas III A dan III B yang sama, maka peneliti dan rekan
peneliti sepakat untuk menggabungkan karya menjadi satu dengan judul
“Materi Pendidikan Kesadaran dan Kepedulian Lingkungan”.
1.6.4 Materi menggunakan tata tulis yang menarik.
1.6.5 Materi dilengkapi gambar yang menarik untuk memperjelas langkah-langkah
eksperimen serta untuk menarik perhatian siswa.
1.6.6 Materi yang dikembangkan berdasarkan 10 prinsip pengembangan materi
menurut Brian Tomlinson.
1.6.8 Materi dikembangkan berdasarkan tiga kunci utama dalam Pendidikan
Emansipatoris.
1.7 Definisi Operasional
1.7.1 Lingkungan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
1.7.2 Pendidikan lingkungan adalah proses pembentukan sikap dan perilaku manusia
dalam memahami dan melestarikan lingkungan.
1.7.3 Kesadaran lingkungan adalah keadaan tergeraknya jiwa seseorang terhadap
lingkungannya sehingga mampu mengendalikan diri di lingkungannya.
1.7.4 Kepedulian lingkungan adalah keadaan seseorang dalam memperhatikan
lingkungan dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah
pencemaran lingkungan
1.7.5 Model Conservation Scout adalah model pembelajaran inovatif yang dapat
14 BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dipaparkan (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan,
dan (3) kerangka berpikir.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/R&D)
Penelitian pengembangan atau yang lebih dikenal dengan R & D merupakan
suatu penelitian yang diarahkan untuk menghasilkan suatu produk, desain maupun
proses. Penelitian dan pengembangan ini merupakan jenis penelitian yang banyak
diminati oleh para peneliti. Menurut Borg (dalam Sanjaya, 2013) R & D pada
awalnya dilakukan pada dunia industri untuk menemukan produk baru yang sesuai
kebutuhan masyarakat. Penggunaan R & D dalam dunia pendidikan dipelopori oleh
United States Office of Education, sebuah lembaga pendidikan di Amerika pada
tahun 1965 untuk mengembangkan produk, bahan ajar dan prosedur dalam bidang
pendidikan.
Borg & Gall (1983) berpendapat bahwa penelitian dan pengembangan
digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Pendapat ini
sejalan dengan Soenarto (dalam Tegeh, 2014: xii) yang menyatakan bahwa penelitian
dan pengembangan bertujuan untuk menghasilkan produk dalam berbagai aspek
pembelajaran dan pendidikan. Produk tersebut dapat berupa media pembelajaran
seperti CD, video dan audio. Selain itu, berbagai strategi pembelajaran, desain sistem
pembelajaran, metode pembelajaran, sistem perencanaan pembelajaran, sistem
evaluasi pembelajaran maupun prosedur dalam penggunaan fasilitas pendidikan juga
bisa menjadi produk akhir dari proses penelitian dan pengembangan (Sanjaya, 2013:
131-132).
Direktorat Tenaga Kependidikan dan Direktorat Jendral Peningkatan Mutu
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (dalam Tegeh, 2014: xiii) memaparkan bahwa
penelitian dan pengembangan merupakan proses dalam mengembangkan suatu
produk baru atau memperbaiki produk yang telah ada. Dalam rangka meningkatkan
kualitas produk pendidikan, Santyasa (dalam Tegeh, 2014: xiii) merinci karakteristik
penelitian dan pengembangan. Pertama, masalah yang dipecahkan dalam penelitian
dan pengembangan merupakan masalah nyata yang berkaitan dengan upaya
pembaharuan atau penerapan teknologi baru dalam pembelajaran yang bisa
dipertanggungjawabkan. Kedua, pengembangan yang dilakukan berfokus pada
pendidikan berupa pengembangan model, pendekatan, metode, dan media
pembelajaran yang menunjang keefektifan pembelajaran.
Karakteristik yang ketiga, yaitu proses pengembangan produk dilakukan
melalui uji ahli dan uji lapangan untuk menghasilkan produk yang dapat
dipertanggungjawabkan. Keempat, proses pengembangan perlu didokumentasikan
dan dilaporkan secara sistematis. Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan
bahwa penelitian dan pengembangan merupakan penelitian yang digunakan untuk
Terdapat beberapa model dan desain yang digunakan dalam penelitian dan
pengembangan. Suatu model menyajikan informasi yang kompleks menjadi sesuatu
yang lebih sederhana (Setyosari, 2013: 228). Model dalam penelitian dan
pengembangan dihadirkan dalam berbagai prosedur pengembangan sesuai dengan
model pengembangan yang dianut peneliti. Dalam penelitian ini peneliti berfokus
pada pengembangan materi, sehingga peneliti menggunakan desain model penelitian
dan pengembangan menurut Brian Tomlinson. Tomlinson dianggap sebagai ahli
terkemuka pada pengembangan materi khususnya berkaitan dengan bahasa (Aneheim
University, 2016).
Terdapat 5 langkah utama dalam pengembangan materi menurut Tomlinson
(dalam Harsono, 2015). Pertama, analisi kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan
untuk mengetahui dan mengidentifikasi hal yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan
oleh subjek penelitian. Pengembangan materi yang sesuai dengan analisi kebutuhan
tentunya akan memberikan pengaruh positif bagi subjek penelitian. Tahap kedua
adalah desain penelitian. Desain penelitian merupakan kegiatan dalam merinci hal-hal
pokok yang diperlukan dalam mengembangkan materi. Perincian hal pokok
pengembangan materi didasarkan pada hasil analisis kebutuhan. Tahap ketiga adalah
implementasi. Hasil perincian hal pokok dalam pengembangan materi kemudian
diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Tahap keempat yaitu evaluasi.
Hasil implementasi materi kemudian dievaluasi untuk dianalisis kelebihan dan
evaluasi implementasi materi. Tahap revisi ini merupakan tahap akhir pengembangan
materi yang memungkinkan terbentuknya materi yang layak digunakan.
Pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (2005) merupakan segala
sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menunjang proses
pembelajaran bahasa. Materi atau bahan yang digunakan dapat berupa buku teks,
lembar kerja siswa, kaset, CD-ROM, video, koran, artikel dari internet, dan apa pun
yang menyajikan suatu informasi (Tomlinson, 2005: 2). Terdapat 16 prinsip yang
harus dicapai dalam pengembangan materi ini untuk menunjang proses pembelajaran
bahasa (Tomlinson, 2005: 7-22). Peneliti kemudian berfokus pada 10 prinsip dari
Tomlinson yang sesuai dengan penelitian ini.
Prinsip pertama, materi harus memiliki pengaruh. Materi diharapkan dapat
memicu perhatian, rasa ingin tahu, dan ketertarikan siswa. Oleh karena itu, materi
yang dikembangkan hendaknya bervariasi, baru, dan disajikan secara menarik.
Kedua, materi membantu siswa merasa senang, nyaman dan bahagia. Kenyamanan
ini dapat diperoleh dari materi pembelajaran yang berisi gambar atau ilustrasi
menarik, terdapat contoh yang memperjelas isi materi, dan bahasa yang mudah
dipahami oleh siswa. Prinsip ketiga yaitu materi diharapkan menumbuhkan rasa
percaya diri siswa. Siswa akan lebih mudah mengembangkan rasa percaya diri jika
menerima materi yang tidak begitu sulit bagi mereka. Tomlinson (2005: 9)
menjelaskan bahwa kenyamanan dan kepercayaan diri siswa berkembang lebih cepat.
menyesuaikan dengan kondisi siswa dalam segala aspek termasuk aspek
pengetahuan, sikap, keterampilan, bahkan latar belakang sosial siswa.
Prinsip kelima, materi hendaknya membuat siswa tertarik untuk mempelajari
sendiri materi tersebut. Prinsip keenam, materi harus bisa memberikan penjelasan dan
pencerahan mengenai informasi yang terkandung dalam materi tersebut. Prinsip
ketujuh, materi seharusnya mempertimbangkan gaya belajar yang dimiliki
masing-masing siswa. Materi diharapkan berisi berbagai kegiatan yang menunjang
perkembangan siswa secara menyeluruh. Prinsip kedelapan, materi seharusnya
memperhatikan sikap afektif yang dimiliki setiap siswa untuk menemukan tingkat
perkembangan siswa. Prinsip kesembilan yaitu materi hendaknya mampu
memberdayakan kemampuan intelektual, estetika, emosional, dan menstimulasi otak
kanan dan kiri siswa. Prinsip yang terakhir yaitu materi diharapkan memberikan
kesempatan terwujudnya proses timbal balik antar guru dan siswa. Melalui materi
tersebut membantu siswa merespon baik secara positif maupun negatif isi materi
tersebut.
Sepuluh prinsip pengembangan materi tersebut akan dicapai dalam penelitian
ini. Pengembangan materi tersebut merupakan jembatan untuk menghasilkan suatu
produk yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran maupun
2.1.2 Pendidikan
Pendidikan adalah hal yang penting bagi kehidupan. Pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara (UU No. 20 tahun 2003). Sesuai dengan pasal 31 ayat 2 UUD 1945
menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan setiap orang.
Seorang harus memiliki pendidikan yang tinggi untuk menghadapi persaingan global.
Driyarkara (dalam Yunus, 2007: 16) menjelaskan bahwa pendidikan dapat
dicapai melalui berbagai cara. Peranan orang tua, sekolah maupun masyarakat sangat
diperlukan dalam proses pendidikan. Freire (dalam Yunus, 2007: 7) mengungkapkan
bahwa pendidikan merupakan hak dasar manusia untuk mempertahankan hidup.
Melalui pendidikan manusia akan mengolah segala informasi yang diterima untuk
memenuhi segala hasrat dan kebutuhannya. Sastrapratedja (dalam Winarti dan
Trianggadewi, 2015) menjelaskan empat sudut pandangan dalam pendidikan.
Pertama, menurut aliran fungsionalis. Pendidikan merupakan proses enkulturasi dan
akulturasi. Proses enkulturasi berarti mengadopsi budaya yang sudah ada sebelumnya
untuk proses pendidikan. Sedangkan proses akulturasi berarti proses pencampuran
budaya yang sudah ada dengan budaya yang baru untuk terwujudnya berbagai
Aliran yang kedua yaitu konflik. Aliran ini membantu kepentingan kelompok
dominan untuk mempertahankan adanya kesenjangan sosio ekonomi. Ketiga,
menurut aliran kritis membantu para pembelajar untuk berpikir kritis dan menyadari
keberadaannya terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya. Pandangan Sastrapratedja
yang terakhir adalah interpretif yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu
wilayah untuk mempelajari hal baru. Pendidikan selanjutnya merupakan proses
humanisasi yaitu usaha untuk memanusiakan manusia agar menjadi manusia
seutuhnya (Freire, dalam Yunus 2007: 1). Prinsip humanisasi ini dikembangkan
dalam pendidikan emansipatoris.
Pendidikan emansipatoris menempatkan guru dan siswa sebagai pembelajar.
Artinya, guru dan siswa sama-sama menjadi subjek dalam pembelajaran. Winarti dan
Trianggadewi (2015: 53) berpendapat bahwa pendidikan emansipatoris membantu
seseorang menyadari keberadaannya dalam lingkungan dan kemudian membantunya
mengambil keputusan dengan menyatukan hati, kehendak, dan budi. Pendidikan
emansipatoris ini setidaknya memiliki tiga kunci utama yaitu humanisasi, kesadaran
kritis dan mempertanyakan sistem.
Humanisasi berarti memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan
terbentuknya kesadaran kritis yang membantu terwujudnya relasi antara guru dan
siswa. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tinggi pada level
yang lebih kompleks (Gunawan, dalam Suprijono 2016). Kemampuan berpikir kritis
mengarahkan seseorang untuk membuat suatu keputusan. Terwujudnya kesadaran
seseorang baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Diperlukan dialog yang
nyata dalam mempertanyakan sistem untuk terwujudnya suatu realitas.
Mengutip pendapat Suprijono (2016) bahwa pendidikan emansipatoris
merupakan pendidikan yang menekankan aktivitas utama pada siswa. Kegiatan
pembelajaran berfokus pada perhatian siswa sebagai subjek pembelajaran dan
melandaskan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
yang berpusat pada siswa mendorong berkembangnya kesadaran reflektif yang
dimiliki siswa (Sartre, dalam Suprijono, 2016). Model pembelajaran yang berpusat
pada siswa ini membantu siswa membentuk pembiasaan yaitu membuat kesadaran
yang tidak disadari menjadi kesadaran yang disadari.
Salah satu bentuk pendidikan emansipatoris adalah Paradigma Pedagogi
Reflektif atau yang sering dikenal dengan PPR (Winarti dan Trianggadewi, 2015:
54). Peterson dan Nielsen (dalam Winarti dan Trianggadewi, 2015: 55) menjelaskan
lima hal yang berkaitan dengan siklus dalam PPR yaitu konteks, pengalaman, aksi,
refleksi, dan evaluasi.
Dalam konteks, guru perlu mengidentifikasi dunia yang dimiliki siswa
termasuk kehidupan sosial, politik, ekonomi dan hal lain yang dapat mempengaruhi
dunia siswa tersebut. Para guru juga perlu memperhatikan pemahaman awal siswa.
Pemahaman ini diperoleh dari lingkungan atau dari pembelajaran sebelumnya untuk
Pengalaman merupakan titik tolak dari PPR. Pengalaman yang dialami siswa
menunjuk pada kegiatan yang memuat ranah kognitif dan afektif. Keterkaitan antara
perasaan batin dan pemahaman intelektual mendorong siswa untuk melakukan suatu
tindakan. Selain itu, konfrontasi pengalaman baru dengan pengalaman yang lalu
mendorong siswa untuk mencari pemahaman lebih lanjut dan membantu siswa
memahami kenyataan lebih luas dan lebih mendalam. Pengalaman dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk pengalaman langsung bisa melalui
kegiatan diskusi, eksperimen, olahraga, maupun proyek lainnya. Dalam pengalaman
tidak langsung guru dituntut untuk merangsang imajinasi dan penggunaan panca
indera yang dimiliki siswa, sehingga siswa bisa memasuki kondisi nyata yang sedang
dipelajari.
Kegiatan refleksi merupakan proses untuk menemukan makna dengan
memahami kebenaran secara lebih baik, dengan mengerti reaksi dalam mempelajari
sesuatu, dengan memperdalam pemahaman tentang dampak yang telah dimengerti,
dengan berusaha menemukan makna dari kebenaran yang dipelajari, dengan mulai
mempelajari sikap apa yang harus ditunjukan kepada orang lain. Dalam kegiatan
refleksi ini para guru ditantang untuk merumuskan pertanyaan yang meluaskan
kesadaran siswa serta membuka kepekaan siswa terhadap dampak dari suatu hal yang
telah dipelajari untuk mengembangkan pengalaman ke arah yang lebih nyata dan
mendorong dan memberi kepastian tindakan yang akan dilakukan setelah
mempelajari suatu hal.
Aksi menunjuk pada pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman
yang telah direfleksikan. Dalam kegiatan ini, siswa mempertimbangkan pengalaman
yang telah diperoleh dari sudut pandangnya. Setelah seorang siswa dapat memahami
pengalaman tersebut dalam segi pengetahuan maupun sikap, maka ia akan mulai
tergerak untuk melakukan suatu tindakan. Pilihan yang dilakukan siswa atas tindakan
tersebut dapat positif maupun negatif sesuai dengan pemahaman siswa.
Selanjutnya, para guru perlu melakukan evaluasi untuk mengetahui
keberhasilan maupun kekurangannya dalam melakukan proses pembelajaran. Tes,
ulangan, ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai kemampuan dan keterampilan
yang telah dikuasai oleh siswa. Kegiatan evaluasi ini mendorong guru maupun siswa
dalam memperhatikan perkembangan intelektual dan mengidentifikasi kekurangan
dalam pembelajaran untuk kemudian diperbaiki demi terciptanya pembelajaran yang
lebih kondusif dan efisien.
Penelitian ini berlandaskan pada konsep pendidikan emansipatoris yang
terwujud dalam Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Konsep-konsep dasar tersebut
dikembangkan melalui proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berpendapat, mendorong terjalinnya kerja sama dalam menemukan
pengetahuan, mengembangkan sikap tanggung jawab, refleksi diri, dan berbagai
kegiatan yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu,
bermakna (Suprijono, 2016: 40). Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari
lingkungan tempat tinggal siswa.
2.1.3 Lingkungan
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan
(Sastrosupeno, 1984) (Tilaar, 2011) (Hamzah, 2013) menyatakan bahwa lingkungan
merupakan kondisi yang mempengaruhi kesejahteraan mahluk hidup. Lingkungan
hidup menurut UU No 32 tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mempengaruhi kelangsungan
hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Suatu lingkungan
disebut dengan ekosistem dimana adanya interaksi antar makhluk hidup maupun
benda tak hidup yang kemudian diolah menjadi kebudayaan maupun peradaban.
Interaksi yang seimbang dan harmonis antar makhluk hidup maupun benda tak hidup
ini kemudian menciptakan keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem
berdampak pada keselarasan dan kesejahteraan hidup manusia. Sebagian dari kondisi
seimbang ini dikendalikan oleh manusia.
Dalam pelaksanaannya, keseimbangan ekosistem ini dapat terganggu oleh ulah
manusia itu sendiri dengan akibat terjadinya kerusakan lingkungan yang
menyebakan terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran air, tanah, udara,
perubahan iklim dan suhu, bahkan juga berkurangnya kemampuan regulasi dan
regenarasi makhluk hidup karena interaksi yang terganggu. Salah satu penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan ini adalah rendahnya kesadaran perilaku manusia
dalam menjaga kelestarian alam.
Perubahan gaya dan perilaku masyarakat yang ramah terhadap lingkungan bisa
diciptakan melalui pendidikan lingkungan. Melalui pendidikan lingkungan ini
seseorang memiliki bekal untuk memelihara lingkungan guna memenuhi kebutuhan
hidup (Hamzah, 2013). Dalam konferensi UNESCO tahun 1978 (dalam Hamzah
2013: 39) dijelaskan bahwa pendidikan lingkungan merupakan proses mengenali nilai
dan konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup manusia.
Pendidikan lingkungan memiliki tujuan sebagai misi untuk terbentuknya suatu
sikap dan perilaku manusia yang kaitannya dengan lingkungan. Tujuan pendidikan
lingkungan tercantum dalam konferensi Tibilis pada tahun 1977 (dalam Hamzah,
2013: 39). (1) Pendidikan lingkungan membantu menyelesaikan masalah kepedulian
yang berkaitan dengan bidang ekonomi, sosial, politik dan ekologi, (2) membantu
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan komitmen untuk memelihara lingkungan,
(3) menciptakan perilaku masyarakat yang peduli terhadap lingkungan. Yusuf (dalam
Hamzah, 2013: 49) menekankan bahwa pendidikan lingkungan harus didasarkan pada
empat hal, yaitu learning to do, learning to live together, learning to be, dan learning
Pendidikan lingkungan hidup harus berdasarkan learning to do, artinya
pendidikan lingkungan harus mampu menanamkan sikap, kemampuan dan
keterampilan dalam melestarikan lingkungan hidup. Learning to live together, bahwa
pendidikan lingkungan juga harus bisa untuk menanamkan cara hidup bersama di
bumi serta cara memelihara kelestariannya. Learning to be, pendidikan lingkungan
hendaknya bisa membangun keyakinan manusia akan alam sehingga mampu
memperlakukan alam dengan bijaksana. Learning to know, pendidikan lingkungan
diarahkan agar para siswa mengetahui dan memahami lingkungan dengan segala
aspek yang ada di dalamnya.
Pendidikan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku manusia dalam
memahami dan melestarikan lingkungan. Pendidikan lingkungan memupuk sikap
terampil dalam melestarikan lingkungan. Melalui pendidikan lingkungan individu
akan terbantu dalam proses mengembangkan sikap kesadaran dan kepedulian untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan lingkungan.
2.1.4 Kesadaran dan Kepedulian
Kesadaran berasal dari kata sadar yang berarti keadaan mengenali dirinya
(Wojowasito, 1999). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sadar berarti
insaf, merasa tahu, dan mengerti. Pius dan Sonia (2014) berpendapat bahwa
kesadaran berarti keadaan seseorang dalam mengenali dirinya untuk menentukan
juga disetujui Solso (2008) yang menyatakan bahwa kesadaran merupakan kesiagaan
terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan.
Soekanto (dalam Jamanti, 2014) menyatakan bahwa kesadaran terdiri dari
empat domain yaitu pengetahuan, sikap, pemahaman, dan pola perilaku. Pendapat ini
disederhanakan oleh ahli psikologi pendidikan yaitu Benyamin S. Bloom yang
membagi kesadaran menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor
(Jamanti, 2014). Ketiga bagian tersebut dijelaskan oleh Notoatmodjo (dalam Jamanti,
2014). Pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan tersebut berasal dari indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa, dan peraba. Pengetahuan ini kemudian dibagi lagi menjadi enam
tingkatatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Sikap merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus maupun objek
(Jamanti, 2014). Jamanti juga membagi sikap menjadi beberapa tingkatan, yaitu
menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan
bertanggungjawab (responsible). Seseorang dikatakan menerima apabila mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan suatu objek. Merespon berarti memberikan
jawaban, mengerjakan suatu tindakan, ataupun menunjukkan bahwa orang tersebut
mengerti apa yang dimaksudkan oleh objek. Seseorang yang menghargai berarti ia
berani mengajak orang lain untuk mengerjakan sesuatu atau mendiskusikan suatu
masalah. Seorang yang bertanggung jawab berarti ia berani mengambil risiko atas
Domain selanjutnya adalah perilaku atau tindakan. Jamanti (2014) membagi
perilaku menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan pertama yaitu persepsi (perception).
Persepsi berarti mengenal objek yang sehubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan. Tingkatan kedua yaitu respon terpimpin (guided response). Respon
terpimpin dimaksudkan mengurutkan sesuatu atau objek dengan benar sesuai dengan
contoh. Ketiga, mekanisme (mecanism). Jika seseorang telah melakukan sesuatu
dengan benar, maka secara otomatis sudah merupakan kebiasaan. Keempat, adopsi
(adoption) yang merupakan tindakan modifikasi dari keadaan sebelumnya dan sudah
berkembang dengan baik.
Kesadaran merupakan hasil dari berpikir masyarakat. Jika seseorang mampu
mengenal dirinya sendiri berarti ia mampu meningkatkan kualitas kehidupannya
sehingga mampu menimbulkan kesadaran. Begitu halnya ketika seseorang mampu
berkomunikasi, artinya ia mampu mendapatkan dan menyampaikan informasi.
Sedangkan bertanggung jawab akan menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya
suatu hal. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa kesadaran adalah
tergeraknya jiwa seseorang terhadap keadaan dirinya sendiri maupun terhadap
keadaan lingkungan sekitarnya. Jika seseorang sudah tergerak jiwanya maka ia akan
mulai memiliki kepedulian terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya.
Kepedulian berasal dari kata peduli yang berarti mengindahkan atau
memperhatikan (KBBI, 2003). Tronto (1993) menjelaskan bahwa kepedulian berarti
pencapaian terhadap sesuatu. Nodding (2002) berpendapat bahwa kepedulian berarti
menjadikan kita terkait dengan sesuatu di luar diri kita dengan usaha menghargai
maupun berbuat baik terhadapnya. Swanson (dalam Sihombing, 2014) menjelaskan
lima dimensi dalam kepedulian yaitu mengetahui, turut hadir, melakukan,
memungkinkan, dan mempertahankan keyakinan.
Mengetahui berarti usaha untuk memahami kejadian yang ada di sekitarnya
melalui pencarian isyarat verbal maupun non verbal dan berusaha terlibat di
keduanya. Turut hadir merupakan upaya menyampaikan ketersediaan dan perasaan
terkait dengan emosi. Melakukan berarti tindakan yang dilakukan untuk sesuatu di
sekitarnya seperti menjaga, melestarikan, merawat, melindungi, dan mendahulukan.
Memungkinkan merupakan sebuah usaha memberi peluang tercapainya sesuatu
dengan memberikan informasi, penjelasan, dukungan, perhatian dan memberikan
alternatif. Sedangkan mempertahankan keyakinan merupakan usaha mendukung dan
mendorong untuk memaknai dan memelihara sikap dengan penuh harapan.
Kepedulian memiliki beberapa tujuan. Leininger (dalam Sihombing, 2014)
menyatakan tujuan kepedulian, yaitu (1) membantu mencapai aktualisasi diri, yaitu
untuk mengembangkan potensi diri, mengembangkan kemampuan fisik, maupun
mengembangkan kemampuan kognitif, (2) memperbaiki perhatian maupun
pengalaman seseorang yang kemudian dilanjutkan dengan mengekspresikan perasaan
melalui suatu hubungan.
Kesadaran lingkungan adalah keadaan tergeraknya jiwa seseorang terhadap
lingkungannya sehingga mampu mengendalikan diri di lingkungannya. Sedangkan
dengan upaya memperbaiki, melestarikan, dan mencegah pencemaran lingkungan.
Kesadaran dan kepedulian lingkungan dapat dilaksanakan melalui pendidikan
lingkungan. Model Conservation Scout menjadi salah satu model yang digunakan
sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran berkaitan dengan
pendidikan lingkungan.
2.1.5 Model Conservation Scout
Davis (dalam Widodo, 2014) menjelaskan pembelajaran berbasis lingkungan
adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, guru, dan masyarakat yang bekerja sama
dan secara demokratis terbuka terhadap masalah yang berkaitan dengan pertanyaan
lingkungan, isu, dan masalah lainnya. Pembelajaran berbasis lingkungan menjadikan
lingkungan sebagai sarana dalam belajar. Dalam hal ini, siswa dan guru menyadari,
mengetahui, menyikapi, terampil, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan (Widodo, 2014).
Model Conservation Scout merupakan model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menanamkan pendidikan lingkungan melalui sebuah konservasi
sederhana yang menyenangkan (Suseno, 2016). Seperti halnya model pembelajaran
lainnya, model Conservation Scout juga memiliki metode. Metode dari model CS
tersebut antara lain kebun konservasi, area konservasi di dalam ruangan, minitrip
(perjalanan ke alam terbuka), dan eksperimen sederhana (Suseno, 2016: 4).
Metode kebun konservasi merupakan cara menanam tanaman dengan
memelihara dan membudidayakan tanaman maupun hewan yang terdapat dalam
ruangan. Siswa bisa menyediakan akuarium untuk memelihara hewan-hewan yang
tidak berbahaya seperi ikan, kura-kura, dan hamster. Siswa juga dapat memelihara
tanaman dalam wadah yang diletakkan di dalam ruangan. Tanaman mini yang
dibudidayakan dalam wadah disebut dengan Terarium. Salah satu contohnya adalah
tanaman kaktus (Suseno, 2016:4).
Metode selanjutnya adalah minitrip, yaitu perjalanan siswa mengunjungi kebun
binatang atau cagar alam untuk mengetahui keanekaragamannya. Metode yang
terakhir adalah eksperimen sederhana. Eksperimen sederhana merupakan kegiatan
untuk mengetahui atau mengidentifikasi suatu topik, misalnya mengidentiikasi
terjadinya banjir dan mengidentifikasi kerusakan lingkungan hidup. Siswa terlibat
langsung dalam eksperimen sederhana ini, sehingga siswa dapat mudah memahami
isi dan maksud dari topik pembelajaran yang disampaikan melalui sebuah
eksperimen.
Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen sederhana dengan
teknik kampanye dan peer tutoring atau tutor sebaya. Siswa akan menyampaikan
pengalaman yang didapatkan selama pembelajaran kepada orang lain. Siswa belajar
langsung tentang lingkungan melalui eksperimen “Penyebab Banjir” dan “Fungsi
Akar”. Model Conservation Scout diharapkan mampu menciptakan generasi yang
mampu mewujudkan kesadaran dan kepedulian lingkungan sehingga mampu
Pembelajaran melalui model Conservation Scout untuk menanamkan
pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Jean
Piaget (dalam Crain, 2007) meneliti mengenai tahapan perkembangan kognitif pada
anak. Berikut adalah tabel tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget.
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Usia Karakteristik/Perilaku
Sensori-Motorik
Lahir-2 tahun
Mampu mengorganisasikan skema tindakan fisik seperti menghisap, memukul, dan menggenggam untuk menghadapi dunia.
Pra-Operasional 2-7 tahun
Anak belajar berpikir menggunakan simbol dan pencitraan batiniah, pikirannya belum begitu logis dan masih belum sistematis, menyamaratakan sesuatu berdasarkan pengalaman bebas.
Operasional Konkret
7-11 tahun
Mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, mengacu pada objek dan aktivitas konkret.
Operasional Formal
11 tahun-dewasa
Mampu berpikir secara konseptual dan berpikir secara hipotesis.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa siswa sekolah dasar termasuk dalam
tahap operasional konkret (7-11 tahun). Siswa sekolah dasar pada umumnya mampu
mengembangkan berpikir secara sistematis yang mengacu pada objek dan aktivitas
konkret. Dengan mengalami langsung kegiatan atau pembelajaran (learning by doing)
dapat menciptakan pengalaman dan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Maria Montessori, doktor wanita pertama di dunia yang terkenal berkat
karyanya “Metode Montessori” juga memiliki pandangan tentang anak. Montessori
(Montessori, 2002) meyakini bahwa anak menyukai permainan karena melalui
mudah menerima stimulus atau informasi baru. Dalam usia ini anak sedang
memasuki tahap kepekaan (sensitive periode).
Montessori juga menjelaskan bahwa perkembangan anak tidak lepas dari peran
lingkungan. Stimulus dan berbagai infomasi dari lingkungan dapat menentukan
perkembangan intelektual, emosial, dan spiritual anak. Dalam mengolah
pengetahuannya, anak juga memerlukan bantuan orang dewasa. Anak akan menyerap
berbagai informasi dan pengalaman yang dialami di lingkungannya. Anak kemudian
akan mengadaptasi informasi dan pengalaman tersebut untuk diterapkan dalam
kehidupan pribadinya. Dalam tahap ini dikenal dengan konsep ingatan yang meresap
(absorbment minds).
Sejalan dengan Montessori, ahli konstruktivisme Vygotsky juga menyatakan
bahwa anak akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam
Zone of Proximal Development (ZPD). Anak bekerja dalam ZPD jika anak tidak
dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah
mendapat bantuan orang dewasa atau temannya. Vygotsky percaya bahwa anak akan
jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Vygotsky membedakan
antara zone of actual development dan zone of potential development pada anak.
Zo