• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI POLIHIDROKSIALKANOAT DARI AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA : UJI KONSISTENSI PRODUK DAN PERBAIKAN PROSES PENGAMBILAN PHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKSI POLIHIDROKSIALKANOAT DARI AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA : UJI KONSISTENSI PRODUK DAN PERBAIKAN PROSES PENGAMBILAN PHA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI POLIHIDROKSIALKANOAT DARI AIR LIMBAH

INDUSTRI TAPIOKA :

UJI KONSISTENSI PRODUK DAN

PERBAIKAN PROSES PENGAMBILAN PHA

Rety Setyawaty dan Tjandra Setiadi

Departemen Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa no. 10 Bandung, 40132

Telp (022) 2500989 Fax (022) 2501438 email : tjandra @ che.itb.ac.id

Abstrak

Polihidroksialkanoat (PHA) merupakan suatu jenis plastik biodegradabel yang berpotensi besar untuk menggantikan plastik konvensional, akan tetapi harganya relatif mahal. Pengolahan air limbah industri tapioka untuk memproduksi PHA dengan menggunakan sistem lumpur aktif yang merupakan kultur campuran, diharapkan dapat menurunkan biaya produksi PHA tanpa menurunkan kinerja lumpur aktif sebagai pengolah lmbah. Air limbah industri tapioka mempunyai kandungan senyawa organik tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme yang terdapat di dalam lumpur aktif.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari konsistensi produk PHA dengan melakukan pengulangan setiap tempuhan dan perbaikan tahap pengambilan PHA dalam satu siklus sequencing batch reactor (SBR) selama 9 jam. SBR dioperasikan dengan volum kerja 6 L dengan waktu pengumpanan selama 2 jam dan 3 jam dan kondisi pengumpanan anaerob. Selain itu dalam satu siklus SBR terdapat variasi waktu aerob-anaerob.

Pada penelitian ini diperoleh kandungan PHA tertinggi pada tempuhan 1 tanpa dilakukan pengontrolan pH dengan variasi waktu aerob-anaerob = 2 jam : 4 jam yaitu sebesar 0,292 g/g sel. Berdasarkan analisa statistika, konsistensi perolehan PHA hanya diperoleh pada tempuhan 4 sedangkan tempuhan 1, 2, dan 3 tidak diperoleh konsistensi perolehan PHA. Perbaikan terhadap tahap pengambilan PHA diperlukan agar diperoleh tekstur plastik yang baik. Perbaikan tersebut dengan cara menambah proses penyaringan terhadap larutan PHA dalam kloroform dan proses debubbling.

Kata kunci : air limbah tapioka, polihidroksialkanoat (PHA), SBR (Sequencing Batch Reactor)

Pendahuluan

Plastik telah dikenal luas dalam kehidupan manusia karena sifat ringan, praktis, ekonomis, dan tahan terhadap pengaruh lingkungan menjadi unggulan dari plastik. Karenanya plastik dapat digunakan untuk menggantikan bahan-bahan lain yang tidak tahan lama. Namun tanpa disadari pemakaian plastik ini menimbulkan sampah, yang kian hari semakin bertambah akibat sulit terdegradasi sehingga menjadi masalah bagi lingkungan.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah sampah plastik adalah penggunaan plastik biodegradabel. Polihidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu jenis plastik biodegradabel yang berpotensi besar untuk menggantikan plastik konvensional. Lebih dari 40 jenis PHA dan kopolimernya telah ditemukan dan dinyatakan sebagai material yang ramah lingkungan. Polimer-polimer ini terbiodegradasi sempurna menjadi karbondioksida dan air setelah beberapa bulan penguburan dalam tanah. Berbagai mikroorganisme seperti Alcaligenes,

Azotobacter, Bacillus, Nocardia, Pseudomonas, dan Rhizobium dapat mengakumulasi polihidroksialkanoat

sebagai material cadangan energi dalam sel (Jogdand, 2000). Produksi PHA mengalami kendala dalam hal biaya produksi yang tinggi yang disebabkan biaya bahan baku glukosa dan biaya pengolahan (pengambilan PHA dari sel mikroorganisme). Upaya untuk mengurangi biaya produksi antara lain dengan mencari bahan baku pengganti glukosa yang harganya relatif lebih murah. Salah satu bahan baku yang dapat digunakan adalah air limbah industri tapioka yang mempunyai kandungan senyawa organik relatif tinggi.

(2)

Produksi PHA yang banyak dilakukan menggunakan kultur murni memerlukan biaya yang tinggi untuk pembiakan dan sterilisasi substrat akibatnya biaya produksi menjadi tinggi. Penelitian Chua dkk. [1997] menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam lumpur aktif dapat mengakumulasi PHA. Oleh karena itu dikembangkan pemakaian kultur campuran, lumpur aktif sebagai pengganti kultur murni untuk memproduksi PHA. Pemakaian sequencing batch reactor (SBR) sebagai salah satu modifikasi sistem sistem lumpur aktif dapat menjamin tercapainya kondisi ini, karena pengontrolan dalam SBR dapat dilakukan dengan mudah.

Beberapa penelitian [Rahayu, 2004] telah dilakukan di laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Departemen Teknik Kimia ITB untuk memproduksi PHA dengan memakai SBR dan air limbah tapioka sebagai substrat. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil kandungan PHA rata-rata sebesar 0,18 g/g sel dengan penyisihan COD tertinggi sebesar 88,69% untuk variasi waktu aerob-anaerob antara 4-5 jam secara berselang-seling.

Bahan Dan Metoda Penelitian

Pada penelitian sebelumnya terbatas dalam hal pengulangan setiap tempuhan, akibatnya hanya dilakukan sistem kontinu. Begitu pula tinjauan ke arah perbaikan proses pengambilan PHA kurang diperhatikan akibatnya tekstur plastik yang dihasilkan kurang memuaskan. Pada penelitian ini produksi polihidroksialkanoat dilakukan dengan memakai sequencing batch reactor yang dilengkapi dengan sistem pengendali jalannya proses aerob-anaerob dan sistem yang digunakan adalah sistem batch. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari konsistensi produk PHA dengan melakukan pengulangan setiap tempuhan dan perbaikan proses pengambilan PHA.

Peralatan

Peralatan yang digunakan meliputi peralatan utama dan peralatan analisis. Peralatan utama terdiri dari

rangkaian SBR yang berupa bioreaktor berukuran 20x20x25 cm3 dan terbuat dari bahan flexiglass. Bioreaktor

dilengkapi sistem pengendali untuk mengatur aerasi, mengatur pengadukkan, mengatur pengumpanan, dan sistem pembuangan. Sistem pengendali operasi berbasis komputer ini dibuat oleh Laboratorium Kontrol Departemen Teknik Fisika FTI-ITB. Hasil yang diperoleh dari proses yang dilakukan peralatan utama dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Peralatan yang diperlukan untuk menganalisis sampel hasil percobaan meliputi instrumen analisis dan peralatan penunjang. Instrumen analisis terdiri dari pH meter, oven, alat sentrifugasi, alat pengukur titik leleh, spektrofotometer UV, neraca, dan unit penghancur (digestion unit). Sedangkan peralatan penunjang antara lain desikator, perangkat distilasi, perangkat penyaringan, buret, pipet volum, labu takar, gelas ukur, alat cetakan, dan lain-lain.

Personal Computer Pompa kompresor udara Pengaduk Magnetik on/off controller Sirkuit Controller Filling udara valve valve Reaktor sludge effluent valve 's controller valve 's controller on/off controller Card PCL-812

Gambar 1. Sistem peralatan percobaan

Gambar 1 adalah rangkaian alat yang digunakan untuk memproduksi PHA dalam satu siklus SBR (9 jam) di Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam percobaan adalah limbah cair industri tapioka. Bahan-bahan lain yang digunakan berupa bahan kimia yang diperlukan untuk analisa.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi dua tahap, yaitu tahap pembibitan dan tahap percobaan utama. Dari tahap pembibitan diharapkan diperoleh kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif yang tinggi. Pada penelitian ini air limbah industri tapioka langsung diumpankan ke dalam reaktor SBR yang di dalamnya berisi lumpur aktif dengan jumlah mikroorganisme tertentu.

(3)

Tahap percobaan utama diawali dengan memasukkan 1,5 L lumpur aktif ke dalam reaktor. Kemudian air limbah tapioka dimasukkan ke dalam reaktor dengan waktu pengisian diatur selama 2 jam. Air limbah tapioka yang digunakan memiliki nilai COD pada kisaran 1500-8000 mg/L. Variasi yang dilakukan adalah memvariasikan waktu aerob dan anaerob dalam tempuhan 1, 2, 3, dan 4 seperti diberikan pada tabel 1.

Tabel 1. Variasi tempuhan Jam ke- Tempuhan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4

pengumpanan aerob pengeluaran

Pada setiap akhir siklus, sampel diambil dan dianalisis untuk besaran-besaran chemical oxygen demand (COD), total Kjedahl nitrogen (TKN), kandungan fosfat, dan kandungan PHA.

Hasil Dan Pembahasan

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pembentukan polihidroksialkanoat (PHA) dari air limbah industri tapioka pada sistem pengolahan lumpur aktif dengan sequencing batch reactor (SBR). Selain itu juga akan disajikan karakteristik air limbah industri tapioka yang digunakan pada penelitian ini.

Karakteristik air limbah industri tapioka

Air limbah tapioka yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari industri kecil tapioka dan diperoleh dari hasil pengendapan pati. Tapioka berasal dari tanaman musiman ketela pohon atau yang dikenal dengan sebutan singkong. Pada penelitian ini air limbah industri tapioka diambil dari dua tempat yang berbeda, yaitu air limbah industri tapioka yang berasal dari Padalarang dan Sumedang, Jawa Barat. Masing-masing tempat memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam tabel 2 ditampilkan karakteristik rata-rata air limbah tapioka yang diambil di daerah Padalarang dan Sumedang, Jawa Barat.

Tabel 2. Karakteristik air limbah industri tapioka selama percobaan dilakukan Daerah Asal

Padalarang Sumedang Parameter

Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata

COD (mg/L) 6000 – 8000 7000 6000 – 12000 9000

TKN (mg/L) 300 – 670 485 50 – 62 56

PO43- (mg/L) 4000 – 12000 4000 5000 – 5500 5400

Asam lemak volatil

(mg/L asam asetat) 30 – 60 45 30 – 100 65,36

pH 3,6 – 4,4 4 3,6 – 4,4 4

Catatan : rata-rata dari 16 data

Air limbah tapioka sebelum digunakan dilakukan pengaturan pH, pengukuran COD, TKN dan kandungan fosfatnya. Pengaturan pH umpan antara 6,8-9 ditujukan untuk memberikan kondisi di dalam reaktor yang ideal bagi pertumbuhan mikroba dalam lumpur aktif.

Perbandingan berbagai tempuhan

Pada bagian ini akan dibahas mengenai konsistensi persentase kandungan hidrovalerat yang diperoleh, dan kandungan PHA yang diperoleh dari pengulangan yang dilakukan, sekaligus melihat kinerja berbagai tempuhan yang dilakukan berdasarkan pengamatan dan berdasarkan analisa secara statistika.

Pengamatan persen HV dan kandungan PHA

Pada penelitian kali ini, kandungan hidroksivalerat relatif tinggi diperoleh pada tempuhan 3 dan 4 sekitar 23-24%. Pengamatan persentase hidroksivalerat (HV) dapat dilakukan secara visual yaitu dengan cara melakukan pengamatan setelah proses penggoyangan (shaker) selama sehari. Kandungan HV (hidroksivalerat) dapat dikatakan relatif tinggi apabila setelah proses penggoyangan, larutan bagian tengah yang berisi padatan hasil penghancuran sel dan tidak memadat sempurna namun cenderung masih tercampur dengan larutan bagian atas yang berisi hypochlorite dan air.

(4)

Selain itu, kandungan hidroksivalerat yang diperoleh relatif tinggi dikarenakan periode anaerob yang lebih panjang menyebabkan hambatan terhadap siklus TCA yang semakin besar, sehingga asetil-koA dan propionil-koA yang tersedia semakin banyak. Mino dkk. [1998] menyatakan bahwa semakin lama periode anaerob maka kemungkinan pembentukan kopolimer HV semakin besar. Satuan HV terbentuk dari ikatan asetil-KoA dengan propionil-KoA. Kedua prekursor ini dihasilkan dari jalur yang berbeda, yaitu jalur glikolisis yang berlangsung pada kondisi aerob menghasilkan asetil-KoA dan jalur suksinat-propionat yang berlangsung pada kondisi anaerob menghasilkan propionil-KoA. Ikatan antara asetil-koA dan propionil-koA akan membentuk 3-ketovaleril-koA yang pada akhirnya membentuk 3-hidroksivalerat.

Untuk merangsang terbentuknya PHA maka kondisi pada saat pengumpanan diatur anaerob. Hal ini dimaksudkan agar mikroorganisme lumpur aktif tidak langsung menggunakan limbah cair tapioka sebagai sumber karbon untuk memperbanyak sel namun diharapkan dengan kondisi anaerob saat pengumpanan asetoasetil-koA akan terakumulasi sehingga akan merangsang terbentuknya PHA.

Menurut Chua dan Yu [1999], kopolimer diakumulasi oleh bakteri lumpur aktif. Maka, pada penelitian kali ini diasumsikan bahwa polimer yang terbentuk merupakan kopolimer dari P(HB-ko-HV) dan diperkuat juga dengan data pengamatan titik leleh PHA. Selain itu menurut Wong, dkk [2000], titik leleh standar PHB adalah

177oC sedangkan titik leleh PHV standar adalah 100oC. Titik leleh yang diperoleh pada penelitian yang

dilakukan kali ini, berada diantara PHB dan PHV, maka dapat disimpulkan bahwa polimer yang terbentuk merupakan gabungan keduanya atau lebih dikenal dengan kopolimer. Jadi apabila titik leleh PHA yang diamati makin rendah, maka dapat dinyatakan bahwa kandungan HV makin besar, dengan kata lain kandungan HB makin kecil. Pada gambar 2-3 dan 4-5 disajikan data persentase hidroksivalerat (HV) dari setiap tempuhan berikut kandungan PHA yang diperoleh. Dari gambar terlihat bahwa untuk mendapatkan hidroksivalerat (HV) yang konstan dengan pengulangan yang dilakukan untuk variasi yang sama sangat sulit dikarenakan kondisi umpan dan mikroorganisme yang digunakan untuk satu kali pengulangan berbeda. Sama halnya dengan kandungan PHA yang diperoleh pun sukar untuk mencapai nilai yang konstan walaupun dilakukan pengulangan.

Persentase HV -10 0 10 20 30 40 50 20/09/2004 09/11/2004 29/12/2004 17/02/2005 08/04/2005 28/05/2005 Tanggal HV ( % ) Tempuhan 1 Tempuhan 2 Persentase HV -10 0 10 20 30 40 50 29/12/2 004 08/01/2 005 18/01/2 005 28/01/2 005 07/02/2 005 17/02/2 005 27/02/2 005 09/03/2 005 Tanggal HV ( % Tempuhan 3 Tempuhan 4

Gambar 2. Persentase HV tempuhan 1 dan 2 Gambar 3. Persentase HV tempuhan 3 dan 4

-0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 20/09/2004 09/11/2004 29/12/2004 17/02/2005 08/04/2005 28/05/2005 Tanggal K andung an P H A (g P H A /g s el ) Tempuhan 1 Tempuhan 2 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 29/12/2 004 08/01/2 005 18/01/2 005 28/01/2 005 07/02/2 005 17/02/2 005 27/02/2 005 09/03/2 005 Tanggal K a ndun ga n P H A ( g P H Tempuhan 3 Tempuhan 4

Gambar 4. Kandungan PHA tempuhan 1 dan 2 Gambar 5. Kandungan PHA tempuhan 3 dan 4 Pada gambar 4 dan 5 dijelaskan mengenai kandungan PHA tiap tempuhan. PHA terutama dibentuk pada periode anaerob yaitu saat terjadi hambatan terhadap siklus TCA, sehingga semakin panjang periode aerob maka PHA yang dihasilkan semakin rendah. Pada periode anaerob, substrat organik dari air limbah tapioka diambil dan mikroorganisme lumpur aktif memproduksi PHA dengan mengkonsumsi poliphosfat dalam sel sebagai sebagai sumber energi.

(5)

Sedangkan pada periode aerob, mikroorganisme lumpur aktif memakan PHA sebagai substrat intraseluler untuk tumbuh. Dilain pihak mikroorganisme lumpur aktif memproduksi kembali polifosfat [Mino dkk, 1998].

Konsistensi produk dan perbedaan produk berdasarkan analisa statistika

Pada bagian ini akan dibahas mengenai konsistensi produk polihidroksialkanoat (PHA) berdasarkan analisa secara statistika. Analisa ini dilakukan dengan memakai software minitab. Dengan memakai software

minitab dapat diperoleh rentang konsistensi produk PHA setiap tempuhan pada rentang kepercayaan (confidence interval) 95%. Data hasil perhitungan dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3. Rentang confidence interval 95% setiap tempuhan (data kandungan PHA)

Tempuhan Rentang confidence interval 95% untuk rata-rata

1 0,050543 – 0,152554

2 0,018796 – 0,067738

3 0,020828 – 0,059527

4 -0,001362 – 0,064111

Berdasarkan data rentang confidence interval pada tingkat keyakinan 95%, dapat disimpulkan bahwa pada tempuhan 4 diperoleh konsistensi kandungan PHA dengan kandungan PHA yang diperoleh kecil dan berada pada rentang confidence interval dengan tingkat keyakinan 95%. Sedangkan tempuhan 1, 2, dan 3 berdasarkan perolehan PHA tidak diperoleh suatu konsistensi produk dengan kandungan PHA jauh lebih besar dibandingkan tempuhan 4.

Perbaikan pada proses pengambilan PHA

Penelitian tentang produksi polihdroksialkanoat (PHA) sudah lama dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses Departemen Teknik Kimia ITB, namun cara yang umum dilakukan untuk memperoleh PHA yaitu dengan cara menghancurkan dinding sel mikroorganisme lumpur aktif dengan menambahkan hypochlorite, diekstraksi dengan kloroform, digoyang dalam alat penggoyangan selama sehari, disentrifugasi untuk memisahkan PHA, dan melakukan pencetakan PHA hingga diperoleh plastik kering. Namun cara tersebut tidak memberikan tekstur plastik yang baik. Perbandingan tekstur plastik yang diperoleh berdasarkan cara lama, memakai alat Sonikator [PAU Bioteknologi, ITB], dan dengan perbaikan tahap pengambilan PHA dapat dilihat dalam gambar 6-8.

Gambar 6. Plastik yang dihasilkan Gambar 7. Plastik yang dihasilkan Gambar 8. Plastik yang dihasilkan dengan metoda sebelumnya dengan memakai alat Sonikator dengan perbaikan proses

[PAU Bioteknologi, ITB]

Dari gambar 6 terlihat bahwa tekstur plastik yang dihasilkan tidak baik disebabkan masih terdapat udara yang terjebak di dalam larutan PHA dan kloroform. Hal ini dikarenakan sifat kloroform sebagai pelarut organik yang dapat mendegradasi polimer, dapat memperangkap udara sehingga mengakibatkan penggelembungan berlebihan. Oleh karena itu dilakukan perbaikan pada tahap pengambilan PHA sehingga diperoleh plastik dengan tekstur lebih baik.

Cara tersebut antara lain :

1. Lumpur hasil satu siklus SBR ditambahkan larutan hypochlorite untuk menghancurkan dinding sel mikroorganisme dimana di dalamnya terkandung PHA hingga diperoleh perubahan warna lumpur menjadi kuning,

2. Sel yang sudah dihancurkan ini, kemudian ditambahkan kloroform yang berfungsi untuk melarutkan PHA karena sifat PHA yang mudah larut dalam kloroform,

3. Setelah semuanya tercampur dalam satu erlemeyer, dilakukan penggoyangan (shaker) selama sehari, dengan tujuan agar terbentuk tiga lapisan yang terdiri dari lapisan atas berisi hypochlorite yang terlarut dalam air, sisa sel yang tidak mengandung PHA (sel debris), dan lapisan bawah yang mengandung PHA terlarut dalam kloroform,

(6)

4. Selesai proses penggoyangan, campuran ini dipindahkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan sampai terbentuk tiga lapisan kembali,

5. Lapisan terbawah yang berisi PHA terlarut dalam kloroform dikeluarkan lebih dahulu, yang menyisakan dua lapisan,

6. Untuk meyakinkan PHA terlarut tidak terdapat dalam dua lapisan ini, dilakukan sentrifugasi, sehingga pemisahan menjadi lebih baik dan sempurna,

7. PHA terlarut dalam kloroform kemudian disaring dengan memakai penyaring buchner untuk meyakinkan tidak ada hypochlorite yang ikut terbawa dalam larutan PHA karena akan berpegaruh pada tekstur plastik yang dihasilkan setelah proses pencetakan dan pengeringan dilakukan,

8. Larutan PHA dalam kloroform hasil penyaringan kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada temperatur 2oC selama dua hari, untuk menghilangkan udara yang terjebak di dalam larutan kloroform yang berisi PHA (debubbling), dan

9. Setelah proses debubbling selesai barulah dilakukan pencetakan (casting) sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan.

Selain itu, pada penelitian ini pun digunakan alat Sonikator [PAU Bioteknologi, ITB] yang berfungsi untuk menghancurkan dinding sel mikroorganisme yang diperoleh dari satu siklus SBR. Prinsip alat ini yaitu memakai gelombang suara dengan frekuensi tertentu yang dipakai untuk menghancurkan dinding sel mikroorganisme dan diperoleh PHA. Plastik yang dihasilkan dapat dilihat dalam gambar 3.3. Namun alat yang terdapat di PAU, ITB memiliki keterbatasan yakni kapasitasnya yang kecil dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghancurkan dinding sel (hanya 50 mL lumpur yang dapat dihancurkan dengan waktu 2 jam).

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Air limbah industri tapioka yang digunakan berasal dari Sumedang dan Padalarang yang memiliki karakteristik relatif berbeda.

2. Lamanya waktu pengumpanan berpengaruh terhadap perolehan PHA.

3. Kandungan hidroksivalerat (HV) tempuhan 3 dan 4 relatif tinggi (23-24%) dibandingkan tempuhan 1 dan 2 (15-17%).

4. Kinerja tempuhan 1 cukup baik untuk produksi PHA dengan perolehan yang relatif tinggi.

5. Pada tempuhan 4 berdasarkan analisa statistika diperoleh konsistensi produk PHA yang dihasilkan walaupun perolehan PHA kecil.

6. Pada penelitian ini kandungan PHA rata-rata tertinggi (diambil dari rata-rata 15 data) diperoleh pada tempuhan 1 tanpa dilakukan pengontrolan pH dengan variasi waktu aerob-anaerob = 2 jam : 4 jam, yaitu sebesar 0,102 g/g sel.

7. Perbaikan tahap pengambilan PHA mempengaruhi tekstur plastik yang dihasilkan.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini terselenggara atas dana Kementrian riset dan Teknologi, Republik Indonesia melalui proyek RUT X dengan nomor kontrak 14.28/SK/RUT/2003.

Daftar Pustaka

Chua, H., dan P.H.F. Yu, [1999], Production of Biodegradable Plastic from Chemical Wastewater – a Novel Method to Reduce Excess Activated Sludge Generated from Industrial Wastewater Treatment, Wat. Sci.

Tech., 39(10-11), hal. 273-280.

Chua, H., dan P.H.F. Yu, [1997], Coupling of Wastewater Treatment with Storage Polymer Production, Appl.

Biochem. Biotechnol., 63, hal. 627-635.

Jogdand, S.N., [2000], Welcome to the World of Eco-Friendly Plastics : Bioplastics,

C:\ProgramFiles\TeleportPro\Projects\Bioplastic_India\BP6.htm

Mino, T., M.C.M. Van Loosdrecht, dan J.J. Heijnen, [1998], Microbiology and Biochemistry of The Enhanced Biological Phosphate Removal Process, Wat. Res., 32(11), hal. 3193-3207.

Rahayu, Driyanti, [2004], Produksi Polihidroksialkanoat dari Limbah Cair Industri Tapioka dengan Sequencing

Batch Reactor (SBR), Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia : Teknologi Tepat Guna Berbasis Sumber Daya Alam Indonesia, hal. B05.1-B05.7.

Wong, A.L., H. Chua, W.H. Lo, dan P.H.F. Yu, [2000], Synthesis of Bioplastics from Food Industry Wastes with Activated Sludge Biomass, Wat. Sci. Tech., 41(12), hal. 55-59.

Yu, P., H. Cua, A.L. Huang, W. Lo, dan C.Q. Chen, [1998], Conversion of Food Industrial Waste into Bioplastics, Appl. Biochem. Biotech, 70, hal. 603-614.

Gambar

Gambar 1. Sistem peralatan percobaan
Tabel 2. Karakteristik air limbah industri tapioka selama percobaan dilakukan  Daerah Asal
Tabel 3. Rentang confidence interval 95% setiap tempuhan (data kandungan PHA)  Tempuhan Rentang  confidence interval 95% untuk rata-rata

Referensi

Dokumen terkait

lebih pandai daripada dari Heru dalam pelajaran Matematika. Hasil ulangan Biologi Agus lebih rendah daripada hasil ulangan Budi. 1) Tidak semua sarjana yang pandai lolos ujian CPNS.

engingat karakteristik isotop airhujan (meteoric water) sangat tergantung pada letak geografis dan faktor iklim, maka penggunaan GMWL sebagai acuan

Hal ini berdampak pada penggunaan Learning Management System (LMS) dalam perkuliahan yang memudahkan Dosen serta mahasiswa untuk melakukan pembelajaran tanpa perlunya tatap

Mengacu kepada pendapat tersebut, maka kaitannya dengan penggunaan media paragraf board adalah pada umur siswa yang berada pada tahap operasional konkrit, konsep dasar dari

responden merasa nyaman menjadi bagian dari kelompok sukunya, karena keanggotaannya dalam suku memiliki peranan besar dalam kehidupannya. Hal ini tercermin pada

Hasil penelitian mmunjukkan bahwa (i) tanah yang mengandung Iiat alofan baik yang berosia lanjut rnaupun yangmuda ternyata menghambat proses perombakan nitrogen limbah pangkasan,

Untuk menyusun masalah yang baik, maka masalah tersebut sebaiknya: siswa dapat menggunakan strategi penyelesaian yang berbeda-beda, dengan pendekatan secara

Dimana kekerasan merupakan ketahanan bahan terhadap goresan atau penetrasi pada permukaannya, Kertas amplas yang berfungsi untuk menghaluskan permukaan baja pegas