commit to user
1
DAYA HAMBAT LAPISAN SiO
2DAN KOMPOSIT KITOSAN/Ag
PADA KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI
Staphylococcus aureus
Disusun oleh :
DHIENTA CORY PRAMITA
M0304033
Disusun Oleh :
DHIENTA CORY PRAMITA
M0304033
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret Surakarta telah mengesahkan skripsi mahasiswa
Dhienta Cory Pramita, NIM M0304033, dengan judul ” Daya Hambat Lapisan SiO2
Dan Komposit Kitosan/Ag Pada Kain Katun Terhadap Aktivitas Bakteri
Staphylococcus aureus
Skripsi ini dibimbing oleh:
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 10 Februari 2011
Anggota Tim Penguji :
1. Prof.Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD
NIP. 19560507 198601 1001
1………..
2. Nestri Handayani, M.Si,Apt
NIP. 19701211 200501 2002
2………..
Disahkan oleh
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas SebelasMaret Surakarta
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D
NIP. 19560507 198601 1001 Pembimbing I
Candra Purnawan, M. Sc
NIP. 19781228 200501 1001
Pembimbing II
Dra. Tri Martini, M. Si
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ DAYA HAMBAT
LAPISAN SiO2 DAN KOMPOSIT KITOSAN/Ag PADA KAIN KATUN
TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus “ adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Surakarta, Februari 2011
commit to user
DAYA HAMBAT LAPISAN SiO2 DAN KOMPOSIT KITOSAN/Ag PADA
KAIN KATUN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus
DHIENTA CORY PRAMITA
Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang studi penambahan sifat antibakteri komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu adsorbsi logam Ag oleh kitosan, mengetahui pengaruh lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun, dan untuk mengetahui daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri S.aureus. Adsorbsi logam Ag oleh kitosan dilakukan dengan memvariasikan dengan waktu shaker. Lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun dapat dilihat dari hasil analisa XRD dan SEM. Daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri
S.aureus di uji dengan shake flash method.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu adsorbsi logam Ag oleh kitosan maka semakin banyak Ag yang teradsorb. Waktu optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan pada jam ke-5. Adanya lapisan SiO2 menyebabkan kain katun semakin tidak kaku dan komposit kitosan/Ag pada kain katun dapat bersifat sebagai antibakteri. Komposit kitosan/Ag dengan SiO2 pada kain katun mampu menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri S.aureus optimum pada konsentrasi komposit kitosan/Ag 0.1 % (b/v) baik sebelum maupun setelah pencucian, selain itu daya hambat komposit kitosan/Ag dengan SiO2 sebelum pencucian lebih besar daripada setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan bakteri S.aureus.
commit to user
THE INHIBITION OF SiO2 LAYER AND CHITOSAN/Ag COMPOSITE ON
THE COTTON FOR BACTERIAL ACTIVITY OF Staphylococcus aureus
DHIENTA CORY PRAMITA
Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and Sciences
Sebelas Maret University
ABSTRACT
The study of additional antibacterial characteristic chitosan/Ag composite with SiO2 on the cotton was has been conducted. The purpose of this research had studied the time of adsorbsion Ag metal by chitosan, the influence of SiO2 layer and chitosan/Ag composite on the cotton, and inhibition of chitosan/Ag composite with the SiO2 on the cotton before and after laundering for the growth activity of
S.aureus. Adsorption of the Ag metal by chitosan was conducted with variation of the shaker time. SiO2 layer and chitosan/Ag composite on the cotton could be analyzed from XRD and SEM. The inhibition of chitosan/Ag composite with SiO2 on the cotton before and after the laundering for the growth activity of S.aureus with shake flash method.
The results showed that longer time of adsorbtion so more Ag metal adsorbed by chitosan. The optimum time of adsorbtion was at 5th hours. SiO2 layer made cotton not stiff and chitosan/Ag composite on the cotton as antibacterial agent. The optimum consentration of chitosan/Ag composite was 0.1 % (b/v) as bacterial agent before and after laundering. And inhibition of chitosan/Ag composit with SiO2 was higher before laundering than after laundering for the growth activity of S.aureus.
commit to user
MOTTO
“Amalan yang paling dicintai oleh Alloh adalah sholat tepat pada
waktunya”
(HR. Bukhari)
”Aku tahu rizkiku tak akan diambil orang lain karena itu hatiku menjadi
tentram. Aku tahu amalku tidak bisa dilakukan orang lain karena itu
akupun sibuk beramal. Akupun tahu kematian menungguku karena itu aku
mempersiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabb-ku. Aku tahu diriku
selalu diawasi Alloh karena itu aku malu jika Dia melihatku sedang
melakukan kemaksiatan”
(Hatim al-A’shom)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi rabb-Mu
serta lebih baik untuk menjadi harapan”
commit to user
Karya kecil ini jauh sekali dari sempurna, maka dalam kesempatan
ini saya ingin meminta maaf jika ada kesalahan didalam tulisan ini, dan
jangan dijadikan sebagai acuan untuk kedepannya, tetapi sebagai
pembelajaran bagi kita semua. Untuk itu ucapan terimakasih ingin saya
sampaikan kepada :
© Bapak dan Ibu tersayang © Suami tercinta
© Putir kecilku Aisyah © My little brother Riezal
© Mbah Angi dan semua keluarga besar
Terimakasih atas semua doa, dukungan dan kasih sayang kepada saya.
Kalian semua sangat berarti dan telah memberi warna dalam hidupku.
Mudah- mudahan Alloh membalas segala kebaikan kalian.
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala Syukur kepada Alloh SWT yang telah memberikan banyak nikmat,
dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains dari Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret.
Dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D., selaku Dekan FMIPA UNS.
2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku Ketua Jurusan
Kimia dan Pembimbing Akademis.
3. Bapak Candra Purnawan, M.Sc., selaku pembimbing pertama
4. Ibu Dra. Tri Martini, M.Si., selaku pembimbing kedua.
5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, FMIPA UNS atas semua ilmu
yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.
6. Staf Laboratorium Kimia Dasar dan Sub Laboratorium Kimia FMIPA
UNS
7. Staf Laboratorium Mikrobiologi PAU UGM Yogyakarta.
8. Deswita Aristianti atas kerjasama dan pengalaman yang tak terlupakan
dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman – teman Kimia angkatan 2004
Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan
dengan balasan yang lebih baik. Amin.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Skripsi
ini juga jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis meminta maaf atas banyaknya
kekurangan dan kesalahan yang ada didalamnya. Namun demikian, penulis berharap
semoga sedikit yang ada didalam tulisan ini bermanfaat bagi semuanya. Amin.
Surakarta, Februari 2011
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN ABSTRAK ... iv
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
1. Identifikasi masalah ... 2
2. Batasan masalah ... 4
3. Rumusan masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Kitin dan kitosan ... 7
2. Silika ... 9
3. Bakteri ... 10
4. Staphylococcus aureus ... 11
commit to user
B. Kerangka Pemikiran ... 14
C. Hipotesis ... 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 16
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16
C. Alat dan Bahan Penelitian ... 16
D. Prosedur Penelitian ... 17
1. Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang ... 17
2. Pembuatan komposit kitosan/Ag ... 18
3. Pelapisan kain dengan SiO2 ... 18
4. Pelapisan kain dengan kitosan/Ag variasi berat ... 18
5. Uji aktivitas antibakteri kain sebelum pencucian (laundering) ... 18
6. Uji aktivitas antibakteri kain setelah pencucian (laundering) ... 19
7. Karakterisasi Gugus Fungsi, Uji kekakuan kain, dan Analisa Difraksi Sinar X (XRD) pada kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag, Analisis permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag dengan SEM ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Kitin dan Sintesis Kitosan ... 24
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR ... 25
2. Analisis X-Ray Diffractometer (difraksi sinar-X) ... 27
B. Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Logam Ag oleh Kitosan ... 29
1. Karakterisasi FTIR kitosan setelah adsorbsi logam Ag ... 30
2. Karakterisasi XRD kitosan setelah adsorbsi logam Ag ... 32
3. Karakterisasi DTA/TGA kitosan setelah adsorbsi logam Ag ... 33
C. Penentuan Kondisi Optimum Pelapisan Kain katun dengan SiO2 dan Komposit Kitosan/Ag ... 35
commit to user
2. Pelapisan kain katun terlapisi SiO2dengan komposit kitosan/Ag .. 37
D. Aktivitas Kain Antibakteri ... 41
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 46
Daftar Pustaka ... 47
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan ... 25
Tabel 2. Hasil uji kekakuan kain terlapisi SiO2 ... 36
Tabel 3. Hasil Uji Kekakuan Kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag .. 38
Tabel 4. Berat kain sesudah dan sebelum proses pencucian ... 43
Tabel 5. Persentase (%) inhibisi optimum lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag terhadap bakteri S.aureus sebelum pencucian ………… 44
Tabel 6. Persentase (%) inhibisi optimum lapisan SiO2 dan komposit
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur kitin, kitosan dan selulosa ... 7
Gambar 2. Reaksi hidrolisis pada proses deasetilasi kitin oleh basa kuat ... 8
Gambar 3. Bakteri Staphylococcus aureus ... 11
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang ... 25
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan ... 27
Gambar 6. Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan ... 28
Gambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin ... 28
Gambar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan ... 28
Gambar 9. Kurva standar logam Ag menggunakan AAS ... 29
Gambar 10. Adsorbsi logam Ag oleh kitosan ... 30
Gambar 11. Perubahan spektra IR kitosan sebelum dan setelah proses adsorbsi ... 31
Gambar 12. Perubahan difraktogram kitosan ... 32
Gambar 13. Berkurangnya ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan ... 33
Gambar 14. Perubahan Termogram TGA Kitosan ... 34
Gambar 15. Perubahan Termogram DTA Kitosan ... 34
Gambar 16. Hubungan antara waktu pencelupan kain dengan berat lapisan SiO2 ... 36
Gambar 17. Hubungan antara konsentrasi komposit kitosan/Ag dengan berat lapisan komposit kitosan/Ag ... 37
Gambar 18. Perubahan difraktogram kain yang terlapisi SiO2 dan terlapisi komposit kitosan/Ag ... 38
Gambar 19. Tekstur permukaan kain tanpa perlakuan ... 39
Gambar 20. Tekstur permukaan kain yang dilapisi SiO2 ... 39
commit to user
Gambar 22. Kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density
dan jumlah koloni sel bakteri Staphylococcus aureus (CFU/mL)
... 42
Gambar 23. Perbandingan persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebelum
pencucian ... 43
Gambar 24. Perbandingan persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag terhadap bakteri Staphylococcus aureus setelah pencucian
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penentuan Derajad Deasetilasi (DD) berdasarkan baseline b .... 50
Lampiran 2. Data pembuatan kurva standar adsorbsi logam Ag menggunakan AAS ... 51
Lampiran 3. Data persentase (%) adsorbsi logam Ag oleh kitosan ... 51
Lampiran 4. Penentuan kondisi optimum % adsorbsi ... 52
Lampiran 5. Uji Duncan kondisi optimum % adsorbsi ... 53
Lampiran 6. Data uji Duncan kekakuan kain terlapisi SiO2 ... 53
Lampiran 7. Data kurva standar hubungan antara absorbansi atau optical density dan jumlah koloni sel bakteri S.aureus (CFU/mL) ... 54
Lampiran 8. Data ke-1 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag sebelum pencucian terhadap bakteri S.aureus ... 55
Lampiran 9. Data ke-2 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag sebelum pencucian terhadap bakteri S.aureus ... 56
Lampiran 10. Data ke-1 persentase daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag setelah pencucian terhadap bakteri S.aureus ... 57
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia yang
berfungsi sebagai pelindung bagi tubuh terhadap lingkungan dan cuaca. Pakaian
yang baik adalah pakaian yang enak dipakai, mudah dalam hal perawatannya. Tidak
hanya itu saja tetapi pakaian juga harus bersih dan higienis sehingga memberikan
Salah satu penyebab pakaian tidak higienis karena banyak bakteri yang
tumbuh pada pakaian tersebut. Untuk menghambat dan mencegah pertumbuhan
bakteri perlu adanya bahan antibakteri didalam pakaian tersebut. Untuk memberikan
sifat antibakteri pada pakaian atau kain bisa dengan menambahkan suatu bahan yang
bersifat polikationik (Lee et al., 1999; Ramachandran, 2003). Salah satu bahan alami
yang bersifat polikationik yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain
adalah kitosan.
Kitosan (2-amino-deoksi-β-D-glukosa) merupakan polimer kationik alami
yang bersifat nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan bersifat biokompatibel.
Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan misalnya sebagai
adsorben limbah logam berat dan zat warna, anti jamur, kosmetik, farmasi, flokulan,
antikanker, dan antibakteri (Liu et al., 2006; Prashanth and Tharanathan 2007).
Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang
bermuatan negatif (Stephen, 2005). Oleh karena itu, kitosan dapat dijadikan salah
satu alternatif bahan antibakteri yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya dalam
pembuatan kain antibakteri.
Penelitian Purnawan dkk. (2008) menyebutkan bahwa aktivitas antibakteri
commit to user
sebelum pencucian dan jauh menurun menjadi sekitar 43% setelah pencucian kain
dalam waktu kontak 3 jam. Aktivitas antibakteri kitosan yang relatif kecil ini
disebabkan karena interaksi kitosan dengan kain yang masih lemah dan besarnya
berat molekul kitosan. Lemahnya interaksi kitosan dangan kain menyebabkan
kitosan mudah lepas, sedangkan besarnya berat molekul kitosan menyebabkan
interaksi ammonium kuartener kitosan yang bermuatan positif dengan bakteri
menjadi kurang efektif.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan sifat antibakteri dalam pembuatan
kain antara lain: 1) Penambahan senyawa pengemban yang dapat memperkuat
interaksi dengan kain, seperti penambahan SiO2. Adanya gugus aktif silanol
(Si-OH) pada SiO2 yang berfungsi sebagai pengemban kitosan dapat memperkuat
interaksi dengan kain sehingga kitosan tidak mudah lepas (Li et al., 2007). 2)
Penambahan suatu logam berat yang dapat menghambat bakteri seperti (Cd, Ag, Cu)
(Ramachandran, 2003). Logam berat jika terakumulasi dalam tubuh manusia bisa
menyebabkan gangguan kesehatan karena bersifat toksik tetapi diantara logam berat
yang ada Ag mempunyai toksisitas rendah bagi manusia, sehingga Ag aman
digunakan sebagai bahan antibakteri pada pakaian. Adanya ion logam Ag dalam
polietilen dapat meningkatkan sifat antibakteri secara signifikan (Zhang et al.,
2008). Ahmad et al. (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil sintesis
bionanokomposit Ag/Lempung/kitosan cocok diapliasikan sebagai bahan antibakteri
dan dunia kesehatan meskipun penelitian ini belum menguji sifat antibakteri hasil
sintesis tersebut. Hal ini diharapkan dengan penambahan ion logam Ag ke dalam
silika dan kitosan dapat meningkatkan sifat antibakteri kain.
Keberhasilan penelitian ini akan memberikan peningkatan dalam
menciptakan pakaian yang memiliki daya hambat dan daya tahan terhadap aktivitas
bakteri dikulit manusia sehingga kesehatan lebih terjaga. Selain itu, keberhasilan
metode penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pembuatan tekstil
antibakteri terhadap masyarakat luas maupun kalangan industri sehingga dapat
commit to user
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Banyak jenis kain yang ada di pasaran yaitu katun, nilon, wool, sutera tetapi
yang paling umum digunakan di Indonesia adalah kain katun karena kain ini
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis kain yang lain. diantaranya
karena katun terbuat dari bahan alami yaitu kapas atau selulosa sehingga kain katun
mudah berinteraksi dengan senyawa lain, mudah diwarnai, dipintal, menutup dengan
baik, mudah menyerap air, lembut serta nyaman dipakai jika dibandingkan dengan
kain yang terbuat dari sintesis (Anonim, 2001).
Kitosan banyak tedapat pada biota laut terutama dari hewan golongan
crustacea dan arthropoda sepeti udang dan kepiting. Perbedaan kitosan dari
cangkang udang dan kepiting yaitu besarnya derajad deasetilasi (DD) dimana DD
dari cangkang udang lebih besar dari cangkang kepiting pada kondisi yang sama
(Puspawati dkk.,2010). Perbedaan DD kitosan menyebabkan perbedaan daya
hambat terhadap pertumbuhan bakteri. Besarnya derajat deasetilasi dipengaruhi oleh
konsentrasi basa, temperatur, waktu dan banyaknya pengulangan proses deasetilasi.
Menurut Purnawan (2008) menyebutkan bahwa semakin besar konsentrasi basa,
temperatur pada saat proses deasetilasi maka DD kitosan akan semakin besar dan
semakin lama waktu serta banyak pengulangan pada saat deasetilasi maka DD
kitosan akan semakin besar pula.
Penambahan kitosan dalam proses pembuatan kain diharapkan mampu
memberikan sifat antibakteri. Sifat antibakteri kain juga dapat ditingkatkan dengan
penambahan logam yang memiliki sifat antibakteri ke dalam kitosan membentuk
komposit logam-kitosan seperti perak (Ag), tembaga (Cu), cadmium (Cd), timbal
(Pb) dan nikel (Ni) (Ramachandran, 2003). Kemampuan kitosan dalam menyerap
logam sangat dipengaruhi oleh suhu, waktu kontak dan konsentrasi. Perbedaan
waktu kontak kitosan dengan logam yang diadsorpsi akan memberikan perbedaan
konsentrasi logam yang terserap.
Proses pelapisan komposit kitosan/Ag ke kain katun dapat dilakukan dengan
metode pencelupan (dip-coating), penyemprotan, pembusaan. Untuk lebih
commit to user
suatu senyawa pengemban seperti SiO2, lempung, momnmorilonith, zeolit. Adanya
pengemban diharapkan komposit kitosan/Ag yang terikat pada kain tidak akan
hilang oleh pencucian dan tidak menyebabkan perubahan sifat fisik kain yang
signifikan seperti perubahan warna dan kekauan kain. Beberapa analisis yang bisa
dilakukan untuk mengetahui kwalitas kain antara lain dengan uji kekakuan, uji
warna, uji kekuatan tarik, XRD dan analisis tekstur dapat dilakukan dengan SEM.
Analisa aktivitas antibakteri bisa dilakukan terhadap bakteri gram negatif
ataupun gram positif. Metode yang bisa digunakan untuk melakukan pengujian
aktivitas antibakteri diantara lain turbidimetri dan shake flash, diameter daya hambat
dan viable count. Media pembiakan bakteri yang dapat digunakan antara lain
nutrient borth (NB), nutrient agar (NA), triptho soya agar (TSA), triptho soya broth
(TSB), mannitol salt agar (MSA) dan lain-lain. Penggunaan media yang berbeda
akan memberikan tingkat pertumbuhan bakteri yang berbeda pula. Media yang
umum digunakan untuk pertumbuhan bakteri adalah TSB, NA, NB karena tidak
selektif terhadap bakteri tertentu.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dibatasi oleh :
a. Jenis kain yang digunakan dari katun primisima.
b. Senyawa antibakteri yang digunakan adalah kitosan dengan DD ≥ 90% yang
diperoleh dari proses deasetilasi kitin limbah cangkang udang dalam 60%
NaOH pada suhu 120 oC selama 3 x 1 jam.
c. Adsorbsi logam Ag oleh kitosan dilakukan pada variasi waktu kontak 1, 2, 3, 4,
5, 6 dan 7 jam, dengan 20 ml larutan Ag 1000 ppm dan menggunakan kitosan
sebanyak 0,2 g.
commit to user
f. Analisis kain meliputi Uji kekakuan, XRD dan SEM.
g. Metode yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri kain adalah shake flask
method dan turbidimetri menggunakan UV-Vis pada λ = 610 nm. Media
pembiakan bakteri menggunakan TSB. Analisis bakteri dilakukan pada watu
kontak jam ke 0, 2, 4, 6 dan 8.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pengaruh lapisan SiO2 dan kitosan/Ag terhadap kekakuan kain
katun?
b. Bagaimana daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada
kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan
bakteri S.aureus.?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh lapisan SiO2 dan kitosan/Ag pada kekakuan kain katun.
b. Mengetahui daya hambat komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada
kain katun sebelum dan setelah pencucian terhadap aktivitas pertumbuhan
bakteri S.aureus.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang berkaitan
dengan sifat antibakteri komposit kitosan/Ag dengan pengemban SiO2 pada
kain katun.
b. Secara praktis, dapat digunakan untuk pengembangan kain yang mempunyai
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kitin dan Kitosan
Kitin adalah senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida,
tersusun atas monomer-monomer asetilglukosamin yang saling berikatan dengan
ikatan 1,4 β membentuk suatu unit polimer linier yaitu β -(1,4)-2-asetamido-2-deoksi-D-glukosa atau poli-(β-1,4-N-asetilglukosamin). Kitosan merupakan kitin
yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses deasetilasi. Kitosan juga
disebut poli (1,4)-2-amina-2-deoksi-β-D-glukosa atau poli-(β-1,4-glukosamin).
Sumber utama kitin dan kitosan terdapat pada biota laut terutama dari hewan
golongan crustacea dan arthropoda sepeti udang dan kepiting. Struktur kitin dan
kitosan memiliki kemiripan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kitin dan kitosan
Kitosan memiliki gugus amina primer yang lebih banyak daripada kitin
sehingga membuat kitosan lebih basa dan nukleofilik. Pada saat pemanasan, kitin
dan kitosan cenderung terdekomposisi daripada meleleh sehingga polimer ini tidak
commit to user
glutamat. Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam, gugus amina primer dalam
kitosan akan terprotonasi dan bermuatan positif. Oleh karena itu, molekul kitosan
yang tersolvasi merupakan polikationik dan dapat terkoagulasi jika ditambahkan
partikel atau molekul yang membawa muatan negatif seperti sodium alginat, anion
sulfat dan phosphat. Namun kitosan juga rentan terhadap hidrolisis dengan katalis
asam atau basa sehingga terjadi proses depolimerisasi dengan pemutusan ikatan β -glikosidik. Kitin dan kitosan mempunyai sifat dapat terbiodegradasi,
biokompabilitas, tidak berbau, tidak beracun, secara umum tidak larut dalam pelarut
organik tetapi larut dalam asam atau basa encer. Oligomer dari kitin dan kitosan
secara biologis dapat aktif dan berinteraksi dengan sel maupun jaringan hewan dan
tumbuhan, dapat membentuk jaringan atau matrik dengan polimer yang bermuatan
negatif. (Prashanth et al., 2007).
Pembentukan kitosan dari kitin dilakukan dengan pemutusan gugus asetil
menggunakan nukleofil kuat. Mekanisme pemutusan asetil pada Gambar 2.
H
hidroksil tidak menginisiasi putusnya ikatan glikosida. Kemungkinan disebabkan
oleh adanya air yang berlebih dalam larutan. Adanya nukleofilik dari NaOH, KOH,
NaCl, NaI, dan KI dalam kondisi atmosfer udara bebas, O2, N2 tidak memberikan
perbedaan BM karena rasio perbandingan BM/BM0 dalam kondisi tersebut adalah
sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi-kondisi tersebut memiliki pengaruh yang
commit to user
Sifat-sifat dari kitosan sangat dipengaruhi oleh 2 parameter penting yaitu:
derajat deasetilasi (DD) dan berat molekul (BM). Nilai DD dan BM ini sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi basa, temperatur, waktu dan pengulangan proses
selama pembentukan kitosan. Pengukuran DD kitosan dapat dihitung melalui
beberapa metode antara lain: metode spektrofotometer IR yang diusulkan oleh
Domzy dan Robert (base line a) dan yang diusulkan oleh Baxter (base line b) serta
pengembangannya (Brugnerotto et al., 2001; Khan et al., 2002), XRD (Zhang et al.,
2005), first derivative UV-Spectrophotometry, HBr titrimetry (Khan et al., 2002),
high intensity ultrasonicated (Baxter et al., 2005), dan titrasi potensiometri (Balazs
et al., 2007).
ditemukan sebagai silikon oksida, SiO2 (quartz) atau sebagai silikat (SiO44-). Silikon
jarang ditemukan secara alami dalam bentuk murninya.
Unit dasar kimia dari silikat adalah SiO44- bentuk tetrahedron. Ion pusat
silikon mempunyai muatan positif empat dimana oksigen mempunyai muatan
negatif dua (2-) dari energi ikatan total oksigen. Kondisi ini memungkinkan oksigen
mengikat ion silikon sehingga menghubungkan satu (SiO44-) tetrahedron dengan
yang lain. Struktur tetrahedron silikat ini sungguh mengaumkan karena dapat
membentuk unit tunggal, unit ganda, rantai, lembaran, cincin dan struktur kerangka
(Berry et al., 1983).
Scott (1993) menyatakan bahwa silika bersifat amorf, mempunyai daya serap
tinggi, serta sebagian berada dalam bentuk terhidrat. Silika amorf memiliki densitas
yang rendah, luas permukaan yang besar dan porositas yang tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai katalis. Silika memiliki gugus aktif pada permukaannya yaitu
gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan (Si-O-Si) (Oscik, 1982). Silika dipilih
commit to user
kristal oksida yang berada didalamnya sehingga ukuran partikel menjadi sangat
kecil. Efektivitas dari suatu semikonduktor dapat meningkat jika memiliki ukuran
partikel relatif kecil atau dalam skala nanometer (Ekimov et al., 1985).
3. Bakteri
Organisme prokariotik secara garis besar dikelompokkan menjadi 2
kelompok besar yaitu Eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan Archaea.
Kelompok Archaea meliputi organisme prokariotik yang tidak memiliki
peptidoglikon pada dinding selnya. Eubakteri dibagi 4 kategori utama berdasarkan
ciri khas dinding selnya yaitu: eubakteri gram-negatif yang memiliki dinding sel,
eubakteri gram-positif yang memiliki dinding sel, eubakteri yang tidak memiliki
dinding sel, dan arkeobakteri (Pratiwi, 2005)
Sel bakteri memiliki struktur eksternal dan internal sel. Salah satu struktur
eksternal sel bakteri adalah dinding sel sedangkan salah satu struktur internal sel
bakteri adalah membran plasma atau membran sitoplasma.
Dinding sel bakteri merupakan struktur komplek dan berfungsi sebagai
penentu bentuk sel, pelindung dari kemungkinan pecahnya sel, pelindung isi sel dari
perubahan lingkungan luar sel. Dinding sel terdiri dari atas peptidoglikan atau
murein yang menyebabkan kakunya dinding sel. Peptidoglikan merupakan polimer
yang tersusun atas perulangan disakarida yang tersusun atas monosakarida
N-asetilglikosamin (NAG) dan N-asam asetilmuramid (NAM) yang melekat pada suatu
peptida yang terdiri dari 4 atau 5 asam amino yaitu L-alanin, alanin, asam
D-glutamat, dan lisin atau asam diaminopimelat membentuk selubung mengelilingi sel.
Asam amino dalam kondisi lingkungan tertentu (netral) berada dalam bentuk ion
dipolar (switter ion) dengan memiliki ion negatif dan positif sekaligus. Asam-asam
amino lisin memiliki rantai cabang yang dapat bermuatan positif maupun negatif.
Asam-asam glutamat memiliki rantai cabang berupa asam dan bermuatan negatif
(Brooks et al., 1986).
Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapis peptidoglikan
membentuk struktur yang tebal dan kaku, serta mengandung asam teikoat yang
terdiri dari alkohol dan fosfat sehingga sel bakteri cenderung bermuatan negatif dan
commit to user
beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada
lipoprotein pada membran luar. Selain itu, terdapat daerah periplasma yaitu daerah
yang terdapat diantara plasma membran dan membran luar. Dinding sel bakteri gram
negatif tidak mengandung asam teikoat dan hanya mengandung sejumlah kecil
peptidoglikan sehingga dinding sel gram negatif relatif tidak kaku dan relatif lebih
tahan terhadap kerusakan mekanis (Pratiwi, 2005).
Membran plasma (inner membran atau membran sitoplasma) adalah struktur
tipis yang terdapat di sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel.
Membran plasma tersusun atas fosfolipid dua lapis dan protein. Fosfolipid
merupakan ester asam lemak dan gliserol yang mengandung ion fosfat yang
bermuatan negatif. Membran plasma berfungsi sebagai sekat selektif
material-material di dalam dan di luar sel. Membran plasma juga berfungsi untuk memecah
nutrien dan produksi energi. Golongan bakteri garam negatif antara lain: Treponema,
Helicobacter, Pseudomonas, Escherichia, Salmonella, Bacteriodes sedangkan
golongan bakteri garam positif antara lain: Staphylococcus, Streptococcus, Bacillus,
Listeria, Mycobacterium, Streptomyces.
4. Bakteri Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus adalah sel gram positif. Sel – selnya
berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 µm dan tersusun dalam
kelompok-kelompok tak beraturan. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada berbagai
perbenihan bakteri dalam keadaan aerobic atau mikroaerofilik. Koloni hasil
perbenihan padat berbentuk bundar, halus, berkilau dan berwarna abu-abu sampai
kuning emas (Brooks et al., 1986 )
commit to user
Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase positif yang menjadi
pathogen utama bagi manusia. Selain mudah ditemukan pada bagian tubuh manusia
seperti kulit, hidung, dan rambut, bakteri ini juga dapat ditemukan pada baju, sprei,
dan benda-benda lain di lingkungan sekitar manusia. Bakteri pathogen ini
memberikan efek yang tidak baik bagi manusia, mulai hanya sekedar mual dan
muntah hingga timbulnya penyakit yang membhayakan bahkan mematikan.
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema,
endokarditis atau sepsis dengan penanahan pada bagian tubuh manapun serta dapat
menimbulkan infeksi paru-paru.
5. Aktivitas Kain Antibakteri
Kain merupakan bahan utama untuk membuat pakaian. Kain yang baik
adalah kain yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Kain yang tidak baik yaitu
kain yang mempunyai pori besar dan kasar karena dapat digunakan sebagai media
untuk pertumbuhan jamur dan bakteri. Bakteri akan menyerang kain dan berdampak
pada kesehatan tubuh seperti menimbulkan bau dan infeksi serta menurunkan
kualitas kain (Danna, 1978). Untuk mendapatkan sifat antibakteri pada kain dapat
diperoleh melalui dua metode umum, yaitu penambahan bahan antibakteri pada
polimer serat kain sebelum proses ekstrusi (fibre chemistry) atau pemberian
perlakuan akhir (post-treatment) pada serat kain pada tahap finishing (Anonim,
2005).
Pada umumnya, tujuan perlakuan kain dengan bahan antibakteri
commit to user
mikroorganisme patogen, 2). untuk mengontrol penyebaran mikroba, 3). untuk
menghambat metabolisme mikroba sehingga mengurangi bau yang tidak
mengenakkan, 4). untuk melindungi produk kain dari noda dan perusakan warna
serta menurunnya kualitas kain dan hasil akhirnya akan diperoleh kain yang aman
dan sehat.
Kain sebagai bahan utama pembuat pakaian semestinya memenuhi syarat
dalam hal kemudahan pembasahan sekaligus tahan terhadap proses pencucian. Oleh
karena itu, sangat penting memperhitungkan efek bahan yang digunakan sebagai
bahan antibakteri pada proses akhir produksi kain terhadap kekuatan kain serta daya
tahan termal dan mekanis. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
manfaat yang maksimal dari proses pemberian bahan antibakteri pada kain adalah :
1). ketahanan terhadap pencucian basah maupun kering serta pencucian dengan
panas, 2). mempunyai aktivitas selektif terhadap mikroorganisme tidak
menyenangkan, memberikan kontrol efektif terhadap bakteri dan jamur, 3). tidak
memberikan efek berbahaya bagi produsen, pengguna maupun lingkungan, 4).
metode mudah diaplikasikan dalam proses tekstil secara umum, 5). tidak
mengurangi kualitas kain.
Bahan antibakteri dapat digunakan pada kain dengan berbagai cara, seperti
teknik penguapan, penambahan bahan pengisi secara kering, pelapisan,
penyemprotan dan teknik pembusaan. Ramachandran (2003) merekomendasikan
beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai bahan antibakteri pada kain, yaitu:
1). oksidator, seperti aldehida dan halogen yang dapat menyerang membran sel, 2).
koagulan, 3). produk triklosan yang berfungsi sebagai disinfektan, 4). senyawa
amonium kuartener, amina dan glukoperotamin yang menunjukkan sifat
polikationik, 5). senyawa komplek logam (Cd, Ag, Cu), 6). kitosan sebagai bahan
antibakteri alami.
Aktifitas antibakteri dapat melalui cara membunuh mikroorganisme
(bakteriosidal) dan atau penghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteriostatik)
dengan jalan menghancurkan atau menggangu dinding sel, menghambat sintesis
dinding sel, menghambat sintesis protein dan asam nukleat, merusak DNA,
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Kitosan merupakan senyawa polikationik dan polimer terbesar kedua di alam
setelah selulosa. Kitosan memiliki gugus amina terprotonasi yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri melalui interaksi dengan muatan ion negatif
mikroorganisme. Semakin besar derajad deasetilasi kitosan, semakin banyak gugus
amina terprotonasinya sehingga daya hambat kitosan terhadap bakteri semakin
besar. Kitosan memiliki sifat menghambat dan mempercepat pertumbuhan bakteri
yang saling berkompetensi. Adanya atom nitrogen menjadikan kitosan sebagai
inhibitor dan sekaligus sebagai sumber makanan bagi bakteri (Brooks et al., 1986).
Oleh karena itu kitosan mempunyai konsentrasi optimum sebagai inhibitor.
Penambahan sifat antibakteri pada kain dapat dilakukan dengan
menambahkan logam pada kitosan. Menurut Ramachandran (2003) salah satu
senyawa logam yang bisa digunakan sebagai antibakteri adalah logam Ag. Logam
Ag bisa bersifat sebagai antibakteri karena mempunyai muatan positif yaitu Ag+
yang dapat berinteraksi dengan muatan ion negatif mikroorganisme. Logam Ag
dapat terabsorb oleh kitosan dan menghasilkan komposit kitosan/Ag.
Silika merupakan senyawa kimia yang mempunyai daya serap tinggi.
Adanya gugus aktif silanol pada silika dapat digunakan sebagai pengemban
komposit kitosan/Ag karena SiO2 bisa berinteraksi dengan selulosa kain (Li
et al.,2007). Penggunaan SiO2 sebagai pemngemban diharapkan dapat memperkuat
interaksi komposit kitosan/Ag dengan kain sehingga komposit tidak mudah lepas
pada kain saat pencucian dan daya hambat komposit sebelum dan sesudah pencucian
sama. Pelarut untuk SiO2 pada saat pelapisan pada kain katun menggunakan NaOH
5%. Adanya NaOH sebagai pelarut SiO2 secara tidak langsung bisa membuat
selulosa kain menjadi terhidrolisis sebagian (Anonim, 2010) sehingga membuat kain
commit to user
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis:
c. Silika (SiO2) dengan pelarut NaOH tidak menyebabkan kekakuan pada kain dan
semakin besar konsentrasi komposit kitosan/Ag yang dilapiskan pada kain katun
menyebabkan kekakuan pada kain katun .
d. Silika (SiO2) dapat berfungsi sebagai pengemban yang dapat memperkuat
interaksi komposit kitosan/Ag dengan kain sehingga dapat mempertahankan
sifat antibakteri komposit sebelum dan sesudah pencucian terhadap bakteri
S.aureus.
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
Penelitian tentang daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada
kain katun terhadap aktivitas bakteri menggunakan metode eksperimen laboratorium
dan data yang didapatkan merupadan data duplo bersama partner saya Deswita.
Pembuatan komposit kitosan/Ag dilakukan dengan cara pencampurkan larutan Ag
dan kitosan kemudian digoyang pada kondisi tertentu. Sedangkan karakterisasi dan
analisa daya hambat lapisan SiO2 dan komposit kitosan/Ag pada kain katun
dilakukan dengan FTIR, XRD, DTA-TGA, uji kekakuan kain serta uji aktivitas
antibakteri dilakukan terhadap bakteri S.aureus.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS,
Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia Pusat UNS, Laboratorium
Mikrobiologi PAU UGM. Waktu penelitian dari bulan Juli 2010 sampai Oktober
2010.
C. Alat dan Bahan yang digunakan
1. Alat
Peralatan laboratorium yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: spektrofotometer infra merah (FTIR, shimdzu prestige 21),
spektrometer serapan atom (AAS, AA-6650 shimadzu), spektrometer UV-Vis (UV,
1601 uv-visible spectrophotometer shimadzu), internal mixer (haake polydrive with
rheomix R600-610), alat difraksi sinar-x (shimadzu XRD 7000 X-Ray difractometer
maxima), Alat penguji kekakuan kain, autoclave (Hirayama), incubator,
seperangkat alat refluks, peralatan gelas, ayakan stainless steel ukuran 100 mesh,
seperangkat penyaring Buchner, termometer, penggerus porselin, cawan porselin,
commit to user
2. Bahan
Kain katun jenis Primisima, serbuk cangkang udang yang lolos ayakan 100
mesh, bakteri Staphylococcus aureus, Trypto Soya Broth (TSB) , NaOH (Merck),
SiO2 (Merck), asam asetat p.a (Merck), AgNO3 (Merck), H2SO4 (Merck), HNO3
(Merck), etanol 70%, minyak goreng, kertas saring whatman 41, spirtus, kapas,
aquades produksi laboratorium FMIPA UNS
D. Prosedur Penelitian
1. Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang
Cangkang udang yang telah dibersihkan, dikeringkan dan diblender
kemudian disaring menggunakan ayakan 100 mesh.
Proses deproteinasi. Serbuk cangkang udang sebanyak 25 g dan 250 mL
larutan NaOH 4% (b/v) dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 mL dan
dipanaskan sambil diaduk pada suhu 80 ºC selama 1 jam. Padatan yang diperoleh
kemudian dicuci dengan akuades sampai netral dan dikeringkan pada suhu 60 ºC
sampai kering (Purnawan dkk., 2008).
Proses demineralisasi. Serbuk cangkang udang sebanyak 10 g hasil
deproteinasi dan 150 mL larutan HCl 1 M dimasukkan ke dalam gelas beaker 500
mL dan diaduk pada suhu kamar selama 3 jam. Serbuk yang diperoleh kemudian
dicuci sampai netral dengan akuades dan dikeringkan pada suhu 60 ºC sampai kering
(Purnawan dkk., 2008).
Proses Deasetilasi Kitin. Sebanyak 10 g kitin dimasukkan ke dalam labu
leher dua 500 mL ditambah 150 mL larutan NaOH 60% (b/v), direfluks pada suhu
120 °C selama 3 jam. Hasil deasetilasi disaring dengan kertas saring biasa dan dicuci
menggunakan akuades sampai netral. Residu hasil deasetilasi dikeringkan pada suhu
60 °C sampai kering (±8 jam) (Purnawan dkk., 2008). Kemudian kitin dan kitosan
commit to user
2. Pembuatan komposit kitosan/Ag
Sebanyak 100 mg adsorben (kitosan hasil deasetilasi) diinteraksikan dengan
Ag pada konsentrasi 1000 mg/L, diambil sebanyak 10 ml pada 7 gelas beker dan
masing-masing dishaker dengan variasi waktu shaker 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 jam.
Kemudian filtrat dan residu dipisahkan dengan disaring. Residu dikeringkan dengan
dioven selama 3 jam. Filtrat diukur kadar Ag yang tersisa dalam larutan dengan
spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi
kitosan terhadap logam Ag sedangkan residu kitosan dikarakterisasi IR, DTA/TGA
dan XRD.
3. Pelapisan kain dengan SiO2
Kain katun dengan ukuran 12 x 3 cm2 yang sudah ditimbang beratnya dicelupkan
kedalam larutan SiO2 (0.2 gram SiO2 yang dilarutkan dalam NaOH 5% (b/v))
dengan variasi waktu pencelupan 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit. Kain dikeringkan
pada suhu 60 oC selama 30 menit. Kemudian kain ditimbang beratnya hingga
konstan. Kekakuan kain diuji dengan uji kekakuan.
4. Pelapisan kain dengan kitosan/Ag variasi berat
Kain katun yang sudah terlapisi SiO2 dicelupkan kedalam variasi larutan komposit
0, 0.01, 0.05, 0.10, 0.50, 1.00, 1.50 dan 2.00 % (b/v) selama 10 menit. Kain
dikeringkan pada suhu 60 oC selama 30 menit dan dimantapkan pada suhu 150 oC
selama 3 menit. Kemudian kain ditimbang beratnya hingga konstan. Kekakuan kain
diuji dengan uji kekakuan dan karakterisasi kain dianalisis menggunakan XRD dan
SEM.
5. Uji aktivitas antibakteri kain sebelum pencucian (laundering)
Metode yang digunakan adalah shake flash method. Media TSB 3% (b/v) 25
ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang sudah steril. Kain masing - masing
bukuran 2 x 3 cm2 sebanyak 6 potong yang telah dilapisi komposit dimasukkan
kedalam 6 erlenmeyer, lalu dimasukkan dan dipanaskan didalam autoclave pada
suhu 121 oC selama 15 menit. Setelah dingin sebanyak 1 ml bakteri S.aureus hasil
inkubasi selama 24 jam dimasukkan ke dalam sampel larutan media (sebagai
commit to user
SiO2, larutan media dan kain dilapisi komposit (0.01, 0.05, 0.10, 0.50 % (b/v)).
Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8 menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm. Percobaan dilakukan
duplo. Dari data tersebut, dihitung persentase daya hambat pada kain berlapiskan
SiO2 dan kitosan/Agterhadap pertumbuhan bakteri S.aureus.
inhibisi (%) = (A - A ) ( ) 100%
A0 = jumlah bakteri kontrol jam ke-nol
At = jumlah bakteri kontrol jam ke-t
Bt = jumlah bakteri sampel jam ke-t
6. Uji aktivitas antibakteri kain setelah pencucian (laundering)
Metode yang digunakan adalah shake flash method. Media TSB 3% (b/v) 25
ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml yang sudah steril. Kain masing - masing
berukuran 2 x 3 cm2 sebanyak 6 potong yang telah dilapisi komposit dan dicuci
dengan 0.2% (v/v) surfaktan tween-20 selama 5 menit dan dibilas dengan aquades
selama 2 menit menggunakan sonic washer. Kemudian kain dikeringkan, setelah
kering kain dimasukkan kedalam 6 erlenmeyer, lalu dimasukkan dan dipanaskan
didalam autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit. Setelah dingin sebanyak 1 ml
bakteri S.aureus hasil inkubasi selama 24 jam dimasukkan ke dalam sampel larutan
media (sebagai kontrol), larutan media dan kain tanpa perlakuan, larutan media dan
kain dilapisi SiO2, larutan media dan kain dilapisi komposit (0.01, 0.05, 0.10, 0.50 %
(b/v)). Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6 dan 8
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 610 nm.
Percobaan dilakukan duplo. Dari data tersebut, dihitung persentase daya hambat
pada kain berlapiskan SiO2 dan kitosan/Ag dengan konsentrasi bervariasi terhadap
commit to user
Dengan:
A0 = jumlah bakteri kontrol jam ke-nol
At = jumlah bakteri kontrol jam ke-t
Bt = jumlah bakteri sampel jam ke-t
7. Karakterisasi Gugus Fungsi, Uji kekakuan kain, dan Analisa Difraksi Sinar X (XRD) pada kain, kain terlapisi SiO2, kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag, Analisis permukaan kain, kain terlapisi SiO2, kain terlapisi SiO2 dan
komposit kitosan/Ag dengan (SEM)
a. Analisis Gugus Fungsi
Sampel berupa kitin, kitosan, komposit kitosan/Ag dimasukkan dalam
spektrofotometer Infra Merah (FTIR, Shimdzu Prestige 21). Hasil diperoleh dalam
bentuk spektra IR yang menginformasikan adanya serapan gugus fungsi pada
frekuensi tertentu.
b. Analisis kekakuan kain
Kekakuan kain dianalisis menggunakan stiffness tester. Kain yang sudah
ditimbang beratnya dan diukur luasnya (2 x 3 cm2) diletakkan diatas alat kemudian
digeser menggunakan penggaris kearah bidang miring hingga ujung kain menyentuh
bidang miring yang bersudut 41,5o. Panjang pita yang menggantung dari kain
tersebut dicatat dan besarnya kekakuan kain didapatkan.
c. Analisa Difraksi Sinar X (XRD)
Sampel ditempatkan pada sample holder yang ketebalannya 2 mm alat XRD
pada posisi rata atau sejajar dengan Ganiometer dan luas penyinaran antara 0,5 x 2
cm sampai 1 x 2 cm, kemudian dilakukan scanning pada kondisi: X-ray tube X-ray
tube (target = Cu, voltage = 40.0 (kV), current = 30.0 (mA)); Slits (divergence slit
= 1.00000 (deg), scatter slit = 1.00000 (deg), receiving slit = 0.15000 (mm));
Scanning (drive axis = Theta-2Theta, scan range = 5.000 - 89.980), scan mode =
Continuous Scan, scan speed = 2.0000 (deg/min), sampling pitch = 0.0200 (deg) ,
commit to user
d. Analisis Permukaan dengan SEM
Kain dengan ketebalan sekitar 0,5 mm diletakkan di bawah mikroskop elektron
dengan perbesaran 2500x dan diatur sedemikian rupa sehingga terlihat gambar yang
jelas. Gambar kain difoto dengan kamera digital melalui mikroskop.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
1. Penetuan derajat deasetilasi (DD)
Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan karakter spektra IR.
Derajat deasetilasi (DD) kitosan diperoleh dari perbandingan absorbansi puncak
pada daerah serapan sekitar 1650 cm-1 yang merupakan serapan gugus karbonil dan
absorbansi puncak serapan sekitar 3450 cm-1 yang merupakan serapan hidroksil
sebagai standar internal atau puncak referensi dari metode spektroskopi IR. Semakin
besar derajat deasetilasi kitosan, intensitas serapan pada daerah sekitar 1650 cm-1
yang menunjukkan C=O stretching semakin menurun, sedangkan intensitas serapan
pada daerah sekitar 1596 cm-1 yang menunjukkan amina primer (-NH2) semakin
meningkat.
2. Penentuan kondisi optimum adsorbsi logam Ag oleh kitosan
Dengan menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS) dengan teknik
analisa menggunakan metode kurva kalibrasi. Dari AAS diperoleh data absorbansi
dan konsentrasi. Kondisi optimum absorbsi ditentukan dari grafik % absorbsi
terhadap perbandingan kitosan dan Ag. Kondisi optimum absorbsi ditunjukkan oleh
penurunan % absorbsi secara signifikan dengan naiknya perbandingan kitosan/Ag
hingga mencapai maksimum dan penurunan secara tajam % absorbsi. Penentuan
kondisi optimum juga didukung dengan perhitungan secara statistik kimia melalui
commit to user
3. Penentuan kekakuan kain
Dengan menggunakan stiffness tester yang akan diperoleh data berupa
kekakuan kain (g.cm). Sehingga diperoleh data kekakuan kain tanpa perlakuan, kain
terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag. Semakin kaku suatu
bahan, maka kekakuannya semakin besar. Kondisi optimum kain yang tidak terlalu
kaku ditentukan dari besarnya kekakuan yang dihasilkan. Data yang terbaik
menunjukkan kekakuan kain yang mendekati kain awalnya (kain tanpa perlakuan).
4. Analisa interaksi antara senyawa penyusun komposit kitosan/Ag
Dapat dipelajari dari data spektra IR menggunakan FTIR dan kristalinitas
menggunakan XRD. Adanya penurunan intensitas pada serapan tertentu dan
munculnya serapan baru mengindikasikan adanya ikatan baru. Hal serupa
ditunjukkan oleh difraktogram XRD, munculnya pola difraktogram baru
mengindikasikan adanya pembentukan serapan baru dengan pola kristal yang
berbeda.
5. Penentuan kristalinitas kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
Dengan menggunakan XRD yang akan diperoleh data berupa difraktogram
yang menunjukkan pola difraksi 2θ. Terbentuknya ikatan antara kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag ditandai dengan ternjadinya
pergeseran pola difraksi utama pada posisi 2θ disekitar 10o dan 20o serta jarak antar
puncak utama. Selain itu adanya perubahan pola difraksi dan intensitas puncak ini
menunjukkan pola kristal kristalinitas kain terlapisi SiO2 dan komposit kitosan/Ag
dibandingkan senyawa-senyawa pembentuknya.
6. Homogenitas permukaan komposit SiO2/kitosan/Ag
Dianalisis dengan scanning mikroskop elektron (SEM). Data foto mikrografi
berupa gambar dengan perbesaran tertentu yang menunjukkan homogenitas
permukaan kain, kain terlapisi SiO2 dan kain terlapisi SiO2 dan komposit
kitosan/Ag. Semakin homogen pencampuran bahan, persebaran lapisan SiO2 dan
commit to user
7. Analisis kemampuan aktivitas antibakteri pada kain
Dilakukan terhadap bakteri S.aureus. Dari uji antibakteri ini akan diperoleh
data jumlah koloni bakteri pada masing-masing sempel. Komposit yang memiliki
jumlah koloni paling sedikit, berarti memiliki daya hambat terhadap bakteri paling
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang isolasi kitin dan sintesis
kitosan cangkang udang, penentuan konsentrasi optimum adsorbsi logam Ag oleh
kitosan, penentuan kondisi optimum pelapisan kain katun dengan SiO2 dan komposit
kitosan/Ag dan karakterisasinya serta uji aktivitas kain antibakteri.
A. Isolasi kitin dan sintesis kitosan
Isolasi kitin dan sintesis kitosan dari cangkang udang melalui beberapa tahap
yaitu pembuatan serbuk cangkang udang lolos ayakan 100 mesh, proses
deproteinasi, proses demineralisasi dan proses deasetilasi.
Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa protein dan
lemak pada cangkang udang. Pada cangkang udang, keberadaan kitin disertai dengan
adanya protein dan fraksi anorganik yang kebanyakan disusun oleh garam-garam
kalsium karbonat (CaCO3)dan kalsium fosfat (Ca3(PO4)2). Untuk memperoleh kitin
diperlukan proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan
mineral-mineral yang terdapat dalam kulit udang. Adapun reaksi demineral-mineralisasi dalam
pelarut asam adalah sebagai berikut:
Ca3(PO4)2(s) + 6 HCl (aq) 3 CaCl2(aq) + 2 H3PO4(aq)
CaCO2(s) + 2 HCl (aq) CaCl2(aq) + CO2(g) + H2O (l)
Adanya CO2 yang dihasilkan dapat terlihat dari buih yang terbentuk pada
proses demineralisasi. Pemutusan gugus asetil dari gugus N-asetil pada kitin untuk
menghasilkan kitosan disebut proses deasetilasi. Reaksi hidrolisis dengan basa kuat
yang terjadi antara kitin dengan NaOH yang terjadi seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 2. Proses isolasi kitin dari cangkang udang yang telah dilakukan sebanyak
25 g serbuk cangkang udang (berat kering) menghasilkan kitin rata- rata sebanyak
4,801 ± 0, 136 g (19,20% dari cangkang udang) yang kemudian sintesis kitin
menjadi kitosan rata-rata menghasilkan sebanyak 3,013 g (12,05% dari berat
commit to user
1. Karakterisasi kitin dan kitosan dengan spektroskopi IR
Kitin dan kitosan yang dihasilkan dari cangkang udang dikarakterisasi
dengan spektroskopi infra merah untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsionalnya
selain itu derajat deasetilasi kitosan juga dapat ditentukan.
Serapan dan gugus fungsi yang terdapat pada kitin dan kitosan disajikan pada
Tabel 1 (Brugnerotto et al., 2001; Ming et al., 2001; 2003; Liu et al., 2006; Khan et
al., 2002; Tretenichenko et al., 2006)
Tabel 1. Gugus fungsi spektra IR kitin dan kitosan
Bil. Gelombang (cm-1) sekitar Gugus fungsi kitin dan kitosan
3448,5 O-H stretching dan N-H (-NH2)Amina 3271,0 & 3109,0 N-H (NHCOCH3) Amida II
2931,6 & 2885,3 (doublet) C-H stretching (C-H ring, -CH3 dan –CH2-) 1658,7 & 1630,0 (doublet-singlet) C=O stretching (NHCOCH3) Amida I
1596,0 N-H bending (-NH2)
1419,0 & 1377,0 C-H bending (C-Hring;-CH2;-CH3)dan C-C 1558,4 & 1311,5 N-H & C-N (NHCOCH3) AmidaII & III
1157,2 Brigde-O-stretching (C-OC)
1072,3 & 1026,1 C-O asym & C-O sym stretching
894,9 Ring stretching (C-H siklo atau ring)
Spektra kitin dan kitosan hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektra IR kitin dan kitosan cangkang udang
commit to user
3109 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (NHCOCH3, Amida II); 2931,6 dan
2885,3 cm-1 yang menunjukkan gugus C-H stretching; 1658,7 dan 1630 cm-1 yang
menunjukkan gugus C=O stretching (NHCOCH3, Amida I); 1558,4 dan 1311,5
cm-1 menunjukkan gugus N-H dan C-N (NHCOCH3, Amida II dan III).
Terbentuknya kitosan dari proses deasetilasi kitin ditandai dengan perubahan
serapan sekitar 3448,5 cm-1 menjadi lebih lebar. Intensitas puncak serapan sekitar
3271,0 dan 3109,0 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H (Amida II) semakin rendah
dan hilang. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadi tumpang tindih dengan serapan
-NH2 dan -OH. Serapan gugus amina lebih kecil daripada serapan gugus hidroksida
karena ikatannya lebih lemah. Semakin besarnya gugus asetil pada kitin yang
tersubstitusi dengan atom H menjadi gugus amina (-NH2), kemampuan kitosan
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air semakin besar, sehingga
menyebabkan pelebaran puncak serapan sekitar 3448,5 cm-1 dan menyebabkan
puncak serapan sekitar 3271,0 dan 3109,0 cm-1 semakin tidak kelihatan.
Perubahan juga terjadi pada puncak serapan sekitar 1658,7 dan 1630 cm-1
yang menunjukkan gugus C=O stretching (NHCOCH3, Amida I). Intensitas puncak
serapan ini menjadi lebih kecil dan muncul serapan baru yang lebih kecil yaitu
serapan pada bilangan gelombang 1596 cm-1 yang menunjukkan gugus amina
primer. Hal ini menunjukkan banyaknya gugus asetil yang lepas, membentuk gugus
amina (-NH2). Kekuatan ikatan C=O dari gugus asetil lebih besar dari kekuatan
ikatan N-H dari gugus amina, sehingga energi vibrasi yang dibutuhkan lebih kecil
dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus asetil lebih besar
daripada energi vibrasi dan bilangan gelombang yang disebabkan oleh adanya gugus
amina (hukum Hooke). Serapan 1558,4 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H
(NHCOCH3, Amida II) bergeser ke bilangan gelombang yang lebih besar yaitu ke
arah 1596 cm-1 yang menunjukkan gugus N-H amina. Hal ini disebabkan karena
kekuatan ikatan N-H dalam amina (-NH2) lebih kuat daripada kekuatan ikatan N-H
dalam amida (NHCOCH3).
Karakterisasi kitosan dengan spektrofotometer IR selain untuk mengetahui
gugus-gugus fungsi dari kitosan hasil isolasi, dapat juga digunakan untuk
commit to user
gugus amina, hidroksi dan karbonil. Untuk menghitung derajat deasetilasi kitosan
dapat digunakan baseline b yang diusulkan oleh Baxter (Khan et al., 2002). Dari
penelitian ini derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 95,15% berdasarkan baseline
b. Adapun cara penentuan DD dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Analisis X-Ray Diffractometer (difraksi sinar-X)
Karakterisasi kedua dari kitin dan kitosan dilakukan dengan menggunakan
teknik difraksi sinar-X yang umumnya digunakan untuk karakterisasi padatan
sehingga diketahui kristalinitasnya. Difraktogram kitin dan kitosan disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Difraktogram kitin dan kitosan
Pola difraksi sinar-X kitin dan kitosan menunjukkan pola puncak difraksi
yang memiliki posisi 2θ yang relatif sama, namun pada kitosan mempunyai
intensitas yang lebih lemah dan melebar. Pola difraksi kitin dan kitosan terdiri dari
puncak utama pada 2θ sekitar 10o dan 20o. Pelebaran puncak menunjukkan
ketidakteraturan pengaturan bidang kristal setelah deasetilasi. Tingginya kristalinitas
pada kitin disebabkan adanya ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul.
Struktur kristalinitas kitin dan kitosan dapat terlihat seperti pada Gambar 6.
878
1654
769
commit to user
Gambar 6. Interaksi intermolekuler kitin atau kitosan (Champagne, 2002)
Adanya interaksi intramolekuler menyebabkan keteraturan bidang unit polimer kitin
dan kitosan. Secara umum kristalinitas kitin lebih tinggi daripada kitosan karena
ikatan hidrogen yang mempengaruhi interaksi intramolekuler dan intermolekuler
kitin lebih kuat daripada kitosan. Ikatan hidrogen kitin dan kitosan terlihat seperti
Gambar 7 dan 8.
HN :
C O : --- H O
H3C
Gambar 7. Ikatan hidrogen dari kitin
N H--- :O
Gambar 8. Ikatan hidrogen dari kitosan
Oksigen lebih elektronegatif dari pada nitrogen sehingga dipol negatif
oksigen lebih kuat dari pada nitrogen dan menyebabkan momen dipol hidrogen yang
terikat pada oksigen lebih positif dari pada hidrogen yang terikat pada nitrogen. Hal
ini menyebabkan ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitin lebih kuat
daripada kitosan.
Selama proses deasetilasi kitin sangat dimungkinkan terjadinya deasetilasi
commit to user
semakin menurun. Selain itu ikatan hidrogen intermolekuler –NH2---OH kitosan
dapat diperlemah oleh adanya faktor sterik molekul karena panjang ikatan gugus
amina lebih pendek dibandingkan panjang ikatan gugus asetil. Semakin banyak
gugus asetil tersubstitusi menjadi gugus amina maka jarak antar bidang rantai
polimer yang membentuk ikatan hidrogen intermolekuler semakin pendek dan
menyebabkan kestabilan ikatan hidrogen intermolekuler –NH2---OH lebih kecil
dibandingkan ikatan hidrogen intermolekuler –C=O---HO-gugus asetil pada kitin.
Oleh karena itu, secara umum kristalinitas kitosan lebih rendah daripada kitin.
B. Penentuan konsentrasi optimum adsorpsi logam Ag oleh kitosan
Proses adsorbsi logam Ag oleh kitosan dilakukan untuk menentukan
persentase (%) optimum penyerapan logam Ag oleh kitosan pada variasi waktu
shaker Ag/kitosan (20 ml Ag 1000 ppm : 0,2 g) selama 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 jam.
Besarnya persentase adsorbsi logam Ag oleh kitosan dianalisis dengan
menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) dengan metode kurva standar.
Kurva standar dan persentase adsorbsi logam Ag oleh kitosan dapat dilihat pada
Gambar 9 dan 10.
commit to user
Gambar 10. Adsorbsi logam Ag oleh kitosan
Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah
logam Ag yang teradsorb pada jam ke-1 sampai jam ke-5 secara signifikan. Akan
tetapi pada jam ke-5 sampai jam ke-7 jumlah logam Ag yang teradsorb semakin
tidak signifikan. Banyaknya logam Ag yang teradsorb oleh kitosan dapat dilihat
pada lampiran 3. Penurunan adsrobsi logam Ag oleh kitosan terjadi mulai dari waktu
shaker pada jam ke-5. Hal ini disebabkan karena adanya ketidak seimbangan jumlah
logam Ag dan situs aktif (-NH2 dan-OH) pada kitosan, semakin lama waktu shaker
logam Ag dengan jumlah situs aktif yang sama, maka situs aktif kitosan mengalami
kejenuhan. Berdasarkan Gambar 10, kondisi optimum proses penyerapan logam Ag
oleh kitosan terjadi pada jam ke-5. Penentuan kondisi optimum ini didukung dengan
penghitungan secara statistika menggunakan anava satu arah dan uji Duncan yang
dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
1. Karakterisasi FTIR kitosan setelah adsorbsi logam Ag
Adanya interaksi antara kitosan dengan logam Ag menyebabkan terjadinya
perubahan karakter spektra IR kitosan. Perubahan spektra IR kitosan setelah
commit to user
Gambar 11. Perubahan spektra IR kitosan sebelum dan setelah proses adsorbsi
Secara kualitatif, Gambar 11 menunjukkan adanya perubahan baik intensitas,
maupun lebar puncak dari kitosan. Serapan vibrasi sekitar 3448,72 cm-1 dan 1597,06
cm-1 yang menunjukkan serapan overlapping vibrasi gugus –NH2 dan -OH
mengalami penyempitan karena adanya logam Ag. Hal ini dimungkinkan karena
berkurangnya kekuatan ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan
setelah adanya logam Ag, serta terbentuknya ikatan hidrogen dengan molekul air
semakin besar pada kitosan. Interaksi antara logam Ag dengan gugus –NH2 dan -OH
juga menyebabkan terjadinya penurunan intensitas pada daerah 1419,61 cm-1 yang
merupakan serapan dari C-H dan daerah 1319,31 cm-1 serapan dari gugus C-N serta
1381,03 cm-1 yang merupakan daerah serapan dari gugus C-C semakin tidak
kelihatan. Hal ini dimungkinkan karena interaksi Ag dengan gugus NH2 dan –OH
menyebabkan kekakuan vibrasi gugus C-H, C-C dan C-N, sehingga intensitas vibrasi
gugus - gugus tersebut menjadi lebih kecil.
-OH & -NH2str -NH2 str
-C-H
-C-C
-C-N Kitosan/Ag
commit to user
2. Karakterisasi XRD kitosan setelah adsorbsi logam Ag
Kitosan memiliki kisi kristal yang ditunjukkan oleh munculnya pola difraksi
utama yaitu 2θ sekitar 10o
dan 20o, dengan intensitas yang rendah (Trecenichenco et
al., 2006). Adanya proses adsorbsi logam Ag oleh kitosan mempengaruhi
kristalinitas kitosan. Adanya logam Ag menyebabkan puncak utama difraktogram
kitosan semakin lebar dan intensitas kitosan semakin rendah. Hal ini ditunjukkan
pada Gambar 12.
Gambar 12. Perubahan difraktogram kitosan
Berdasarkan Gambar l2 menunjukkan bahwa terjadinya penurunan intensitas
puncak pada difraktogram kitosan disebabkan karena kristalinitas kitosan setelah
adanya logam Ag menurun. Modrzejewska et al. (2009) menyebutkan bahwa dengan
meningkatnya jumlah ion logam yang teradsobsi oleh kitosan, maka indek
kristalinitas dari kitosan semakin menurun. Kristalinitas kitosan dipengaruhi oleh
ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler. Dengan adanya logam Ag
menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen intramolekuler dan intermolekuler kitosan
dengan membentuk khelat antara logam Ag dengan kitosan seperti yang
diiliustrasikan Gambar 13. Hal ini menyebabkan kristalinitas kitosan menurun. 62
579
66
769