• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN SELF-EFFICACY SISWA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN SELF-EFFICACY SISWA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

IWAN JULI 8116171008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

i

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Dan Self-Efficacy Siswa Dengan Pendekatan Matematika Realistik Di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Shalawat beriringkan salam penulis sanjungkan keharibaan Nabi besar Muhammad SAW

sebagai risalah umat. penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi

sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Master Pendidikan (M.Pd) di

Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri

Medan (UNIMED).

Tesis ini menelaah peningkatan penggunaan Pendekatan Matematika

Realistik (PMR) atas kemampuan pemecahan masalah matematika, self efficacy,

interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa. Dalam

proses mulai dari penulisan tesis ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,

bimbingan, nasihat, dorongan, saran, dan kritik yang sangat berharga dari

berbagai pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan

baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga

Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima

kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku

(3)

ii

Bapak Prof. Dr. Sumarno. M.Pd selaku Dosen Pembimbing II. Yang telah

banyak membimbing dan mengarahkan penulis. Sumbangan pikiran yang

amat berharga sejak awal pemunculan ide dan kritik demi kritik serta

pertanyaan kritis guna mempertajam gagasan telah membuka dan

memperluas cakrawala berpikir penulis dalam penyusunan tesis ini. Juga

dorongan beliau agar penulis segera menyelesaikan studi secepatnya.

3. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, Bapak Dr. Edy Surya, M.Pd dan Ibu Dr. Izwita

Dewi, M.Pd selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan

masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis

menyelesaikan tesis ini.

5. Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Bukit yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

6. Kepada Ayahanda Sabirin, S.Pd. Ibunda Jamiah, S.Pd dan adik-adiku ananda

ucapkan terima kasih yang tak terhingga yang telah memberikan dorongan,

motivasi dan nasehatnya yang menyejukkan hati serta cinta kasihnya

(4)

iii

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga

tesis ini bermanfaat kepada penulis maupun rekan-rekan lain terutama bagi rekan

guru dalam meningkatkan wawasan dan kemampuan untuk melaksanakan

kegiatan pembelajaran matematika di depan kelas serta dapat menjadi seorang

guru yang berkompetensi dan professional.

Medan, Juni 2013 Penulis

(5)

vii

2.1 Sintak Implementasi Pendekatan Matematika Realistik ... 55

2.2 Fase-fase Model Pembelajaran Realistik ... 60

2.3 Perbedaan Pedadogis Pembelajaran Pendekatan Matematika Realistik Dan Pendekatakan Biasa ... 64

3.1. Daftar Akriditasi SMP Negeri Kabupaten Bener Meriah ... 86

3.2 Desain Penelitian ... 91

3.3. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel dalam penelitian... ... 92

3.4. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Matematika siswa ... 94

3.5. Uji normalitas data kemampuan awal matematika siswa ... 95

3.6. Uji homogenitas varians data kemampuan awal matematika siswa ... 95

3.7 Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 96

3.8. Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Pemecahan Masalah ... 98

3.9 Kisi-kisi Instrumen Self-Efficacy ... 99

3.10 Skor Alternatif Jawaban skala Self-Efficacy ...100

3.11 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ...100

3.12 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban kelas Eksperimen Lebih Baik dari pada kelas Kontrol ...102

3.13 Interpretasi Nilai koefisien Korelasi rXY ...103

3.14. Hasil analisis validitas tes kemampuan awal matematika...103

3.15. Validitas butir soal tes kemampuan pemecahan masalah matematika ...104

3.16. Interpretasi Nilai koefisien Reliabilitas ...105

3.17. Hasil analisis tingkat kesukaran tes kemampuan pemecahan masalah matematika ...109

3.18. Hasil analisis daya pembeda tes kemampuan pemecahan masalah matematika ...110

3.19. Nama Validator Ahli ...110

3.20. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ...111

(6)

viii

Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika ...125

4.2. Sebaran Sampel Penelitian ...126

4.3. Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ...127

4.4. Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ...128

4.5. Analisis Varians Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematika Siswa antar Kelompok Data ...130

4.6. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Matematika Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ...131

4.7. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori KAM ...134

4.8. Deskripsi Data Self efficacy Matematika Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran ...136

4.9. Deskripsi Data Self efficacy Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Setiap Kategori KAM ...139

4.10. Data Hasil Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika .141 4.11. Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Pemecahan masalah Matematika ...143

4.12. Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Pemecahan masalah Matematika ...145

4.13. Rekapitulasi data hasil skor N-Gain self efficacy siswa ...146

4.14. Hasil Uji Normalitas Peningkatan Self efficacy ...148

4.15. Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Self efficacy ...149

4.16. Hasil ANAVA dua jalur Kemampuan Pemecahan masalah Matematika Siswa ...151

4.17. Hasil ANAVA dua jalur Kemampuan Self efficacy Siswa ...152

(7)

ix

4.21. Kriteria Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika pada kelas Eksperimen dan kelas kontrol ...173

(8)

x

1.1 Soal bangun datar persegi ... 7

1.2 Jawaban pemecahan masalah matematika siswa ... 8

2.1. Aktivitas Guru dalam Pendekatan PMR ... 58

2.2. Aktivitas Siswa dalam Pendekatan PMR ... 59

3.1. Prosedur Penelitian... 123

4.1. Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika ... 131

4.2. Peningkatan Kemampuan pemecahan masalah matematika ... 132

4.3. Peningkatan N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Berdasarkan kategori KAM ... 135

4.4. Rata-rata skor self efficacy siswa ... 137

4.5. Peningkatan self efficacy siswa ... 137

4.6. Peningkatan N-Gain Self efficacy Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... 140

4.7. Diagram rerata gain kemampuan pemecahan masalah matematika ... 142

4.8. Diagram rerata gain self efficacy ... 147

4.9. Interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM terhadap peningkatan pemecahan masalah matematika siswa ... 154

4.10. Interaksi antara pembelajaran dan KAM terhadap peningkatan self efficacy siswa ... 157

4.11. Rata-rata Postes Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 161

4.12. Interpretasi Jawaban Siswa Butir soal 1 ... 163

4.13. Interpretasi Jawaban Siswa Butir soal 2 ... 166

4.14. Interpretasi Jawaban Siswa Butir soal 3 ... 169

4.15. Interpretasi Jawaban Siswa Butir soal 4 ... 172

4.16. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 179

4.17. Peningkatan Self efficacy Siswa ... 180

(9)

xi

LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PMR ... 204

2. Lembar Aktivitas Siwa (LAS) PMR ... 233

LAMPIRAN B (ISTRUMEN PENELITIAN)

1. Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa (KAM) ... 255

2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 262

3. Skala Self efficacy ... 275

LAMPIRAN C (HASIL VALIDASI)

1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes ... 279

LAMPIRAN D (HASIL PENELITIAN)

1. Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 303

2. Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 306

3. Nilai Skala Self Efficacy Siswa ... 310

LAMPIRAN E (NAMA SISWA)

1. Kelas Eksperimen ... ...315

2. Kelas Kontrol ...316

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan merupakan unsur dasar

yang menentukan kecakapan berpikir tentang dirinya dan lingkungannya.

Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan mampu

mengubah keluarganya, mengubah daerahnya, dan kemudian mengubah

negaranya serta mengubah dunia dimana dia hidup. Seseorang memiliki eksistensi

tentang arti penting dirinya dan kehidupan yang diberikan oleh Allah Swt. dan

sangat disayangkan jika itu hanya sia-sia. Eksistensi manusia dalam menghadapi

berbagai perubahan dalam lingkungan dan perkembangan ilmu pengetahuan

memerlukan kecakapan hidup yang bisa diperoleh melalui pendidikan.

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan

manusia, pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan Sumber Daya Manusia

(SDM) dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Pendidikan memiliki

kemampuan dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara

optimal yaitu pengembangan individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik,

intelektual, emosional, sosial dan spiritual sesuai dengan tahap perkembangan

karakteristik lingkungan fisik dan sosial budaya di mana dia hidup. Pendidikan

sangat penting dalam mewujudkan bangsa yang cerdas, mandiri, dan berkarakter

kuat. Pendidikan juga merupakan hak setiap warga negara, seperti yang tercantum

dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “setiap warga negara berhak

mendapat pendidikan”.

(11)

Berdasarkan undang-undang di atas ada beberapa hal yang perlu menjadi

perhatian yaitu proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah harus mempunyai

tujuan, sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa menuju pada

apa yang ingin dicapai, suasana belajar dan pembelajaran diarahkan untuk

mengembangkan potensi anak didik, harapannya proses pendidikan haruslah

berorientasi kepada siswa dan akhir dari proses pendidikan itu adalah berujung

kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan intelektual serta

pengembangan ketrampilan anak sesuai dengan kebutuhan, sehingga diharapkan

mampu mempersiapkan SDM berkualitas, karena pendidikan diyakini dapat

mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang mampu

bersikap kritis, logis, mengkomunikasikan gagasan dan sistematis dalam

menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.

Hal di atas dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika, karena

kemampuan-kemampuan tersebut tidak lain adalah merupakan tujuan dari

pelajaran matematika itu sendiri sebagaimana yang dinyatakan oleh Pusat

Kurikulum (Depdiknas, 2003) tujuan umum pembelajaran matematika sekolah

adalah (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,

misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan

kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi, (2) Mengembangkan aktivitas

kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan

pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta

mencoba-coba, (3) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, (4)

(12)

gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dan

menjelaskan gagasan.

Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam

mengantisipasi tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Oleh

karena itu pendidikan matematika harus mampu membekali anak didik dengan

kepribadian dan kemampuan yang dapat menjawab permasalahan mendatang.

Soedjadi (2001) mengemukakan bahwa matematika tidak cukup lagi hanya

membekali siswa dengan keterampilan menyelesaikan soal Ujian Nasional (UN).

Pendidikan matematika harus diarahkan kepada menumbuhkembangkan

kemampuan melakukan pemecahan masalah dalam kehidupan siswa kelak.

Dengan menguasai matematika, anak didik diharapkan mampu

memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Lebih jauh

pembelajaran matematika di jenjang SMP diharapkan dapat mengembangkan

kemampuan matematika dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang penting dalam pelajaran

matematika. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.

Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam

menghadapi kemajuan ilmu dan teknologi. Sehingga pelajaran matematika perlu

diberikan kepada setiap peserta didik sejak Sekolah Dasar, bahkan sejak Taman

Kanak-Kanak. Dengan demikian harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran

matematika pada jenjang sekolah menengah pertama adalah memiliki ketrampilan

(13)

mental untuk menghadapi situasi dan kondisi perkembangan globalisasi dunia,

teknologi dan informasi di masa depan.

Menurut GBPP (Hadi, 2005) bahwa tujuan pembelajaran matematika

untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi perubahan dunia yang dinamis

dengan menekankan pada penalaran logis, rasional dan kritis, serta memberikan

keterampilan kepada mereka untuk mampu menggunakan matematika dan

penalaran matematika dalam memecahkan berbagai masalah. Penekanan

utamanya ditujukan pada berbagai aspek pembelajaran matematika yaitu pola

pikir, penyelesaian soal aplikasi, eksplorasi dan pemodelan. Dalam hal ini

pembelajaran matematika harus menekankan pada pemberian kesempatan kepada

siswa untuk secara aktif mengerjakan matematika berdasarkan kemampuan yang

dimilikinya, proses pembelajaran matematika di sekolah selama ini terlalu banyak

pada aspek doing, tetapi kurang pada aspek thinking. Apa yang diajarkan di

sekolah banyak berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu tetapi kurang

berkaitan dengan mengapa demikian dan apa implikasinya. Dengan kata lain basis

pemahaman dalam belajar hanya berupa hafalan saja, bukannya pemecahan

masalah dan kemampuan berpikir.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa dari jenjang pendidikan

terendah sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak pernah hilang. Rendahnya

hasil belajar matematika siswa tampak pada ketidaklulusan siswa yang sebagian

besar disebabkan tidak tercapainya nilai batas lulus yang telah ditetapkan.

Hal ini ditandai dengan rendahnya perolehan ketuntasan belajar siswa

(14)

pelajaran 2011/2012 masih rendah, yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk daya

serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil

belajar matematika siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh

kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 85% untuk

ketuntasan belajar, (sumber: nilai raport siswa tahun pelajaran 2011/2012). Hal

yang sama juga terjadi pada sekolah SMP N 1 Bukit dari wawancara yang

dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika di sekolah tersebut nilai

rata-rata kelas 60 dan untuk ketuntasan belajar 65%.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang

namanya masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam

pembelajaran matematika, sebagaimana NCTM (2000) menyatakan bahwa

pemecahan masalah adalah sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan

untuk membantu dalam mengembangkan berfikir secara matematis. Tidak semua

pertanyaan merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah

hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat

dipecahkan oleh prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita

menerapkan pengetahuan matematika, keterampilan atau pengalaman untuk

memecahkan suatu dilema atau situasi yang baru atau yang membingungkan,

maka kita sedang memecahkan masalah. Untuk dapat memecahkan masalah

dengan baik, siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan

memecahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan

(15)

Untuk dapat memecahkan permasalahan, tentunya seseorang harus

memiliki kemampuan pemecahan masalah yang cukup. Menurut Sumarmo (2005)

pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah matematik pada siswa

adalah bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan pengajaran

matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Pemecahan masalah

bukanlah sekedar tujuan dari belajar matematika, tetapi juga merupakan alat

utama untuk melakukannya Wahyudin (2003). Sebagian pendekatan pemecahan

masalah digunakan untuk menemukan dan memahami materi atau konsep

matematika. Sedangkan sebagai tujuan, diharapkan agar siswa dapat

mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan serta kecukupan unsur yang

diperlukan, merumuskan masalah dari situasi sehari-hari kedalam matematika,

menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau diluar

matematika, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai dengan

permasalahan asal, menyusun model matematika dan menyelesaikan untuk

masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna (meaningful).

Namun kenyataan di lapangan proses pembelajaran matematika yang

dilaksanakan pada saat ini belum memenuhi harapan para guru sebagai

pengembang strategi pembelajaran di kelas. Siswa mengalami kesulitan dalam

belajar matematika, khususnya dalam menyelesaikan soal yang yang berhubungan

dengan kemampuan pemecahan masalah matematik, sebagaimana diungkapkan

Sumarmo (2005) bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika pada umumnya belum memuaskan. Kesulitan yang dialami siswa

(16)

perhitungan. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian Atun (2006)

mengungkapkan bahwa perolehan skor pretes untuk kemampuan pemecahan

masalah matematika pada kelas eksperimen mencapai rerata 25,84% dari skor

ideal.

Kemampuan pemecahan masalah matematika perlu mendapat perhatian

karena merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar. Kemampuan

pemecahan masalah matematika dapat mendorong siswa dalam belajar bermakna

dan belajar kebersamaan, selain itu dapat membantu siswa dalam menghadapi

permasalahan matematika dana permasalahan keseharian secara umum.

Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tidak lepas

dari kurangnya kesempatan dan tidak dibiasakannya siswa melakukan pemecahan

masalah. Permasalahan-permasalahan matematika yang disajikan dalam

pembelajaran di kelas lebih cenderung pada permasalahan rutin. Sehingga dalam

menyelesaikan masalah siswa tidak terbiasa dalam menentukan apa yang

diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan cara apa yang harus di pakai. Hasil

observasi yang dilakukan di SMP N 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Provensi

Aceh juga menunjukkan kemampuan pemecahan masalah masih rendah, dari soal

diberikan kepada siswa yaitu Rendahnya pemecahan masalah siswa terlihat dari

penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti di SMP N 1 Bukit Kabupaten Bener

Meriah Provensi Aceh kelas VII. Dari gambar di bawah berapakah luas bangun

datar persegi?

(17)

Gambar 1.2 Jawaban pemecahan masalah matematika siswa

Berdasarkan gambar di atas hasilnya menunjukkan bahwa siswa masih

mengalammi kesulitan dalam memahami masalah karena siswa tidak menuliskan

apa yang diketahui dan ditanyakan pada soal, pada merencanakan masalah siswa

sudah bisa merencakan tetapi mesih belum lengkap dan pada menyelesaikan

masalah siswa melakukan perhitungan yang salah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan

siswa dalam memecahkan masalah matematika memiliki peran yang cukup besar

bagi siswa. Akan tetapi kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran

belum menjadi kegiatan utama sehingga masih banyak siswa yang merasa

kesulitan jika menghadapi pemecahan masalah “banyak siswa yang mendapat

kesulitan dan merasa menderita menghadapi masalah meskipun telah banyak

mendapat bantuan guru”.

Lebih lanjut, Sumarmo (2002) menjelaskan bahwa pemecahan masalah

dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus

(18)

dan memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan sebagai tujuan,

diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan

serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah dari situasi

sehari-hari dalam matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai

masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau diluar matematika, menjelaskan

atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, menyusul model

matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan

matematika secara bermakna (meaningful). Sebagai implikasinya maka

kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang

belajar matematika.

Selain kemampuan pemecahan masalah self-efficacy juga perlu dimiliki

oleh siswa. Self-efficacy adalah sebuah keyakinan tentang probabilitas bahwa

seseorang dapat melaksanakan dengan sukses beberapa tindakan atau masa depan

dan mencapai beberapa hasil. Bandura (1994) mendefinisikan self -efficacy

sebagai keyakinan orang tentang kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat

kinerja yang ditunjuk bahwa latihan pengaruh atas peristiwa yang mempengaruhi

kehidupan mereka. Keyakinan self-efficacy menentukan bagaimana orang

merasakan, berpikir, memotivasi diri dan berperilaku. Keyakinan tersebut

menghasilkan efek yang beragam melalui empat proses utama. Tersebut meliputi

kognitif, motivasi, afektif dan proses seleksi.

Self efficacy memiliki pengaruh dalam pemilihan perilaku, besar usaha dan

ketekunan, serta pola berpikir dan reaksi emosional. Penilaian self efficacy

(19)

kemampuannya atau melakukan kegiatan yang diperkirakan dapat diatasinya.

Dalam memecahkan masalah yang sulit, individu yang mempunyai keraguan

tentang kemampuannya akan mengurangi usahanya, bahkan cenderung akan

menyerah. Individu yang mempunyai self efficacy tinggi menganggap kegagalan

sebagai kurangnya usaha, sedangkan individu yang memiliki self efficacy rendah

menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan.

Lemahnya kemampuan self efficacy disebabkan karena siswa menghindari

tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah, fokus pada defisiensi dan hambatan,

dan mempersiapkan diri untuk bersikap yang kurang baik Widyastuti (2010).

Seseorang yang salah menilai kemampuannya akan bertindak dalam suatu cara

tertentu yang akan merugikan dirinya. Seseorang yang terlalu tinggi menilai

kemampuannya akan melakukan kegiatan yang tidak dapat diraih yang dapat

berdampak pada kesulitan dan kegagalan, sebaliknya seseorang yang menilai

rendah kemampuannya akan membatasi diri dari pengalaman yang

menguntungkan.

Self efficacy memiliki pengaruh dalam pemilihan perilaku, besar usaha dan

ketekunan, serta pola berpikir dan reaksi emosional. Penilaian self efficacy

mendorong individu menghindari situasi yang diyakini melampaui

kemampuannya atau melakukan kegiatan yang diperkirakan dapat diatasinya.

Dalam memecahkan masalah yang sulit, individu yang mempunyai keraguan

tentang kemampuannya akan mengurangi usahanya, bahkan cenderung akan

(20)

sebagai kurangnya usaha, sedangkan individu yang memiliki self efficacy rendah

menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan.

Untuk mengetahui ketercapaian self-efficacy matematika siswa dapat

dilakukan dengan observasi proses pembelajaran matematika, dengan cara

Keyakinan untuk dapat memecahkan beragam permasalahan bisa juga dilakukan

dengan skala efficacy matematika, disini peneliti melihat ketercapaian

self-efficacy matematika siswa dengan skala self-self-efficacy. Self-self-efficacy matematika

diartikan sebagai kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan mempersentasikan

dan menyelesaikan masalah matematika Bandura (1994), cara belajar dan bekerja

dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas dan kemampuan pemecahan

masalah matematika dengan teman sebaya dan pengajar selama pembelajaran.

Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, guru haruslah memberi latihan

kepada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal/masalah matematika perlu adanya

menguji jawabannya, perlu diberikan berbagai cara atau strategi dalam

menyelesaikan soal matematika.

Faktor lain juga yang dapat berkontribusi terhadap kemampuan matematis

siswa dan terhadap sikap belajar matematika siswa, yaitu kelompok kemampuan

awal matematika (KAM) siswa, yang digolongkan ke dalam kelompok baik,

cukup dan kurang. Kemampuan awal matematik merupakan prasyarat yang harus

dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini disebabkan

materi pelajaran yang disusun secara struktur sehingga apabila seseorang

mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka otomatis akan mengalami

(21)

yang memiliki kemampuan awal matematikanya baik akan dapat mengikuti

pelajaran pada materi selanjutnya dengan lancar. Siswa yang memiliki KAM yang

cukup atau kurang membutuhkan waktu dalam menerima ilmu baru dalam proses

pembelajaran.

Penyebab lain adalah pendekatan pembelajaran, pendekatan yang

digunakan oleh para guru pada umumnya di sekolah, merupakan pendekatan yang

berpusat pada guru. Guru masih menyampaikan materi pelajaran matematika

dengan pendekatan konvensional yang menekankan pada latihan pengerjaan

soal-soal, prosedural, serta penggunaan rumus. Dalam proses pembelajaran di dalam

kelas, siswa juga belum terlibat secara aktif. Guru berperan aktif sementara siswa

hanya menerima pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Pola pembelajaran

seperti ini harus dirubah dengan cara menggiring siswa untuk mencari ilmunya

sendiri.

Rendahnya mutu hasil belajar matematika tersebut, tidak terlepas dari

strategi pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan

pembelajaran masih dilakukan dengan mengikuti urutan kurikulum secara ketat.

Aktivitas belajar masih mengikuti buku teks. Tujuan pembelajaran menekankan

pada penambahan pengetahuan dengan cara menghafal konsep, dan prosedur

untuk dimanfaatkan menyelesaikan soal, dan kurang membangun penalaran siswa,

akibatnya siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal yang

membutuhkan penalaran, misalnya soal bentuk cerita. Guru menyampaikan

pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori, sementara para

(22)

menjawab secara serentak, guru memberi contoh soal kemudian memberi

soal-soal latihan yang sifatnya rutin dan kurang melatih kemampuan berpikir siswa.

Pelaksanaan pembelajaran di atas, tentu tidak dapat mengembangkan

kemampuan berpikir siswa secara optimal, karena siswa cenderung menghafal,

belajar lebih diartikan untuk mengejar nilai agar lulus/naik kelas, siswa pasif,

jawaban atas pertanyaan dari guru dijawab serentak oleh siswa, dan siswa takut

bertanya. Hal inilah yang dikritik oleh Freudenthal. Dia berpendapat, bahwa

matematika adalah aktivitas manusia (human activity) dan semua unsur

matematika dalam kehidupan sehari-hari harus diberdayakan untuk

membelajarkan matematika di kelas.

Permasalahan yang diangkat dari kehidupan anak lebih mudah dipahami

oleh anak, karena nyata, terjangkau oleh imajinasinya dan dapat dibayangkan,

sehingga lebih mudah baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaian dengan

menggunakan kemampuan matematis yang telah dimilikinya. Sebaliknya jika

masalah itu asing bagi anak, anak akan kesulitan untuk memahaminya. Jika untuk

memahami masalah sudah kesulitan maka untuk mencari penyelesaiannya akan

merasa sulit.

Pada tahun 1998 Roy Killen (Sanjaya, 2006) mencatat ada dua

penedekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru

(teacher-centred approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa

(student-centred approach). Pendekatan yang digunakan oleh para guru pada umumnya di

sekolah, merupakan pendekatan yang berpusat pada guru. Guru masih

(23)

menekankan pada latihan pengerjaan soal-soal, prosedural, serta penggunaan

rumus.

Sebagaimana Shadiq (2004) mengatakan pada masa lalu dan mungkin

juga sampai sekarang, bahwa sebagian guru matematika memulai proses

pembelajaran dengan membahas pengertiannya, lalu memberikan contoh-contoh

diikuti dengan menngumumkan aturan-aturan, kegiatan selanjutnya adalah

dengan meminta para siswa mengerjakan soal-soal latihan. Dengan pembelajaran

seperti itu para guru akan mengontrol secara penuh materi serta metode

penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika dikelas saat itu

menjadi proses mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta contoh-contoh

yang diberikan guru.

Aktivitas pembelajaran di atas menekankan kepada para siswa untuk

mengingat atau menghafal dan kurang atau malah tidak menekankan kepada para

siswa untuk mengkomunikasikan gagasan/ide, bernalar, memecahkan masalah,

ataupun pada pemahaman. Para siswa hanya menggunakan kemampuan berfikir

tingkat rendah selama proses pembelajaran berlangsung di kelas dan tidak

memberi kemungkinan bagi para siswa untuk berfikir dan berpartisipasi secara

penuh.

Dengan demikian, pendekatan pembelajaran tersebut, memberi kesan yang

kurang baik bagi siswa, karena dapat menimbulkan sikap negatif terhadap

matematika. Mereka melihat matematika sebagai suatu kumpulan aturan-aturan

dan latihan-latihan yang dapat mendatangkan rasa bosan. Tidak adanya manfaat

(24)

mengulang prosedur atau menghafal tanpa diberi peluang lebih banyak

berinteraksi dengan sesama, ini dapat memberi kesan bahwa matematika adalah

untuk dihafal bukan untuk belajar bekerja sendiri.

Dari fakta tersebut peneliti berasumsi paling tidak ada empat konsekuensi

dari pendekatan pembelajaran di atas. Pertama, kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa rendah, karena tidak memberikan kebebasan berfikir pada siswa,

melainkan belajar hanya untuk tujuan yang singkat. Kedua, proses penyelesaian

soal/masalah cenderung mengikuti aturan-aturan dan langkah-langkah yang

diberikan oleh guru seutuhnya. Ketiga, self efficacy karena dalam proses

pembelajaran guru tidak menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan percaya dirinya

ketika menghadapi tantangan dalam menyelesaikan masalah. Keempat,

Kemampuan Awal Matematika (KAM) siswa, karena Kemampuan Awal

Matematiak merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti

pembelajaran dengan lancar, keempat konsekwennsi ini, maka mengakibatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika rendah.

Dewasa ini telah berkembang teori-teori pembelajaran masing-masing

dengan berbagai keungulannya, diantaranya: Konstruktivisme, Contextual

Teaching and Laearning (CTL), dan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Dalam hal ini PMR dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

matematika dan self efficacy siswa. Hal ini dimungkinkan karena dalam PMR

pembelajaran dimulai dari sesuatu yang real sehingga siswa dapat terlibat dalam

proses pembelajaran secara bermakna. Peran guru hanya sebagai pembimbing dan

(25)

harus di isi air. Siswa adalah individu yang punya potensi untuk mengembangkan

pengetahuan dalam dirinya. Siswa diharapkan aktif mengkonstruksi

pengetahuannya. Bahkan di dalam PMR diharapkan siswa tidak sekedar aktif

sendiri, tetapi ada aktivitas bersama diantara mereka (interaktivitas). Proses

pembelajaran seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir

siswa secara optimal, terutama kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy

siswa.

Dalam proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memanfaatkan

pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep

matematika melalui pemberian suatu masalah konsektual. Pembelajaran

matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan

kembali dan merekontruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa

mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Salah satu

karakteristik PMR adalah menggunakan konteks dunia nyata siswa. Pemecahan

masalah kontekstual dalam matematika sangat berkaitan dengan model situasi dan

model matematik yang dikembangkan siswa sendiri.

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, nampak pentingnya

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan self efficacy

siswa dalam pembelajaran matematika di SMP, karena hal ini sesuai dengan

tujuan pembelajaran matematika. Dengan dimilikinya kemampuan pemecahan

masalah matematik dan self efficacy siswa, diharapkan berdampak pada

pengembangan mental dan kepribadian siswa serta meningkatnya hasil belajar

(26)

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan self efficacy siswa

adalah PMR. Karena itu judul penelitian ini adalah “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Self Efficacy Siswa Dengan Pendekatan Matematika Realistik di SMP

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tidak lepas

dari kurangnya kesempatan dan tidak dibiasakannya siswa melakukan pemecahan

masalah. Permasalahan-permasalahan matematika yang disajikan dalam

pembelajaran di kelas lebih cenderung pada permasalahan rutin. Sehingga dalam

menyelesaikan masalah siswa tidak terbiasa dalam menentukan apa yang

diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan cara apa yang harus di pakai.

Lemahnya kemampuan self efficacy disebabkan karena siswa menghindari

tantangan, melakukan sesuatu dengan lemah, fokus pada defisiensi dan hambatan,

dan mempersiapkan diri untuk bersikap yang kurang baik. Seseorang yang salah

menilai kemampuannya akan bertindak dalam suatu cara tertentu yang akan

merugikan dirinya. Seseorang yang terlalu tinggi menilai kemampuannya akan

melakukan kegiatan yang tidak dapat diraih yang dapat berdampak pada kesulitan

dan kegagalan, sebaliknya seseorang yang menilai rendah kemampuannya akan

membatasi diri dari pengalaman yang menguntungkan.

Penyebab lain adalah pendekatan pembelajaran, pendekatan yang

digunakan oleh para guru pada umumnya di sekolah, merupakan pendekatan

(27)

matematika dengan pendekatan konvensional yang menekankan pada latihan

pengerjaan soal-soal, prosedural, serta penggunaan rumus.

Pembelajaran di atas menekankan kepada para siswa untuk mengingat atau

menghafal dan kurang atau malah tidak menekankan kepada para siswa untuk

mengkomunikasikan gagasan/ide, bernalar, memecahkan masalah, ataupun pada

pemahaman. Para siswa hanya menggunakan kemampuan berfikir tingkat rendah

selama proses pembelajaran berlangsung di kelas dan tidak memberi kemungkinan

bagi para siswa untuk berfikir dan berpartisipasi secara penuh.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang

dihadapi dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat

disebabkan ketidaktepatan pemilihan pendekatan pembelajaran pada proses

pembelajaran.

2. Penerapan pendekatan pembelajaran biasa berpusat pada guru, dalam hal ini

siswa bersifat pasif dalam mencari informasi sehingga siswa hanya menerima

bahan ajar apa yang diberikan oleh guru.

3. Dalam proses pembelajaran guru kurang memanfaatkan pengetahuan siswa

sebagai jembatan untuk memahami masalah matematika melalui pemberian

suatu masalah kontekstual.

4. Siswa kurang dibiasakan menyelesaikan soal yang bersifat kontekstual yang

berbentuk pemecahan masalah dan self efficacy menggunakan Pendekatan

(28)

5. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran

berlangsung

6. Pembelajaran hanya menekankan pada latihan mengerjakan soal dengan

mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus.

C. BATASAN MASALAH

Adapun masalah yang akan dikaji dengan penelitian ini dibatasi pada

masalah sehubungan penggunaan Pendekatan Matematika Realistik untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa SMP kelas

VII pada pokok bahasan segiempat, untuk mengetahui interaksi antara pendekatan

pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis dan peningkatan self efficacy serta

bentuk proses penyelesaian masalah siswa.

Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain juga yang dapat berkontribusi

terhadap kemampuan matematis siswa dan terhadap sikap belajar matematika

siswa, yaitu kelompok kemampuan awal matematika (KAM) siswa, yang

digolongkan ke dalam kelompok baik, cukup dan kurang. Kemampuan awal

matematika merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti

pelajaran dengan lancar.

D. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

yang diajarkan dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih

(29)

2. Apakah peningkatan kemampuan self-efficacy siswa yang diajarkan

dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih tinggi dari pada

siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Biasa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan

kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan

kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan self efficacy

siswa?

5. Bagaimanakah proses penyelesaian masalah yang dibuat oleh siswa

dalam menyelesaikan masalah pada Pendekatan Matematika Realistik

(PMR) dan Pembelajaran Biasa?

E. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematika dan self efficacy siswa dengan

pendekatan matematika realistik di SMP, secara terperinci penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Matematika

Realistik (PMR) lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan

Pembelajaran Biasa

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan self efficacy siswa yang

diajarkan dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih tinggi

(30)

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan

Pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan

pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap

kemampuan self efficacy siswa

5. Untuk mengetahui bagaimanakah proses penyelesaian masalah yang

dibuat oleh siswa dalam menyelesaikan masalah pada Pendekatan

Matematika Realistik (PMR) dan Pembelajaran Biasa

F. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan

bagi semua pihak, terutama bagi guru, siswa dan para peneliti selanjutnya yang

bekaitan dengan penelitian ini. Secara rinci manfaat penelitian ini ialah:

1. Bagi Siswa, mampu mengembangkan pemecahan masalah dan self

efficacy untuk meningkatkan prestasi belajarnya dalam matematika

melalui pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Matematika

Realistik

2. Bagi guru, pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan Matematika

Realistik dapat menjadi alternatif model pembelajaran untuk memberikan

variasi dalam pembelajaran matematika.

3. Manfaat bagi peneliti sendiri adalah agar peneliti siap menjadi guru yang

(31)

4. Praktisi pendidikan, Sebagai bahan masukan atau informasi dalam upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya matematika sekolah

sehingga dapat meningkatkan kemampuan matematis lainnya pada siswa

(32)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, Pembelajaran matematika baik dengan

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) maupun dengan pembelajaran biasa

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy siswa.

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang

telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang

berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan

pemecahan masalah matematika, dan self efficacy siswa. kesimpulan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

diajarkan dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih tinggi dari

pada siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Biasa. Siswa yang diajar

dengan pendekatan matematika realistik memperoleh rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika sebesar 52,72 sebelumnya 17,52 (N-Gain

kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 0,83), sementara siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika sebesar 44,36 sebelumnya 10,92 (N-Gain

kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 0,68). Hasil rata-rata

postes aspek kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah

Kemampuan pemecahan masalah skor rata-rata tertinggi siswa yang diajarkan

(33)

dengan pendekatan matematika realistik pada aspek menyelesaikan masalah

(13,88), dan pembelajaran biasa skor rata-rata tertinggi pada aspek

Menyelesaikan masalah (11,84). Skor rata-rata terendah siswa yang diajarkan

dengan pendekatan matematika realistik pada aspek memahami dan

merencanakan masalah (11,52), sedangkan pembelajaran biasa pada aspek

memeriksa kembali (10,24).

2. Peningkatan kemampuan self-efficacy siswa yang diajarkan dengan

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih tinggi dari pada siswa yang

diajarkan dengan Pembelajaran Biasa. Siswa yang diajar dengan pendekatan

matematika realistik memperoleh rata-rata self-efficacy sebesar 116,08

sebelumnya 82,48 ( N-Gain self-efficacy siswa sebesar 0,90), sementara siswa

yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata self-efficacy

siswa sebesar 112 sebelumnya 74,32 (N-Gain kemampuan pemecahan

masalah matematika sebesar 0,83).

3. Terdapat interaksi antara pendekatan Pembelajaran dengan kemampuan awal

matematika (KAM) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran

(pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa) dan kemampuan

awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) memberikan pengaruh

secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan

(34)

ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pendekatan matematika

realistik dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa

(tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama

yang signifikan terhadap peningkatan self efficacy. Perbedaan peningkatan

self efficacy disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena

kemampuan awal matematika siswa.

5. Proses penyelesaian masalah yang dibuat oleh siswa dalam menyelesaikan

masalah pada Pendekatan Matematika Realistik (PMR) lebih baik dari pada

Pembelajaran Biasa. Dalam hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa

baik yang diajarkan dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) maupun

pembelajaran biasa, kategori proses penyelesaian untuk kemampuan

pemecahan masalah matematika hampir semua siswa yang mendapat

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) memenuhi kategori Langkah

penyelesaian lengkap dan jawaban benar, sedangkan siswa yang memperoleh

pembelajaran biasa ada yang memenuhi kriteria langkah penyelesaian

lengkap dan jawaban benar, dan Langkah penyelesai tidak lengkap dan

jawaban tidak benar.

B. Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada

pemecahan masalah dan self efficacy siswa melalui pembelajaran matematika

dengan pendekatan matematika realistik. Terdapat peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan Pendekatan

(35)

peningkatan kemampuan self efficacy siswa yang diajarkan dengan pendekatan

matematika realistik dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Ditinjau dari

interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika

siswa, hasil ini dapat ditinjau dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada

siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari

pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik

antara lain :

1. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, dalam

membangun semangat dan self efficacy siswa serta dapat

menumbuhkembangkan kemampuan yang meliputi memahami masalah,

merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali

dalam pemecahan masalah matematika.

2. Diskusi dalam pendekatan matematika realistik merupakan salah satu sarana

bagi siswa untuk peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self

efficacy siswa yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan suasana kelas

menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar

matematika.

3. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa

konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat

guru lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar serta

(36)

4. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan

penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

Pendekatan PMR pada kemampuan pemecahan masalah dan self

efficacy siswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh karena

itu hendaknya pendekatan ini terus dikembangkan di lapangan yang

membuat siswa terlatih dalam memecahkan masalah melalui proses

memahami masalah, merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah,

memeriksa kembali. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah

kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan

dalam menyimpulkan. Di samping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai

syarat mutlak yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan

implementasi pendekatan matematika realistik diperlukan bahan ajar yang lebih

menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontektual yang merupakan syarat

awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam

proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Kepada Lembaga Terkait

Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR),

masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di

daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan

dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan

(37)

akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan

materi matematika.

3. Kepada Peneliti

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian dengan

pendekatan matematika realistik dalam peningkatan kemampuan

pemecahan masalah dan self efficacy siswa secara maksimal untuk

memperoleh hasil penelitian yang maksimal. Dapat dilakukan penelitian

lanjutan dengan pendekatan matematika realistik dalam peningkatan

kemampuan matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Astrid, I. (2010). Hubungan antara Self – efficacy dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatra Utara. (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14504/1/ 10E00001.pdf, diakses 17 November 2012)

Atun, I (2006). Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Siswa SMA. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung. Tesis Tidak Diterbitkan.

Badan Akreditasi Propinsi Aceh. http://www.ban-sm.or.id/provinsi/nanggroe-aceh-darussalam /akreditasi. Diakses 20 Novemver 2012

Bandura. (1994). Indikator Self-efficacy (http://id.shvoong.com/social sciences/psychology/2182436-definisi-self-efficacy-dan-indikatornya/ diakses 14 November 2012, 12:40)

Bandura. (1997). Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy. (http://id.shvoong.com/socialscience/psychology/2182436-defenisi-self-efficacy-dan-indikatornya/ diakses 14 November 2012 12.45)

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Suhery, D. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Kemandirian Belajar Siswa SMA di Kabupaten Aceh Tenggara Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Medan: Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan.

Fauzi, A. (2002). Pembelajaran Matematika Realistik pada pokok bahasan pembagian di Sekolah Dasar. Tesis Universitas Negeri Surabaya (tidak diterbitkan).

Fakhruddin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan pendekatan Kooperatif, Medan: Tesis PPs UNIMED. Tesis tidak diterbitkan

(39)

Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya, Banjarmasin

Hake. (1999). Analyzing Change/Gain Scores, (online), (http://www.physics. indiana. edu/~sdi/ AnalyzingChange-Gain.pdf, diakses 25 April 2013)

Hasratuddin. (2010). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma, 3(1): 19-30.

Hendriana. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa SMP. Disertasi pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.

Irmayanti. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Self Efficacy Matematis Siswa SD Melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Medan: Tesis PPs UNIMED. Tesis tidak diterbitkan

Kesumawati, Nila. (2008). Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Pembelajaran Materi Himpunan, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Yogyakarta

Pasaribu, Laily H. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Sofware Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Self efficacy siswa di SMP Kota Padangsidimpuan. Medan: Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan

Muliana. (2012). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik (PMR) terhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa di Sekolah Menengah Pertama, Medan: Tesis PPs UNIMED. Tesis tidak diterbitkan

Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pembelajaran Langsung, Medan: Tesis PPs UNIMED. Tesis tidak diterbitkan

Muzdalifah. (2103). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self efficacy Siswa di MTs Batang Kuis Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Medan: Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan

(40)

Nainggolan A. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa kelas VIII SMP Payon VII Kotamadya Medan Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Medan: Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Matematics. Jakarta: Rineka Cipta

Pasaribu, F. (2012). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik, Medan. Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New

Jersey : Princeton University Press.

Purba, G (2010). Penerapan Strategi Pembelajaran Strategi Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD yang Merorientasikan Malasah untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa, Medan.: Tesis PPS UNIMED. Tesis Tidak diterbitkan.

Rudol, B. M. (2009). Menngkatkan Kemampuan Penalaran Formal dalam Pembelajaran Matematika SMP dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Medan: Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Depdiknas Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika, Yogyakarta.

Safari. (2004). Teknik analisis butir soal instrument tes dan nontes dengan manual dan kalkulator

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

(41)

Siregar, Joni R (2010). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis Siswa Mts Harapan Bangsa Meulaboh Dengan Pendekatan Kontekstual. Tesis PPs UNIMED. Tesis tidak diterbitkan

Sitohang, S (2012). Meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematika melalui pendekatan matematika realistik siswa smp kota pematang siantar. Medan: Tesis PPs UNIMED. Tidak diterbitkan

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Soedjadi. (2001). Pendidikan, Penalaran, Kontruktivisme, Kreativisme Sajian Dalam Pembelajaran Matematika. PPs IKIP Surabaya. Tidak diterbitkan.

Somakim. (2010). Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan self-efficacy matematik siswa sekolah menengah pertama dengan penggunaan

pendekatan matematika realistik. Disertasi pada SPs UPI: Tidak diterbitkan

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaaran Matematika. UPI Bandung. JICA.E.T.

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud, Dikti P2LPTK.

Sumarmo, Utari. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika Dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Seminar Seminar Nasional FPMIPA UPI. Bandung. Tidak diterbitkan

Sumarmo, Utari. (2005). Pembelajaran Matematika Untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

Sumiati dan Asra. (2007). Metode pembelajaran. Bandung: Wacana Prima

TIM MKPBM. (2001). Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, Dan Implementasinya Pada kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

(42)

Wahyudin. (2003). “Peranan Problem Solving”. Proceeding National Seminar on

Selence and Mathematics Education, the Role of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competensy-Based Curriculum. Bandung: JICA-IMSTEP

Widiatmojo, B. (2004). Peranan Pola Asuh Orang tua dan Bimbingan Belajar Terhadap Self efficacy dan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Ilmu Dakwah, Vol.10 No 2

Gambar

Gambar 1.1 Bangun Datar Persegi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian al-Farghani buku yang berjudul harakat as-Samawiyya wa jawami Ilm an-Nujum (Asas-asas Ilmu bintang) yang berisi kajian bintang- bintang. Buku tersebut

Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitian ini seperti profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan komisaris tidak mempengaruhi pengungkapan CSR yang dilakukan oleh

Berdasarkan hasil penetapan pemenang lelang nomor : BM.47/PPL/PL/POKJA III//MT/X/2017 tanggal 16 Oktober 2017, maka Pokja III ULP Pemerintah Kab. Maluku Tengah dengan ini

Kontrak Pekerjaan Yang Sedang Dilaksanakan (jika ada) Demikian disampaikan atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Masohi, Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran dan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya dalam ransum puyuh petelur pada taraf 4% dapat meningkatkan konsumsi ransum,

Siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang terdapat pada buku Ekonomi (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai. Sumber dan Alat. Buku teks

dan mempunyai varians yang homogen, maka pengujiannya dilakukan dengan menggunakan uji t’ namunapabilapratesdanpascatestidakmemiliki data yang normal makadigunakanuji

HUBUNGAN PENGETAHUAN DIET DAN PERILAKU MEMBACA INFORMASI NILAI GIZI PRODUK MAKANAN KEMASAN TERHADAP KEPATUHAN DIET PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DENGAN