• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Prinsip Percakapan dalam Wacana Humor Rubrik Sing Lucu Majalah Panjebar Semangat Edisi Bulan Juni Agustus 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pelanggaran Prinsip Percakapan dalam Wacana Humor Rubrik Sing Lucu Majalah Panjebar Semangat Edisi Bulan Juni Agustus 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 61

Pelanggaran Prinsip Percakapan dalam Wacana Humor Rubrik Sing Lucu

Majalah Panjebar Semangat Edisi Bulan Juni – Agustus 2013

Oleh: Radiyah

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa radiyah756@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) pelanggaran prinsip kerja sama

yang menunjukkan kelucuan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar

Semangat; (2) pelanggaran prinsip kesopanan yang menunjukkan kelucuan dalam wacana

humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data berupa wacana humor dalam rubrik Sing Lucu majalah

Panjebar Semangat. Data dalam penelitian ini meliputi tuturan yang mengandung pelanggaran

prinsip percakapan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan kartu data. Analisis data dilakukan dengan metode analisis pragmatis dan metode deskriptif. Teknik penyajian hasil analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik informal. Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) pelanggaran prinsip kerja sama yang menunjukkan kelucuan dalam wacana humor rubrik

Sing Lucu majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juni – Agustus 2013 mencakup empat

maksim yaitu (a) pelanggaran maksim kuantitas sebanyak 8 tuturan, (b) pelanggaran maksim kualitas sebanyak 9 tuturan, (c) maksim relevansi sebanyak 6 tuturan, dan (d) maksim pelaksanaan sebanyak 5 tuturan. (2) Pelanggaran prinsip kesopanan yang menunjukkan kelucuan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat mencakup enam maksim yaitu (a) maksim kebijaksanaan sebanyak 2 tuturan, (b) maksim kemurahan sebanyak 2 tuturan, (c) maksim penerimaan sebanyak 3 tuturan, (d) maksim kerendahan hati sebanyak 6 tuturan, (e) maksim kecocokan sebanyak 3 tuturan, dan (f) maksim kesimpatian sebanyak 2 tuturan.

Kata kunci: pelanggaran prinsip percakapan, humor, rubrik sing lucu Pendahuluan

Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan. Pemakaian bahasa dalam komunikasi ini diwujudkan dalam bentuk wacana. Mulyana (2005: 51) berpendapat bahwa wacana menurut media penyampaiannya dibagi menjadi dua, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Media-media tersebut sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan gagasan, wawasan dan ilmu pengetahuan yang mewakili kreativitas manusia. Dengan adanya wacana, masyarakat berkesempatan untuk menjalin komunikasi dan pergaulan, melakukan interaksi sosial dan bekerja sama.

Wacana dapat direalisasikan menjadi bermacam-macam bentuk, salah satunya adalah wacana humor. Wacana humor merupakan wacana yang terbentuk

(2)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 62 dari proses komunikasi yang tidak bonafid (non-bonafide process of communication) (Wijana dan Rohmadi, 2011: 139). Dalam jenis komunikasi ini, penutur tidak memperhatikan prinsip-prinsip percakapan, yang mencakup prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Penutur dalam berbicara tidak mempertimbangkan konteks, pembicaraan tidak didasarkan pada bukti-bukti yang memadai, sehingga sering menimbulkan ketaksaan dan menyesatkan lawan bicaranya. Hal tersebut tidak sejalan dengan pendapat Rustono (1999: 51) bahwa prinsip percakapan merupakan prinsip yang mengatur mekanisme percakapan antar peserta tuturnya agar dapat bercakap-cakap secara kooperatif dan santun. Rustono membatasi keberhasilan komunikasi didasarkan pada kepatuhan terhadap prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.

Wijana (2003: 77) memberi penjelasan bahwa berbicara secara wajar pada hakikatnya berbeda dengan berbicara dalam rangka humor. Dalam humor pelanggaran prinsip percakapan tersebut dijadikan sebagai sumber kelucuan humor dengan tujuan agar para pembaca merasa terhibur dan terbebas dari tekanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiwiek Dwi Astuti (2006: 16) bahwa pelanggaran prinsip percakapan yang terkandung dalam wacana humor merupakan penyebab pengungkapan humor. Pelanggaran prinsip percakapan ini dapat kita temukan di dalam percakapan wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat.

Majalah Panjebar Semangat adalah majalah berbahasa Jawa tertua di Indonesia. Majalah ini memberikan daya tarik tersendiri untuk menarik perhatian para pembaca yaitu dengan wacana humor rubrik Sing Lucu. Rubrik ini berisi pendapat, cerita, tebak-tebakan lucu dengan dialek yang beraneka ragam sesuai dengan dialek pengirim naskah tersebut. Kelucuan rubrik ini muncul karena hal-hal yang sebenarnya tampak sederhana tetapi mengesankan kebodohan, kekonyolan, ketidaktahuan atau bahkan karena ketidaksengajaan para penuturnya. Permainan bahasa dalam wacana tersebut memiliki kelucuan yang khas dan menggelitik bagi para pembaca. Dengan demikian, pelanggaran prinsip percakapan cukup banyak ditemukan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat ini.

Peneliti tertarik untuk melakukan analisis tentang pelanggaran prinsip percakapan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu karena dalam rubrik tersebut

(3)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 63 terdapat pelanggaran prinsip percakapan yang dijadikan sebagai sumber kelucuan humor. Bentuk pelanggaran prinsip-prinsip tersebut mencakup pelanggaran prinsip kerja sama dan pelanggaran prinsip kesopanan yang terbagi menjadi beberapa maksim yang menyertainya. Dengan demikian, analisis terhadap rubrik ini cukup menarik dilakukan untuk mengetahui bentuk pelanggaran prinsip percakapan yang menunjukkan kelucuan wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat.

Peneliti memilih majalah Panjebar Semangat karena majalah ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu rubrik Sing Lucu. Dialek yang digunakan dalam rubrik ini beraneka ragam sesuai dengan asal daerah pengirimnya. Hal ini tentu menambah pengetahuan peneliti khususnya, dan pembaca pada umumnya mengenai dialek-dialek yang ada di tanah Jawa.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam penulisan penelitian ini, sumber data berupa wacana humor dalam rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juni sampai bulan Agustus tahun 2013. Data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan yang mengandung pelanggaran prinsip percakapan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik pustaka, teknik simak dan teksik catat. Instrumen penelitian ini adalah manusia (human instrument) dan kartu data. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis pragmatis dan metode deskriptif. Teknik informal yaitu perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa dan tanpa menggunakan rumus atau simbol (Sudaryanto, 1993: 145).

Hasil Penelitian

1. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Wacana Humor Rubrik Sing Lucu Majalah

Panjebar Semangat

Pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juni – Agustus tahun 2013 mencakup pelanggaran terhadap 4 maksim, yaitu:

(4)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 64 a. Pelanggaran Maksim Kuantitas

Pelanggaran yang terdapat dalam maksim ini berupa pemberian informasi oleh penutur tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan tutur.

Konteks : Didin memberi tahu Simbok kalau dia mendapat nilai seratus, padahal seratus itu jumlah nilai tiga mata pelajaran.

Didin : “mbok, simbok! Dina iki aku entuk biji satus ing sekolah.” ‘mbok, simbok! Hari ini aku mendapat nilai seratus di sekolah.’

Simbok : “ya ngono…. Apik banget bijimu le…, iku jenenge putrane simbok sing pinter lan jagoan. Pelajaran apa wae sing oleh biji satus?”

‘ya begitu... bagus nilaimu nak..., itu namanya anak simbok yang pintar dan jagoan. Pelajaran apa saja yang dapat nilai seratus’

Didin : “Matematika 30, Bahasa Indonesia 40, lan Sejarah 30”

‘Matematika 30, Bahasa Indonesia 40, dan Sejarah 30’ PS, No. 28-13 Juli 2013 (kir. Sulispriyanto-Surabaya)

Tuturan Didin pada wacana di atas melanggar maksim kuantitas karena Didin tidak memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan simbok. Tuturan tersebut tentu mengundang tawa karena pada kenyataannya nilai seratus Jojo adalah jumlah nilai dari tiga mata pelajaran. Tuturan Jojo tidak akan melanggar maksim kuantitas apabila ia mengatakan “sing oleh biji satus pelajaran Matematika.” b. Pelanggaran Maksim Kualitas

Pelanggaran maksim kualitas berupa pemberian informasi yang tidak didasarkan pada bukti-bukti yang memadai.

Konteks : Joko bertanya pada Siswo tentang tanaman yang bakal masuk surga. Joko : “Sis, coba bedheken tanduran apa sing bakale mlebu suwarga?”

‘Sis, coba tebak tanaman apa yang bakalan masuk surga?’ Siswo : “kabeh Jok, merga padha ora duwe dosa, ya ta?”

‘kabeh Jok, karena tidak punya dosa, ya kan?’

Joko : “salah, sing bener Jipang. Jeneng kerene kan labu siyam, ateges

seneng pasa, dadi mbesuk mlebu suwarga, ya ta?”

‘salah, yang benar Jipang. Nama kerennya kan labu siyam, berarti suka berpuasa, jadi besok masuk surga, ya kan?’ PS, No. 29-20 Juli 2013 (kir. Siswidiadi Ngesti N, SS-Temanggung)

Tuturan Joko pada wacana di atas melanggar maksim kualitas karena tidak didasarkan pada bukti yang memadai. Dikatakan tidak didasarkan pada bukti yang memadai karena nama labu siyam memang asli nama tanaman tersebut bukan berasal dari kata bahasa jawa siyam yang berarti puasa. Hal ini tentu saja mengundang tawa karena Joko menafsirkan bahwa tanaman labu siyam adalah

(5)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 65 tanaman yang rajin puasa dan besok bakalan masuk surga. Pernyataan itu tidak akan melanggar maksim kualitas apabila Joko membenarkan tuturan Siswo bahwa tumbuhan tidak mempunyai dosa.

c. Pelanggaran Maksim Relevansi

Pelanggaran maksim relevansi berupa pemberian kontribusi yang tidak berkaitan dengan topik pembicaraan.

Konteks : Marno dan Diman sedang berbicara tentang gambaran Ki Dalang. Marno : “abang kumpul padha abang...”

‘merah kumpul merah bagaikan...’ Diman : “bisa atusan trilyun rupiah.”

‘bisa ratusan trilyun rupiah.’ PS, No. 32-10 Agustus 2013 (kir. Hadi Sumarto-Cilacap)

Tuturan Diman pada penggalan wacana di atas melanggar maksim relevansi karena tidak relevan dengan topik pembicaraan. Tidak relevannya kontribusi yang diberikan Diman sengaja dilakukan untuk menutupi ketidaktahuannya tentang gambaran Ki Dalang dalam wacana tersebut. Hal ini tentu mengundang tawa karena merah ketemu merah menurut Diman bagaikan uang ratusan triyulnan rupiah. Pernyataan tersebut tidak akan melanggar maksim relevansi apabila Diman mengatakan ”abang ketemu abang kuwi kadya wukir pawaka ”. d. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan

Pelanggaran maksim pelaksanaan berupa tuturan yang disampaikan tidak secara langsung dan tidak runtut, sehingga sering menimbulkan kekaburan atau ketaksaan makna.

Konteks : Najib bertanya pada Abdul tentang nama orang yang adzan maghrib di TV.

Najib : “awakmu saben dina meruhi swarane adzan maghrib ana ing TV, Dul?” ‘kamu setiap hari mengetahui suara adzan maghrib yang ada di TV, Dul?’ Abdul : “ora! Aja maneh weruh jenenge, kenal wae ora!”

‘tidak! Apa lagi tahu namanya, kenal saja tidak!’

Najib : “sing adzan jenenge Saat. Coba delengen ing layar TV, mesthi ana

tulisan SAAT ADZAN MAGHRIB untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya.”

‘yang adzan namanya Saat. Coba lihat di layar TV, mesti ada tulisan SAAT ADZAN MAGHRIB untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya.’ PS, No. 27-6 Juli 2013 (kir. Sulispriyanto-Surabaya)

(6)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 66 Tuturan Najib dalam wacana di atas melanggar maksim pelaksanaan karena memanfaatkan ambiguitas yaitu pemanfaatan kata berhomonim. Pernyataan tersebut menimbulkan efek lucu karena Najib menafsirkan bahwa kata saat pada tulisan SAAT ADZAN MAGHRIB untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya menunjukkan nama orang yang sedang mengumandangkan adzan, bukan saat yang menunjukkan waktu.

2. Pelanggaran Prinsip Kesopanan dalam Wacana Humor Rubrik Sing Lucu Majalah

Panjebar Semangat

Pelanggaran prinsip kesopanan yang terdapat dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juni – Agustus tahun 2013 mencakup pelanggaran terhadap 6 maksim, yaitu:

a. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan

Pelanggaran maksim kebijaksanaan berupa pemaksimalan kerugian orang lain. Konteks : jitheng dan klewer sedang berdebat tentang wayang yang paling kuat. Jitheng : “wayang apa sing kuwat paling rosa?”

‘wayang apa kuat yang paling kuat?’ Klewer : “Bima.”

‘Bima’

Jitheng : “ya, salah, ta. Sing bener wayang ngisor dhewe, ditindhihi ana

kothak ora sambat.”

‘ya, salah. Yang benar wayang paling bawah, dihimpit dalam kotak tidak mengeluh.’ PS, No. 22-1 Juni 2013 (kir. Sukip Djunairi Kandangan Kediri)

Tuturan Jitheng dalam dialog di atas melanggar maksim kebijaksanaan karena memaksimalkan keuntungan diri sendiri. Pemaksimalan keuntungan yang dilakukan oleh Jitheng digunakan untuk menutupi ketidaktahuannya tentang nama wayang yang paling kuat. Tuturan tersebut tentu saja mengundang tawa karena Jitheng tetap menafsirkan bahwa wayang yang paling kuat adalah wayang yang berada di posisi paling bawah dalam kotak wayang. Tuturan tersebut tidak akan melanggar maksim kebijaksanaan apabila Jitheng membenarkan tuturan Klewer dengan mengatakan “bener kandhamu mau, sing paling rosa kuwi wayang Bima”.

(7)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 67 b. Pelanggaran Maksim Kemurahan

Pelanggaran maksim kemurahan berupa pemaksimalan keuntungan dan meminimalkan kerugian diri pribadinya.

Konteks : Jihan bertanya kepada Jojo tentang cara menjual kambing agar laku mahal. namun, Jojo memberi jawaban yang tidak sesuai.

Jihan : “Jo, aku tak takon piye carane ngedol wedhus gembel ben payu larang. Awakmu rak blantik ta?”

‘Jo, aku mau tanya bagaimana caranya jual kambing gembel supaya laku mahal. Kamu kan pedagang hewan?’

Jojo : “gampang, takwarahi carane. Ngene, yu... wedhus gembele kuwi

direbonding, luwih becik nganggo Makarizo amarga luwih larang. Menawa rebonding Krantee 100 ewu, Makarizo 125 ewu. Kuwi rega bocah sekolah.”

‘gampang, saya ajari caranya. Begini, mbak... kambing gembelnya itu direbonding, lebih bagus pakai Makarizo karena lebih mahal. Kalau rebonding Krantee 100 ribu, Makarizo 125 ribu. Itu harga anak sekolah.’ PS, No. 25-22 Juni 2013 (kir. Siswidiadi NN, SS-Temanggung)

Tuturan Jojo dalam wacana di atas melanggar maksim penerimaan karena memaksimalkan keuntungan diri sendiri. Jojo memaksimalkan keuntungan diri sendiri dengan menawarkan rebonding untuk perawatan rambut kambing Jihan. Tuturan Jojo tentu mengundang tawa karena ternyata Jojo itu bukan pedagang hewan, melainkan seorang penata rambut. Tuturan tersebut tidak akan melanggar maksim penerimaan apabila Jojo mengatakan “aku iki kapster yu, dudu blantik”.

c. Pelanggaran Maksim Penerimaan

Pelanggaran maksim penerimaan berupa tuturan yang memaksimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain.

Konteks : Danar bertanya pada Hadi yang datang sambil terengah-engah. rupanya hadi habis dikejar BNN.

Hadi “Di, ana apa kowe teka-teka ndadak menggos-menggos, kringet mili, rai abang ireng? Sajake kowe wedi banget.”

‘Di, ada apa kamu tiba-tiba mendadak terengah-engah, keringat mengalir, muka merah padam sepertinya kamu ketakutan sekali.’ Hadi : “wadhuh Nar. Cilaka aku dioyak BNN.”

‘waduh Nar. Celaka aku dikejar BNN.’

Danar : “hah, apa dioyak BNN? Ngonsumsi narkoba ta kowe?”

Hadi : “sing sareh ta, aja nduweni pikiran negatif. Mengkene lho, aku mau

(8)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 68

Tinimbang aku ditendhang ya mlayua ae. Dadi BNN kuwi Babi Nabyak-Nabyak. Ngono lho jelase.”

‘yang sabar, jangan mempunyai fikiran negatif. Ada babi lari kencang nabrak-nabrak. Daripada aku ditendang ya aku lari saja. Jadi BNN itu Babi Nabyak-Nabyak. Begitu lho jelasnya.’ PS, No. 30-27 Juli 2013 (kir. Wati Sumardi-Probolinggo)

Tuturan Hadi dalam wacana di atas melanggar maksim penerimaan karena memaksimalkan ketidakhormatan kepada lawan tuturnya. Hadi memaksimalkan ketidakhormatannya kepada Danar sehingga orang lain berfikir bahwa Danar suka berfikiran buruk terhadap orang lain. Tuturan Hadi tentu mengundang tawa karena ternyata kepanjangan BNN menurut Hadi adalah Babi Nabyak-Nabyak bukan Badan Narkotika Nasional. Tuturan tersebut tidak akan melanggar maksim penerimaan apabila Hadi mengatakan “BNN kuwi Babi Nabyak-Nabyak”.

d. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati

Pelanggaran maksim kerendahan hati berupa pemaksimalan rasa hormat pada diri sendiri atau meminimalkan rasa tidak hormat pada diri sendiri.

Konteks : Markaban dan Wagiran sedang berdebat tentang wayang yang namanya mangap.

Markaban : “wayang sakothak kae sing jenenge mangap sapa, Mas?” ‘wayang satu kota itu yang namanya mangap (membuka) siapa, Mas?’

wagiran : “Padhas Gempal buta begal, Buta Jurang Grawah, wis ora ana, entek!””

‘Padhas Gempal buta begal, Buta Jurang Grawah, sudah tidak ada, habis!’

Markaban : “sih akeh! Lha iku Janaka Manah, Gathutkaca Jangkah, Semar

Mlumah.”

‘masih banyak! Lha itu Janaka Manah (memanah), Gatutkaca Jangkah (melangkah), Semar mlumah (berbaring).’ PS, No. 22-1 Juni 2013 (kir. Sukip Djunairi Kandangan Kediri)

Tuturan Markaban dalam wacana di atas melanggar maksim kerendahan hati karena memaksimalkan rasa hormat pada diri sendiri yaitu dengan menonjolkan kemampuan diri sendiri bahwa Tuturan tersebut tentu saja menimbulkan kelucuan karena Markaban telah menyombongkan dirinya seolah-olah faham tentang wayang dengan menyebutkan nama wayang yang mulutnya terbuka secara asal. Tuturan tersebut tidak akan melanggar maksim kerendahan hati apabila Markaban merendahkan diri dengan mengatakan “Lha iku Janaka Manah, Gathutkaca Jangkah, Semar Mlumah” dengan nada merendah.

(9)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 69 e. Pelanggaran Maksim Kecocokan

Pelanggaran maksim kecocokan berupa pemaksimalan ketidakcocokan antar peserta tuturnya yang disampaikan secara tidak bijak.

Konteks : Jihan bertanya pada Jojo tentang hewan yang pandai bahasa Jawa krama.

Jihan : “Jo, ngerti ora kewan apa sing paling pinter basa Jawa krama?” ‘Jo, tahu tidak hewan apa yang paling pintar bahasa Jawa krama?’ Jojo : “manuk Beo, ta? Amarga bisa diwarahi nyuwara kaya manungsa,

bener ora?”

‘burung Beo, kan? Karena bisa diajari bersuara seperti manusia, benar tidak?’

Jihan : “wah dudu kuwi, salah. Sing bener kuwi kirik alias segawon.” ‘wah bukan itu, salah. Yang benar itu anjing alias segawon.’ PS, No. 29-20 Juli 29-2013 (kir. Siswidiadi Ngesti N, SS-Temanggung)

Tuturan Jihan dalam wacana di atas melanggar maksim kecocokan karena menentang secara total jawaban Jojo. Jihan menafsirkan bahwa hewan yang pandai bahasa Krama adalah anjing bukan burung beo. Pernyataan tersebut juga mengundang tawa karena yang dimaksud Jihan adalah hewan yang suaranya mirip dengan kata dalam bahasa Krama.

f. Pelanggaran Maksim Kesimpatian

Pelanggaran maksim kesimpatian berupa berupa pemaksimalan perasaan antipati dan peminimalan perasaan simpati antar penuturnya.

Konteks : Ninuk dan Luluk sedang membicarakan tentang panu yang ada di tubuh luluk.

Ninuk : “mbak, biyen tak sawang wajahmu blirik-blirik, ya?” ‘mbak, dulu saya lihat wajah kamu belang-belang, ya?’ Luluk : “ya, pancen panunen.”

‘ya, memang panuan.’

Ninuk : “saiki kok tambah ayu. kok bisa malih resik kuning mrusuh?” ‘sekarang kok tambah cantik. Kok bisa berubah jadi bersih kuning?’ Luluk : “amarga panune wis rata sakujur awak.”

‘karena panunya sudah rata sekujur tubuh.’ PS, No. 33-17 Agustus 2013 (kir. Sukip Djunairi-Kandangan Kediri)

Tuturan Luluk dalam wacana di atas melanggar maksim kesimpatian. Luluk memaksimalkan rasa antipati terhadap Ninuk. Dalam keadaan seperti itu, Ninuk seharusnya tidak perlu menanyakan tentang panu yang pernah ada di wajah Luluk, sehingga Luluk tidak perlu memberi tahu bahwa dia memiliki penyakit panu. Pernyataan Luluk tersebut menimbulkan efek lucu karena kulit bersih dan

(10)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 70 kuning yang ia miliki ternyata karena penyakit panu yang sudah merata, bukan warna putih asli.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pelanggaran prinsip percakapan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat edisi bulan Juni – Agustus 2013 ditemukan adanya (1) pelanggaran prinsip kerja sama yang menunjukkan kelucuan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat. Pelanggaran prinsip tersebut mencakup empat maksim yaitu a) maksim kuantitas, b) maksim kualitas, c) maksim relevansi, dan d) maksim pelaksanaan. (2) Ditemukan adanya pelanggaran prinsip kesopanan yang menunjukkan kelucuan dalam wacana humor rubrik Sing Lucu majalah Panjebar Semangat. Pelanggaran prinsip kesopanan ini mencakup enam maksim yaitu a) maksim kebijaksanaan, b) maksim kemurahan, c) maksim penerimaan, d) maksim kerendahan hati, e) maksim kecocokan, dan f) maksim kesimpatian.

Daftar Pustaka

Astuti, Wiwiek Dwi. 2006. Wacana Humor Tertulis: Kajian Tindak Tutur. Jakarta: Pusat Bahasa.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Wijana, I Dewa Putu. 2003. Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa. Jogjakarta: Ombak.

Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2011. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan pengendalian yang dapat diambil guna mencegah pajanan timbal dapat berupa program pemeriksaan kesehatan, pengendalian lingkungan yaitu hygiene perusahaan (terutama

Rencana pendirian tempat olah raga bilyar ini juga ternyata layak berdasarkan analisis dampak sosial karena memiliki dampak positif yang lebih banyak daripada dampak negatif

Selanjutnya simpulan terakhir mengenai upaya yang dilakukan Dewan Syariah Nasional dalam rangka penegakan Fatwa nya khususnya dalam hal ini adalah fatwa Nomor 23/2002 tentang

Dengan demikian, Ia menyimpulkan bahwa berdasar- kan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964 (khususnya Pasal 20 ayat 1 beserta penjela- sannya) hakim untuk

kebersihan (sampah) di Daerah Tujuan Wisata (DTW) pemandian Karang Anyar.

Mengacu pada pentingnya kualitas manfaat dan kemudahan pengguna yang diukur dari tingkat kepuasan pengguna e-government, penulis merasa termotivasi untuk

Suatu rumusan masalah itu ditandai dengan pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi arah kemana...

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH SEWAKTU (GDS) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS.. TIPE II DI